Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH TEURAPEUTIK PADA LANSIA

Untuk Memenuhi Tugas UAS/UTS Mata Kuliah Keperawatan gerontik

Nama:
Siane lona tempomona
Nim:
19142010067
Kelas/sem:
Keperawatan A4/7

0
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh


Segala puji bagi Allah SWT. Yang telah memberikan kami kemudahan
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa
pertolongan-Nya tentunya kami tidak akan sanggup untuk menyelesaikan makalah ini
dengan baik. Shalawat serta salam semoga terlimpah curahkan kepada baginda
tercinta kita yaitu Nabi Muhammad SAW yang kita nanti-nantikan syafa’atnya di
akhirat nanti. Penulis mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat
sehat-
Nya, baik itu berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga penulis mampu untuk
menyelesaikan pembuatan makalahdengan judul “Konsep Komunikasi Teurapeutik
Pada Lansia”.
Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna
dan masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu,
penulis mengharapkan kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya
makalah ini nantinya dapat menjadi makalah yang lebih baik lagi. Kemudian apabila
terdapat banyak kesalahan pada makalah ini penulis mohon maaf yang sebesar-
besarnya.

09 Desember 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...................................................................................i
DAFTAR ISI.................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN..............................................................................1
1.1 Latar belakang..............................................................................1
1.2 Rumusan masalah.........................................................................3
1.3 Tujuan...........................................................................................3
BAB II PEMBAHASAN...............................................................................4

2.1 Pengertian Komunikasi teurapeutik pada lansia...........................4


2.2 Manfaat Komunikasi teurapeutik.................................................5
2.3 Karakteristik Lansia......................................................................5
2.4 Pendekatan Perawat Lansia Dalam Konteks Komunikasi............6
2.5 Hambatan berkomunikasi dengan lansia......................................7
2.6 Teknik komunikasi teurapetik pada klien lansia........................10
2.7 Teknik Perawatan Lansia Pada Reaksi Penolakan.....................12
2.8 Hal-hal yang perlu diperhatikan saat berinteraksi pada lansia.. .13

BAB III PENUTUP.......................................................................................14


3.1 Kesimpulan.................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................15

ii
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Semakin tua umur seseorang, maka semakin rentan orang tersebut ihwal
kesehatannya. Terdapat banyak bukti bahwa kesehatan yang optimal pada pasien
lanjut usia tidak hanya bergantung kepada kebutuhan biomedis semata, namun
juga bergantung kepada kondisi di sekitarnya, seperti perhatian yang lebih
terhadap keadaan sosialnya, ekonominya, kulturalnya, bahkan psikologisnya dari
pasien tersebut.
pasien lansia sangat memerlukan komunikasi yang baik dan empati serta
perhatian yang “cukup” dari berbagai pihak. Banyak hambatan dari komunikasi
terapeutik pada pasien lansia yang terjadi, namun dalam kasus ini yang banyak
terjadi perilaku resisten biasanya diperlihatkan pasien pada masa penyembuhan
terhadap penyakit tertentu dikarenakan adanya rasa lelah, marah dan sedih
terhadap penyakit yang dideritanya. Hasil dari penelitian ini merekomendasikan
adanya pendekatan untuk berkomunikasi pada pasien lansia dengan baik. Oleh
karena itu komunikasi terapeutik harus dapat diimplementasikan secara optimal
bagi pasien lansia.
Komunikasi mempunyai dua fungsi umum. Pertama, untuk kelangsungan
hidup diri sendiri yang meliputi keselamatan fisik, meningkatkan kesadaran
pribadi, menampilkan diri kita sendiri kepada orang lain dan mencapai ambisi
pribadi. Kedua, untuk kelangsungan hidup masyarakat, tepatnya untuk
memperbaiki hubungan sosial dan mengembangkan keberadaan suatu
masyarakat tersebut (Pearson dan Nelson dalam Mulyana, 2009:5). Selain hal
tersebut, menurut William I. Gorden dalam Mulyana (2009:5-6), terdapat empat
fungsi komunikasi, yakni komunikasi sosial, komunikasi ekspresif, komunikasi
ritual, dan komunikasi instrumental, tidak saling meniadakan (mutually
exclusive). Fungsi suatu peristiwa komunikasi (communication events)
tampaknya sama sekali tidak independen, melainkan juga berkaitan dengan

1
fungsi-fungsi lainya meskipun

2
terdapat sesuatu fungsi yang dominan. Proses komunikasi dapat dilihat dalam
dua perspektif besar, yaitu perspektif psikologis dan perspektif mekanis.
Perspektif psikologis dalam proses komunikasi hendaknya memperlihatkan
bahwa komunikasi adalah aktivitas psikologi sosial yang melibatkan
komunikator, komunikan, isi pesan, lambang, sifat hubungan, persepsi, proses
decoding dan encoding. Perspektif mekanis memperlihatkan bahwa proses
komunikasi adalah aktivitas mekanik yang dilakukan oleh komunikator, yang
sangat bersifat situasional dan kontekstual (Mufid, 2012:83). Manusia pada
dasarnya merupakan makhluk yang suka menilai terhadap apa saja yang dilihat
dan didengarnya. Kita memiliki penilaian (judgement) terhadap orang lain dan
lingkungan sekitar kita. Kita akan memberikan penilaian kepada teman, keluarga,
tetangga dan lingkungan sekitar kita (Morissan, 2010:19).
Semakin tua umur seseorang, maka semakin rentan seseorang tersebut
mengenai kesehatannya. Terdapat banyak bukti bahwa kesehatan yang optimal
pada pasien lanjut usia, atau selanjutnya penulis sebut sebagai lansia tidak hanya
bergantung kepada kebutuhan biomedis semata namun juga bergantung kepada
kondisi disekitarnya, seperti perhatian yang lebih terhadap keadaan sosialnya,
ekonominya, kulturalnya, bahkan psikologisnya dari pasien tersebut. Walaupun
seperti kita ketahui pelayanan kesehatan dari waktu ke waktu mengalami
perbaikan yang cukup signifikan pada pasien lansia, namun mereka pada
akhirnya tetap memerlukan komunikasi yang baik dan empati juga perhatian
yang “cukup” dari berbagai pihak, terutama dari keluarganya sebagai bagian
penting dalam penanganan masalah kesehatan mereka. Purwaningsih dan Karlina
(2012) menyebutkan bahwa hubungan saling memberi dan menerima antara
perawat dan pasien dalam pelayanan keperawatan disebut sebagai komunikasi
terapeutik perawat yang merupakan komunikasi profesional perawat.
Komunikasi terapeutik sangat penting dan berguna bagi pasien, karena
komunikasi yang baik dapat memberikan pengertian tingkah laku pasien dan
membantu pasien dalam

3
menghadapi persoalan yang dihadapi olehnya (Utami, 2015, dalam Prasanti,
2017).

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa pengertian dari komunikasi teurapeutik pada lansia ?


2. Apa manfaat komunikasi teurapeutik ?
3. Bagaimana karakteristik lansia ?
4. Apa saja Pendekatan Perawat Lansia Dalam Konteks Komunikasi ?
5. Apa saja Hambatan berkomunikasi dengan lansia ?
6. Bagaimana Teknik komunikasi teurapetik pada klien lansia?
7. Bagaimana Teknik Perawatan Lansia Pada Reaksi Penolakan ?
8. Apa saja Hal-hal yang perlu diperhatikan saat berinteraksi pada lansia ?

1.3 Tujuan
1. Tujuan Umum
Tujuan umum penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi
tugasterstruktur mata kuliah Komunikaso dalan Keperawatan II
2. Tujuan Khususa
a. Untuk mengetahui definisi dari Komunikasi teurapeutik padalansia.
b. Untuk mengetahui manfaat komunikasi teurapeutik.
c. Untuk mengetahui Karakteristik lansia.
d. Untuk mengetahui teknik komunikasi pada lansi dan hal-hal yang perlu
di perhatikan saat berinteraksi dengan lansia.

4
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Komunikasi Terapiutik


Indrawati (2003) mengemukakan bahwa komunikasi terapeutik adalah
komunikasi yang direncanakan secara sadar, bertujuan dan kegiatannya
dipusatkan untuk kesembuhan pasien.
Komunikasi terapeutik mengarah pada bentuk komunikasi interpersonal. Pace
(1979) dalam Cangara (2012:32) mengemukakan bahwa komunikasi antarpribadi
atau interpersonal communication merupakan proses komunikasi yang
berlangsung antara dua orang atau lebih secara tatap muka di mana pengirim
dapat menyampaikan pesan secara langsung dan penerima pesan dapat menerima
dan menanggapi secara langsung. Komunikasi interpersonal merupakan
komunikasi yang pesannya dikemas dalam bentuk verbal atau nonverbal, seperti
komunikasi pada umumnya komunikasi interpersonal selalu mencakup dua unsur
pokok, yaitu isi pesan dan bagaimana isi pesan dikatakan atau dilakukan secara
verbal atau nonverbal. Dua unsur tersebut sebaiknya diperhatikan dan dilakukan
berdasarkan pertimbangan situasi, kondisi, dan keadaan penerima pesan. Selain
hal tersebut, komunikasi sosial sangat mendukung bagi komunikasi terapeutik
bagi pasien lansia.
Komunikasi terapeutik adalah hubungan kerja sama yang ditandai dengan
tukar menukar perilaku, perasaan, fikiran dan pengalaman dalam membina
hubungan intim terapeutik (Stuart dan Sundeen).
Komunikasi dengan lansia harus memperhatikan faktor fisik, psikologi,
(lingkungan dalam situasi individu harus mengaplikasikan ketrampilan
komunikasi yang tepat. disamping itu juga memerlukan pemikiran penuh serta
memperhatikan waktu yang tepat.

5
2.2 Manfaat Komunikasi Terapeutik
Manfaat komunikasi terapeutik adalah untuk mendorong dan menganjurkan
kerja sama antara perawat dan pasien melalui hubungan perawat dan pasien.
Mengidentifikasi. mengungkap perasaan dan mengkaji masalah dan evaluasi
tindakan yang dilakukan oleh perawat (Indrawati, 2003 : 50).

2.3 Karakteristik Lansia


Berdasarkan usianya, organisasi kesehatan dunia (WHO) mengelompokan
usia lanjut menjadi empat macam meliputi:
a) Usia pertengahan (middle age) kelompok usia 45 samapai 59 tahun
b) Usia lanjut (elderly) kelompok usia antara 60 samapai 70 tahun
c) Usia lanjut usai (old) kelompok usia antara 75 sampai 90 tahun
d) Usaia tua (veryold)kelompk usia di atas 90 tahun
Meskipun batasan usia sangat beragam untuk menggolongkan lansia namun
perubahan-perubahan akibat dari usai tersebut telah dapat di identifikasi, misalnya
perubahan pada aspek fisik berupa perubahan neurologi dan sensorik, perubahan
visual, perubahan pendengaran. Perubahan- perubahan tersebut dapat
menghambat proses penerimaan dan interprestasi terhadap maksud komunikasi.
Perubahan ini juga menyebabkan klien lansia mengalami kesulitan dalam
berkomunikasi. Belum lagi perubahan kognetif yang berpengaruh pada tingkat
intelegensi, kemampuan belajar, daya memori dan motivasi klien.
Perubahan emosi yang sering terlihat adalah berupa reaksi penolakan terhadap
kondisi yang terjadi. Gejala-gejala penolakan tersebut misalnya:
a) Tidak percaya terhadap diagnose, gejala, perkembangan serta keterangan yang
di berikan petugas kesehatan
b) Mengubah keterangan yang di berikan sedemikian rupa, sehinga di terima
keliru
c) Menolak membicarakan perawatanya di rumah sakit
d) Menolak ikut serta dalam perawatan dirinya secara umum khususnya tindakan
yang mengikut sertakan dirinya

6
e) Menolak nasehat-nasehat misalnya, istirahat baring, berganti posisi tidur,
terutama bila nasehat tersebut demi kenyamanan klien.

2.4 Pendekatan Perawat Lansia Dalam Konteks Komunikasi


1. Komunikasi pada lansia memerlukan pendekatan khusus. Pengetahuan yang
dianggapnya benar tidak mudah digantikan dengan pengetahuan baru
sehingga kepada orang lansia, tidak dapat diajarkan sesuatu yang baru.
2. Dalam berkomunikasi dengan lansia diperlukan pengetahuan tentang sikap-
sikap yang khas pada lansia. Gunakan perasaan dan pikiran lansia, bekerja
sama untuk menyelesaikan masalah dan memberikan kesempatan pada lansia
untuk mengungkapkan pengalaman dan memberi tanggapan sendiri terhadap
pengalaman tersebut.
3. Berkomunikasi dengan lansia memerlukan suasana yang saling hormat
menghormati, saling menghargai, saling percaya, dan saling terbuka.
4. Penyampaian pesan langsung tanpa perantara, saling memengaruhi dan
dipengaruhi, komunikasi secara timbal balik secara langsung, serta dilakukan
secara berkesinambungan, tidak statis, dan selalu dinamis.
5. Kesulitan dalam berkomunikasi pada lanjut usia disebabkan oleh
berkurangnya fungsi organ komunikasi dan perubahan kognitif yang
berpengaruh pada tingkat intelegensia, kemampuan belajar, daya memori,
dan motivasi klien.
Ketika berkomunikasi dengan pasien dengan gangguan penglihatan,
lingkungan dapat diperbaiki dengan memperbanyak pencahayaan, menggunakan
warna-warna kontras untuk membuat objek lebih jelas dan menggunakan huruf
yang besar serta berwarna kontras untuk setiap tanda. Setiap bahan dengan
tulisan harus dicetak paling tidak dengan huruf berukuran 14 diatas kertas
berwarna. Ketika membahas rencana pengobatan, ingatlah masalah keamanan
potensial yaitu gangguan penglihatan.

7
1) Pendekatan fisik
Mencari informasi tentang kesehatan obyektif, kebutuhan, kejadian,
yang dialami, peruban fisik organ tubuh, tingkat kesehatan yang masih bisa di
capai dan di kembangkan serta penyakit yang dapat di cegah progresifitasnya.
Pendekatan ini relative lebih mudah di laksanakan dan di carikan solusinya
karena riil dan mudah di observasi.
2) Pendekatan psikologis
Karena pendekatan ini sifatnya absrak dan mengarah pada perubahan
prilaku, maka umumnya membutuhkan waktu yang lebih lama. Untuk
melaksanakan pendekatan ini perawat
berperan sebagai konselor, advokat, supporter, interpreter terhadap
sesuatu yang asing atau sebagai penampung masalah-masalah yang pribadi
dan sebagai sahabat yang akrab bagi klien.
3) Pendekatan social
Pendekatan ini di lakukan untuk meningkatkan keterampilan
berinteraksi dalam lingkungan. Mengadakan diskusi, tukar pikiran, bercerita,
bermain, atau mengadakan kegiatan-kegiatan kelompok merupakan
implementasi dari pendekatan ini agar klien dapat berinteraksi dengan sesama
klien maupun dengan petugas kesehatan.

4) Pendekatan spiritual
Perawat harus bisa memberikan kepuasan batin dalam hubunganya
dengan Tuhan atau agama yang dianutnya terutama ketika klien dalam
keadaan sakit.

2.5 Hambatan Berkomunikasi Dengan Lansia


Proses komunikasi antara petugas kesehatan dengan klien lansia akan
terganggu apabila ada sikap agresif dan sikap non asertif
1. Agresif

8
Sikap agresif dalam berkomunikasi biasanya ditandai dengan perilaku-
perilaku dibawah ini :
 berusaha mengontrol dan mendominasi orang lain (lawanbicara)
 meremehkan orang lain
 mempertahankan haknya dengan menyerang orang lain
 menonjolkan diri sendiri
 mempermalukan orang lain di depan umum, baik dengan perkataan
maupun tindakan
2. Non Asertif
Tanda-tanda dari sikap non asertif ini adalah :
 menarik diri bila diajak berbicara
 merasa tidak sebaik orang lain atau rendah diri
 merasa tidak berdaya
 tidak berani mengungkapkan keyakinan
 membiarkan orang lain membuat keputusan untuk dirinya
 tampil diam atau pasif
 mengikuti kehendak orang lain
 mengorbankan kepentingan dirinya untuk menjaga ghubungan baik
dengan orang lain
Adanya hambatan komunikasi kepada lansia merupkan hal yang wajar
seiring dengan menurunya fisik dan pskis klien namun sebagai tenaga
kesehatan yang professional perawat di tuntut mampu mengatasi hambatan
tersebut untuk itu perlu adanya teknik atau tips-tips tertentu yang perlu di
perhatikan agar komunikasi berjalan gengan efektif antara lain
a) Selalu mulai komunikasi dengan mengecek pendengaran klien
b) Keraskan suara anda jika perlu
c) Dapatkan perhatian klien sebelum berbicara. Pandanglah dia agar dia
dapat melihat mulut anda.

9
d) Atur lingkungan sehinggga menjadi kondusif untuk komunikasi yang
baik. Kurangi gangguan visual dan auditory. Pastikan adanya
pencahayaan yang cukup.
e) Ketika merawat orang tua dengan gangguan komunikasi, ingat
kelemahannya. Jangan menganggap kemacetan komunikasi merupakan
hasil bahwa klien tidak kooperatif.
f) Jangan berharap untuk berkomunikasi dengan cara yang sama dengan
orang yang tidak mengalami gangguan. Sebaliknya bertindaklah sebagai
partner yang tugasnya memfasilitasi klien untuk mengungkapkan
perasaan dan pemahamannya.
g) Berbicara dengan pelan dan jelas saat menatap matanya gunakan
kalimat pendek dengan bahasa yang sederhana.
h) Bantulah kata-kata anda dengan isyarat visual.
i) Serasikan bahasa tubuh anda denagn pembicaraan anda, misalnya ketika
melaporkan hasil tes yang di inginkan, pesan yang menyatakan bahwa
berita tersebut adalah bagus seharusnya di buktikan dengan ekspresi,
postur dan nada suara anda yang menggembirakan (misalnya denagn
senyum, ceria atau tertawa secukupnya).
j) Ringkaslah hal-hal yang paling penting dari pembicaraan tersebut.
k) Berilah klien waktu yang banyak untuk bertanya dan menjawab
pertanyaan anda.
l) Biarkan ia membuat kesalahan jangan menegurnya secara langsung,
tahan keinginan anda menyelesaikan kalimat.
m) Jadilah pendengar yang baik walaupun keinginan sulit mendengarkanya.
n) Arahkan ke suatu topic pada suatu saat.
o) Jika mungkin ikutkan keluarga atau yang merawat ruangan bersama
anda. Orang ini biasanya paling akrab dengan pola komunikasi klien dan
dapat membantu proses komunikasi.

10
2.6 Teknik Komunikasi Terapeutik Pada Klien Lansia
Teknik komunikasi terapeutik yang penting digunakan perawat menurut
Mundakir (2006) adalah asertif, responsif, fokus, supportif, klarifikasi, sabar, dan
ikhlas.
1. Tehnik Asertif
Asertif adalah sikap yang dapat menerima, memahami pasangan bicara
dengan menunjukkan sikap peduli, sabar mendengarkan dan memperhatikan
ketika pasangan bicara agar maksud komunikasi atau pembicaraan dapat
dimengerti. Asertif merupakan pelaksanaan etika berkomunikasi. Sikap ini
akan sangat membantu petugas kesehatan untuk menjaga hubungan yang
terapeutik dengan klien lansia.
2. Responsif
Reaksi petugas kesehatan terhadap fenomena yang terjadi pada klien
merupakan bentuk perhatian petugas kepada klien. Ketika perawat
mengetahui adanya perubahan sikap atau kebiasaan klien sekecil apapun
hendaknya segera menanyakan atau klarifikasi tentang perubahan tersebut,
misalnya dengan mengajukan pertanyaan, "Apa yang sedang Bapak/Ibu
pikirkan saat ini ? Apa yang bisa saya bantu ?". Berespon berarti bersikap
aktif, tidak menunggu bantuan dari klien. Sikap aktif dari petugas kesehatan
ini akan menciptakan perasaan tenang bagi klien.
3. Fokus
Sikap ini merupakan upaya perawat untuk tetap konsisten terhadap materi
komunikasi yang diinginkan. Ketika klien mengungkapkan pernyataan-
pernyataan diluar materi yang diinginkan, maka perawat hendaknya
mengarahkan maksud pembicaraan. Upaya ini perlu diperhatikan karena
umumnya klien lansia senang menceritakan yang mungkin tidak relevan
untuk kepentingan petugas kesehatan

11
4. Supportif
Perubahan yang terjadi pada lansia baik pada aspek fisik maupun psikis
secara bertahap menyebabkan emosi klien relatif menjadi labil. Perubahan ini
perlu disikapi dengan menjaga kestabilan emosi klien lansia, misalnya
dengan mengiyakan, senyum dan menganggung kepala ketika lansia
mengungkapkan perasaannya sebagai sikap hormat dan menghargai sesama
lansia berbicara. Sikap ini dapat menumbuhkan kepercayaan diri klien lansia
sehingga lansia tidak merasa menjadi beban bagi keluarganya, dengan
demikian diharapkan klien termotivasi untuk mandiri dan berkarya sesuai
kemampuannya. Selama memberi dukungan baik secara moril maupun
materil, petugas kesehatan jangan sampai terkesan menggurui atau
mengajari klien karena ini dapat merendahkan kepercayaan klien kepada
perawat atau petugas kesehatan lainnya. Ungkapan-ungkapan yang bisa
memberi motivasi, meningkatkan kepercayaan diri klien tanpa terkesan
menggurui atau mengajari misalnya : "Saya yakin Bapak/Ibu lebih
berpengalaman dari saya, untuk itu kami yakin Bapak/Ibu mampu
melaksanakan. dan bila diperlukan kami siap membantu".
5. Klarifikasi
Dengan berbagai perubahan yang terjadi dengan lansia, sering proses
komunikasi tidak berlangsung dengan lancar. Klarifikasi dengan cara
mengajukan pertanyaan ulang dan memberi penjelasan lebih dari satu kali
perlu dilakukan oleh perawat agar maksud pembicaraan kita dapat diterima
dan dipersepsikan sama oleh klien. "Bapak/Ibu bisa menerima apa yang saya
sampaikan tadi ? bisa minta tolong Bapak/Ibu untuk menjelaskan kembali
apa yang saya sampaikan tadi?"
6. Sabar dan Ikhlas
Seperti diketahui sebelumnya bahwa klien lansia umunya mengalami
perubahan-perubahan yang terkadang merepotkan dan kekanak-kanakan.
Perubahan ini bila tidak disikapi dengan sabar dan ikhlas dapat menimbulkan
perasaan jengkel bagi perawat sehingga komunikasi yang dilakukan tidak
12
terpeutik, solutif, namun dapat berakibat komunikasi berlangsung emosional
dan menimbulkan kerusakan hubungan antara klien dengan petugas kesehatan.
Pada pasien lanjut usia, di samping karakteristik psikologis yang harus dikenali,
perawat juga harus memperhatikan perubahan-perubahan fisik, psikologis atau
sosial yang terjadi sebagai dampak proses menua. Penurunan pendengaran,
penglihatan dan daya ingat akan sangat mempengaruhi komunikasi, dan hal ini
harus diperhatikan oleh perawat. Suasana komunikasi dengan lansia yang dapat
menunjang tercapainya tujuan yang harus anda perhatikan adalah adanya suasana
saling menghormati, saling menghargai, saling percaya, dan terbuka. Komunikasi
verbal dan nonverbal adalah bentuk komunikasi yang harus saling mendukung
satu sama lain. Seperti halnya komunikasi pada anak-anak, perilaku nonverbal
sama pentingnya pada orang dewasa dan juga lansia. Ekspresi wajah, gerakan
tubuh dan
nada suara memberi tanda tentang status emosional dari orang dewasa dan lansia.

2.7 Teknik Perawatan Lansia Pada Reaksi Penolakan


Penolakan adalah ungkapan ketidakmampuan seseorang untuk mengakui secara
sadar terhadap pikiran, keinginan, perasaan atau kebutuhan pada kejadiaan-kejadian
nyata atau sesuatu yang merupakan ancaman. Penolakan merupakan reaksi
ketidaksiapan lansia menerima perubahan yang terjadi pada dirinya. Perawat dalam
menjamin komunikasi perlu memahami kondisi ini sehingga dapat menjalin
komunikasi yang efektif, tidak menyinggung perasaan lansia yang relatif sensitif.
Ada beberapa langkah yang bisa di laksanakan untuk menghadapi klien lansia
dengan reaksi penolakan, antara lain :
1) Kenali segera reaksi penolakan klien.
Membiarkan klien lansia bertingkah laku dalam tenggang waktu tertentu. Hal ini
merupakan mekanisme penyesuaian diri sejauh tidak membahayakan klien, orang
lain serta lingkunganya.
2) Orientasikan klien lansia pada pelaksanan perawatan diri sendiri.

13
Langkah tersebut bertujuan untuk mempermudah proses penerimaan klien
terhadap perawatan yang akan di lakukan serta upaya untuk memandirikan klien.
3) Libatkan keluarga atau pihak keluarga terdekat dengan tepat.
Langkah ini bertujuan untuk membantu perawat atau petugas kesehatan
memperoleh sumber informasi atau data klien dan mengefektifkan rencana /
tindakan dapat terealisasi dengan baik dan tepat

2.8 Hal-hal yang perlu diperhatikan saat berinteraksi pada lansia


1. Menunjukkan rasa hormat, seperti “bapak”, “ibu”, kecuali apabila sebelumnya
pasien telah meminta anda untuk memanggil panggilan kesukaannya.
2. Hindari menggunakan istilah yang merendahkan pasien
3. Pertahankan kontak mata dengan pasien
4. Pertahankan langkah yang tidak tergesa-gesa dan mendengarkan adalah kunci
komunikasi efektif
5. Beri kesempatan pasien untuk menyampaikan perasaannya
6. Berbicara dengan pelan, jelas, tidak harus berteriak, menggunakan bahasa dan
kalimat yang sederhana.
7. Menggunakan bahasa yang mudah dimengerti pasien
8. Hindari kata-kata medis yang tidak dimengerti pasien
9. Menyederhanakan atau menuliskan instruksi
10. Mengenal dahulu kultur dan latar belakang budaya pasien
11. Mengurangi kebisingan saat berinteraksi, beri kenyamanan, dan beri penerangan
yang cukup saat berinteraksi.
12. Gunakan sentuhan lembut dengan sentuhan ringan di tangan. Lengan, atau bahu.
13. Jangan mengabaikan pasien saat berinteraksi.

14
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Kesehatan yang optimal pada pasien lanjut usia atau selanjutnya penulis sebut
sebagai lansia tidak hanya bergantung kepada kebutuhan biomedis semata namun
juga bergantung kepada kondisi disekitarnya, seperti perhatian yang lebih
terhadap keadaan sosialnya, ekonominya, kulturalnya bahkan psikologisnya dari
pasien tersebut. Hubungan saling memberi dan menerima antara perawat dan
pasien dalam pelayanan keperawatan disebut sebagai komunikasi terapeutik
perawat yang merupakan komunikasi profesional perawat. Komunikasi antara
perawat dan pasien lansia harus berjalan efektif terutama bagi pasien lansia
karena mempunyai pengaruh yang besar terhadap kesehatan dari pasien lansia
tersebut. Komunikasi yang baik dengan pasien adalah kunci keberhasilan untuk
masalah klinisnya. Komunikasi terapeutik merupakan komunikasi yang
direncanakan secara sadar, bertujuan dan dipusatkan untuk kesembuhan pasien.
Komunikasi terapeutik mengarah pada bentuk komunikasi interpersonal yaitu
komunikasi antara orang- orang secara tatap muka yang memungkinkan setiap
pesertanya menangkap reaksi orang lain sacara langsung, baik secara verbal dan
nonverbal.

15
DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi, Rulam. (2014). Metode Penelitian Kualitatif. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.


Cangara, Hafied. (2012). Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada.
Cangara, Hafied. (2014). Perencanaan dan Strategi Komunikasi. Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada.
Damaiyanti, Mukhripah. (2010). Komunikasi Terapeutik dalam Praktik
Keperawatan. Bandung: Refika Aditama.
Departemen Kesehatan Indonesia. (2015). https://senyumperawat.com/2015/04/
pengertian-dan-klasifikasi-lansia.html diakses pada tanggal 7 September 2017.
Sarfika, Rika.2018. Buku Ajar Keperawatan Dasar 2 Komunikasi Terapeutik Dalam
Keperawatan.Padang : Andalas University Press.

Mundakir. 2006. Komunikasi Keperawatan. Yogyakarta : Graha Ilmu

16

Anda mungkin juga menyukai