Anda di halaman 1dari 27

MAKALAH DAN ROLE PLAY KOMUNIKASI DAN KONSELING

KONSEP KOMUNIKASI DENGAN PASIEN GANGGUAN JIWA

DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 6
1. Anggita Dewi Saputri (201601067)
2. Arif Kartiko Utomo (201601069)
3. Naila Fitrotul Hidayah (201601097)
4. Pifit Putri Sri Mariani (201601103)
5. Saputro Mukti Wicaksono (201601112)
6. Silvia Rian Pratiwi (201601115)
7. Tazkiyah Aunun N. A. (201601118)
8. Yoga Sukma Darmawan (201601121)

TINGKAT : 1 B ( SEMESTER II )

PRODI DIPLOMA III KEPERAWATAN


AKADEMI KEPERAWATAN PEMERINTAH KABUPATEN PONOROGO
TAHUN AKADEMIK 2016/2017
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT. yang telah
memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan Makalah
Komunikasi dan Konseling yang berjudul Konsep Komunikasi Dengan Pasien
Gangguan Jiwa dengan baik. Shalawat serta salam kami sampaikan kepada
junjungan kita Nabi Muhammad SAW, keluarga dan sahabat beliau, serta orang-
orang mukmin yang tetap istiqamah di jalan-Nya.

Makalah ini kami rancang untuk memenuhi tugas kelompok mata kuliah
Komunikasi dan Konseling, dan agar pembaca dapat mengetahui berbagai informasi
mengenai komunikasi terapeutik dan konsep komunikasi dengan pasien yang
mengalami gangguan jiwa yang dirancang berdasarkan berbagai sumber.

Kami sangat berterima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam
pembuatan makalah ini. Kami menyadari bahwa penyusunan makalah ini tidaklah
sempurna. Kami mengharapkan adanya sumbangan pikiran serta masukan yang
sifatnya membangun dari pembaca, sehingga dalam penyusunan makalah yang akan
datang menjadi lebih baik.

Terima kasih

Ponorogo, 22 Maret 2017

Penyusun

2
DAFTAR ISI

Halaman

Halaman Judul ............................................................................................................ 1


Kata Pengantar ........................................................................................................... 2
Daftar Isi ..................................................................................................................... 3

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang .................................................................................................... 4
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................... 4
1.3 Tujuan ................................................................................................................. 5

BAB II LANDASAN TEORI ................................................................................... 6

BAB III TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Komunikasi Terapeutik ....................................................................................... 7
2.1.1 Definisi Komunikasi Terapeutik .............................................................. 7
2.1.2 Tujuan Komunikasi Terapeutik ................................................................ 7
2.1.3 Jenis-Jenis Komunikasi Terapeutik .......................................................... 8
2.1.4 Prinsip-Prinsip Komunikasi Terapeutik ................................................... 11
2.2 Gangguan Jiwa .................................................................................................... 12
2.2.1 Definisi Gangguan Jiwa ........................................................................... 12
2.2.2 Macam-Macam Gangguan Jiwa ............................................................... 13
2.2.3 Penyebab Gangguan Jiwa ......................................................................... 16
2.3 Komponen Kesehatan Jiwa ................................................................................. 17
2.4 Komunikasi Terhadap Pasien Gangguan Jiwa .................................................... 19

BAB IV PENUTUP
3.1. Kesimpulan .......................................................................................................... 22
3.2. Saran .................................................................................................................... 22

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................. 23

3
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Krisis multidimensi telah mengakibatkan tekanan yang berat pada
sebagian besar masyarakat dunia termasuk Indonesia, krisis ekonomi, politik,
sosial, budaya, agama, ras, kepercayaan dan sebagainya tidak saja akan
menjadikan masyarakat dengan potensi gangguan fisik berupa gangguan gizi,
terserang berbagai penyakit infeksi dan sebagainya tetapi juga dengan potensi
penyakit psikis berupa stress berat, depresi, skizoprenia dan sejumlah problem
sosial dan spiritual lainnya. Kecenderungan meningkatnya angka gangguan
mental atau psikis di kalangan masyarakat saat ini dan akan datang, akan terus
menjadi masalah sekaligus tantangan bagi tenaga kesehatan khususnya
komunitas profesi psikologi dan keperawatan.
Sebagian masyarakat masih menganggap bahwa gangguan mental
disebabkan karena adanya gangguan oleh apa yang disebut roh jahat yang telah
merasuki jiwa, sehingga seseorang yang mengalami gangguan mental psikiatri
harus diasingkan atau dikucilkan dan dipasung karena dianggap sebagai aib
bagi keluarga. Kenyataan tersebut tidak dapat dipungkiri, karena fenomena
yang terjadi memang merupakan gambaran nyata bagi sebagian besar
masyarakat, hal tersebut disebabkan karena sebagian besar masyarakat
Indonesia taraf pendidikannya masih rendah
Bertambahnya penyandang masalah gangguan mental juga disebabkan
belum maksimalnya perawat dan psikolog dalam merencanakan intervensi
penyakit dengan mengikutsertakan keluarga pada setiap upaya penyembuhan.
Kesenjangan ini mengakibatkan angka kekambuhan yang cukup tinggi,
seringkali klien yang sudah dipulangkan kepada keluarganya beberapa hari,
kemudian kambuh lagi dengan masalah yang sama atau bahkan lebih berat.
Tidak sedikit juga keluarga yang menolak kehadiran klien kembali bersamanya.
Saat ini perkembangan keperawatan di Indonesia telah mengalami
perubahan yang sangat pesat menuju perkembangan keperawatan sebagai
profesi. Proses ini merupakan proses perubahan yang sangat mendasar dan

4
konsepsional, yang mencakup seluruh aspek keperawatan baik aspek
pendidikan, pengembangan dan pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi,
serta kehidupan keprofesian dalam keperawatan.

1.2 Rumusan masalah


1.2.1 Apa yang dimaksud komunikasi terapeutik ?
1.2.2 Apa saja prinsip-prinsip dalam komunikasi terapeutik ?
1.2.3 Apa yang dimaksud dengan gangguan jiwa ?
1.2.4 Apa saja macam-macam gangguan jiwa ?
1.2.5 Apa penyebab munculnya gangguan jiwa ?
1.2.6 Bagaimana cara berkomunikasi dengan pasien gangguan jiwa ?
1.2.7 Apa tujuan berkomunikasi terhadap pasien gangguan jiwa ?

1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan umum
Agar mahasiswa dapat memahami dan mengetahui konsep komunikasi
dengan pasien yang mengalami gangguan jiwa.
1.3.2 Tujuan khusus
a. Untuk memenuhi salah satu tugas dari mata kuliah Komunikasi dan
Konseling.
b. Agar mahasiswa mengetahui definisi, tujuan, jenis, dan prinsip-pinsip
komunikasi Terapeutik.
c. Agar mahasiswa mengetahui dan memahami definisi, macam-macam,
penyebab, dan gejala gangguan jiwa.
d. Agar mahasiswa memahami konsep komunikasi pada pasien
gangguan jiwa.
e. Agar mahasiswa dapat mengaplikasikan komunikasi pada pasien
dengan gangguan jiwa.

5
BAB II
LANDASAN TEORI

Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang direncanakan secara sadar,


bertujuan dan kegiatannya dipusatkan untuk kesembuhan pasien (Purwanto, 1994).
Teknik komunikasi terapeutik merupakan cara untuk membina hubungan yang
terapeutik dimana terjadi penyampaian informasi dan pertukaran perasaan dan
pikiran dengan maksud untuk mempengaruhi orang lain (Stuart & sundeen, 1995).
Fungsi komunikasi terapeutik adalah untuk mendorong dan mengajarkan kerja
sama antara perawat dan pasien melalui hubungan perawat dan pasien. Perawat
berusaha mengungkap perasaan, mengidentifikasi dan mengkaji masalah serta
mengevaluasi tindakan yang dilakukan dalam perawatan (Purwanto, 1994).
Komunikasi adalah suatu proses dimana dua orang atau lebih membentuk atau
melakukan pertukaran informasi dengan satu sama lainnya, yang pada gilirannya
akan tiba pada saling pengertian yang mendalam (Cangara, 2004: 19). Sebagai
contoh kegiatan berkomunikasi juga dilakukan antara perawat dan pasien.
Komunikasi merupakan proses yang dilakukan perawat dalam menjaga kerjasama
yang baik dengan pasien dalam memenuhi kebutuhan kesehatan pasien, maupun
dengan tenaga kesehatan yang lain dalam rangka membantu mengatasi masalah
pasien.
Menurut American Psychiatric Association (APA, 1994), gangguan mental
adalah gejala atau pola dari tingkah laku psikologi yang tampak secara klinis yang
terjadi pada seseorang dari berhubungan dengan keadaan distres (gejala yang
menyakitkan) atau ketidakmampuan (gangguan pada satu area atau lebih dari fungsi-
fungsi penting) yang meningkatkan risiko terhadap kematian, nyeri,
ketidakmampuan atau kehilangan kebebasan yang penting, dan tidak jarang respon
tersebut dapat diterima pada kondisi tertentu.
Menurut Townsend (1996) mental illness adalah respon maladaptive terhadap
stresor dari lingkungan dalam/luar ditunjukkan dengan pikiran, perasaan, dan tingkah
laku yang tidak sesuai dengan norma lokal dan kultural dan mengganggu fungsi
sosial, kerja, dan fisik individu.

6
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Komunikasi Terapeutik


2.1.1 Definisi Komunikasi Terapeutik
Komunikasi terapeutik merupakan komunikasi khusus yang
dilaksanakan oleh penyelenggara jasa kesehatan dalam hal ini adalah
perawat dan tenaga kesehatan lain yang direncanakan dan berfokus pada
kesembuhan pasien.
Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang direncanakan dan
dilakukan untuk membantu penyembuhan atau pemulihan pasien.
Komunikasi terapeutik merupakan komunikasi professional bagi perawat
(Indrawati, 2003: 11).
Hubungan antara perawat dan pasien yang bersifat terapeutik karena
komunikasi yang dilakukan dengan tujuan memperbaiki emosi pasien.
Perawat menjadikan dirinya secara terapeutik dengan berbagai teknik
komunikasi secara optimal dengan tujuan mengubah perilaku pasien ke
arah yang positif.

2.1.2 Tujuan Komunikasi Terapeutik


Tujuan komunikasi terapeutik menurut Purwanto dalam Damaiyanti
(2008: 11) sebagai berikut :
1. Membantu pasien untuk memperjelas dan mengurangi beban
perasaan dan pikiran serta dapat mengambil tindakan untuk
mengubah situasi yang ada bila pasien percaya pada hal yang
diperlukan.
2. Mengurangi keraguan, membantu dalam hal mengambil tindakan
yang efektif dan mempertahankan kekuatan egonya.
3. Memengaruhi orang lain, lingkungan fisik, dan dirinya sendiri.

7
2.1.3 Jenis-Jenis Komunikasi Terapeutik
Menurut Potter dan Perry (1993), Swansburg (1990), Szilagyi (1984),
dan Tappen (1995) dalam Purba (2003) ada tiga jenis komunikasi yaitu
verbal, tertulis dan non-verbal yang dimanifestasikan secara terapeutik.
Komunikasi Verbal
Komunikasi verbal biasanya lebih akurat dan tepat waktu. Kata-
kata adalah alat atau simbol yang dipakai untuk mengekspresikan ide
atau perasaan, membangkitkan respon emosional, atau menguraikan
obyek, observasi dan ingatan. Sering juga untuk menyampaikan arti
yang tersembunyi, dan menguji minat seseorang. Keuntungan
komunikasi verbal dalam tatap muka yaitu memungkinkan tiap
individu untuk berespon secara langsung. Komunikasi Verbal yang
efektif harus:
1) Jelas dan ringkas
Komunikasi yang efektif harus sederhana, pendek dan langsung.
Makin sedikit kata-kata yang digunakan makin kecil
keniungkinan teijadinya kerancuan. Kejelasan dapat dicapai
dengan berbicara secara lambat dan mengucapkannya dengan
jelas.
2) Perbendaharaan Kata (Mudah dipahami)
Komunikasi tidak akan berhasil, jika pengirim pesan tidak
mampu menerjemahkan kata dan ucapan. Banyak istilah teknis
yang digunakan dalam keperawatan dan kedokteran, dan jika ini
digunakan oleh perawat, klien dapat menjadi bingung dan tidak
mampu mengikuti petunjuk atau mempelajari informasi penting.
3) Arti denotatif dan konotatif
Arti denotatif memberikan pengertian yang sama terhadap kata
yang digunakan, sedangkan arti konotatif merupakan pikiran,
perasaan atau ide yang terdapat dalam suatu kata.
4) Selaan dan kesempatan berbicara
Kecepatan dan tempo bicara yang tepat turut menentukan
keberhasilan komunikasi verbal. Selaan yang lama dan

8
pengalihan yang cepat pada pokok pembicaraan lain mungkin
akan menimbulkan kesan bahwa perawat sedang
menyembunyikan sesuatu terhadap klien.
5) Waktu dan Relevansi
Waktu yang tepat sangat penting untuk menangkap pesan. Bila
klien sedang menangis kesakitan, tidak waktunya untuk
menjelaskan resiko operasi. Kendatipun pesan diucapkan secara
jelas dan singkat, tetapi waktu tidak tepat dapat menghalangi
penerimaan pesan secara akurat.
6) Humor
Dugan (1989) dalam Purba (2003) mengatakan bahwa tertawa
membantu pengurangi ketegangan dan rasa sakit yang
disebabkan oleh stres, dan meningkatkan keberhasilan perawat
dalam memberikan dukungan emosional terhadap klien.
7) Komunikasi Tertulis
Komunikasi tertulis merupakan salah satu bentuk komunikasi
yang sering digunakan dalam bisnis, seperti komunikasi melalui
surat menyurat, pembuatan memo, laporan, iklan di surat kabar
dan lain- lain.
Komunikasi Non Verbal
Komunikasi non-verbal adalah pemindahan pesan tanpa
menggunakan kata-kata. Merupakan cara yang paling meyakinkan
untuk menyampaikan pesan kepada orang lain. Perawat yang
mendektesi suatu kondisi dan menentukan kebutuhan asuhan
keperawatan. Morris (1977) dalam Liliweni (2004) membagi pesan
non verbal sebagai berikut:
1) Kinesik
Kinesik adalah pesan non verbal yang diimplementasikan dalam
bentuk bahasa isyarat tubuh atau anggota tubuh. Perhatikan
bahwa dalam pengalihan informasi mengenai kesehatan, para
penyuluh tidak saja menggunakan kata-kata secara verbal tetapi
juga memperkuat pesan-pesan itu dengan bahasa isyarat untuk

9
mengatakan suatu penyakit yang berbahaya, obat yang mujarab,
cara memakai kondom, cara mengaduk obat, dan lain-lain.
2) Proksemik
Proksemik yaitn bahasa non verbal yang ditunjukkan oleh ruang
dan jarak antara individu dengan orang lain waktu
berkomunikasi atau antara individu dengan objek.
3) Haptik
Haptik seringkali disebut zero proxemics, artinya tidak ada lagi
jarak di antara dua orang waktu berkomunikasi. Atas dasar itu
maka ada ahli komunikasi non verbal yang mengatakan haptik itu
sama dengan menepuk-nepuk, meraba-raba, memegang,
mengelus dan mencubit. Haptik mengkomunikasikan relasi anda
dengan seseorang.
4) Paralinguistik
Paralinguistik meliputi setiap penggunaan suara sehingga dia
bermanfaat kalau kita hendak menginterprestasikan simbol verbal.
Sebagai contoh, orang-orang Muang Thai merupakan orang yang
rendah hati, mirip dengan orang jawa yang tidak mengungkapkan
kemarahan dengan suara yang keras. Mengeritik orang lain
biasanya tidak diungkapkan secara langsung tetapi dengan
anekdot. Ini berbeda dengan orang Batak dan Timor yang
mengungkapkan segala sesuatu dengan suara keras.
5) Artifak
Kita memehami artifak dalam komunikasi komunikasi non verbal
dengan pelbagai benda material disekitar kita, lalu bagaimana
cara benda-benda itu digunakan untuk menampilkan pesan
tatkala dipergunakan. Sepeda motor, mobil, kulkas, pakaian,
televisi, komputer mungkin sekedar benda. Namun dalam situasi
sosial tertentu benda-benda itu memberikan pesan kepada orang
lain. Kita dapat menduga status sosial seseorang dan pakaian atau
mobil yang mereka gunakan. Makin mahal mobil yang mereka
pakai, maka makin tinggi status sosial orang itu.

10
6) Logo dan Warna
Kreasi pan perancang untuk menciptakan logo dalam penyuluhan
merupaka karya komunikasi bisnis, namun model keija m dapat
ditirn dalam komunikasi kesehatan. Biasanya logo dirancang
untuk dijadikan simbol da suatu karaya organisasi atau produk da
suatu organisasi, terutama bagi organisasi swasta. Bentuk logo
umumnya berukuran kecil dengan pilihan bentuk, warna dan
huruf yang mengandung visi dan misi organisasi.
7) Tampilan Fisik Tubuh
Acapkali anda mempunyai kesan tertentu terhadap tampilan fisik
tubuh dari lawan bicara anda. Kita sering menilai seseorang
mulai dari warna kulitnya, tipe tubuh (atletis, kurus, ceking,
bungkuk, gemuk, gendut, dan lain-lain). Tipe tubuh itu
merupakan cap atau warna yang kita berikan kepada orang itu.
Salah satu keutamaan pesan atau informasi kesehatan adalah
persuasif, artinya bagaimana kita merancang pesan sedemikian
rupa sehingga mampu mempengaruhi orang lain agar mereka
dapat mengetahui informasi, menikmati informasi, memutuskan
untuk membeli atau menolak produk bisnis yang disebarluaskan
oleh sumber informasi. (Liliweri, 2007:108).

2.1.4 Prinsip-Prinsip Komunikasi Terapeutik


Berikut ini adalah prinsip-prinsip komunikasi terapeutik.
1. Klien harus merupakan fokus utama dari interaksi.
2. Tingkah laku professional mengatur hubungan terapeutik.
3. Membuka diri dapat digunakan hanya pada saat membuka diri
mempunyai tujuan terapeutik.
4. Hubungan sosial dengan klien harus dihindari.
5. Kerahasiaan klien harus dijaga.
6. Kompetensi intelektual harus dikaji untuk menentukan pemahaman.
7. Implementasi intervensi berdasarkan teori.
8. Memelihara interaksi yang tidak menilai, dan hindari membuat
penilaian tentang tingkah laku klien dan memberi nasihat.

11
9. Beri petunjuk klien untuk menginterprestasikan kembali
pengalamannya secara rasional.
10. Telusuri interaksi verbal klien melalui statemen klarifikasi dan
hindari perubahan subyek/topik jika perubahan isi topik tidak
merupakan sesuatu yang sangat menarik klien.

2.2 Gangguan Jiwa


2.2.1 Definisi Gangguan Jiwa
Penyakit kejiwaan, penyakit jiwa, atau gangguan jiwa adalah
gangguan yang mengenai satu atau lebih fungsi mental. Penyakit mental
adalah gangguan otak yang ditandai ooleh tegangguanya emosi. Proses
berfikir, perilaku, dan persepsi (penangkapan panca indra), penyakit
mental ini menimbulkan stress dan penderitaan bagi penderita (dan
keluarga).
Gangguan jiwa adalah suatu ketidakberesan kesehatan dengan
manifestasi-manifestasi psikologis atau perilaku terkait dengan
penderitaan yang nyata dan kinerja yang buruk, dan disebabkan oleh
gangguan biologis, sosial, psikologis, genetik, fisis, atau kimiawi. Setiap
jenis ketidakberesan kesehatan itu memiliki tanda-tanda dan gejala-
gejala yang khas.
Setiap gangguan jiwa dinamai dengan istilah yang tercantum dalam
PPDGJ-IV (Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di
Indonesia edisi IV) atau DSM-IV-TR (Diagnostic and Statistical Manual
of Mental Disorders, 4th edition with text revision). Terdapat beberapa
istilah yang dapat digunakan untuk mendeskripsikan gangguan jiwa :
1. Gangguan jiwa psikotik : ditandai hilangnya kemampuan menilai
realitas, ditandai waham (delusi) dan halusinasi, misalnya
schizophrenia.
2. Gangguan jiwa neurotik : tanpa ditandai kehilangan kemampuan
menilai realitas, terutama dilandasi konflik intrapsikis atau peristiwa
kehidupan yang menyebabkan kecemasan (ansietas), dengan gejala-
gejala obsesi, fobia, dan kompulsif.

12
3. Gangguan jiwa fungsional : tanpa kerusakan struktural atau kondisi
biologis yang diketahui dengan jelas sebagai penyebab kinerja yang
buruk.
4. Gangguan jiwa organik : ketidakberesan kesehatan disebabkan oleh
suatu penyebab spesifik yang membuahkan perubahan struktural di
otak, biasanya terkait dengan kinerja kognitif, delirium, atau
demensia, misalnya pada penyakit Pick. Istilah ini tidak digunakan
dalam DSM-IV-TR karena ia merangkum pengertian bahwa
beberapa gangguan jiwa tidak mengandung komponen biologis.
5. Gangguan jiwa primer : tanpa penyebab yang diketahui disebut pula
idiopatik atau fungsional.
6. Gangguan jiwa sekunder : diketahui sebagai sutu manifestasi
simtomatik dari suatu gangguan sistemik, medis atau serebral,
misalnya delirium yang disebabkan oleh penyakit infeksi otak.

2.2.2 Macam-Macam Gangguan Jiwa


A. Skizofrenia
Merupakan bentuk psikosa fungsional paling berat dan menimbulkan
disorganisasi personalitas yang terbesar. Meskipun demikian
pengetahuan kita tentang sebab-musabab dan patogenisanya sangat
kurang (Maramis, 1994). Dalam kasus berat, klien tidak mempunyai
kontak dengan realitas, sehingga pemikiran dan perilakunya
abnormal. Perjalanan penyakit ini secara bertahap akan menuju
kearah kronisitas, tetapi sekali-kali bias timbul serangan. Jarang bisa
terjadi pemulihan sempurna dengan spontan dan jika tidak diobati
biasanya berakhir dengan personalitas yang rusak cacat.
B. Depresi
Depresi merupakan satu masa terganggunya fungsi manusia yang
berkaitan dengan alam perasaan yang sedih dan gejala penyertanya,
termasuk perubahan pada pola tidur dan nafsu makan, psikomotor,
konsentrasi, kelelahan, rasa putus asa dan tak berdaya, serta gagasan
bunuh diri (Kaplan, 1998). Depresi adalah suatu perasaan sedih dan
yang berhubungan dengan penderitaan. Dapat berupa serangan yang

13
ditujukan pada diri sendiri atau perasaan marah yang mendalam
(Nugroho, 2000). Depresi adalah gangguan patologis terhadap mood
mempunyai karakteristik berupa bermacam-macam perasaan, sikap
dan kepercayaan bahwa seseorang hidup menyendiri, pesimis, putus
asa, ketidakberdayaan, harga diri rendah, bersalah, harapan yang
negatif dan takut pada bahaya yang akan datang. Depresi menyerupai
kesedihan yang merupakan perasaan normal yang muncul sebagai
akibat dari situasi tertentu misalnya kematian orang yang dicintai.
C. Kecemasan
Kecemasan adalah pengalaman psikis yang biasa dan wajar, yang
pernah dialami oleh setiap orang dalam rangka memacu individu
untuk mengatasi masalah yang dihadapi sebaik-baiknya, Maslim
(1991). Penyebabnya maupun sumber biasanya tidak diketahui atau
tidak dikenali. Intensitas kecemasan dibedakan dari kecemasan
tingkat ringan sampai tingkat berat. Menurut Sundeen (1995)
mengidentifikasi rentang respon kecemasan kedalam empat tingkatan
yang meliputi, kecemasan ringan, sedang, berat dan kecemasan panic.
D. Gangguan Kepribadian
Klinik menunjukkan bahwa gejala-gejala gangguan kepribadian
(psikopatia) dan gejala-gejala neurosa berbentuk hampir sama pada
orang-orang dengan inteligensi tinggi ataupun rendah. Jadi boleh
dikatakan bahwa gangguan kepribadian, neurosa dan gangguan
inteligensi sebagian besar tidak tergantung pada satu dan lain atau
tidak berkorelasi. Klasifikasi gangguan kepribadian : kepribadian
paranoid, kepribadian afektif atau siklotemik, kepribadian skizoid,
kepribadian axplosif, kepribadian anankastik atau obsesif-kompulsif,
kepribadian histerik, kepribadian astenik, kepribadian antisosial,
Kepribadian pasif agresif, kepribadian inadequate.
E. Gangguan Mental Organik
Merupakan gangguan jiwa yang psikotik atau non-psikotik yang
disebabkan oleh gangguan fungsi jaringan otak (Maramis, 1994).
Gangguan fungsi jaringan otak ini dapat disebabkan oleh penyakit

14
badaniah yang terutama mengenai otak atau yang terutama diluar
otak. Bila bagian otak yang terganggu itu luas, maka gangguan dasar
mengenai fungsi mental sama saja, tidak tergantung pada penyakit
yang menyebabkannya bila hanya bagian otak dengan fungsi tertentu
saja yang terganggu, maka lokasi inilah yang menentukan gejala dan
sindroma, bukan penyakit yang menyebabkannya. Pembagian
menjadi psikotik dan tidak psikotik lebih menunjukkan kepada berat
gangguan otak pada suatu penyakit tertentu daripada pembagian akut
dan menahun.
F. Gangguan Psikosomatik
Merupakan komponen psikologik yang diikuti gangguan fungsi
badaniah (Maramis, 1994). Sering terjadi perkembangan neurotik
yang memperlihatkan sebagian besar atau semata-mata karena
gangguan fungsi alat-alat tubuh yang dikuasai oleh susunan saraf
vegetatif. Gangguan psikosomatik dapat disamakan dengan apa yang
dinamakan dahulu neurosa organ. Karena biasanya hanya fungsi
faaliah yang terganggu, maka sering disebut juga gangguan
psikofisiologik.
G. Retardasi Mental
Retardasi mental merupakan keadaan perkembangan jiwa yang
terhenti atau tidak lengkap, yang terutama ditandai oleh terjadinya
hendaya keterampilan selama masa perkembangan, sehingga
berpengaruh pada tingkat kecerdasan secara menyeluruh, misalnya
kemampuan kognitif, bahasa, motorik dan sosial.

Sedangkan menurut Yosep (2007) penggolongan gangguan jiwa dan


dibedakan menjadi :
A. Neurosa
Neurosa ialah kondisi psikis dalam ketakutan dan kecemasan yang
kronis dimana tidak ada rangsangan yang spesifik yang
menyebabkan kecemasan tersebut.

15
B. Psikosa
Psikosis merupakan gangguan penilaian yang menyebabkan
ketidakmampuan seseorang menilai realita dengan fantasi dirinya.
Hasilnya, terdapat realita baru versi orang psikosis tersebut. Psikosis
dapat pula diartikan sebagai suatu kumpulan gejala atau sindrom
yang berhubungan gangguan psikiatri lainnya, tetapi gejala tersebut
bukan merupakan gejala spesifik penyakit tersebut.

2.2.3 Penyebab Gangguan Jiwa


Faktor-faktor penyebab gangguan jiwa, yaitu :
1. Faktor Somatogenik (fisik-biologis)
Gangguan jiwa yang diakibatkan karena gangguan fisik serta
ketidaknormalan pada gen dan kromosom pada individu.
Nerokimia, misal : gangguan pada kromosom no 21 menyebabkan
munculnya gangguan perkembangan Down Syndrome yang
merupakan bentuk keterbelakangan mental yang secara genetis
paling umum diturunkan, disebabkan oleh munculnya suatu
kromosom tambahan.
Nerofisiologi
Neroanatomi
Tingkat kematangan dan perkembangan organic
Faktor-faktor prenatal dan perinatal
2. Faktor Psikogenik (psikologis)
Interaksi ibu-anak
Interaksi ayah-anak : peranan ayah
Jika seorang ayah dan ibu tidak menjalankan peranan mereka
sebagai orangtua dengan baik, seperti kurangnya memberikan
perhatian dengan melakukan interaksi dengan anak.
Hubungan dalam keluarga, pekerjaan, permainan, dan masyarakat.
Lingkungan keluarga dan lingkungan sosialnya yang acuh (tidak
peduli).
Kehilangan : Lossing of love object. Individu kehilangan kasih
sayang dan cinta dari orangtua, teman dan pacar.

16
Konsep diri : pengertian identitas diri VS peranan yang tidak
menentu
Tingkat perkembangan emosi
Ketidakmatangan atau terjadinya fiksasi atau regresi pada tahap
perkembangannya.
Traumatic Event
3. Pola Asuh Patogenik
Melindungi anak secara berlebihan
Menentukan norma-norma etika dan moral yang terlalu tinggi
Disiplin yang terlalu keras
Perselisihan dan perceraian orang tua
Nilai-nilai yang buruk (yang tidak bermoral)
Ayah dan atau ibu mengalami gangguan jiwa (psikotik atau non-
psikotik)
4. Faktor Sosiogenik (sosial-budaya)
Tingkat ekonomi
Lingkungan tempat tinggal : perkotaan VS pedesaan
Masalah kelompok minoritas yg meliputi prasangka, fasilitas
kesehatan, pendidikan, dan kesejahteraan yang tidak memadai
Pengaruh rasial dan keagamaan
Nilai-nilai

2.3 Komponen Kesehatan Jiwa


Kesehatan jiwa sering berpijak pada beberapa komponen, beberapa
komponen tersebut sebagai berikut :
1. Support System : dukungan dari orang lain atau keluarga membantu
seseorang bertahan terhadap tekanan kehidupan, stresor yang menyerang
seseorang akan melumpuhkan ketahanan psikologisnya, dengan dukungan
dari sahabat, orang orang terdekat, suami, istri, orang tua maka seseorang
menjadi lebih kuat dalam menghadapi stressor.
2. Mekanisme Koping : bagaimana cara seseorang berespon terhadap stressor
menjadi satu ciri khas bagi setiap individu, jika responnya adaptif maka

17
hasilnya tentu perlaku positif, jika responnya negatif hasilnya adalah
perilaku negatif.
3. Harga Diri : jika dia merasa lebih baik dari orang lain maka akan menjadi
sombong, jika dia merasa orang lain lebih baik dari dia maka dia akan
mengalami Harga Diri Rendah.
4. Ideal Diri : Bagaimana cara seseorang melihat dirinya, bagaimana dia
seharusnya : saya hanya akan menikah dengan seorang wanita anak
pengusaha comment tersebut adalah ideal diri tinggi, saya hanya lulusan
SD, menjadi buruh saja saya sudah maksimal comment ini adalah ideal
diri rendah.
5. Gambaran Diri : apakah seseorang menerima dirinya beserta semua
kelebihan dan kekurangan, meski cantik dia menerima kecantikannya
tersebut satu paket dengan keburukan lain yang menyertai kecantikan
tersebut.
6. Tumbuh Kembang : Jika seseorang tidak pernah mengalami trauma maka
dewasa dia tidak akan mengalami memori masa lalu yang kelam atau yang
buruk.
7. Pola Asuh : kesalahan mengasuh orang tua memicu perubahan dalam
psikologis anak.
8. Genetika : Schizofrenia bisa secara genetis menurun ke anak, bahkan pada
saudara kembar peluang nya 50 %.
9. Lingkungan : Lingkungan yang buruk menjadi salah satu faktor pendukung
munculnya gangguan jiwa.
10. Penyalahgunaan Zat : penyalahgunaan zat memicu depresi susunan saraf
pusat, perubahan pada neurotransmitter sehingga terjadi perubahan pada
fungsi neurologis yang berfungsi mengatur emosi.
11. Perawatan Diri : jika seseorang tidak pernah mendapatkan perawatan, ex :
lansia maka dia akan mengalami suatu perasaan tidak berguna jika perasaan
ini berlangsung lama bisa memicu gangguan jiwa.
12. Kesehatan Fisik : gangguan pada sistem saraf mampu merubah fungsi
neurologis, dampak jangka panjangnya jika yang terkena adalah pusat
pengaturan emosi akan memicu gangguan jiwa.

18
2.4 Komunikasi Terhadap Pasien Gangguan Jiwa
Berkomunikasi dengan penderita gangguan jiwa membutuhkan sebuah
teknik khusus, ada beberapa hal yang membedakan berkomunikasi antara orang
gangguan jiwa dengan gangguan akibat penyakit fisik. Perbedaannya adalah :
1) Penderita gangguan jiwa cenderung mengalami gangguan konsep diri,
penderita gangguan penyakit fisik masih memiliki konsep diri yang wajar
(kecuali pasien dengan perubahan fisik, ex : pasien dengan penyakit kulit,
pasien amputasi, pasien pentakit terminal dll).
2) Penderita gangguan jiwa cenderung asyik dengan dirinya sendiri sedangkan
penderita penyakit fisik membutuhkan support dari orang lain.
3) Penderita gangguan jiwa cenderung sehat secara fisik, penderita penyakit
fisik bisa saja jiwanya sehat tetapi bisa juga ikut terganggu.

Ada beberapa trik ketika harus berkomunikasi dengan penderita gangguan


jiwa, yaitu :
1) Pada pasien halusinasi maka perbanyak aktivitas komunikasi, baik meminta
klien berkomunikasi dengan klien lain maupun dengan perawat, pasien
halusinasi terkadang menikmati dunianya dan harus sering harus dialihkan
dengan aktivitas fisik.
2) Pada pasien harga diri rendah harus banyak diberikan reinforcement
3) Pada pasien menarik diri sering libatkan dalam aktivitas atau kegiatan yang
bersama-sama, ajari dan contohkan cara berkenalan dan berbincang dengan
klien lain, beri penjelasan manfaat berhubungan dengan orang lain,
akibatnya jika dia tidak mau berhubungan, dan lain-lain.

Tujuan komunikasi terhadap pasien gangguan jiwa, yaitu :


- Perawat dapat memahami orang lain.
- Menggali perilaku pasien.
- Memahami perlunya memberi pujian.
- Memproleh informasi klien.

19
Komunikasi dalam keperawatan berdasarkan masalah pasien gangguan jiwa
sebagai berikut.
Klien dengan masalah resiko bunuh diri
Menurut Maris, Berman, Silverman, dan Bongar (2000), bunuh diri
memiliki 4 pengertian, antara lain :
a. Bunuh diri adalah membunuh diri sendiri secara internasional.
b. Bunuh diri dilakukan dengan intense.
c. Bunuh diri dilakukan oleh diri sendiri kepada diri sendiri.
d. Bunuh diri bisa terjadi secara tidak langsung (aktif) atau tidak langsung
(pasif), misalnya tidak meminum obat yang menentukan kelangsungan
hidup atau secara sengaja berada di rel kereta api.

Tindakan keperawatan
- Klien dapat membina hubungan saling percaya.
- Perkenalan diri dengan klien.
- Tanggapi pernbicaraan klien dengan sabar dan tidak menyangkal.
- Bicara dengan tegas, jelas, dan jujur.
- Bersifat hangat dan bersahabat.
- Temani klien saat keinginan mencederai diri meningkat.
- Klien dapat terlindung dari perilaku bunuh diri.
- Jauhkan klien dari benda benda yang dapat membahayakan (pisau, silet
gunting, tali, kaca, dan lain-lain).
- Tempatkan klien di ruangan yang tenang dan selalu terlihat oleh perwat.
- Awasi klien secara ketat setiap saat.
- Klien dapat mengekspresikan perasaannya.
- Dengarkan keluhan yang dirasakan.
- Bersikap empati untuk meningkatkan ungkapan keraguan, ketakutan dan
keputusasaan
- Beri dorongan untuk mengungkapkan mengapa dan bagimana
harapannya.
- Beri waktu dan kesempatan untuk menceritakan arti penderitaan,
kematian, dan lain-lain.

20
- Beri dukungan pada tindakan atau ucapan klien yang menunjukkan
keinginan untuk hidup.
- Klien dapat meningkatkan harga diri.
- Bantu untuk memahami bahwa klien dapat mengatasi keputusasaannya.
- Bantu mengidentifikasi sumber-sumber harapan (misal hubungan atar
sesama, keyakinan, hal-hal untuk diselesaikan).
- Klien dapat menggunakan koping yang adaptif.
- Ajarkan untuk mengdentifikasi pengalaman-pengalaman yang
menyenangkan setiap hari (misal : berjalan-jalan, membaca buku favorit,
menulis surat, dll)
- Bantu untuk mengenali hal-hal yang ia cintai dan ia sayang dan
pentingnya terhadap kehidupan orang lain mengesampingkan tentang
kegagalan dalam kesehatan.
- Beri dorongan untuk berbagai keprihatinan pada orang lain yang
mempunyai suatu masalah atau penyakit yang sama dan telah
mempunyai pengalaman positif dalam mengatasi masalah tersebut
dengan koping yang efektif.

21
BAB IV
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Dari penjelasan diatas kita dapat menyimpulkan, bahwa gangguan jiwa
adalah suatu ketidakberesan kesehatan dengan manifestasi-manifestasi
psikologis atau perilaku terkait dengan penderitaan yang nyata dan kinerja yang
buruk, dan disebabkan oleh gangguan biologis, sosial, psikologis, genetik, fisis,
atau kimiawi. Macam-macam gangguan jiwa yaitu Skizofrenia, Depresi,
Kecemasan, Gangguan Kepribadian, Gangguan Mental Organik, Gangguan
Psikosomatik, dan Retardasi Mental.
Ada beberapa trik ketika harus berkomunikasi dengan penderita gangguan
jiwa, yaitu :
1) Pada pasien halusinasi maka perbanyak aktivitas komunikasi, baik meminta
klien berkomunikasi dengan klien lain maupun dengan perawat.
2) Pada pasien harga diri rendah harus banyak diberikan reinforcement.
3) Pada pasien menarik diri sering libatkan dalam aktivitas atau kegiatan yang
bersama-sama, ajari dan contohkan cara berkenalan dan berbincang dengan
klien lain.

3.2 Saran
Saat berkomunikasi dengan penderita gangguan jiwa membutuhkan sebuah
teknik khusus, ada beberapa hal yang membedakan berkomunikasi antara orang
gangguan jiwa dengan gangguan akibat penyakit fisik.
Demikian yang dapat kami paparkan mengenai materi yang menjadi pokok
bahasan dalam makalah ini, tentunya masih banyak kekurangan dan
kelemahannya, karena terbatasnya pengetahuan dan kurangnya rujukan atau
referensi yang ada hubungannya dengan judul makalah ini.
Penulis banyak berharap para pembaca yang budiman sudi memberikan
kritik dan saran yang membangun kepada penulis demi sempurnanya makalah
ini. Semoga makalah ini berguna bagi penulis pada khususnya juga para
pembaca yang budiman pada umumnya.

22
DAFTAR PUSTAKA

Damayanti, Mukhripah. 2008. Komunikasi Terapeutik dalam Praktik Keperawatan.


Bandung: Redika Aditama.
Arwani. 2003. Komunikasi dalam Keperawatan. Jakarta: EGC.
Indrawati. 2003. Komunikasi Untuk Perawat. Jakarta: EGC
Machfoedz, Machmud. 2009. Komunikasi Keperawatan (Komunikasi Terapeutik).
Yogyakarta: Ganbika.
http://www.jainiyubmee.cf/2015/11/komunikasi-terapeutik-pada-gangguan-jiwa.html
http://www.jurnalkommas.com/docs/JURNALfidya.pdf
https://angelachichi.wordpress.com/2015/06/19/komunikasi-pada-klien-dengan-
gangguan-jiwa-dan-roleplay/

23
ROLE PLAY KONSEP KOMUNIKASI DENGAN PASIEN GANGGUAN JIWA

BAJU RESTRAIN

Tokoh : Pasien -- Arif Kartiko U.


Keluarga -- Anggita Dewi S.
Perawat A -- Naila Fitrotul H.
Perawat B -- Saputro Mukti W.
Satpam -- Yoga Sukma D.

Kasus -> Seorang Pasien begitu impulsiv memukul orang,sehingga keluarga


membawanya ke RSJ, sesampainya di RSJ pasien mengamuk membabi buta dan
hendak memukul orang-orang di sekitarnya karena merasa tidak gila.

Pasien : Kenapa aku dibawa kesini mak? (sembari membaca tulisan bertuliskan
RSJ) Rumah Sakit Jiwa ?! Aku kan nggak gendeng mak ?!
Keluarga : Sudah nurut saja, biar kamu itu sembuh.
Pasien : Sampean pikir aku gendeng ta mak?
Keluarga : Mak cuma pengen kamu ketemu dokter karo perawat sebentar.

Sesampainya di UGD, seorang perawat yang melihat kedatangan mereka langsung


mempersilahkan mereka duduk.

Tahap pre interaksi


Perawat A : Selamat pagi, mari silahkan duduk
Keluarga : (Sembari memegangi tangan pasien, keluarga menjelaskan maksud
kedatangannya).
Begini bu, anak saya ini sejak 1 bulan yang lalu mengalami putus cinta
dan sejak itu juga, anak saya jadi sering ngamuk dan memukul orang
sampai meresahkan warga, jadi pak RT menyarankan saya untuk
membawanya kesini
Perawat A bertanya pada pasien :
Perkenalkan, nama saya perawat A. Nama mas siapa? (Mengulurkan
tangan dengan memberi senyum)
Pasien : Sumanto (menjawab sinis)

24
Perawat A : Ada apa di rumah?? Apa yang membuat Mas Sumanto marah-marah
dan sering memukul orang?
Pasien : Lha ? Aku kan cuma membela diri (menoleh pada keluarga)
Sudah ! Aku mau pulang mak, aku ndak mau disini (berusaha pergi)
Keluarga : Heh, mau kemana kamu ?
Pasien : Muleh !!! (dengan nada tinggi dan melotot, sambil memukul ibunya)

Melihat perilaku pasien itu, perawat pun mulai menyiapkan alat restrain

Tahap Orientasi
Perawat A berbicara pada keluarga :
Mas, Ibu (pada keluarga) saya akan melakukan pengamanan kepada
Mas Sumanto, dengan cara menggunakan baju ini, tangan mas
sumanto akan terikat kebelakang agar Mas Sumanto tidak memukul
orang lagi. Ketika nanti mas sudah tidak memukul orang lagi maka
akan saya lepas. Cara ini tidak menyakitkan dan aman.
Pasien : Enggak !!!
Perawat A : Enggak apa-apa mas, gak sakit kok.
Pasien : Awas nyedek, tak hajar sampean !!!

Perawat pun mulai memegangi pasien, agar pasien tidak kabur. Sesegera mungkin
satpam datang untuk memeberikan bantuan.

Satpam : Saya boleh membantu untuk memegang?


Perawat A : Silahkan pak. Minta tolong pegang dengan erat ya pak ?
Satpam : Ohh iya mbak, siap!
Perawat B : Untuk ibu mari ikut saya ke ruang perawat

Perawat B dan keluarga berjalan menuju ruang perawat.

Perawat B : Ibu, Perawat A tadi sudah menjelaskan tindakan yang akan kami
lakukan untuk mengamankan Mas Sumanto, bila ibu setuju tindakan itu
dilakukan silahkan Ibu tanda tangan di lembar Inform Consent
(persetujuan) ini
Keluarga : Iya saya setuju saja yang penting anak saya sembuh

25
Perawat B : Baik ibu, kalau begitu kami akan melakukan tindakan restrain untuk
anak ibu
Pasien : (meraung-raung agresif) Aku nggak gila, kalian semua yang gila !!!

Satpam dan para perawat pun melakukan tahap kerja dalam pemasangan restrain
setelah mendapat persetujuan keluarga.

Tahap Kerja
Memulai kegiatan dengan cara yang baik
Memilih alat restrain yang tepat
Memasang restrain pada klien dengan cepat dan tepat
Pegang pundak pasien dan tangan yang agresif, berjalan dibelakang pasien dan
tetap waspada
Buka baju dalam posisi "menyerbu"
Pakaikan baju restrain dengan cepat
Handle tangan pasien ke belakang, seperti orang diborgol.
Mengamankan restrain dari jangkauan pasien
Menyediakan keamanan dan kenyamanan sesuai kebutuhan
Melakukan pemeriksaan tanda vital
Memeriksa bagian tubuh yang direstrain
Memberikan obat anti cemas
Memperhatikan respon pasien

Perawat A : Permisi Mas Sumanto, kami pasang restrain nya dulu ya..
Pasien : Enggak, enggak mau !!!
Perawat B : Enggak papa mas, gak sakit kok. (sambil memegang pundak dan tangan
pasien)
Pasien : (memberontak) Gak mau mba !!!
Perawat A berbicara pada Perawat B : Ayo, segera kita pasangkan bajunya.
Perawat B : Iya siap.

Saat pasien sudah dipasangkan baju restrain dan tidak memberontak, perawat
melakukan pemeriksaan tanda-tanda vital, memeriksa bagian tubuh yang direstrain,
memberikan obat anti cemas, dan selalu memperhatikan respon pasien.

26
Setelah tindakan restrain dilakukan pasien mulai tenang dan perawat mulai
menyimpulkan kegiatan.

Tahap Terminasi
Perawat A : Mas sumanto & ibu, ini merupakan metode restrain, ini metode kami
sebagai tenaga kesehatan untuk menenangkan Mas Sumanto agar mas
nya tidak memukul orang lagi. Jadi Mas Sumanto terutama ibu tidak
perlu khawatir.
Perawat B : (Berbicara dengan sumanto) Nanti restrain ini akan dilepas, apabila Mas
Sumanto tidak memukul orang lagi.
Perawat B : Bu, sejenak saya akan mengajak ibu untuk melengkapi data data mas
sumanto yang belum tuntas tadi.

Seusai perawat B melengkapi pengumpulan data tentang pasien.

Keluarga : Terima kasih, sudah membantu saya menangani anak saya, nanti kalau
anak saya mulai dirawat disini, saya titip
Perwat B : Iya bu, karena itu memang tugas kami, terima kasih juga atas
kepercayaan ibu pada kami.

Selanjutnya perawat mulai melakukan tindakan dokumentasi mencacat tindakan


yang telah dilakukan pasien dan mencatat respon pasien.

27

Anda mungkin juga menyukai