Anda di halaman 1dari 5

Siti Rufaidah Perawat Islam Pertama

Siti Rufaidah adalah perawat profesional Islam pertama dalam sejarah Islam.
Rufaidah binti Saad memiliki nama lengkap Rufaidah binti Saad Al Bani Aslam Al
Khazraj, yang tinggal di Madinah, dia lahir di Yathrib dan termasuk kaum Ansar (golongan
yang pertama kali menganut Islam di Madinah). Ayahnya seorang dokter dan dia
mempelajari ilmu keperawatan saat bekerja membantu ayahnya. Dan saat kota Madinah
berkembang, Rufaidah mengabdikan diri merawat kaum muslim yang sakit, dan membangun
tenda di luar Masjid Nabawi saat damai.

Saat perang Badar, Uhud, Khandaq dan Perang Khaibar dia menjadi sukarelawan dan
merawat korban yang terluka akibat perang. Dan mendirikan Rumah sakit lapangan sehingga
terkenal saat perang dan Nabi Muhammad SAW sendiri memerintahkan korban yang terluka
dirawat olehnya. Pernah digambarkan saat perang Ghazwat al Khandaq, Saad bin Maadh
yang terluka dan tertancap panah di tangannya, dirawat leh Rufaidah hingga
stabil/homeostatis. (Omar Hassan, 1998).

Rufaidah melatih pula beberapa kelompok wanita untuk menjadi perawat, dan dalam perang
Khaibar mereka meminta ijin Nabi Muhammad SAW, untuk ikut di garis belakang
pertempuran untuk merawat mereka yang terluka, dan Nabi mengijinkannya. Tugas ini
digambarkan mulia untuk Rufaidah, dan merupakan pengakuan awal untuk pekerjaaannya di
bidang keperawatan dan medis.

Banyak perawat-perawat muslim tidak mengenal Rufaidah binti Sa ad, banyak dari mereka
yang hanya mengenal tokoh keperawatan yang berasal dari dunia barat yaitu Florence
Nighttingale seorang tokoh keperawatan yang berasal dari Inggris. Sesungguhnya apabila kita
pingin menelaah lebih jauh lagi ke belakang jauh sebelum agama Islam menyentuh dunia
barat, dunia barat saat itu mengalami masa kegelapan dan kebodohan di karenakan pada
waktu itu kebijakan dari pihak gereja yang lebih banyak menguntungkan mereka, tapi disisi
lain di belahan dunia lainnya yaitu Jazirah Arab dimana Islam telah di ajarkan oleh
Rasulullah ilmu pengetahuan mengalami kemajuan terutama dlm dunia keperawatan. Bukan
berarti rasul menjadi seorang tabib tapi dalam ajaran Islam yang beliau sampaikan
mengandung ajaran dan nilai- nilai kesehatan seperti: perilaku hidup bersih dan sehat,
pentingnya menjaga kebersihan diri (Personal Hygiene), menjaga kebersihan makanan,
mencuci tangan, ibadah puasa, berwudhu dan lain sebagainya.

Menurut Prof. Dr. Omar Hasan Kasule, Sr, 1998 dalam studi Paper Presented at the 3rd
International Nursing Conference Empowerment and Health : An Agenda for Nurses in the
21st Century yang diselenggarakan di Brunei Darussalam 1-4 Nopember 1998,
menggambarkan Rufaidah adalah perawat profesional pertama dimasa sejarah islam. Beliau
hidup di masa Nabi Muhammad SAW di abad pertama Hijriah /abad ke-8 Sesudah Masehi,
dan diilustrasikan sebagai perawat teladan, baik dan bersifat empati. Rufaidah seorang
pemimpin, organisatoris, mampu memobilisasi dan memotivasi orang lain. Dan digambarkan
pula memiliki pengalaman klinik yang dapat ditularkan kepada perawat lain, yang dilatih dan
bekerja dengannya. Dia tidak hanya melaksanakan peran perawat dalam aspek klinikal
semata, namun juga melaksanakan peran komunitas dan memecahkan masalah sosial yang
dapat mengakibatkan timbulnya berbagai macam penyakit. Rufaidah adalah public health
nurse dan social worker, yang menjadi inspirasi bagi profesi perawat di dunia Islam.

Rufaidah binti Saad memiliki nama lengkap Rufaidah binti Saad Al Bani Aslam Al-Khazraj
yang tinggal di Madinah, dia lahir di Yathrib dan termasuk kaum Ansar yaitu suatu golongan
yang pertama kali menganut Islam di Madinah. Ayahnya seorang dokter dan dia mempelajari
ilmu keperawatan saat membantu ayahnya. Dansaat kota Madinah berkembang Rufaidah
mengabdikan dirinya merawat kaum muslimin yang sakit dan membangun tenda di luar
Mesjid Nabawi saat dalam keadaan damai. Dan saat perang Badar, Uhud, Khandaq, dia
menjadi sukarelawan dan merawat korban yang terluka akibat perang. Dia juga mendirikan
rumah sakit lapangan sehingga terkenal saat perang dan Rasulullah SAW pun memerintahkan
agar para korban yang terluka di bantu oleh dia.

Konstribusi Rufaidah tidak hanya merawat mereka yang terluka akibat perang. Namun juga
terlibat dalam aktifitas sosial di komuniti. Dia memberikan perhatian kepada setiap muslim,
miskin, anak yatim, atau penderita cacat mental. Dia merawat anak yatim dan memberikan
bekal pendidikan. Rufaidah digambarkan memiliki kepribadian yang luhur dan empati
sehingga memberikan pelayanan keperawatan yang diberikan kepada pasiennya dengan baik
pula. Sentuhan sisi kemanusiaan adalah hal yang penting bagi perawat, sehingga
perkembangan sisi tehnologi dan sisi kemanusiaan (human touch) mesti seimbang. Rufaidah
juga digambarkan sebagai pemimpin dan pencetus Sekolah Keperawatan pertama di dunia
Isalam, meskipun lokasinya tidak dapat dilaporkan (Jan, 1996), dia juga merupakan
penyokong advokasi pencegahan penyakit (preventif care) dan menyebarkan pentingnya
penyuluhan kesehatan (health education).

Dalam beberapa literature sejarah islam mencatat beberapa nama yang bekerja
bersama Rufaidah seperti : Ummu Ammara, Aminah, Ummu Ayman, Safiyat, Ummu
Sulaiman, dan Hindun.

Beberapa wanita muslim yang terkenal sebagai perawat adalah : Kuayibat, Aminah
binti Abi Qays Al Ghifari, Ummu Atiyah Al Ansariyat, dan Nusaibat binti Kaab Al
Maziniyat.

Ummu Ammara dikenal juga sebagai Nusaibat binti Kaab bin Maziniyat. Dia adalah ibu
dari Abdullah dan Habi, anak dari Bani Zayd bin Asim. Nusaibat dibantu suami dan anaknya
dalam bidang keperawatan. Dia berpartisipasi dalam Perjanjian Aqabat dan Perjanjian
Ridhwan juga andil dalam Perang Uhud dan perang melawan Musailamah di Yamamah
bersama anak dan suaminya. Dia terluka 12 kali, tangannya terputus dan dia meninggal
dengan luka-lukanya. Dia juga terlibat dalam Perang Uhud, merawat korban yang terluka dan
menyuplai air juga digambarkan berperang menggunakan pedang untuk membela Nabi.

Dalam bidang lain, tersebutlah nama Asy-Syifa binti Al-Harits. Asy-Syifa termasuk
wanita cerdas yang dikenal sebagai guru dalam membaca dan menulis serta ahli ruqyah
(pengobatan) sebelum datangnya Islam. Sesudah memeluk Islam, dia tetap memberikan
pengajaran kepada kaum perempuan. Oleh karena itu, dia disebut sebagai guru (ulama)
wanita pertama dalam Islam. Di antara muridnya bernama Hafshah binti Umar bin Khattab.
Kesibukan mengurus suami dan mendidik seorang anak tidak membuat Asy-Syifa lupa
untuk menuntut ilmu hadis kepada Rasulullah, kemudian menyebarkannya sembari
menyelipkan nasehat-nasehat bagi umat Islam. Bahkan, Khalifah Umar bin Khattab sering
meminta pendapat Asy-Syifa tentang urusan agama dan dunia.

Lain Asy-Syifa lain Ummu Hani. Selain pandai berdiplomasi, Ummu Hani binti Abi
Thalib Al-Hasyimiyyah kesohor sebagai penunggang unta yang hebat, periwayat dan
pengajar hadis hingga akhir hidupnya. Ummu Hani mengerti betul tugasnya selaku istri yang
mengagungkan hak-hak suami dan mengasuh keempat anaknya. Baginya, mengurus mereka
membutuhkan perhatian yang menyita waktu banyak. Karena itu, dia tak ingin menyia-
nyiakan satu pun dari keduanya, hingga dia mendapatkan pujian yang begitu mulia dari
Rasulullah sebagai perempuan penyayang keluarga. Pada saat yang sama, Ummu Hani pun
tidak lupa berperan di tengah masyarakat.

Jasa Hafshah binti Umar bin Khattab juga tidak boleh diremehkan. Dia memiliki
keberanian, kepribadian kuat dan ucapannya tegas. Kelebihan lainnya berupa kepandaian
dalam membaca dan menulis, padahal ketika itu kemampuan tersebut belum lazim dimiliki
kaum perempuan. Bahkan, dia satu-satunya istri Rasulullah yang pandai membaca dan
menulis. Atas dasar hal tersebut, Hafshah sebagai orang yang pertama kali diperintahkan oleh
khalifah Abu Bakar Siddiq untuk mengumpulkan tulisan ayat-ayat Al-Quran yang masih
berserakan di banyak tempat pada lembaran kulit, tulang dan pelepah kurma sekaligus
menyimpan dan memeliharanya. Mushaf asli Al-Quran itu berada di rumah Hafshah hingga
dia meninggal dunia.

Ketika Rasulullah mengalami rintangan dan gangguan dari kaum kafir Quraisy, maka
Khadijah Binti Khuwailid selalu berada di sampingnya untuk menenangkan sekaligus
menyenangkan hatinya yang gundah. Khadijah juga mendukung perjuangan suaminya
dengan sepenuh jiwa raga dan menyerahkan seluruh harta benda yang dimilikinya. Sebagai
pebisnis muslimah sukses yang dermawan, wanita terbaik di dunia ini memang setia, taat dan
sayang kepada suami dan anak-anaknya. Khadijah selalu menyiapkan makanan, minuman
dan segala keperluan Rasulullah serta mendidik putra putrinya dengan teladan dan penuh
kesadaran.

Kisah lebih heroik terjadi pada Ummu Umarah. Ummu Umarah bersama suami dan kedua
putranya ikut dalam Perang Uhud yang berlangsung dahsyat. Ketika pasukan kaum muslimin
tercerai berai, Ummu Umarah justru mendekati Rasulullah, bermaksud melindungi di
depannya dengan menggunakan pedang. Namun, Ummu Umarah beberapa kali terkena
sabetan pedang yaang ditebarkan pasukan musuh. Luka yang paling besar terdapat di
pundaknya, karena ditikam Ibnu Qamiah, hingga dia harus mengobati luka itu setahun
lamanya. Pada masa khalifah Abu Bakar Siddiq, Ummu Umarah juga ikut memerangi
Musailamah Al-Kadzdzab yang mengaku nabi. Di sinilah Ummu Umarah terpotong
tangannya dan kehilangan seorang putranya yang terbunuh.

Sejarah Perkembangan Keperawatan Islam

1. Masa penyebaran Islam / The Islamic Period (570 632 M)

Dokumen tentang keperawatan sebelum-islam (pre-islamic period) sebelum 570 M sangat


sedikit ditemukan. Perkembangan keperawatan di masa ini, sejalan dengan perang kaum
muslimin/jihad (holy wars), memberikan gambaran tentang keperawatan dimasa ini. Sistem
kedokteran masa lalu yang lebih menjelaskan pengobatan dilakukan oleh dokter ke rumah
pasien dengan memberikan resep, lebih dominan. Hanya sedikit sekali lilature tentang
perawat, namun dalam periode ini dikenal seorang perawat yang bersama Nabi Muhammad
SAW telah melakukan peran keperawatan yaitu Rufaidah binti Saad/Rufaidah Al-Asamiya
(Tumulty 2001, Al Osimy, 1994)

2. Masa Setelah Nabi / Post Prophetic Era (632 1000 M)

Sejarah tentang keperawatan setelah wafatnya Nabi Muhammad SAW jarang sekali (Al
Simy, 1994). Dokumen yang ada lebih didominasi oleh kedokteran dimasa itu. Dr Al-Razi
yang digambarkan sebagai seorang pendidik, dan menjadi pedoman yang juga menyediakan
pelayanan keperawatan. Dia menulis dua karangan tentang The Reason Why Some Persons
and the Common People Leave a Physician Even if He Is Clever dan A Clever Physician
Does Not Have the Power to Heal All Diseases, for That is Not Within the Realm of
Possibility. Di masa ini ada perawat diberi nama Al Asiyah dari kata Aasa yang berarti
mengobati luka, dengan tugas utama memberikan makanan, memberikan obat, dan rehidrasi.

3. Masa Late to Middle Ages (1000 1500 M)

Dimasa ini negara-negara Arab membangun RS dengan baik, dan mengenalkan perawatan
orang sakit. Ada gambaran unik di RS yang tersebar dalam peradaban Islam dan banyak
dianut RS modern saat ini hingga sekarang, yaitu pemisahan anatar ruang pasien laki-laki dan
wanita, serta perawat wanita merawat pasien wanita dan perawat laki-laki, hanya merawat
pasien laki-laki (Donahue, 1985, Al Osimy, 2004)

4. Masa Modern (1500 sekarang) Early Leaders in Nursings Development

Masa ini ditandai dengan banyaknya ekspatriat asing (perawat asing dari Eropa, Amerika dan
Australia, India, Philipina) yang masuk dan bekerja di RS di negara-negara Timur Tengah.
Bahkan dokumen tentang keperawatan di Arab, sampai tahun 1950 jarang sekali, namun di
tahun 1890 seorang misionaris Amerika, dokter dan perawat dari Amerika telah masuk
Bahrain dan Riyadh untuk merawat Raja Saudi King Saud. (Amreding, 2003)

Dimasa ini ada seorang perawat Timur Tengah bernama Lutfiyyah Al-Khateeb, seorang
perawat bidan Saudi pertama yang mendapatkan Diploma Keperawatan di Kairo dan kembali
ke negaranya, dan di tahun 1960 dia membangun Institusi Keperawatan di Arab Saudi.

Keperawatan Islam Masa Kini dan Mendatang


Dr. H Afif Muhammad dalam seminar perawat rohani Islam di Akper Aisyiyah,
Bandung 31/8/2004 mengatakan, masalah sehat dan sakit adalah alami sebagai ujian dari
Allah SWT, hingga manusia tidak akan bisa terbebas dari sakit. Sehat kerap membuat orang
lupa dan lalai baik dalam melaksanakan perintah-perintah Allah maupun mensyukuri nikmat
sehatnya. Kita sering menyebut kondisi yang tidak menyenangkan seperti sakit sebagai
musibah yang terkesan negatif, padahal musibah berkonotasi positif, jelasnya.

Tugas seorang perawat, menurut H. Afif, menekankan pasien agar tidak berputus asa apalagi
menyatakan kepada pasiennya tidak memiliki harapan hidup lagi. Pernyataan tidak memiliki
harapan hidup untuk seorang muslim tidak dapat dibenarkan. Meski secara medis tidak lagi
bisa menanganinya, tapi kalau Allah bisa saja menyembuhkannya dengan mengabaikan
hukum sebab akibat, katanya. Perawat juga memandu pasiennya untuk mendekatkan diri
kepada Allah SWT hingga kondisinya semakin saleh yang bisa mendatangkan manjurnya
doa)

Dr. Ahmad Khan (lulusan suma cumlaude dari Duke University) yang menemukan Ayat-ayat
Al Quran dalam DNA (Deoxy Nucletida Acid) berpesan semoga penerbitan buku saya
Alquran dan Genetik, semakin menyadarkan umat Islam, bahwa Islam adalah jalan hidup
yang lengkap. Kita tidak bisa lagi memisahkan agama dari ilmu politik, pendidikan atau seni.
Semoga muslim menyadari bahwa tidak ada gunanya mempertentangkan ilmu dengan agama.
Demikian juga dengan ilmu-ilmu keperawatan penulis berharap akan datang suatu generasi
yang mendalami prinsip-prinsip ilmu keperawatan yang digali dari agama Islam. Hal ini
dapat dimulai dari niat baik para pemegang kebijakan (decission maker) yang beragama
Islam baik di institusi pendidikan atau pada level pemerintah)

Di negara-negara timur tengah, konteks keperawatan sendiri banyak dipengaruhi oleh sejarah
keperawatan dalam Islam, budaya dan kepercayaan di Arab, keyakinan akan kesehatan dari
sudut pandang islam (Islamic health belief), dan nilai-nilai profesional yang diperoleh dari
pendidikan keperawatan. Tidak seperti pandangan keperawatan di negara barat, keyakinan
akan spiritual islam tercermin dalam budaya mereka.

Di Indonesia mungkin hal serupa juga terjadi, tinggal bagaimana keperawatan dan islam
dapat berkembang sejalan dalam harmoni percepatan tuntutan asuhan keperawatan,
kompleksitas penyakit, perkembangan tehnologi kesehatan dan informatika kesehatan. Agar
tetap mengenang dan menteladani sejarah perkembangan keperawatan yang di mulai oleh
Rufaida binti Saad.

Anda mungkin juga menyukai