Anda di halaman 1dari 27

MAKALA

KOMONIKASI DENGAN LANSIA

DI SUSUN OLEH

NAMA : MARIA RANGKOLI

NIM: (19142010083)

KLS: A4 KEPERAWATAN SEMESTER VII


KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas terselesaikannya Makalah
dengan judul Komunikasi Terapeutik pada Pasien Lansia. Makalah ini disusun untuk memenuhi
tugas kuliah Komunikasi Keperawatan serta membantu mengembangkan kemampuan
pemahaman pembaca terhadap Komunikasi Terapeutik pada pasien Lansia.

Pemahaman tersebut dapat di pahami melalui pendahuluan, pembahasan masalah, serta


penarikkan garis kesimpulan dalam makalah ini. Makalah ini disajikan dalam konsep dan bahasa
yang sederhana sehingga dapat membantu  pembaca dalam memahami makalah ini.Makalah ini
jauh dari kata sempurna, maka dari itu penulis membutuhkan kritik dan saran yang membangun.

Manado 2022

Penulis
DAFTAR ISI

COVER KATA PENGANTAR ....................................................................................................i


DAFTAR ISI .................................................................................................................ii

BAB I : PENDAHULUAN 1.1

Latar Belakang ............................................................................................................1 1.2

Rumusan Masalah .......................................................................................................2 1.3

Tujuan Masalah ..........................................................................................................2


BAB II : TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Komunikasi Terapeutik Pada Lansia ....................................................................3


2.1.1 Pengertian Komunikasi Terapeutik ...........................................................................3 2.1.2
Manfaat Komunikasi Terapeutik .............................................................................3 2.1.3
Komunikasi Terapeutik Pada Lansia .........................................................................3 2.1.4
Keterampilan Komunikasi terapeutik ....................................................................................4 2.1.5

Prinsip Gerontologi Untuk Komunikasi .................................................................5 2.1.6


Karakteristik Komunikasi Terapeutik Pada Lansia......................................................7 2.1.7
Pendekatan Perawatan Lansia Dalam Konteks Komunikasi ......................................7 2.1.8
Teknik Komunikasi Terapeutik Pada Lansia ........................................................................8 2.1.9

Teknik Komunikasi Lansia Pada Reaksi Penolakan .................................................10 2.1.10

Hal-Hal Yang Perlu Diperhatikan Saat Berinteraksi Pada Lansia ................................10 2.1.11
Hambatan Komunikasi Terapeutik Pada Lansia .....................................................................11 2.2
Konsep Dasar Keperawatan Gerontik ...........................................................................15 2.2.1
Pengertian Keperawatan Gerontik .........................................................................15 2.2.2
Pengertian Lanjut Usia .......................................................................................................15 2.2.3

Batasan Lanjut Usia ..........................................................................................................16 2.2.4

Tipe Lanju Usia ...................................................................................................16 2.2.5

Teori Penuaan ........................................................................................................17 2.2.6


Perubahan Yang Terjadi Pada Lanjut Usia .....................................................................................1

BAB IV : PEMBAHASAN...........................................................................................................24

BAB V : PENUTUP 4.1 ………………………………………………………..

Kesimpulan ..............................................................................................................................28
4.2

Saran .............................................................................................................................................28

DAFTAR PUSTAKA
 
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Komunikasi adalah elemen dasar dari interaksi manusia yang memungkinkan seseorang
untuk menetapkan, mempertahankan dan meningkatkan kontrak dengan oran lain karena
komunikasi dilakukan oleh seseorang, setiap hari orang seringkali salah  berpikir bawa
komunikasi adalah sesuatu yang mudah. Namun sebenarnya adalah proses yang kompleks yang
melibatkan tingkah laku dan hubungan serta memungkinkan individu berasosiasi dengan orang
lain dan dengan lingkungan sekitarnya. Hal itu merupakan peristiwa yang terus berlangsung
secara dinamis yang maknanya dipacu dan ditransmisikan. Untuk memperbaiki interpretasi
pasien terhadap pesan, perawat harus tidak terburu-buru dan mengurangi kebisingan dan
distraksi. Kalimat yang jelas dan mudah dimengerti dipakai untuk menyampaikan pesan karena
arti suatu kata sering kali telah lupa atau ada kesulitan dalam mengorganisasi dan
mengekspresikan pikiran. Instruksi yang berurutan dan sederhana dapat dipakai untuk
mengingatkan pasien dan sering sangat membantu. (Bruner & Suddart, 2001: 188).

Mengingat usia individu tidak dapat dielakkan terus bertambah dan berlangsung konstan
dari lahir sampai mati, sedangkan penuaan dalam masyarakat tidak seperti itu,  proporsi populasi
lansia relatif meningat di banding populasi usia muda. Pertumbuhan  jumlah penduduk lanjut
usia (lansia) di Indonesia tercatat sebagai paling pesat di dunia. Jumlah lansia yang kini sekitar
16 juta orang, akan menjadi 25,5 juta pada tahun 2020, atau sebesar 11,37 persen dari jumlah
penduduk. Itu berarti jumlah lansia di Indonesia akan berada di peringkat empat dunia, di bawah
Cina, India, dan Amerika Serikat. Terdapat banyak bukti bahwa kesehatan yang optimal pada
pasien lanjut usia tidak hanya  bergantung pada kebutuhan biomedis akan tetapi juga tergantung
dari perhatian terhadap keadaan sosial, ekonomi, kultural dan psikologis pasien tersebut.

Walaupun pelayanan kesehatan secara medis pada pasien lanjut usia telah cukup baik tetapi
mereka tetap memerlukan komunikasi yang baik serta empati sebagai bagian penting dalam
penanganan persoalan kesehatan mereka. Komunikasi yang baik ini akan sangat membantu
dalam keterbatasan kapasitas fungsional, sosial, ekonomi, perilaku emosi yang labil pada pasien
lanjut usia (Williamet al. 2007).

Seseorang yang mengalami kepikunan, mungkin mengalami kesulitan untuk mengerti apa
yang dikatakan orang lain atau untuk mengatakan apa yang pasien pikirkan dan inginkan. Hal
ini sangat mengecewakan dan membingungkan pasien dan pemberi asuhan oleh karena itu,
perawat perlu menciptakan komunikasi yang mudah. (Wahjudi Nugroho, 2008)

2. Rumusan Masalah

Dari penjelasan diatas, dalam pembahasan makalah komunikasi keperawatan ini, kita akan
membahas tentang Komunikasi Terapeuik pada lansia dan konsep dasar gerontik (lansia), baik
itu dari segi definisi sampai pada contoh-contohnya dan aspek-aspek yang terkait dengan materi
tersebut serta contoh kasus penerapan Komunikasi Terapeutik pada Lansia.

2.3 Tujuan Penulisan

2.3.1 Tujuan Umum

Tujuan umum dari penyusunan makalah ini adalah agar kita sebagai mahasiswa keperawatan
dapat menerapkan Komunikasi Terapeutik Pada Lansia. Sehingga kita dapat
mengaplikasikannya dalam praktik klinik ataupun di dunia kerja nanti.

2.3.2 Tujuan Khusus Tujuan Khusus dari penulisan makalah ini adalah:
1 Mahasiswa dapat menjelaskan Konsep Komunikasi Terapeutik pada Lansia

2. Mahasiswa dapat menjelaskan Konsep Dasar Keperawatan Gerontik

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Komunikasi Terapeutik pada Lansia

2.2.1 Pengertian Komunikasi Terapeutik

Indrawati (2003) mengemukakan bahwa komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang


direncanakan secara sadar, bertujuan dan kegiatannya dipusatkan untuk kesembuhan pasien.
Komunikasi terapeutik adalah hubungan kerja sama yang ditandai dengan tukar menukar
perilaku, perasaan, fikiran dan  pengalaman dalam membina hubungan intim terapeutik.
Komunikasi dengan lansia harus memperhatikan faktor fisik, psikologi, lingkungan dalam situasi
individu harus mengaplikasikan ketrampilan komunikasi yang tepat. disamping itu juga
memerlukan pemikiran penuh serta memperhatikan waktu yang tepat. (Stuart dan Sundeen,
2013)

2.2.2 Manfaat Komunikasi Terapeutik 

  Manfaat komunikasi terapeutik adalah untuk mendorong dan menganjurkan kerja sama antara
perawat dan pasien melalui hubungan perawat dan pasien. Mengidentifikasi. mengungkap
perasaan dan mengkaji masalah dan evaluasi tindakan yang dilakukan oleh perawat (Indrawati,
2003 : 50)

2.2.3. Komunikasi Terapeutik pada lansia

Menurut Wahjudi Nugroho (2008) Komunikasi dengan lansia adalah  proses penyampaian
pesan atau gagasan dari petugas atau perawat kepada lanjut usia dan diperoleh tanggapan dari
lanjut usia sehingga diperoleh kesepakatan tentang isi pesan komunikasi. Komunikasi yang baik
pesannya singkat, jelas, lengkap dan sederhana. Sarana komunikasi meliputi panca indra manusia
(mata, mulut, tangandan jari) dan buatan manusia (TV, Radio, surat kabar). Sikap penyampaian
pesan harus dalam jarak dekat, suara jelas, tidak terlalu cepat, menggunakan kalimat pendek,
wajah berseri-seri, sambil menatap lansia, sabar, telaten, tidak terburu-buru, dada sedikit
membungkuk dan jempol tangan bersikap mempersilahkan.

Hal-hal yang  perlu diperhatikan agar komunikasi berjalan lancar adalah menguasai bahan atau
pesan yang akan disampaikan, menguasai bahasa setempat, tidak terburu-buru, memiliki
keyakinan, bersuara lembut, percaya diri, ramah, dan sopan. Lingkungan yang mendukung
komunikasi adalah suasana terbuka, akrab, santai, menjaga tetap ramah, posisi menghormati, dan
memahai keadaan lanjut usia. (Wahjudi Nugroho, 2008)

2.2.4 Keterampilan Komunikasi Terapeutik Pada Lansia

Menurut Lilik Ma’arifatul Azizah (2011) Keterampilan komunikasi terapeutik pada lanjut
usia dapat meliputi :

1.Perawat membuka wawancara dengan memerkenalkan diri dan menjelaskan tujuan dan lama
wawancara.

2. Berikan waktu yang cukup kepada pasien untuk menjawab berkaitan dengan pemunduran
kemampuan untuk merespon verbal.

3. Gunakan kata-kata yang tidak asing bagi klien sesuai dengan latar belakang sosikulturalnya.

4. Gunakan pertanyaan yang pendek dan jelas karena pasien lansia kesulitan dalam berfikir
abstrak.
5. Perawat dapat memperlihatkan dukungan dan perhatian dengan memberikan respon
nonverbal seperti kontak mata secara langsung, duduk dan menyentuh pasien

. 6. Perawat harus cermat dalam mengidentifikasi tanda-tanda kepribadian pasien dan distres
yang ada.

7. Perawat tidak boleh berasumsi bahwa pasien memahami tujuan dari komunikasi dan tindakan.
8. Perawat harus memperhatikan respon pasien dengan mendengarkan dengan cermat dan tetap
mengobservasi.

9. Tempat mewawancarai diharuskan tidak pada tempat yang baru dan asing bagi pasien.

10. Lingkungan harus dibuat nyaman, kursi harus dibuat senyaman mungkin.

11. Lingkungan harus dimodifikasi sesuai dengan kondisi lansia yang sensitive, suara
berfrekuensi tinggi atau perubahan kemampuan penglihatan.

12. Perawat harus mengkonsultasi hasil wawancara kepada keluarga pasien.

13. Memperhatikan kondisi fisik pasien pada waktu wawancara

Respon perilaku juga harus diperhatikan, karena perilaku merupakan dasar yang paling
penting dalam perencanaan keperawatan pada lansia.

 Perubahan perilaku merupakan gejala pertama dalam beberapa gangguan fisik dan mental.
Jika mungkin, pengkajian harus dilengkapi dengan kondisi lingkungan rumah, ini menjadi modal
pada faktor lingkungan yang dapat mengurangi kecemasan pada lansia. Pengkajian tingkah laku
termasuk mendefinisikan tingkah laku, frekuensinya, durasi dan factor presipitasi. Ketika terjadi
perubahan perilaku ini sangat penting untuk dianalisis

2.2.5 Prinsip Gerontologis Untuk Komunikasi

Menurut Wahjudi Nugroho (2008) Lanjut usia yang mengalami penurunan daya ingat
mengalami kesulitan untuk mengerti apa yang dikatakan orang lain. Hal ini sangat
mengecewakan dan membingungkan lansia dan perawat oleh karen itu, perlu diciptakan
komunikasi yang mudah antara lain :

1. Buat percakapan yang akrab.


a. Sebutkan nama orang tersebut untuk menarik perhatiannya
b. Bicara langsung pada orang tersebut dan bertatap muka langsung.
c. Sentuh lengannya agar ia terfokus pepada pembicaraan
2. Pakailah kalimat yang pendek dan sederhana
a. Gunakan kalimat yang singkat dan mudah dimengerti
b. Bicara dengan singkat dan jelas
3. Ulangi kalimat secara tepa
a. Apabila orang tersebut tidak mengerti suatu kata, ganti dengan kata lain yang
mempunyai arti sama.
b. Ulangi apa yang telah dikatakan dan gunakan kata-kata yang sama, gerak, nada yang
sama pula.
4. Berkata yang tepat
a. Katakan, “ini buburmu”, bukan “sekarang waktu untuk sarapan”
b. Katakan, “kakek, ini kacamatamu?”, bukan “kakek butuh ini?”
c.  Hilangkan kata-kata “kamu masih ingat?”
5. Beri pilihan yang sederhana.
a. Ajukan pertanyaan yang memerlukan jawaban “iya” atau “tidak”
b. Batasi pilihan dalam pertanyaan seperti “ apakah kakek mau minum teh?”, bukan
“apakah kakek mau minum sesuatu?”
6. Pakailah etiket, Tempelkan etiket pada barang-barang yang sering dipakai, misalnya
a. Gambar toilet pad pintu WC
b. Gambar kepala diguyur air gayung yang ditempel dipintu kamar mandi
c. Gambar mangkuk sayur yang ditempel pada pintu lemari makan.
7. Pakai isayarat, bukan kata-kata
a. Lambaikan tangan atau sentuh lengannya dengan lemah lembut untuk memberi
salam.
b. Senyum dan menganggukan kepala untuk menyatakan bahwa anda mengerti
maksudnya
c. Memberi isyarat dengan lengan untuk mengajak ikut serta dalam suatau kegiatan
d. Gunakan sentuhan apabila ia bingung.
e. Lihat dan dengarkan apakah ada “gelagat” dalam ingkah lakunya karena
ia sering mondar-mandir, berarti ia perlu ketoilet.
f. Sadari bahasa tubuh atau ekspresi wajah, nada suara, dan sikap badan anda karena
klien mungkin tidak mengerti apa yang anda katakan, tetapi ia akan mengerti tanda
nonverbal.
8. Buat keputusan yang tepat
a. Berhenti berbicara dan dengarkan apa yang dikatakan klien tersebut.
b. Ulangi apa yang anda dengar, misalnya “kamu sekarang lapar, bukan ?”
c. Pikirkan apa yang sebenarnya dimaksud oleh orang tersebut “saya ingin pulang
kerumah”mungkin hal tersebut berarti ia cemas dan butuh ketentraman hati.
d. Kenali nada dan kata-katanya.
e. Beri waktu pada untuk berfikir
f. Tawarkan bantuan walaupun anda tidak mengerti maksudnya.
9. Kurangi gangguan
a. Bercakap-cakap dalam suasana yang sepi, tenang, tanpa gangguan kegiatan yang
lain.
b. Dorong lansia untuk memakai kacamata dan alat pendengar
c. Berbincang-bincang sambil bertatap muka.

2.2.6 Karakteristik komunikasi terapeutik pada lansia

Ada 3 hal mendasar yang memberi ciri-ciri komunikasi terapeutik yaiu sebagi berikut
(Arwani, 2003 : 54) :

 
1. Ikhlas (genuiness) Semua perasaan negatif yang dimiliki oleh pasien harus bisa
diterima dan pendekatan individu dengan verbal maupun non verbal akan
memberikan bantuan kepada pasien untuk mengkonsumsikan kondisi secara
tepat
2. Empati (Emphaty) Merupakan sikap jujur dalam menerima kondisi klien.
Objektif dalam memberikan penilaian terhadap kondisi pasien dan tidak
berlebihan
3. Hangat (warmth) Kehangatan dan sikap permisif yang diberikan diharapkan
pasien dapat memberikan dan mewujudkan ide-idenya tanpa rasa takut, sehingga
pasien bisa mengekspresikan persaannya lebih mendalam.

2.2.6 Karakteristik komunikasi terapeutik pada lansia

Ada 3 hal mendasar yang memberi ciri-ciri komunikasi terapeutik yaiu sebagi berikut (Arwani,
2003 : 54) :

1. Ikhlas (genuiness) Semua perasaan negatif yang dimiliki oleh pasien harus bisa diterima
dan pendekatan individu dengan verbal maupun non verbal akan memberikan bantuan
kepada pasien untuk mengkonsumsikan kondisi secara tepat 2.Empati (Emphaty)
Merupakan sikap jujur dalam menerima kondisi klien. Objektif dalam memberikan
2. penilaian terhadap kondisi pasien dan tidak berlebihan
3. Hangat (warmth) Kehangatan dan sikap permisif yang diberikan diharapkan pasien dapat
memberikan dan mewujudkan ide-idenya tanpa rasa takut, sehingga pasien bisa
mengekspresikan persaannya lebih mendalam.

2.2.7 Pendekatan Perawatan Lansia Dalam Konteks Komunikasi

 Menurut Lilik Ma’rifatul Azizah (2011) pendekatan perawatan lanjut usia antara lain:

a. Pendekatan fisik Mencari informasi tentang kesehatan obyektif, kebutuhan, kejadian,


yang dialami, peruban fisik organ tubuh, tingkat kesehatan yang masih bisa di capai dan
dikembangkan serta penyakit yang dapat dicegah progresifitasnya. Pendekatan ini
relative lebih mudah di laksanakan dan di carikan solusinya karena riil dan mudah di
observasi.
b. Pendekatan psikologis Karena pendekatan ini sifatnya absrak dan mengarah pada
perubahan prilaku, maka umumnya membutuhkan waktu yang lebih lama. Untuk
melaksanakan pendekatan ini perawat berperan sebagai konselor, advokat, supporter,
interpreter terhadap sesuatu yang asing atau sebagai penampung masalah-masalah yang
pribadi dan sebagai sahabat yang akrab bagi klien.
c. Pendekatan social  Pendekatan ini di lakukan untuk meningkatkan keterampilan
berinteraksi dalam lingkungan. Mengadakan diskusi, tukar pikiran, bercerita, bermain,
atau mengadakan kegiatan-kegiatan kelompok merupakan implementasi dari pendekatan
ini agar klien dapat berinteraksi dengan sesama klien maupun dengan petugas kesehatan.
d. Pendekatan spiritual Perawat harus bisa membeikan kepuasan batin dalam hubunganya
dengan Tuhan atau agama yang dianutnya terutama ketika klien dalam keadaan sakit.

 2.2.8 Teknik Komunikasi Pada Lansia


  Untuk dapat melaksanakan komunikasi yang efektif kepada lansia, selain pemahaman
yang memadai tentang karakteristik lansia, petugas kesehatan atau perawat juga harus
mempunyai teknik-teknik khusus agar komunikasi yang di lakukan dapat berlangsung secara
lancar dan sesuai dengan tujuan yang diinginkan. Beberapa teknik komunikasi yang dapat di
terapkan antara lain:

a. Teknik asertif 
 Asertif adalah sikap yang dapat menerima, memahami pasangan bicara dengan menunjukan
sikap peduli, sabar untuk mendengarkan dan memperhatikan ketika pasangan bicara agar maksud
komunikasi atau pembicaraan dapat di mengerti. Asertif merupakan pelaksanaan dan etika
berkomunikasi. Sikap ini akan sangat membantu petugas kesehatan untuk menjaga hubungan
yang terapeutik dengan klien lansia.
b. Responsif
Reaksi petugas kesehatan terhadap fenomena yang terjadi pada klien merupakana bentuk
perhatian petugas kepada klien. Ketika perawat mengetahui adanya perubahan sikap atau
kebiasaan klien sekecil apapun hendaknya menanyakan atau klarifikasi tentang perubahan
tersebut misalnya dengan mengajukan pertanyaan ‘apa yang sedang bapak/ibu fikirkan saat ini,
‘apa yang bisa bantu…? berespon berarti bersikap aktif tidak menunggu permintaan bantuan
dari klien. Sikap aktif dari petugas kesehatan ini akan menciptakan perasaan tenang bagi klien.
c. Fokus
Sikap ini merupakan upaya perawat untuk tetap konsisten terhadap materi komunikasi yang di
inginkan. Ketika klien mengungkapkan pertanyaan-pertanyaan di luar materi yang di inginkan,
maka perawa hendaknya mengarahkan maksud pembicaraan. Upaya ini perlu di perhatikan
karena umumnya klien lansia senang menceritakan hal-hal yang mungkin tidak relevan untuk T
kepentingan petugas kesehatan.
d. Supportif 
 Perubahan yang terjadi pada lansia, baik pada aspek fisik maupun psikis secara bertahap
menyebabkan emosi klien relative menjadi labil perubahan ini perlu di sikapi dengan menjaga
kesetabilan emosi klien lansia, misalnya dengan mengiyakan, senyum dan mengagukan kepala
ketika lansia mengungkapkan perasaannya sebagai sikap hormat menghargai selama lansia
berbicara. Sikap ini dapat menumbuhkan kepercayaan diri klien lansia sehingga lansia tidak
menjadi beban bagi keluarganya.
Dengan demikaian di harapkan klien termotivasi untuk menjadi dan berkarya sesuai dengan
kemampuannya. Selama memberi dukungan baik secara materiil maupun moril, petugas
kesehatan jangan terkesan menggurui atau mangajari klien karena ini dapat merendahan
kepercayaan klien kepada perawat atau petugas kesehatan lainnya. Ungkapan-ungkapan yang
bisa memberi motivasi, meningkatkan kepercayaan diri klien tanpa terkesan menggurui atau
mengajari misalnya: ‘saya yakin bapak/ibu lebih berpengalaman dari saya,
untuk itu bapak/ibu dapat melaksanakanya dan bila diperlukan kami dapat
membantu’.
 
e. Klarifikasi
 Dengan berbagai perubahan yang terjadi pada lansia, sering proses komunikasi tidak
berlangsung dengan lancar. Klarifikasi dengan cara mengajukan pertanyaan ulang dan memberi
penjelasan lebih dari satu kali perlu di lakukan oleh perawat agar maksud pembicaraan kita
dapat di terima dan di pers epsikan sama oleh klien ‘bapak/ibu bisa menerim apa yang saya
sampaikan tadi? bisa minta tolong bapak/ibu untuk menjelaskan kembali apa yang saya
sampaikan tadi?

Sabar dan Ikhlas


 Seperti diketahui sebelumnya klien lansia umumnya mengalami perubahan-perubahan yang
terkadang merepotkan dan kekanak-kanakan perubahan ini bila tidak di sikapai dengan sabar
dan ikhlas dapat menimbulkan perasaan jengkel bagi perawat sehingga komunikasi yang di
lakukan tidak terapeutik, namun dapat berakibat komunikasi berlangsung emosional dan
menimbulkan kerusakan hubungan antara klien dengan petugas kesehatan.

2.2.9 Teknik Komunikasi Lansia Pada Reaksi Penolakan


 
Menurut Wahjudi Nugroho (2008), Penolakan adalah ungkapan ketidakmampuan
seseorang untuk mengakui secara sadar terhadap pikiran, keinginan, perasaan atau kebutuhan
pada kejadiaan-kejadian nyata atau sesuatu yang merupakan ancaman. Penolakan merupakan
reaksi ketidaksiapan lansia menerima perubahan yang terjadi pada dirinya. Perawat dalam
menjamin komunikasi perlu memahami kondisi ini sehingga dapat menjalin komunikasi yang
efektif, tidak menyinggung perasaan lansia yang relatif sensitif. Ada beberapa langkah yang bisa
di laksanakan untuk menghadapi klien lansia dengan reaksi penolakan, antara lain :
1) Kenali segera reaksi penolakan klien
2) Membiarkan klien lansia bertingkah laku dalam tenggang waktu tertentu. Hal ini
merupakan mekanisme penyesuaian diri sejauh tidak membahayakan klien, orang
lain serta lingkunganya.
3) Orientasikan klien lansia pada pelaksanan perawatan diri sendiri
4) Langkah tersebut bertujuan untuk mempermudah proses penerimaan klien terhadap
perawatan yang akan di lakukan serta upaya untuk memandirikan klien.
5) Libatkan keluarga atau pihak keluarga terdekat dengan tepat
6) Langkah ini bertujuan untuk membantu perawat atau petugas kesehatan memperoleh
sumber informasi atau data klien dan mengefektifkan rencana / tindakan dapat
terealisasi dengan baik dan tepat.

a.2.10 Hal-hal yang perlu diperhatikan saat berinteraksi pada lansia


a. Menunjukkan rasa hormat, seperti “bapak” “ibu” kecuali apabila sebelumnya pasien telah
meminta anda untuk memanggil panggilan kesukaannya.
b. Hindari menggunakan istilah yang merendahkan pasien
c. Pertahankan kontak mata dengan pasien
d. Pertahankan langkah yang tidak tergesa-gesa dan mendengarkan adalah kunci komunikasi
efektif

e. Beri kesempatan pasien untuk menyampaikan perasaannya

f. Berbicara dengan pelan, jelas, tidak harus berteriak, menggunakan bahasa dan kalimat yang
sederhana.

g. Menggunakan bahasa yang mudah dimengerti pasien

h. Hindari kata-kata medis yang tidak dimengerti pasien

i. Menyederhanakan atau menuliskan instruksi

j. Mengenal dahulu kultur dan latar belakang budaya pasien

k. Mengurangi kebisingan saat berinteraksi, beri kenyamanan, dan beri penerangan yang
cukup saat berinteraksi.
l. Gunakan sentuhan lembut dengan sentuhan ringan di tangan. Lengan, atau bahu.

m. Jangan mengabaikan pasien saat berinterakan

2.2.11 Hambatan Komunikasi Terapeutik pada Lansia

1) Pasien dengan Defisit Sensorik

Beberapa pasien menunjukkan defisit pendengaran dan penglihatan yang terkait dengan usia,
keduanya memerlukan adaptasi dalam berkomunikasi. Penelitian mengindikasikan bahwa 16% -
24% individu berusia lebih dari 65 tahun mengalami pengurangan pendengaran yang
mempengaruhi komunikasi (Crews & Campbell, 2004 ; Mitchell, 2006). Bagi mereka yang
berusia diatas 80 tahun, jumlah gangguan sensorik meningkat menjadi lebih dari 60% (Chiaet al.,
2006). Aging/penuaan mengakibatkan penurunan fungsi pendengaran yang dikenal sebagai

 presbyacussis, yang terutama berkenaan dengan suara berfrekuensi tinggi. Suara berfrekuensi
tinggi adalah suara konsonan yang berdampak pada pemahaman pasien diawal dan akhir kata.
Sebagai contoh, jika anda berkata“Take the pill in the morning (Minumlah pil dipagi hari)”,
pasien akan mendengar vokal dalam kata tetapi pasien dapat berpikir anda berkata “ Rake the
hill in the morning (Dakilah bukit dipagi hari)” (Fook & Morgan, 2000 ;Roset al 2007).
Gangguan visual yang berhubungan dengan usia meliputi reduksi diameter pupil; lensa mata
menguning, yang mempersulit untuk membedakan warna dengan panjang gelombang pendek
seperti lavender, biru, dan hijau; dan menurunkan elastisitas ciliary muscles, yang
mengakibatkan penurunan akomodasi ketika bahan cetakan dipegang

diberbagai jarak. Kebanyakan pasien lanjut usia mengalami penyakit mata yang menurunkan
ketajaman penglihatan (mis. katarak, degenerasi macular, glaucoma, komplikasi ocular pada
diabetes). Lebih dari 15% orang tua berusia lebih dari 70 tahun melaporkan penglihatannya
yang buruk, dan 22% lagi melaporkan penglihatannya hanya cukup untuk jarak tertentu (Crews
& Campbell, 2004). Bagi mereka yang berusia diatas 80 tahun, 30% melaporkan penglihatannya
yang terganggu (Chiet al., 2006)
2) Pasien dengan Demensia

Amerika Serikat pada tahun 2008 diprediksi memiliki lebih kurang 5,2 juta penduduk berusia
lanjut yang diantaranya menderita beberapa bentuk demensia, dan jumlahnya diprediksi akan
meningkat dua kali lipat pada 30 tahun yang akan datang (Hingle & Sherry, 2009). Sebagai
akibatnya, dokter dapat berharap untuk menemui lebih banyak pasien demensia dan pasien
tersebut datang berkunjung ke dokter ditemani oleh anggota keluarga atau perawat nonformal
lain (Viederet al .,2002). (istilah caregiver digunakan dari point ini untuk merujuk pada setiap
orang yang menemani kunjungan yang merupakan informal caregiver ). Penilaian dan
pengobatan pasien lanjut usia dengan demensia juga akan sangat membantu bila melibatkan
caregiver (Roter, 2000). Ada banyak tingkatan demensia, yang memiliki berbagai kesulitan
komunikasi. Pasien pada stadium awal sering mengalami masalah untuk menemukan kata yang
ingin disampaikan, pasien banyak menggunakan kata-kata yang tidak memiliki makna,
seperti“hal ini”, “sesuatu”, dan “anda tahu”. Pada demensia parah, pasien dapat

menggunakan jargon yang tidak dapat dipahami atau bisa hanya berdiam diri (Orange & Ryan,
2000). Demensia memiliki efek yang merugikan pada penerimaan dan ekspresi komunikasi
pasien. Sebagian besar pasien mengalami kehilangan memori dan mengalami kesulitan
mengingat kejadian yang baru terjadi. Sebagian pasien demensia memiliki rentang konsentrasi
yang sangat singkat dan sulit untuk tetap berada dalam satu topik tertentu (Miller, 2008).

3) Pasien yang Ditemani oleh

Caregiver Karakteristik utama kunjungan poliklinik geriatri adalah adanya orang ketiga,


dengan seorang anggota keluarga atau caregiver informal lainnya yang hadir sedikitnya pada
sepertiga kunjungan geriatrik (Roter, 2000). Meskipun caregivermdapat mengasumsikan
berbagai peran, termasuk pendukung, peserta pasif, atau antagonis, pada sebagian besar kasus,
caregiver  menempatkan kesehatan orang yang mereka cintai sebagai prioritasnya.

Caregiver sangat penting untuk sistem perawatan kesehatan lanjut usia. Mereka tidak hanya
membantu dengan nutrisi, aktivitas kehidupan sehari-hari, tugas rumah tangga, pemberian obat,
transportasi, dan perawatan lain untuk pasien lanjut usia,mcaregiver membantu memudahkan
komunikasi antara dokter dan pasien serta mempertinggi keterlibatan pasien dalam perawatan
mereka sendiri (Claymanet al ., 2005 ; Wolff & Roter, 2008). Juga merupakan hal penting untuk
memperlakukan pasien lanjut usia dalam konteks atau sudut pandang caregiver  -nya agar
didapatkan hasil terbaik bagi keduanya (Griffith et al  ., 2004). Hambatan Berkomunikasi
Dengan Lansia : Proses komunikasi antara petugas kesehatan dengan klien lansia akan terganggu
apabila ada sikap agresif dan sikap nonasertif.

1. Agresif 

 Sikap agresif dalam berkomunikasi biasanya di tandai dengan prilaku- prilaku di bawah ini:
1) Berusaha mengontrol dan mendominasi orang lain (lawan bicara)

2) Meremehkan orang lain

3) Mempertahankan haknya dengan menyerang orang lain

4) Menonjolkan diri sendiri

5) Pempermalukan orang lain di depan umum, baik dalam perkataan maupun tindakan.

2. Non asertif 

 Tanda-tanda dari non asertif ini antara lain :

1) Menarik diri bila di ajak berbicara


2) Merasa tidak sebaik orang lain (rendah diri)
3) Merasa tidak berdaya
4) Tidak berani mengungkap keyakinaan
5) Membiarkan orang lain membuat keputusan untuk dirinya
6) Tampil diam (pasif)
7) Mengikuti kehendak orang lain
8) Mengorbankan kepentingan dirinya untuk menjaga hubungan baik dengan orang lain.
Adanya hambatan komunikasi kepada lansia merupkan hal yang wajar seiring dengan
menurunya fisik dan pskis klien namun sebagai tenaga kesehatan yang professional
perawat di tuntut mampu mengatasi hambatan tersebut untuk itu perlu adanya teknik atau
tips-tips tertentu yang perlu di perhatikan agar komunikasi berjalan dengan efektif antara
lain :
1) Selalu mulai komunikasi dengan mengecek pendengaran klien
2) Keraskan suara anda jika perlu
3) Dapatkan perhatian klien sebelum berbicara. Pandanglah dia agar dia dapat melihat mulut
anda.
4) Atur lingkungan sehinggga menjadi kondusif untuk komunikasi yang baik. Kurangi
gangguan visual dan auditory. Pastikan adanya pencahayaan yang cukup.
5) Ketika merawat orang tua dengan gangguan komunikasi, ingat kelemahannya. Jangan
menganggap kemacetan komunikasi merupakan hasil bahwa klien tidak kooperatif.
6) Jangan berharap untuk berkomunikasi dengan cara yang sama dengan orang yang tidak
mengalami gangguan. Sebaliknya bertindaklah sebagai partner yang tugasnya
memfasilitasi klien untuk mengungkapkan perasaan dan pemahamannya.
7) Berbicara dengan pelan dan jelas saat menatap matanya gunakan kalimat pendek dengan
bahasa yang sederhana.
8) Bantulah kata-kata anda dengan isyarat visual.
9) Serasikan bahasa tubuh anda denagn pembicaraan anda, misalnya ketika melaporkan
hasil tes yang di inginkan, pesan yang menyatakan bahwa berita tersebut adalah bagus
seharusnya di buktikan dengan ekspresi, postur dan nada suara anda yang
menggembirakan (misalnya denagn senyum, ceria atau tertawa secukupnya).
10) Ringkaslah hal-hal yang paling penting dari pembicaraan tersebut.
11) Berilah klien waktu yang banyak untuk bertanya dan menjawab pertanyaan anda.
12) Biarkan ia membuat kesalahan jangan menegurnya secara langsung, tahan keinginan
anda menyelesaikan kalimat.
13) Jadilah pendengar yang baik walaupun keinginan sulit mendengarkanya.
14) Arahkan ke suatu topic pada suatu saat.
15) Jika mungkin ikutkan keluarga atau yang merawat ruangan bersama anda. Orang ini
biasanya paling akrab dengan pola komunikasi klien dan dapat membantu proses
komunikasi
2.2.1 Pengertian Keperawatan Gerontik

Keperawatan gerontologi adalah ilmu yang mempelajari tentang perawatan pada lansia yang
berfokus pada pengkajian kesehatan pengkajian kesahatan dan status fungsional, perencanaan,
implementasi, serta evaluasi. (Lueckerotte, 2000) Keperawatan geriatri adalah praktik perawatan
yang berkaitan dengan penyakit pada proses menua (Lueckerotte, 2000). Keperawatan gerontik
adalah suatu bentuk pelayanan keperawatan yang profesional dengan menggunakan ilmu dan
kiat keperawatan gerontik, mencangkup bio psikososial dan spiritual, dimana klien adalah orang
yang telah berusia >60 tahun, baik yang kondisinya sehat maupun sakit. Tujuan keperawatan
gerontik adalah memenuhi kenyamanan lansia, mempertahankan fungsi tubuh serta membantu
lansia menghadapi kematian dengan tenang dan damai melalui ilmu dan teknik keperawatan
gerontik.

2.2.2 Pengertian Lanjut Usia

Menurut Setyonegoro (1984), menggolongkan bahwa yang disebut lanjut usia (geriatric
age) adalah orang yang berusia lebih dari 65 tahun. Selanjutnya terbagi dalam tiga usia 70-75
tahun (young old), 75-80 tahun (old), dan lebih dari 80 tahun (very old).

2.2.3 Batasan Lanjut Usia

Di bawah ini dikemukakan beberapa pendapat mengenai batasan umur.

a. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Lanjut Usia meliputi:


1) Usia pertengahan (Middle Age) ialah kelompok usia 45 sampai 59 tahun.
2) Lanjut usia (Elderly) ialah kelompok usia antara 60 dan 74 tahun.
3) Lanjut usia tua (Old) ialah kelompok usia antara 75 dan 90 tahun.
4) Usia sangat tua (Very Old) ialah kelompok di atas usia 90 tahun.

b.Departemen Kesehatan RI mengklasifikasikan lanjut usia sebagai berikut:

1) Pralansia (prasenilis)
2) Seseorang yang berusia antara 45-59 tahun.

3) Lansia

4) Seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih.

5) Lansia risiko tinggi

6) Seseorang yang berusia 70 tahun atau lebih/seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih
dengan masalah kesehatan (Depkes RI, 2003).

7) Lansia potensial

8)Lansia yang masih mampu melakukan pekerjaan dan/atau kegiatan yang dapat
menghasilkan

9) Lansia tidak potensial

10) Lansia yang tidak berdaya mencari nafkah, sehingga hidupnya bergantung pada bantuan
orang lain (Depkes RI, 2003)

2.2.4 Tipe Lanjut Usia

Beberapa tipe pada lansia bergantung pada karakter, pengalaman hidup, lingkungan,
kondisi fisik, mental, sosial, dan ekonominya ( Wahjudi Nugroho, 2000). Tipe tersebut dapat
dibagi sebagai berikut:

a. Tipe arif bijaksana Kaya dengan hikmah, pengalaman, menyesuaikan diri dengan
perubahan zaman, mempunyai kesibukan, bersikap ramah, rendah hati, sederhana,
dermawan, memenuhi undangan, dan menjadi panutan
b. Tipe mandiri Mengganti kegiatan yang hilang dengan yang baru, selektif dalam
mencari pekerjaan, bergaul dengan teman, dan memenuhi undangan.
c. Tipe tidak puas Konflik lahir batin menentang proses penuaan sehingga menjadi
pemarah, tidak sabar, mudah tersinggung, sulit dilayani, pengkritik dan banyak
menuntut.
d. Tipe pasrah Menerima dan menunggu nasib baik, mengikuti kegiatan agama, dan
melakukan pekerjaan apa saja.
e. Tipe bingung Kaget, kehilangan kepribadian, mengasingkan diri, minder, menyesal,
pasif, dan acuh tak acuh. Tipe lain dari lansia adalah tipe optimis, tipe konstruktif,
tipe dependen (ketergantungan), tipe defensif (bertahan), tipe militant dan serius, tipe
pemarah/frustasi (kecewa akibat kegagalan dalam melakukan sesuatu), serta tipe
putus asa (benci pada diri sendiri). Sedangkan bila dilihat dari tingkat
kemandiriannya yang dinilai berdasarkan kemampuan untuk melakukan aktivitas
sehari-hari (indeks kemandirian Katz), para lansia dapat digolongkan menjadi
beberapa tipe yaitu lansia mandiri sepenuhnya, lansia mandiri dengan bantuan
langsung keluarganya, lansia mandiri dengan bantuan secara tidak langsung, lansia
dengan bantuan badan sosial, lansia di panti werda, lansia yang dirawat di rumah
sakit, dan lansia dengan gangguan mental.

2.2.6 Perubahan yang Terjadi pada Lanjut Usia

Banyak kemampuan berkurang pada saat orang bertambah tua. Dari ujung rambut sampai
ujung kaki mengalami perubahan dengan makin bertambahnya umur. Menurut Wahjudi Nugroho
(2008) perubahan yang terjadi pada lansia adalah sebagai berikut: Perubahan Biologis

1) Perubahan Sistem Persyarafan Struktur dan fungsi system saraf berubah dengan
bertambahnya usia. Berkurangnya massa otak progresif akibat berkurangnya sel
syaraf yang tidak bisa diganti. Terjadi penurunan sintesis dan neuro transmitter
utama. Impuls saraf dihantarkan lebih lambat, sehingga lansia memerlukan waktu
yang lebih lama untukmerespons dan bereaksi. Respon menjadi lambat dan hubungan
antara persyarafan menurun, berat otak menurun 10-20%, mengecilnya syaraf panca
indra sehingga mengakibatkan berkurangnya respon penglihatan dan pendengaran,
mengecilnya syaraf penciuman dan perasa, lebih sensitif terhadap suhu, ketahanan
tubuh terhadap dingin rendah, kurang sensitif terhadap sentuhan.
Waktu reaksi yang lama menyebabkan lansia beresiko mengalami kecelakaan
dan cedera. Kehilangan kesadaran atau pingsan dapat terjadi bila orang tersebut
berdiri terlalu cepat dari posisi berbaring atau duduk. Perawat harus menasehati orang
tersebut untuk menunggu waktu merespons terhadap rangsang dan bergerak lebih
pelan. Kebingungan yang terjadi tiba-tiba mungkin merupakan gejala awal infeksi
atau perubahan kondisi fisik (pneumonia, infeksi saluran kencing, interaksi obat,
dehidrasi dan lainnya).
2) Perubahan Penglihatan Karena sel-sel baru terbentuk di permukaan luar
lensa mata, maka sel tengah yang tus akan menumpuk dan menjadi kuning, kaku,
padat dan berkabut. Jadi, bagian luar lensa yang masih elastic untuk berubah bentuk
(akomodasi) dan berfokus pada jarak jauh dan dekat.
Lansia memerlukan waktu yang lebih lama untuk menyesuaikan diri dengan
lingkungan gelap dan terang dan memerlukan sinar yang lebih terang untuk melihat
benda yang sangat dekat. Meskipun kondisi visual patologis bukan merupakan bagian
penuaan normal, namun terjadi peninekatan penyakit mata pada lansia. Menurun
lapang pandang dan daya akomodasi mata, lensa lebih suram (kekeruhan pada lensa)
menjadi katarak, pupil timbul sklerosis, daya membedakan warna menurun.
3) Perubahan Pendengaran Kehilangan kemampuan untuk mendengar nada
berfrekuensi tinggi terjadi pada usia pertengahan. Ini disebabkan karena perubahan
telinga dalam yang irreversible. Lansia sering tidak mampu mengikuti percakapan
karena nada konsonan frekuensi tinggi (huruf f, s, th, ch, sh, b, t, p) semuanya
terdengar sama. Ketidakmampuan berkomunikasi, membuat mereka terasa terisolasi
dari menarik diri dari pergaulan social. Bila dicurigai ada gangguan pendengaran,
maka harus dilakukan kajian telinga dan pendengaran.
Hilangnya atau turunnya daya pendengaran, terutama pada bunyi suara atau
nada yang tinggi, suara tidak jelas, sulit mengerti kata-kata, 50% terjadi pada usia
diatas umur 65 tahun, membran timpani menjadi atrofi menyebabkan otosklerosis.
Kehilangan pendengaran menyebabkan lansia berespons tidak sesuai dengan yang
diharapkan, tidak memahamin percakapan, dan menghindari interaksi social. Perilaku
ini sering disalahkaprahkan sebaga kebingungan atau “senile”.

 
BAB IV
PENUTUP

 
4.1 Kesimpulan
 Komunikasi pada lansia membutuhkan perhatian khusus. Perawat harus waspada
terhadap perubahan fisik psikologi, emosi, dan social yang mempengaruhi pola
komunikasi. Perubahan pada telinga bagian dalam dan telinga menghalangi proses
pendengaran pada lansia sehingga tidak toleran terhadap suara. Komunikasi yang
biasa dilakukan lansia bukan hanya sebatas tukar menukar perilaku, perasaan, pikiran
dan pengalaman, tetapi juga hubungan intim yang terapeutik.
Manfaat komunikasi terapeutik adalah untuk mendorong dan menganjurkan
kerja sama antara perawat dan pasien melalui hubungan perawat dan pasien serta
mengidentifikasi. mengungkap perasaan dan mengkaji masalah dan evaluasi tindakan
yang dilakukan oleh perawat.
Teknik komunikasi yang baik akan memperbaiki outcome pasien lanjut usia dan
caregiver -nya. Bukti mengindikasikan bahwa outcome  perawatan kesehatan untuk
orang tua tidak hanya tergantung pada perawatan kebutuhan biomedis tetapi juga
tergantung pada hubungan perawatan yang diciptakan melalui komunikasi yang
efektif. Dengan komunikasi yang efektif antara perawat –   pasien lanjut usia :
1) Pasien dan keluarganya dapat menceritakan gejala dan masalahnya, yang akan
memungkinkan perawat memberikan pelayanan sesuai dengan masalah dan
kebutuhan pasien lansia.
2) Instruksi dan saran perawat akan lebih mungkin untuk ditaati.

4.2 Saran
 Bagi perawat harus memahami tentang aplikasi komunikasi terapeutik pada
lansia agar pemeriksaan pasien lansia di rumah sakit berjalan dengan lancar dan
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini sangat banyak sekali
kesalahan. Besar harapan kami kepada para pembaca untuk bisa memberikan kritik
dan saran yang bersifat membangun agar makalah ini menjadi lebih sempurna.

DAFTAR PUSTAKA

Nugroho, Wahjudi. 2008. Keperawatan Gerontik dan Geriatrik . Jakarta: EGC.


Azizah, Lilik Ma’arifatul. 2011. Keperawatan Lanjut Usia. Yogyakarta : Graha Ilmu
Stanley, Mickey. 2006 Buku Ajar Keperawatan Gerontik Ed 2. Jakarta : EGC.
Adelman, R.D., Greene, M.G., Ory, M.G. 2000.Communication between older
patients and their physician. Clin Geriatr Med William, S.L., Haskard, K.B.,
Dimatteo, M.R. 2007.The therapeutic effects of the  physician-older patient
relationship: effective communication with vulnerable older   patients. Clin Interv
Aging Kushariyadi. 2010. Asuhan keperawatan pada klien lanjut usia.  Jakarta :
Salemba Medika Indrawati. 2003. Komunikasi Untuk Perawat . Jakarta : EGC
Arwani. 2003. Komunikasi Dalam Keperawatan . Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai