Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PENDAHULUAN

APENDISITIS
1. Pengertian
Apendisitis akut adalah penyebab paling umum inflamasi akut pada kuadran bawah
kanan rongga abdomen, penyebab paling umum untuk bedah abdomen darurat.
Apendisitis adalah kondisi dimana infeksi terjadi di umbai cacing. Dalam kasus ringan
dapat sembuh tanpa perawatan, tetapi banyak kasus memerlukan laparotomi dengan
penyingkiran umbai cacing yang terinfeksi. Bila tidak terawat, angka kematian cukup tinggi,
dikarenakan oleh peritonitis dan shock ketika umbai cacing dan yang terinfeksi hancur.
Apendisitis adalah peradangan akibat infeksi pada usus buntu atau umbai cacing
(apendiks). Infeksi ini bisa mengakibatkan pernanahan. Bila infeksi bertambah parah, usus
buntu itu bisa pecah. Usus buntu merupakan saluran usus yang ujungnya buntu dan menonjol
dari bagian awal usus besar atau sekum (cecum). Usus buntu besarnya sekitar kelingking
tangan dan terletak perut kanan bawah. Strukturnya seperti bagian usus lainnya. Namun,
lendirnya banyak mengandung kelenjar yang senantiasa mengeluarkan lendir.
Appendisitis kronis baru dapat ditegakkan jika ditemukan adanya riwayat nyeri perut
kanan bawah lebih dari 2 minggu, radang kronik appendiks secara makroskopik dan
mikroskopik. Kriteria mikroskopik appendisitis kronik adalah fibrosis menyeluruh dinding
appendiks, sumbatan parsial atau total lumen appendiks, adanya jaringan parut dan ulkus lama
di mukosa, dan adanya sel inflamasi kronik. Insiden appendisitis kronik antara 1-5%
(Nugroho, 2011).

2. Klasifikasi
a) Apendisitis akut
Apendisitis akut adalah: radang pada jaringan apendiks. Apendisitis akut pada
dasarnya adalah obstruksi lumen yang selanjutnya akan diikuti oleh proses infeksi dari
ependiks.
Penyebab obstruksi dapat berupa:
1) Hiperplasi limfonodi sub mukosa dinding apendiks.
2) Fekalit
3) Benda asing
4) Tumor
Adanya obstruksi mengakibatkan mucin/cairan mukosa yang diproduksi tidak dapat
keluar dari apendiks, hal ini semakin meningkat tekanan intra luminer sehingga
menyebabkan tekanan itra mukosa juga semakin tinggi.
Tekanan yang tinggi akan menyebabkan infiltrasi kuman ke dinding apendiks
sehingga terjadi peradangan supuratif yang menghasilkan pus/nanah pada dinding
apendiks. Selain obstruksi, apendisitis juga dapat disebabkan oleh penyebaran infeksi dari
organ lain yang kemudian menyebar secara hematogen ke apendiks.
b) Appendicitis Purulenta (Supurative Appendicitis)
Tekanan dalam lumen yang terus bertambah disertai edema menyebabkan
terbendungnya aliran vena pada dinding appendiks dan menimbulkan trombosis. Kedaan
ini memperberat iskemia dan edema pada apendiks. Mikroorganisme yang ada di usus
besar berinvasi ke dalam dinding appendiks menimbulkan infeksi serosa sehingga serosa
menjadi suram karena dilapisi eksudat dan fibrin. Pada appendiks dan mesoappendiks
terjadi edema, hiperemia, dan di dalam lumen terdapat eksudat fibrinopurulen. Ditandai
dengan rangsangan peritonium lokal sperti nyeri tekan, nyeri lepas di titik Me Burney,
defans muskuler, dan nyeri pada gerak aktif dan pasif, nyeri dan defans muskuler dapat
terjadi pada seluruh perut disertai dengan tanda-tanda peritonitis umum.
c) Apendisitis kronik
Diagnosis apendisitis kronik baru dapat ditegakkan jika dipenuhi semua syarat :
riwayat nyeri perut kanan bawah lebih dari dua minggu, radang kronik apendiks secara
makroskopikdan mikroskopik, dan keluhan menghilang satelah apendektomi
Kriteria  mikroskopik apendiksitis kronik adalah fibrosis menyeluruh dinding
apendiks, sumbatan parsial atau total lumen apendiks, adanya jaringan parut dan ulkus
lama dimukosa, dan infiltrasi sel inflamasi kronik. Insidens apendisitis kronik antara 1-5
persen.
d) Apendisitis rekurens
Diagnosis rekuren baru dapat dipikirkan jika ada riwayat serangan nyeri berulang di
perut kanan bawah yang mendorong dilakukan apeomi dan hasil patologi menunjukan
peradangan akut. Kelainan ini terjadi bila serangn apendisitis akut pertama kali sembuh
spontan. Namun, apendisitis tidak perna kembali ke bentuk aslinya karena terjadi fribosis
dan jaringan parut. Resiko untuk terjadinya serangn lagi sekitar 50 persen. Insidens
apendisitis rekurens biasanya dilakukan apendektomi yang diperiksa secara patologik.
Pada apendiktitis rekurensi biasanya dilakukan apendektomi karena sering penderita
datang dalam serangan akut.
e) Mukokel apendiks
Mukokel apendiks adalah dilatasi kistik dari apendiks yang berisi musin akibat
adanya obstruksi kronik pangkal apendiks, yang biasanya berupa jaringan fibrosa. Jika isi
lumen steril, musin akan tertimbun tanpa infeksi. Walaupun jarang,mukokel dapat
disebabkan oleh suatu kistadenoma yang dicurigai bisa menjadi ganas.
Penderita sering datang dengan keluhan ringan berupa rasa tidak enak di perut kanan
bawah. Kadang teraba massa memanjang di regio iliaka kanan. Suatu saat bila terjadi
infeksi, akan timbul tanda apendisitis akut. Pengobatannya adalah apendiktomi.
f) Tumor apendiks
1) Adenokarsinoma apendiks
Penyakit ini jarang ditemukan, biasa ditemukan kebetulan sewaktu apendektomi atas
indikasi apendisitis akut. Karena bisa metastasis ke limfonodi regional, dianjurkan 
hemikolektomi kanan yang akan memberi harapan hidup yang jauh lebih baik dibanding
hanya apendektomi. 
2) Karsinoid apendiks
Ini merupakan tumor sel argentafin apendiks. Kelainan ini jarang didiagnosis
prabedah,tetapi ditemukan secara kebetulan pada pemeriksaan patologi atas spesimen
apendiks dengan diagnosis prabedah apendisitis akut. Sindrom karsinoid berupa
rangsangan kemerahan (flushing) pada muka, sesak napas karena spasme bronkus, dan
diare ynag hanya ditemukan pada sekitar 6% kasus tumor karsinoid perut. Sel tumor
memproduksi serotonin yang menyebabkan gejala tersebut di atas.
Meskipun diragukan sebagai keganasan, karsinoid ternyata bisa memberikan residif
dan adanya metastasis sehingga diperlukan opersai radikal. Bila spesimen patologik
apendiks menunjukkan karsinoid dan pangkal tidak bebas tumor, dilakukan operasi
ulang reseksi ileosekal atau hemikolektomi kanan.
3. Etiologi
a) Menurut Syamsu Hidayat (2004)
1) Fekalit
2) Tumor appendiks
3) Cacing askaris
4) Erosi mukosa appendiks
5) Hiperplasi jaringan limfe
b) Menurut Mansjoer (2000)
1) Hiperplasi folikel limfoid
2) Fekalit
3) Benda asing
4) Struktur karena fibrosis
5) Neoplasma
c) Menurut Markum (1996)
1) Fekalit
2) Parasit
3) Hiperplasi limfoid
4) Stenosis fibrosis
5) Tumor karsinoid

4. Patofisiologi
Appendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen appendiks oleh hiperplasia
folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena fibrosis akibat peradangan sebelumnya,
atau neoplasma. Obstruksi tersebut menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa mengalami
bendungan. Semakin lama mukus tersebut semakin banyak, namun elastisitas dinding
appendiks mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan peningkatan tekanan intralumen.
Tekanan yang meningkat tersebut akan menghambat aliran limfe yang mengakibatkan edema,
diapedesis bakteri, dan ulserasi mukosa. Pada saat inilah terjadi appendisitis akut lokal yang
ditandai oleh nyeri epigastrium. Bila sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus
meningkat. Hal tersebut akan menyebkan obstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri akan
menembus dinding. Peradangan yang timbul meluas dan mengenai peritoneum setempat
sehingga menimbulkan nyeri didaerah kanan bawah. Keadaan ini disebut appendisitis
supuratif akut. Bila kemudian aliran arteri terganggu akan terjadi infark dinding appendiks
yang diikuti dengan gangren. Stadium ini disebut dengan appendisitis gangrenosa. Bila
dinding yang telah rapuh itu pecah, akan terjadi appendisitis perforasi. Bila semua proses
diatas berjalan lambat, omentum dan usus yang berdekatan akan bergerak kearah appendiks
hingga timbul suatu massa lokal yang disebut infiltrate appendikularis. Peradangan pada
appendiks tersebut dapat menjadi abses atau menghilang. Pada anak-anak, kerena omentum
lebih pendek pada appendiks lebih panjang, maka dinding appendiks lebih tipis. Keadaan
tersebut ditambah dengan daya tahan tubuh yang masih kurang sehingga memudahkan
terjadinya perforasi. Sedangkan pada orang tua, perforasi mudah terjadi karena telah ada
gangguan pembuluh darah (Ariawan, 2014).
Komplikasi yang dapat terjadi adalah perforasi appendiks, tanda-tanda perforasi yaitu
meningkatnya nyeri,meningkatnya spasme dinding perut kanan bawah, ileus, demam,
malaise, dan leukositisis. Kemudian peritonitis abses yang bila terbentuk abses appendik
maka akan teraba massa pada kuadran kanan bawah yang cenderung menggelembung pada
rektum atau vagina. jika terjadi perintonitis umum tidakan spesifik yang dilakukan adalah
operasi untuk menutup asal perforasi tersebut. Tandanya berupa dehidrasi, sepsis, elektrolit
darah tidak seimbang dan pneumonia (Ariawan, 2014).
5. Pathway

Idiopatik Makan tak teratur Kerja fisik yang keras

Massa keras feses

Obstruksi lumen

Penyumbatan lumen
appendik

Peradangan pada appendiks

Appendisitis

Pasca oprasi

Post op

Diskontinuitas jaringan Kurangnya pengetahuan


tentang prosedur dan tujuan
selesai pembedahan

Nyeri akut Kerusakan


inregritas kulit Cemas
6. Penatalaksanaan
Pembedahan diindikasikan bila diagnosa appendisitis telah ditegakkan. Pada abses
appendiks dilakukan drainase. Antibiotik dan cairan intra vena diberikan diberikan sampai
pembedahan dilakukan. Analgetik dapat diberikan setelah diagnosa ditegakkan.
Appendiktomi dilakukan sesegera mungkin untuk menurunkan resiko perforasi.
Appendiktomi dapat dilakukan di bawah anestesi umum atau spinal dengan insisi
abdomen bawah atau dengan laparoskopi, yang merupakan metode terbaru yang sangat
efektif. Jika keadaan memungkinkan appendiks dibuang sekaligus, tapi jika keadaan tidak
memungkinkan harus ditunggu 2-3 bulan baru appendiksnya diangkat melalui operasi kedua.
Perawatan pasca operasi yaitu puasa sampai terdengar bising usus dan flatus baru boleh diberi
bubur saring.

7. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan fisik
1) Inspeksi : adanya distensi pada abdomen
2) Aukultasi: jika terjadi peritonitis maka akan terjadi penurunan peristaltik
3) Perkusi: akan terasa nyeri jika sudah terjadi peritonitis
4) Palpasi: nyeri tekan pada perut kanan bagian bawah
5) Obturator: Fleksi panggul dan rotasi interma panggul
6) Uji psoas: hiperekstensi sendi panggul
b. Laboratorium
1) Darah lekosit akan terjadi peningkatan lekosit lebih dari 10.000
2) Urin ditemukan jumlah lekosit dan bakteri yang terlihat
c. Radiologi
1) Foto polos abdomen setelah enema barium akan nampak jika appendik tidak terisi oleh
kontras dicurigai adanya sumbatann
2) Ultrasonografi akan terlihat adanya sumbatan atau infeksi
8. Komplikasi
a. Peritonitis
b. Ruptur Appendik
c. Syok Hipovolemik
d. Illeus
e. Sepsis
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian
a. Identitas
Nama, umur, jenis kelamin, status, alamat, pekerjaan, penanggung jawab.Data dasar
pengkajian penerima manfaat tergantung pada keparahan dan keterlibatan organ-organ
lainnya (misalnya mata, jantung, paru-paru, ginjal), tahapan misalnya eksaserbasi akut atau
remisi dan keberadaaan bersama bentuk-bentuk arthritis lainnya.
b. Riwayat kesehatan
1) Keluhan Utama
Pasien mengatakan nyeri di perut kanan bawah.
2) Riwayat Kesehatan Sekarang
Pasien mengeluh nyeri pada perut bagian kanan bawah sejak 2 hari yang lalu, tanggal
04-12-2021 pasien dibawa ke RSUD Jombang. Pasien menerima perawatan di UGD.
Pada tanggal 05-12-2021 pasien dibawa ke ruang Yudistira menggunakan brankar,
pasien sudah terpasang infus dan terpasang kateter urin. Pasien tidak ada keluhan sesak
nafas, tidak mual muntah, tidak ada penurunan nafsu makan. Pasien meringis kesakitan
menahan nyeri.
3) Riwayat Kesehatan Dahulu
Pasien mengatakan tidak ada.
4) Riwayat Kesehatan Keluarga
Pasien mengatakan tidak ada yang mengalami penyakit yang sama dengan yang dialami
pasien saat ini.
c. Pemeriksaan Fisik
1) Kepala : Bentuk kepala simetris, tidak ada luka atau benjolan di kepala.
2) Konjungtiva : Konjungtiva tidak anemis.
3) Hidung : Hidung simetris, tidak ada luka atau benjolan.
4) Telinga : Telinga simetris tidak ada luka atau tidak ada masalah.
5) Mulut : Bibir simetris tidak ada luka atau tidak ada masalah.
6) Leher : Bentuk leher simetris, tidak ada luka atau benjolan.
7) Abdomen : Bentuk perut rata tidak ada odema, ada nyeri dibagian kanan bawah.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyri akut b.d cedera biologis

3. Intervensi
No DIAGNOSA NOC NIC
KEPERAWATAN
1. Nyeri akut b.d  Kontrol Nyeri  Manajemen Nyeri
cedera biologis Setelah dilakukan tindakan 2x24 jam pasien 1. Lakukan pengekajian
diharapkan membaik dengan kriteria hasil: nyeri komprehensif
yang meliputi lokasi,
Indikator: karakteristik,onset/dura
No. Indikator Indeks si, frekuensi, kualitas,
1 2 3 4 5 intensitas atau beratnya
1. Mengenali nyeri dan faktor
kapan nyeri  pancetus.
terjadi 2. Observasi adanya
2. Menggambark  petunjuk nonverbal
an faktor mengenai
penyebab ketidaknyamanan
3. Menggunakan terutama pada mereka
tindakan yang tidak dapat
pengurangan  berkomunikasi secara
nyeri tanpa efektif.
analgesik 3. Kendali faktor
4. Mengenali apa lingkungan yang
yang terkait  dapat mempengaruhi
dengan gejala respon pasien
nyeri terhadap
ketidaknyamanan
(misalnya, suhu
ruangan, pencahayaan
suara bising ).
4. Berikan individu
penurun nyeri yang
optimal dengan
meresepkan analgesik
5. Periksa tingkat
ketidaknyamanan
bersama pasien, catat
perubahan dalam
catatan medis pasien,
informasikan petugas
kesehatan lain yang
merawat pasien.
6. Dukung istirahat/tidur
yang adekuat untuk
membantu penurunan
nyeri.

4. Implementasi
Implementasi adalah suatu serangkaian tindakan yang dilakukan oleh perawat
untukmembantu klien dari masalah status kesehatan yang di hadapi kedalam suatu kasus
kesehatan yang lebih baik yang menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan.

5. Evaluasi
Evaluasi adalah perbandingan yang sistemik atau terencana tentang kesehatan pasien
dengan tujuan yang telah ditetapkan, dilakukan dengan cara berkesinambungan, dengan
melibatkan pasien, keluarga dan tenaga kesehatan lainnya.
DAFTAR PUSTAKA

Ariawan, Kiki. A. (2014). Asuhan Keperawatan Dengan Gangguan Sistem Pencernaan:


Appendisitis akut.
http://lpkesperawatan.blogspot.co.id/2014/01/laporan-pendahuluan-appedisitis.html
Doengoes, E. Marilyn. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan (Edisi 3). Jakarta: EGC.
Smeltzer&Bare. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner dan Suddarth (Edisi
8). Jakarta: EGC.
Moochead, Sue Dkk. 2018-2020. Nursing Outcomes Classifications (NOC). Yogyakarta:
Moocomedia.
Bulechek, Gloria Dkk. 2018-2020. Nursing Internations Classifications (NIC) Yogyakarta:
Moocomedia.

Anda mungkin juga menyukai