Anda di halaman 1dari 31

MAKALAH

ASUHAN KEPERAWATAN RENTAN LANSIA

Disusun Oleh :
KELOMPOK 5

1. ARTIKA LIANA SARI 1826010038


2. EROLLAH OKTOBERO 1826010032
3. PENI KARTIKA 1826010030
4. YUPARI 1826010025
5. HENNI NOVITA 1826010017
6. YEKTA ANGGRAINI 1826010011

Dosen pengampu : Ns. Devi Listiana,S. Kep,.M. Kep

PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN

TRI MANDIRI SAKTI

BENGKULU

2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah Yang Maha Esa atas segalarahmat-Nya


sehingga makalah ini yang berjudul “Asuhan Keperawatan Bencana yang Rentan
pada Lansia” dapat tersusun hingga selesai. Makalah ini dibuat untuk memenuhi
tugas mata kuliah Disaster Nursing. Dalam pembuatan makalah ini banyak pihak
yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik materi maupun
pikirannya, oleh karena itu kami mengucapkan banyak terima kasih kepada Ibu
Devi Listiana,S.Kep, M.Kep selaku dosen pembimbing yang telah memberikan
masukan, kritikan, dan saran dalam penulisan makalah ini dan Teman-teman yang
telah mendukung dan berkontribusi dalam pembuatan makalah ini. Keterbatasan
pengetahuan maupun pengalaman kami, membuat banyak sekali kekurangan
dalam makalah ini. Oleh karena itu, kami sangatmengharapkan saran dan kritik
yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Bengkulu, 11 November 2021

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Lanjut usia (lansia) merupakan tahap akhir dari kehidupan dan
proses alamiah yang tidak bisa dihindari oleh tiap individu. Lansia dimulai
setelah pensiun biasanaya pada usia 65-75 tahun (potter dan perry, 2009).
Menurut undang-undang No.13 Tahun 1998 Bab I Pasal 1 ayat 2 , lansia
adalah penduduk yang berusia 60 tahun keatas.
Sejak tahun 2000, indonesia telah memasuki era berstruktur tua
(aging structured) karena 7,18 % dari penduduk Indonesia berusia 60
tahun ke atas (Saputri & Indriwati, 2011). Berdasarkan Komisi Nasional
Lanjut Usia (2010), selain memiliki jumlah penduduk terbesar keempat di
dunia, Indonesia juga merupakan negara keempat dengan jumlah lansia
terbanyak setelah China, Amerika dan India. Jumlah penduduk lanjut usia
di Indonesia pada tahun 2006 sebesar 19 juta jiwa dan tahun 2010 jumlah
lanjut usia di Indonesia sebesar 23,9 juta jiwa.
Indonesia sendiri memiliki kondisi geografis, geologis dan
demografis yang menyebabkan negeri ini dikenal sebagai laboratorium
bencana. Sesuai dengan Undang-Undang No. 24 tahun 2007 tentang
Penanggulangan Bencana Bab I, tentang ketentuan umum, pasal 1, jenis-
jenis bencana dapat dikelompokkan menjadi bencana alam, antara lain (1)
gempa bumi, (2) tsunami, (3) gunung meletus, (4) bajir, (5) kekeringan,
(6) angin topan, (7) tanah longsor. Sedangkan bencana non alam, seperti
(8) gagal teknologi, (9) gagal modernisasi, (10) epidemi, (11) wabah
penyakit, dan bencana sosial, (12) konflik sosial kelompok atau antar
komunitas dan (13) teror.
Dari jenis-jenis bencana tersebut, terdapat enam bencana yang
paling mengancam daerah-daerah di Indonesia. Bencana itu yakni gempa
bumi, kebakaran gedung, tsunami, banjir dan banjir bandang, tanah
longsor, serta letusan gunung api. Bencana tersebut tentu akan
memberikan dampak yang besar bagi kelompok rentan khususnya pada
lansia (Badan Nasional Penanggulangan Bencana, 2017).
Seseorang yang usianya di atas 65 tahun besar kemungkinan untuk
mengalami penyakit kronis, seperti : hipertensi, jantung, diabetes, dll. 80
% dari kelompok lansia ini memiliki penyakit kronis, dan 50 % memiliki
komplikasi. Lansia juga mengalami gangguan gerak, kognitif, sensori,
sosial dan keterbatasan dari segi ekonomi. Semuanya dapat mempengaruhi
proses adaptasi dan kemampuan berfungsi selama bencana. Selama
bencana lansia bisa saja menjadi sangat sensitif, mengalami gangguan
tidur, disorientasi, depresi dan trauma. Kemudian setelah bencana selesai
resiko untuk kondisi fisik lansia menurun sangat tinggi karena kurang
nutrisi, suhu yang ekstrim, terpapar dengan infeksi, dan gangguan
emosional.
Berdasarkan data di atas, maka dalam makalah ini penulis akan
membahas lebih dalam mengenai asuhan keperawatan bencana pada
kelompok lanjut usia (lansia).

B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penulisan makalah ini adalah “Asuhan
keperawa Bencana pada kelompok Lanjut Usia (lansia).

C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Tujuan umum dalam makalah ini adalah unuk mengetahui asuhan
keperawatan bencana yang rentan pada lansia.
2. Tujuan Khusus
Tujuan khusus dalam penulisan makalah ini adlah sebagai berikut :
a. Mengetahui konsep lanjut usia
b. Mengetahui konsep bencana
c. Mengetahui dampak bencana pada lansia
d. Mengetahui manajemen keperawatan bencana pada lanjut usia saat
bencana
e. Mengetahui manajemen keperawatan bencana pada lanjut usia
pasca bencana
f. Mengetahui manajemen keperawatan bencana pada lanjut usia
sebelum bencana.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Konsep Lanjut Usia


Lanjut usia (lansia) merupakan tahap akhir dari kehidupan dan
proses alamiah yang tidak bisa dihindari oleh tiap individu. Lansia dimulai
setelah pensiun biasanya pada usia 65-75 tahun (Potter dan Perry, 2009).
Menurut Undang-Undang No. 13 Tahun 1998 Bab I Pasal 1 ayat 2, lansia
dalah penduduk yang beusia 60 tahun ke atas.
Menurut WHO (dalam Gibert 2013), Lanjut usia (lansia) adalah
seseorang yang berumur ≥60 tahun ke atas, dengan usia 45-60 tahun
(middle age), usia 60-75 tahun (elderly), usia 75-90 tahun (old), usia diatas
90 tahun (very old).
Penuaan merupakan proses normal perubahan yang berhubungan
dengan waktu, sudah dimulai sejak lahir dan berlanjut sepanjang hidup.
Usia tua adalah fase akhir dari rentang kehidupan (Fatimah, 2010).
Menurut Azizah dan Lilik (2011) bahwa semakin bertambahnya umur
manusia, terjadi proses penuaan secara degeneratif yang akan berdampak
pada perubahan-perubahan pada diri manusia, tidak hanya perubahan
fisik, tetapi juga kognitif, perasaan, spriritual, social, maupun kultural.
Menurut Azizah (2011), dikemukakan empat penyakit yang sangat
erat hubungannya dengan proses menua yakni :
a. Gangguan sirkulasi darah, seperti : hipertensi, kelainan pembuluh
darah, gangguan pembuluh darah di oatak (koroner) dan ginjal.
b. Gangguan metabolisme hormonal, seperti : diabetes mellitus dan
ketidakseimbangan tiroid.
c. Gangguan pada persedian, seperti : osteoartritis,goat artritis atau
penyakit kolagen lainnya
d. Berbagai macam neoplasma
B. Konsep Bencana
1. Definisi Bencana
Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang
mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat
yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor non alam
maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban
jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan
dampak psikologis (Badan Nasional Penanggulangan Bencana, 2017).
Bencana alam adalah konsekuensi dari kombinasi aktifitas alami
dan aktifitas manusia, seperti : letusan gunung, gempa bumi dan tanah
longsor. Karena ketidakberdayaan manusia akibat kurang baiknya
manajemen keadaan darurat, sehingga menyebabkan kerugian dalam
bidang keuangan dan struktural, bahkan sampai kematian. Kerugian
yang dihasilkan tergantung pada kemampuan untuk mencegah ataun
menghindari bencana dan daya tahan mereka. Pemahaman ini
berhubungan dengan pernyataan : “bencana muncul bila ancaman
bahaya bertemu dengan ketidakberdayaan”. Dengan demikian, aktifitas
alam yang berbahaya tidak akan menjadi bencana alam di daerah tanpa
ketidakberdayaan manusia, misalnya gempa bumi di wilayah tak
berpenghuni. Besarnya potensi kerugian juga tergantung pada bentuk
bahayannya sendiri mulai dari kebakaran, yang mengancam bangunan
individual, sampai peristiwa tubrukan meteor besar yang berpotensi
mengakhiri peradaban umat manusia.
2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Bencana
Pada daerah yang memiliki tingkat bahaya tinggi (hazard) serta
memiliki kerentanan / kerawanan (vulnerability) yang juga tinggi tidak
akan memberi dampak yang hebat/luas jika manusia berada disana
memiliki ketahanan terhadap bencana (disester resirience). Konsep
ketahanan bencana merupakan evaluasi kemamouan sistem dan
infrastruktur-infrastruktur untuk mendeteksi, mencegah dan menangani
tantangan serius yang hadir. Dengan demikian meskipun daerah
tersebut rawan bencana dengan jumlah penduduk yang besar jika di
imbangi dengan ketahanan terhadap bencana yang cukup.
C. Dampak Bencana pada Lanjut Usia
Para lansia telah mengalami penurunan kemampuan fisik dan
mental. Kemampuan adaptasi yang dimiliki juga sudah sangat jauh
berkurang , sehingga sangat rentan terhadap perubahan. Selain itu kaum
lanjut usia ini juga telah kehilangan peran, sehingga merasa dirinya tidak
berarti dan tidak dibutuhkan lagi oleh keluarganaya. Mereka juga rentan
terhadap kemungkinan diabaikan oleh keluarga.
Kelompok lanjut usia (lansia) terbentuk dari setiap individu yang
dipengaruhi oleh gaya hidup, ciri khas keluarga, sumber daya sosial dan
ekonomi, budaya dan adaptasi, lingkungan, struktur gen, dan sebagainya.
Peningkatan usia akan menurunkan homestasis, penurunan fungsi berbagai
organ tubuh, daya kesiapan, dan daya adaptasi menurun, melemah dan
sering sakit karena banyak stresor akan bermunculan pada saat bencana.
Efek dari bencana akan berbeda tergantung pada level peurunan fungsi
tubuh,homeosatis, adabtasi dan sebagainya.
1. Fisik lansia
Pertambahan usia adalah normal, dan fungsi fisiologis menurun
secara perlahan-lahan. Namun demikian, derajat tersebut tidak sama
dan terdapat perbedaan antara setiap individu. Oleh karena itu,
pengaruh dari bencana terhadap lansia pun beraneka ragam sesuai
dengan fungsi fisiologis yang dimiliki oleh setiap individu.
2. Mental Lansia
Lansia telah memiliki beberapa pengalaman kehilangan. Bencana
pun akan menjadi pengalaman kehilangan. Bettis, dkk mengatakan
bahwa pada proses menua terdapat dua proses, yakni proses
memungkinkan beradaptasi diri pada kehilangan dan proses yang
membuat yang bersangkutan sulit mengadaptasikan diri terhadap
kehillangan.
3. Sosial Lansia
Jika melihat sisi ekonomi, penyokong nafkah di rumah lansia
adalah lansia itu sendiri, dan banyak yang hidup dari uang pensiunan.
Kehilangan rumah dan harta akan mengakibatkan harapan untuk
membangkitkan kehidupan dan harapan untuk masa depan.
D. Manajement Keperawatan Bencana pada Lanjut Usia Saat Bencana
1. Tempat Aman
Pada saat terjadi bencana yang paling diprioritaskan adalah
memindahkan kelompok lansia ke tempat aman. Kelompok lansia
biasanya sulit mendapatkan informasi karena penurunan daya
pendengaran dan penurunan komunikasi dengan orang luar.
2. Rasa Setia
Selain itu karena mereka memiliki rasa setia yang dalam pada
tanah dan rumah diri sendiri, maka tindakan untuk mengungsi pun
berkecenderungan terlambat dibanding dengan kelompok yang lain.
3. Penyelamatan Darurat
Bencana menimbulkan ketakutan kematian kepada orang lansia.
Selain itu, mereka mengalami sejumlah kehilangan secara serentak,
seperti kehilangan keluarga dan kerabat, rumah yang sudah lama
dihuni, kehilangan harta dan harapan untuk masa depan, sehingga
mereka merasakan kegelisahan pada rehabilitasi kehidupan. Yang
diprioritaskan pada saat terjadi bencana adalah memindahkan orang
lansia ke tempat yang aman. Dalam kondisi lansia tersebut
dirawat/dibantu oleh orang lain, maka mereka tidak bisa mengungsi
tanpa ada bantuan dari orang lain. Oleh karena itu, sangat penting bagi
komunitas dan daerah untuk mengetahui keberadaan lansia dan kondisi
fisik mereka dan sebelumnya menentukan metode penyelamatan yang
konkret supaya lansia bisa dievakuasi dengan cepat pada saat bencana.
Pada manajemen keperawatan bencana pada lansia saat bencana
yang harus dilakukan adalah Triage, Treatment, dan Transportation
dengan cepat dan tepat. Fungsi indera lansia yang mengalami
perubahan fisik berdasarkan proses menua, maka skala rangsangan
luar untuk memunculkan respons pun mengalami peningkatan
sensitivitas sehingga mudah terkena mati rasa. Oleh karena itu, ada
kemungkinan terjadi kelalaian besar karena lansia itu sendiri tidak
mengaduh, atau juga keluhan itu tidak sesuai dengan kondisi penyakit.
Oleh karena itu, harus diperhatikan untuk melaksanakan triage yang
cepat dan hati-hati.
E. Manajement Keperawatan Bencana pada Lanjut Usia Pasca Bencana
Setelah fase akut bencana dilalui, maka lansia akan melanjutkan
kehidupannya ditempat pengungsian. Perubahan lingkungan hidup di
tempat pengungsian membawa berbagai efek pada orang lansia.
1. Lingkungan dan Adaptasi
Dalam kehidupan di tempat pengungsian, terjadi berbagai
ketidakcocokan dalam kehidupan sehari-hari yang disebabkan oleh
fungsi fisik yang dibawa oleh setiap individu sebelum bencana dan
perubahan lingkungan hidup di tempat pengungsian. Kedua hal ini
saling mempengaruhi, sehingga mengakibatkan penurunan fungsi fisik
lansia yang lebih parah lagi.
Penurunan daya pendengaran sering membuat lansia melalaikan
informasi yang sebenarnya bisa diperoleh dari pengumuman di tempat
pengungsian dan percakapan di sekitarnya. Penurunan daya
penglihatan membuat lansia sulit membaca pengumuman yang
ditempel tergantung pada ukuran huruf, jumlah huruf, panjangnya
kalimat, dan warna. Ditambah lagi dengan penurunan fungsi fisik
lansia, maka pergi ke tempat dimana ada pengumuman saja sudah
sulit. Hal inilah yang menyebabkan lansia sulit mendapatkan informasi
dan bergaul dengan orang lain.
Luas ruang yang bisa digunakan per orang di tempat pengungsian
sangat sempit, sehingga menjulurkan kaki dan tangan saja sulit. Di
lingkungan yang luas ruang yang dapat dipakainya sempit dan terdapat
perbedaan ketinggian membawa berbagai efek pada fungsi tubuh orang
lansia. Hal-hal ini menjadi alasan bagi lansia untuk mengurangi tingkat
gerak dengan sengaja. Tindakan seperti ini akan mengakibatkan
penurunan fungsi tubuh daripada sebelum bencana.
Lansia adalah objek yang relatif mudah dipengaruhi oleh
lingkungan. Jika kebutuhan dari lingkungan melebihi daya adaptasi
yang dimiliki orang lansia, maka terjadilah ketidakcocokan (unfit), dan
keadaan tersebut bisa memunculkan perasaan yang negatif. Model
tekanan dan daya adaptasi yang berkaitan dengan tindakan
menunjukkan bahwa jika daya adaptasi seseorang menurun, maka
tindakannya mudah dikuasai oleh unsur lingkungan. Perubahan
lingkungan pasca bencana bisa membawa beban perasaan, gangguan
tidur, dan gangguan ingatan sebagai gangguan fungsi otak sementara
yang sering salah dianggap demensia, dan bahkan demensia potensial
menjadi nyata. Yang penting adalah mengidentifikasi demensia dan
penanganan yang tepat melalui assesment fungsi kognitif dan perilaku
2. Manajemen Penyakit dan Pencegahan Penyakit Sekunder
Lingkungan di tempat pengungsian mengundang keadaan yang
serius pada tubuh lansia, seperti pengaturan suhu udara dan ventilasi
(peredaran udara) yang tidak cukup; penurunan daya fisik yang
disebabkan oleh distribusi makanan yang dingin, tidak sesuai dengan
daya kunyah, dan gizinya tidak seimbang; terkena flu dan penyakit
infeksi karena lingkungan hidup yang buruk. Berdasarkan pengalaman,
sebagian lansia yang keadaannya susah bergerak, kamar mandinya
jauh, dan tidak ada ruang untuk bertukar popok/lampin, membuat
lansia berusaha untuk membatasi minum air supaya mengurangi
pembuangan air besar dan kecil, sehingga mengakibatkan dehidrasi,
infeksi saluran kencing, dan sroke. Selain itu, kebanyakan orang lansia
memiliki beberapa penyakit kronis sejak sebelum bencana. Pada
kehidupan yang seadanya saja, dengan otomatis pengobatan penyakit
masing-masing pasien lansia dihentikan, maka gejala yang sebenarnya
sudah stabil sebelum bencana pun akan menjadi parah. Oleh karena
itu kita harus memanfaatkan keterampilan keperawatan dasar seperti
observasi, pengukuran, dan mendengarkan. Memulai pemeriksaan
kesehatan dan konsultasi kesehatan secepatnya untuk menggali dan
mengetahui keadaan kesehatan dan kebutuhan kesehatan dari orang
lanjut usia dan menemukan penyakit baru. Kemudian perlu
mempertimbangkan perlu atau tidaknya pengobatan berdasarkan
keadaan pengobatan dan manajemen penyakit kronis dan
mengkoordinasikan metode pengobatan.
3. Orang Lanjut Usia dan Perawatan pada Kehidupan di Rumah Sendiri
Lansia yang sudah kembali ke rumahnya, pertama memberes-
bereskan di luar dan dalam rumah. Dibandingkan dengan generasi
muda, sering kali lansia tidak bisa memperoleh informasi mengenai
relawan, sehingga tidak bisa memanfaatkan tenaga tersebut dengan
optimal. Oleh karena itu, mereka sering mengerjakan dengan tenaga
diri sendiri saja, sehingga mudah tertumpuk kelelahannya. Diperlukan
memberikan informasi mengenai relawan terutama kepada rumah
tangga lansia yang membutuhkan tenaga orang lain. Selain itu,
diperlukan koordinasi supaya relawan bisa beraktivitas demi lansia.
Peranan ini setelah masa/fase ini diharapkan dilanjutkan sambil
melihat keperluannya. Kemudian perlu mengidentifikasi keadaan
kehidupan dan kesehatan lansia, mempertimbangkan perlu atau
tidaknya bantuan, dan menjembatani lansia dan social support
4. Lanjut Usia dan Perawatan di Pemukiman Sementara
a. Perubahan Lingkungan dan Adaptasi Lansia
Lansia yang masuk ke pemukiman sementara terpaksa
mengadaptasikan/ menyesuaikan diri lagi terhadap lingkungan baru
dalam waktu yang singkat. Lansia kehilangan bantuan dari orang
dekat/kenal, dan sulit menciptakan hubungan manusia yang baru,
maka mudah terjadi pergaulan yang dangkal, menyendiri, dan
terisolasi. Fasilitas yang nampaknya sudah lengkap dengan alat
elektronik pun susah bagi lansia karena bagi mereka sulit untuk
memahami cara penggunaannya.
Ada satu hal yang harus diperhatikan, yakni kematian karena
kecelakaan yang disebabkan oleh pemukiman sementara itu sendiri
dan kematian tanpa diketahui orang di dalam pemukiman
sementara. Contoh kasus seorang lansia yang pergi keluar dan mau
kembali ke rumahnya, namun terpaksa berjalan kaki sepanjang
malam karena kebingungan mencari posisi pemukiman diri sendiri,
dan akhirnya tidur di luar dan meninggal dunia. Kasus ini terjadi
karena pemukiman sementara berbentuk sama, dan nomor
kompleks tertulis di tempat yang tinggi dengan huruf yang kecil.
Oleh karena itu, Lansia perlu dibantu beradaptasi dan
bersosialisasi dengan lingkungan/ tempat pengungsian yang baru,
baik bantuan fisik atau psikologis.Lansia harus ada yang
mendampingi bila akan pergi/berjalan ke suatu tempat. Lansia
perlu berkali-kali dijelaskan mengenai situasi dan lingkungan yang
baru. Perawat harus mempunyai kesabaran yang tinggi dalam
mendampingi lansia menjalani aktifitas sehari-harinya.
b. Manajemen Diri Sendiri pada Penyakit
Pada umumnya, nafkahlansia adalah uang pensiun dan
subsidi dari keluarga/orang lain.Orang lansia yang pindah ke
pemukiman sementara mengalami kesulitan untuk mengikuti
pemeriksaan dokter karena masalah jarak, maka penyakit kronis
bisa diperparah. Oleh karena itu, penting sekali memberikan
informasi mengenai sarana medis terdekat dan membantu untuk
membangun hubungan dengan dokter baru supaya mereka mau
mengikuti pemeriksaan dari dokter tersebut.
5. Mental Care
Lansia akan mengalami penurunan daya kesiapan maupun daya
adaptasi, sehingga mudah terkena dampak secara fisik oleh stresor.
Namun demikian, orang lansia itu berkecenderungan sabar dengan
diam walaupun sudah terkena dampak dan tidak mengekspresikan
perasaan dan keluhan. Hal ini disebabkan oleh pengaruh dari
kemampuan coping (menghadap) tinggi yang diperoleh dari sejumlah
pengalaman tekanan/stress sebelumnya. Maka diperlukan upaya untuk
memahami ciri khas orang lansia yang tampaknya kontradiksi,
mendengarkan apa yang orang lansia ceritakan dengan baik-baik,
membantu supaya orang lansia bisa mengekspresikan perasaannya,
sehingga meringankan stres sebelum gejalanya muncul pada tubuh
mereka.
Pada saat kembali ke kehidupan pada hanya diri sendiri saja,
kesenjangan kehidupan semakin membesar karena berbagai penyebab.
Selanjutnya kegelisahan nyata seperti kehilangan fondasi kehidupan
dan masalah ekonomi serta masalah rumah untuk masa depan akan
muncul sebagai masalah realistis. Kelelahan fisik dan mental karena
kehidupan di tempat pengungsian yang berlanjut lama, dan perubahan
lingkungan dengan pindah rumah, maka bisa bertambah orang lansia
yang mengeluhkan gejala depresi. Pada masa/fase ini, diperlukan
upaya berkelanjutan untuk mendengarkan pengalaman dan perasaan
dari orang lansia sebagai bantuan supaya fisik dan mental orang lansia
tersebut bisa beristirahat dengan baik. Selain itu jika perlu pengobatan,
segera hubungi dokter spesialis.
Maka dari itu manajemen dalam keperawatan bencana pada
kelompok lansia dapat dilakukan sebagai berikut:
1. Rekonstruksi
Kehidupan orang lansia yang sebelumnya hidup di
pemukiman sementara masuk ke tahap baru,yakni pindah ke
pemukiman rekonstruksi atau mulai hidup bersama di rumah
kerabat. Yang disebut pemukiman rekonstruksi memiliki
keunggulan di sisi keamanan dan lingkungan dalam rumah
dibandingkan dengan pemukiman sementara, maka kondisi
tidur/istirahat dari orang lansia akan membaik.
Namun demikian, pemukiman sementara tidak perlu
ongkos sewa, sedangkan pemukiman rekonstruksi membutuhkan
ongkos sewa. Hal ini menjadi masalah ekonomi bagi orang lansia.
Ada lansia yang merasa tidakpuasdan marah, dan ada pula lansia
yangmerasa puas dan berterima kasih kepada pemerintah.
Diperlukan penanganan dari pemerintah seperti keringanan ongkos
sewa, dan memberikan bimbingan kehidupan tepat yang sesuai
dengan kondisi ekonomi dan kebiasaan hidup dari orang lansia.
2. Mental Care
Stres terbesar bagi orang lansia pada saat bencana adalah
‘kematian keluarga dan saudara. Dukungan pengganti bagi orang
lansia adalah tetangga. Di pemukiman rekonstruksi, dimulai
hubungan manusia yang baru, dan dokter keluarga pun dianggap
pemberi sokongan yang penting. Menurut Ikeda dkk, peranan yang
dimainkan oleh keluarga sangat penting bagi orang lansia karena
masalah kesehatan paling banyak adalah stres seputar kehidupan.
Pada fase ini dengan jelas SDM untuk rekonstruksi
berkurang dan sistem pemberian pelayanan individu pun melemah,
namun diperlukan memberikan bantuan dari berbagai orang di
sekeliling orang lansia supaya mereka bisa memiliki tujuan dan
harapan untuk masa depan Selain itu, sangat efektif jika
dilaksanakan upaya untuk memberikan makna hidup kepada orang
lansia, memperbesar lingkup dan ruang aktivitas dalam kehidupan,
dan melaksanakan kegiatan bantuan untuk mencegah orang lansia
menyendiri di rumah. Misalnya dengan melibatkan lansia dalam
kegiatan sehari-hari seperti membersihkan rumah, merawat
tanaman dan lain sebagainya.
F. Manajement Keperawatan Bencana pada Lanjut Usia Sebelum
Bencana
1. Rekonstruksi komunitas bantuan untuk mengungsi terhadap orang
lansia di komunitas berdasarkan kemampuan membantu diri sendiri
dan membantu bersama di daerah setempat. Diperlukan penyusunan
perencanaan bantuan pengungsian yang konkret dan bekerjasama
dengan komunitas untuk mengetahui lokasi dimana orang lansia
berada, menentukan orang yang membantu pengungsian, mendirikan
jalur penyampaian informasi, menentukan isi dari bantuan yang
dibutuhkan secara konkret berdasarkan keadaan fisik masing-masing
sebagai kesiapsiagaan pada bencana.
2. Persiapan untuk Memanfaatkan Tempat Pengungsian
Dari pengalaman pahit terhadap bencana terutama saat hidup di
pengungsian,dipandang perlu dibuat peraturan mengenai penempatan
‘tempat pengungsian sekunder’. Hal ini bermaksud untuk
memanfaatkan sarana yang sudah ada bagi orang-orang yang
membutuhkan perawatan. Kita perlu menginspeksi lingkungan tempat
pengungsian dari pandangan keperawatan lansia supaya sarana-sarana
tersebut segera bisa dimanfaatkan jika terjadi bencana. Selain itu,
diperlukan upaya untuk menyusun perencanaan pelaksanaan pelatihan
praktek dan pelatihan keperawatan supaya pemanfaatan yang realistis
dan bermanfaat akan tercapai.
Lansia yang berhasil mengatasi dampak bencana didorong untuk
mewarisi pengalaman dan pengetahuan yang diperoleh dari bencana
kepada generasi berikutnya. Kita dapat memfasilitasi lansia untuk
berbagi pengalaman mengenai betapa bagusnya hidup bersama di
pengungsian dan betapa tinggi nilai nyawa kita. Misalnya beberapa
oranglansia bertugas sebagai penderita relawan menjelaskan fenomena
yang terjadi pada saat gempa bumi dengan memperagakan alat-alat
kepada anak-anak TK atau SD. Diharapkan anak tidak memiliki efek
psikologis dan lasni dapat merasa lebih bermanfaat secara psikologis
(Hamorno, 2016).
G. Peran Perawat dan Aktivitas Psikososial Dalam Menanggulangu
Dampak Psikososial Lansia
1. Berikan keyakinan yang positif
2. Dampingi pemulihan fisiknya dengan melakukan kunjungan berkala
3. Berikan perhatian yang khusus untuk mendapatkan kenyamanan pada
lokasi penampungan
4. Bantu untuk membangun kembali kontak dengan keluarga maupun
lingkungan sosial lainnya.
BAB III

KASUS

KASUS:

Ny. M ingin datang ke puskesmas Tanjung Agung tapi klien tidak bisa
pergi dikarenakan Beberapa Hari ini bengkulu sedang dilanda hujan dan
mengakibatkan banjir di beberapa titik salah satunya di Tanjung Agung Kota
Bengkulu. Klien mengatakan dia mempunyai riwayat penyakit rematik kurang
lebih 2 tahun yang lalu .klien mengatakan dengan keluhan sakit dirasakan pada
bagian pinggang dan kaki, timbulnya dirasakan pada malam hari saat cuaca dingin
apalagi hujan hampir setiap malam dan sehingga membuat klien sulit untuk tidur
karena menahan sakit dan nyeri. Mengeluh tidak puas tidur. dan klien mengeluh
sulit untuk beraktivitas, Fisik lemah, kekuatan otot menurun karena rasa sakit
yang dialaminya.
A. PENGKAJIAN
1. Identitas Klien
Nama : Ny. M
Jenis Kelamin : perempuan
Umur : 70 tahun
Status Pekerjaan : Tani
Agama : Islam
Pendidikan Terakhir : SMA
Alamat : Tanjung Agung Bengkulu
Tanggal Pengkajian : 19 Juli 2021
Diagnosa Mesdis : Rhematik
2. Keluarga dekat yang dapat dihubungi
Nama : Tn. A
Alamat : Tanjung Agu ng Bengkulu
No. Telepon : - Hubungan dengan klien :Suami
B. Riwayat Kesehatan
1. Riwayat Kesehatan Sekarang
Klien mengatakan sakit dirasakan pada bagian pinggang dan menjalar
ke kaki sakit timbul pada malam hari saat cuaca dingin dan sehingga
membuat klien sulit untuk tidur karena menahan sakit dan nyeri.. dan
klien sulit untuk beraktivitas karena rasa sakit yang dialaminya
2. Riwayat Kesehatan Dahulu
Klien mengatakan tidak ada mengalamai penyakit lain seperti :
hipertensi, diabetes melitus dan lain-lain, hanya penyakit rematik yang
dialami klien saat ini.
3. Riwayat Kesehatan Keluarga
Klien mengatakan tidak ada anggota keluarga yang mengalami
penyakit keturunan seperti : hipertensi dan diabetes melitus.
C. Pola Kebiasaan Sehari – Hari
1. Nutrisi
Frekuensi Makan : 3 x Sehari
Nafsu Makan : Baik
Jenis Makanan : Makan Nasi + Sayur + Lauk Pauk Kebiasaan
Sebelum Makan : Berdoa
Makanan Yang Tidak Disukai: Tidak Ada
Alergi Terhadap Makanan : Tidak Ada
Pantangan Makanan : Kacang-Kacangan, Sayur Yang Bergetah
Keluhan : Nyeri Pingang, Kaki, Lutut Makanan yang memicu
terjadinya rematik : kacang-kacangan, sayur yang mengandung getah
seperti : daun singkong, paku, sayur kangkung, sayur labu.
2. Eliminasi
a. BAK
Frekuensi dan Waktu : 5x Sehari
Warna : kuning jernih
Bau : pesing
Kebiasaan BAK pada malam hari : Sekali-kali
Kesulitan : Tidak ada
b. BAB
Frekuensi dan Waktu : 1x Sehari
Kebiasaan BAB pada malam hari : Tidak Ada
Keluhan : Tidak Ada
c. Personal Higine
Mandi : 3x Sehari
Oral Higini : 1x Sehari
Cuci Rambut : 1x Sehari
Kuku Dan Tangan : 2x Sehari
d. Istirahat dan Tidur
Lama Tidur Malam : 6 Jam
Tidur siang : Tidak Ada
Keluhan : Tidak Ada
e. Kebiasaan Mengisi Waktu Luang
Olahraga : Tidak Ada
Tidur Siang : Sekali- kali
Berkebun / memasak :Pergi Kekebun Setiap Pagi
f. Kebiasan Yang Mempengaruhi Kesehatan : Tida ada
g. Status Kesehatan
1. Status Kesehatan Saat ini
a. Keluhan Utama dalam 2 tahun Terakhir : Keluhan ini
sudah dialami 2 tahun yang lalu Penyakit Rhematik
b. Gejala yang dirasakan : Nyeri pada bagian pingang,sampai
kaki
c. Timbulnya Keluhan : Pada malam hari saat cuaca dingin
d. Upaya Mengatasi :Kompres dengan air hangat ngilu
kuku dan meminum obat dari puskesmas.
2. Riwayat Kesehatan Masa Lalu
a. Riwayat alergi : Tidak ada
b. Riwayat kecelakaan : Tidak ada
c. Riwayat dirawat dirumah sakit : Tidak ada
d. Riwayat pemakaian obat : Tidak ada
3. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum ( TTV) TD: 130 / 80mmHg
N : 80 x/i
RR : 22 x/i
S : 37ºC
b. Head to too
BB / TB : 55 kg / 165 cm
4. Rambut : sudah beruban dan bersih
5. Mata : simetris ki / ka kunjungtiva tidak anemis
6. Telinga : simetris ki / ka tidak ada serumen
7. Mulut, gigi, dan bibir : mulut bersih, mukosa bibir kering,
mulut berbaun, gigi tidak lengkap, caries gigi (+)
8. Dada
Inspeksi : Retraksi dada sama ki/ka, Tidak menggunakan otot
bantu pernafasan
Palpasi : Taktil Fremitus Teraba ki/ka
Perkusi : Sonor
Auskultasi : vesikuler
9. Abdomen
Inspeksi : L1 Kuadran abdomen simetris ki/ka, bentuk
abdomen datar
Auskultasi : Bising Usus (-)
Perkusi : Thympan
Palpasi : Tida ada nyeri tekan dan lepas
10. Kulit : Berwarna sawo matang, Struktur Kulit Keriput
11. Ekstermitas
Atas : inspeksi : tidak ada fraktur deformitas
Palpasi : tida ada nyeri pembengkakan pada sendi
Bawah : inspeksi : tidak ada fraktur, lesi (-) Palpasi : tidak
ada pembengkakan
D. Hasil Pengkajian Khusus
1. Masalah Kesehatan Kronis : Penyakit Rematik
2. Status Fungsional : Tingkat Kesadaran Penuh
3. Status Psikologis : Klien kooperatif, tidak mengalami
psikologis

3. ANALISA DATA

No Data Etiologi Problem


1. DS : Agen pencedera Nyeri Akut
- Ny. M mengatakan fisiologis
nyeri dibagian
pingang sampai kaki
dirasakan pada
malam hari
DO :
- TD : 130 / 80 mmHg
RR : 22 X/I
S : 37 ºC
N : 80 x/i

- P : Sebab nyeri
karena penyakit
rematik
- Q : 1 – 3 menit
- R : pada bagian
pingang, dan kaki
- T : Timbul
pada malam
2. DS : Kurang kontrol tidur Gangguan
- klien sulit untuk pola tidur
tidur karena
menahan sakit dan
nyeri..

- klien Mengeluh
tidak puas tidur.

- klien mengeluh sulit


untuk beraktivitas
karena rasa sakit
yang dialaminya.
DO

-
3. DS : Penurunan kekuatan Gangguan
otot, nyeri
- Ny. M Mobilitas
mengatakan sulit Fisik
untuk beraktivitas

- Klien mengeluh
sulit untuk
menggerakkan
ekstremitas
DO :
- Klien mengeluh
fisik lemah,
gerakan terbatas

- Kekuatan otot
menurun

4. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri akut berhubungkan dengan agen pencedera fisik
dibuktikan dengan mngeluh nyeri, tampak meringis
2. Gangguan pola tidur berhubungan dengan ikurang kontrol tidur
dibuktikan dengan mengeluh sulit tidur, mengeluh kemampuan
beraktivitas menurun.
3. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan
kekuatan otot, nyeri dibuktikan dengan mengeluh sulit
menggerakkan ekstremitas, sulit beraktivitas, kekuatan otot
menurun
5. INTERVENSI KEPERAWATAN
Nama : Ny. M Ruangan :-
No. Reg :- Umur : 70 Tahun

N DIAGNOSA SLKI SIKI


O KEPERAWATAN

1 Nyeri akut Setelah dilakukan 2x24 MANAGEMENT NYERI :

jam, hasil :
Observasi

Tingkat Nyeri
- Identifikasi lokasi,

- Keluhan nyeri karakteristik,

(menurun) frekuensi nyeri

- Kesulitan tidur - Identifikasi skala

(menurun) nyeri

- Tampak - Identifikasi faktor

meringis yang memperberat

(menurun) dan memperingan

nyeri

Teraupetik

- Berikan teknik

nonfarmakologis

untuk mengurangi

rasa nyeri

Edukasi

- Jelasksan penyebab ,

periode pemicu nyeri


- Jelaskan strategi

meredakan nyeri

Kolaborasi

- Kolaborasi

pemberian analgetik,

jika perlu

2 Gangguan Pola Tidur Setelah dilakukan DUKUNGAN TIDUR

2x24 jam, hasil


- Identifikasi pola
membaik:
aktivitas dan tidur

Pola tidur
- Identifikasi faktor

- Keluhan sulit pengganggu tidur

tidur
- Modifikasi
( menurun)
lingkungan

- Keluhan pola

tidur berubah

(menurun)

3 Gangguan mobilitas Setelah dilakukan DUKUNGAN

fisik 2x24 jam, hasil MOBILISASI

membaik:
- Identifikasi adanya

Mobilitas fisik nyeri atau keluhan

fisik lainnya
- Pergerakan
ekstremitas - Identifikasi toleransi

( cukup fisik melakukan

meningkat) pergerakan

- Kekuatan - Fasilitasi melakukan

otot ( cukup pergerakan

meningkat)

- Nyeri

( menurun)

6. CATATAN PERKEMBANGAN
Nama : Ny. M Ruangan :-
No. Reg :- Umur : 70 Tahun

Tanggal Diagnosa Implementasi Evaluasi

Keperawatan

19 Oktober Nyeri Akut Jam 08.00 Jam 13.00

2021
- Mengidentifika S : Pasien mengatakan

si lokasi, pinggang dan kakinya

karakteristik, merasa lebih baik

frekuensi nyeri
O : pasien sudah tidak

- Mengidentifika meringis kesakitan

si skala nyeri
TD : 120 / 80 mmHg

- Mengidentifika
RR : 22 X/I
si faktor yang S : 36 ºC

memperberat
N : 80 x/i
dan
Skala nyeri : 3
memperingan

nyeri

Teraupetik A : masalah teratasi

- Memberikan P : intervensi

teknik dihentikan

nonfarmakolog

is untuk

mengurangi

rasa nyeri

Edukasi

- Menjelasksan

penyebab ,

periode pemicu

nyeri

- Menjelaskan

strategi

meredakan

nyeri
Kolaborasi

- Mengkolabora

si pemberian

analgetik, jika

perlu

19 Oktober Gangguan Pola Jam 08.00 Jam 13.00

2021 Tidur
- Mengidentifika S : Pasien mengatakan

si pola tidurnya sudah merasa

aktivitas dan lebih nyenyak

tidur
O : pasien sudah bisa

- Mengidentifika beraktivitas kembali

si faktor
A : masalah teratasi
pengganggu
P : intervensi
tidur
dihentikan
- Memodifikasi

lingkungan

19 Oktober Gangguan Jam 08.00 Jam 13.00

2021 Mobilitas Fisik


- Mengidentifika S : Pasien mengatakan

si adanya nyeri sudah bisa

atau keluhan menggerakkan

fisik lainnya ekstremitas


- Mengidentifika O : pasien sudah bisa

si toleransi beraktivitas kembali

fisik
A : masalah teratasi
melakukan
P :intervensi dihentikan
pergerakan

- Memfasilitasi

melakukan

pergerakan
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan
Lanjut usia (lansia) merupakan tahap akhir dari kehidupan dan
proses alamiah yang tidak bisa dihindari oleh tiap individu. Lansia dimulai
setelah pensiun biasanya pada usia 65-75 tahun (Potter dan Perry, 2009).
Menurut Undang-Undang No. 13 Tahun 1998 Bab I Pasal 1 ayat 2, lansia
dalah penduduk yang beusia 60 tahun ke atas.
Bencana alam adalah konsekuensi dari kombinasi aktifitas alami
dan aktifitas manusia, seperti :letusan gunung, gempa bumi dan tanah
longsor. Karena ketidakberdayaan manusia akibat kurang baiknya
manajemen keadaan darurat, sehingga menyebabkan kerugian dalam
bidang keuangan dan struktural, bahkan sampai kematian
B. Saran
Diharapkan perawat mampu memberikan proses pengkajian yang
tepat dan benar tepatnya pada kasus bencana alam yang terjadi pada lansia,
sehingga pasien dengan kasus bencana alam khususnya lansia bias segera
ditangani dan diberikan perawatan yang tepat. Perawat juga diharuskan
bekerja professional sehingga meningkatkan pelayanan untuk membantu
pasien dengan kegawatdaruratan pada bencana alam pada lansia secara
tepat.

Anda mungkin juga menyukai