Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH KEPERAWATAN BENCANA

‘PERAWATAN UNTUK POPULASI RENTAN LANSIA,(WANITA HAMIL, ANAK-


ANAK, ORANG DENGAN PENYAKIT KRONIS, DISABILITAS SAKIT MENTAL)
PERLINDUNGAN DAN PERAWATAN BAGI PETUGAS DAN CEREGIVER’

DISUSUN OLEH

KELOMPOK III

1. RANY VERONIKA FUTWEMBUN(19142010065)


2. THEODORA WULANTA(
3. NADILA MUAYA(

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN INDONESIA MANADO


FAKULTAS KEPERAWATAN
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat serta
karuniaNya sehingga kelompok dapat menyelesikan makalah dengan judul ‘PERAWATAN
UNTUK POPULASI RENTAN LANSIA’ Pada mata kuliah Keperawatan Bencana.

Penyususnan makalah ini tidak lepas dari bantuan dan motivasi berbagai pihak. Untuk itu,
dalam kesempatan ini kelompok mengucapkan terima kasih kepada rekan-rekan yang telah
membantu.

Kelompok menyadari makalah ini masih banyak kekurangan karena keterbatasan kemampuan
kelompok. Untuk itu kelompok mengharapkan saran dan kritik yang bersifat konstruktif
sehingga kelompok dapat menyempurnakan makalah ini.

Manado, 30 Oktober 2022

Penulis
DAFTAR ISI
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Berbagai bencana telah enimbulkan korban dan jumlah yang besar. banyak korban
yang selamat menderita sakit dan cacat. Rumah, tempat kerja, ternak, dan peralatan
menjadi rusak atau hancur. Korban juga mengalami dampak psikologis akibat bencana,
misalnya-ketakutan, kecemasan akut, perasaan mati rasasecara emosional, dan kesedihan
yang mendalam. Bagi sebagian orang, dampak ini memudar dan berjalannya waktu. Tapi
untuk banyak orang lain, bencana memberikan dampak psikologis jangka panjang, baik
yang terlihat jelas misalnya depresi, sikosomatis (keluhan fisik yang diakibatkan oleh
masalah psikis) ataupun yang tidak langsung : konflik, hingga perceraian.
Beberapa gejala gangguan psikologis merupakan respon langsung terhadap kejadian
traumatic dari bencana. Namun gejala-gejala yang lain juga akan mengancam berbagai
golongan terutama kelompok rentan yaitu anak-anak, remaja, wanita dan lansia.
Dalam banyak kasus, jika tidak ada intervensi yang di rancang dengan baik, banyak
korban bencana akan mengalami depresi parah, gangguan kecemasan, gangguan stress
pasca trauma, dan gangguan emosi lainnya. Bahkan lebih dari dampak fisik dari bencana,
dampak psikolgis dapat menyebabkan penderitaan lebih panjang, mereka akan
kehilangan semngat hidup, kemampuan social dan merusak nilai-nilai luhur yang mereka
miliki.
Menurut dapartemen dan Hak Asasi Manusia, kelompok rentan adalah semua orang
yang menghadapi hambatan atau keterbatasan dalam menikmati standar kehidupan yang
layak bagi kemanusiaan dan berlaku umum bagi suatau masyarakat yang berperadaban.
Jika kelompok rentan dapat didefenisikan sebagai kelompok yang harus mendapatkan
perlindungan dari pemerintahan karena kondisi sosial yang sedang mereka hadapi.
Konteks kerentanan menuju pada situasi rentan yang setiap saat dapat mempengaruhi dan
membawa perubahan besar dalam kehidupan masyarakat. Setiap orang yang termasuk
kelompok dengan kekhususannya. Kelompok masyarakat yang rentan adalah orang lanjut
usia, anak-anak, perempuan dan penyandang cacat. Dalam konteks ini, kita akan
membicarakan lebih rinci mengenai perawatan kelompok rentan pra, saat dan pasca
terjadinya bencana dalam makalah kami yang berjudul “Perawatan Pada Kelompok
Rentan”
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan kelompok rentan?
2. Bagaimanakah mengidentifikasi masalah pada kelompok rentan?
3. Apa saja tindakan yang sesuai dengan kelompok rentan?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui yang dimaksud dengan kelompok rentan
2. Untuk mengetahui cara mengidentifikasi masalah pada kelompok rentan
3. Untuk mengetahui tindakan yang sesuai dengan kelompok rentan
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Kelompok Rentan


Menurut UU No 24/2007, Pasal 55 ayat 2 kelompok rentan dalam situasi bencana
adalah individu atau kelompok yang terdampak lebih berat diakibatkan adanya
kekurangan dan kelemahan yang dimilikinya yang pada saat bencana terjadi menjadi
beresiko lebih besar, meliputi : bayi, balita dan anak-anak, ibu yang sedang
mengandung/menyusui, penyandang cacat (disabilitas) dan orang lanjut usia.
Pada dasarnya pengertian mengenai kelompok rentan tidak dijelaskan secara rinci.
Hanya dalam UU Nomor 39 Tahun 1999 pasal 5 ayat 3 dijelaskan bahwa setiap
orang yang termasuk kelompok masyarakat yang rentan berhak memperoleh
perlakuan dan perlindungan lebih berkenan dengan kekhususannya. Kelompok
masyarakat yang rentan adalah lanjut usia, anak-anak, fakir miskin, wanita hamil, dan
penyandang cacat. Sedangkan menurut Human Rights Reference yang dikutip oleh
Iskandar Husein disebutkan bahwa yang tergolong ke dalam kelompok Rentan adalah
:
1. Refuges (pengungsi0
2. Internally Displaced Persons (IDPs) adalah orang-orang yang terlantar/pengungsi
3. National Minorities
4. Migrant Workers (Kelompok minoritas)
5. Indigenous people (orang rpibumi/ penduduk asli dari tempat pemukimannya)
6. Children (anak)
7. Women(perempuan)

Menurut dapartemen hukum dan Hak Asasi manusia, kelompok rentan adalah
semua orang yang mengadapi hambatan atau keterbatasan dalam menikmati standar
kehidupan yang layak bagi kemanusiaan dan berlaku umum bagi suatu msyarakat
yang berperadaban. Jadi kelompok rentan dapat didefenisikan sebagai kelompok yang
harus mendapatkan perlindungan dari pemerintahan karena kondisi sosial yag sedang
mereka hadapi.

B. Identifikasi Kelompok Beresiko


Undang-undang No. 24 Tahun 2007 tentang penanggulangan bencana mengartikan
bencana sebagai suatu peristiwa luar biasa yang mengganggu dan mengancam
kehidupan dan penghidupan yang dapat disebabkan oleh alam ataupun manusia,
ataupun keduanya. Untuk menurunkan dampak yang ditimbulkan akibat bencana,
dibutuhkan dukungan berbagai pihak termasuk keterlibatan perawat yang merupakan
petugas kesehatan yang jumlahnya terbanyak di dunia dan salah satunya petugas
kesehatan yang berada di lini terdepan saat bencana terjadi (Powers & Daily, 2010)
peran perawat dapat dimulai sejak tahap mitigasi (pencegahan), yanggap farurat
bencana dalam fase prehospital dan hospital, hingga tahap recovery.
Terdapat individu atau kelompok-kelompok tertentu dalam masyarakat yang lebih
rentan tehadap efek lanjut dari kejadian bencana yang memerlukan perhatian dan
penanganan khusus untuk mencega kondisi yang lebih baik buruk pasca bencana.
Kelompok-kelompok ini di antaranya : anak-anak, perempuan, terutama ibu hamil
dan menyusui, lansia, individu-individu yang menderita penyakit kronis dan
kecacatan. Indentifikasi dan pemetahan kelompok beresiko melalui pengumpulan
informasi dan menghadapi kejadian bencana di masyarakat(Morrow, 1999:Powers &
Daily, 2010;World Healty Organization (WHO) & International Council of Nursing
(INC), 2009).
1. Bayi dan Anak-anak
Bayi dan anak-anak sering menjadi korban dalam semua tipe bencana karena
ketidakmampuan mereka melarikan diri dari daerah bahaya. Ketika Pakistan
diguncang gempa oktober 2005, sekitar 16.000 anak meninggal karena gedung
sekolah mereka runtuh. Tanah longsor yang terjadi di leyte, Filipina, beberapa
tahun lalu mengubur lebih dari 200 anak sekolah yang tengah belajar didalam
kelas (Indriyani,2014). Diperkirakan sekita 70% dari semua kematian bencana
adalah anak-anak baik itu pada bencana alam maupun bencana yang disebabkan
oleh manusia (Powers & Daily, 2010).
Selain menjadi korban, anak-anak juga rentan terpisah
Dari orang tua atau wali mereka saat bencana terjad. Diperkirakan sekitar 35.000
anak-anak Indonesia kehilangan satu dua orang tua mereka saat kejadian tsunami
2004. Terdapat juga laporan adanya perdagangan anak (Child-Trafficking) yang
dialami oleh anak-anak yang kehilangan orang tua/wali (Powers & Daily, 2010).

Pasca bencana, anak-anak beresiko mengalami masalah-masalah kesehatan


jangka pendek dan jangka panjang baik fisik dan psikologis karena malnutrisi,
penyakit-penyakit infeksi, kurangnya skill bertahan hidup dan komunikasi,
ketidakmampuan melindungi diri sendiri, kurangnya kekuatan fisik, imunitas dan
kemampuan koping. Kondisi tersebut dapat mengancam nyawa jika tidak
diindentidikasi dan ditangani dengan segera oleh petugas kesehtan (Powers &
Daily, 2010;Veenema,2007).

2. Perempuan
Diskriminasi terhadap perempuan dalam kondisi bencana telah menjadi isu
vital yang memerlukan perhatian dan penanganan khusus. Oleh karena itu,
intervensi- Intervensi kemanusiaan dalam penanganan bencana yang
memperlihatkan standar internasional perlindungan hak asasi manusia perlu
direncanakan dalam semua stase penanganan bencana (Klynman, Kouppari, &
Mukhier,2007).
Studi kasus bencana alam yang dilakukan Bangladesh mendapati bahwa pola
kematian akibat bencana dipengaruhi oleh relasi gender yang ada, meski tidak
terlalu konsisten. Pola ini menempatkan perempuan, terlebih lagi yang hamil,
menyusui, dan lansia lebih beresiko karena keterbatasan mobilitas secara fisik
dalam situasi darurat (Enarson,2000;Indriyani,2014;Klynman et al,2007).
Laporan PBB pada tahun 2001 yang berjudul “Women, disaster reduction and
sustainable development” menyebutkan bahwa perempuan menerima dampak
bencana yang lebih berat. Dari 120 ribu orang yang meninggal karena badai
siklon di Bangladesh tahun 1999, korban dari kaum perempuan menempati
jumlah terbesar. Hal ini sebabkan karena norma kultural membatasi akses mereka
terhadap peringatan bahaya akses ke tempat perlindungan (Fatimah, 2009 dikutip
dalam Indriani, 2014)
3. Lansia
Merupakan salah satu kelompok yang rentan secara fisik, mental, dan ekonomik
saat dan setelah bencana yang disebabkan karena penurunan kemampauan
mobilitas fisik dan/atau karena mengalami masalah kesehatan kronis (kliman et al
2007). Di Amerika Serikat, lebih dari 50% korban dari kematian akibat dari badai
Katrina adalah lansia dan diperkirakan sekitar 1.300 lansia yang hidup mandiri
sebelum kejadian badai tersebut harus dirawar di pantai jompo setelah bencana
alam itu terjadi (Powers dan Daily, 2010)

Pasca bencana, kebutuhan lansia sering terabaikan dan


mengalamidiskriminasi, contohnya dalam hal distribusi kebutuhan hidup dan
finansial pascabencana. Hak-hak dan kebutuhan spesifik lansia kadang-kadang
terlupakan yangdapat memperparah masalah kesehatan dan kondisi depresi pada
lansia tersebut(Klynman et al., 2007)

4. Individu dengan keterbatasan fisik (kecacatan) dan penyakit kronis


Menurut WHO, terdapat lebih dari 600 juta orang yang
menderitakecacatan di seluruh dunia atau mewakili sekitar 7-10% dari populasi
global. 80%diantaranya tinggal di negara berkembang. Angka ini terus
meningkat seiringdengan peningkatan jumlah penduduk, angka harapan
hidup dan kemajuan dibidang kesehatan (Klynman et al., 2007).
Di Amerika Serikat, setelah kejadian banjir di Grand Forks, North
Dakotapada tahun 1997, barulah dibangun rumah perlindungan yang dapat
diakses olehkorban bencana yang menggunakan kursi roda. Pada saat
terjadi bencanakebakaran di California, tahun 2003, banyak individu-individu
cacat pendengarantidak memahani level bahaya bencana tersebut karena
kurangnya informasi yangmereka fahami (Powers & Daily, 2010).
Orang cacat, karena keterbatasan fisik yang mereka alami berisiko
sangatrentan saat terjadi bencana, namun mereka sering mengalami
diskriminasi dimasyarakat dan tidak dilibatkan pada semua level kesiapsiagaan,
mitigasi, danintervensi penanganan bencana (Klynman et al., 2007).
C. Tindakan Yang Sesuai Untuk Kelompok Rentan

Untuk mengurangi dampak bencana pada individu dari kelompokkelompokrentan


diatas, petugas-petugas yang terlibat dalam perencanaan dan
penangananbencana perlu (Morrow, 1999 & Daily, 2010)
a. Mempersiapkan peralatan-peralatan kesehatan sesuai dengan
kebutuhankelompok-keompok rentan tersebut, contohnya ventilisator untuk
anak, alat bantuuntuk individu yang cacat, alat-alat bantuan persalinan, dll.
b. Melakukan pemetaan kelompok-kelompok rentan
c. Merencanakan intervensi-intervensi untuk mengatasi hambatan
informasi dankomunikasi
d. Menyediakan transportasi dan rumah penampungan yang dapat diakses
e. Menyediakan pusat bencana yang dapat diakses

Adapun tindakan-tindakan spesifik untuk kelompok rentan akan diuraikan pada pembahasan
berikut (Enarson, 2000; Federal Emergency Management Agency (FEMA), 2010; Klynman et
al., 2007; Powers & Daily, 2010; Veenema 2007):

1. Tindakan yang sesuai untuk kelompok berisiko pada bayi dan anak

Pra bencana :

1) Mensosialisasikan dan melibatkan anak-anak dalam latihan


kesiagsiagaanbencana misalnya dalam simulasi bencana kebakaran atau gempa bumi
2) Mempersiapkan fasilitas kesehatan yang khusus untuk bayi dan anak padasaat bencana
3) Perlunya diadakan pelatihan-pelatihan penanganan bencana bagi
petugaskesehatan khusus untuk menangani kelompok-kelompok berisiko

Saat bencana

1) Mengintegrasikan pertimbanan pediatric dalam sistem triase standar


yangdigunakan saat bencana
2) Lakukan pertolongan kegawatdaruratan kepada bayi dan anak sesuai dengantingkat
kegawatan dan kebutuhannya dengan mempertimbangkan aspektumbuh
kembangnya, misalnya menggunakan alat dan bahan khusus untukanak dan tidak
disamakan dengan orang dewasa
3) Selama proses evakuasi, transportasi, sheltering dan dalam
pemberianpelayanan fasilitas kesehatan, hindari memisahkan anak dari orang
tua,keluarga atau wali mereka

Pasca bencana

1) Usahakan kegiatan rutin sehari-hari dapat dilakukan sesegera


mungkincontohnya waktu makan dan personal hygiene teratur, tidur, bermain
dansekolah
2) Monitor status nutrisi anak dengan pengukuran antropometri
3) Dukung dan berikan semangat kepada orang tua
4) Dukung ibu-ibu menyusui dengan dukungan adekuat, cairan dan emosional
5) Minta bantuan dari ahli kesehatan anak yang mungkin ada di lokasi evakuasisebagai
voluntir untuk mencegah, mengidentifikasi,mengurangi resikokejadian depresi pada
anak pasca bencana.
6) Identifikasi anak yang kehilangan orang tua dan sediakan penjaga
yangterpercaya serta lingkunganyang aman untuk mereka

2. Tindakan yang sesuai untuk kelompok beriiko pada ibu hamil dan menyusui
Dalam memberikan pelayanan keperawatan pada berbagai macam kondisikita
harus cepat dan bertindak tepat di tempat bencana, petugas harus ingatbahwa
dalam merawat ibu hamil adalah sama halnya dengan menolong janinnyasehingga
meningkatkab kondisi fisik dan mental wanita hamil dapat melindungidua kehidupan, ibu
hamil dan janinnya. Perubahan fisiologis pada ibu hamil,seperti peningkatan sirkulasi
darah, peningkatan kebutuhan oksigen, dan lain-lainsehingga lebih rentan saat
bencana dan setelah bencana (Farida, Ida. 2013).Menurut Ida Farida (2013)
hal-hal yang perlu diperhatikan dalampenanggulangan ibu hamil
a. Meningkatkan kebutuhan oksigen Penyebab kematian janin adalah kematian
ibu. Tubuh ibu hamil yangmengalami keadaan bahaya secara fisik
berfungsi untuk membantumenyelamatkan nyawanya sendiri daripada
nyawa si janin denganmengurangi volume perdarahan pada uterus.
b. Persiapan melahirkan yang aman Dalam situasi bencana, petugas harus
mendapatkan informasi yang jelas danterpercaya dalam menentukan tempat
melahirkan adalah keamanannya. Halyang perlu dipersiapkan adalah air bersih,
alat-alat yang bersih dan steril danobat-obatan, yang perlu diperhatikan
adalah evakuasi ibu ke tempatperawatan selanjutnya yang lebih memadai.

Pra bencana :

1) Melibatkan perempuan dalam penyusunan perencanaan


penangananbencana
2) Mengidentifikasi ibu hamil dan ibu menyusui sebagai kelompok rentan
3) Membuat disaster plans dirumah yang disosialisasikan kepada
seluruhanggota keluarga
4) Melibatkan petugas-petugas kesehatan reproduktif dalam mitigasi bencana

Saat bencana

1) Melakukan usaha/bantuan penyelamatan yang tidak meningkatkan


risikokerentanan bumil dan busui, misalnya: oMeminimalkan guncangan pada
saat melakukan mobilisasi dantransportasi karena dapat merangsang
kontraksi pada ibu hamil oTidak memisahkan bayi dan ibunya saat proses
evakuasi
2) Petugas bencana harus memiliki kapasitas untuk menolong korban bumildan
busui

Pasca bencana

1) Dukung ibu-ibu menyusui dengan dukungan nutrisi adekuat, cairan


danemosional
2) Melibatkan petugas-petugas kesehatan reproduktif di rumah penampungankorban
bencana untuk menyediakan jasa konseling dan pemeriksaankesehatan
untuk ibu hamil dan menyusui.
3) Melibatkan petugaspetugas konseling untuk mencegah,
mengidentifikasi,mengurangi risiko kejadian depesi pasca bencana

3. Tindakan yang sesuai untuk kelompok berisiko pada lansia Pra bencana :

1) Libatkan lansia dalam pengambilan keputusan dan sosialisasi disaster plan


dirumah
2) Mempertimbangkan kebutuhan lansia dalam perencanaan
penangananbencana.

Menurut Ida Farida (2013) Keperawatan bencana pada lansia sebelum bencana yakni

a. Memfasilitasi rekonstruksi komunitas Sejak sebelum bencana


dilaksanakan kegiatan penyelamatan antarapenduduk dengan cepat
dan akurat, dan distribusi barang bantuan setelah itupun berjalan secara
sistematis. Sebagai hasilnya, dilaporkan bahwa oranglansia dan
penyandang cacat yang disebut kelompok rentan pada bencanatidak
pernah diabaikan, sehingga mereka bisa hidup di pengungsian
dengantenang.
b. Menyiapkan pemanfaatan tempat pengungsian Diperlukan upaya untuk
penyusun perencanaan pelaksanaan pelatihanpraktek dan pelatihan
keperawatan supaya pemanfaatan yang realistis danbermanfaat akan
tercapai. (Farida, Ida. 2013)

Saat bencana :

1) Melakukan usaha/bantuan penyelamatan yang tidka meningkatkan


risikokerentanan lansia, misalnya meminimalkan guncangan/trauma pada
saatmelakukan mobilisasi dan transportasi untuk menghindari trauma sekunder
2) Identifikasi lansia dengan bantuan/kebutuhan khusus contohnya kursi
roda,tongkat, dll. Menurut Ida Farida (2013) keperawatan lansia saat bencana
adalah :
a. Tempat aman
Yang diprioritaskan pada saat terjadi encana adalah
memindahkan oranglansia ke tempat yang aman. Orang lansia sulit
memperoleh informasi karenapenuruman daya pendengaran dan
penurunan komunikasi dengan luar

b. Rasa setia
Selain itu, karena mereka memiliki rasa setia yang dalam pada tanah
danruma sendiri, maka tindakan untuk mengungsi pun
berkecenderunganterlambat dibandingkan dengan generasi yang lain.
c. Penyelamatan darurat
(Triage, treatment, and transportation) dengan cepat. Fungsi indera
oranglansia yang mengalami perubahan fisik berdasarkan proses
menua, makaskala rangsangan luar untuk memunculkan respon
pun mengalamipeningkatan sensitivitas sehingga mudah terkena mati
rasa

Pasca Bencana :

1) Program inter-generasional untuk mendukung sosialisasi komunitas denganlansia


dan mencegah isolasi sosial lansia, diantaranya:
 Libatkan remaja dalam pusat perawatan lansia dan
kegiatankegiatansosial bersama lansia untuk memfasilitasi empati
dan interaksi orangmuda dan lansia (community awareness)
 Libatkan lansia sebagai sebagai storytellers dan animator dalam
kegiatanbersama anak-anak yang diorganisir oleh agency perlindungan
anak diposko perlindunga korban bencana
2) Menyediakan dukungan sosial melalui pengembangan jaringan sosial yangsehat
di lokasi penampungan korban bencana
3) Sediakan kesempatan belajar untuk meningkatkan pengetahuan dan
skilllansia.
4) Ciptakan kesempatan untuk mendapatkan penghasilan secara mandiri
5) Berikan konseling unuk meningkatkan semangat hidup dan
kemandirianlansia. Menurut Ida Farida (2013) keperawatan bencana pada lansia
setelah bencana adalah

a. Lingkungan dan adaptasi Dalam kehidupan di tempat pengungsian,


terjadi berbagai ketidakcocokandalam kehidupan sehari-hari yang
disebabkan oleh fungsi fisik yang dibawa oleh setiap individu
sebelum bencana dan perubahan lingkunganhidup di tempat
pengungsian. Kedua hal ini saling mempengaruhi,sehingga
mengakibtkan penurunan fungsi fisik orang lansia yang
lebihparah lagi.
b. Manajemen penyakit dan pencegahan penyakit sekunder Lingkungan
di tempat pengungsian mengundang tidak hanyaketidakcocokan
dalam kehidupan sehari-hari bagi orang lansia, tetapi jugakeadaan
yang serius pada tubuh. Seperti penumpukan kelelahan
karenakurnag tidur dan kegelisahan.
c. Orang lanjut usia dan perawatan pada kehidupan di rumah sendiri
Lansia yang sudah kembali ke rumahnya, pertama
membereskanperabotannya di luar dan dalam rumah.
Dibandingkan dengan generasimuda, sering kali lansia tidak
bisa memperoleh informasi mengenairelawan, sehingga tidak
bisa memanfaatkan tenaga tersebut denganoptimal.
d. Lanjut usia dan perawatan di pemukiman sementara Lansia yang
masuk ke pemukiman sementara
terpaksamengadaptasikan/menyesuaikan diri lagi terhadap
lingkungan baru(lingkungan hubungan manusia dan lingkungan fisik)
dalam waktu yangsingkat
e. Mental Care Orang lansia mengalami penurunan daya kesiapan
maupun daya adaptasi,sehingga mudah terkena dampak secara
fisik oleh stressor. Namundemikian, orang lansia itu
berkecenderungan sabar dengan diam walaupunsudah terkena dampak
dan tidak mengekspresikan perasaan dan keluhan.
f.
4. Tindakan yang sesuai untuk kelompok berisiko pada orang dengan kecacatan dan
penyakit kronik
Menurut Ida Farida (2013) dampak bencana pada penyakit kronis akanmemberi
pegaruh besar pada kehidupan dan lingkungan bagi orangorang dengan penyakit kronik.
Terutama dalam situasi yang terpaksa hidup di tempatpengungsian dalam waktu
yang lama atau terpaksa memulai kehidupan yang jauhberbeda dengan pra-bencana,
sangat sulit mengatur dan memanajemen penyakitseperti sebelum bencana. Walaupun
sudah berhasil selamat dari bencana dantidak terluka sekalipun manajemen
penyakit kronis mengalami kesulitan,sehingga kemungkinan besar penyakit tersebut
kambuh dan menjadi lebih parahlagi ketika hidup di pengungsian atau ketika memulai
kehidupan sehari-hari lagi. Berdasarkan perubahan struktur penyakit itu sendiri,
timbulnya penyakitkronis disebabkan oleh perubahan gaya hidup sehari-hari. Bagi orang-
orang yangmemiliki resiko penyakit kronis, perubahan kehidupan yang
disebabkan olehbencana akan menjadi pemicu meningkatnya penyakit kronis
seperti diabetesmellitus dan gangguan pernapasan.

Pra bencana :

1) Identifikasi kelompok rentan dari kelompok individu yang cacat


danberpenyakit kronis
2) Sediakan informasi bencana yang bisa diakses oleh orang-orang
denganketerbatasan fisik seperti: tunarungu, tuna netra, dll
3) Perlunya diadakan pelatihan-pelatihan penanganan kegawatdaruratan bencanabagi
petugas kesehatan khusus untuk menanganni korban dengan kebutuhankhusus
(cacat dan penyakit kronis) Menurut Ida Farida (2013) keperawatan pada fase
persiapan sebelum bencana bagi korban dengan penyakit kronik
Menurut Ida Farida (2013) keperawatan pada fase persiapan sebelum bencana bagi
korban dengan penyakit kronik

a. Mempersiapkan catatan self-care mereka sendiri, terutama nama pasien,


alamatketika darurat, rumah sakit, dan dokter yang merawat.
b. Membantu pasien membiasakan dii untuk mencatat mengenai isi
dari obatyang diminum, pengobatan diet, dan data olahraga
c. Memberikan pendidikan bagi pasien dan keluarganya mengenai
penanganan bencana sejak masa normal

Saat bencana

1) Sediakan alat-alat emergency dan evakuasi yang khusus untuk orang cacat
danberpenyakit kronis (HIV/AIDS dan penyakit infeksi lainnya), alat
bantuberjalan untuk korban dengan kecacatan, alat-alat BHD sekali pakai, dll
2) Tetap menjaga dan meningkatkan kewaspadaan universal
(universalprecaution) untuk petugas dalam melakukan tindakan
kegawatdaruratan.Menurut Ida Farida (2013) keperawatan bencana pada
penyandang cacat yakni:
a. Bantuan evakuasi Saat terjadi bencana, penyandang cacat membutuhkan
waktu yang lama untukmengevakuasi diri sehingga supaya tidak terlambat
dalam mengambil keputusanuntuk melakukan evakuasi, maka informasi
persiapan evakuasi dan lain-lainperlu diberitahukan kepada penyandang
cacat dan penolong evakuasi
b. Informasi Dalam penyampaian informasi digunakan bermacam-macam alat
disesuaikandengan ciri-ciri penyandang cacat , misalnya internet
(email, sms, dll) dansiaran televisi untuk tuna rungu; handphone yang
dapat membaca pesan masukuntuk tuna netra; HP yag dilengkapi dengan alat
handsfree untuk tuna daksa dansebagainya. Pertolongan pada penyandang
cacat oTuna daksa adalah kebanyakan orang yang jalannya tidak stabil
dan mudahjatuh, serta orang yang memiliki keterbatasan dalam perpindahan
atau pemakaikursi roda yang tidak dapat melangkah sendirian ketika berada di
tempat yangjalannya tidak rata dan menaiki tangga. Ada yang
menganggap kursi rodaseperti satu bagian dari tubuh sehingga cara
mendorongnya harus mengecekkeinginan si pemakai kursi roda dan keluarga

o Tuna netra

Dengan mengingat bahwa tuna netra mudah merasa takut karena


menyadarisuasana aneh di sekitarnya, maka perlu diberitahukan tentang kondisi
sekitarrumah dan tempat aman untuk lari dan bantuan untuk pindah di tempat yangtidak
familiar. Pada waktu menolong mereka untukpindah, peganglah siku dan pundak, atau
genggamlah secara lembut pergelangannya karena berkaitandengan tinggi badan
mereka serta berjalanlah setengah langkah di depannya.

oTuna rungu

Beritahukan dengan senter ketika berkunjung ke rumahnya karena tidak


dapatmenerima informasi suara. Sebagai metode komunikasi, ada bahasa
tulis,bahasa isyarat, bahasa membaca gerakan mulut lawan bicara, dll tetapi belumtentu
semuanya dapat menggunakan bahasa isyarat

O Gangguan intelektual

Atau perkembangannya sulit dipahami oleh orang pada umunya karena


kurangmampu untuk bertanya dan mengungkapkan pendapatnya sendiri dan
seringkalimudah menjadi panik. Pada saat mereka mengulangi ucapan dan
pertanyaanyang sama dengan lawan bicara, hal itu menandakan bahwa mereka
belummengerti sehingga gunakan kata-kata sederhana yang mudah
dimengerti(Farida, Ida. 2013).

Menurut Ida Farida (2013) keperawatan pada penyakit kronis saat bencana adalah

1. Pada fase akut bencana ini, bisa dikatakan bahwa suatu hal yang paling pentingadalah
berkeliling antara orang-orang untuk menemukan masalah kesehatanmereka
dengan cepat dan mencegah penyakit mereka memburuk. Perawat harusmengetahui
latar belakang dan riwayat pengobatan dari orang-orang yangberada di tempat
dengan mendengarkan secara seksama dan memahamipenyakit mereka yang
sedang dalam proses pengobatan, sebagai contoh diabetesdan gangguan pernapasan. Pada
fase akut yang dimulai sejak sesaat terjadinyabencana, diperkirakan munculnya gejala
khas, seperti gejala gangguan jantung,ginjal, dan psikologis yang memburuk karena
kurang kontrol kandungan gula didarah bagi pasien diabetes, pasien penyakit gangguan
pernapasan yang tidakbisa membawa keluar peralatan tabung oksigen dari rumah.
2. Penting juga perawat memberikan dukungan kepada pasien untuk memastikanapakah
mereka diperiksa dokter dan minum obat dengan teratur. Karena banyakobat-obatan
komersial akan didistribusikan ke tempat pengungsian, makamuncullah resiko
bagi pasien penyakit kronis yang mengkonsumsi beberapaobat tersebut tanpa
memperhatikan kecocokan kombinasi antara obat tersebutdan obat yang diberikan di
rumah sakit.

Pasca bencana :

1) Sedapat mungkin, sediakan fasilitas yang dapat mengembalikan kemandirianindividu


dengan keterbatasan fisik di lokasi evakuasi sementara. Contohnya:kursi roda,
tongkat, dll
2) Libatkan agensi-agensi yang berfokus pada perlindungan individuindividudengan
keterbatasan fisik dan penyakit kronis
3) Rawat korban dengan penyakit kronis sesuai dengan kebutuhannyaMenurut Ida Farida
(2013) keperawatan bencana pada penyandang cacat:
a) Kebutuhan rumah tangga. Air minum, susu bayi, sanitasi, air bersih, dan sabun
untuk MCK (mandi, cuci,kakus), alat-alat untuk memasak, pakaian, selimut, dan
tempat tidur, pemukimansementara dan kebutuhan budaya dan adat.
b) Kebutuhan kesehatan Kebutuhan kesehatan umum – seperti perlengkapan
medis (obat-obatan,perban, dll), tenaga medis, pos kesehatan dan perawatan
kejiwaan
c) Tempat ibadah sementara
d) Keamanan wilayah
e) Kebutuhan air
f) Kebutuhan sarana dan prasarana
Kebutuhan saranan dan prasarana yang mendesak – seperti air bersih, MCK untuk umum,
jalan ke lokasi bencana, alat komunikasi dalam masyarakat danpihak luar,
penerangan/listrik, sekolah sementara, alat angkut/transport, gudangpenyimpanan
persediaan, tempat pemukiman sementara, pos kesehatan alat danbahan-bahan.

Keperawatan bagi pasien diabetes:

1. Mengkonfirmasi apakan pasien yang bersangkutan harus minum obat


untukmenurunkan kandungan gula darah (contoh: insulin, dll) atau tidak,
danidentifikasi obat apa yang dimiliki pasien tersebut.
2. Mengkonfirmasi apakah pasein memiliki penyakit luka fisik atau infeksi, danjika ada,
perlu pengamatan dan perawatan pada gejala infeksi (untuk mencegahkomplikasi kedua
dari penyakit diabetes)
3. Memahami situasi manajemen diri (self-management) melalui kartu penyakitdiabetes
(catatan pribadi)
4. Memberikan instruksi tertentu mengenai konsumsi obat, makanan yang tepat,dan
memberikan pedoman mengenai manajemen makanan
5. Mengatur olahraga dan relaksasi yang tepat

Keperawatan bagi pasien gangguan pernapasan kronis:

1. Konfirmasikan volume oksigen yang tepat dan mendukung untuk pemakaiantabung


oksigen untuk berjalan yang dimilikinya dengan aman
2. Menghindari narcosis CO2 dengan menaikkan konsentrasi oksigen karena
takutpeningkatan dysphemia
3. Mengatur pemasokan tabung oksigen (ventilator) dan transportasi jika pasientersebut
tidak bisa membawa sendiri.
4. Membantu untuk manajemen obat dan olahraga yang tepat
5. Mencocokkan lingkungan yang tepat (contoh: suhu udara panas/dingin,
dandebu)

D. Sumber Daya yang Tersedia Dilingkungan untuk Kebutuhan Kelompok Beresiko.


Untuk mengurangi dampak yang lebih berat akibat bencana
terhadapkelompok – kelompok beresiko saat bencana baik itu dampak jangka pendek
maupunjangka panjang, maka petugas kesehatan yang terlibat dalam penanganan
encanaperlu mengidentifikasikan sumber daya apa saja yang tersedia di lngkungan
yangdapat digunakan saat bencana terjadi, diantaranya (Enarson, 2000; Federal

Emergency Management Agency (FEMA), 2010; Powers & Daily, 2010; Veenema,2007 ) :

a. Terbentuknya desa siaga dan organisasi kemasyarakatan yang


terusmensosialisasikan kesiapsiagaan terhadap bencana terutama untuk area
yangrentan terhadap kejadian bencana.
b. Kesiapan rumah sakir atau fasilitas kesehatan menerima korban bencana
darikelompok berisiko baik itu dari segi fasilitas maupun ketenagaan
seperti :beberapa jumlah incubator untuk bayi baru lahir, tempat tidur untuk pasien
anak,ventilator anak, fasilitas persalinan, fasilitas perawatan pasien dengan
penyakitkronis, dsb
c. Adanya symbol – symbol atau bahasa yang bisa dimengerti oleh individuindividudengan
kecacatan tentang peringatan bencana, jalur evakuasi, lokasi pengungsiandll.
d. Adanya system support berpa konseling dari ahli-ahli voluntir yang
khususmenangani kelompok beresiko untuk mencegah dan mengidentifikasi
dinikondisi depresi pasca bencana pada kelompok tersebut sehingga intervensi
yangsesuai dapat diberikan untuk merawat mereka.
e. Adanya agensi-agensi baik itu dari pemerintah maupun non pemerintah (NGO)yang
membantu korban bencana terutama kelompok-kelompok beresiko seperti :agensi
perlindungan anak dan perempuan, agency pelacakan keluarga korbanbencana
( tracking centre), dll.

Adanya website atau homepage bencana dan publikasi penelitian yang


berisiinformasi – informasi tentang bagaimana perencanaan legawatdaruratan
danbencana pada kelompok-kelompok dengan kebutuhan khusus dan beresiko.

E. Lingkungan yang Sesuai dengan Kebutuhan Kelompok Beresiko


Setelah kejadian bencana , adalah penting sesegera mungkin untuk
menciptakanlingkungan yang kondusif yang memungkinkan kelompok berisiko untuk
berfungsisecara mandiri sebagaimana sebelum kejadian bencana, diantaranya (Enarson,
2000;Federal Emergency Management Agency (FEMA), 2010; Indriyani, 2014;
Klynmanet al., 2007; Powers & Daily, 2010; Veenema, 2007) :
a. Menciptakan kondisi/ lingkungan yang memungkinkan ibu menyusui untuk
terusmemberikan ASI kepada anaknya dengan cara memberikan
dukungan moril,menyediakan konsultasi laktasi dan pencegahan depresi.
b. Membantu anak kembali melakukan aktivitas-aktivitas regular
sebagaimanasebelum kejadian bencana seperti : penjagaan kebersihan diri,
belajar/ sekolah,dan bermain.
c. Melibatkan lansia dalam aktivitas-aktivitas social dan program lintas
generasimisalnya dengan remaja dan anak-anak untuk mengurangi resiko isolasi
socialdan depresi.
d. Menyediakan informasi dan lingkungan yang kondusif untuk individu
denganketerbatasan fisik, misalnya area evakuasi yang dapat diakses oleh mereka.
e. Adanya fasilitas-fasilitas perawatan untuk korban bencana dengan
penyakitkronis dan infeksi
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Kelompok rentan adalah semua orang yang menghadapi hambatanatau
keterbatasan dalam menikmati standar kehidupan yang layak bagikemanusiaan dan
berlaku umum bagi suatu masyarakat yang berperadaban.Jadi kelompok rentan dapat
didefinisikan sebagai kelompok yang harusmendapatkan perlindungan dari pemerintah
karena kondisi sosial yang sedangmereka hadapi. Kelompok masyarakat yang rentan adalah
orang lanjut usia,anak-anak, perempuan, dan penyandang cacat. Untuk mengurangi
dampakbencana pada individu dari kelompok-kelompok rentan diatas, petugaspetugasyang
terlibat dalam perencanaan dan penanganan bencana perlu. Mempersiapkan
peralatan-peralatan kesehatan sesuai dengan kebutuhan kelompok-keompok rentan
tersebut, contohnya ventilisator untuk anak, alat bantu untuk individu yang cacat, alat-alat
bantuan persalinan, dll, melakukanpemetaan kelompok-kelompok rentan, merencanakan
intervensi-intervensiuntuk mengatasi hambatan informasi dan komunikasi,
menyediakantransportasi dan rumah penampungan yang dapat diakses, menyediakan
pusatbencana yang apat diakses.

B. Saran Dalam penulisan makalah ini, penulis menyarankan kepada parapembaca


agar memahami secara mendalam materi yang telah dipaparkandalam makalah ini,
karena dalam kehidupan sehari-hari hal tersebut sangatbermanfaat untuk meningkatkan taraf
hidup kelompok rentan.

Anda mungkin juga menyukai