Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH KOMUNIKASI TERAPEUTIK

PADA PASIEN GANGGUAN JIWA


Tujuan Penulisan :
Untuk memenuhi tugas kelompok pada mata kuliah
Komunikasi dalam Keperawatan II
Dosen Pengampu :
Ns. Khusnul Aini, M.Kep.,Sp.KepJ

Disusun Oleh :
Kelompok : 3 (Tiga)
- Audrey Chatalia Azzahra (CKR0200082)
- Bunga Ayu Lestarini (CKR0200083)
- Enung Widyaningsih (CKR0200086)
- Erma Nurmawati (CKR0200087)
- Mutiara Rahayu (CKR0200096)
- Nur Adinda Putri Amanda (CKR0200098)
- Putri Fadlyastuti (CKR0200101)
- Revina (CKR0200103)
- Syifa Maulida (CKR0200112)
- Viera Suci Aprianazla (CKR0200115)
- Yesica Farhana (CKR0200116)

KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
KUNINGAN
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan ke hadirat Allah SWT, berkat rahmat dan karuni-
Nya kami dapat menyelesaikan makalah ini dalam rangka memenuhi tugas kelompok
pada mata kuliah Komunikasi dalam Keperawatan II.

Pada makalah ini kami akan membahas mengenai Komunikasi Terapeutik


pada Pasien Gangguan Jiwa, yang kami susun dari berbagai sumber dan saya rangkum
dalam makalah ini.

Tidak lupa kami ucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah
membantu baik berupa ide-ide maupun yang terlibat langsung dalam pembuatan
makalah ini. kami juga berharap agar makalah ini bisa bermanfaat bagi semua untuk
dijadikan penunjang dalam mata kuliah Komunikasi dalam Keperawatan II.

Demikianlah yang dapat kami sampaikan, apabila ada kesalahan atau


kekurangan kami mohon maaf. Kritik dan saran masih sangat terbuka agar makalah ini
dapat diperbaiki dan menjadi lebih baik lagi untuk berikutnya.

Atas perhatiannya kami ucapkan terima kasih.

Kuningan, 23 Desember 2021

Penyusun,

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................................... i

DAFTAR ISI......................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN..................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang............................................................................................


1.2 Tujuan.........................................................................................................

BAB II TINJAUAN TEORI..................................................................................

2.1 Pengertian Gangguan Jiwa.........................................................................


2.2 Jenis-Jenis Gangguan Jiwa.........................................................................
2.3 Penyebab Gangguan Jiwa...........................................................................
2.4 Komponen Kesehatan Jiwa.........................................................................
2.5 Prinsip-Prinsip Komunikasi pada Pasien Gangguan Jiwa..........................
2.6 Komunikasi Terhadap Gangguan Jiwa.......................................................
2.6.1 Tujuan Komunikasi pada Pasien Gangguan jiwa............................
2.6.2 Tindakan Keperawatan....................................................................
2.7 Metode Komunikasi pada Pasien Gangguan Jiwa......................................
2.8 Teknik Komunikasi pada Pasien Gangguan Jiwa.......................................

BAB III ROREPLAY............................................................................................

BAB IV PENUTUP...............................................................................................

4.1 Kesimpulan................................................................................................
4.2 Saran..........................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Komunikasi senantiasa berperan penting dalam proses kehidupan. Komunikasi
merupakan inti dari kehidupan sosial manusia. Dan merupakan komponen dasar dari
hubungan antar manusia. Banyak permasalahan yang menyangkut manusia dapat
diidentifikasikan dan dipecahkan melalui komunikasi, tetapi banyak pula hal-hal
kecil dalam kehidupan manusia menjadi permasalahan besar karena komunikasi.
Oleh sebab itu kom unikasi merupakan kunci utama dalam melakukan proses
interaksi antar manusia. Di dalam dunia kesehatan, khususnya dalam profesi
keperawatan sendiri, komunikasi juga mendapatkan peran utama dalam
melaksanakan proses keperawatan. Dalam asuhan keperawatan, komunikasi
ditujukan untuk mengubah perilaku klien dalam mencapai tingkatan kesehatan yang
optimal (Mustikasari, 2009).
Berkomunikasi dengan penderita gangguan jiwa membutuhkan sebuah strategi
khusus, ada beberapa hal yang membedakan berkomunikasi antara orang gangguan
jiwa dengan gangguan akibat penyakit fisik. Perbedaannya adalah penderita
gangguan jiwa cenderung mengalami gangguan konsep diri, penderita gangguan
penyakit fisik masih memiliki konsep diri yang wajar (kecuali pasien dengan
perubahan fisik, contohnya: pasien dengan penyakit kulit, pasien amputasi, pasien
penyakit terminal dan lain-lain). Komunikasi dengan penderita gangguan jiwa
pengetahuan tentang ilmu komunikasi yang benar, ide yang mereka lontarkan
terkadang melompat, fokus terhadap topik bisa saja rendah, kemampuan
menciptakan dan mengolah kata-kata bisa saja kacau balau (Setiadi, 2006).
Alat utama bagi proses penyembuhan pasien gangguan jiwa baik sedang maupun
akut adalah komunikasi. Komunikasi yang dibangun dengan pasien gangguan
kejiwaan sangat menentukan cepat lambatnya proses kesembuhan. Komunikasi
yang dilakukan kepada pasien gangguan kejiwaan tidak bisa dilakukan begitu saja.
Karena setiap komunikasinya akan berdampak pada pasien baik itu dampak positif
maupun negatif. Untuk itu sangat penting seorang perawat harus membangun
hubungan yang dekat dengan pasien. Hubungan yang terbentuk antara perawat
dengan pasien merupakan hubungan saling membutuhkan. Dimana perawat bertugas
memberikan bantuan dan pasien sebagai penerima bantuan. Khususnya pada
penanganan terhadap pasien gangguan kejiwaan, peran perawat bukan hanya
memberikan asuhan keperawatan saja namun perawat juga bertugas menjadi
pendamping bagi pasien selama ia mendapatkan perawatan di rumah sakit jiwa.
Untuk melakukan asuhan keperawatan, perawat mengacu pada teknik
komunikasi terapeutik. Komunikasi terapeutik dalam dunia keperawatan terdiri dari
4 (empat) fase yaitu : fase pra-interaksi, fase orientasi, fase kerja dan fase terminasi.
Uniknya bahwa komunikasi pada penanganan terhadap pasien gangguan kejiwaan
merupakan alat utama untuk melakukan terapi penyembuhan justru porsinya lebih
besar daripada obat-obatan medis. Sehingga hal yang memungkinkan dapat diambil
dalam membutuhkan sebuah dasar komunikasi yang tercipta antara perawat dengan
pasiennya, adalah komunikasi terapeutik yang ada dalam dunia medis ini setiap
orang dapat lebih peduli dengan mereka yang mengalami gangguan kejiwaan
kemudian mengadaptasinya sesuai dengan kemampuan dirinya dan dengan begitu
akan mampu membantu proses penyembuhan bagi penderita gangguan kejiwaan di
sekitarnya (Afnuhazi, 2015).
1.2 Tujuan
1. Untuk mengetahui konsep gangguan jiwa
2. Untuk mengetahui komunikasi terhadap pasien gangguan jiwa
3. Untuk mengetahui fase-fase komunikasi pada pasien gangguan jiwa
1.3 Manfaat
Manfaat penulisan makalah ini agar dapat memberikan informasi tentang konsep
komunikasi pada pasien gangguan jiwa kepada pembaca atau mahasiswa, serta
untuk memenuhi tugas mata kuliah Komunikasi dalam Keperawatan II.
BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1 Pengertian Gangguan Jiwa
Gangguan jiwa adalah gangguan pada otak yang ditandai oleh terganggunya
emosi, proses berpikir, perilaku, dan persepsi (penangkapan panca indera).
Gangguan jiwa ini menimbulkan stress dan penderitaan bagi penderita dan
keluarganya (Stuart &Sundeen, 1998).
Gangguan jiwa dapat mengenai setiap orang, tanpa mengenal umur, ras, agama,
maupun status sosial dan ekonomi. Gangguan jiwa menurut Depkes RI (2000)
adalah suatu perubahan pada fungsi jiwa yang menyebabkan adanya gangguan pada
fungsi jiwa, yang menimbulkan penderitaan pada individu dan atau hambatan
dalam melaksanakan peran sosial.
Penyebab gangguan jiwa itu bermacam-macam. Gangguan Jiwa ada yang
bersumber dari hubungan dengan orang lain yang tidak memuaskan, misalnya
seperti diperlakukan tidak adil, diperlakukan semena-mena, cinta tidak terbalas,
kehilangan seseorang yang dicintai, kehilangan pekerjaan, dan lain-lain. Selain itu
ada juga gangguan jiwa yang disebabkan faktor organik, kelainan saraf dan
gangguan pada otak (Djamaludin, 2001). Jiwa atau mental yang sehat tidak hanya
berarti bebas dari gangguan. Seseorang bisa dikatakan jiwanya sehat jika dia bisa
dan mampu untuk menikmati hidup, punya keseimbangan antara aktivitas
kehidupannya, mampu menangani masalah secara sehat, serta berperilaku normal
dan wajar, sesuai dengan tempat atau budaya dimana dia berada. Orang yang
jiwanya sehat juga mampu mengekpresikan emosinya secara baik dan mampu
beradaptasi dengan lingkungannya, sesuai dengan kebutuhan yang diperlukan.
Penyakit kejiwaan, penyakit jiwa, atau gangguan jiwa adalah gangguan yang
mengenai satu atau lebih fungsi mental.
Penyakit mental adalah gangguan otak yang ditandai oleh gangguan emosi. Proses
berfikir, perilaku, dan persepsi (penangkapan panca indra), penyakit mental ini
menimbulkan stress dan penderitaan bagi penderita(dan keluarga).
Gangguan jiwa adalah suatu ketidakberesan kesehatan dengan manifestasi-
manifestasi psikologis atau perilaku terkait dengan penderitaan yang nyata dan
kinerja yang buruk, dan disebabkan oleh gangguan biologis, sosial, psikologis,
genetik, fisis, atau kimiawi.
Gangguan jiwa mewakili suatu keadaan tidak beres yang berhakikatkan
penyimpangan dari suatu konsep normatif. Setiap jenis ketidakberesan kesehatan itu
memiliki tanda-tanda dan gejala-gejala yang khas.
Setiap gangguan jiwa dinamai dengan istilah yang tercantum dalam PPDGJ-IV
(Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia edisi IV) atau
DSM-IV-TR (Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders, 4th edition
with text revision). Kendati demikian, terdapat pula beberapa istilah yang dapat
digunakan untuk mendeskripsikan gangguan jiwa:
1. Gangguan jiwa psikotik: ditandai hilangnya kemampuan menilai realitas,
ditandai waham (delusi) dan halusinasi, misalnya schizophrenia.
2. Gangguan jiwa neurotik: tanpa ditandai kehilangan kemampuan menilai
realitas, terutama dilandasi konflik intrapsikis atau peristiwa kehidupan yang
menyebabkan kecemasan (ansietas), dengan gejala-gejala obsesi, fobia, dan
kompulsif.
3. Gangguan jiwa fungsional: tanpa kerusakan struktural atau kondisi biologis
yang diketahui dengan jelas sebagai penyebab kinerja yang buruk.
4. Gangguan jiwa organik: ketidakberesan kesehatan disebabkan oleh suatu
penyebab spesifik yang membuahkan perubahan struktural di otak, biasanya
terkait dengan kinerja kognitif, delirium, atau demensia, misalnya pada
penyakit Pick. Istilah ini tidak digunakan dalam DSM-IV-TR karena ia
merangkum pengetian bahwa beberapa gangguan jiwa tidak mengandung
komponen biologis.
5. Gangguan jiwa primer: tanpa penyebab yang diketahui disebut pula idiopatik
atau fungsional
6. Gangguan jiwa sekunder : diketahui sebagai suatu manfestasi simtomatik dari
suatu gangguan sistemik, medis atau serebral, misalnya delirium yang
disebabkan oleh penyakit infeksi otak.
2.2 Jenis-Jenis Gangguan jiwa
A. Skizofrenia
Merupakan bentuk psikosa fungsional paling berat dan menimbulkan
disorganisasi personalitas yang terbesar. Meskipun demikian pengetahuan
kita tentang sebab-musabab dan patogenisanya sangat kurang (Maramis,
1994). Dalam kasus berat, klien tidak mempunyai kontak dengan realitas,
sehingga pemikiran dan perilakunya abnormal. Perjalanan penyakit ini secara
bertahap akan menuju kearah kronisitas, tetapi sekali-kali bias timbul
serangan. Jarang bisa terjadi pemulihan sempurna dengan spontan dan jika
tidak diobati biasanya berakhir dengan personalitas yang rusak “cacat”.
B. Depresi
Depresi merupakan satu masa terganggunya fungsi manusia yang
berkaitan dengan alam perasaan yang sedih dan gejala penyertanya, termasuk
perubahan pada pola tidur dan nafsu makan, psikomotor, konsentrasi,
kelelahan, rasa putus asa dan tak berdaya, serta gagasan bunuh diri (Kaplan,
1998). Depresi adalah suatu perasaan sedih dan yang berhubungan dengan
penderitaan. Dapat berupa serangan yang ditujukan pada diri sendiri atau
perasaan marah yang mendalam (Nugroho, 2000). Depresi adalah gangguan
patologis terhadap mood mempunyai karakteristik berupa bermacam-macam
perasaan, sikap dan kepercayaan bahwa seseorang hidup menyendiri, pesimis,
putus asa, ketidakberdayaan, harga diri rendah, bersalah, harapan yang negatif
dan takut pada bahaya yang akan datang. Depresi menyerupai kesedihan yang
merupakan perasaan normal yang muncul sebagai akibat dari situasi tertentu
misalnya kematian orang yang dicintai.
C. Kecemasan
Kecemasan adalah pengalaman psikis yang biasa dan wajar, yang
pernah dialami oleh setiap orang dalam rangka memacu individu untuk
mengatasi masalah yang dihadapi sebaik-baiknya, Maslim (1991).
Penyebabnya maupun sumber biasanya tidak diketahui atau tidak dikenali.
Intensitas kecemasan dibedakan dari kecemasan tingkat ringan sampai tingkat
berat. Menurut Sundeen (1995) mengidentifikasi rentang respon kecemasan
kedalam empat tingkatan yang meliputi, kecemasan ringan, sedang, berat dan
kecemasan panic.
D. Gangguan Kepribadian
Klinik menunjukkan bahwa gejala-gejala gangguan kepribadian
(psikopatia) dan gejala-gejala neurosa berbentuk hampir sama pada orang-
orang dengan inteligensi tinggi ataupun rendah. Jadi boleh dikatakan bahwa
gangguan kepribadian, neurosa dan gangguan inteligensi sebagian besar tidak
tergantung pada satu dan lain atau tidak berkorelasi. Klasifikasi gangguan
kepribadian : kepribadian paranoid, kepribadian afektif atau siklotemik,
kepribadian skizoid, kepribadian axplosif, kepribadian anankastik atau
obsesif-kompulsif, kepribadian histerik, kepribadian astenik, kepribadian
antisosial, Kepribadian pasif agresif, kepribadian inadequate.
E. Gangguan Mental Organik
Merupakan gangguan jiwa yang psikotik atau non-psikotik yang
disebabkan oleh gangguan fungsi jaringan otak (Maramis, 1994). Gangguan
fungsi jaringan otak ini dapat disebabkan oleh penyakit badaniah yang
terutama mengenai otak atau yang terutama diluar otak. Bila bagian otak yang
terganggu itu luas, maka gangguan dasar mengenai fungsi mental sama saja,
tidak tergantung pada penyakit yang menyebabkannya bila hanya bagian otak
dengan fungsi tertentu saja yang terganggu, maka lokasi inilah yang
menentukan gejala dan sindroma, bukan penyakit yang menyebabkannya.
Pembagian menjadi psikotik dan tidak psikotik lebih menunjukkan kepada
berat gangguan otak pada suatu penyakit tertentu daripada pembagian akut
dan menahun.
F. Gangguan Psikosomatik
Merupakan komponen psikologik yang diikuti gangguan fungsi
badaniah (Maramis, 1994). Sering terjadi perkembangan neurotik yang
memperlihatkan sebagian besar atau semata-mata karena gangguan fungsi
alat-alat tubuh yang dikuasai oleh susunan saraf vegetatif. Gangguan
psikosomatik dapat disamakan dengan apa yang dinamakan dahulu neurosa
organ. Karena biasanya hanya fungsi faaliah yang terganggu, maka sering
disebut juga gangguan psikofisiologik.
G. Retardasi Mental
Retardasi mental merupakan keadaan perkembangan jiwa yang terhenti
atau tidak lengkap, yang terutama ditandai oleh terjadinya hendaya
keterampilan selama masa perkembangan, sehingga berpengaruh pada tingkat
kecerdasan secara menyeluruh, misalnya kemampuan kognitif, bahasa,
motorik dan sosial
2.3 Penyebab Gangguan Jiwa
Gangguan jiwa memiliki berbagai macam penyebab. Penyebab gangguan
jiwa dapat bersumber dari hubungan dengan orang lain yang tidak
memuaskanseperti diperlakukan tidak adil, diperlakukan semenamena, kehilangan
orang yangdicintai, kehilangan pekerjaan dan sebagainya. Selain itu ada pula
gangguan jiwayang disebabkan oleh faktor organik, kelainan saraf, dan gangguan
pada otak (Sutejo, 2017).
Gejala utama atau gejala yang paling menonjol pada gangguan jiwa terdapat
pada unsur kejiwaan, tetapi penyebab utamanya mungkin dibadan(somatogenik), di
lingkungan sos ial (sosiogenik), ataupun psikis (psikogenik)(Maramis, 2010).
Biasanya tidak terdapat penyebab tunggal, akan tetapi beberapa penyebab sekaligus
dari berbagai unsur itu yang saling mempengaruhi ataukebetulan terjadi bersamaan,
lalu timbullah gangguan badan ataupun gangguan jiwa.Menurut Santrock (2013)
dalam Sutejo (2017), penyebab gangguan jiwa dapatdibedakan atas :
A. Faktor Biologis/Jasmaniah
1. Keturunan
Peran yang pasti sebagai penyebab belum jelas, mungkin
terbatasdalam mengakibatkan kepekaan untuk mengalami gangguan
jiwatapi hal tersebut sangat ditunjang dengan faktor
lingkungankejiwaan yang tidak sehat.
2. Jasmaniah
Beberapa peneliti berpendapat bentuk tubuh seseorang berhubungan
dengan ganggua jiwa tertentu. Misalnya yang bertubuh
gemuk/endoform cenderung menderita psikosa manik depresif, sedang
yang kurus/ectoform cenderung menjadi skizofrenia.
3. Temperamen
Orang yang terlalu peka/sensitif biasanya mempunyai
masalahkejiwaan dan ketegangan yang memiliki
kecenderunganmengalami gangguan jiwa.
4. Penyakit dan cedera tubuh
Penyakit-penyakit tertentu misalnya penyakit jantung, kanker,
dansebagainya mungkin dapat menyebabkan rasa murung dan sedih.
Demikian pula cedera/cacat tubuh tertentu dapat menyebabkan
rasarendah diri.
5. Faktor Psikologis
Bermacam pengalaman frustasi, kegagalan dan keberhasilan yang
dialami akan mewarnai sikap, kebiasaan dan sifatnya. Pemberian
kasihsayang orang tua yang dingin, acuh tak acuh, kaku dan keras
akanmenimbulkan rasa cemas dan tekanan serta memiliki kepribadian
yang bersifat menolak dan menentang terhadap lingkungan.
B. Faktor Sosio-Kultural
Kebudayaan secara teknis adalah ide atau tingkah laku yang
dapatdilihat maupun yang tidak terlihat. Faktor budaya bukan merupakan
penyebab langsung yang dapat menimbulkan gangguan jiwa, biasanya
terbatas menentukan “warna” gejala-gejala. Disamping memengaruhi
pertumbuhan dan perkembangan kepribadian seseorang, misalnya
melaluiaturan-aturan kebiasaan yang berlaku dalam kebudayaan tersebut
(Sutejo,2017).
Beberapa faktor-faktor kebudayaan tersebut, yaitu :
1. Cara membesarkan anak
Cara membesarkan anak yang kaku dan otoriter, dapatmenyebabkan
hubungan orangtua dan anak menjadi kaku dan tidak hangat. Anak-
anak dewasa mungkin bersifat sangat agresif atau pendiam dan tidak
suka bergaul atau justru menjadi penurut yang berlebihan.
2. Sistem Nilai
Perbedaan sistem nilai moral dan etika antara kebudayaanyang satu
dengan yang lain, antara masa lalu dengan sekarang,sering
menimbulkan masalah-masalah kejiwaan. Begitu pula perbedaan
moral yang diajarkan di rumah / sekolah, dengan yangdipraktikkan di
masyarakat sehari-hari.
3. Kepincangan antara keinginan dengan kenyataan yang ada
Iklan-iklan di radio, televisi, surat kabar, film dan lain
lainmenimbulkan bayangan-bayangan yang menyilaukan
tentangkehidupan modern yang mungkin jauh dari kenyataan hidup
sehari-hari. Akibat rasa kecewa yang timbul, seseorang
mencobamengatasinya dengan khayalan atau melakukan sesuatu
yangmerugikan masyarakat.
4. Ketegangan akibat faktor ekonomi dan kemajuan teknologi
Dalam masyarakat modern, kebutuhan dan persaingan
makinmeningkat dan makin ketat untuk meningkatkan ekonomi
hasilteknologi modern. Memacu orang untuk bekerja lebih keras agar
dapat memilikinya. Faktor-faktor gaji rendah, perumahan yang buruk,
waktu istirahat dan berkumpul dengan keluarga sangatterbatas dan
sebagainya, merupakan sebagian mengakibatkan perkembangan
kepribadian yang abnormal.
5. Perpindahan kesatuan keluarga
Khusus untuk anak yang sedang berkembangkepribadiannnya,
perubahan-perubahan lingkungan (kebudayaandan pergaulan), sangat
cukup mempengaruhi.
6. Masalah golongan minoritas
Tekanan-tekanan perasaan yang dialami golongan ini darilingkungan,
dapat mengakibatkan rasa pemberontakan yangselanjutnya akan
tampil dalam bentuk sikap acuh atau melakukantindakan-tindakan
yang merugikan banyak orang.
2.4 Komponen Kesehatan Jiwa
1. Fisik
Satu hal yang tidak dapat kita remehkan dalam kesehatan jiwa yaitufisik.
Dimana kondisi fisik yang sehat mempengaruhi kejiwaan seseorang,orang yang
memiliki fisik lemah tentu akan merasa kejiwaannya terganggulambat laun.
Bagaimana ia harus bergelut dengan perasaan takut akankondisinya yang terus
melemah dan tidak mencapai kepada titik yang baik.Hal ini jika terus menjadi
pikiran atau tekanan maka jiwa orang tersebut akanmenjadi terganggu.
2. Pikiran
Dalam setiap pikiran manusia tentu berbeda – beda, pikiran yagdidasari
kepada hal yang buruk tentu dapat berdampak kepada kejiwaan yangtidak sehat.
Contoh rasa ketakutan atau cemas akan hal yang belum tentu akanterjadi,
biasanya orang yang memiliki hal seperti ini mengalami gangguankejiwaan yang
harus diobati. Apabila sampai kepada kondisi yang berlarutdapat merusak sel
pikiran dan jiwa yang lebih parah, dan dapat menganggukehidupannya
3. Hati
Salah satu bentuk jiwa yang baik dan sehat tergantung pada hati yangsehat
dan juga bersih. Setiap orang tentu memiliki hati yang bisa saja berkehendak
baik dan juga sebaliknya. Hati yang penuh rasa iklas akanmenerima apapun
kehidupannya dengan penuh positif thingking. Namunkebalikannya jika hatinya
dipenuhi rasa tidak puas, serakah, iri, kecewa dansebagainya maka lambat laun
akan mengikis kepada jiwa yang rapuh dan jugaterganggu.
4. Perasaan
Setiap manusia memiliki perasaan yang dapat diluapkan baik secaraterbuka
maupun tertutup. Perasaan merupakan satu komponen kesehatan jiwayang
penting harus ditata dan dijaga, apabila perasaan terasa tertekan, kecewa,sedih
dan juga marah dapat berdampak pada sel, saraf dan juga jiwa yangrapuh.
Perasaan yang tidak normal akan menghasilkan jiwa yang sakit danakhirnya
menjadi terganggu secara mental an juga fisik.
5. Iman
Komponen kesehatan jiwa dalam diri seseorang yang sangat penting
peranannya dalam kehidupan sehari – hari adalah iman. Iman merupakan bentuk
sikap seseorang dalam mempercayai ketuhanan yang masa Esa, dan mengenal
bagaimana kehidupan yang baik dan buruk. Tahu mana yang dosadan juga yang
menjadi pahala, dalam iman seseorang akan didapati hati, pikiran dan juga jiwa
yang kuat. Apapun yang dihadapi dengan iman dan jugaketakwaan kepada tuhan
semua akan dapat diatasi dengan sabar, iklas dantawakal.
6. Perilaku
Setiap sikap yang baik maka akan menghasilkan nilai yang baik pula,itu
berlaku untuk setiap tindakan dan perilaku yang kita lakukan dalamlingkungan
kehidupan. Alam juga akan merasakan hal buruk yang dilakukanoleh seseorang,
apabila ia berprilaku buruk maka satu saat musibahkeburukannya akan berbalik
kepadanya. Oleh sebab itu banyak kasus dimana perilaku seseorang yang buruk
dapa t mencerminkan bagaimana jiwanyatertata. Orang yang berjiwa baik dan
bertanggungjawab tentu tidak akanmelakukan hal buruk yang dapat merusak
dirinya dan orang lain.
2.5 Prinsip-Prinsip Komunikasi pada Pasien Gangguan Jiwa
Adapun prinsip-prinsip komunikasi pada pasien gangguan jiwa adalah sebagai
berikut :

1. Klien harus merupakan fokus utama dari interaksi


2. Tingkah laku professional mengatur hubungan terapeutik
3. Membuka diri dapat digunakan hanya pada saat membuka diri mempunyai
tujuan terapeutik
4. Hubungan sosial dengan klien harus dihindari
5. Kerahasiaan klien harus dijaga
6. Kompetensi intelektual harus dikaji untuk menentukan pemahaman
7. Implementasi intervensi berdasarkan teori
8. Memelihara interaksi yang tidak menilai, dan hindari membuat penilaian
tentang tingkah laku klien dan memberi nasihat
9. Beri petunjuk klien untuk menginterprestasikan kembali pengalamannya secara
rasional
10. Telusuri interaksi verbal klien melalui statemen klarifikasi dan hindari
perubahan subyek/topik jika perubahan isi topik tidak merupakan sesuatu yang
sangat menarik klien.
2.6 Komunikasi Terhadap Gangguan Jiwa
Berkomunikasi dengan penderita gangguan jiwa membutuhkan sebuahteknik
khusus, ada beberapa hal yang membedakan berkomunikasi antara oranggangguan jiwa
dengan gangguan akibat penyakit fisik. Perbedaannya adalah :
1. Penderita gangguan jiwa cenderung mengalami gangguan konsep diri,
penderita gangguan penyakit fisik masih memiliki konsep diri yang wajar
(kecuali pasien dengan perubahan fisik, ex : pasien dengan penyakit kulit,
pasien amputasi, pasien pentakit terminal dll).
2. Penderita gangguan jiwa cenderung asyik dengan dirinya sendirisedangkan
penderita penyakit fisik membutuhkan support dari orang lain.
3. Penderita gangguan jiwa cenderung sehat secara fisik, penderita penyakitfisik
bisa saja jiwanya sehat tetapi bisa juga ikut terganggu.
2.7 Tujuan Komunikasi terhadap Pasien Gangguan Jiwa
 Membantu pasien untuk memperjelas dan mengurangi beban perasaan
serta dapat mengambil tindakan untuk mengubah situasi yang ada apabila
pasien percaya pada hal yang diperlukan
 Mengurangi keraguan, membantu dalam hal mengambil tindakan yang
efektif dan mempertahankan kekuatan egonya
 Mempengaruhi orang lain, lingkungan fisik dan dirinya sendiri
2.8 Tindakan keperawatan
- Klien dapat membina hubungan saling percaya.
- Perkenalan diri dengan klien.
- Tanggapi pernbicaraan klien dengan sabar dan tidak menyangkal.
- Bicara dengan tegas, jelas, dan jujur.
- Bersifat hangat dan bersahabat.
- Temani klien saat keinginan mencederai diri meningkat.
- Klien dapat terlindunt dari perilaku bunuh diri.
- Jauhkan klien dari benda benda yang dapat membahayakan (pisau,
siletgunting, tali, kaca, dan lain-lain).
- Tempatkan klien di ruangan yang tenang dan selalu terlihat oleh perwat.
- Awasi klien secara ketat setiap saat.
- Klien dapat mengekspresikan perasaannya
- Dengarkan keluhan yang dirasakan.
- Bersikap empati untuk meningkatkan ungkapan keraguan, ketakutan dan
keputusasaan
- Beri dorongan untuk mengungkapkan mengapa dan bagimana harapannya.
- Beri waktu dan kesempatan untuk menceritakan arti penderitaan,kematian,
dan lain-lain.
- Beri dukungan pada tindakan atau ucapan klien yang menunjukkankeinginan
untuk hidup.
- Klien dapat meningkatkan harga diri.
- Bantu untuk memahami bahwa klien dapat mengatasi keputusasaannya.
- Bantu mengidentifikasi sumber-sumber harapan (misal hubungan atar
sesama, keyakinan, hal-hal untuk diselesaikan).
- Klien dapat menggunakan koping yang adaptif.
- Ajarkan untuk mengdentifikasi pengalaman-pengalaman yangmenyenangkan
setiap hari (misal : berjalan-jalan, membaca buku favorit,menulis surat, dll)
- Bantu untuk mengenali hal-hal yang ia cintai dan ia sayang dan
pentingnyaterhadap kehidupan orang lain mengesampingkan tentang
kegagalan dalamkesehatan.
- Beri dorongan untuk berbagai keprihatinan pada orang lain yang mempunyai
suatu masalah atau penyakit yang sama dan telah mempunyai pengalaman
positif dalam mengatasi masalah tersebut dengan koping yang efektif.
2.9 Metode Komunikasi pada Pasien Gangguan Jiwa
Stuart dan Sundeen dalam buku 'Buku Saku Keperawatan Jiwa' (1998 )
menyebutkan metode atau teknik yang digunakan dalam komunikasi terapeutiki dalam
bidang keperawatan antara lain:

1. Mendengarkan dengan penuh perhatian: perawat harus menjadi pendengar


yang aktif. beri kesempatan pasien untuk lebih banyak berbicara. Dengan
begitu perawat dapat mengetahui perasaan pasien.
2. Menunjukkan penerimaan: menerima bukan berarti menyetujui, namuni kes
ediaan untuk mendengarkan tanpa menunjukkan keraguan atau i
ketidaksetujuan akan apa yang dikatakan pasien.
3. Menanyakan pertanyaan yang berkaitan: ini dilakukan untuk mendapatkani
informasi spesifik mengenai hal yang diampaikan pasien.
4. Mengulangl ucapan klien menggunakan kata-kata sendiri: ini dilakukani
untuk mendapatkan umpan balik. Bahwa perawat mengert pesan pasien, dani
berharap komunikasi dilanjutkan kembali.
5. Mengklasiflikasi: usaha perawat untuk menjelaskan kata-kata ide atau pikiran
yang kurang jclas dari pasien
6. Memfokuskan: Bahan pembicaraan dibatasi agar pembicaran lebih spesifik
7. Menyatakan hasil observasl: perawat menguraikan kesan yang didapatnya i
dari isvarat nonverbal vang dilakukan pasien
8. Menawarkan informasi: memberikan tambahan informasi yang bertujuan
untuk memfasilitasi klien dalam mengambil keputusan.
9. Diam: dengan diam, pasien dan perawat memiliki kesempatan untuk
berkomunikasi dengan dirinya sendiri. Mengorganisir pikiran dan memproses
informasi yang didapatkan.
10. Meringkas: pengulangan ide utama secara singkat. Memberi penghargan
kepada pasien.
11. Memberi pasien kesempatan untuk memulai pembicaraan, memberi inisiatif
dalam memilih topic pembicaraan.
12. Menganjurkan untuk meneruskan pembiearaan, dalam metoda ini perawat
memberikan pasien kesempatan untuk mengarahkan hampir seluruh
pembicaraan yang berlangsung.
13. Menempatkan kejadian secara berurutan, untuk membantu perawat juga
pasien melihatnya dalam suatu perspektif.
14. Memberikan pasien kesempatan untuk menguraikan persepsinya.
15. Refleksi: memberikan pasien kesempatan untuk mengemukakan dan
menerima ide dan perasaannya sebagai bagian dari dirinya.
2.10 Teknik Komunikasi pada Pasien Gangguan Jiwa
Berkomunikasi dengan penderita gangguan jiwa membutuhkan sebuah tekniki
khusus, ada beberapa hal yang membedakan berkomunikasi antara orang gangguan jiwa
dengan gangguan akibat penyakit fisik. Perbedaannya adalah :
1. Penderita gangguan jiwa cenderung mengalami gangguan konsep diri.
penderita gangguan penyakit fisik masih memiliki konsep dr yang wajar
(kecuali pasien dengan perubahan fisik. ex: pasien dengan penyakit kulit,
pasien amputasi. pasien pentakit terminal dll).
2. Penderita gangguan jiwa cenderung asyik dengan dirinya sendiri sedangkani
penderita penyakit fisik membutuhkan support dari orang lain.
3. Penderita gangguan jiwa cenderung sehat secara fisik, penderita penyakit
fisik bisa saja jiwanya sehat tetapi bisa juga jiwa ikut terganggu.
Ada beberapa trik ketika harus berkomunikasi dengan penderita gangguan
jiwa:
1. Pada pasien halusinasi maka perbanyak aktivitas komunikasi, baik meminta i
klien berkomunikasi dengan klien lain maupun dengan perawat. pasien
halusinasi terkadang menikmati dunianya dan harus sering harus dialihkani
dengan aktivitas fisik.
2. Pada pasien harga diri rendah harus banyak diberikan reinforcement
3. Pada pasien yang sering menarik diri harus sering dilibatkan dalam aktivitas i
atau kegiatan yang bersama - sama ajari dan contohkan cara berkenalan dani
berbincang dengan pasien lain, ben penjelasan manfaat berhubungan dengan i
orang lain dan akibatnya jika dia tidak mau berhubungan, dll
BAB III
Roleplay Komunikasi Terapeutik pada Pasien Gangguan Jiwa

KASUS :
An.A usia 13 tahun adalah murid kelas 8 di SMP Bakti, dalam dua bulan
terakhir mengalami penurunan nilai dalam semua mata pelajaran, teman-tematn An.A
juga mengatakan An.A sering kelihatan murung dan banyak diam di kelas, tetapi tidak
tau penyebabnya kenapa. Teman-teman dan gunu An.A mengatakan jika ditanya An.A
tampak tidak tertbuka dan hanya menjawab pertanyaan seadanya. Orang tua An.A juga
menyerahkan masalah ini kepadn gunu disckolah karna tidak dapat menggali masalah
yang dihadapi anaknya. Guru An.A kemudian berinisiatif meminta bantuan kepada
Perawat Pilisia dari Puskesmas Mangga untuk melakukan konseling kepada An.A.

ORIENTASI

Prilly : “Selamat pagi adek. perkenalkan saya perawat Prillisia dari Puskesmas
Mangga. Saya senang dipanggil Prilly. Kalau boleh tau nama adek siapa?”

Ayu : “Nama saya Ayu Dahlia Putri suster”

Prilly : “Baik. adek senangnya dipanggil apa?”

Ayu : “Ayu saja suster”

Prilly : “Bagaimana perasaan Ayu hari ini ?”

Ayu : “Monoton sus. Hidap saya sepeti tidak bearti lagi, tidak berguna” (dengan
suara yang lemah dan kepala menunduk)

Prilly : “Seperti itu, sekarang kita akan diskusi membicarakan tentang perasaan Ayu
dan kemampuan yang Ayu mihki. Berapa lama Ayu ingin kita mengobrol?”

Ayu : “Terserah suster saja”

Prilly : “Bagaimana kalau satu jam saja ?”

Ayu : “Boleh suster”

Prilly : “Dimana kita akan mengobrol Ayu?”

Ayu : “Saya maunya disana suster” (sambil menunjuk taman)


KERJA

Prilly : “Sebelumnya saya ingin menanyakan tentang penilian Ayu terhadap diri
sendin. Tadi Ayu mengatakan merasa bosan karena tidak berarti. Apa yang
menyebabkan Ayu merasa seperti itu?”

Ayu : “Iya suster. Tapi suster jangan beri tahu gur, tenan, dan orang tua saya ya?”

Prilly : “Iya Ayu, saya tidak akan menceritakannya, apakalah Ayu mau bercerita
dengan saya? “

Ayu : “Begini suster. 2 bulan yang lalu saya diputusin pacar saya, dia sekolah di
SMA Baki padahal saya sudh memberikan semuanya untuk dia, tetapi dia malah
selingkuh dengan temannya yang lebih cantik dari saya. Snya merasa suya tidak
berguna lagi tanpa dia, hidup saya terasa tidak berarti. Saya juga lihat dia sangat bahagia
sekarang”

Prilly : “Apa lagi yang Ayu rasakan ?”

Ayu : “Saya jad malu dan malas bicarn dengan keluarn dan teman-teman suster.
Saya jga Ayu tidak bisa konsentrasi belajar karna teringat dia terus, saya merasa tidak
ada masa depan lagi suster”

Prilly : “Baikah, jadi seperti itu. Agar Ayu tidak berlarut dalam perasaan sedih dan
merasa putus asa. Mar kita sama-sama menila kemampun yang Ayu milki untulk dilath
dan dikembangkan, i karna saya melihat kalau Ayu masih punya banyak alasan untuk
mencoba bangkit Coba Ayu sebutkan kemampuan apa saja yang bisa Ayu lakukan?”

Ayu : “Saya dulu sering tampil sebagai MC di acara sekolah suster, dan waktu itu
saya pernah menjabat sebagai sekretaris Osis. Saya juga bisa membantu orang tua
dirumah seperti merapikan i sepra kasur, mencuci piring dan sesckali juga bisa
mendandani teman-teman.”

Prilly : “Waaah bagus sekali, apu ada lagi yang bisa Ayu lakukan?”

Ayu : “Saya juga suka menggambar suster

Prilly : “Waah keren ya Ayu, menunut Ayu adalah bantuan yang diperlukan untuk
Ayu melakukan kegiatan ini?
Ayu : “Tidak sama sekali sus. kecuali mendandani teman. Saya butuh onang lain
suster”

Prilly : “Oke baiklah, Ayu mari kita kembali ke daftar kegiatan yang telah kita buat
tadi. Coba Ayu pilh yang mana yang akan Ayu kerjakan sesuai kemampuan Ayu. Yang
nomor satu Ayu menggambar, nomor dua membantu pekerjlan numah. nomor tiga
mendlandani teman, dlan nomor i empat menjadi MC di acara kelas. :

Ayu : “Iya suster”

Prilly : “Nah.. dari keempat kegiatan yang telah dipilth, mana yang mau Ayu
lakukan hari ini?”

Ayu : “Menggambar suster”

Prilly : “Bailk. mari kita latthan menggambar. Tujuannya agar Ayu dapat
meningkatkan kemampuan menggambar dan mcrasakan manfaatnya.”

Ayu : “Iya suster, saya akan meminta kertas dn pensi suster disitu.”

Prilly : “ Oke ayuu:

(Ayu mengambil pensil dan kertas)

Ayu : “Ayo suster”

Prilly : “ Kira-kira mau berapa kali Ayu menggambarnya?”

Ayu : “ Dua kali suster”

(Ayu sudah selesai menggambar dan memperlihatkan gambar pada perawat)

Prilly : “Bagus sekali gambarnya Ayu. Ayu juga bisa menggambar dilain waktu,
gambar Ayu kan bagus nih, ini juga bisa diikutkan lomba lhoo...bisa membuat bangga
orangtua, guru, dan teman-teman Ayu juga”

Ayu : “Iya suster”

TERMINASI

Prilly : “ Bagaimana perasaan Ayu setelah latihan menggambar ?”

Ayu : “Sudah agak semangat suster”


Prilly : “ Nahh.. bagus sekali Ayu. Jangan lupa Ayu terus latihan menggambar
supaya gambarnya lebih bagus lagi ya.”

Ayu : “ Iya suster”

Prilly : “Minggu depan saya akan kembali lagi, kita latihan kegiatan yang kedua
yaa. Ayu mau jam berapa ?”

Ayu : “Jam 4 sore suster, tapi datangnya kerumah saja, jangan ke seolah. Rumah
saya di Jl. Apel No. 23”

Prilly : “ Baik kalau begitu minggu depan saya akan datang pada jam 4 kerumahj
Ayu. Sampai jumpa Ayu”

Ayu : “Baik suster”

Prilly : “ Terimkasih atas kerjasamanya Ayu”

Ayu : “Terimkasih kembali suster”


BAB IV
PENUTUP
4.1 KESIMPULAN
Jiwa dalam diri manusia merupakan sebuah materi yang sangat diperlukan. Jiwa
yang sehat sulit didefinisikan dengan tepat. Meskipun demikian, ada beberapa
indikator untuk menilai kesehatan jiwa. Setiap ahli memiliki pemikiran yang
berbeda-beda. Menurut Karl Menninge, orang yang sehat jiwanya adalah orang yang
mempunyai kemampuan untuk menyesuaikan diri pada lingkungan, serta
berintegrasi dan berinteraksi dengan baik. Karena hal ini sangat diperlukan bantuan
tenaga kesehatan.
Dengan adanya bantuan dari tenaga kesehatan, masyarakat dapat mengetahui
apa yang harus dilakukan. Dan dapat melakukan penanganan lebih dini agar tidak
mengalami penyakit psikologi yang berkelanjutan. Perawat kesehatan jiwa sangat
diperlukan dalam hal ini, perawat harus memberikan komunikasi secara terapeutik
secara benar. Dengan hal ini pasien dapat mempercayai seorang perawat dan dapat
mengeluarkan kegelisahan yang dialami. Dalam keperawatan jiwa seorang pasien
harus memahami karakter setiap pasien, agar komunikasi secara terapeutik berjalan
dengan baik.
4.2 SARAN
Saat berkomunikasi dengan penderita gangguan jiwa membutuhkan sebuah
teknik khusus, ada beberapa hal yang membedakan berkomunikasi antara orang
gangguan jiwa dengan gangguan akibat penyakit fisik. Demikian yang dapat kami
paparkan mengenai materi yang menjadi pokok bahasan dalam makalah ini,
tentunya masih banyak kekurangan dan kelemahannya, karena terbatasnya
pengetahuan dan kurangnya rujukan atau referensi yang ada hubungannya dengan
judul makalah ini. Penulis banyak berharap para pembaca yang budiman sudi
memberikan kritik dansaran yang membangun kepada penulis demi sempurnanya
makalah ini. Semoga makalah ini berguna bagi penulis pada khususnya juga para
pembaca yang budiman pada umumnya
DAFTAR PUSTAKA

Pieter, Herri Zari.(2017). Dasar-Dasar Komunikasi bagi Perawat. Jakarta:Kencana.


Yusuf, Ah. 2015.Buku Ajar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta:Salemba Medika
https://www.scribd.com/document/345287877/Komunikasi-Keperawatan-Dengan-
Pasien-Berkebutuhan-Khusus/Post on Mart 25, 2019
https://www.slideshare.net/pjj_kemenkes/kb-1-konsep-komunikasi-terapeutik-pada-
pasien-dengan-kebutuhan-khusus/Post on Mart 25, 2019

Anda mungkin juga menyukai