Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH

KEPERAWATAN BENCANA
PERAWATAN PADA KELOMPOK RENTAN: LANSIA, WANITA HAMIL, ANAK-
ANAK DAN ORANG DENGAN PENYAKIT KRONIS SEPERTI KANKER, STROKE,
PENYAKIT JANTUNG, ORANG-ORANG PENYANDANG CACAT, ORANG-ORANG
DENGAN GANGGUAN MENTAL

Dosen Pengampu:
Ns. Lisavina Juwita, S.Kep, M.Kep

Disusun Oleh Kelompok 8 :


1. Vera Monica : 2014201056
2. Ragil Adrian : 2014201060
3. Ary Mayanda Putri : 2014201063
4. Tri Mulia Ningsih : 2014201069
5. Hafizhatul Hayati : 2014201070
6. Tio Nurindah Pratiwi : 2014201089
7. Innayatul Khaira : 2014201080

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KESEHATAN
UNIVERSITAS FORT DE KOCK BUKITTINGGI
2023
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum wr.wb. Puji syukur atas rahmat Allah SWT, berkat rahmat serta
karunia-Nya sehingga makalah dengan judul “Perawatan pada kelompok rentan: lansia, Wanita
hamil, Anak-anak dan Orang dengan penyakit kronis seperti kanker, stroke, penyakit jantung,
Orang-orang penyandang cacat, Orang-orang dengan gangguan mental” dapat selesai. Makalah
ini dibuat dengan tujuan memenuhi tugas kelompok 3 Keperawatan Bencana dengan Dosen
pengampu Ibu Ns. Lisavina Juwita, S.Kep, M.Kep. Selain itu, penyusunan makalah ini bertujuan
menambah wawasan kepada pembaca tentang Perawatan pada kelompok rentan: lansia, Wanita
hamil, Anak-anak dan Orang dengan penyakit kronis seperti kanker, stroke, penyakit jantung,
Orang-orang penyandang cacat, Orang-orang dengan gangguan mental.

Penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada Ibu Ns. Lisavina Juwita, S.Kep,
M.Kep selaku Dosen matakuliah Keperawatan Bencana. Berkat tugas yang diberikan ini, dapat
menambah wawasan penulis berkaitan dengan topik yang diberikan. Penulis juga mengucapkan
terima kasih yang sebesarnya kepada semua pihak yang membantu dalam proses penyusunan
makalah ini.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan dan penulisan masih melakukan banyak
kesalahan. Oleh karena itu penulis memohon maaf atas kesalahan dan ketaksempurnaan yang
pembaca temukan dalam makalah ini. Penulis juga mengharap adanya kritik serta saran dari
pembaca apabila menemukan kesalahan dalam makalah ini.

Bukittinggi, 29 Oktober 2023

Penulis
DAFTAR ISI
BAB I
PEDAHULUAN
A. Latar Belakang
Posisi wilayah Indonesia, secara geografis dan demografis rawan terjadinya
bencana alam dan non alam seperti gempa tektonik, tsunami, banjir dan angin
puting beliung. Bencana non alam akibat ulah manusia yang tidak mengelola alam
dengan baik dapat mengakibatkan timbulnya bencana alam, seperti tanah longsor,
banjir bandang, kebakaran hutan dan kekeringan.

Menurut Badan Penanggulan Bencana Inonesia (2016) telah terjadi 2.384


bencana alam di seluruh Indonesia. Angka ini meningkat signifikan dibanding tahun
2015 dimana catatan bencana alam berjumlah 1.732 kejadian. Selama 2016 terjadi
766 bencana banjir, 612 longsor, 669 puting beliung, 74 kombinasi banjir dan
longsor, 178 kebakaran hutan dan lahan, 13 gempa, tujuh gunung meletus, dan 23
gelombang pasang dan abrasi. Dampak yang ditimbulkan bencana telah
menyebabkan 522 orang meninggal dunia dan hilang, 3,05 juta jiwa mengungsi dan
menderita, 69.287 unit rumah rusak dimana 9.171 rusak berat, 13.077 rusak sedang,
47.039 rusak ringan, dan 2.311 unit fasilitas umum rusak (BNPB, 2016).

Berbagai bencana telah menimbulkan korban dalam jumlah yang besar.


Banyak korban yang selamat menderita sakit dan cacat. Rumah, tempat kerja,
ternak, dan peralatan menjadi rusak atau hancur. Korban juga mengalami
dampak psikologis akibat bencana, misalnya - ketakutan, kecemasan akut,
perasaan mati rasa secara emosional, dan kesedihan yang mendalam. Bagi
sebagian orang, dampak ini memudar dengan berjalannya waktu. Tapi untuk
banyak orang lain, bencana memberikan dampak psikologis jangka panjang, baik
yang terlihat jelas misalnya depresi , psikosomatis (keluhan fisik yang
diakibatkan oleh masalah psikis) ataupun yang tidak langsung : konflik, hingga
perceraian.

Dampak yang ditimbulkan menimbulkan kedaruratan disegala bidang


termasuk kedaruratan situasi pada masalah kesehatan pada kelompok rentan.
Menurut Departeman Hukum dan Hak Asasi Manusia, kelompok rentan adalah
semua orang yang menghadapi hambatan atau keterbatasan dalam menikmati
standar kehidupan yang layak bagi kemanusiaan dan berlaku umum bagi suatu
masyarakat yang berperadaban. Jadi kelompok rentan dapat didefinisikan sebagai
kelompok yang harus mendapatkan perlindungan dari pemerintah karena kondisi
sosial yang sedang mereka hadapi. Konteks kerentanan merujuk kepada situasi
rentan yang setiap saat dapat mempengaruhi atau membawa perubahan besar
dalam penghidupan masyarakat. Setiap orang yang termasuk kelompok
masyarakat yang rentan berhak memperoleh perlakuan dan perlindungan lebih
berkenaan dengan kekhususannya. Kelompok masyarakat yang rentan adalah
orang lanjut usia, anak-anak, perempuan, dan penyandang cacat. Dalam konteks
ini, kita akan membicarakan lebih rinci mengenai perawatan kelompok rentan
pra, saat dan pasca terjadinya bencana dalam makalah kami yang berjudul
‘Perawatan Pada Kelompok Rentan’

B. Rumusan Masalah
1. Apakah yang dimaksud dengan kelompok rentan?
2. Bagaimanakah mengidentifikasi masalah pada kelompok rentan?
3. Apa sajakah tindakan yang sesuai dengan kelompok rentan?
4. Bagaimana sumber daya yang tersedia dilungkungan untuk kebutuhan kelompok
resiko?

C. Tujuan
1. Mengetahui yang dimaksud dengan kelompok rentan
2. Mengetahui cara mengidentifikasi masalah pada kelompok rentan
3. Mengetahui tindakan yang sesuai dengan kelompok rentan.
4. Mengetahui sumber daya yang tersedia dilingkungan untuk kebutuhan kelompok
resiko.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Kelompok Rentan
Menurut UU No 24/2007, pasal 55, ayat 2 Kelompok rentan dalam situasi
bencana adalah individu atau kelompok yang terdampak lebih berat diakibatkan
adanya kekurangan dan kelemahan yang dimilikinya yang pada saat bencana
terjadi menjadi beresiko lebih besar, meliputi: bayi, balita, dan anak-anak; ibu
yang sedang mengandung / menyusui; penyandang cacat (disabilitas); dan orang
lanjut usia
Pada dasarnya pengertian mengenai kelompok rentan tidak dijelaskan secara
rinci. Hanya saja dalam UU Nomor 39 Tahun 1999 pasal 5 ayat 3 dijelaskan
bahwa setiap orang yang termasuk kelompok masyarakat yang rentan berhak
memperoleh perlakuan dan perlindungan lebih berkenaan dengan kekhususannya.
Kelompok masyarakat yang rentan adalah orang lanjut usia, anak-anak, fakir
miskin, wanita hamil, dan penyandang cacat. Sedangkan menurut Human Rights
Reference yang dikutip oleh Iskandar.
Husein disebutkan bahwa yang tergolong ke dalam Kelompok Rentan adalah:

1. Refugees (pengungsi).

2. Internally Displaced Persons (IDPs) adalah orang-orang yang terlantar/


pengungsi.
3. National Minorities (kelompok minoritas).

4. Migrant Workers (pekerja migrant).

5. Indigenous Peoples (orang pribumi/ penduduk asli dari tempat


pemukimannya).
6. Children (anak).
7. Women (Perempuan).

Menurut Departeman Hukum dan Hak Asasi Manusia, kelompok rentan


adalah semua orang yang menghadapi hambatan atau keterbatasan dalam
menikmati standar kehidupan yang layak bagi kemanusiaan dan berlaku umum
bagi suatu masyarakat yang berperadaban. Jadi kelompok rentan dapat
didefinisikan sebagai kelompok yang harus mendapatkan perlindungan dari
pemerintah karena kondisi sosial yang sedang mereka hadapi.

Kamus Besar Bahasa Indonesia merumuskan pengertian rentan sebagai : (1)


mudah terkena penyakit dan, (2) peka, mudah merasa. Kelompok yang lemah ini
lazimnya tidak sanggup menolong diri sendiri, sehingga memerlukan bantuan orang
lain. Selain itu, kelompok rentan juga diartikan sebagai kelompok yang mudah
dipengaruhi. Pengertian kedua merupakan konsekuensi logis dari pengertian yang
pertama, karena sebagai kelompok lemah sehingga mudah dipengaruhi.

B. Identifikasi Kelompok Beresiko

Undang-undang No. 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana


mengartikan bencana sebagai suatu peristiwa luar biasa yang mengganggu dan
mengancam kehidupan dan penghidupan yang dapat disebabkan oleh alam
ataupun manusia, ataupun keduanya. Untuk menurunkan dampak yang
ditimbulkan akibat bencana, dibutuhkan dukungan berbagai pihak termasuk
keterlibatan perawat yang merupakan petugas kesehatan yang jumlahnya
terbanyak di dunia dan salah satu petugas kesehatan yang berada di lini terdepan
saat bencana terjadi (Powers & Daily, 2010) Peran perawat dapat dimulai sejak
tahap mitigasi (pencegahan), tanggap darurat bencana dalam fase prehospital dan
hospital, hingga tahap recovery.

Terdapat individu atau kelompok-kelompok tertentu dalam masyarakat yang


lebih rentan terhadap efek lanjut dari kejadian bencana yang memerlukan
perhatian dan penanganan khusus untuk mencegah kondisi yang lebih buruk
pasca bencana. Kelompok-kelompok ini diantaranya: anak-anak, perempuan,
terutama ibu hamil dan menyusui, lansia, individu-individu yang menderita
penyakit kronis dan kecacatan. Identifikasi dan pemetaan kelompok beresiko
melalui pengumpulan informasi dan data demografi akan mempermudah
perencanaan tindakan kesiap-siagaan dalam menghadapi kejadian bencana di
masyarakat (Morrow, 1999; Powers & Daily, 2010; World Health Organization
(WHO) & International Council of Nursing (ICN), 2009).

1. Bayi dan Anak-anak


Bayi dan anak-anak sering menjadi korban dalam semua tipe bencana
karena ketidakmampuan mereka melarikan diri dari daerah bahaya. Ketika
Pakistan diguncang gempa Oktober 2005, sekitar 16.000 anak meninggal
karena gedung sekolah mereka runtuh. Tanah longsor yang erjadi di Leyte,
Filipina, beberapa tahun lalu mengubur lebih dari 200 anak sekolah yang
tengah belajar di dalam kelas (Indriyani 2014). Diperkirakan sekitar 70% dari
semua kematian akibat bencana adalah anak-anak baik itu pada bencana alam
maupun bencana yang disebabkan oleh manusia (Powers & Daily, 2010).
Selain menjadi korban, anak-anak juga rentan terpisah dari orang tua
atau wali mereka saat bencana terjadi. Diperkirakan sekitar 35.000 anak-
anak Indonesia kehilangan satu atau dua orang tua mereka saat kejadian
tsunami 2004. Terdapat juga laporan adanya perdagangan anak (Child-
Trafficking) yang dialami oleh anak-anak yang kehilangan orang tua/wali
(Powers & Daily, 2010).
Pasca bencana, anak-anak berisiko mengalami masalah-masalah
kesehatan jangka pendek dan jangka panjang baik fisik dan psikologis karena
malnutrisi, penyakit-penyakit infeksi, kurangnya skill bertahan hidup dan
komunikasi, ketidakmampuan melindungi diri sendiri, kurangnya kekuatan
fisik, imunitas dan kemampuan koping. Kondisi tersebut dapat mengancam
nyawa jika tidak diidentifikasi dan ditangani dengan segera oleh petugas
kesehatan (Powers & Daily, 2010; Veenema, 2007).

2. Perempuan
Diskriminasi terhadap perempuan dalam kondisi bencana telah menjadi
isu vital yang memerlukan perhatian dan penanganan khusus. Oleh karena itu,
intervensi-intervensi kemanusiaan dalam penanganan bencana yang
memperhatikan standar internasional perlindungan hak asasi manusia perlu
direncanakan dalam semua stase penanganan bencana (Klynman, Kouppari, &
Mukhier, 2007).
Studi kasus bencana alam yang dilakukan di Bangladesh mendapati
bahwa pola kematian akibat bencana dipengaruhi oleh relasi gender yang ada,
meski tidak terlalu konsisten. Pola ini menempatkan perempuan, terlebih lagi
yang hamil, menyusui, dan lansia lebih berisiko karena keterbatasan mobilitas
secara fisik dalam situasi darurat (Enarson, 2000; Indriyani, 2014; Klynman et
al, 2007).

Laporan PBB pada tahun 2001 yang berjudul "Women, Disaster


Reduction, and Sustainable Development" menyebutkan bahwa perempuan
menerima dampak bencana yang lebih berat. Dari 120 ribu orang yang
meninggal karena badai siklon di Bangladesh tahun 1991, korban dari kaum
perempuan menempati jumlah terbesar. Hal ini disebabkan karena norma
kultural membatasi akses mereka terhadap peringatan bahaya dan akses ke
tempat perlindungan (Fatimah, 2009 dikutip dalam Indriyani, 2014).

3. Lansia
Merupakan salah satu kelompok yang rentan secara fisik, mental, dan
ekonomik saat dan setelah bencana yang disebabkan karena penurunan
kemampuan mobilitas fisik dan/atau karena mengalami masalah kesehatan
kronis (Klynman et al., 2007). Di Amerika Serikat, lebih dari 50% korban
kematian akibat dari badai Katrina adalah lansia dan diperkirakan sekitar 1300
lansia yang hidup mandiri sebelum kejadian badai tersebut harus dirawat di
pantai jompo setelah bencana alam itu terjadi (Powers & Daily, 2010).
Pasca bencana, kebutuhan lansia sering terabaikan dan mengalami
diskriminasi, contohnya dalam hal distribusi kebutuhan hidup dan finansial
pasca bencana. Hak-hak dan kebutuhan spesifik lansia kadang-kadang
terlupakan yang dapat memperparah masalah kesehatan dan kondisi depresi
pada lansia tersebut (Klynman et al., 2007).

4. Individu dengan keterbatasan fisik (kecacatan) dan penyakit kronis


Menurut WHO, terdapat lebih dari 600 juta orang yang menderita
kecacatan di seluruh dunia atau mewakili sekitar 7-10% dari populasi global.
80% diantaranya tinggal di negara berkembang. Angka ini terus meningkat
seiring dengan peningkatan jumlah penduduk, angka harapan hidup dan
kemajuan di bidang kesehatan (Klynman et al., 2007).
Di Amerika Serikat, setelah kejadian banjir di Grand Forks, North
Dakota pada tahun 1997, barulah dibangun rumah perlindungan yang dapat
diakses oleh korban bencana yang menggunakan kursi roda. Pada saat terjadi
bencana kebakaran di California, tahun 2003, banyak individu-individu cacat
pendengaran tidak memahani level bahaya bencana tersebut karena kurangnya
informasi yang mereka fahami (Powers & Daily, 2010).
Orang cacat, karena keterbatasan fisik yang mereka alami berisiko sangat
rentan saat terjadi bencana, namun mereka sering mengalami diskriminasi di
masyarakat dan tidak dilibatkan pada semua level kesiapsiagaan, mitigasi, dan
intervensi penanganan bencana (Klynman et al., 2007).

C. Tindakan Yang Sesuai Untuk Kelompok Rentan

Untuk mengurangi dampak bencana pada individu dari


kelompokkelompok rentan diatas, petugas-petugas yang terlibat dalam
perencanaan dan penanganan bencana perlu (Morrow, 1999 & Daily, 2010).
a. Mempersiapkan peralatan-peralatan kesehatan sesuai dengan kebutuhan
kelompok-keompok rentan tersebut, contohnya ventilisator untuk anak, alat
bantu untuk individu yang cacat, alat-alat bantuan persalinan, dll.
b. Melakukan pemetaan kelompok-kelompok rentan.

c. Merencanakan intervensi-intervensi untuk mengatasi hambatan informasi dan


komunikasi.
d. Menyediakan transportasi dan rumah penampungan yang dapat diakses.

e. Menyediakan pusat bencana yang dapat diakses.

Anda mungkin juga menyukai