Anda di halaman 1dari 6

LAPORAN PENDAHULUAN

HARGA DIRI RENDAH PADA LANSIA

1. DEFINISI
Harga diri merupakan faktor resiko terjadinya masalah psikososial pada lansia,
terlebihlebih lagi manakala mereka kehilangan dukungan atau perhatian dari orang-orang
sekitarnya. Setiap perubahan pada lansia dapat menjadi stresor yang mempengaruhi
kondisi psikologis, dimana lansia bercermin dan meninjau kembali pengalaman
keberhasilan dan kegagalan yang telah dilewati sebelumnya. Sebagaimana yang
dikemukakan oleh Stuart (2009), bahwa masalah-masalah harga diri meningkat pada
lansia karena adanya tantangan baru akibat pensiun, kehilangan pasangan, dan
ketidakmampuan fisik. Pandangan negatif dan adanya stigmatisasi pada lansia juga dapat
menyebabkan penurunan harga diri. Dua faktor negatif lainnya yang berpotensi
mempengaruhi secara negatif terhadap harga diri lansia adalah menurunnya interaksi
sosial dan hilangnya fungsi kontrol terhadap lingkungan.
Hawari (2007) mengemukakan bahwa untuk tetap memelihara rasa harga diri lansia,
maka beberapa faktor di bawah ini penting untuk diperhatikan, yaitu :
a. Adanya jaminan sosial ekonomi yang cukup memadai untuk hidup di usia lanjut
b. Adanya dukungan dari orang-orang yang melindungi dirinya dari isolasi sosial dan
memperoleh kepuasan dari kebutuhan ketergantungannya pada pihak lain
c. Kesehatan jiwa agar mampu beradaptasi dengan perubahan perkembangan pada
tahapan lansia (bebas dari stres, cemas, dan depresi)
d. Kesehatan fisik agar mampu menjalankan berbagai aktivitas secara produktif dan
menyenangkan
e. Kebutuhan spiritual (keagamaan) agar diperoleh ketenangan batiniah.

2. ETIOLOGI
a. Bertambahnya usia
Dengan bertambahnya usia dan menjadi tua, individu akan mengalami berbagai
gangguan psikologis salah satunya yaitu harga diri (Orth, Trzesniewski, & Robins, 2010).
Sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Orth (2010) didapatkan hasil bahwa
pengembangan harga diri dewasa muda sampai usia tua menunjukkan bahwa harga diri
akan meningkat saat dewasa muda dan menengah pada rentang usia 25-60 tahun, dan
akan mencapai puncak pada usia 60 tahun. Setelah itu akan mengalami penurunan harga
diri pada rentang usia 60-100 tahun. (Setiyawati, 2017). Memasuki usia tua, individu
mulai menarik diri dari masyarakat, sehingga memungkinkan individu untuk fokus
dengan dirinya. Perubahan psikis lansia dapat menyebabkan kemunduran dalam
berinteraksi sosial yang dibuktikan dengan lansia yang mengalami perasaan rendah diri,
merasa bersalah, atau merasa tidak berguna, akan membuat lansia tidak berminat untuk
interaksi social dengan lingkungan sekitar(Pieter & Lubis, 2017).

b. Ketergantungan
Menurut (Fadlulloh dkk, 2014) Lansia yang memiliki penyakit kronis
menyebabkan penurunan kemampuan fungsional sehingga mempengaruhi harga
dirinya. Hemiparesis merupakan kelemahan otot pada satu sisi tubuh yang
menyebabkan fungsi dari otot akan mengalami penurunan yang dinilai melalui
kekuatan otot. Penurunan kekuatan otot yang berat akan mengakibatkan kelambanan
gerak, lebih mudah goyah, susah atau terlambat mengantisipasi bila terjadi gangguan
seperti terpeleset dan tersandung. Hal tersebut dapat menimbulkan harga diri rendah
(Af’idah, Dewi, & Hadhisuyatmana, 2012).
Akibat ketergantungan atau bantuan yang diberikan oleh orang lain dalam
pelaksanaan kebersihan diri yang kurang dan ketidakmampuan mandi sendiri
menyebabkan badan, rambut dan gigi terlihat kotor, kulit yang berdaki dan bau, serta
kuku panjang dan kotor. Ketidakmampuan berpakaian dan berdandan berdampak
terhadap buruknya penampilan seperti rambut yang acak-acakan dan pakaian yang
tidak rapi. Penampilan tersebut menimbulkan rasa malu atau penilaian negatif
terhadap diri sendiri (Pardede, 2013).

c. Dukungan keluarga
Dari hasil penelitian didapatkan bahwa sebagian besar (61,2%) lansia
mendapatkan dukungan keluarga yang kurang. Dukungan keluarga adalah suatu
tindakan yang diciptakan melalui komunikasi, interaksi sosial, yang dapat diberikan
dalam bentuk dukungan secara instrumental atau memfasilitasi sarana prasarana
lansia, dukungan informasional, dan dukungan emosional. Dampak dari kurangnya
dukungan keluarga dapat mengakibatkan lansia akan merasa tidak nyaman dan tidak
dapat menerima diri dengan adanya perubahan-perubahan yang terjadi.
Lansia menjadi tidak percaya diri dan cenderung untuk menyalahkan dirinya
sendiri, memiliki harga diri rendah, tidak berdaya, putus asa, kekecewaan, rasa kesal,
bersalah dan merasa tidak berguna. Kepercayaan diri atau harga diri lansia dapat
dimiliki apabila adanya dukungan dari orang-orang terdekat seperti teman, sahabat,
khususnya dukungan dari keluarga itu sendiri.
Dukungan keluarga sangat berhubungan erat untuk meningkatkan harga diri
setiap lansia. Dengan adanya dukungan yang diberikan dari keluarga, tidak hanya
untuk meningkatkan harga diri lansia semata, tetapi dapat memandirikan lansia dalam
melakukan aktifitasnya, dan dapat meningkatkan kesejahteraan secara fisik dan
psikososial lansia (Susanti, Manurung & Pranata, 2018).

3. TANDA DAN GEJALA


a) Perasaan malu pada diri sendiri akibat penyakit dan akibat terhadap tindakan
penyakit. Misalnya malu dan sedih karena rambut menjadi rontok (botak) karena
pengobatan akibat penyakit kronis seperti kanker.
b) Rasa bersalah terhadap diri sendiri misalnya ini terjadi jika saya tidak ke RS
menyalahkan dan mengejek diri sendiri.
c) Merendahkan martabat misalnya saya tidak bisa, saya tidak mampu, saya
memang bodoh dan tidak tahu apa-apa.
d) Gangguan hubungan sosial, seperti menarik diri, klien tak mau bertemu orang
lain, lebih suka menyendiri.
e) Percaya diri kurang, klien sukar mengambil keputusan yang suram mungkin
memilih alternatif tindakan.
f) Mencederai diri dan akibat HDR disertai dengan harapan yang suram mungin
klien ingin mengakhiri kehidupan.
4. MANIFESTASI KLINIS
Menurut Roy (1976, dalam Townsend, 2009) mengkategorikan perilaku individu
dengan harga diri rendah berdasarkan jenis stimulusnya, yaitu:
a. Stimulus fokal, yaitu stimulus yang langsung berkaitan dan mengancam harga diri,
contohnya: berakhirnya hubungan dengan orang yang berarti, kehilangan pekerjaan
b. Stimulus kontekstual, yaitu seluruh stimulus yang ada di lingkungan yang
berkontribusi terhadap perilaku yang terjadi akibat stimulus fokal. Contohnya: lansia
yang memasuki masa pensiun menjadi lebih emosional karena pada saat bersamaan
peran sosial menjadi berkurang
c. Stimulus residual, yaitu faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku maladaptif
seseorang dalam berespon terhadap stimulus fokal dan kontekstual. Contohnya:
perilaku lansia yang memasuki masa pensiun sangat dipengaruhi pengalaman koping
lansia dalam menghadapi peristiwa-peristiwa sebelumnya.

Menurut Stuart (2009) beberapa perilaku yang berhubungan dengan harga diri
rendah antara lain:
a. Mengkritik diri sendiri
b. Penurunan produktifitas
c. Gangguan dalam berhubungan dengan orang lain
d. Perasaan tidak mampu
e. Perasaan bersalah
f. Mudah tersinggung atau marah yang berlebihan
g. Perasaan negatif mengenai dirinya sendiri
h. Pandangan hidup pesimis
i. Menarik diri secara sosial
j. Perasaan khawatir
5. PATHWAY
DAFTAR PUSTAKA
Chindy Maria Orizani, 2014. Fakultas Ilmu Kesehatan UMP Darussalam, M. (2011).
Analisis factor faktor yang berhubungan dengan depresi dan hopelessness pada
pasien stroke di Blitar. Universitas Indonesia, Depok
Hansell, R., & Chapman, H. M. (2013). Washing and dressing: a care plan. New
Scholar: The Journal for Undergraduates in Health and Social Care, 1, 12-15.
Nurmayunita H, Zakaria A. (2019) Pengaruh Pemberian Terapi Dzikir Terhadap
Harga Diri Lansia Di Pondok Lansia, Jurnal Keperawatan Malang Volume 6 No
1, 2021
Ikasi, Jumaini dan Oswati. (2014) ‘Hubungan Dukungan Keluarga Terhadap
Kesepian (Lonelinnes) Pada Lansia’. Jurnal Online Mahasiswa Program Studi
Ilmu Keperawatan, (Online), 1(2), tersedia pada: https://jom.unri.ac.id
Muhith&Siyoto, 2016. Pendidikan Keperawatan Gerontik. Yogyakarta: Andi Offset
Padila, 2013. Buku Ajar Keperawatan Gerontik Dilengkapi Aplikasi Kasus Asuhan
Keperawatan Gerontik, Terapi Modalitas dan Sesuai Kompetensi Standar.
Yogyakarta: Nuha Medika
Pardede, J. A. (2013). Defisit perawatan diri. Universitas Indonesia, Depok.
Pieter, H. Z., & Lubis, N. L. (2017). Pengantar Psikologi dalam Keperawatan.
Jakarta: Kencana
Stuart, G. W. (2009). Principles and practice of psychiatric nursing. 9 th edition. St.
Louis Missouri: Mosby Inc., an affiliate of Elsevier Inc.

Anda mungkin juga menyukai