Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN APENDISITIS

DAN ASUHAN KEPERAWATAN

Disusun untuk memenuhi tugas individu di


RS Panti Wilasa Citarum
Oleh :
Yoga Alis O. 1603084

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KARYA HUSADA
SEMARANG
2019
A. Pengertian

1. Apendisitis akut adalah penyebab paling umum inflamasi akut pada


kuadran bawah kanan rongga abdomen, penyebab paling umum untuk
bedah abdomen darurat.
2. Apendisitis adalah kondisi di mana infeksi terjadi di umbai cacing. Dalam
kasus ringan dapat sembuh tanpa perawatan, tetapi banyak kasus
memerlukan laparotomi dengan penyingkiran umbai cacing yang
terinfeksi. Bila tidak terawat, angka kematian cukup tinggi, dikarenakan
oleh peritonitis dan shock ketika umbai cacing yang terinfeksi hancur.
3. Apendisitis adalah peradangan akibat infeksi pada usus buntu atau umbai
cacing (apendiks). Infeksi ini bisa mengakibatkan pernanahan. Bila infeksi
bertambah parah, usus buntu itu bisa pecah. Usus buntu merupakan
saluran usus yang ujungnya buntu dan menonjol dari bagian awal usus
besar atau sekum (cecum). Usus buntu besarnya sekitar kelingking tangan
dan terletak di perut kanan bawah. Strukturnya seperti bagian usus
lainnya. Namun, lendirnya banyak mengandung kelenjar yang senantiasa
mengeluarkan lendir.

B. Penyebab / factor predisposisi


Usus buntu dalam bahasa latin disebut sebagai Appendix vermiformis.
Appendiks terletak di ujung sakrum kira-kira 2 cm di bawah anterior ileo
saekum, bermuara di bagian posterior dan medial dari saekum.
Pada pertemuan ketiga taenia yaitu: taenia anterior, medial dan
posterior. Secara klinik appendiks terletak pada daerah Mc. Burney yaitu
daerah 1/3 tengah garis yang menghubungkan sias kanan dengan pusat. Posisi
apendiks berada pada Laterosekal yaitu di lateral kolon asendens. Di daerah
inguinal: membelok ke arah di dinding abdomen. Walaupun lokasi apendiks
selalu tetap, lokasi ujung umbai cacing bisa berbed bisa di retrocaecal atau di
pinggang (pelvis) yang jelas tetap terletak di peritoneum. Ukuran panjang
apendiks rata-rata 6 – 9 cm. Lebar 0,3 – 0,7 cm. Isi 0,1 cc, cairan bersifat basa
mengandung amilase dan musin. Pada kasus apendisitis, apendiks dapat
terletak intraperitoneal atau retroperitoneal. Apendiks disarafi oleh saraf
parasimpatis (berasal dari cabang nervus vagus) dan simpatis (berasal dari
nervus thorakalis X). Hal ini mengakibatkan nyeri pada apendisitis berawal
dari sekitar umbilicus.
Saat ini diketahui bahwa fungsi apendiks adalah sebagai organ
imunologik dan secara aktif berperan dalam sekresi immunoglobulin (suatu
kekebalan tubuh) dimana memiliki/berisi kelenjar limfoid. Apendiks
menghasilkan suatu imunoglobulin sekretoar yang dihasilkan oleh GALT (Gut
Associated Lymphoid Tissue), yaitu Ig A. Imunoglobulin ini sangat efektif
sebagai perlindungan terhadap infeksi, tetapi jumlah Ig A yang dihasilkan oleh
apendiks sangat sedikit bila dibandingkan dengan jumlah Ig A yang dihasilkan
oleh organ saluran cerna yang lain. Jadi pengangkatan apendiks tidak akan
mempengaruhi sistem imun tubuh, khususnya saluran cerna
1. Menurut Syamsu Hidayat (2004)
a. Fekalit
b. Tumor appendiks
c. Cacing askaris
d. Erosi mukosa appendiks
e. Hiperplasi jaringan limfe
2. Menurut Mansjoer (2000)
a. Hiperplasi folikel limfoid
b. Fekalit
c. Benda asing
d. Striktur karena fibrosis
e. Neoplasma
3. Menurut Markum (1996)
a. Fekalit
b. Parasit
c. Hiperplasia limfoid
d. Stenosis fibrosis
e. Tumor karsinoid

C. Klasifikasi

a. Apendisitis akut
Apendisitis akut adalah : radang pada jaringan apendiks. Apendisitis akut
pada dasarnya adalah obstruksi lumen yang selanjutnya akan diikuti oleh
proses infeksi dari apendiks.
Penyebab obstruksi dapat berupa :
a. Hiperplasi limfonodi sub mukosa dinding apendiks.
b. Fekalit
c. Benda asing
d. Tumor
Adanya obstruksi mengakibatkan mucin/ cairan mukosa yang diproduksi
tidak dapat keluar dari apendiks, hal ini semakin meningkatkan tekanan
intra luminer sehingga menyebabkan tekanan intra mukosa juga semakin
tinggi.
Tekanan yang tinggi akan menyebabkan infiltrasi kuman ke dinding
apendiks sehingga terjadi peradangan supuratif yang menghasilkan pus/
nanah pada dinding apendiks.Selain obstruksi, apendisitis juga dapat
disebabkan oleh penyebaran infeksi dari organ lain yang kemudian
menyebar secara hematogen ke apendiks.
b. Appendicitis Purulenta (Supurative Appendicitis)
Tekanan dalam lumen yang terus bertambah disertai edema menyebabkan
terbendungnya aliran vena pada dinding appendiks dan menimbulkan
trombosis. Keadaan ini memperberat iskemia dan edema pada apendiks.
Mikroorganisme yang ada di usus besar berinvasi ke dalam dinding
appendiks menimbulkan infeksi serosa sehingga serosa menjadi suram
karena dilapisi eksudat dan fibrin. Pada appendiks dan mesoappendiks
terjadi edema, hiperemia, dan di dalam lumen terdapat eksudat
fibrinopurulen. Ditandai dengan rangsangan peritoneum lokal seperti
nyeri tekan, nyeri lepas di titik Mc Burney, defans muskuler, dan nyeri
pada gerak aktif dan pasif. Nyeri dan defans muskuler dapat terjadi pada
seluruh perut disertai dengan tanda-tanda peritonitis umum.
c. Apendisitis kronik
Diagnosis apendisitis kronik baru dapat ditegakkan jika dipenuhi semua
syarat : riwayat nyeri perut kanan bawah lebih dari dua minggu, radang
kronik apendiks secara makroskopikdan mikroskopik, dan keluhan
menghilang satelah apendektomi.
Kriteria mikroskopik apendiksitis kronik adalah fibrosis menyeluruh
dinding apendiks, sumbatan parsial atau total lumen apendiks, adanya
jaringan parut dan ulkus lama dimukosa, dan infiltrasi sel inflamasi
kronik. Insidens apendisitis kronik antara 1-5 persen.
d. Apendisitis rekurens
Diagnosis rekuren baru dapat dipikirkan jika ada riwayat serangan nyeri
berulang di perut kanan bawah yang mendorong dilakukan apeomi dan
hasil patologi menunjukan peradangan akut. Kelainan ini terjadi bila
serangn apendisitis akut pertama kali sembuh spontan. Namun,
apendisitis tidak perna kembali ke bentuk aslinya karena terjadi fribosis
dan jaringan parut. Resiko untuk terjadinya serangn lagi sekitar 50 persen.
Insidens apendisitis rekurens biasanya dilakukan apendektomi yang
diperiksa secara patologik.
Pada apendiktitis rekurensi biasanya dilakukan apendektomi karena
sering penderita datang dalam serangan akut.
e. Mukokel Apendiks
Mukokel apendiks adalah dilatasi kistik dari apendiks yang berisi musin
akibat adanya obstruksi kronik pangkal apendiks, yang biasanya berupa
jaringan fibrosa. Jika isi lumen steril, musin akan tertimbun tanpa infeksi.
Walaupun jarang,mukokel dapat disebabkan oleh suatu kistadenoma yang
dicurigai bisa menjadi ganas.
Penderita sering datang dengan keluhan ringan berupa rasa tidak enak di
perut kanan bawah. Kadang teraba massa memanjang di regio iliaka
kanan. Suatu saat bila terjadi infeksi, akan timbul tanda apendisitis akut.
Pengobatannya adalah apendiktomi.
f. Tumor Apendiks
a. Adenokarsinoma apendiks
Penyakit ini jarang ditemukan, biasa ditemukan kebetulan sewaktu
apendektomi atas indikasi apendisitis akut. Karena bisa metastasis ke
limfonodi regional, dianjurkan hemikolektomi kanan yang akan
memberi harapan hidup yang jauh lebih baik dibanding hanya
apendektomi.
b. Karsinoid Apendiks
Ini merupakan tumor sel argentafin apendiks. Kelainan ini jarang
didiagnosis prabedah,tetapi ditemukan secara kebetulan pada
pemeriksaan patologi atas spesimen apendiks dengan diagnosis
prabedah apendisitis akut. Sindrom karsinoid berupa rangsangan
kemerahan (flushing) pada muka, sesak napas karena spasme bronkus,
dan diare ynag hanya ditemukan pada sekitar 6% kasus tumor
karsinoid perut. Sel tumor memproduksi serotonin yang menyebabkan
gejala tersebut di atas.
Meskipun diragukan sebagai keganasan, karsinoid ternyata bisa
memberikan residif dan adanya metastasis sehingga diperlukan opersai
radikal. Bila spesimen patologik apendiks menunjukkan karsinoid dan
pangkal tidak bebas tumor, dilakukan operasi ulang reseksi ileosekal
atau hemikolektomi kanan.
D. Patofisiologi / Pathway

Inflamasi sekunder di tempat lain, stenosis, tumor, fekalit, diet rendah serat

Obstruksi intraluminal

Terhambatnya aliran mukus

Kompresi dari pembuluh darah, iskemia

- Absorbsi tidak sempurna 


feses tidak terbentuk seperti Ulserasi dari epitel apendiks - Mual, muntah
biasanya  diare - Peningkatan
- Motilitas usus menurun suhu
karena obstruksi  Invasi bakteri menyebabkan inflamasi - Nyeri tekan di
konstipasi titik Mc Burney
- Letak apendiks yg - Leukositosis
menempel pada saluran Nekrosis - Diare
kemih  disuria

Pembedahan Perforasi apendiks, abses apendiks, ruptur apendiks

Resolusi
Pembedahan untuk mengeringkan Peritonitis, obstruksi
rongga peritoneum usus, syok hipovolemik,
menghilangkan tekanan abdomen ileus, sepsis

(Karla, L. Luxner, 2005)

E. Pengkajian Keperawatan

1. Pengkajian Keperawatan
a. Dapatkan riwayat penyakit dengan cermat.
b. Observasi adanya manifestasi klinis appendicitis.
1) Nyeri abdomen kuadran kanan bawah.
2) Demam,abdomen kaku
3) Bising usus menurun atau tidak ada
4) Muntah (umumnya mengikuti awitan nyeri )
5) Konstipasi atau diare dapat terjadi.
6) Anorexia.
7) Takikardi atau diare dapat terjadi.
8) Pucat,letargi.
9) Peka rangsang
10) Postur bungkuk.
c. Observasi adanya tanda-tanda peritonitis
1) Demam
2) Hilangnya nyeri secara tiba-tiba setelah perforasi
3) Peningkatan nyeri,yang biasanya menyebar dan disertai kaku
abdomen.
4) Distensi abdomen progresif
5) Takikardi
6) Pernafasan cepat dan dangkal
7) Pucat
8) Mengigil
9) Peka rangsang
d. Bantu dengan prosedur diagnostik seperti hitung darah putih dan
radiografi abdomen.
F. Diagnosa Keperawatan

1. Diagnosa utama

Pre op
a. Nyeri Akut berhubungan dengan distensi jaringan usus oleh inflamasi
atau adanya insisi bedah.
b. Hipertermi
c. Resiko ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan
d. Intoleransi aktivitas
e. Ansietas
f. Defisiensi pengetahuan
g. Risiko cedera
h. Konstipasi
i. Diare
j. Resiko syok
k. Resiko kekurangan volum cairan
l. Mual, muntah
m. Disfungsi motilitas gastrointestinal

Post op
a. Resiko Infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan utama;
perforasi/ rupture pada appendiks; peritonitis; pembentukan abses,
Prosedur infasif, insist bedah.
b. Kekurangan tidur
c. Kurang prngetahuan tentang kondisi dan pengobatan berhubungan
dengan terbatasnya informasi yang didapat.
2. Prioritas Diagnosa Keperawatan
a. Resiko kekurangan volum cairan
b. Mual
c. Resiko ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan
d. Hipertermi
e. Nyeri akut
f. Ansietas
g. Defisit pengetahuan
h. Intoleransi aktivitas
i. Resiko cedera
j. Disfungsi motilitas gastrointestinal

G. Rencana Tindakan Keperawatan berdasar NIC, NOC

NO DIAGNOSA TUJUAN & KRITERIA HASIL INTERVENSI


KEPERAWATAN
Pre-operatif
1 Defisit volume cairan NOC : NIC: Manajemen Cairan
berhubungan dengan Setelah dilakukan tindakan a. Pertahankan intake &
kehilangan volume keperawatan Menejemen cairan output yang adekuat
cairan secara aktif, selama 3 x 24 jam, diharapkan b. Monitor status hidrasi
kegagalan mekanisme keseimbangan cairan pada (membran mukosa yang
pengaturan pasien adekuat dengan status adekuat)
cairan skala 4. c. Monitor status
Kriteria hasil: hemodinamik
a. Keseimbangan intake & d. Monitor intake output yang
output dalam batas normal akurat
b. Elektrolit serum dalam batas e. Monitor berat badan
normal
c. Tidak ada mata cekung
d. Tidak ada hipertensi
ortostatik
e. Tekanan darah dalam batas
normal
Skala :
a. Tidak pernah menunjukkan

b. Jarang menunjukkan
c. Kadang menunjukkan
d. Sering menunjukkan
e. Selalu menunjukkan
2 Mual berhubungan NOC : NIC : Fluid Managemet
dengan nyeri a. Comfort level a. Monitor status nutrisi
b. Hidrasil b. Catat intake dan output
c. Nutritional Status secar akurat
Setelah dilakukan tindakan c. Anjurkan untuk makan
keperawatan selama ….x 24 jam, pelan-pelan
mual pasien teratasi dengan d. Jelaskan untuk
kriteria hasil: menggunakan napas dalam
a. Melaporkan bebasdari mual untuk menekan reflek mual
b. Mengidentifikasihal-hal e. Batasi minum 1 jam
yangmengurangi mual sebelum, 1 jam sessudah
c. Nutrisi adekuat dan selama makan
d. Status hidrasi:hidrasi f. Instruksikan untuk
kulitmembran mukosabaik, menghindari bau makanan
tidak ada rasahaus yang menyengat
yangabnormal, panas,urin g. Kolaborasi pemberian
output normal, TD, HCT antiemetik
normal
3 Ketidakseimbangan NOC : NIC :
nutrisi kurang dari a. Nutritional status : adequacy a. Monitor intake dan output
kebutuhan of nutrient b. adanya penurunan BB dan
berhubungan dengan b. Nutritional status : foood and gula darah.
ketidakmampuan untuk fluid intake c. Monitor kekeringan, rambut
memasukkan atau c. Weight control kusam, total protein, Hb dan
mencerna nutrisi oleh Setelah dilakukan tindakan kadar Ht
karena faktor biologis, keperawatan selama ....x24 jam d. Kaji adanya alergi makanan
psikologis atau nutrisi kurang teratasi dengan e. Jelaskan pada pasien dan
ekonomi indikator : keluarga tentang manfaat
a. Albumin serum nutrisi
b. Pre albumin serum f. Anjurkan banyak minum
c. Hematokrit g. Kolaborasi dengan dokter
d. Hemoglobin tentang kebutuhan suplemen
e. Total iron binding capacity makanan
f. Jumlah limfosit h. Kolaborasi dengan ahli gizi
untuk menentukan jumlah
kalori dan nutrisi yang
dibutuhkan pasien
4 Hipertermi NOC : NIC :
berhubungan dengan Thermoregulasi a. Monitor tanda vital (TD,
penyakit nadi, suhu, RR)
Setelah dilakukan tindakan b. Monitor intake dan output
keperawatan selama ....x 24 jam c. Monitor WB, Hb, Hct
pasien menunjukkan suhu tubuh d. Kompres pasien pada lipat
dalam batas normal dnegan paha dan aksila
kriteria hasil : e. Berikan cairan intravena
a. Suhu 36-37o C f. Selimuti pasien
b. Nadi dan RR adlam rentang g. Berikan antipiretik
normal
c. Tidak ada perubahan warna
kulit dan merasa nyaman
5 Nyeri akut NOC : NIC : Manajemen Nyeri
berhubungan dengan a. Pain level a. Kaji nyeris ecara
agen injuri (biologi, b. Pain control komprehensif (lokasi,
kimia, fisik, c. Comfort level durasi, frekuensi, intensitas)
spikologis), kerusakan Setelah dilakukan tindakan b. Observasi isyarat-isyarat
jaringan keperawatan selama ....x24 non verbal dari
jam pasien tidak mengalami ketidaknyamanan
nyeri dengan kriteria : c. Berikan pereda nyeri
a. Mampu mengontrol nyeri dengan manipulasi
b. Melaporkan bahwa nyeri lingkungan (misal, ruangan
berkurang dengan tenang dan batasi
menggunakan manajemen pengunjung)
nyeri d. Berikan analgesik sesuai
c. Mampu mengenali nyeri ketentuan
d. Menyatakan rasa nyaman e. Kontrol faktor-faktor yang
setelah nyeri berkurang dapat mempengaruhi
e. Tanda vital dalam rentang
normal
f. Tidak mengalami gangguan
tidur
Post-operatif
6 Resiko infeksi NOC : NIC :
berhubungan dengan Setelah dilakukan tindakan a. Observasi vital sign,
prosedur invasif. keperawatan selama ….x24jam penampilan luka dan daerah
masalah teratasi dengan criteria: sekitar luka.
a. Pasien memahami tentang b. Observasi kecukupan nutrisi
pencegahan dan pengendalian pasien & hasil laboratprium.
infeksi. c. Rawat luka dengan
b. Terbebas dari tanda atau memperhatikan tehnik steril
gejala infeksi. (septic & antiseptic), cuci
tangan sesuai procedure
sebelum dan sesudah
melakukan interaksi
terhadap pasien.
d. Bersihkan lingkungan
dengan benar selama dan
setelah digunakan oleh
pasien, terapkan universal
precaution.
e. Ajarka pasien tehnik
mencuci tangan yang benar,
ajarkan keluarga dan
pengunjung untuk mencuci
tangan sewaktu masuk dan
keluar kamar pasien .
f. Kolaborasi pemberian
antibiotic
7 Deprivasi tidur Setelah dilakukan tindakan a. Observasi adanya konfusi
berhubungan keperawatan selama ….x24jam akut, agitasi, ansietas,
ketidaknyamanan fisik. masalah teratasi dengan criteria: gangguan persepsi, respon
a. Pasien mengatakan segar lambat dan iritabilitas.
setelah bangun tidur. b. Ciptakan lingkungan
b. Tidak ada gangguan pada tenang, damai dan
pola, kualitas dan rutinitas minimalkan gangguan.
tidur. c. Bantu pasien
c. Tidak ada gangguan pada mengidentifikasi faktor –
jumlah jam tidur. faktor yang mungkin
d. Bangun pada waktu yang menyebabkan gangguan
sesuai. tidur.
d. Kolaborasi dengan dokter
untuk pemberian obat.
DAFTAR PUSTAKA

Evelyn C. (1992). Pearce. Anatomi dan Fisiolagi untuk Paramedis. Jakarta :,


Gramedia.

Depkes RI. (1995). Penerapan Proses Keperawatan pada Klien dengan Gangguan
Sistem Muskuloskeletal. Jakarta.
Doengoes, E.Marilyn. (2015). Rencana Asuhan Keperawatan (Edisi 7). Jakarta :
EGC.

Smeltzer&Bare. (2017). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner dan


Suddarth (Edisi 9). Jakarta: EGC.
Robbins dan kumar. Buku Ajar Patologi (Edisi 4), Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai