MAKALAH
Oleh
JEMBER
2023
LATAR BELAKANG
Lanjut usia (lansia) merupakan tahap akhir dari kehidupan dan proses alamiah yang
tidak bisa dihindari oleh tiap individu. Lansia dimulai setelah pensiun biasanya pada usia 65-
75 tahun (Potter dan Perry, 2009). Menurut Undang—Undang No. 13 Tahun 1998 Bab I
Pasal 1 ayat 2, lansia dalah penduduk yang beusia 60 tahun ke atas.
Sejak tahun 2000, Indonesia telah memasuki era berstruktur tua (aging structured)
karena 7,18 % dari penduduk Indonesia berusia 60 tahun ke atas (Saputri & Indriwati,
2011). Berdasarkan Komisi Nasional Lanjut Usia (2010), selain memiliki jumlah penduduk
terbesar keempat di dunia, Indonesia juga merupakan negara keempat dengan jumlah lansia
terbanyak setelah China, Amerika dan India. Jumlah penduduk lanjut usia di Indonesia pada
tahun 2006 sebesar 19 juta jiwa dan tahun 2010 jumlah lanjut usia di Indonesia sebesar 23,9
juta jiwa.
Indonesia sendiri memiliki kondisi geografis, geologis dan demografis yang
menyebabkan negeri ini dikenal sebagai laboratorium bencana. Sesuai dengan Undang-
Undang No. 24 tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana Bab I, tentang ketentuan
umum, pasal 1, jenis-jenis bencana dapat dikelompokkan menjadi bencana alam, antara lain
(1) gempa bumi, (2) tsunami, (3) gunung meletus, (4) bajir, (5) kekeringan, (6) angin topan,
(7) tanah longsor. Sedangkan bencana non alam, seperti (8) gagal teknologi, (9) gagal
modernisasi, (10) epidemi, (11) wabah penyakit, dan bencana sosial, (12) konflik sosial
kelompok atau antar komunitas dan (13) teror.
Dari jenis-jenis bencana tersebut, terdapat enam bencana yang paling mengancam
daerah-daerah di Indonesia. Bencana itu yakni gempa bumi, kebakaran gedung, tsunami,
banjir dan banjir bandang, tanah longsor, serta letusan gunung api. Bencana tersebut tentu
akan memberikan dampak yang besar bagi kelompok rentan khususnya pada lansia (Badan
Nasional Penanggulangan Bencana, 2017).
Seseorang yang usianya di atas 65 tahun besar kemungkinan untuk mengalami penyakit
kronis, seperti : hipertensi, jantung, diabetes, dll. 80 % dari kelompok lansia ini memiliki
penyakit kronis, dan 50 % memiliki komplikasi. Lansia juga mengalami gangguan gerak,
kognitif, sensori, sosial dan keterbatasan dari segi ekonomi. Semuanya dapat mempengaruhi
proses adaptasi dan kemampuan berfungsi selama bencana. Selama bencana lansia bisa saja
menjadi sangat sensitif, mengalami gangguan tidur, disorientasi, depresi dan trauma.
Kemudian setelah bencana selesai resiko untuk kondisi fisik lansia menurun sangat tinggi
karena kurang nutrisi, suhu yang ekstrim, terpapar dengan infeksi, dan gangguan emosional.
Berdasarkan data di atas, maka dalam makalah ini penulis akan membahas lebih dalam
mengenai manajemen keperawatan bencana pada kelompok lanjut usia (lansia).
PEMBAHASAN
a) Konsep Lansia
Lanjut usia (lansia) merupakan tahap akhir dari kehidupan dan proses alamiah yang
tidak bisa dihindari oleh tiap individu. Lansia dimulai setelah pensiun biasanya pada usia
65-75 tahun (Potter dan Perry, 2009). Menurut Undang-Undang No. 13 Tahun 1998 Bab
I Pasal 1 ayat 2, lansia dalah penduduk yang beusia 60 tahun ke atas.
Menurut WHO (dalam Gibert 2013), Lanjut usia (lansia) adalah seseorang yang
berumur ≥60 tahun ke atas, dengan usia 45-60 tahun (middle age), usia 60-75 tahun
(elderly), usia 75-90 tahun (old), usia diatas 90 tahun (very old).
Penuaan merupakan proses normal perubahan yang berhubungan dengan waktu,
sudah dimulai sejak lahir dan berlanjut sepanjang hidup. Usia tua adalah fase akhir dari
rentang kehidupan (Fatimah, 2010). Menurut Azizah dan Lilik (2011) bahwa semakin
bertambahnya umur manusia, terjadi proses penuaan secara degeneratif yang akan
berdampak pada perubahan-perubahan pada diri manusia, tidak hanya perubahan
fisik, tetapi juga kognitif, perasaan, spriritual, social, maupun kultural.
Menurut Azizah (2011), dikemukakan empat penyakit yang sangat erat
hubungannya dengan proses menua yakni :
a. Gangguan sirkulasi darah, seperti : hipertensi, kelainan pembuluh darah, gangguan
pembuluh darah di oatak (koroner) dan ginjal
b. Gangguan metabolisme hormonal, seperti : diabetes mellitus dan ketidakseimbangan
tiroid
c. Gangguan pada persedian, seperti : osteoartritis, goat artritis atau penyakit kolagen
lainnya
d. Berbagai macam neoplasma
b) Konsep Bencana
1. Definisi Bencana
Kelompok lanjut usia (lansia) terbentuk dari setiap individu yang dipengaruhi oleh
gaya hidup, ciri khas keluarga, sumber daya sosial dan ekonomi, budaya dan adaptasi,
lingkungan, struktur gen, dan sebagainya. Peningkatan usia akan menurunkan
homeostasis, penurunan fungsi berbagai organ tubuh, daya kesiapan dan daya adaptasi
menurun, melemah dan sering sakit karena banyak stresor akan bermunculan pada saat
bencana. Efek dari bencana akan berbeda tergantung pada level penurunan fungsi tubuh,
homeosatits, adaptasi dan sebagainya.
1. Fisik Lansia
Pertambahan usia adalah normal, dan fungsi fisiologis menurun secara perlahan-lahan.
Namun demikian, derajat tersebut tidak sama dan terdapat perbedaan antara setiap
individu. Oleh karena itu, pengaruh dari bencana terhadap lansia pun beraneka ragam
sesuai dengan fungsi fisiologis yang dimiliki oleh setiap individu.
2. Mental Lansia
Lansia telah memiliki beberapa pengalaman kehilangan. Bencana pun akan menjadi
pengalaman kehilangan. Bettis, dkk mengatakan bahwa pada proses menua terdapat dua
proses, yakni proses memungkinkan beradaptasi diri pada kehilangan dan proses yang
membuat yang bersangkutan sulit mengadaptasikan diri terhadap kehillangan.
3. Sosial Lansia
Jika melihat sisi ekonomi, penyokong nafkah di rumah lansia adalah lansia itu sendiri,
dan banyak yang hidup dari uang pensiunan. Kehilangan rumah dan harta akan
mengakibatkan harapan untuk membangkitkan kehidupan dan harapan untuk masa depan.
1. Tempat Aman
Pada saat terjadi bencana yang paling diprioritaskan adalah memindahkan kelompok
lansia ke tempat aman. Kelompok lansia biasanya sulit mendapatkan informasi karena
penurunan daya pendengaran dan penurunan komunikasi dengan orang luar.
2. Rasa Setia
Selain itu karena mereka memiliki rasa setia yang dalam pada tanah dan rumah diri
sendiri, maka tindakan untuk mengungsi pun berkecenderungan terlambat dibanding
dengan kelompok yang lain.
3. Penyelamatan Darurat
Bencana menimbulkan ketakutan kematian kepada orang lansia. Selain itu, mereka
mengalami sejumlah kehilangan secara serentak, seperti kehilangan keluarga dan kerabat,
rumah yang sudah lama dihuni, kehilangan harta dan harapan untuk masa depan,
sehingga mereka merasakan kegelisahan pada rehabilitasi kehidupan. Yang diprioritaskan
pada saat terjadi bencana adalah memindahkan orang lansia ke tempat yang aman. Dalam
kondisi lansia tersebut dirawat/dibantu oleh orang lain, maka mereka tidak bisa
mengungsi tanpa ada bantuan dari orang lain. Oleh karena itu, sangat penting bagi
komunitas dan daerah untuk mengetahui keberadaan lansia dan kondisi fisik mereka dan
sebelumnya menentukan metode penyelamatan yang konkret supaya lansia bisa
dievakuasi dengan cepat pada saat bencana.
Pada manajemen keperawatan bencana pada lansia saat bencana yang harus
dilakukan adalah Triage, Treatment, dan Transportation dengan cepat dan tepat. Fungsi
indera lansia yang mengalami perubahan fisik berdasarkan proses menua, maka skala
rangsangan luar untuk memunculkan respons pun mengalami peningkatan sensitivitas
sehingga mudah terkena mati rasa. Oleh karena itu, ada kemungkinan terjadi kelalaian
besar karena lansia itu sendiri tidak mengaduh, atau juga keluhan itu tidak sesuai dengan
kondisi penyakit. Oleh karena itu, harus diperhatikan untuk melaksanakan triage yang
cepat dan hati-hati.
Setelah fase akut bencana dilalui, maka lansia akan melanjutkan kehidupannya
ditempat pengungsian. Perubahan lingkungan hidup di tempat pengungsian membawa
berbagai efek pada orang lansia.
Maka dari itu manajemen dalam keperawatan bencana pada kelompok lansia dapat
dilakukan sebagai berikut :
1. Rekonstruksi kehidupan orang lansia yang sebelumnya hidup di pemukiman
sementara masuk ke tahap baru,yakni pindah ke pemukiman rekonstruksi atau
mulai hidup bersama di rumah kerabat. Yang disebut pemukiman rekonstruksi
memiliki keunggulan di sisi keamanan dan lingkungan dalam rumah dibandingkan
dengan pemukiman sementara, maka kondisi tidur/istirahat dari orang lansia akan
membaik.
Namun demikian, pemukiman sementara tidak perlu ongkos sewa, sedangkan
pemukiman rekonstruksi membutuhkan ongkos sewa. Hal ini menjadi masalah
ekonomi bagi orang lansia. Ada lansia yang merasa tidakpuasdan marah, dan ada
pula lansia yangmerasa puas dan berterima kasih kepada pemerintah. Diperlukan
penanganan dari pemerintah seperti keringanan ongkos sewa, dan memberikan
bimbingan kehidupan tepat yang sesuai dengan kondisi ekonomi dan kebiasaan
hidup dari orang lansia.
2. Mental Care
Stres terbesar bagi orang lansia pada saat bencana adalah ‘kematian keluarga dan
saudara. Dukungan pengganti bagi orang lansia adalah tetangga. Di pemukiman
rekonstruksi, dimulai hubungan manusia yang baru, dan dokter keluarga pun
dianggap pemberi sokongan yang penting. Menurut Ikeda dkk, peranan yang
dimainkan oleh keluarga sangat penting bagi orang lansia karena masalah kesehatan
paling banyak adalah stres seputar kehidupan.
Pada fase ini dengan jelas SDM untuk rekonstruksi berkurang dan sistem
pemberian pelayanan individu pun melemah, namun diperlukan memberikan
bantuan dari berbagai orang di sekeliling orang lansia supaya mereka bisa memiliki
tujuan dan harapan untuk masa depan. Selain itu, sangat efektif jika dilaksanakan
upaya untuk memberikan makna hidup kepada orang lansia, memperbesar lingkup
dan ruang aktivitas dalam kehidupan, dan melaksanakan kegiatan bantuan untuk
mencegah orang lansia menyendiri di rumah. Misalnya dengan melibatkan lansia
dalam kegiatan sehari-hari seperti membersihkan rumah, merawat tanaman dan lain
sebagainya.
Azizah & Lilik, M. (2011). Keperawatan Lanjut Usia. Yogyakarta : Graha Ilmu
Badan Nasional Penanggulangan Bencana. (2017). Buku Pedoman Latihan Kesiapsiagaan
Bencana. Jakarta : Badan Nasional Penanggulangan Bencana
Depkes RI. (2005). Profil Kesehatan Indonesia. Jakarta : Departemen Kesehatan RI
Fatimah. (2010). Merawat Manusia Lanjut Usia. Jakarta : Trans Info Media
Gilbert, W., Herlina, I., & Damayanti., C. (2013). Pengaruh Senam Bugar Lanjut Usia (lansia)
Terhadap Kualitas Hidup Penderita Hipertensi. Kedokteran Universitas Sam Ratulangi
Manado.Volume 1, Nomor 2, Juli 2013
Hamarno R. M. K. (2016). Keperawatan kegawatdaruratan & Manajemen Bencana. Jakarta:
Pusdik SDM Kesehatan.
Haryati, T. (2016). Perlindungan Sosial Bagi Lanjut Usia Dalam Kedaruratan. Jakarta :
Kementerian Sosial
Kartikawati, Dewi. (2012). Buku Ajar Dasar-Dasar Keperawatan Gawat Darurat. Jakarta :
Salemba Medika
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Bina Gizi dan Kesehatan Ibu
dan Anak. (2012). Pedoman Kegiatan Gizi dalam Penanggulangan Bencana. Jakarta :
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
Saputri & Indrawati, E. (2011). Hubungan Antara Dukungan Sosial dengan Depresi pada Lanjut
Usia yang Tinggal Di Panti Wredha Wening Wardoyo Jawa Tengah. Jurnal Psikologi
Undip. Semarang : Fakultas Psikologi Universitas Ponegoro