Anda di halaman 1dari 21

PERAWATAN UNTUK POPULASI RENTAN DENGAN PENYAKIT KRONIS DAN

DISABILITAS, PEMENUHAN KEBUTUHAN JANGKA PANJANG

Kelompok 5

1. Rizal Adi Saputra (1807027)


2. Audina Septia S (1907007)
3. Elina (1907016)
4. Elisa Maylani (1907026)
5. Hersi Agustin (1907029)
6. Indry Lestari (1907032)
7. Jessika Aizya R (1907033)
8. Silvianita Ika A.V (1907053)
Latar Belakang

Menurut Badan Penanggulan Bencana Inonesia (2016) telah terjadi 2.384 bencana alam di seluruh Indonesia. Angka ini meningkat
signifikan dibanding tahun 2015 dimana catatan bencana alam berjumlah1.732 kejadian. Selama 2016 terjadi 766 bencana banjir,
612 longsor, 669 puting beliung, 74 kombinasi banjir dan longsor, 178 kebakaran hutan dan lahan, 13 gempa, tujuh gunung
meletus, dan 23 gelombang pasang danabrasi. Dampak yang ditimbulkan bencana telah menyebabkan 522 orang meninggal dunia
dan hilang, 3,05 juta jiwa mengungsi dan menderita, 69.287 unit rumah rusak dimana 9.171 rusak berat, 13.077 rusak sedang,
47.039rusak ringan, dan 2.311 unit fasilitas umum rusak (BNPB, 2016).
Dampak yang ditimbulkan menimbulkan kedaruratan disegala bidang termasuk kedaruratan situasi pada masalah kesehatan pada
kelompok rentan salah satunya penyandang disabilitas. Penyandang disabilitas adalah setiap orang yang mempunyai kelainan fisik
dan/atau mental yang dapat mengganggu atau merupakan rintangan dan hambatan baginya untuk melakukan kegiatan secara
selayaknya, yang terdiri dari: penyandang disabilitas fisik, penyandang disabilitas mental serta penyandang disabilitas fisik dan
mental (Peraturan Daerah Provinsi Lampung Nomor 10Tahun 2013 tentang Pelayanan dan Pemenuhan Hak-Hak Penyandang
Disabilitas).
Definisi Kelompok Rentan

Mwnurut UU No 24/2007, pasal 55, ayat 2 Kelompok rentan dalam situasi bencana adalah individü atau kelompok yang
terdampak lebİh berat diakibatkan adanya kekurangan dan kelebihan yang dimilikinya yang pada saat bencana terjadİ
menjadi beresiko lebih besar, meliputi: bayi, balita, dan anak-anak, ibu yang sedang mengandung atau menyusui,
penyandang cacat (disabilitas), dan orang lanjut usia.

Kamus Besar Bahasa Indonesia merumuskan pengertian rentan sebagai : (1) mudah terkena penyakit dan, (2) peka,
mudah merasa. Kelompok yang lemah ini lazimnya tidak sanggup menolong diri sendiri, sehingga memerlukan bantuan
orang lain. Sehingga itu, kelompok rentan dapat diartikan sebagai kebmpok yang mudah dipengaruhi. Pengertian kedua
merupakan konsekuensi logis dari pengertian yang pertama, karena sebagai kelompok lemah sehingga mudah
dipengaruhi.
Perawatan Populasi Rentan Pada Lansia

Pra bencana:

Menurut Ida Farida (2013) Keperawatan bencana pada lansia sebelum bencana yakni
1. Memfasilitasi rekonstruksi komunitas Sejak sebelum bencana dilaksanakan kegiatan penyelamatan
antara penduduk dengan cepat dan akurat, dan distribusi barang bantuan setelah itu pun berjalan secara
sistematis. Sebagai hasilnya, dilaporkan bahwa orang lansia dan penyandang cacat yang disebut kelompok
rentan pada bencana tidak pernah diabaikan, sehingga mereka bisa hidup di pengungsian dengan tenang.
2. Menyiapkan pemanfaatan tempat pengungsianDiperlukan upaya untuk penyusun perencanaan
pelaksanaan pelatihan praktek dan pelatihan keperawatan supaya pemanfaatan yang realistis dan
bermanfaat akan tercapai (Farida, Ida. 2013)
Saat bencana:

Menurut Ida Farida (2013) keperawatan lansia saat bencana adalah:


1. Tempat aman
Yang diprioritaskan pada saat terjadi encana adalah memindahkan orang lansia ke tempat yang aman. Orang
lansia sulit memperoleh informasi karena peninuman daya pendengaran dan penunnan komunikasi dengan luar
2. Rasa setia
Selain itu, karena mereka memiliki rasa setia yang dalam pada tanah dan ruma sendiri, maka tindakan untuk
mengungsi pun berkecenderungan terlambat dibandingkan dengan generasi yang lain.
3. Penyelamatan darurat
(Triage, treatment, and transportation) dengan cepat. Fungsi indera orang lansia yang mengalami perubahan fisik
berdasarkan proses menua, maka skala rangsangan luar untuk memunculkan respon pun mengalami peningkatan
sensitivitas sehingga mudah terkena mati rasa
Setelah Bencana :
Menurut Ida Farida (2013) keperawatan bencana pada lansia setelah bencana adalah
1. Lingkungan dan adaptasi Dalam kehidupan di tempat pengungsian, terjadi berbagai ketidakcocokan dalam kehidupan sehari-hari
yang disebabkan oleh fungsi fisik yang dibawa oleh setiap individu sebelum bencana dan perubahan lingkungan hidup di tempat
pengungsian Kedua hal ini saling mempengaruhi sehingga mengakibtkan penurunan fungsi fisik orang lansia yang lebih parah lagi.
2. Manajemen penyakit dan pencegahan penyakit sekunder Lingkungan di tempat pengungsian mengundang tidak hanya
ketidakcocokan dalam kehidupan sehari-hari bagi orang lansia, tetapi juga keadaan yang serius pada tubuh. Seperti penumpukan
kelelahan karena kurnag tidur dan kegelisahan.
3. Orang lanjut usia dan perawatan pada kehidupan di rumah sendiri Lansia yang sudah kembali ke rumahnya, pertama
membereskan perabotannya di luar dan dalam rumah. Dibandingkan dengan generasi muda, sering kali lansia tidak bisa
memperoleh informasi mengenai relawan, sehingga tidak bisa memanfaatkan tenaga tersebut dengan optimal.
4. Lanjut usia dan perawatan di pemukiman sementara Lansia yang masuk ke pemukiman sementara terpaksa
mengadaptasikan/menyesuaikan diri lagi terhadap lingkungan baru (lingkungan hubungan manusia dan lingkungan fisik) dalam
waktu yang singkat
5. Mental CareOrang lansia mengalami penurunan daya kesiapan maupun daya adaptasi, sehingga mudah terkena dampak secara
fisik oleh stressor. Namun demikian, orang lansia itu berkecenderungan sabar dengan diam walaupun sudah terkena dampak dan
tidak mengekspresikan perasaan dan keluhan.
Perawatan Populasi Rentan Pada Wanita Hamil

Dalam memberikan pelayanan keperawatan pada berbagai macam kondisi kita harus cepat dan bertindak tepat di tempat
bencana, petugas harus ingat bahwa dalam merawat ibu hamil adalah sama halnya dengan menolong janinnya sehingga
meningkatkab kondisi fisik dan mental wanita hamil dapat melindungi dua kehidupan, ibu hamil dan janinnya. Perubahan
fisiologis pada ibu hamil, seperti peningkatan sirkulasi darah, peningkatan kebutuhan oksigen, dan lain-lain sehingga lebih
rentan saat bencana dan setelah bencana (Farida, Ida. 2013).
Menurut Ida Farida (2013) Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penanggulangan ibu hamil :
1. Meningkatkan kebutuhan oksigen
Penyebab kematian janin adalah kematian ibu. Tubuh ibu hamil yang mengalami keadaan bahaya secara fisik berfungsi untuk
membantu menyelamatkan nyawanya sendiri daripada nyawa si janin dengan mengurangi volume perdarahan pada uterus.
2. Persiapan melahirkan yang aman
Dalam situasi bencana, petugas harus mendapatkan informasi yang jelas dan terpercaya dalam menentukan tempat melahirkan
adalah keamanannya. Hal yang perlu dipersiapkan adalah air bersih, alat-alat yang bersih dan steril dan obat-obatan, yang
perlu diperhatikan adalah evakuasi ibu ke tempat perawatan selanjutnya yang lebih memadai.
Pra bencana:

1. Melibatkan perempuan dalam penyusunan perencanaan penanganan bencana


2. Mengidentifikasi ibu hamil dan ibu menyusui sebagai kelompok rentan
3. Membuat disaster plans dirumah yang disosialisasikan kepada seluruh anggota keluarga
4. Melibatkan petugas-petugas kesehatan reproduktif dalam mitigasi bencana

Saat bencana
5. Melakukan usaha/bantuan penyelamatan yang tidak meningkatkan risiko kerentanan bumil dan busui, misalnya:
• Meminimalkan guncangan pada saat melakukan mobilisasi dan transportasi karena dapat merangsang kontraksi pada
ibu hami
• Tidak memisahkan bayi dan ibunya saat proses evakuasi
2. Petugas bencana harus memiliki kapasitas untuk menolong korban bumil dan busui
Pasca bencana

1. Dukung ibu-ibu menyusui dengan dukungan nutrisi adekuat, cairan


dan emosional
2. Melibatkan petugas-petugas kesehatan reproduktif di rumah
penampungan korban bencana untuk menyediakan jasa konseling
dan pemeriksaan kesehatan untuk ibu hamil dan menyusui.
3. Melibatkan petugaspetugas konseling untuk mencegah,

mengidentifikasi, mengurangi risiko kejadian depesi pasca bencana.


Perawatan Populasi Rentan Pada Orang Dengan Penyakit Kronis

Menurut Ida Farida (2013) dampak bencana pada penyakit kronis akan
memberi pengaruh besar pada kehidupan dan lingkungan bagi orang dengan
penyakit kronis. Terutama dalam situasi yang terpaksa hidup di tempat
pengungsian dalam waktu yang lama atau memulai kehidupan yang jauh
berbeda dengan pra bencana, sangat sulit mengatur dan memanajemen
penyakit seperti sebelum bencana. Meskipun sudah berhasil selamat dari
bencana dan tidak terluka sekalipun penyakit kronis mengalami kesulitan,
sehingga kemungkinan besar penyakit-penyakit tersebut terulang dan menjadi
lebih parah ketika hidup di pengungsian atau ketika kehidupan sehari-hari
lagi. Berdasarkan perubahan struktur penyakit itu sendiri, timbulnya
penyakit kronis yang disebabkan oleh perubahan gaya hidup sehari - hari.
Bagi orang - orang yang memiliki resiko penyakit kronis, perubahan
kehidupan yang disebabkan oleh bencana akan menjadi pemicu penyakit
kronis seperti diabetes mellitus dan gangguan pernapasan
Pra bencana
1. Identifikasi kelompok rentan dari kelompok individu yang cacat dan berpenyakit kronis
2. Sediakan informasi bencana yang bisa diakses oleh orang - orang dengan keterbatasan fisik
seperti : tuna rungu , tuna netra , dll
3. Perlunya diadakan pelatihan - pelatihan penanganan kegawatdaruratan bencana bagi petugas
kesehatan khusus untuk menanganni korban dengan kebutuhan khusus

Saat bencana :
Sediakan alat – alat emergency dan pemeriksaan yang khusus untuk orang cacat dan penyakit
kronis ( HIV / AIDS dan penyakit infeksi lainnya ) , alat bantu berjalan untuk korban dengan sekali
, alat – alat BHD pakai , dll
4. Tetap menjaga dan meningkatkan kewaspadaan universal ( universal prevention ) untuk

petugas dalam melakukan tindakan kegawatdaruratan.


Pasca bencana

1. Sedapat mungkin , sediakan fasilitas yang dapat mengembalikan


kemandirian individu dengan keterbatasan fisik di lokasi evakuasi
sementara . Contohnya : kursi roda , tongkat , dll
2. Libatkan agensi - agensi yang berfokus pada perlindungan
individu - individu dengan keterbatasan fisik dan penyakit kronis
3. Rawat korban dengan penyakit kronis sesuai dengan
kebutuhannya.
Perawatan Populasi Rentan Pada Disabilitas

Bencana alam bisa menimbulkan korban jiwa yang tinggi pada kelompok
rentan, salah satunya penyandang disabilitas. Penyandangdisabilitas
adalah setiap orang yang mempunyai kelainan fisik dan/ataumental yang
dapat mengganggu atau merupakan rintangan dan hambatan baginya
untuk melakukan kegiatan secara selayaknya,
yang terdiri dari: penyandang disabilitas fisik, penyandang disabilitas me
ntal serta penyandang disabilitas fisik dan mental (Peraturan Daerah Prov
insiLampung Nomor 10 Tahun 2013 tentang Pelayanan dan Pemenuhan
Hak-Hak Penyandang Disabilitas).
Pra Bencana
1. Sediakan informasi bencana yang bisa diakses oleh orang-orang dengan keterbatasan fisik seperti: tunarungu, tuna
netra, dll
2. Perlunya diadakan pelatihan-pelatihan penanganan kegawatdaruratan bencana bagi petugas kesehatan khusus untuk
menangani korban dengan kebutuhan khusus (cacat).
Saat Bencana
3. Sediakan alat-alat emergency dan evakuasi yang khusus untuk orangcacat, alat bantu berjalan untuk korban dengan
kecacatan, alat-alat BHD sekali pakai, dll
4. Tetap menjaga dan meningkatkan kewaspadaan universal (universal precaution) untuk petugas dalam melakukan
tindakan kegawatdaruratan.
Pasca Bencana
Sedapat mungkin, sediakan fasilitas yang dapat mengembalikankemandirian individu dengan keterbatasan fisik di lokasi
evakuasi sementara. Contohnya: kursi roda, tongkat, dll
5. Libatkan agensi-agensi yang berfokus pada perlindungan individu-individu dengan keterbatasan fisik
Pertolongan pada penyandang cacat

1. Tuna daksa
Tuna daksa adalah kebanyakan orang yang jalannya tidak stabil dan mudah jatuh, serta orang yang
memiliki keterbatasan dalam perpindahan atau pemakai kursi roda yang tidak dapat melangkah sendirian
ketika berada ditempat yang jalannya tidak rata dan menaiki tangga. Ada yang menganggap kursi roda
seperti satu bagian dari tubuh sehingga cara mendorongnya harus mengecek keinginan si pemakai kursi
roda dan keluarga.
2. Tuna netra
Dengan mengingat bahwa tuna netra mudah merasa takut karenamenyadari suasana aneh di sekitarnya,
maka perlu diberitahukan tentang kondisi sekitar rumah dan tempat aman untuk lari dan bantuanuntuk
pindah di tempat yang tidak familiar. Pada waktu menolongmereka untuk pindah, peganglah siku dan
pundak, atau genggamlah secara lembut pergelangannya karena berkaitan dengan tinggi badan mereka
serta berjalanlah setengah langkah di depannya
Lanjutan….

3. Tuna rungu
Beritahukan dengan senter ketika berkunjung ke rumahnya karena tidak dapat menerima
informasi suara. Sebagai metode komunikasi, ada Bahasa tulis, Bahasa isyarat, Bahasa membaca
gerakan mulut lawan bicara, tetapi belum tentu semua dapat menggunakan Bahasa isyarat.
4. Gangguan intelektual
Atau perkembangannya sulit dipahami oleh orang pada umunya karena kurang mampu untuk
bertanya dan mengungkapkan pendapatnya sendiri dan seringkali mudah menjadi panik. Pada saat
mereka mengulangi ucapan dan pertanyaan yang sama dengan lawan bicara, hal itu menandakan
bahwa mereka belum mengerti sehingga gunakan kata-kata sederhana yang mudah dimengerti
(Farida, Ida. 2013).
Sumber Daya Yang Tersedia Di Lingkungan Yang Sesuai Dengan Kebutuhan Kelompok

Setelah kejadian bencana, adalah penting sesegera mungkin untuk menciptakan lingkungan
yang kondusif yang memungkinkan kelompok berisiko untuk berfungsi secara mandiri
sebagaimana sebelum kejadian bencana, diantaranya (Indriyani, 2014; Klynmanet al., 2017;
Powers & Daily, 2019)
1. Terbentuknya desa siaga dan organisasi kemasyarakatan yang terus mensosialisasikan
kesiapsiagaan terhadap bencana terutama untuk areayang rentan terhadap kejadian
bencana.
2. Kesiapan rumah sakit atau fasilitas kesehatan menerima korban bencana dari kelompok
berisiko baik itu dari segi fasilitas maupun ketenagaan seperti : beberapa jumlah
incubator untuk bayi baru lahir, tempat tiduruntuk pasien anak, ventilator anak, fasilitas
persalinan, fasilitas perawatan pasien dengan penyakit kronis, dsb
3. Adanya symbol-symbol atau bahasa yang bisa dimengerti oleh individu-individu dengan
kecacatan tentang peringatan bencana, jalur evakuasi,lokasi pengungsian dll.
Lanjutan....

4. Adanya system support konseling dari ahli-ahli voluntir yang khusus


menangani kelompok beresiko untuk mencegah dan mengidentifikasi
dinikondisi depresi pasca bencana pada kelompok tersebut sehingga
intervensi yang sesuai dapat diberikan untuk merawat mereka
5. Melibatkan lansia dalam aktivitas-aktivitas sosial dan program lintas
generasi misalnya dengan remaja dan anak-anak untuk mengurangi resiko
isolasi sosial dan depresi.
6. Menyediakan informasi dan lingkungan yang kondusif untuk
individu dengan keterbatasan fisik, misalnya area evakuasi yang dapat
diakses oleh mereka.
7. Adanya fasilitas-fasilitas perawatan untuk korban bencana
dengan penyakit kronis dan infeksi
Kesimpulan

Kamus Besar Bahasa Indonesia merumuskan pengertian rentan sebagai:


mudah terkena penyakit dan, (2) peka, mudah merasa. Kelompok yang lemah ini lazimnya
tidak sanggup menolong diri sendiri, sehingga memerlukan bantuan orang lain. Selain itu,
kelompok rentan juga diartikan sebagai kelompok yang mudah dipengaruhi. Pengertian
kedua merupakan konsekuensi logis dari pengertian yang pertama, karena sebagai
kelompoklemah sehingga mudah dipengaruhi.
Lansia merupakan salah saat kelompok yang rentan secara fisik, mental dan ekonomik saat
dan setelah bencana yang disebabkan karena penurunan kemampuan mobilitas fisik dan
atau karena mengalami masalah kesehatankronis (Klynman et al,2019). Di Amerika serikat,
lebih dari 50% korban kematian akibat dari badai Katrina adalah lansia dan diperkirakan
sekitar1.300 lansia yang hidup mandiri sebelum kejadian badai tersebut harus dirawat
dipanti jompo setelah bencana alam itu terjadi (Powers &daily,2017)
Lanjutan….

Bencana alam bisa menimbulkan korban jiwa yang tinggi pada kelompok rentan,
salah satunya penyandang disabilitas. Penyandang disabilitas adalah setiap orang
yang mempunyai kelainan fisik dan/ataumental yang dapat mengganggu atau
merupakan rintangan dan hambatan baginya untuk melakukan kegiatan secara
selayaknya,
yang terdiri dari: penyandang disabilitas fisik, penyandang disabilitas mental serta p
enyandang disabilitas fisik dan mental (Peraturan Daerah Provinsi Lampung Nomor
10 Tahun 2013 tentang Pelayanan dan Pemenuhan Hak-Hak Penyandang
Disabilitas).

Saran
Dalam penulisan makalah ini, penulis menyarankan kepada
para pembaca agar memahami secara mendalam materi yang telah dipaparkan
dalam makalah ini, karena dalam kehidupan sehari-hari hal tersebut
sangat bermanfaat untuk meningkatkan taraf hidup kelumpok rentan.
TERIMA KASIH
토론을 따라 주셔서 감사합니다

Anda mungkin juga menyukai