Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN APENDISITIS

MINGGU 1

Dosen : Ns.Dyah restuning p.,M.kep

Oleh : INDRY LESTARI 1907032

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEPERAWATAN, BISNIS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS WIDYA HUSADA SEMARANG

2022
A. KONSEP DASAR PENYAKIT
1. PENGERTIAN

Apendesitis merupakan proses pradangan akut maupun kronis yang terjadi pada
apendiks vemivormis oleh karna adanya sumbatan yang terjadi pada lumen
apendiks.gejala pertama kali yang di rasakan pada umumnya adalah berupa
nyeri pada perut kuadran kanan bawah.selain itu mual dan muntah sering terjadi
beberapa jam setelah muncul nyeri ,yang berakibat pada penurunan napsu
makan sehingga dapat menyebabkan anoreksia (fransisca dkk,2019)

B. Etiologi

appendicitis adalah obstruksi lumen apendiks yang dapat disebabkan oleh


hiperplasia limfoid, infeksi, fekalit, tumor, ataupun infeksi. Obstruksi ini
kemudian menyebabkan distensi lumen dan inflamasi yang menimbulkan
manifestasi klinis appendicitis

Fekalit terbentuk dari garam kalsium dan debris feses menjadi berlapis dan
menumpuk di dalam apendiks. Hiperplasia limfoid dikaitkan dengan
berbagai gangguan inflamasi dan infeksi, seperti Crohn’s disease,
gastroenteritis, amebiasis, infeksi pernapasan, campak, dan mononukleosis.
Pada beberapa kasus penyebab pasti appendicitis tidak diketahui.[2,6]
Parasit, seperti Enterobius vermicularis, juga berpotensi menyebabkan
obstruksi lumen apendiks dan menyebabkan appendicitis.

Faktor Risiko

Appendicitis dapat terjadi pada siapa saja, namun beberapa kondisi dapat
meningkatkan risiko terjadinya appendicitis antara lain:

Usia: appendicitis lebih sering ditemukan pada usia 10-20 tahun.

- Jenis kelamin: appendicitis lebih sering ditemukan pada pria


dibandingkan wanita.
- Riwayat dalam keluarga: adanya riwayat appendicitis pada keluarga
meningkatkan risiko seseorang terkena appendicitis.
- Konsumsi serat yang rendah

C. Pathofisiologi

Patofisiologi appendicitis berasal dari obstruksi pada rongga apendiks.


Obstruksi lumen in diikuti dengan pertumbuhan bakteri, inflamasi, dan
distensi apendiks.
Anatomi
Apendiks adalah suatu bagian dari usus besar (caecum) yang berbentuk
seperti cacing. Apendiks disebut juga sebagai usus buntu, umbai cacing,
vermiform appendix, epityphlitis (diubah dari bahasa Yunani), atau
appendix.Panjang apendiks rata-rata adalah 8─10 cm (berkisar 2─20
cm). Posisi apendiks tidak terfiksir pada satu tempat, dapat berasal dari
sekitar 1,7─2,5 cm di bawah ileum terminal, dorsomedial terhadap
fundus caecum (lokasi paling umum); atau bersebelahan dengan orifisium
ileal.
Obstruksi Luminal
Penyebab terjadinya obstruksi pada lumen apendiks beragam, seperti
hiperplasia limfoid, infeksi parasit, fekalit, ataupun tumor. Terlepas dari
penyebabnya, kondisi obstruksi dapat menimbulkan inflamasi, iskemia
lokal, perforasi, dan pembentukan abses, yang juga meningkatkan risiko
peritonitis.
Adanya obstruksi akan menyebabkan peningkatan tekanan intraluminal
dan intramural, mengakibatkan oklusi pembuluh darah kecil dan stasis
limfatik. Penumpukan mukus dan distensi apendiks lama kelamaan akan
diikuti dengan gangguan limfatik dan vaskular, sehingga dinding
apendiks menjadi iskemik dan nekrotik. Apendiks yang mengalami
inflamasi akan dikelilingi oleh omentum dan visera sekitarnya dan
membentuk massa apendiks. Insiden perforasi apendiks makroskopik
berkisar 20-30%. Perforasi apendiks dapat berkembang menjadi
peritonitis generalisata atau membentuk abses apendiks.[2,3]
Pertumbuhan Bakteri
Pertumbuhan bakteri yang berlebihan kemudian terjadi pada apendiks
yang mengalami obstruksi, dengan organisme aerob yang mendominasi
pada awal dan campuran aerob dan anaerob di kemudian hari. Organisme
yang umum terlibat adalah Escherichia coli, Peptostreptococcus,
Bacteroides, dan Pseudomonas. Setelah peradangan dan nekrosis yang
signifikan terjadi, apendiks berisiko mengalami perforasi, abses lokal,
dan terkadang peritonitis.
( Jones MW, Lopez RA, Deppen JG. Appendicitis. In: StatPearls.
Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2021
Invansi & Multiplikasi Hipertermia Febris
Bakteri
Peradangan pada Mekanisme
dinding apendiks kompensasi tubuh
Pathways
D.Apendicitis

Apendiktomi Secresi mucus berlebih pada


Ansietas
lumen apendik

Luka insisi Apendic teregang

Merangsang Spasme dinding Tekanan


nosiseptor apendik intraluminal lebih
dari tekanan vena

Nyeri akut
Hipoxia jaringan
apendic
E. Pathway
RisikoApendicitis
Perdarahan
Ulcerasi

Efek samping
Perforasi
anestesi
Jalan masuk kuman
Risiko Infeksi
Nausea
F. Maninfestasi klinis

- Nyeri kuadran bawah terasa dan biasanya disertai dengan demam ringan, mual,
muntah dan hilangnya nafsu makan
- Nyeri tekan local pada titik McBurney bila dilakukan tekanan
- Nyeri tekan lepas dijumpai
- Terdapat konstipasi atau diare
- Nyeri lumbal, bila appendiks melingkar di belakang sekum
- Nyeri defekasi, bila appendiks berada dekat rektal
- Nyeri kemih, jika ujung appendiks berada di dekat kandung kemih atau ureter
- Pemeriksaan rektal positif jika ujung appendiks berada di ujung pelvis
- Tanda Rovsing dengan melakukan palpasi kuadran kiri bawah yang secara
paradoksial menyebabkan nyeri kuadran kanan.
- Apabila appendiks sudah ruptur, nyeri menjadi menyebar, disertai abdomen terjadi
akibat ileus paralitik.
- Pada pasien lansia tanda dan gejala appendiks sangat bervariasi. Pasien mungkin tidak
mengalami gejala sampai terjadi ruptur appendiks.
Nama pemeriksaan Tanda dan gejala
Rovsing’s sign Positif jika dilakukan palpasi dengan tekanan pada kuadran
kiri bawah dan timbul nyeri pada sisi kanan.
Psoas sign atau Pasien dibaringkan pada sisi kiri, kemudian dilakukan
Obraztsova’s sign ekstensi dari panggul kanan. Positif jika timbul nyeri pada
kanan bawah.
Obturator sign Pada pasien dilakukan fleksi panggul dan dilakukan rotasi
internal pada panggul. Positif jika timbul nyeri pada
hipogastrium atau vagina.
Dunphy’s sign Pertambahan nyeri ketika batuk atau mengedan
G. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan apendisitis menurur Mansjoer (2021) :
a. Pre Operatif
1) Pemasangan sonde lambung untuk dekompresi
2) Pemasangan kateter untuk control produksi urin
3) Terapi Cairan IV (rehidrasi)
4) Antibiotic dengan spectrum luas dan dosis tinggi diberikan secara IV
5) Obat-obatan penurun panas, phenergan sebagai anti menggigil, largaktil untuk
membuka pembuluh – pembuluh darah perifer diberikan setelah rehidrasi
tercapai.
6) Bila demam, harus diturunkan sebelum diberi anestesi.
b. Intra Operatif
1) Apabila apendiks mengalami perforasi bebas, maka abdomen dicuci dengan
garam fisiologis dan antibiotika.
2) Abses apendiks diobati dengan antibiotika IV, massanya mungkin mengecil,
atau abses mungkin memerlukan drainase dalam jangka waktu beberapa hari.
3) Tindakan apendiktomi
Ada dua teknik operasi apendiktomi yang biasa digunakan, yaitu :
a) Operasi terbuka : satu sayatan akan dibuat (sekitar 5 cm) di bagian bawah
kanan perut. Sayatan akan lebih besar jika apendisitis sudah mengalami
perforasi.
b) Laparoskopi : sayatan dibuat sekitar dua sampai empat buah. Satu didekat
pusar, yang lainnya diseputar perut. Laparoskopi berbentuk seperti benang
halus denagn kamera yang akan dimasukkan melalui sayatan tersebut.
Kamera akan merekam bagian dalam perut kemudian ditampakkan pada
monitor. Gambaran yang dihasilkan akan membantu jalannya operasi dan
peralatan yang diperlukan untuk operasi akan dimasukkan melalui sayatan
di tempat lain. Pengangkatan apendiks, pembuluh darah, dan bagian dari
apendiks yang mengarah ke usus besar akan diikat.
c. Post Operatif
1) Observasi TTV
2) Angkat sonde lambung bila pasien telah sadar sehingga aspirasi cairan
lambung dapat dicegah.
3) Baringkan pasien dalam posisi semi fowler
4) Pasien dikatakan baik bila dalam 12 jam tidak terjadi gangguan, selama pasien
dipuasakan.
5) Bila tindakan operasi lebih besar, misalnya pada perforasi, puasa dilanjutkan
sampai fungsi usus kembali normal.
6) Berikan minum mulai 15ml/jam selama 4-5 jam lalu naikan menjadi 30
ml/jam. Keesokan harinya berikan makanan saring dan hari berikutnya
diberikan makanan lunak.
7) Satu hari pasca operasi pasien dianjurkan untuk duduk tegak di tempat tidur
selama 2×30 menit.
8) Pada hari kedua pasien dapat berdiri dan duduk di luar kamar.
Hari ke-7 jahitan dapat diangkat
H. Pemeriksaan penunjang
a. Laboratorium
Terdiri dari pemeriksaan darah lengkap dan C-reactive protein (CRP). Pada
pemeriksaan darah lengkap ditemukan jumlah leukosit antara 10.000-18.000/mm3
(leukositosis) dan neutrofil diatas 75%, sedangkan pada CRP ditemukan jumlah
serum yang meningkat. CRP adalah salah satu komponen protein fase akut yang
akan meningkat 4-6 jam setelah terjadinya proses inflamasi, dapat dilihat melalui
proses elektroforesis serum protein. Angka sensitivitas dan spesifisitas CRP yaitu
80% dan 90%.
b. Radiologi
Terdiri dari pemeriksaan ultrasonografi (USG) dan Computed Tomography
Scanning(CT-scan). Pada pemeriksaan USG ditemukan bagian memanjang pada
tempat yang terjadi inflamasi pada appendiks, sedangkan pada pemeriksaan CT-
scan ditemukan bagian yang menyilang dengan fekalith dan perluasan dari
appendiks yang mengalami inflamasi serta adanya pelebaran sekum. Tingkat
akurasi USG 90-94% dengan angka sensitivitas dan spesifisitas yaitu 85% dan
92%, sedangkan CT-Scan mempunyai tingkat akurasi 94-100% dengan
sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi yaitu 90-100% dan 96-97%.
Konsep keperawatan
A. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian Keperawatan
a. Pengkajian primer
1) Airway: penilaian akan kepatenan jalan napas, meliputi pemeriksaan mengenai
adanya obstruksi jalan napas, adanya benda asing. Pada klien yang dapat
berbicara dapat dianggap jalan napas bersih. Dilakukan pula pengkajian
adanya suara napas tambahan seperti snoring. Namun pada kasus apendiksitis
biasanya tidak terjadi gangguan pada system pernafasan.
2) Breathing: kaji frekuensi napas, apakah ada penggunaan otot bantu
pernapasan, retraksi dinding dada, adanya sesak napas. Palpasi pengembangan
paru, auskultasi suara napas, kaji adanya suara napas tambahan seperti ronchi,
wheezing, dan kaji adanya trauma pada dada.
3) Circulation: dilakukan pengkajian tentang volume darah dan cardiac output
serta adanya perdarahan. Pengkajian juga meliputi status hemodinamik, warna
kulit, nadi.
4) Disability : kaji tingkat kesadaran dan GCS. Penurunan tingkat kesadaran
merupakan tanda ekstrim pertama pada pasien yang membutuhkan pertolongan
di ruang intensive
5) Exposure : pada saat stabil dapat ditanyakan riwayat dan pemeriksaan lainnya.
b. Pengkajian sekunder
Pengkajian sekunder meliputi anamnesis dan pemeriksaan fisik sebagai berikut :
1) Keluhan utama klien : biasanya akan mendapatkan nyeri di sekitar epigastrium
menjalar ke perut kanan bawah. Timbul keluhan nyeri perut kanan bawah
mungkin beberapa jam kemudian setelah nyeri di pusat atau di epigastrium
dirasakan dalam beberapa waktu lalu. Sifat keluhan nyeri dirasakan terus-
menerus, dapat hilang atau timbul nyeri dalam waktu yang lama. Keluhan
yang menyertai biasanya klien mengeluh rasa mual dan muntah, panas.
2) Riwayat kesehatan masa lalu : biasanya berhubungan dengan masalah
kesehatan klien sekarang
3) Diet : biasanya pasien mempunyai kebiasaan makan makanan rendah serat
4) Pemeriksaan Fisik :
a) Keadaan umum klien biasanya tampak sakit ringan/sedang/berat
b) TTV : tanda – tanda vital biasanya akan mengalami peningkatan
c) Head to toe : pada pemeriksaan abdomen, kemungkinan adanya distensi
abdomen, nyeri tekan/nyeri lepas, kekakuan, penurunan atau tidak ada
bising usus. Pada pemeriksaan rektal toucher, dapat teraba benjolan, dan
penderita merasa nyeri pada daerah prolitotomi.
5) Aktivitas / istirahat : biasanya mengalami malaise
6) Eliminasi : dapat mengalami konstipasi pada awitan awal, diare kadang-
kadang
7) Nyeri/kenyamanan : umumnya mengalami nyeri abdomen sekitar epigastrium
dan umbilicus, yang meningkat berat dan terlokalisasi pada titik Mc. Burney,
meningkat karena berjalan, bersin, batuk, atau napas dalam. Nyeri pada
kuadran kanan bawah karena posisi ekstensi kaki kanan/posisi duduk tegak.
8) Data psikologis klien nampak gelisah.

2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri akut b.d agen pencedera fisik
b. Nausea b.d efek agen farmakologis
c. Risiko infeksi yang dibuktikan oleh efek prosedur infasif
(SDKI, 2017)
3. Rencana Keperawatan
Diagnosa
No Tujuan dan Kriteria Hasil (SLKI) Intervensi (SIKI)
Keperawatan
1 Nyeri akut b.d agen Setelah dilakukan asuhan keperawatan Manajemen Nyeri
pencedera selama …. x … jam, diharapkan tidak 1. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas,
fisiologis / fisik terjadi nyeri akut dengan kriteria hasil : intensitas nyeri
Tingkat Nyeri 2. Identifikasi skala nyeri
1. Tidak mengeluh nyeri 3. Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri
2. Tidak meringis 4. Monitor tanda – tanda vital
3. Tidak ada sikap protektif 5. Berikan teknik non farmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
4. Tidak gelisah (mis : TENS, hypnosis, akupresure, terapi music, biofeedback,
5. Tanda – tanda vital dalam batas terapi pijat, aromaterapi, teknik imajinasi terbimbing, kompres
normal (TD : 90 – 130 / 60 – 90 hangat atau dingin, terapi bermain)
mmHg, N : 60 – 100 x/menit, RR : 6. Fasilitasi istirahat dan tidur
16 – 20 x/menit) 7. Berikan analgetik, jika perlu
2 Hipertermia b.d Setelah dilakukan asuhan keperawatan Manajemen hipertermia
proses penyakit selama ... x … jam, diharapkan tidak Regulasi temperatur
terjadi hipertermia dengan kriteria hasil: 1. Identifikasi penyebab hipertermia (mis. dehidrasi, terpapar
Termoregulasi lingkungan panasm penggunaan incubator)
1. Tidak menggigil 2. Monitor komplikasi akibat hipertermia
2. Warna kulit normal 3. Monitor suhu tubuh, tekanan darah, frekuensi pernapasan dan
3. Tidak kejang nadi
4. Suhu tubuh dalam batas normal 4. Monitor warna dan suhu kulit
(36.50C – 37.50C) 5. Berikan cairan oral
6. Ganti linen setiap hari atau lebih sering jika mengalami
hiperhidrosis (keringat berlebih)
7. Anjurkan tirah baring
8. Kolaborasi pemberian cairan dan elektrolit intravena
9. Kolaborasi pemberian antipiretik, jika perlu
3 Ansietas b.d Setelah dilakukan asuhan keperawatan Reduksi Ansietas
kekhawatiran selama ... x … jam, diharapkan tidak 1. Monitor tanda – tanda ansietas (verbal & non verbal)
mengalami terjadi ansietas dengan kriteria hasil : 2. Monitor tanda tanda vital
kegagalan Tingkat Ansietas 3. Berikan terapi relaksasi napas dalam
1. Tidak tampak wajah kebingungan / 4. Jelaskan prosedur, termasuk sensasi yang mungkin dialami
khawatir 5. Kolaborasi pemberian obat antiansietas, jika perlu
2. Tidak gelisah
3. Tidak mengalami tremor
4. Tanda – tanda vital dalam batas
normal (TD : 90 – 130 / 60 – 90
mmHg, N : 60 – 100 x/menit, RR :
16 – 20 x/menit)

4 Risiko infeksi yang Setelah diberikan asuhan keperawatan Pencegahan Infeksi


dibuktikan oleh selama … x … jam, diharapkan tidak
prosedur invasive terjadi infeksi dengan kriteria hasil : 1. Monitor tanda dan gejala infeksi local dan sistemik
Tingkat Infeksi 2. Monitor tanda – tanda vital
1. Tidak ada demam 3. Berikan perawatan kulit pada area edema
2. Tidak ada kemerahan 4. Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien dan
3. Tidak ada nyeri lingkungan pasien
4. Tidak bengkak 5. Pertahankan teknik aseptic pada pasien berisiko tinggi
5. Tidak ada cairan berbau busuk 6. Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
6. Kadar sel darah putih normal 5000 – 7. Anjurkan meningkatkan asupan cairan
10000 / uL) 8. Kolaborasi pemberian antibiotik, jika perlu
7. Tanda – tanda vital dalam batas
normal (TD : 90 – 130 / 60 – 90
mmHg, N : 60 – 100 x/menit, RR :
16 – 20 x/menit, S : 36.50C –
37.50C)
5 Risiko perdarahan Setelah dilakukan asuhan keperawatan Pencegahan Perdarahan
yang dibuktikan oleh selama ... x … jam, diharapkan tidak 1. Monitor tanda dan gejala perdarahan
tindakan terjadi perdarahan berlebih dengan 2. Monitor nilai hematocrit / hemoglobin sebelum dan setelah
pembedahan kriteria hasil : kehilangan darah
Tingkat Perdarahan 3. Monitor koagulasi darah (PT, PTT, fibrinogen, degradasi fibrin
6. Tidak terjadi perdarahan secara dan/atau platelet)
berlebih (< 200 cc)
7. Tekanan darah dalam batas normal 4. Hentikan perdarahan, jika terjadi
(90 – 130 / 60 – 90 mmHg) 5. Kolaborasi pemberian obat pengontrol perdarahan, jika perlu
8. Frekuensi nadi dalam batas normal 6. Kolaborasi pemberian produk darah, jika perlu
(60 – 100 x/menit)

6 Nausea b.d efek Setelah dilakukan asuhan keperawatan Manajemen Mual


agen farmakologis selama ... x … jam, diharapkan tidak 1. Identifikasi mual
terjadi nausea dengan kriteria hasil : 2. Monitor asupan nutrisi dan kalori
Tingkat Nausea 3. Kurangi atau hilangkan keadaaan penyebab mual
1. Tidak ada perasaan ingin muntah 4. Berikan makanan dalam jumlah kecil tapi sering
2. Tidak ada perasaan asam di mulut 5. Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi mual (misal
3. Nafsu makan baik teknik relaksasi)
4. Tidak ada muntah 6. Kolaborasi pemberian antiemetic, jika perlu
DAFTAR PUSTAKA

Elizabeth, J, Corwin. 2019. Biku saku Fatofisiologi. Jakarta: EGC

Stringer,MD. Acute appendicitis. J Paediatr Child Health. 2017


Suratun. 2010. .Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sistem Gastrointestinal cet.1. Jakarta:
Trans Info Media
Jones,MW, Lopez RA. Deppen JG. Appendicitis. In StatPearls. Treasure Island (FL)
StatPearls Publishing; 2021.

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia Definisi dan
Indikator Diagnostik. Jakarta: DPP Persatuan Perawat Nasional Indonesia.

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia Definisi dan
Tindakan Keperawatan. Jakarta: DPP Persatuan Perawat Nasional Indonesia.

Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia Definisi dan
Kriteria Hasil Keperawatan. Jakarta: DPP Persatuan Perawat Nasional Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai