Disusun Oleh :
Kelompok 6
1. Desi Yuliyanti (17.019)
2. Kukuh Mentari (17.045)
3. Muhamad Wisnu Prayoga (17.056)
4. Oktasari Widya A.S (17.066)
5. Tantri Suryani (17.088)
6. Wahyu Sandi N. (17.096)
Kelas 3A
Penulis
i
DAFTAR ISI
HalamanJudul ............................................................................... i
Kata Pengantar ............................................................................... ii
Daftar Isi ............................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang.................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ............................................ 2
1.3 Tujuan .............................................................. 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Model Konseptual .......................... 3
2.2 Model Konseptual Dalam Keperawatan ........... 4
2.3 Pengertian Keperawatan Jiwa ......................... 6
2.4 Komponen Paradigma Keperawatan Jiwa ....... 7
2.5 Prinsip-prinsip Keperawatan Jiwa .................... 9
2.6 Jenis Model Konseptual Keperawatan Jiwa ..... 9
2.7 Pengertian Model Medikal ............................... 11
2.8 Dilihat Dari Penyimpangan Perilaku ................. 12
2.9 Proses Terapi Medis ........................................ 13
2.10 Peran Dari Terapi Pasien Dan Medis ............ 15
2.11 Terapi Yang Dapat Diberikan Serta Peran
Perawat ........................................................ 15
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan ...................................................... 22
3.2 Saran ............................................................... 22
DAFTAR PUSTA
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
Dari uraian tentang model konseptual keperawatan jiwa yaitu model
medikal, kelompok tertarik untuk membahas tentang model medikal
tersebut secara lebih mendalam dalam sebuah makalah agar
mahasiswa/i keperawatan mengetahui/memahami model konseptual
keperawatan jiwa khususnya model medikal.
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui dan memahami model konseptual.
2. Untuk mengetahui dan memahami model konseptual dalam
keperawatan jiwa.
3. Untuk mengetahui dan memahami keperawatan jiwa.
4. Untuk mengetahui dan memahami paradigm keperawatan jiwa.
5. Untuk mengetahui dan memahami prinsip-prinsip keperawatan jiwa.
6. Untuk mengetahui dan memahami jenis-jenis model konseptual
keperawatan jiwa.
7. Untuk mengetahui dan memahami model medical.
8. Untuk mengetahui dan memahami model medical dilihat dari
penyimpangan perilaku.
2
9. Untuk mengetahui dan memahami proses terapi medis keperawatan
jiwa.
10. Untuk mengetahui dan memahami peran dari terapi pasien dan
medis.
11. Untuk mengetahui dan memahami terapi yang diberikan dan peran
perawat.
3
BAB II
PEMBAHASAN
4
Model konseptual keperawatan telah memperjelas kespesifikan area
fenomena ilmu keperawatan yang melibatkan empat konsep yaitu
manusia sebagai pribadi yang utuh dan unik. Konsep kedua adalah
lingkungan yang bukan hanya merupakan sumber awal masalah tetapi
juga perupakan sumber pendukung bagi individu. Kesehatan
merupakan konsep ketiga dimana konsep ini menjelaskan tentang
kisaran sehat-sakit yang hanya dapat terputus ketika seseorang
meninggal. Konsep keempat adalah keperawatan sebagai komponen
penting dalam perannya sebagai faktor penentu pulihnya atau
meningkatnya keseimbangan kehidupan seseorang (klien) (Marriner-
Tomey, 2004, dalam Nurrachmah, 2010)
Tujuan dari model konseptual keperawatan (Ali, 2011, hal. 98)
a. Menjaga konsisten asuhan keperawatan.
b. Mengurangi konflik, tumpang tindih, dan kekosongan pelaksanaan
asuhan keperawatan oleh tim keperawatan.
c. Menciptakan kemandirian dalam memberikan asuhan keperawatan.
d. Memberikan pedoman dalam menentukan kebijaksanaan dan
keputusan.
e. Menjelaskan dengan tegas ruang lingkup dan tujuan asuhan
keperawatan bagi setiap anggota tim keperawatan.
Konseptualisasi keperawatan umumnya memandang manusia
sebagai mahluk biopsikososial yang berinteraksi dengan keluarga,
masyarakat, dan kelompok lain termasuk lingkungan fisiknya. Tetapi
cara pandang dan fokus penekanan pada skema konseptual dari setiap
ilmuwan dapat berbeda satu sama lain, seperti penenkanan pada sistem
adaptif manusia, subsistem perilaku atau aspek komplementer
(Marriner-Tomey , 2004, dalam Nurrachmah, 2010)
5
2.3 Pengertian Keperawatan Kesehatan Jiwa (Yosep, 2010, hal. 1-2)
a. Menurut American Nurses Associations (ANA)
Keperawatan jiwa adalah area khusus dalam praktek keperawatan
yang menggunakan ilmu tingkah laku manusia sebagai dasar dan
menggunakan diri sendiri secara teraupetik dalam meningkatkan,
mempertahankan, memulihkan kesehatan mental klien dan
kesehatan mental masyarakat dimana klien berada (American
Nurses Associations).
b. Menurut WHO
Kesehatan Jiwa bukan hanya suatu keadaan tidak ganguan jiwa,
melainkan mengandung berbagai karakteristik yang adalah
perawatan langsung, komunikasi dan management, bersifat positif
yang menggambarkan keselarasan dan keseimbangan kejiwaan
yang mencerminkan kedewasaan kepribadian yang bersangkutan.
c. Menurut UU KES. JIWA NO 03 THN 1966
Kondisi yang memungkinkan perkembangan fisik, intelektual
emosial secara optimal dari seseorang dan perkembangan ini
selaras dengan orang lain.
Keperawatan jiwa adalah pelayanan keperawatan profesional
didasarkan pada ilmu perilaku, ilmu keperawatan jiwa pada manusia
sepanjang siklus kehidupan dengan respons psiko-sosial yang
maladaptif yang disebabkan oleh gangguan bio-psiko-sosial, dengan
menggunakan diri sendiri dan terapi keperawatan jiwa ( komunikasi
terapeutik dan terapi modalitas keperawatan kesehatan jiwa ) melalui
pendekatan proses keperawatan untuk meningkatkan, mencegah,
mempertahankan dan memulihkan masalah kesehatan jiwa klien
(individu, keluarga, kelompok komunitas ).Keperawatan jiwa adalah
proses interpersonal yang berusaha untuk meningkatkan dan
mempertahankan perilaku sehingga klien dapat berfungsi utuh sebagai
manusia (Sulistiawati dkk , 2005, hal. 5).
6
2.4 Komponen Paridigma Keperawatan Jiwa
Prinsip keperawatan jiwa terdiri dari empat komponen yaitu manusia,
lingkungan, kesehatan dan keperawatan(Sulistiawati dkk, 2015, hal. 5-
6)
a. Manusia
Fungsi seseorang sebagai makhluk holistik yaitu bertindak,
berinteraksi dan bereaksi dengan lingkungan secara keseluruhan.
Setiap individu mempunyai kebutuhan dasar yang sama dan penting.
Setiap individu mempunyai harga diri dan martabat. Tujuan individu
adalah untuk tumbuh, sehat, mandiri dan tercapai aktualisasi diri.
Setiap individu mempunyai kemampuan untuk berubahdan
keinginan untuk mengejar tujuan personal. Setiap individu
mempunyai kapasitas koping yang bervariasi. Setiap individu
mempunyai hak untuk berpartisipasi dalam pengambilan
keputuasan. Semua perilaku individu bermakna dimana perilaku
tersebut meliputi persepsi, pikiran, perasaan dan tindakan.
b. Lingkungan
Manusia sebagai makhluk holistik dipengaruhi oleh
lingkungan dari dalam dirinya dan lingkungan luar, baik keluarga,
kelompok, komunitas. Dalam berhubungan dengan lingkungan,
manusia harus mengembangkan strategi koping yang efektif agar
dapat beradaptasi. Hubungan interpersonal yang dikembangkan
dapat menghasilkan perubahan diri individu.
c. Kesehatan
Kesehatan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia
yang menunjukkan salah satu segi kualitas hidup manusia, oleh
karena itu, setiap individu mempunyai hak untuk memperoleh
kesehatan yang sama melalui perawatan yang adekuat.
d. Keperawatan
Dalam keperawatan jiwa, perawat memandang manusia
secara holistik dan menggunakan diri sendiri secara terapeutik.
7
Metodologi dalam keperawatan jiwa adalah menggunakan diri
sendiri secara terapeutik dan interaksinya interpersonal dengan
menyadari diri sendiri, lingkungan, dan interaksinya dengan
lingkungan. Kesadaran ini merupakan dasar untuk perubahan. Klien
bertambah sadar akan diri dan situasinya, sehingga lebih akurat
mengidentifikasi kebutuhan dan masalah serta memilih cara yang
sehat untuk mengatasinya. Perawat memberi stimulus yang
konstruktif sehingga akhirnya klien belajar cara penanganan
masalah yang merupakan modal dasar dalam menghadapi berbagai
masalah kehidupan.
Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa bertujuan untuk
mememberian asuhan keperawatan sesuai dengan kebutuhan dan
masalah klien, merupakan proses terapeutik yang melibatkan
hubungan kerja sama antara perawat dengan klien, dan masyarakat
untuk mencapai tingkat kesehatan yang optimal (Carpenito, 1989
dikutip oleh Keliat,1991).
Kebutuhan dan masalah klien dapat diidentifikasi, diprioritaskan
untuk dipenuhi, serta diselesaikan. Dengan menggunakan proses
keperawatan, perawat dapat terhindar dari tindakan keperawatan yang
bersifat rutin, intuisis, dan tidak unik bagi individu klien. Proses
keperawatan mempunyai ciri dinamis, siklik, saling bergantung, luwes,
dan terbuka. Setiap tahap dapat diperbaharui jika keadaan klien klien
berubah. Tahap demi tahap merupakan siklus dan saling bergantung.
Diagnosis keperawatan tidak mungkin dapat dirumuskan jika data
pengkajian belum ada. Proses keperawatan merupakan sarana /
wahana kerja sama perawat dan klien. Umumnya, pada tahap awal
peran perawat lebih besar dari peran klien, namun pada proses sampai
akhir diharapkan sebaliknya peran klien lebih besar daripada perawat
sehingga kemandirian klien dapat tercapai. Kemandirian klien merawat
diri dapat pula digunakan sebagai kriteria kebutuhan terpenuhi dan /
atau masalah teratasi. (Keliat, 2016, hal.1-3)
8
2.5 Prinsip-Prinsip Keperawatan Kesehatan Jiwa
Prinsip-prinsip Keperawatan Kesehatan Jiwa menurut (Yosep, 2010,
hal.6)
a. Roles and functions of psychiatric nurse : competent care (Peran dan
fungsi keperawatan jiwa : yang kompeten).
b. Therapeutic Nurse patient relationship (hubungan yang terapeutik
antara perawat dengan klien).
c. Conceptual models of psychiatric nursing (konsep model
keperawatan jiwa).
d. Stress adaptation model of psychiatric nursing (model stress dan
adaptasi dalam keperawatan jiwa).
e. Biological context of psychiatric nursing care (keadaan-keadaan
biologis dalam keperawatan jiwa).
f. Psychological context of psychiatric nursing care (keadaan-keadaan
psikologis dalam keperawatan jiwa).
g. Sociocultural context of psychiatric nursing care (keadaan-keadaan
sosial budaya dalam keperawatan jiwa).
h. Environmental context of psychiatric nursing care (keadaan-keadaan
lingkungan dalam keperawatan jiwa).
i. Legal ethical context of psychiatric nursing care (keadaan-keadaan
legal etika dalam keperawatan jiwa).
j. Implementing the nursing process : standards of
care (penatalaksanaan proses keperawatan : dengan standar-
standar perawatan).
k. Actualizing the Psychiatric Nursing Role : Professional Performance
Standards (aktualisasi peran keperawatan jiwa: melalui penampilan
standar-standar professional).
9
adalah sebuah batang ilmu pengetahuan yang berisi kerangka konsep
pengetahuan yang berhubungan dengan perilaku manusia. Fungsinya
agar pendekatan dan prakteknya bisa diterima secara logis dan mudah
dievaluasi, berdasarkan hal-hal ilmiah dan mudah dipertanggung
jawabkan. Dalam keperawatan jiwa ada delapan konsep yang
dipakai. ( Iyus Yosep ,2010, hal. 12)
10
conducted in yang berarti untuk
group mempelajari diri
Encouraged to Terapist: memperluas
accept self & kesadaran diri klien
control behavior
Supportive Faktor biopsikososial & Menguatkan Klien: terlibat dalam
Therapy respon maladaptive saat respon koping identifikasi coping
(Wermon,Rockl ini adaptif Terapist: hubungan
and) yang hangta dan
empatik
Medical Combination from Pemeriksaan Klien: menjalani
(Meyer,Kreaplin physiological, genetic, diagnostic, terapi prosedur diagnostic &
) environmental & social somatic, terapi jangka panjang
farmakologik&tek Terapist : Therapy,
nik interpersonal Repporteffects,Diagno
se illness, Therapeutic
Approach
11
dapat digunakan bersama dengan model medis. Misalnya, pasien
dengan schzophrenia dapat diobati dengan obat fenotiazin. Pasien ini
dapat juga diberikan dalam supportivetherapy untuk mengembangkan
skiils sosial adaptif. (Stuart dan Larai, 2018, Hal. 61).
Sebuah kontribusi positif dari model medis telah menjadi eksplorasi
terus menerus untuk penyebab penyakit mental yang menggunakan
proses ilmiah. Baru langkah besar telah dibuat untuk belajar tentang
fungsi sistem otak dan saraf. Kemajuan ini telah menyebabkan
pemahaman tentang komponen fisiologis kemungkinan gangguan
perilaku dan lebih banyak perawatan psikiatris efektif (Stuart , 2018, Hal.
61).
Model yang dikemukakan oleh Meyer, Kraeplin, Spitzer dan Frances
ini mengemukakan bahwa prilaku disebabkan oleh penyakit biologis.
Gejala-gajala ini timbul akibat kombinasi faktor-faktor fisiologis, genetik,
lingkungan, dan social. Prilaku menyimpang berhubungan dengan
toleransi pasien terhadap stress(Stuart &Laraia , 2011, Hal. 56).
Menurut Meyer dan Kreplin, konsep ini gangguan jiwa cenderung
muncul akibat multifaktor yang komplek meliputi: aspek fisik, genetik,
lingkungan, dan faktor sosial. Sehingga fokus penatalaksanaannya
harus lengkap melalui pemeriksaan diagnostik, terapi somatik,
farmakologi, dan tehnik interpersonal. Perawat berperan dalam
berkolaborasi dengan tim medis dalam melakukan prosedur diagnostik
dan terapi jangka panjang, terapist berperan dalam pemberian terapi,
laporan mengenai dampak terapi, menentukan diagnosa dan
menentukan jenis pendekatan terapi yang digunakan (Yosep , 2010,
Hal. 15).
12
saraf otak cedera begitu parah sehingga kapasitas penyembuhan
internal tidak dapat memperbaikinya. Daftar beberapa jenis gangguan
otak yang dapat menyebabkan penyakit mental diantaranya hilangnya
sel saraf, defisit dalam transmisi kimia, pola abnormal dari sirkulasi otak,
masalah di pusat-pusat perintah di otak, dan gangguan dalam
pergerakan pesan di sepanjang saraf. (Stuart, 2010, Hal. 62 )
Saat ini sifat yang tepat dari gangguan fisiologis belum dipahami
dengan baik. Diperkirakan bahwa gangguan seperti gangguan bipolar,
depresi berat dan skizofrenia melibatkan kelainan dalam transmisi
impuls saraf. Hal ini juga dapat diketahui bahwa masalah ini terjadi pada
tingkat sinaps dan melibatkan zat kimia saraf seperti dopamin,
serotonin, dan norepinefrin. (Stuart, 2010, Hal. 62)
Banyak penelitian yang melibatkan otak dalam respons emosional
berlangsung. Cabang lain penelitian berfokus pada stres dan respon
manusia terhadap stres. Para peneliti bertanya, "mengapa beberapa
orang tampaknya mentolerir stres yang besar dan terus berfungsi
dengan baik, sedangkan yang lain berantakan ketika masalah kecil
muncul?" Para peneliti menduga bahwa manusia memiliki ambang stres
fisiologis yang mungkin secara genetik ditentukan. Bidang-bidang
penelitian yang lebih baik dapat memandu pengobatan di masa
mendatang (Stuart , 2018, Hal. 62)
Akibat manifestasi penyakit, kerusakan sistem persyarafan,
ketidakseimbangan hormonal. Faktor lingkungan dan sosial dianggap
sebagai faktor pencetus dan faktor pendukung. Faktor genetik dianggap
cukup berperan. Penyimpangan perilaku karena klien tidak mampu
bertoleransi terhadap stress (Stuart & Laraia, 2011, Hal. 57)
13
dan pemeriksaan status mental. Data tambahan dapat dikumpulkan dari
orang lain yang signifikan, dan catatan medis ditinjau jika tersedia.
Diagnosis kemudian dirumuskan, sambil menunggu penelitian lebih
lanjut diagnostik dan pengamatan perilaku pasien. Proses ini dapat
terjadi pada rawat jalan atau rawat inap secara, tergantung pada kondisi
pasien. (Stuart, 2018, Hal. 62)
Diagnosis diklasifikasikan menurut manual diagnostik dan statistik
gangguan mental, edisi keempat (DSM-IV) dari asosiasi psikiatris
amerika. Nama – namapenyakit yang disertai dengan penjelasan kriteria
diagnostik, terkait fitur umum medis dan psikiatris, diagram
menunjukkan longitudinal dari gangguan, dan jenis kelamin tertentu,
umur, dan aspek budaya dari masing – masing penyakitnya. Perubahan
dalam manual mencerminkan perubahan dalam model medis
perawatan kejiwaan. DSM pertama kali diterbitkan pada 1952, dan
DSM-IV, yang diterbitkan pada tahun 1994. (stuart :2018, Hal. 62)
Setelah diagnosis dibuat, pengobatan dimulai oleh para dokter dan
sesuai dengan rencana pengobatan. Anggota tim kesehatan lain
mungkin menyumbangkan keahlian mereka. Respon terhadap
pengobatan dievaluasi pada pengamatan tujuan dokter perilaku gejala.
Terapi dihentikan bila gejala pasien telah disetorkan. Karena dalam
sikap, beberapa orang yang mengalami depresi mungkin dapat kembali
ke gaya hidup yang biasa mereka setelah suatu program pengobatan
dan terapi suportif. Pasien lain mungkin memerlukan terapi jangka
panjang, sering termasuk farmakoterapi dan studi laboratorium berkala
(Stuart, 2018, Hal. 62)
Diagnosis penyakit dilandasi oleh kondisi yang ada dan informasi
historis serta pemeriksaan diagnostik. Pengobatan
meliputi (Stuart&Laraia, 2001, Hal.57) :
1. Terapi somatic
2. Farmakoterapi
3. Pengobatan : jangka panjang , jangka pendek.
14
4. Terapi suportif.
5. Insight oriented terapi yaitu belajar metode mengatasi stressor
15
1. Pengekangan
Pengekangan fisik termasuk penggunaan pengekangan me-
kanik, seperti manset utk pergelangan tangan & pergelangan
kaki, serta seperai pengekang, begitu pula isolasi, yaitu dengan
menempatkan pasien dlm suatu ruangan dimana dia tdk dpt
keluar atas kemauannya sendiri.
a) Indikasi Pengekangan
1) Perilaku amuk.
2) Perilaku agitasi yang tidak dapat dikendalikan dengan
pengobatan.
3) Ancaman terhadap infegritas fisik.
4) Permintaan pasien utk pengendalian perilaku eksternal
b) Pengekangan dengan Seprei Basah dan Dingin
Pasien dpt diimobilisasi dgn membalutnya seperti
mummi dalam lapisan seprei dan selimut. Lapisan paling
dalam terdiri atas seprei yg telah direndam dalam air es.
Walaupun mula-mula terasa dingin, balutan segera menjadi
hangat dan menenangkan.
2. Isolasi
Menempatkan pasien dalam suatu ruang di mana
dia tidakdapatkeluar dari ruangan tersebut sesuai kehendaknya.
Tingkatan pengisolasiandapat berkisar dari penempatan dalam
ruangan yang tertutup, tapi tidak terkunci sampai pada
penempatan dalam ruang terkunci dengan kasur tanpa seprei di
lantai, kesempatan berkomunikasi yang dibatasi, dan pasien
memakai pakaian rumah sakit atau kain terpal yang berat.
Penggunaan kain terpal kurang dapat diterima dan hanya di-
gunakan untuk melindungi pasien aiau orang lain.
16
a) Indikasi penggunaan:
1) Pengendalian perilaku amuk yang potensial mem-
bahayakan pasien atau orang lain dan tidak dapat di-
kendalikan oleh orang lain dengan intervensi pe-
ngekangan yang longgar, seperti kontak interpersonal
atau pengobatan.
2) Reduksi stimulus lingkungan, terutama jika diminta oleh
pasien.
b) Kontraindikasi adalah:
1) Kebutuhan untuk pengamatan masalah medik
2) Risiko tinggi untuk bunuh diri
3) Potensial tidak dapat mentoleransi deprivasi sensori
4) Hukuman.
3. Terapi Kejang Listrik
Terapi elektrokonvulsif (ECT) adalah suatu pengobatan untuk
menimbulkan kejang grand mal secara artifisial dengan
melewatkan aliran listrik melalui elektrode yang dipasang pada
satu atau dua "temples." Jumlah tindakan yang dilakukan me-
rupakan rangkaian yang bervariasi pada tiap pasien tergantung ;
pada masalah pasien dan respons terapeutik sesuai hasil peng-
kajian selama tindakan. Rentang jumlah yang paling umum
dilakukan pada pasien dengan gangguan afektif antara enam
sampai 12 kali, sedangkan pada pasien skizofrenia biasanya
diberikan sampai 30 kali. ECT biasanya diberikan 3 kali seminggu
atau setiap beberapa hari, walaupun sebenarnya bisa diberikan
lebih jarang atau lebih sering.
Walaupun sebagai terapi ECT cukup aman, akan tetapi ada
beberapa kondisi merupakan kontra indikasi diberikan terapi
ECT.
17
a) Kondisi – kondisi klien yang kontra indikasi tersebut adalah:
1) Tumor intra kranial, karena ECT dapat meningkatkan
tekanan intra kranial.
2) Kehamilan, karena dapat mengakibatkan keguguran.
3) Osteoporosis, karena dengan timbulnya grandmall dapat
berakibat terjadinya fraktur tulang.
4) Infark miokardium, dapat terjadi henti jantung.
5) Asthma bronkial, karena ECT dapat memperberat
penyakit ini.
b) Indikasi penggunaan adalah:
1) Penyakit depresi berat yang tidak berespons terhadap
obat antidepresan atau pada pasien yang tidak dapat
menggunakan obat.
2) Gangguan bipolar dimana pasien sudah tidak berespons
lagi terhadap obat.
3) Pasien dengan bunuh diri akut yang sudah lama tidak
menerima pengobatan untuk dapat mencapai efek tera-
peutik.
4) Jika efek sampingan ECT yang diantisipasikan lebih
rendah daripada efek terapi pengobatan, seperti pada
pasien lansia dengan blok jantung, dan selama kehamilan
4. Fototerapi
Foto terapi atau terapi sinar adalah terapi somatik pilihan.
Terapi ini diberikan dengan memaparkan klien pada sinar terang
5-20x lebih terang daripada sinar ruangan. Klien biasanya duduk,
mata terbuka, 1,5 meter di depan klien diletakkan lampu setinggi
mata.
Waktu dilaksanakan foto terapi bervariasi dari orang per
orang. Beberapa klien berespon kalau terapi diberikan pada pagi
hari, sementara yang lain lebih berespon kalau diberikan pada
sore hari. Efek terapi ditentukan selain oleh lamanya terapi juga
18
ditentukan oleh kekuatan cahaya yang digunakan. Dengan
kekuatan cahaya sebesar 2500 lux yang diberikan selama 2 jam
sehari efeknya sama dalam menurunkan depresi dengan terapi
dengan kekuatan cahaya sebesar 10.000 lux dalam waktu 30
menit sehari.
Terapi sinar sangat bermanfaat dan menimbulkan efek
yang positif. Kebanyakan klien membaik setelah 3-5 hari terapi
kan tetapi bisa kambuh kembali segera setelah terapi dihentikan.
Keuntungan yg lain klien tdk akan mengalami toleransi terhadap
terapi ini.
a) Indikasi :
Fototerapi dapat menurunkan 75% gejala depresi yang di
alami klien akibat perubahan cuaca (seasonal affective
disorder (SAD), misalnya pada musim hujan atau musim
dingin(winter) di mana terjadi hujan, mendung terus menerus
yang bisa mencetuskan depresi pada beberapa orang.
b) Mekanisme Kerja :
Fototerapi bekerja berdasarkan ritme biologis sesuai
pengaruh cahaya gelap terang pd kondisi biologis. Dgn
adanya cahaya terang terpapar pd mata akan merangsang
sistem neurotransmiter serotonin & dopamin yg berperanan
pd depresi.
c) Efek Samping :
Kebanyakan efek samping yg terjadi meliputi ketegangan
pada mata, sakit kepala, cepat terangsang, insomnia,
kelelahan, mual, mata menjadi kering, keluar sekresi dari
hidung dan sinus.
5. Terapi deprivasi tidur
Terapi deprivasi tidur adalah terapi yg diberikan kpd klien
degn cara mengurangi jumlah jam tidur klien. Hasil penelitian
ditemukan bahwa 60% klien depresi mengalami perbaikan yg
19
bermakna setelah jam tidurnya dikurangi selama 1 malam.
Umumnya lama penurangan jam tidur efektif sebanyak 3,5 jam.
a) Indikasi : Terapi deprivasi tidur dianjurkan untuk klien depresi.
b) Mekanisme Kerja:
Mekanisme kerja terapi deprivasi tidur ini adalah
mengubah neuroendokrin yang berdampak anti depresan.
Dampaknya adalah menurunnya gejala-gejala depresi.
c) Efek Samping :
Klien yg didiagnosa mengalami gang. efektif tipe bipolar
bila diberikan terapi ini dpt mengalami gejala mania.
20
g. Partisipasi dalam penelitian klinis antardisiplin tentang uji coba obat.
Perawat merupakan anggota tim yang penting dalam peneitian obat
yang digunakan untuk mengobati pasien gangguan jiwa.
Kewenangan untuk memberikan resep. Beberapa perawat jiwa yang
memenuhi persyaratan pendidikan dan pengalaman sesuai dengan
undang-undang praktik negaranya boleh meresepkan agens
farmakologis untuk mengobati gejala dan memperbaiki status fungsional
pasien yang mengalami gangguan jiwa.
21
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Kebanyakan kaum profesional kesehatan mental memakai kerangka
kerja prakteknya berdasarkan banyak konsep model. Sebuah model
adalah sebuah batang ilmu pengetahuan yang berisi kerangka konsep
pengetahuan yang berhubungan dengan perilaku manusia. Fungsinya
agar pendekatan dan prakteknya bisa diterima secara logis dan mudah
dievaluasi, berdasarkan hal-hal ilmiah dan mudah dipertanggung
jawabkan.
Salah satu Model konseptual dalam keperawatan jiwa adalah model
medikal. Model medikal ini fokusnya pada diagnosis penyakit mental
dan proses pengobatan berdasarkan diagnosis. Fungsi model medikal
adalah mengobati yang sakit dan proses pengobatan pada fisik, tidak
menyalahkan perilaku kliennya.
Perawat harus mempunyai cukup pengetahuan tentang strategi
psikofarmakologis yang tersedia, tetapi informasi ini harus digunakan
sebagai satu bagian dari pendekatan holistik pada asuhan pasien.
Kemudian Proses pengobatan ini Lebih ke arah somatik : farmakoterapi,
ECT atau psikosurgery.
3.2 Saran
1. Perawat diharapkan dapat menerapkan model konseptual
keperawatan jiwa khususnya model medikal dalam merespon setiap
perilaku pasien. Seperti pasien yang mengalami depresi berat ,
dengan melakukan komunikasi terapeutik dan membina hubungan
saling percaya antara pasien dan perawat itu sendiri. Selain itu dapat
dilakukan elektroshock dimana elektroshock itu sendiri adalah suatu
terapi psikiatri yang menggunakan energi shock listrik dalam usaha
pengobatannya. Biasanya ECT ditujukan untuk terapi pasien
22
gangguan jiwa yang tidak berespon kepada obat psikiatri pada dosis
terapinya.
2. Institusi pelayanan keperawatan khususnya rumah sakit maupun
puskesmas diharapkan mampu menerapkan model medikal pada
setiap perawat yang ada, melalui pendekatan terapeutik dalam
mengatasi masalah yang timbul. Selain itu institusi pelayanan
kesehatan juga harus mampu memberikan pelayan kesehatan yang
baik bagi pasien-pasien yang terkena gangguan jiwa.
3. Institusi pendidikan keperawatan dapat memberikan pendidikan
yang mendalam mengenai model konseptual khususnya model
medikal sehingga mahasiswa dapat menjadikan model medikal
sebagai salah satu alternatif yang dapat digunakan untuk mengkaji
penyebab timbulnya perilaku-perilaku kekerasan yang berlebihan /
depresi berat yang bisa merugikan banyak orang.
23
DAFTAR PUSTAKA
24