Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH KEPERAWATAN BENCANA

PERAWATAN PADA KELOMPOK RENTAN : anak-anak dan orang dengan


penyakit kronis

DISUSUN OLEH: KELOMPOK 3

AINUN DYAH PITALOKA (173210042)

AMANDA NOVITA ISMA N (173210043)

ANITA DYAHSUWARDI (173210044)

DEWI LOVITA (C.0105.18.144)

DIAJENG DWI ROSITA (173210007)

EKO HERU SARMIONO (173210011)

ELCI KRESENSIA O (173210107)


ITAUZ ZAKAH (173210016)

LULUS INDRA SUSILA (173210019)

MEYKO SETYO PANGGALIH (1732100

PENY (173210030)

PUTRO SETYO BEKTI (173210065)

RIKA WIDYANINGRUM (173210066)

RISKA AGUSTIN (173210035)

SALMA NUR AZIZAH (C.0105.18.022)

SILVI ANGGREINI NOVITA S (173210037)

YOLITA ARGA MEYLDA (173210078)

ZAIN RACHMA AFIFAH (173210040)

ZEISVA APRILIANINGRUM (173210081)

PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN

INSAN CENDEKIA MEDIKA

JOMBANG

2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena hanya dengan rahmat-
Nyalah kami akhirnya bisa menyelesaikan makalah Keperawatan Bencana yang berjudul
Makalah PERAWATAN PADA KELOMPOK RENTAN : anak-anak dan orang dengan
penyakit kronis

Tidak lupa kami sampaikan rasa terima kasih kepada dosen pembimbing yang telah
memberikan banyak bimbingan serta masukan yang bermanfaat dalam proses penyusunan
makalah ini.

Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan masih
banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu, penulis mengharapkan
kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya makalah ini nantinya dapat menjadi
makalah yang lebih baik lagi. Demikian, dan apabila terdapat banyak kesalahan pada
makalah ini penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya.
Demikian, semoga makalah ini dapat bermanfaat. Terima kasih.

Jombang, 17 November 2020

Penulis
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Berbagai bencana telah menimbulkan korban dalam jumlah yang besar. Banyak
korban yang selamat menderita sakit dan cacat. Rumah, tempat kerja, ternak, dan
peralatan menjadi  rusak atau hancur. Korban juga mengalami dampak psikologis
akibat bencana, misalnya - ketakutan, kecemasan akut, perasaan mati rasa secara
emosional, dan kesedihan yang mendalam. Bagi sebagian orang, dampak ini memudar
dengan berjalannya waktu. Tapi untuk banyak orang lain, bencana memberikan dampak
psikologis  jangka panjang, baik yang terlihat jelas misalnya depresi , psikosomatis
(keluhan fisik yang diakibatkan oleh masalah psikis) ataupun yang tidak langsung  :
konflik, hingga perceraian.
Beberapa gejala gangguan psikologis merupakan respons langsung terhadap
kejadian traumatik dari bencana. Namun gejala-gejala yang lain  juga akan  menyusul,
ini adalah dampak tidak langsung dan bersifat jangka panjang yang dapat mengancam
berbagai golongan terutama kelompok yang rentan yaitu anak-anak, remaja, wanita dan
lansia.
Dalam banyak kasus, jika tidak ada intervensi yang dirancang dengan baik,
banyak korban bencana akan mengalami depresi parah, gangguan kecemasan,
gangguan stress pasca-trauma, dan gangguan emosi lainnya. Bahkan lebih dari dampak
fisik dari  bencana, dampak psikologis dapat menyebabkan penderitaan lebih panjang,
mereka akan kehilangan semangat hidup, kemampuan social dan merusak nilai-nilai
luhur yang mereka miliki.
Menurut Departeman Hukum dan Hak Asasi Manusia, kelompok rentan adalah
semua orang yang menghadapi hambatan atau keterbatasan dalam menikmati standar
kehidupan yang layak bagi kemanusiaan dan berlaku umum bagi suatu masyarakat
yang berperadaban. Jadi kelompok rentan dapat didefinisikan sebagai kelompok yang
harus mendapatkan perlindungan dari pemerintah karena kondisi sosial yang sedang
mereka hadapi. Konteks kerentanan merujuk kepada situasi rentan yang setiap saat
dapat mempengaruhi atau membawa perubahan besar dalam penghidupan masyarakat.
Setiap orang yang termasuk kelompok masyarakat yang rentan berhak memperoleh
perlakuan dan perlindungan lebih berkenaan dengan kekhususannya. Kelompok
masyarakat yang rentan adalah orang lanjut usia, anak-anak, perempuan, dan
penyandang cacat. Dalam konteks ini, kita akan membicarakan lebih rinci mengenai
perawatan kelompok rentan pra, saat dan pasca terjadinya bencana dalam makalah kami
yang berjudul ‘Perawatan Pada Kelompok Rentan’.

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1 Apakah yang dimaksud dengan kelompok rentan?
1.2.2 Bagaimanakah perawatan pada kelompok rentan anak-anak?
1.2.3 Bagaimanakah perawatan pada kelompok rentan orang dengan penyakit kronis?

1.3 Tujuan
1.3.1 Untuk mengetahui yang dimaksud dengan kelompok rentan
1.3.2 Untuk mengetahui perawatan pada kelompok rentan anak-anak
1.3.3 Untuk mengetahui perawatan pada kelompok rentan orang dengan penyakit
kronis

1.4 Manfaat
Manfaat Penulisan makalah ini, untuk membantu para pembaca baik itu masyarakat
maupun tenaga kesehatan agar lebih memahami perawatan pada kelompok rentan
karena hal tersebut sangat penting dalam kehidupan sehari-hari sebagai dan dalam
mitigasi bencana
BAB 2
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Kelompok Rentan


Menurut UU No 24/2007, pasal 55, ayat 2 Kelompok rentan dalam situasi
bencana adalah individu atau kelompok yang terdampak lebih berat diakibatkan adanya
kekurangan dan kelemahan yang dimilikinya yang pada saat bencana terjadi menjadi
beresiko lebih besar, meliputi: bayi, balita, dan anak-anak, ibu yang sedang
mengandung / menyusui, penyandang cacat (disabilitas), dan orang lanjut usia.
Pada dasarnya pengertian mengenai kelompok rentan tidak dijelaskan secara
rinci. Hanya saja dalam UU Nomor 39 Tahun 1999 pasal 5 ayat 3 dijelaskan bahwa
setiap orang yang termasuk kelompok masyarakat yang rentan berhak memperoleh
perlakuan dan perlindungan lebih berkenaan dengan kekhususannya. Kelompok
masyarakat yang rentan adalah orang lanjut usia, anak-anak, fakir miskin, wanita hamil,
dan penyandang cacat. Sedangkan menurut Human Rights Reference yang dikutip oleh
Iskandar Husein disebutkan bahwa yang tergolong ke dalam
Kelompok Rentan adalah:
1. Refugees (pengungsi)
2. Internally Displaced Persons (IDPs) adalah orang-orang yang terlantar/ pengungsi
3. National Minorities (kelompok minoritas)
4. Migrant Workers (pekerja migrant)
5. Indigenous Peoples (orang pribumi/ penduduk asli dari tempat pemukimannya)
6. Children (anak)
7. Women (Perempuan)
Menurut Departeman Hukum dan Hak Asasi Manusia, kelompok rentan adalah
semua orang yang menghadapi hambatan atau keterbatasan dalam menikmati standar
kehidupan yang layak bagi kemanusiaan dan berlaku umum bagi suatu masyarakat
yang berperadaban. Jadi kelompok rentan dapat didefinisikan sebagai kelompok yang
harus mendapatkan perlindungan dari pemerintah karena kondisi sosial yang sedang
mereka hadapi.
Kamus Besar Bahasa Indonesia merumuskan pengertian rentan sebagai : (1)
mudah terkena penyakit dan, (2) peka, mudah merasa. Kelompok yang lemah ini
lazimnya tidak sanggup menolong diri sendiri, sehingga memerlukan bantuan orang
lain. Selain itu, kelompok rentan juga diartikan sebagai kelompok yang mudah
dipengaruhi. Pengertian kedua merupakan konsekuensi logis dari pengertian yang
pertama, karena sebagai kelompok lemah sehingga mudah dipengaruhi.
2.2 Perawatan Pada Kelompok Rentan Bayi dan Anak-anak
Bayi dan anak-anak sering menjadi korban dalam semua tipe bencana karena
ketidakmampuan mereka melarikan diri dari daerah bahaya. Ketika Pakistan diguncang
gempa Oktober 2005, sekitar 16.000 anak meninggal karena gedung sekolah mereka
runtuh. Tanah longsor yang erjadi di Leyte, Filipina, beberapa tahun lalu mengubur
lebih dari 200 anak sekolah yang tengah belajar di dalam kelas (Indriyani 2014).
Diperkirakan sekitar 70% dari semua kematian akibat bencana adalah anak-anak baik
itu pada bencana alam maupun bencana yang disebabkan oleh manusia (Powers &
Daily, 2010).
Selain menjadi korban, anak-anak juga rentan terpisah dari orang tua atau wali
mereka saat bencana terjadi. Diperkirakan sekitar 35.000 anak-anak Indonesia
kehilangan satu atau dua orang tua mereka saat kejadian tsunami 2004. Terdapat juga
laporan adanya perdagangan anak (Child-Trafficking) yang dialami oleh anak-anak
yang kehilangan orang tua/wali (Powers & Daily, 2010)
Pasca bencana, anak-anak berisiko mengalami masalah-masalah kesehatan jangka
pendek dan jangka panjang baik fisik dan psikologis karena malnutrisi, penyakit-
penyakit infeksi, kurangnya skill bertahan hidup dan komunikasi, ketidakmampuan
melindungi diri sendiri, kurangnya kekuatan fisik, imunitas dan kemampuan koping.
Kondisi tersebut dapat mengancam nyawa jika tidak diidentifikasi dan ditangani
dengan segera oleh petugas kesehatan (Powers & Daily, 2010, Veenema, 2007).
Tindakan yang sesuai untuk kelompok berisiko pada bayi dan anak :
1. Pra Bencana
a. Mensosialisasikan dan melibatkan anak-anak dalam latihan kesiagsiagaan
bencana misalnya dalam simulasi bencana kebakaran atau gempa bumi.
b. Mempersiapkan fasilitas kesehatan yang khusus untuk bayi dan anak pada saat
bencana.
c. Perlunya diadakan pelatihan-pelatihan penanganan bencana bagi petugas
kesehatan khusus untuk menangani kelompok-kelompok berisiko.
2. Saat Bencana
a. Mengintegrasikan pertimbanan pediatric dalam sistem triase standar yang
digunakan saat bencana.
b. Lakukan pertolongan kegawat daruratan kepada bayi dan anak sesuai dengan
tingkat kegawatan dan kebutuhannya dengan mempertimbangkan aspek
tumbuh kembangnya, misalnya menggunakan alat dan bahan khusus untuk
anak dan tidak disamakan dengan orang dewasa.
c. Selama proses evakuasi, transportasi, sheltering dan dalam pemberian
pelayanan fasilitas kesehatan, hindari memisahkan anak dari orang tua,
keluarga atau wali mereka.
3. Pasca Bencana
a. Usahakan kegiatan rutin sehari-hari dapat dilakukan sesegera mungkin
contohnya waktu makan dan personal hygiene teratur, tidur, bermain dan
sekolah
b. Monitor status nutrisi anak dengan pengukuran antropometri
c. Dukung dan berikan semangat kepada orang tua
d. Dukung ibu-ibu menyusui dengan dukungan adekuat, cairan dan emosional
e. Minta bantuan dari ahli kesehatan anak yang mungkin ada di lokasi evakuasi
sebagai voluntir untuk mencegah, mengidentifikasi,mengurangi resiko
kejadian depresi pada anak pasca bencana.
f. Identifikasi anak yang kehilangan orang tua dan sediakan penjaga yang
terpercaya serta lingkungan yang aman untuk mereka.
2.3 Perawatan Pada Kelompok Rentan Orang dengan Penyakit Kronis
Menurut Ida Farida (2013) dampak bencana pada penyakit kronis akan memberi
pegaruh besar pada kehidupan dan lingkungan bagi orang-orang dengan penyakit
kronik. Terutama dalam situasi yang terpaksa hidup di tempat pengungsian dalam
waktu yang lama atau terpaksa memulai kehidupan yang jauh berbeda dengan pra-
bencana, sangat sulit mengatur dan memanajemen penyakit seperti sebelum
bencana.Walaupun sudah berhasil selamat dari bencana dan tidak terluka sekalipun
manajemen penyakit kronis mengalami kesulitan, sehingga kemungkinan besar
penyakit tersebut kambuh dan menjadi lebih parah lagi ketika hidup di pengungsian
atau ketika memulai kehidupan sehari-hari lagi.
Berdasarkan perubahan struktur penyakit itu sendiri, timbulnya penyakit kronis
disebabkan oleh perubahan gaya hidup sehari-hari. Bagi orang-orang yang memiliki
resiko penyakit kronis, perubahan kehidupan yang disebabkan oleh bencana akan
menjadi pemicu meningkatnya penyakit kronis seperti diabetes mellitus dangan gguan
pernapasan.
Menurut Ida Farida (2013) keperawatan pada penyakit kronis saat bencana adalah
1) Pada fase akut bencana ini, bisa dikatakan bahwa suatu hal yang paling
penting adalah berkeliling antara orang-orang untuk menemukan masalah
kesehatan mereka dengan cepat dan mencegah penyakit mereka memburuk.
Perawat harus mengetahui latar belakang dan riwayat pengobatan dari orang-
orang yang berada di tempat dengan mendengarkan secara seksama dan
memahami penyakit mereka yang sedang dalam proses pengobatan, sebagai
contoh diabetes dan gangguan pernapasan.
Pada fase akut yang dimulai sejak sesaat terjadinya bencana, diperkirakan
munculnya gejala khas, seperti gejala gangguan jantung, ginjal, dan
psikologis yang memburuk karena kurang kontrol kandungan gula di darah
bagi pasien diabetes, pasien penyakit gangguan pernapasan yang tidak bisa
membawa keluar peralatan tabung oksigen dari rumah
2) Penting juga perawat memberikan dukungan kepada pasien untuk memastikan
apakah mereka diperiksa dokter dan minum obat dengan teratur. Karena
banyak obat-obatan komersial akan didistribusikan ke tempat pengungsian,
maka muncullah resiko bagi pasien penyakit kronis yang mengkonsumsi
beberapa obat tersebut tanpa memperhatikan kecocokan kombinasi antara
obat tersebut dan obat yang diberikan di rumah sakit.
Tindakan yang dilakukan pada kelompok rentan orang dengan penyakit kronis :
1. Pra bencana
a. Identifikasi kelompok rentan dari kelompok individu yang cacat dan
berpenyakit kronis
b. Sediakan informasi bencana yang bisa di akses oleh orang-orang dengan
keterbatasan fisik seperti: tuna rungu, tuna netra, dll
c. Perlunya diadakan pelatihan-pelatihan penanganan kegawatdaruratan
bencana bagi petugas kesehatan khusus untuk menanganni korban dengan
kebutuhan khusus (cacat dan penyakit kronis)
Menurut Ida Farida (2013) keperawatan pada fase persiapan sebelum
bencana bagi korban dengan penyakit kronik :
a. Mempersiapkan catatan self-care mereka sendiri, terutama nama pasien,
alamat ketika darurat, rumah sakit, dan dokter yang merawat.
b. Membantu pasien membiasakan diri untuk mencatat mengenai isi dari obat
yang diminum, pengobatan diet, dan data olahraga
c. Memberikan pendidikan bagi pasien dan keluarganya mengenai
penanganan bencana sejak masa normal
2. Saat bencana :
a. Sediakan alat-alat emergency dan evakuasi yang khusus untuk orang cacat
dan berpenyakit kronis (HIV/AIDS dan penyakit infeksi lainnya), alat bantu
berjalan untuk korban dengan kecacatan, alat-alat BHD sekali pakai, dll
b. Tetap menjaga dan meningkatkan kewaspadaan universal (universal
precaution) untuk petugas dalam melakukan tindakan kegawatdaruratan.
Menurut Ida Farida (2013) keperawatan pada penyakit kronis saat
bencana adalah :
a. Pada fase akut bencana ini, bisa dikatakan bahwa suatu hal yang paling
penting adalah berkeliling antara orang-orang untuk menemukan masalah
kesehatan mereka dengan cepat dan mencegah penyakit mereka memburuk.
Perawat harus mengetahui latar belakang dan riwayat pengobatan dari
orang-orang yang berada di tempat dengan mendengarkan secara seksama
dan memahami penyakit mereka yang sedang dalam proses pengobatan,
sebagai contoh diabetes dan gangguan pernapasan.
Pada fase akut yang dimulai sejak sesaat terjadinya bencana, diperkirakan
munculnya gejala khas, seperti gejala gangguan jantung, ginjal, dan
psikologis yang memburuk karena kurang control kandungan gula di darah
bagi pasien diabetes, pasien penyakit gangguan pernapasan yang tidak bisa
membawa keluar peralatan tabung oksigen dari rumah
b. Penting juga perawat memberikan dukungan kepada pasien untuk
memastikan apakah mereka diperiksa dokter dan minum obat dengan
teratur. Karena banyak obat-obatan komersial akan didistribusikan
ketempat pengungsian, maka muncullah resiko bagi pasien penyakit kronis
yang mengkonsumsi beberapa obat tersebut tanpa memperhatikan
kecocokan kombinasi antara obat tersebut dan obat yang diberikan di
rumahsakit.
3. Pasca bencana
a. Sedapat mungkin, sediakan fasilitas yang dapat mengembalikan
kemandirian individu dengan keterbatasan fisik di lokasi evakuasi
sementara. Contohnya: kursi roda, tongkat, dll
b. Libatkan agensi-agensi yang berfokus pada perlindungan individu-individu
dengan keterbatasan fisik dan penyakit kronis
c. Rawat korban dengan penyakit kronis sesuai dengan kebutuhannya.
4. Keperawatan bagi pasien diabetes
a. Mengkonfirmasi apakah pasien yang bersangkutan harus minum obat untuk
menurunkankan dengan gula darah (contoh: insulin, dll) atau tidak, dan
identifikasi obat apa yang dimiliki pasien tersebut.
b. Mengkonfirmasi apakah pasein memiliki penyakit luka fisik atau infeksi,
dan jika ada, perlu pengamatan dan perawatan pada gejala infeksi (untuk
mencegah komplikasi kedua dari penyakit diabetes)
c. Memahami situasi manajemen diri (self-management) melalui kartu
penyakit diabetes (catatan pribadi)
d. Memberikan instruksi tertentu mengenai konsumsi obat, makanan yang
tepat, dan memberikan pedoman mengenai manajemen makanan
e. Mengatur olahraga dan relaksasi yang tepat
5. Keperawatan bagi pasien gangguan pernapasan kronis
a. Konfirmasikan volume oksigen yang tepat dan mendukung untuk
pemakaian tabung oksigen untuk berjalan yang dimilikinya dengan aman
b. Menghindari narcosis CO2 dengan menaikkan konsentrasi oksigen karena
takut peningkatan dysphemia
c. Mengatur pemasokan tabung oksigen (ventilator) dan transportasi jika
pasien tersebut tidak bisa membawa sendiri.
d. Membantu untuk manajemen obat dan olahraga yang tepat
e. Mencocokkan lingkungan yang tepat (contoh: suhu udara panas/dingin, dan
debu)
BAB 3
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Kelompok rentan adalah semua orang yang menghadapi hambatan atau
keterbatasan dalam menikmati standar kehidupan yang layak bagi kemanusiaan dan
berlaku umum bagi suatu masyarakat yang berperadaban. Jadi kelompok rentan dapat
didefinisikan sebagai kelompok yang harus mendapatkan perlindungan dari pemerintah
karena kondisi sosial yang sedang mereka hadapi. Kelompok masyarakat yang rentan
adalah orang lanjut usia, anak-anak, perempuan, dan penyandang cacat. Untuk
mengurangi dampak bencana pada individu dari kelompok-kelompok rentan diatas,
petugas-petugas yang terlibat dalam perencanaan dan penanganan bencana perlu
Mempersiapkan peralatan-peralatan kesehatan sesuai dengan kebutuhan kelompok-
keompok rentan tersebut, contohnya ventilisator untuk anak, alat bantu untuk individu
yang cacat, alat-alat bantuan persalinan, dll, melakukan pemetaan kelompok-kelompok
rentan, merencanakan intervensi-intervensi untuk mengatasi hambatan informasi dan
komunikasi, menyediakan transportasi dan rumah penampungan yang dapat diakses,
menyediakan pusat bencana yang dapat diakses.

3.2 Saran
Dalam penulisan makalah ini, penulis menyarankan kepada para pembaca agar
memahami secara mendalam materi yang telah dipaparkan dalam makalah ini, karena
dalam kehidupan sehari-hari hal tersebut sangat bermanfaat untuk meningkatkan taraf
hidup kelompok rentan.
Daftar Pustaka

Enarson, E. (2000). Infocus Programme on Crisis Response and Reconstruction Working


paper I : Gender and Natural Disaster. Geneva: Recovery and Reconstruction
Department.

Farida, Ida. 2013. Manajemen Penanggulangan Bencana Kegiatan Belajar I: Keperawatan


Bencana pada Ibu dan Bayi. Jakarta: Badan Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber
Daya Manusia, Pusat Pendidikan dan Pelatihan Tenaga Kesehatan.
Farida, Ida. 2013. Manajemen Penanggulangan Bencana Kegiatan Belajar II: Keperawatan
Bencana pada Anak. Jakarta: Badan Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber Daya
Manusia, Pusat Pendidikan dan Pelatihan Tenaga Kesehatan.
Farida, Ida. 2013. Manajemen Penanggulangan Bencana Kegiatan Belajar IV: Keperawatan
Bencana pada Penyakit Kronik. Jakarta: Badan Pengembangan dan Pemberdayaan
Sumber Daya Manusia, Pusat Pendidikan dan Pelatihan Tenaga Kesehatan.
Farida, Ida. 2013. Manajemen Penanggulangan Bencana Kegiatan Belajar V: Keperawatan
Bencana pada Penyandang Cacat. Jakarta: Badan Pengembangan dan Pemberdayaan
Sumber Daya Manusia, Pusat Pendidikan dan Pelatihan Tenaga Kesehatan.
Indriyani, S. 2014. Bias Gender dalam Penanganan Bencana. Diakses di http:
Iskandar Husein, Perlindungan Terhadap Kelompok Rentan (Wanita, Anak, Minoritas, Suku
Terasing, dll) Dalam Perspektif Hak Asasi Manusia, Makalah Disajikan dalam Seminar
Pembangunan Hukum Nasional ke VIII Tahun 2003, Denpasar, Bali, 14 - 18 Juli 2003
Powers, R., & Daily, E., (Eds.). 2010. International Disaster Nursing. Cambridge, UK: The
World Association for Disaster and Emergency Medicine & Cambridge University
Press.

Anda mungkin juga menyukai