Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN

APPENDIKSITIS

Disusun Oleh :

OKFANA EKI ABELIA


2011010034

PROGRAM STUDI D-3 KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO


2022
LAPORAN PENDAHULUAN
KLIEN DENGAN APPENDIKSITIS

A. KONSEP DASAR
1. Definisi/Pengertian
 Appendicitis adalah suatu peradangan pada appendix, yang
merupakan saluran tersembunyi yang memanjang dari bagian
depan sekum. ((De Jong, 2014).).
 Appendicitis adalah inflamasi akut pada kuadran bawah kanan dari
rongga abdomen. (Guyton, 2007).
 Appendictomi adalah pengangkatan appendix melalui cara
pembedahan insisi paramedial-kanan (Manjoer, 2010).

2. Klasifikasi
Appendicitis dibagi menjadi 2 yaitu appendicitis akut dan appendicitis
kronik.
a. Appendicitis akut dibagi atas :
1) Appendicitis acute focalis atau segmentalis
Biasanya hanya bagian distal yang meradang, tetapi seluruh
rongga appendix 1/3 distal berisi nanah. Untuk diagnosis yang
penting ialah ditemukannya nanah dalam lumen bagian itu.
2) Appendicitis acute purulenta (supporativa) diffusa
Disertai pembentukan nanah yang berlebihan. Jika radangnya
lebih mengeras, dapat terjadi nekrosis dan pembusukan disebut
appendicitis gangrenosa. Pada appendicitis gangrenosa dapat
terjadi perforasi akibat nekrosis ke dalam rongga perut dengan
akibat peritonitis (De Jong, 2014).
b. Appendicitis chronic dibagi atas:
1) Appendicitis chronic focalis
Secara mikroskopik tampak fibrosis setempat yang melingkar,
sehingga dapat menyebabkan stenosis.
2) Appendicitis chronic obliterativa
Terjadi fibrosis yang luas sepanjang appendix pada jaringan
submukosa dan subserosa hingga terjadi obliterasi (hilangnya
lumen), terutama di bagian distal dengan menghilangnya
selaput lendir pada bagian itu (Guyton, 2007)..

3. Anatomi Fisiologi
Appendix merupakan organ berbentuk tabung yang buntu,
panjangnya kira-kira 10 cm (beranjak 3-15 cm) atau berukuran sekitar jari
kelingkin dan berpangkal di sekum.
Lumennya sempit di bagian proksimal dan melebar di bagian distal.
Tonjolan appendix pada neonatus berbentuk kerucut yang menonjol dari
apeks secum sepanjang 4,5 cm. Pada kanak-kanak, batas appendix dari
sekum semakin jelas dan bergeser ke arah dorsal kiri. Pada orang dewasa
panjang appendix rata-rata 9-10 cm, terletak posteromedial sekum. Posisi
appendix bisa retrosekal, retroileal, subileal atau dipelvis, memberikan
gambaran klinis yang tidak sama.
Fungsi appendix tidak diketahui. Kadang-kadang appendix disebut
“tonsil abdomen” karena ditemukan banyak jaringan limfoid. Diperkirakan
appendix mempunyai peranan dalam mekanisme imunologik. Dengan
berkurangnya jaringan limfoid, terjadi fibrosis dan kebanyakan kasus
timbul konstriksi lumen atau obliterasi. Pada posisi normalnya appendix
terletak pada dinding abdomen, di bawah titik Mc. Burney, dicari dengan
menarik garis dari spina iliaka superior kanan ke umbilikalis. Titik tengah
garis itu merupakan pangkal appendix. Appendix diperdarahi oleh arteria
appendikularis yang merupakan end artery (Guyton, 2007).
4. Etiologi
Faktor utama penyebab appendicitis adalah akibat penyumbatan
pada lumen appendix, hal ini biasanya disebabkan oleh :
a. Fekalit atau feses yang mengeras.
b. Cacing atau parasit.
c. Infeksi bakteri misalnya: E. coli, streptokokus
d. Tumor atau keganasan pada sekum.
e. Makanan yang sulit dicerna seperti: biji-bijian (Manjoer, 2010).

5. Tanda dan Gejala

Gejala usus buntu bervariasi tergantung stadiumnya:

a. Radang usus buntu akut (mendadak)

Pada kondisi ini gejala yang ditimbulkan tubuh akan panas tinggi,
mual-muntah, dan nyeri perut kanan bawah. Namun tidak semua
orang akan menunjukkan gejala seperti ini, bisa juga hanya bersifat
meriang atau mual-muntah saja.

b. Radang usus buntu kronik

Pada stadium ini gejala yang timbul sedikit mirip dengan sakit maag
di mana terjadi nyeri samar (tumpul) di daerah sekitar pusar dan
terkadang demam yang hilang timbul. Seringkali disertai dengan rasa
mual, bahkan kadang muntah, kemudian nyeri itu akan berpindah ke
perut kanan bawah dengan tanda-tanda yang khas pada apendisitis
akut. Penyebaran rasa nyeri akan bergantung pada letak usus buntu itu
sendiri terhadap usus besar. Apabila ujung usus buntu menyentuh
saluran kencing ureter, nyerinya akan sama dengan sensasi nyeri kolik
saluran kemih dan mungkin ada gangguan berkemih. Sementara bila
posisi usus buntunya ke belakang, rasa nyeri muncul pada
pemeriksaan tusuk dubur atau tusuk vagina. Pada posisi usus buntu
yang lain, rasa nyeri mungkin tidak begitu spesifik.

a. Nyeri tekan pada abdomen kuadran kanan bawah pada titik Mc.
Burney.
b. Anoreksia, mual dan muntah
c. Tegang pada perut.
d. Demam
e. Tanda rovsing : nyeri yang timbul dengan melakukan palpasi
kuadran kiri bawah ((De Jong, 2014).

6. Patofisiologi
Sebenarnya sampai saat ini appendix belum diketahui
fungsinya secara pasti. Secara normal appendix dapat berisi makanan
dan mengosongkan diri secara teratur, dengan menyalurkan isinya ke
dalam sekum. Akan tetapi karena berbagai sebab seperti terkumpulnya
fekalit, cacing/parasit, makanan biji-bijian, bakteri yang tertahan di
appendix dapat menyebabkan appendix tersebut terinfeksi dan
mengalami penyumbatan lumen appendix. Apendix ini mengeluarkan
cairan yang berupa secret mukus akibat obstruksi atau penyumbatan
lumen tersebut makin banyak, namun elastisitas dinding apendix
mempunyai keterbatasan sehingga mengakibatkan mudah infeksi dan
dari penyumbatan ini lama kelamaan akan menyebabkan terjadinya
peradangan pada apendix dengan tanda dan gejala nyeri pada titik
MC. Burney, mual, muntah, dan suhunya meningkat. Pada proses
peradangan ini, biasanya pasien dilakukan apendictomi. Pada proses
peradangan ini menyebabkan apendix melakukan pembentukan mukus
yang berlebihan, menyebabkan peningkatan tekanan intraluminal
menyebabkan oklusi end artery apendikularis. Ini mengakibatkan
terjadinya hipoksia atau kekurangan oksigen dalam jaringan. Akibat
hipoksia timbul iskemia akibat trombosis vena intramural,
mengakibatkan terjadinya nekrosis, lama kelamaan menimbulkan
gangren. Pada gangren ini akan terjadi mukosa edema dan dapat
terlepas sehingga berbentuk tukak. Dinding appendix ini akan
menipis, rapuh dan pecah akan terjadi apendisitis perforasi. Seringkali
perforasi ini terjadi dalam waktu 24-36 jam. Bila proses ini berjalan
lambat maka organ di sekitar illeum terminalis, sekum dan omentum
akan membentuk dinding mengitari apendix sehingga berbentuk abses
yang terlokalisasi (Manjoer, 2010).

7. Test Diagnostik/ Pemeriksaan penunjang


a. Foto abdomen : gambaran fekalit
b. Leukositosis di atas 12.000 /mm 2 dan peningkatan neutrofil
sampai 75% lebih banyak ditemukan pada 90% kasus.
c. USG ditemukan gambaran appendicitis.
d. CT Scan abdomen : dapat menunjukkan terjadinya abses
appendikal atau appendicitis akut (Smeltzer & Suzanne .2011).

8. Komplikasi
Komplikasi utama appendicitis adalah perforasi appendix, yang dapat
berkembang menjadi peritonitis atau abses. Gejalanya mencakup
demam dengan suhu 37,7 oC atau lebih tinggi, nyeri abdomen yang
terus menerus (Guyton, 2007).

9. Terapi dan Pengelolaan Medik


a. Pre operasi
1) Bedrest : untuk observasi dalam 8-12 jam setelah timbulnya
keluhan.
2) Pasien dipuasakan dan berikan cairan parenteral jika
pembedahan langsung dilakukan.
3) Antibiotik dan cairan IV diberikan sampai pembedahan.
4) Therapi farmakologik : narkotik dihindari karena dapat
menghilangkan tanda dan gejala.
5) Pembedahan : appendicitis secepatnya dilakukan bila diagnosa
appendicitis telah ditegakkan.
6) Enema dan laxantia tidak boleh diberikan karena dapat
meningkatkan peristaltik usus meningkat dan menyebabkan
perforasi.
7) Appendictomi dengan teknik insisi menurut Mc. Burney.
Sayatan dilakukan pada garis yang tegak lurus pada garis yang
menghubungkan spina iliaka anterior superior (SIAS) dengan
umbilikus. Pada batas sepertiga lateral (titik Mc. Burney).
Sayatan ini mengenai kutis, subkutis dan fasia. Otot-otot
dinding perut dibelah secara tumpul menurut arah serabutnya.
Setelah itu peritoneum disayat sehingga cukup lebar untuk
eksplorasi kemudian appendix dipotong dan sekum dimasukkan
kembali ke dalam abdomen, kemudian peritoneum dijahit.
8) Laparascopy
Sebagai tindakan lain selain apendictomi yaitu pemeriksaan
endoskopik atau pembedahan pada organ-organ dalam
abdomen melalui jalur transperitoneal. Alat ini di masukan
lewat dinding abdomen melalui luka insisi yang kecil ke dalam
kavum peritonei, di bawah kontrol alat video. Prosedur untuk
mengurangi trauma akibat luka operasi dan memperpendek
lama perawatan di Rumah sakit.
b. Post operasi
1) Pasien dipuasakan sampai fungsi usus kembali normal.
2) Kemudian berikan minum 15 ml/jam selama 4-5 jam lalu
naikkan menjadi 30 ml selama 2x30 menit. Kemudian berikan
makanan saring kemudian lunak.
3) Untuk aktivitas : satu hari pasca operasi/post operasi pasien
dianjurkan untuk duduk tegak di tempat tidur selama 2x30
menit, kemudian boleh aktivitas jalan di luar kamar (Smeltzer
& Suzanne .2011).

B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


1. Pengkajian
1.1 Pre Operasi
a. Pola persepsi kesehatan dan pemeliharaan kesehatan
- Alasan klien datang mencari pertolongan ke RS.
- Cara atau usaha klien untuk mengurangi atau mengatasi
masalah klien.
b. Pola nutrisi dan metabolik
- Kebiasaan makan rendah serat.
- Kebiasaan makan makanan yang sulit dicerna (biji-bijian)
- Keluhan mual/muntah, anoreksia, demam.
c. Pola eliminasi
- Konstipasi pada keluhan awal, diare.
- Distensi abdomen.
d. Pola tidur dan istirahat
- Keluhan gangguan tidur berhubungan dengan
ketidaknyamanan: nyeri.
e. Pola aktivitas dan latihan
- Malaise
- Kaji kemampuan aktivitas klien.
f. Pola persepsi-kognitif
- Keluhan nyeri pada daerah perut kanan bawah pada titik
Mc.Burney.
- Nyeri tekan lepas pada abdomen kuadran kiri bawah.
1.2 Post Operasi
a. Pola persepsi kesehatan dan pemeliharaan kesehatan
- Pengetahuan pasien tentang perawatan luka post operasi
- Pengetahuan pasien tentang perawatan luka di rumah
b. Pola nutrisi dan metabolik
- Adanya mual, muntah
- Diit post operasi apendiks
- Makanan yang penting untuk proses penyembuhan luka.
c. Pola eliminasi
- Susah BAK
- Kaji apakah klien sudah flatus
- Keluhan saat BAB.
d. Pola tidur dan istirahat
- Keluhan gangguan tidur berhubungan dengan ketidaknyamanan
nyeri post op appendiks.
e. Pola aktivitas dan latihan
- Aktivitas yang dapat dilakukan oleh pasien post op appendiks.
- Lemas.
f. Pola persepsi kognitif
- Nyeri daerah luka operasi.

2. Diagnosa Keperawatan
Pre operasi
a. Nyeri berhubungan dengan distensi jaringan usus oleh inflamasi.
b. Resiko tinggi terjadi infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya
pertahanan utama: perforasi atau ruptur pada appendix; pembentukan
abses.
c. Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan
muntah pra operasi : status hipermetabolik (contoh demam).
d. cemas berhubungan dengan krisis situasional.
e. Resiko infeksi berhubungan dengan efek prosedur invasif.
f. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik
Post Operasi
a. Nyeri berhubungan dengan adanya insisi bedah.
b. Resiko tinggi terjadi infeksi berhubungan dengan prosedur invasif,
insisi bedah.
c. Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan
pembatasan pasca operasi (puasa).

3. Perencanaan Keperawatan
Pre Operasi
DP 1. Nyeri berhubungan dengan distensi jaringan usus oleh
inflamasi.
HYD: Pasien melaporkan nyeri hilang atau terkontrol, pasien tampak
rileks dan mampu tidur/istirahat.
Intervensi:
a. Kaji nyeri, catat lokasi, karakteristik, beratnya (skala 0-10),
selidiki dan laporkan perubahan nyeri dengan tepat.
Rasional: Perubahan pada karakteristik nyeri menunjukkan
terjadinya abses/peritonitis, memerlukan upaya evaluasi
medik dan intervensi.
b. Pertahankan istirahat dengan posisi semifowler.
Rasional: Gravitasi melokalisasi eksudat inflamasi dalam
abdomen bawah atau pelvis.
c. Anjurkan pasien bedrest di tempat tidur.
Rasional: Mengurangi rasa nyeri dan perawat dapat melakukan
observasi keadaan umum pasien dan gejala yang
dirasakan klien sehingga dapat diberikan intervensi
yang tepat.
d. Berikan aktifitas hiburan.
Rasional: Fokus perhatian kembali, meningkatkan relaksasi dan
dapat meningkatkan kemampuan koping
e. Ajarkan teknik relaksasi napas dalam dan batuk efektif.
Rasional: Untuk mengurangi tekanan pada abdomen dan
membantu otot-otot untuk relaksasi.

DP 2. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya


sistem pertahanan tubuh, perforasi/ruptur pada appendix.
HYD: Pasien bebas dari resiko infeksi ditandai dengan :
- Suhu tubuh dalam batas normal.
- Bebas tanda infeksi atau inflamasi.
- Tidak ada distensi abdomen.
Intervensi:
a. Observasi tanda-tanda vital, perhatikan demam, menggigil,
berkeringat.
Rasional: Dugaan terjadinya sepsis.
b. Kaji dan catat kuantitas, lokasi dan lamanya nyeri.
Rasional: Nyeri yang hebat merupakan gambaran atau tanda
terjadinya ruptur.
c. Jelaskan kepada pasien bahaya penggunaan laxantia dan enema
sebelum operasi.
Rasional: Therapi enema dan laxantia dapat meningkatkan
peristaltik dan meningkatkan resiko perforasi.
d. Anjurkan pasien mematuhi therapi antibiotik yang diberikan.
Rasional: Mencegah infeksi lebih luas.

DP 3. Resiko tinggi kekurangan volume cairan b.d muntah pra


operasi, status hipermetabolik (contoh : demam).
HYD: Pasien akan mempertahankan keseimbangan cairan dibuktikan
oleh kelembaban membran mukosa, turgor kulit elastis, dan
tanda vital stabil.
Intervensi:
a. Observasi adanya tanda-tanda vital terutama TD dan nadi.
Rasional: Tanda yang membantu mengidentifikasi fluktuasi
volume intravaskuler.
b. Lihat membran mukosa, kaji turgor kulit dan pengisian kapiler.
Rasional: Indikator keadekuatan sirkulasi perifer dan hidrasi
seluler.
c. Catat intake, output.
Rasional: Penurunan pengeluaran urine pekat dengan peningkatan
berat jenis diduga dehidrasi/kebutuhan peningkatan
cairan.
d. Kolaborasi dengan medik untuk pemberian cairan parenteral.
Rasional: Menjaga keseimbangan sirkulasi cairan dan elektrolit.
Post Operasi
DP 1. Nyeri b.d adanya insisi bedah.
HYD: Pasien melaporkan nyeri hilang atau terkontrol, pasien tampak
rileks dan mampu tidur dan istirahat.
Intervensi:
a. Kaji nyeri, catat lokasi, karakteristik, beratnya (skala 0-10),
selidiki dan laporkan perubahan nyeri dengan tepat.
Rasional: Berguna dalam pengawasan keefektifan obat, kemajuan
penyembuhan. Perubahan pada karakteristik nyeri
memerlukan upaya evaluasi medik dan intervensi.
b. Pertahankan istirahat dengan posisi semifowler.
Rasional: Menghilangkan tegangan abdomen yang bertambah
dengan posisi terlentang.
c. Dorong ambulasi dini.
Rasional: Meningkatkan normalisasi fungsi organ, contoh
merangsang peristaltik dan kelancaran flatus,
menurunkan ketidaknyamanan abdomen.
d. Berikan aktifitas hiburan.
Rasional: Fokus perhatian kembali, meningkatkan relaksasi dan
dapat meningkatkan kemampuan koping
e. Berikan analgetik sesuai instruksi medik.
Rasional: Membantu menghilangkan nyeri.

DP 2. Resiko tinggi terjadi infeksi b.d prosedur invasif, insisi bedah.


HYD: Pasien akan meningkatkan penyembuhan luka dengan benar,
bebas tanda infeksi/inflamasi, drainase purulen, eritema dan
demam.
Intervensi:
a. Observasi tanda-tanda vital, perhatikan demam, menggigil,
berkeringat, perubahan mental, meningkatnya nyeri abdomen.
Rasional: Dugaan adanya infeksi pada luka post op.
b. Cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan, perawatan
luka aseptik.
Rasional: Menurunkan risiko penyebaran bakteri.
c. Observasi insisi dan balutan, catat karakteristik drainase luka,
adanya eritema.
Rasional: Deteksi dini terjadinya proses infeksi.
d. Kaji daerah sekitar luka, apakah ada pus atau jahitan basah.
Rasional: Deteksi awal jika terjadi gangguan dalam proses
penyembuhan.
e. Kolaborasi dengan ahli medik untuk pemberian antibiotik.
Rasional: Dengan antibiotik dapat mengurangi pertumbuhan
bakteri.

DP 3. Resiko tinggi kekurangan volume cairan b.d pembatasan pasca


operasi (puasa).
HYD: Pasien akan mempertahankan keseimbangan cairan dibuktikan
oleh kelembaban membran mukosa, turgor kulit elastis dan
tanda vital stabil.
Intervensi:
a. Observasi adanya tanda-tanda vital terutama TD dan nadi.
Rasional: Tanda yang membantu mengidentifikasi fluktuasi
volume intravaskuler.
b. Lihat membran mukosa, kaji turgor kulit dan pengisian kapiler.
Rasional: Indikator keadekuatan sirkulasi perifer dan hidrasi
seluler.
c. Catat intake, output.
Rasional: Penurunan pengeluaran urine pekat dengan peningkatan
berat jenis diduga dehidrasi/kebutuhan peningkatan
cairan.
d. Auskultasi bising usus, catat kelancaran flatus, gerakan usu.
Rasional: Indikator kembalinya peristaltik, kesiapan untuk
pemasukan peroral.
e. Berikan minum air putih atau minuman jernih bila pemasukan
peroral dimulai dan diit dilanjutkan dengan makanan seperti bubur
saring, lunak lalu nasi biasa.
Rasional: Pemberian makanan yang terlalu dini pada saat peristaltik
usus belum bekerja dapat menyebabkan gangguan peristaltik
usus dan dapat menimbulkan jahitan luka operasi terbuka
akibat peristaltik usus yang terlalu cepat dirangsang.

f. Kolaborasi dengan ahli medik untuk pemberian cairan parenteral.


Rasional: Reaksi peritoneum pada iritasi dapat menurunkan
volume sirkulasi darah, mengakibatkan hipovolemik,
dehidrasi dan ketidakseimbangan elektrolit.

4. Perencanaan Pulang
4.1. Mobilisasi bertahap sesuai kemampuan seperti dalam waktu 2-4
minggu tidak boleh melakukan kegiatan seperti naik turun tangga,
mengangkat benda-benda berat atau aktivitas berat lainnya, karena
dapat menyebabkan terbuka/robeknya jahitan luka operasi.
4.2. Pada proses penyembuhan luka biasanya luka terasa gatal,
usahakan agar tidak menggaruknya karena dapat menyebabkan
terbukanya jahitan luka operasi dan proses penyembuhan luka pun
bisa terhambat dan bisa menimbulkan terjadinya infeksi.
4.3. Perhatikan pola makan sehari-hari seperti tinggi serat, banyak
minum air putih, diit ditingkatkan secara bertahap: bubur saring,
bubur biasa, nasi tim atau lunak, dan nasi biasa yang mengandung
karbohidrat, protein dan mineral yang penting untuk proses
penyembuhan luka.
4.4. Menghindari makanan yang mengandung gas seperti : kol, buncis,
nangka karena dapat menimbulkan kembung.
4.5. Perhatikan pola hidup yang sehat, seperti: makan makanan tinggi
serat; buah-buahan, banyak minum air putih. Hindari buah-buahan
atau makanan yang sulit dicerna seperti biji-bijian.
4.6. Minum obat sesuai instruksi dan secara teratur.
4.7. Kontrol ke dokter sesuai pesanan.
4.8. Segera ke rumah sakit bila terdapat tanda-tanda infeksi, panas,
merah, nyeri, bengkak dan kehilangan fungsi (Syamsuhidajat.
2007).
PATHWAY
(E. coli, streptokokus)
Fekalit, cacing, infeksi bakteri

Obstruksi

Penyumbatan pengeluaran sekret mucus

Pelebaran appendix

Resistensi selaput lendir berkurang

Mudah infeksi

- Mual, muntah
Appendictomi Peradangan dinding appendix - Suhu meningkat
- Nyeri tekan
Mc.Burney
Insisi Bedah Pembentukan mukus >>>
Nyeri b.d insisi
bedah.
Peningkatan tekanan intraluminal

Oklusi end artery appendikularis

Hipoksia jaringan

Iskemia akibat trombosis vena intramural

Nekrosis

Resiko tinggi Mukosa edema dan dapat


kekurangan Gangren terlepas sehingga berbentuk
volume cairan tukak

Dilatasi dinding appendix


menipis
Mual, muntah,
TD ,N , S
Distensi abdomen Perforasi Resiko tinggi infeksi
Nyeri tekan seluruh
abdomen Peritonitis
DAFTAR PUSTAKA

De Jong,.W., Sjamsuhidajat, R., 2014. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 2 . EGC.
Jakarta.
Guyton, AC dan Hall. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran . Ed: ke-9 . Jakarta:
EGC
Manjoer, Arif.2010. Kapita Selekta Kedokteran ed.3 cetakan 1 . Media
Aesculapsus:Jakarta
Smeltzer & Suzanne C.2011. Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth,
edisi 8,vol 2. Penerbit Buku Kedokteran EGC.Jakarta.
Syamsuhidajat. 2007. Buku Ajar Ilmu Bedah . Jakarta : EGC.

Anda mungkin juga menyukai