Anda di halaman 1dari 94

MAKALAH

KONSEP KEPERAWATAN GERONTIK

KELOMPOK :

1) Marisa Ainun Sani 7) Rian Firdayanti


2) Mulisah 8) Rinulia Andisva
3) Nadia Nur Setiahati 9) Sri Mulia
4) Nia Usnia 10) Sri Nahniatinnisa
5) Nur Hastutik 11) Yeni Sari
6) Nurul Hidayanti 12) Yulianita

YAYASAN RUMAH SAKIT ISLAM NUSA TENGGARA BARAT


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN YARSI MATARAM
PROGRAM STUDI JENJANG S1 KEPERAWATAN
T.A 2019
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa atas
limpahan rahmat-Nya sehingga makalah ini dapat terselesaikan. Makalah ini
dibuat sebagai tugas mata kuliah Keperawatan Anak.
Makalah ini disusun berdasarkan beberapa literatur yang kami ambil,
Selain itu makalah ini kami susun agar dapat memberikan manfaat untuk
pembaca dalam mempelajari Penatalaksanaan Fototerapi Hiperbilirubin.
Oleh karena itu, saya sangat mengaharapkan kritik dan saran yang
membangun dari pembaca untuk perbaikan kedepannya. Semoga makalah ini
dapat bermanfaat bagi kita semua, terutaman Mahasiswa Keperawatan.

Mataram, 26 Oktober 2019

Penulis,

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................... ii


DAFTAR ISI ................................................................................................ iii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................. 1
1.1 Latar Belakang ................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .............................................................................. 2
1.3 Tujuan ............................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN ............................................................................... 3
2.1 Konsep Dasar Gerontik ..................................................................... 3
2.2 Isu dan Tren Keperawatan Gerontik ................................................. 31
2.3 Komunikasi Pada Lansia .................................................................. 33
2.4 Penggunaan Obat Pada Lansia ......................................................... 42
2.5 Pemenuhan Kebutuhan Dasar Lansia ............................................... 47
2.6 Penyakit Pada Lansia ....................................................................... 49
2.7 Keperawatan Paliatif Pada Lansia .................................................... 52
2.8 Fenomena Bidang Garap Keperawatan Gerontik .............................. 53
2.9 Model Pelayanan Keperawatan Gerontik .......................................... 54
2.10 Ruang lingkup, Peran, dan Fungsi Keperawatan Gerontik................56
2.11 Konsep Asuhan Keperawatan Gerontik .......................................... 59
BAB III PENUTUP .................................................................................... 82
A. Kesimpulan ............................................................................................ 82
B. Saran ...................................................................................................... 82
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 83
LAMPIRAN ................................................................................................. 84
ASKEP KASUS ............................................................................................ 92

3
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dunia mulai menua, populasipun akan semakin bertembah. Pada abad ke-
19 jumlah penduduk di dunia berjumlah 978 juta, sedangkan di abad ke-20
sudah mencapai 1.650 juta dan di abad ke-21 mencapai 6.168 juta. Apabila
usia harapan hidup manusoa seabad lalu ± 30 tahun, kini 75% manusia mati
sesudah mencapai 75 tahun. Tercatat disability-free life diluar eropa berkisar
antara 6,5 tahun di Jepang dan 12,8 tahun di Brunei. Penuaan penduduk yang
diahadapi ini tidak lain dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti adanya
program keluarga berencana (kontrasepsi alami, pil, alat), perubahan pola
hidup (tidak menikah, menikah lebih tua, anak sedikit, mengejar karir,
pertimbangan ekonomi), usia bertambah (lingkungan hidup, pelayanan
kesehatan dan iptek membaik). (Saryono, 2010)
Lanjut usia merupakan istilah tahap akhir dari proses penuaan. Batasan
penduduk lanjut usia menurut Badan Koordinasi Keluarga Berencana
Nasional (1998) meliputi 3 aspek yang perlu dipertimbangkan yakni aspek
biologi, aspek ekonomi, dan aspek sosial. Secara biologis penduduk lanjut
usia adalah penduduk yang mengalami proses penuaan secara terus menerus,
yang ditandai dengan menurunnya daya tahan fisik yaitu semakin rentannya
terhadap serangan penyakit yang dapat menyebabkan kematian. Hal ini
disebabkan terjadinya perubahan dalam struktur dan fungsi sel, jaringan, serta
sistem organ. Secara ekonomi, penduduk lanjut usia lebih dipandang sebagai
beban dari pada sebagai sumber daya. (Saryono, 2010)
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menggolongkan lanjut usia menjadi 4
yaitu : usia pertengahan, lanjut usia, lanjut usia tua, dan usia sangat tua.
Sedangkan menurut Prayitno dalam Aryo (2002) mengatakan bahwa setiap
orang yang berhubungan dengan lanjut usia adalah orang yang berusia 56
tahun keatas. (Saryono, 2010)

1
Banyak orang beranggapan bahwa kehidupan masa tua tidak lagi
memberikan banyak manfaat, bahkan ada yang beranggapan bahwa kehidupan
masa tua, sering kali dipersepsikan secara negatif sebagai beban keluarga dan
masyarakat. Dari aspek sosial, penduduk lanjut usia merupakan satu
kelompok sosial sendiri yang memerlukan kebutuhan khusus. Di negara
Barat, penduduk lanjut usia menduduki strata sosial dibawah kaum muda. Hal
ini dilihat dari keterlibatan mereka terhadap sumber daya ekonomi, pengaruh
terhadap pengambil keputusan serta luasnya hubungan sosial yang semakin
menurun. Akan tetapi di indonesia penduduk lanjut usia menduduki kelas
sosial yang tinggi yang harus dihormati warga muda. (Saryono, 2010)

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana konsep dasar lansia
2. Bagaimana konsep asuhan keperawatan pada lansia

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui konsep dasar lansia
2. Untuk mengetahui konsep asuhan keperawatan pada lansia

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Konsep Dasar Gerontik


2.2.1 Pengertian
Menurut setianto (2004), seseorang dikatakan lanjut usia (lansia)
apabila usianya 65 tahun ke atas. Lansia menurut pudjiastuti (2003),
lansia bukan penyakit, namun merupakan tahap lanjut dari suatu proses
kehidupan yang ditandai dengan penurunan kemampuan tubuh untuk
beradaptasi dengan stress lingkungan. Lansia menurut hawari (2001),
adalah keadaan yang ditandai oleh kegagalan seseorang untuk
mempertahanan keseimbangan terhadap kondisi stress fisiologis.
Kegagalan ini berkaitan dengan penurunan daya kemampuan untuk
hidup serta peningkatan kepekaan secara individual. Lansia menurut
bailon g. Salvacion (1987), adalah dua atau lebih individu yang
bergabung karena hubungan darah, perkawinan atau adopsi, hidup
dalam satu rumah tangga, berinteraksi satu sama lain dalam perannya
untuk menciptakan dan mempertahankan suatu budaya. Lansia menurut
bkkbn (1995), adalah individu yang berusia di atas 60 tahun, pada
umumnya memiliki tanda-tanda terjadinya penurunan fungsi-fungsi
biologis, psikologis, sosial, ekonomi. (Muhith & Siyoto, 2016)
Berkaitan dengan lanjut usia, munculah gerontologi, gerontologi
berasal dari bahasa latin, yaitu geros, yang berarti lanjut usia, dan logos,
yang berarti ilmu. (Muhith & Siyoto, 2016)
Gerontologi berasal dari kata geros = lanjut usia dan logos ilmu.
Jadi gorontologi adalah suatu ilmu yang mempelajari secara khusus
mengenai faktor factor yang menyangkut lanjut usia. Gerontology
adalah cabang ilmu yang mempelajari proses menua dan masalah
masalah yang mungkin terjadi pada lanjut usia (Reny, 2014)
Menurut miller (1990 dalam kushariyadi, 2010) gerontologi adalah
speasialis keperawatan lanjut usia. Keperawatan lanjut usia menjalankan
3
peran dan tanggung jawabnya terhadap tatanan pelayanan kesehatan
dengan menggunakan ilmu pengetahuan, keahlian, keterampilan,
teknologi, dan seni dalam merawat untuk meningkatkan fungsi optimal
lanjut usia secara komprehensif. Menurut Eberson dan Hess (1994
dalam noorkasiani, s., Tamher, 2009), untuk bidang keperawatan lebih
cocok digunakan istilah gerontik yang ditetapkan oleh asosiasi
keperawatan amerika (ANA), disiplin ini harus mencakup promosi
keesehatan, pencegahan penyakit, serta perawatan diri yang di
tunjukkan untuk mengembalikan dan mempertahankan fungsi optimal
dalam aspek fisik, psikologi, dan sosial. Cakupan dari ilmu keperawatan
gerontik adalah tidak terpenuhnya kebutuhan dasar lansia sebagai akibat
dari proses penuaan. Keperawatan gerontik mempunyai tujuan
memenuhi kenyamanan lansia, mempertahankan fungsi tubuh, serta
membantu lansia menghadapi kematian dengan tenang dan damai
melalui ilmu dan tehnik keperawatan gerontik. (Muhith & Siyoto, 2016)
Gerontologi menurut kozier (1987), adalah ilmu yang mempelajari
seluruh aspek menua. Gerontik nursing menurut kozier (1987), adalah
ilmu yang mempelajari tentang perawatan pada lansia. Gerontik nursing
merupakan spesialis perawatan lanjut usia yang dapat menjalankan
perannya pada setiap tatanan pelayan dengan menggunakan
pengetahuan, kealian, dn keterampilan merawat untuk meningkatkan
fungsi optimal lanjut usia secara komprehensif. (Muhith & Siyoto,
2016)
Geriatri merupakan salah satu cabang dari gerontologi dan medis
yang mempelajari khusus aspek kesehatan dari usia lanjut, bab yang
ditinjau dari segi promotif, preventif, kuratif, rehabilitatif yng mencakup
kesehatan badan, jiwa dan sosial, serta penyakit cacat. Geriatik menurut
black and jacob (1997), adalah cabang ilmu kedokteran, yaitu penyakit
yang timbul pada lanjut usia. Geriatri adalah cabang ilmu yang
mempelajari proses menjadi tua pada manusia dan akibatnya pada tubuh
manusia.
4
Geriatric berasal dari kata geros = lanjut usia dan eatrie = kesehatan/
medical. Geriatric adalah suatu cabang ilmu mempelajari tentang
tentang penyakit atau kecacatan yang terjadi pada lanjut usia. Gariaktrik
baru berkembang dalam abat ke 20. Ilmu kesehatan lanjut usia tersebut
mengesahkan masa tua yang yang berbahagia dan masa tua yang
berguna sehingga mereka tidak menjadi beban dari masyarakat dan
makin di rasakan oleh kelompok dewasa yang belum lanjut. (Reny,
2014)
Gerontik berasal dari kata gerontilogi dan geriatrik. Sedangkan
keperawatan gerontik adalah suatu bentuk pelayan profesional yang
berbentuk bio-psiko-sosial-cultural dan spiritual yang komperehensif,
ditunjukan pada klien lanjut usia baik sehat maupun sakit pada tingkat
individu, keluarga, kelompok atau masyarakat. (Reny, 2014)

2.2.2 Karakteristik Lansia


Berdasarkan usianya, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menge-
lompokkan usia lanjut menjadi empat macam, meliputi (Mundakir,
2016) :
1) Usia pertengahan (middle age), kelompok usia 45-59 tahun
2) Usia Lanjut (elderly), kelompok usia antara 60-70 tahun
3) Usia lanjut tua (old), kelompok usia antara 71-90
4) Usia lanjut sangat tua (veryold), kelompok usia diatas 90 tahun

Meskipun batasan usia sangat beragam untuk menggolongkan


lansia namun perubahan-perubahan akibat dari usia tersebut telah
dapat di identifikasi, misalnya perubahan pada aspek fisik berupa
perubahan neurologis & sensorik, perubahan visual, perubahan
pendengaran. Perubahan-perubahan tersebut dapat menghambat
proses penerimaan & interpretasi terhadap maksud komunikasi.
Perubahan ini juga menyebabkan lansia mengalami kesulitan dalam

5
ber-komunikasi. Belum lagi perubahan kognitif yangberpengaruh
pada tingkat intelegensia, kemampuan belajar, daya memori dan
motivasi klien. (Mundakir, 2016)
Perubahan emosi yang sering nampak adalah berupa reaksi
penolakan terhadap kondisi yang terjadi. Gejala-gejala penolakan
tersebut misalnya :
1. Tidakpercaya terhadap diagnosa, gejala, perkembangan serta
keterangan-keterangan yang diberikan pertugas kesehatan
2. Mengubah keterangan yang diberikan sedemikian rupa,
sehingga diterima keliru
3. Menolak membicarakan perawatannya di rumah sakit
4. Menolak ikut serta dalam perawatan dirinya secara umum,
khsusnya yang langsung mengikutsertakan dirinya.
5. Menolak nasehat-nasehat misalnya, istirahat baring, berganti
posisi tidur, terutama bila nasehat tersebut demi kenyamanan
klien.
2.2.3 Tujuan geriatric
a. Mempertahankan derajat kesehatan pada lanjut usia pada taraf yang
setinggi tingginya sehingga terhindar dari penyakit atau gangguan.
b. Memelihara kondisi kesehatan dengan aktifitas aktifitas dan mental
c. Merangsang para petugas kesehatan untuk dapat mengenal dan
mengenakan diagnose yang tepat dan dini, bila mereka menjumpai
kelainan tertentu.
d. Mencari upaya semaksimal mungkin agar pada lanjut usia yang
menderita suatu penyakit atau gangguan, masih dapat
mempertahankan kebebasan yang maksimal tanpa perlu suatu
pertolongan (memelihara kemandirian secara maksimal)
e. Bagi para lanjut usia sudah tidak dapat di sembunyikan dan bila
mereka sudah sampai pada stadium terminal, untuk memberikan
bantuan yang simpatik dan perawatan yg penuh pengertian ( dalam
akhir hidupnya, memberikan bantuan moril dan perhatian yang
6
maksimal, sehingga kematianya berlangsung dengan tenang atau
comfortable death )
(Reny, 2014)

2.2.4 Proses Menua (Aging Proses)


Menua (menjadi tua) adalah suatu proses menghilangnya secara
perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk meperbaiki diri/mengganti
dan mempertahankan fungsih normalnya sehingga tidak dapat bertahan
terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang diderita. (Reny,
2014)
Proses menua merpakan proses yang terusmenerus (berlanjut)
secara ilmiah. Dimulai sejak lahir dan umumnya di alami pada semua
mahluk hidup. (Reny, 2014)
Proses menua setiap individu pada organ tubuh juga tidak sama
cepatnya. Adakalanya orang belum tergolong lanjut usia (masih muda)
tapi kekurangan-kekurangannya menyolok (Deskripanasi).
Menurut undang-undang No.09 th. 1960 tentang pokok-pokok
kesehatan pasal 8 ayat 2 berbunyi: Dalam istilah sakit termasuk cacat,
kelemahan dan lanut usia. Berdasarkan pernyataan ini, lanjut usia
dianggap suatu penyakit hal ini tidak benar. Gerontologi berpendapat
lain sebab lanjut usia bukan suatu penyakit, melainkan suatu masa tahap
hidup manusia yaitu: baik, kanak-kanak, dewas, tua, dan lanjut usia.
(Reny, 2014)
Menua bukan suatu penyakit tetapi merupakan daya tahan tubuh
dalam menghadapi rangsangan dari dalam maupun luar tubuh walaupun
demikian harus diakui bahwa dihadapi berbagai penykit yang sering
menghinggapi berbagai penyakit. Proses menua sudah mulai
berlangsung sejak seseorang mencapai usia dewasa.
Proses menua sudah mulai berlangsung sejak seseorang mencapai
dewasa, misalnya degan terjadinya kehilangan jaringan pada otot,

7
susunan syaraf, dan jaringan lain sehinga tubuh ”mati” sedikit demi
sedikit.
Sebenarnya tidak ada batasan yang tegas, pada usia berapa
penampilan seseorang mulai menurun. Pada setiap orang, fungsi
fisiologis alat tubuhnya sangat berbeda, baik dalam hal pencapian
puncak, maupun saat menurunya.Hal ini juga sanngat individu. Namun
umumnya, fungsi fisiologis tubuh mencapai puncaknya umur 20-30 thn.
Setelah mencapai puncak, fungsi alat tubuh akan berada pada kondisi
tetap utuh beberapa saat, kemudian menurun sedikit demi sedikit sesuai
bertambahnya umur. (Reny, 2014)

Factor-factor yang mempengaruhi proses menua adalah (Reny, 2014) :


1. Hereditas (keturunan/ genetic) yang melibatkan “jam gen”,
perbaikan DNA respon terhadap sters dan pertahanan terhadap
antioksidan.
2. Lingkungan, yang melibatkan : pemasukan kalori, penyakit penyakit
dan stress dari luar. (Misalnya radiasi, bahan bahan kimia).

Kedua factor tersebut akan mempengaruhi aktifitas metabolisme sel


yang akan menyebabkan stress oksidasi. Sehingga terjadi kerusakan
pada sel yang me-nyebabkan terjadinya penuaan.

2.2.5 Teori Proses Menua


1. Teori Biologi
Teori biologi dalam proses menua mengacu pada asumsi bahwa
proses menua merupakan perubahan yang terjadi dalam struktur dan
fungsi tubuh selama masa hidup (zairt, 1980) teori ini menekankan
pada perubahan kondisi tingkat stuktural sel/organ tubuh termaksud
di dalamnya pengaruh gen patologis.
Focus dari teori ini adalah mencari determinan determinan,
yang menghambat proses penurunan fungsi organisme. Yang dalam
konteks sistemik, dapat mempengaruhi/member dapak terhadap

8
organ/ system tubuh lainnya dan berkembang sesuai dengan
peningkatan usia kronologi. (Reny, 2014)
a. Teori genetic clock
Teori ini menyatakan bahwa proses menua terjadi akibat
adanya program jam genetic di dalam neklei. Jam ini akan
berputar dalam jangka waktu tertentu dan jika jam ini sudah
habis peturan ini akan menyebabkan berhentinya proses
mitosis. Hal ini di tunjukan oleh hasil penelitian haiflick
(1980), dari teori itu dinyatakan adanya hubungan antara
kemampuan membela sel dalam kultur dengan umur spesies
mutasi somatic (teori errorractastrophe).
Hal penting lainnya yang perlu di perhatikan dalam
menganlisis factor penyebab terjadinya proses menua adalah
factor lingkungan yang menyebabkan mutasi somatic. Radiasi
dan zat kimia dapat memperpendek umur menurut teori ini
terjadi mutasium progresif pada DNA sel somatic akan
menyebakan terjadinya penurunan kemampuan fungsional sel
tersebut.
b. Teori error
Menurut teori ini proses menua di akibatkan oleh
menumpuknya berbagai macam kesalahan sepanjang hidup
manusia akibat kesalahan tersebut akan berakibat keselahan
metabolisme yang dapat mengakibatkan kerusakan sel dan
fungsi sel secara perlahan.
Sejalan dengan perkembanagan umur sel tubuh, maka
terjadi beberapa perubahan alami pada sel pada DNA dan RNA,
yang merupakan substansi pembangun/ pembentuk sel baru.
Peningkatan usia mempengaruhi perubahan sel dimana sel sel
nucleus menjadi lebih besar tetapi tidak di ikuti dengan
peningkatan jumlah substandi DNA.

9
Konsep yang di ajukan oleh orgel (1963) menyampaikan
bahwa kemungkinan terjadinya proses menua adalah akibat
kesalahan pada saat transkripsi sel saat di sintesa protein, yang
berdampak pada penurunan kemampuan kualitas (daya hidup)
sel atau bahkan sel sel baru relative sedikit berbentuk kesalahan
yang terjadi pada proses transkripsi ini di mungkinkan oleh
karna reproduksi dari enzim dan rantai peptide (protein) tidak
dapat melakukan pengandaan supstansi secara tepat. Kondisi ini
akhirnya mengakitbatkan proses transkripsi sel berikutnya juga
mengalami perubahan yang akhirnya dapat merubah komposisi
yang berbeda dari sel awal.
c. Teori autoimun
Pada teori ini, penuaan di anggap di sebabkan oleh adanya
pemurunan fungsi system imun.Perubhan itu lebih tampak
secara nyata pada limfosit-T, di samping perubahan juga terjadi
pada limfosit-B.perubahan yang terjadi meliputi penurunan
sitem imun humoral yang dapat menjadi factor presidposisi
pada orang tua untuk :
1. menurunkan resistansi melawan pertumbuhan tumor dan
per-kembangan kanker.
2. menurunan kemampuan untuk mengadakan inisiasi proses
dan secara agresif memolisasi pertahan tubuh terhadap
pathogen
3. meningkatkan produksi antigen, yang berdampak pada
semakin meningkatnya resiko terjadinya penyakitnya yang
berhubungan dengan autoimun.

Proses menua juga dapat terjadi akibat protein pasca


transalasi yang dapat mengakibatkan berkuranya kemampuan
system imun tubuh me-ngenali dirinya sendiri (self
recognicion). Jika mutasi somatic me-nyebabkan terjadinya

10
kelainan pada permukaan sel maka hal ini akan mengakibatkan
system imun menganggap sel yang mengalami perubahan
tersebut sebagai sel asing dan menghancurkannya. Hal ini di
buktikan dengan bertambahnya prefalensi auto antibody pada
lansia. Di pihak lain system imun tubuh sendiri daya
pertahannya mengalami penurunan pada proses menua, daya
serangnya terhapat antigen menurun sehingga sel sel patologis
meningkta sesuai dengan meningkatnya umur.
d. Teori free radikal
Teori radikal bebas mengansumsikan bahwa proses menua
terjadinya akibat kurang efektifnya fungsi kerja tubuh dan hal
itu di pengaruhi adanya berbagai radikal bebas dalam tubuh
yang di sebut radikal bebas disini adalah molekul yang
memiliki afinitas yang tinggi, merupakan molekul, fragmen
molekul atau atom dengan elektrom yang bebas tidak
berpasangan. Radikal bebas merupakan zat yang berbentuk
dalam tubuh manusia sebagai salah satu hasil kerja
metabolisme. Walaupun secara normal ia terbentuk dari proses
metabolisi tubuh, tetapi iya berbentuk dari proses metabolism
tubuh, tetapi ia dapat terbentuk normal.
a. Proses oksigenasi lingkungan seperti pengaruh polutan,
ozon dan peptisida
b. Reaksi akibat paparan dengan radiasi
c. Sebagai reaksi berbagai reaksi berantai dengan molekul
bebas lainnya.

Penuaan dapat terjadi akibat interaksi dari komponen


radikal bebes dalam tubuh manusia.Radikal bebas dapat berupa
supeoksida (O2), radikal hidroksida, dan H2O2. Radikal bebas
sangat merusak karena sangat relative, sehingga dapat bereaksi
dengan DNA, protein, dan asam lemak tak jenuh. Makin tua

11
umur makin banyak terbentuk radikal bebas sehingga proses
pengerusakan terus terjadi, kerusakan organel sel makin banyak
akhirya sel mati.
Radikal bebas yang reaktif mampu merusak sel, termasuk
mitokodrian, yang akhrinya mampu menyebabkan cepatnya
kematian (apoptosis) sel, menghambat proses reproduksi sel.
Hal lain yang mengganggu fungsi sel tubuh akibat radikal bebas
adalah bahwa radikal bebas yang ada dalam tubuh
menyebabkan mutasi pada transkip bebas yang ada dalam tubuh
dapat nenyebabkan mutasi pada transkip DNA – RNS pada
genetic walaupun iya tidak mengandung DNA. Dalam system
saraf dan jaringan otot, dimana radikal bebas memiliki tingkat
afinitas yang relative tingg di bandingkan lainnya, terdapat/
ditemukan sebstansi yang di sebut juga dengan lipofusin, yang
dapat di gunakan juga untuk mengukur usia kronologi
seseorang.
Lipofusin yang merupakan pigmen yang berkaya dengan
lemak dan protein di temukan terakumulasi dalam jaringan
orang orang tua. Kesehatan kulit berangsung-angsur
menurunkan akibat supalai oksigen dan nutrisi yang makin
sedikit yng akhirnya dapat mengakibtkan kematian jaringan
kulit itu sendiri.
Vitamin C dan E merupakan dua subtansi yang dipercaya
dapat menghambat kerja radikal bebas (sebagai antioksidan)
yang me-mungkinkan memungkinkan menyebabkan kerusakan
jaringan kulit.
e. Teori kolagen
Kelebihan usaha dan stress menyebabkan sel tubuh rusak.
f. Wear teori biologi

12
Peningkatan jumlah kolagen dalam jaringan menyebabkan
kecepatan kerusakan jaringan dan melambatnya perbaikan sel
jaringan.
2. Teori psikososial
a. Activity theory (Teori aktivitas)
Teori ini menyatakan bahwa seorang individu harus mampu
eksis dan aktif dalam kehidupan sosail untuk mencapai
kesuksesan dalam kehidupan di hari tua. ( havigurst dan alberc.
1963) aktifitas dalam teori ini di pandangan sebagai suatu yang
fital untuk mempertahankan rasa kepuasan pribadi dan koise
diri yang positif. Teori ini berdasarkan pada asumsi bahwa : (1)
aktif lebih baik dari pada pasif (2) gembira lebih baik dari pda
tidak gembira (3)orang tua merupakan adalah orang yang baik
untuk mencapai sukses dan akan memilih artenatif pilihan aktif
dan bergembira. Penuaan mengakibatkan penurunan jumlah
kegiatan secara langsung. (Reny, 2014)
b. Contiunitas theory (teori komunitas)
Teori ini memandang bahwa kodisi yang selalu terjadi dan
secara kesinambungan yang harus dihadapi oleh orang lanjut
usia.
Adanyan suatu kepribadian berlanjut yang menyebabkan
adanya suatu pola perilaku yang meningkatkan stress.
c. Disanggement theory
Putusnya hubungan dengan dunia luar seperti dengan
masyarakat, hubungan dengan individu lainnya.
d. Teori strartifikasi usia
Karena orang yang di golongkan dalam usia tua akan
mempercayai proses penuaan.
e. Teori kebutuhan manusia
Orang yg mencapi aktualisasi menurut penelitian 50% dan
tidak semua orang mecapai kebutuhan yang sempurna
13
f. Jung theory
Terdapat tingkat hidup yang mempunyai tugas dalam
perkembangan kehidupan
g. Course of human life theory
Seseorang dengan hubungan dengan lingkungan ada tingkat
maksimumnya.
h. Development task theory
Tiap tingkat kehidupan mempunyai tugas perkembangan
sesuai dengan usianya.

3. Unvironmental theory (teori lingkungan)


a. Radiation theory (teori radiasi)
Setiap hari manusia terpapar dengan adanya radiasi baik
karena sinar ultraviolet maupun dalam bentuk gelombang-
gelombang mikro yang telah menumbuk butuh tampa terasa
yang dapat mengakibatkan perubahan susunan DNA dalam sel
hidup atau bahkan rusak dan mati.
b. Stress theory (teori stres)
Stress fisik maupun psikologi dapat mengakibatkan
pengeluaran neuroransmiter tertentu yang dapat
mengakibatkan perfusi jaringan menurun sehingga jaringan
mengalami kekuarangan oksigen dan mengalami gangguan
metabolisme sel sehingga terjadi penurunan jumlah cairan
dalam sel dan penurunan eksisitas membran sel.
c. Pullotion theory (teori polusi)
Tercemarnya lingkungan dapat mengakibatkan tubuh
mengalami gangguan pada system psikoneuroimunologi yang
seterusnya mem-percepat terjadinya proses menua dengan
perjalanan yang masih rumit untuk dipelajari.
d. Exposure theory (teori pemaparan)

14
Terpaparnya sinar matahari yang mempunyai kemampuan
mirip dengan sinar ultra yang lain mampu mempengaruhi
susunan DNA sehingga proses penuaan atau kematian sel bisa
terjadi.
(Reny, 2014)

2.2.6 Perubahan-Perubahan Yang Terjadi Pada Lansia


1. Perubahan Fisiologi Pada Lansia
a. Sel
1) Lebih sedikit jumlahnya.
2) Lebih besar ukurannya.
3) Berkurangnya jumlah cairan tubuh dan cairan intraseluler.
4) Menurun proposi protein diotak, otot, ginjal,darah, dan hati.
5) Jumlah sel otak menurun.
6) Terganggunya mekanisme perbaikan sel.
7) Otak menjadi atrofi beratnya berkurang 5-2%.
(Reny, 2014)

b. System cardiovascular
Perubahan yang terjadi pada system cardiovascular antara lain:
1) Elastisitas dinding aorta menurun.
2) Katul jantung menebal dan menjadi kaku.
3) Kemampuan jantung memompa darah menurun 1% setiap
tahun sesudah berumur 20 tahun. Hal ini menyebabkan
menurunnya kontraksi dan volumenya.
4) Kehilangan elastisitas pembuluh darah, kurangnya
efektivitas pembuluh darah perifer untuk oksigenasi,
perubahan posisi dari tidur keduduk atau duduk ke berdiri
bisa menyebabkan tekanan darah menurun yaitu menjadi 65
mmHg yang dapat mengakibatkan pusing mendadak.

15
5) Tekanan darah meninggi di akibatkan oleh meningkatnya
resistensi dari pembuluh dara perifer. Sistolis normal ± 170
mmHg, diastolis normal ± 90 mmHg.
(Reny, 2014)

c. Sistem penafasan
Perubahan yang terjadi pada sistem pernafasan antara lain:
1) Otot-otot pernafasan kehilangan kekuatan dan menjadi
kaku.
2) Menurunnya aktivitas dari silia.
3) Paru-paru kehilangan elastisitas: kapasitas residu
meningkat, menarik nafas lebih berat, kapasitas
pernafasan maksimum menurun dari kedalaman bernafas
menurun.
4) Alveoli akuratnya melebar dari biasa dan jumlahnya
berkurang,
5) Co2 pada arteri menurun menjadi 75 mmHg.
6) Co2 pada arteri tidak terganti.
7) Kemapuan untuk batuk berkurang.
8) Kemampuan pegas, dinding, dada dan kekuatan otot
pernafasan akan menurun seiring dengan pertambahan
usia.
(Reny, 2014)

d. Sistem persarafan
Perubahan yang terjadi pada system persarafan antara lain:
1) Berat otak menurun 10-20% ( setiap orang berkurang sel
saraf otaknya dalam setiap harinya).
2) Cepatnya menurun hubungan persarafan .
3) Lambat dalam respond an waktu untuk bereaksi, khususnya
denga stress.

16
4) Mengecilnya saraf panca indra: berkurangnya penglihatan,
hilangnya pendengaran,mengecilnya saraf penciuman dan
perasa, lebih sensitive terhadap perubahan suhu dengan
rendahnya ketahanan terhadap dingin.
5) Kurang sensitif terhadap sentuhan.
(Reny, 2014)

e. Sistem gastrointestinal
Perubahan yang terjadi pada sistem gastrointestinal yaitu:
1) Kehilangan gigi: penyebab utama adanya periodontal
disease yang biasa terjadi setelah umur 30 tahun, penyebab
lainmeliputi kesehatan gigi yang buruk dan gizi yang
buruk.
2) Indra pengecap menurun: adanya iritasi yang kronis dan
selaput lendir, atropi indra pengecap (+_80%), hilang
sensivitas dari indra pengecap dilidah terutama rasa manis
dan asin, asam dan pahit.
3) Esophagus melebar.
4) Lambung: rasa lapar menurun (sensivitas lapar menurun),
asam lambung menurun, waktu mengosongkan menurun.
5) Peristaltic lemah dan biasanya timbul konstipasi.
6) Fungsi absorbpsi melemah (daya absorpsi terganggu).
7) Liver (hati): makin mengecil dan menurunnya tempat
penyimpanan, berkurangnya aliran darah.
(Reny, 2014)

f. Sistem genotourinaria
Perubahan yang terjadi pada sistem genitourinaria antara lain:
1) Ginjal : Merupakan alat untuk mengeluarkan sisa
metabolisme tubuh melalui urin darah yang masuk keginjal,
disaring oleh satuan (unit) terkecil dari ginjal yang disebut
nefron (tepatnya di glomerulus). Kemudian mengecil dan

17
nefron menjadi atrofi, aliran darah keginjal menurun
sampai 50%, fungsi tubulus berkurang kemampuan
mengkonsentrasi urin, berat jenis urin menurun proteinuria
(biasanya+1) BUN (Blood Urea Nitrogen) meningkat
sampai 21 mg%, nilai ambang ginjal terhadap glukosa
meningkat.
2) Vesika urinaria (kandung kemih)
Otot-otot menjadi lemah, kapasitasnya menurun sampai
200 ml atau menyebabkan frekuensi buang air seni
meningkat, vesika urinaria susah dikosongkan pada pria
lanjut usia sehingga mengakibatkan meningkatnya retensi
urin.
3) Pembesaran prostat ± 75% dialami oleh pria usia di atas 25
tahun.
(Reny, 2014)

g. Sistem endokrin
1) Produksi dari hampir semua hormon menurun.
2) Fungsi parathyroid dan sekresinya tidak berubah.
3) Pertumbuhan hormon ada tetapi lebih rendah dan hanya
dalam pembuluh darah, berkurangnya produksi dari ACTH,
TSH (Thyroid Stimulation Hormone), FSH (folikel
semulating hormone) dan LH (leutinezing hormone).
4) Menurunnya aktivitas tiroid, menurunnya BMR ( Basal
Metabolic Rater), dan menurunya daya pertukaran zat.
5) Menurunya sekresi hormone kelamin, misalnya progesteron,
ektrogen dan testoteron.
(Reny, 2014)

h. Sistem indra: pendengaran, penglihatan, perabaan dll


Organ sensori pendengaran, penglihatan, pengecap, peraba
dan penghirupmemungkinkan kita berkomunikasi dengan

18
lingkungan. Pesan yang diterima dari sekitar kita membuat
tetap mempunyai oreantasi, ketertarikan dan pertentangan,
kehilangan sensori akibat penuan merupakan saat lansia
menjadi kurang kinerja fisiknya dan lebih banyak duduk:
1) Sistem pendengaran
a) Presbiakuisis (gangguan pendengaran). Hilangnya
kemampuan/ daya pendengaran pada telinga dalam,
terutama terhadap bunyi suara atau nada-nada yang
tinggi, suara yang tidak jelas,sulit dimengerti kata-kata
50% terjadi pada usia diatas umur 65 tahun.
b) Membrane timpani menjadi antropi menebabkan
otosklerosis
c) Terjadi perkumpulan ceremen dapat mengeras karena
me-ningkatnya keratin.
d) Pendengaran menurun pada lanjut usia yang mengalami
ketegangan jiwa atau stress.

2) Sistem penglihatan
a) Spingter pupil timbulsklerosis dan hilangnya respon
terhadap sinar.
b) Karena lebih berbentuksfesi (bola).
c) Lensa lebih suram (kekeruhan pada lensa) menjadi
katarak, jelas menebabkan ganguan penglihatan.
d) Meningkatkan ambang, pengamatan sinar, daya adaptasi
terhadap kegelapan, lebih lambat dan susa melihat dalam
cahaya gelap.
e) Hilangnya daya akomodasi.
f) Menurunnya lapang pandang: berkurangnya luas
pandangnya.
g) Menurunya daya membedakan warna biru/hijau pada
skala.

19
3) Rabaan
Indera peraba memberikan pesan yang pali intim yang
paling mudah untuk menterjemahkan. Bila indera lain
menghilang, rabban dapat mengurangi peranan sejahterah.
Meskipun reseptor lain akan menumpul dengan
bertambahnya usia, namun tidak pernah menghilang.

4) Pengecap dan penghidup : empat rasa dasar yaitu manis,


asin, dan pahit diantara semuanya, rasa manis yang paling
tumpul pada lansia. Maka jelas bagi kita mereka mengapa
mereka senang membubuhkan gula secara berlebihan. Rasa
yang tumpul menyebabkan kesukaan terhadap makanan
yang asin dan banyak berbumbu. Harus dianjurkan
penggunaan rempah, bawang, bawang putih, dan lemon
untuk mengurangi garam dalam menyedapkan masakan.
(Reny, 2014)

i. Sistem integument
Fungsi kulit meliputi proteksi, perubahan suhu, sensi, dan
ekstrinsik dengan bertambahnya usia, terjadilah perubahan
intrinsic dan ekstrinsik yang mempengaruhi penampilan kulit:
1) Kulit mengkerut atau keriput akibat hilangnya jaringan
lemak.
2) Permukaan kulit kasar dan bersisik (karena kehilangan
proses keratinisasi saat perubahan ukuran dan bentuk-
bentuk sel epidermis).
3) Menurunya respon terhadap trauma .
4) Mekanisme prokteksi kulit menurun.
a) Produksi serum menurun.
b) Penurunan serum menurun.
c) Gangguan pigmentasi kulit.

20
5) Kulit kepala dan rambut menipis berwarna kelabu.
6) Rambut dalam hidung dan telinga menebal.
7) Berkurangnya elastisitas akibat dari menurunnya cairan dan
vaskularisasi.
8) Pertumbuhan kuku lebih lambat.
9) Kuku jari menjadi keras dan rapuh.
10) Kuku kaki tumbuh secara berlebihan dan seperti tanduk.
11) Kelenjar keringat kurangnya berjumlah dan fungsinya.
12) Kuku menjadi pudar, kurang bercahaya.

Peningkatan kesehatan integumen:


Penyuluhan kesehatan untuk promosi fungsi kulit yang
sehat termaksud menghindari pajanan matahari, memakai
pakaian yang memadai untuk perlindungan kulit, menjaga
suhu ruang yang sesuai, menggunakan krim pelumas kulit, dan
menghindari berendam dalam buth tub untuk waktu yang
lama. (Reny, 2014)

j. Sistem musculoskeletal
Penurunan progresif dan gradual masa tulang mulai terjadi
sebelum usia 40 tahun:
1) Tulang kehilangan density (cairan) dan makin rapuh dan
osteoporosis.
2) Kifosis.
3) Pingga, lutut dan jari-jari pergelangan terbatas.
4) Discu intervertebralis menipis dan menjadi pendek
(tinggihnya berkurang).
5) Persendian membesar dan menjadi kaku.
6) Tendon mengerut dan mengalami sclerosis.
7) Artrofi serabut otot (otot-otot serabut mengecil): serabut-
serabut otot mengecil sehingga seseorang bergerak menjadi
lamban, otot-otot kram dan menjadi tremot.
21
8) Otot-otot polos tidak begitu berpengaruh.

Peningkatan kesehatan untuk fungsi muskuloskletal:


Osteoporosis merupakan masalah yang terjadi pada lansia.
Demineralisasi yang terjadi osteoporosis dipercepat dengan
hilangnya ekstrogen.inaktivitas dan diet rendah kalsium tinggih
fosfat, perawat dapat menganjurkan:
1) Masukan tinggi kalsium (produk susu dan sayuran hijau
merupakan sumber yang baik, seperti kaldu dan sup yang
dibuat dari sup tulang dan dimasak dengan tambahan cuka
untuk melepas kalsium dari tulang).
2) Diet rendah fosfot (rasio ideal kalsium: fosfor adalah 1:1,
daging merah,minuman kola dan makanan buatan pabrik
yang rendah kalsium fosfor harus dihindari).
3) Olahraga, suplemen kalsium, vitamin D, fluoride dan
ekstrogen nsering diresepkan bagi orang yang berisiko
tinggi atau yang lebih menderita osteoporosis.
(Reny, 2014)

k. Sistem reproduksi da seksualitas


1) Vagina
Orang-orang yang makin menua sexsual
intercoursemasih juga membutuhkannya, tidak ada batasan
umur tertentu. Fungsi sexsual seseorang berhentik,
frekuensi sexsual intercoursecenderung menurun secara
bertahap tiap tahun tetapi kapasitas untuk melakukan dan
menikmati berjalan terus sampai tua.
Selaput lendir vagina menurun, permukaan menjadi
halus, sekresi menjadi berkurang, reakasi sifatnya menjadi
alkali dan terjadi perubahan warna.
a) Menciutnya ovari dan uterus.

22
b) Atrovil payudara.
c) Pada laki-laki testis masih dapat memproduksi
spermatozoa, meskipun adanya penurunan secara
berangsur-angsur.
d) Dorongan seksual menetap sampai usia diatas 70 tahun (
asal kondisi kesehatan baik) yaitu:
i. Kehipan seksual dapat diupayakan sampai masa
lanjut usia.
ii. Hubungan seksual secara teratur membantu
mempertahankan kemampuan seksual.
iii. Tidak perlu cemas karena merupakan perubahan
alami.

2) Produksi ekstrogen dan progesterone oleh ovarium


menurun saat monopouse. Perubahan yang terjadi pada
sistem produksi wanita meliputi penipisan dinding vagina
dengan penecilan dan ukuran dan hilangnya elastisitas,
penurunan sekresi vagina, mengakibatkan kekeringan,
gatal, dan menurunya keasaman vagina; involusi (atrofi)
uterus dan ovarium; dan penurunan tonus pubokoksigius,
mengakibatkan lemasnya vagina dan perineum. Perubahan
tersebut berakibat perdarahan vagina dan nyeri saat
bersenggama. Pada pria lansia penis dan testis menurun
ukuranya dan kadar androgen berkurang.

Peningkatan kesehatan seksual


Dorongan dan aktivitas seksual berkurang tetapi tidak
hilang sama sekali aktivitas seksual juga tidak boleh
dikurangi. Perawatan menerangkan bahwa aktivitas seksual
berbeda-beda pada setiap individu tetapi ada hubungannya
dengan perilaku seksual pada masa muda.Jika diperlukan

23
konseling lebih lanjit, maka dan dirujuk keprofesional yang
terlatih.Anjuran tambahan meliputi penggunaan pelumas
vagina atau menawarkan terapi pergantian ektrogen bila
diinginkan. (Reny, 2014)

2. Perubahan psikososial pada lansia


a) Pensiun
Nilai seseorang sering di ukur dari produktifitasnya dan
indentitas di kaitkan dengan peranan dalam pekerjaannya.
Bila seorang pensiun, ia akan mengalami kehilangan nantara
lain :
1) Kehilangan financial (income berkurang)
2) Kehilangan status (dulu mempunyai jabatan posisi yang
cukup tinggi, lengkap denga nsegala fasilitsnya)
3) Kehilanga nteman/ kenalan atau relasi
4) Keilnaga npekerjaan atau kegiatannya
b) Merasakan ata usadar akan kematian
c) Perubahan dalam cara hidup, yaitu memasuki rumah perawatan,
bergerak lebih sempit
d) Ekonomi, akibat dari pemberhentian jabatan, menignktnya
biasya hidup, bertambahnya biaya pengobatan.
e) Penyakit kronis dan ketidakmampuan
f) Kesepian akibat pengasingan dari lingkunga nsosial
g) Rangkaian dari kehilangan, yaitu kehilanga hubungan dengan
teman temannya dan keluarganya.
h) Hilangnya kekuatan dan ketegapan fisik: perubahan terhadap
gambaran diri, perubahan konsep diri.
(Reny, 2014)

3. Perubahan Mental Pada Lansia


Factor yangmempengaruhi perubahan mental pada lansia
a. Perubahan fisik terhadap organ organ perasa
24
b. Kesehatan umum
c. Keturunan
d. Lingkingan

Perubahan kepribadian yang drastic, jarang terjadi. Lebih sering


berupa ungkapan yang tulus dari perasaan seseorang, kekakuan
mungkin karna factor factor lain misalnya penyakit.

Kenangan ( memory )
a. Kenangan jangaka panjang : berjam jam sampai berhari hari
yang lalu mencakup beberapa perubahan
b. Kenangan jangka pendek : 0-10 menit, kenangan buruk

IQ ( Integtential Quantion )
a. Tidak berubah dengan informasi matematika dan perkataan
ferbal
b. Berkurangnya penampilan, persepsi dan keterampilan
c. psikomotor : terjadi perubahan pada daya mebayangkan karna
tekanan tekanan dari factor tertentu
(Reny, 2014)
2.2.7 Keribadian Lansia
Dengan adanya penurunan fungsi kognitid san psiko motorik pada
diri orang lanjut usia maka akan timbul beberapa kepribadian lanjut usia
sebagai berikut (Saryono, 2010) :
a. Tipe kepribadian konstruktif, pada tipe ini tidak banyak mengalami
gejolak, tenang dan mantap sampai tua.
b. Tipe kepribadian mandiri, pada tipe ini ada kecendrungan
mengalami post power syndrom, apabila pada masa lanjut usia tidak
diisi dengan kegiatan yang memberi otonomi pada dirinya.
c. Tipe kepribadian tergantung, pada tipe ini sangat dipengaruhi oleh
kehidupan keluarga. Apabila kehidupan keluarga harmonis maka
masa lanjut usia tidak akan timbul gejolak. Akan tetapi jika

25
pasangan hidup meninggal maka pasangan yang ditinggalkan akan
menjadi merana apalagi jika terus terbawa arus kedukaan.
d. Tipe kepribadian bermusuhan, pada tipe ini setelah memasuki masa
lanjut usia tetap merasa tidak puas dengan kehidupannya. Banyak
keinginan yang kadang-kadang tidak diperhitungkan secara seksama
sehingga menyebabkan kondisi ekonomi rusak.
e. Tipe kepribadian kritik diri, tipe ini umumnya terlihat sengsara,
karena perilakunya sendiri sulit dibantu orang lain atau cenderung
membuat susah dirinya.

Sikap negative
Sikap merupakan sumber utama dari tindakan sosial, seperti yang
didefinisikan oleh psikolog, sikap terdiri dari elemen kognitif, afektif,
dan perilaku. Setiap sikap mengandung (Basford & Slevin, 2006) :
a. kognisi atau keyakinan tentang seseorang, objek, institusi atau isu
b. afek atau perasan tentang orang ini, tentang objek, institusi atau isu
c. kecenderungan prilaku yang sejalan dengan elemen sikap kognitif
dan afektif.

Dengan demikian, individu dapat percaya bahwa lansia kotor dan


tidak ersih (kognisi), dapat merasa mereka baud an tidak menyenangkan
(afek) dan dapat menghindari minum dari peralatan yang digunakan
oleh mereka (perilaku). (Basford & Slevin, 2006)
Dengan demikian tidak mengherankan bahwa jika keyakinan
negative mengenai lansia muncul dan memandang mereka sebagai
sebuah masalah sosial, sikap masyarakat pada mereka juga negative.
Pada kenyataannya terdapat bukti riset yang mendukung hal ini. Dalam
apa yang telah menjadi studi klasik dalam area ini, Tuckman dan Lorge
(1953) memberikan suatu inventaris sikap kepada mahasiswa universitas
dan secara signifikan menemukan keberadaan sterotip sikap negative
pada lansia. (Basford & Slevin, 2006)

26
Studi selanjutnya berturut-turt dilakukan oleh Drake (1957),
Kogan(1961), Campbell (1971), Haris (1975), Baker (1978) dan Slevin
(1991) yang semuanya menunjukkan sikap negative dan stereotip.
Namun harus dipahami bahwa dalam salah satu studi ini, Harris (1975)
menyatakan beberapa perpindahan pada sikap yang lebih positif.
Misalnya, sementara hanya 21% subjek dalam studi berskala besar ini
melihat “orang tua” sebagai orang yang mampu beradaptasi dan hanya
5% melihat mereka sebagai orang yang aktif secara sksual, 74%
memandang “orang tua” sebagai orang yang bersahabat dan hangat
sementara 64% memandang mereka sebagai orang yan bijak karena
pengalaman. (Basford & Slevin, 2006)

2.2.8 Aktivitas seksual pada lansia


Hasil penelitian menyebutkan bahwa lebih dari 90 persen
gangguan seksual disebabkan oleh factor psikologis (psikoseksual).
Walaupun pengaruh psikologis cukup besar, ternyata pengaruh factor
fisik semakin tinggi pada lansia. Semakin tua usia seseorang, penyebab
fisik dapat lebih besar dari pada penyebab psikologis. (Sri, 2003)
a. Pengaruh umum penuaan fungsi seksual pria :
Secara umum, pengaruh penuaan fungsi seksual pada pria
meliputi hal-hal berikut :
1) Terjadi penurunan sirkulasi testosterone, tetapi jarang
menyebabkan gangguan fungsi seksual pada lansia yang sehat.
2) Ereksi penis memerlukan waktu lebih lama dan mungkin tidak
sekeras sebelumnya. Perangsang langsung pada penis sering
kali diperlukan.
3) Ukuran testis tidak bertambah, elevasinya lambat, dan
cenderung turun.
4) Kelenjar penis tampak menurun.

27
5) Control ejakuasi meningkat. Ejakuasi mungkin terjadi setiap
tiga episode seksual. Penurunan fungsi ejakuasi sulit untuk
disembuhkan.
6) Dorongan seksual jarang terjadi pada pria di atas 50 tahun.
7) Tingkat orgasme menurun atau hilang.
8) Kekuatan ejakuasi menurun sehingga orgasme kurang
semangat.
9) Ejakuasi selama orgasme terdiri dadi satu atau dua kontraksi
pengeluaran, sedangkan pada orang yang lebih muda dapat
terjadi empat kontraksi besar dan diikuti kontraksi kecil sampai
beberapa detik.
10) Ejakulasi dikeluarkan tanpa kekuatan penuh dan megandung
sedikit sel sperma. Meskipun tingkat kesuburan menurun, tidak
berarti lansia menjadi mandul.
11) Penurunan tonus otot menyebabkan spasme pada organ genital
eksterna yang tidak biasa. Frekuensi konraksi sfingter ani
selama orgasme menurun.
12) Setelah ejakulasi, penurunan eraksi dan testis lebih cepat
terjadi.
13) Kemampuan eraksi setelah ejakulasi semakin panjang, pada
umumnya dua belas sampai empat puluh delapan jam setelah
ejakulasi. Ini berbeda pada orang muda yang hanya
membutuhkan beberapa menit saja.
14) Pada klimaksnya, hubungan seksual masih memberikan
keputusan yang kuat.

b. Pengaruh umum penuaan fungsi seksual wanita:


Secara umum pengaruh penuaan fungsi seksual wanita sering
dihubungkan dengan penurunan hormone, seperti berikut ini :
1) Lubrikas vagina memerluka waktu yang lebih lama

28
2) Pengembangan dinding vagina berkurang pada panjang dan
lebarnya
3) Dinding vagina menjadi lebih tipis dan mudah teriritasi
4) Selama hubungan seksual dapat terjadi iritasi pada kandung
kemih dan uretra
5) Sekresi vagina berkurang keasamannya, meningkatkan
kemungkinan terjadinya infeksi
6) Penurunan elevasi uterus
7) Atrofi labia mayora dan ukuran klitoris menurun.
8) Fase orgasme lebih pendek
9) Fase resolusi muncul lebih cepat
10) Kemampuan multiple orgasme masih baik

Aktivitas seksual mungkin terbatas karena ketidak mampuan


spesifik, tetapi dorongan seksual, ekspresi cinta, dan perhatian tidak
mengalami penurunan yang sama. Dari pada penurunan fungsi
seksual diasumsikan dengan sakit, lebih baik perhatian difokuskan
pada sesuatu yabg masi mungkin dilakukan. Pengaruh psiko sosial
dari ketidak mampuan pada umumnya mempunyai pengaruh yang
lebih negative pada fungsi seksual dari pada gangguan fisik akibat
ketidak mampuan itu sendiri. Mengembangkan kepercayaan diri dan
membentuk ekspresi seksual yang baru dapat banyak membantu
pada lansia yang mengalami ketidak mampuan seksual. (Sri, 2003)

Arthritis dengan deformitas pada sendi, memungkinkan


terjadinya kontraktur dan nyeri, cancer dengan nyeri dan komplikasi
oprasi, kemotrapi dan radiasi, gangguan neuromuscular yang
menyebabkan atropi otot, tonus yang tidak normal, dan gerakan
yang tidak normal dapat menyebabkan lansia merasa kurang
menarik dan tidak mempunyai daya tarik dan seksual. Perasaan
negatife ini menghambat pengembangan emosi dan fisik. Beberapa

29
penyakit di hubungkan dengan penurunan daya tahan atau nyeri
dapat menyebabkan gangguan seksual dan aktivitas.Penyakit kronis
dapat menyebabkan ketakutan dan dapat menghalangi dorongan
aktivitas seksual. Ketakutan dan presepsi negatif ini harus di atasi
sehingga lansia dapat menikmati kehidupan atau hubungan seksual.
(Sri, 2003)
Pada beberapa lansia, kunci untuk mempertahankan
kemampuan seksual secara penuh adalah kemampuan untuk
mengubah pola lama ke pola baru dengan baik. Hubungan seksual
secara tradisional, artinya posisi laki-laki di atas mungkin sangat
memuaskan orang pada saat masih muda. Akan tetapi, penelitian
terakhir menunjukan bahwa variasi posisi ternyata lebih memuaskan
atau minimal dapat di nikmati. (Sri, 2003)

c. Sikap dan Posisi Hubungan Seksual


Sikap posisi hubungan seksual yang dapat meningkatkan
partisipasi seksual pada lansia adalah sebagai berikut:
1) Memahami perubahan normal yang berhubungan dengan lansia
2) Meningkatkan komunikasi pada masalah non-seksual sama baik
dengan komunikasi seksual.
3) Meningkatkan setiap kejadian .Jangan terburu-buru, kurangi
ketakutan.
4) Menggunakan posisi miring atau duduk yang tidak terlalu
banyak menumpu dalam kontraksi otot lengan secara osometrik.
5) Gunakan posisi menekan sendi, tengkurap yang menimbulakan
nyeri atau strain otot.
6) Gunakan latihan kegel untuk meningkatkan tonus otot dan
kontraksi vagina selama aktivitas sesual. Pria dan wanita dapat
memeperoleh keuntungan dari latihan kegel karena ini dapat
meningkatkan kekuatan kontraksi otot spinter uretra dan spinter

30
ani.Ltihan kegel harus di lakukan beberapa kali sehari dengan
mengontraksikan otot pubokosigeus 20 sampai 30 kali.
7) Lakukan stimulasi-oral genital.
8) Stimulasi organ genital secara manual.
9) Gunakan vibrator sendiri atau dengan pasangan.
10) Lakukan masturbasi sendiri atau dengan pasangan.
11) Konsultasi dengan dokter apabila ada masalah inpotensi .
12) Gunakan tehnik stuffing, yaitu masukan penis kevagina
sebelum ereksi penuh tercapai. Penis biasanya akan menjadi
lebih keras atau lebih tegang sebagai hasil stimulasi selama
berada dalam vagina.
13) Coba nikmati sentuhan dan masase. Gunakan krim atau minyak
untuk menyenangkan. Saling memberikan perhatian dalam
hubungan seksual dapat memberikan kenikmatan pada lansia
pria maupun wanita dan dapat mengurangi etakutan pada pria.
14) Gunakan pelumas seperti k-jelly selama hubungan seksual atau
masturbasi.
15) Lakukan pelukan, ciuman, usapan, rayuaan, dan canda.
16) Lakukan gaya hidup yang sehat yaitu cukup istrahat, olahraga
secukupnya, jangan merokok, serta jangan makan dan minum
berlebihan.
17) Ciptakan suasana romantic (lampu, bunga, lokasi, musik,
perjalanan dan pujian).
18) Perhatikan kebersihan diri (mandi, mencukur rambut, kuku,
kumis, gigi, dll) dan penampilan diri agar pasangan tertarik .

2.2 Isu dan Tren Keperawatan Gerontik


1. Perubahan pada lansia
Perubahan tidak terjadi secara tiba-tiba, tetapi berkembang dari
masa bayi, anak-anak, dewasa, dan akhirnya menjadi tua. Menua
bukanlah suatu penyakit, tapi merupakan tahap lanjut dari suatu proses

31
kehidupan dengan berkurangnya daya tahan tubuh dalam rangsangan dari
dalam maupun luar tubuh (Muhith & Siyoto, 2016):
a. Keinginan dalam berhubungan intim dapat dilakukan berupa
sentuhan fisik dan ikatan emosional secara mendalam
b. Perubahan sensitivitas emosional pada lansia dapat menimbulkan
perubahan prilaku.
c. Pembatasan fisik, kemunduran fisik, dan perubahan peran sosial
menimbulkan ketergantungan.
d. Pemberian obat pada lansia bersifat paliatif care, yaitu obat di
tujukan untuk mengurangi rasa sakit yang di rasakan lansia.
e. Penggunaan obat harus memperhatikan efek samping.
2. Tujuan Gerontologi Geriatri
a. Tujuan Gerontologi
1) Membantu individu lanjut usia memahami adanya perubahan
pada dirinya berkaitan dengan proses penuaan.
2) Membantu mempertahankan identitas kepribadian lanjut usia.
3) Mempertahankan, memelihara, dan meningkatkan derajat
kesehataan lanjut usia, baik jasmani, rohani, maupun sosial
secara optimal.
4) Memotivasi dan menggerakkan masyarakat dalam upaya
meningkatkaan kesejahteraan lanjut usia.
5) Memenuhi kebutuhan lanjut usia sehari-hari
6) Mengembalikan kemampuan melakukan aktivitas sehari-hari
7) Mempercepat pemulihan atau penyembuhan penyakit
8) Meningkatkan mutu kehidupan untuk mencapai masa tua yang
bahagia dan berguna dalam kehidupan keluarga dan
masyarakat.
b. Tujuan Geriatri
1) Mempertahankan derajat kessehataan pada lanjut usia pada
taaraaf yang setinggi-tinginya sehingga terhindar dari penyakit
atau gangguan.
32
2) Memelihara kondisi kesehatan dengan aktivitas fisik dan
mental.
3) Merangsang para petugas kesehatan (dokter, perawat) untuk
dapat mengenal dan menegakkan diagnosis yang tepat dan dini
bila mereka menemukan kelainan tertentu.
4) Mencari upaya semaksimal mungkin para lanjut usia yang
menderita suatu penyakit atau gangguan, masih dapat
mempertahankan kebebasan yang maksimal tanpa perlu suatu
pertolongan (memelihara kemandirian secara maksimal).
5) Bila para lanjut usia sudah tidak dapat disembuhkan dan bila
mereka sudah sampai pada stadium terminal, ilmu ini
mengajarkan untuk tetap memberi bantuan yang simpatik daan
perawatan dengan penuh pengertian (dalaam akhir hidupnya,
memberi bantuan moral dan perhatian yang maksimal sehingga
kematiannya berlangsung dengan tenang).

2.3 Komunikasi Pada Lansia


Komunikasi merupakan alat yang efektif untuk mempengaruhi tingkah
laku manusia, sehingga komunikasi perlu dikembangkan dan dipelihara terus
menerus. Beberapa alasan yang mempengaruhi orang berkomunikasi yaitu :
mengurangi ketidakpastian, memperoleh informasi, menguatkan keyakinan
dan me-ngungkapkan perasaan. Dalam berkomunikasi dengan klien, perawat
harus menggunakan tehnik pendekatan khusus agar tercapai pengertian dan
perubahan perilaku klien. (Mundakir, 2016)
Masalah yang sering timbul dalam komunikasi antara lain karena
komunikasi kurang menguasai tehnik komunikasi; komunikan mempunyai
pandangan apriori, emosi, suasana yang otoriter, ketidakmampuan untuk
berubah walau salah dan egosentris serta adanya faktor situasional yaitu
kondisi dan situasi dimana komunikasi tersebut berlangsung. (Mundakir,
2016)

33
Perawat sebagai komponen yang penting dan orang yang terdekat
dengan klien sangat dituntut untuk mampu berkomunikasi dengan baik
secara verbal maupun non verbal. (Mundakir, 2016)
Kondisi klien yang telah mengalami perubahan dan penurunan baik
struktur anatomisnya maupun fungsi dari organ tubuhnyamenuntut
pemahaman dan kesadaran tersendiri bagi tenaga kesehatan selama
memberikan pelayanan kesehatan. Perubahan yang terjadi baik secara fisik,
psikis/emosi, interaksi sosial maupun spiritual dari lansia membutuhkan
pendekatan dan teknik tersendiri dalam berkomunikasi. Untuk itu agar dapat
berinteraksi khususnya berkomunikasi dengan lansia secara baik, perawat
perlu memahami tentang karakteristik lansia, penggunaan tehnik komunikasi
yang tepat, dan model-model komunikasi yang memungkinkan dapat
diterapkan sesuai dengan kondisi klien. (Mundakir, 2016)

a. Pendekatan Perawatan Lansia Dalam Konteks Komunikasi


(Mundakir, 2016)
1) Pendekatan fisik
Mencari informasi tentang kesehatan obyektif, kebutuhan,
kejadian yang dialami, prubahan fisik organ tubuh, tingkat
kesehatan yang masih bis dicapai dan dikembangkan serta penyait
yang dapat dicegah progresifitasnya. Pendekatan ini relatif lebih
mudah dilaksanakan dan di carikan solusinya karena riil dan mudah
diobservasi.
2) Pendekatan psikologis
Karena pendekatan ini sifatnya abstrak dan mengarah pada
perubahan perilaku, maka umumnya membutuhkan waktu yang
lebih lama. Untuk melaksanakan pendekatan ini, perawat berperan
sebagai konselor, advokat, suporter, interprener terhadap segala
sesuatu yang asing sebagai penampung masalah rahasia yang
pribadi dan sebagai sahabat yang akrab bagi klien.
3) Pendekatan Sosial

34
Pendekatan ini dilaksanakan untuk meningkatkan keterampilan
berinteraksi dengan lingkungan. Mengadakan diskusi, tukar pikiran,
bercerita, bermain atau mengadakan kegiatan-kegiatan kelompok
merupakan implementasi dari pendekatan ini agar klien dapat
berinteraksi dengan sesama lansia maupun dengan petugas
kesehatan.
4) Pendekatan spiritual
Perawat harus bisa memberikan kepuasan batin dalam
hubungan dengan Tuhan atau agama yang dianutnya terutama bila
klien dalam keadaan sakit atau mendekati kematian
Pendekatan spiritual ini cukup efektif terutama bagi klien
yang mampunyai kesadaran yang tinggi dan latar belakang
keagamaan yang baik.

b. Teknik Komunikasi Pada Lansia


Untuk dapat melaksanakan komunikasi yang efektif kepada lansia,
selain pemahaman yang memadai tentang karakteristik lansia, petugas
kesehatan/ perawat juha harus mempunyai tehnik-tehnik khusus agar
komunikasi yang dilakukan dapat berlangsung lancar dan sesuai dengan
tujuan yang diinginkan. (Mundakir, 2016)
Bebrapa tehnik komunikasi yang dapat diterapkan antara lain
(Mundakir, 2016) :
1) Tehnik Asertif
Asertif adalah sikap yang dapat menerima, memahami
pasangan bicara dengan menunjukkan sikap peduli, sabar untuk
mendengarkan dan memperhatikan ketika pasangan bicara agar
maksud komunikasi atau pembicaraan dapat dimengerti. Asertif
merupakan pelaksanaan dan etika berkomunikasi. Sikap ini akan
sangat membantu petugas kesehatan untuk menjaga hubungan
yang terapeutik dengan klien lansia.
2) Tehnik Responsif

35
Reaksi petugas kesehatan terhadap fenomena yang terjadi
pada klien merupakan bentuk perhatian petugas pada klien. Ketika
perawat me-ngetahui adanya perubahan sikap atau kebiasaan klien
sekecil apapun hendaknya segera menanyakan atau klarifikasi
tentang perubahan tersebut, misalnya dengan mengajukan
pertanyaan, “apa yang sedang bapak/ibu fikirkan saat ini? Apa
yang bisa saya bantu?”. Berespon berarti bersikap aktif, tidak
menunggu permintaan bantuan dari klien. Sikap aktif dari petugas
kesehatan ini akan menciptakan perasaan tenang bagi klien.
3) Fokus
Sikap ini merupaka upaya perawat untuk tetap konsisten
terhadap materi komunikasi yang diinginkan. Ketika klien
mengungkapkan per-nyataan-pernyataan diluar materi yang
diinginkan, maka perawat hendaknya mengarahkan maksud
pembicaraan. Upaya ini perlu di-perhatikan karena umumnya klien
lansia senang menceritakan hal-hal yang mungkin relevan untuk
kepentingn kesehatan.
4) Supportif
Perubahan yang terjadi pada lansia, baik pada aspek fisik
maupun psikis secara bertahap menyebabkan eosi klien relatif
menjadi labil. Perubahan ini perlu di sikapi dengan menjaga
kestabilan emosi lansia, misalnya dengan mengiyakan, senyum
dan menganggukan kepala ketika lansia mengungkapkan
perasaannya sebagai hormat dan mengahargai lansia selama
berbicara. Sikap ini dapat menumbuhkan kepercayaan diri lansia
sehingga lansia tidak merasa menjadi beban bagi keluarganya,
dengan demikian diharapkan klien termotivasi untuk mandiri dan
berkarya sesuai kemampuannya.
Selama memberi dukungan baik secara materil maupun moril,
petugas kesehatan jangan sampai terkesan menggurui atau

36
mengajari klien karena ini dapat merendahkan kepercayaan klien
pada perawat atau petugas kesehatan lainnya.
Ungkapan-ungkapan yang bisa memberi motivasi,
meningkatkan kepercayaan diri klien tanpa terkesan menggurui
atau mengajari misalnya : “saya yakin bapak/ibu lebih
berpengalaman dari saya, untuk itu kami yakin bapak/ibu mampu
melaksanakan....... dan bila diperlukan kami siap membantu”
5) Klarifikasi
Dengan berbagai perubahan yang terjadi pada lansia, sering
proses komunikasi tidak berlangsung dengan lancar. Klarifikasi
dengan cara mengajukan pertanyaan ulang dan memberi
penjelasan lebih dari satu kali perlu dilakukan oleh perawat agar
maksud pembicaraan kita dapat diterima dan di persepsikan sama
oleh klien.
“Bapak/ibu bisa menerima apa yang saya sampaikan tadi?
Bisa minta tolong bapak/ibu untuk menjelaskan kembali apa yang
saya sampaikan tadi?”
6) Sabar dan Ikhlas
Seperti deketahui sebelumnya bahwa klien lansia umumnya
meng-alami perubahan-perubahan yang terkadang merepotkan dan
kekanak-kanakan perubahan ini bila tidak disikapi dengan sabar
dan ikhlas dapat menimbulkan perasaan jengkel bagi perawat
sehingga komunikasi yang dilakukan tidak terapeutik, solutif,
namun dapat berakibat komunikasi berlangsung emosional dan
menimbulkan kerusakan hubungan antara klien dengan petugas
kesehatan.

c. Hambatan Berkomunikasi Dengan Lansia


Proses komunikasi antara petugas kesehatan dengan klien lansia
akan terganggu apabilaada sikap agresif, dan sikap non-asertif
(Mundakir, 2016)
37
1) Agresif
Sikap agresif dalam komunikasi biasanya ditandai dengan
perilaku-perilaku dibawah ini :
a) Berusaha mengontrol dan mendominasi orang lain (lawan
bicara)
b) Meremehkan orang lain
c) Mempertahankan haknya dengan menyerang orang lain
d) Menonjolkan diri sendiri
e) Mempermalukan orang lain didepan umum, baik dengan
perkataan maupun tindakan
2) Non Asertif
Tanda-tanda darisikap non asertif ini adalah :
a) Menarik diri bila diajak berbicara
b) Merasa tidak sebaik orang lain (rendah diri)
c) Merasa tidak berdaya
d) Tidak berani mengungkapkan keyakinan
e) Membiarka orang lain membuat keputusan untuk dirinya
f) Tampil diam (pasif)
g) Mengikuti kehendak orang lain
h) Mengorbankan kepentingan dirinya untuk menjaga hubungan
baik dengan orang lain

Adanya hambatan komunikasi kepada lansia merupakan hal


yang wajar seiring dengan menurunya fungsi fisik dan psikologis
klien. Namun sebagai tenaga kesehatan profesional, perawat
dituntut mampu mengatasi hambatan tersebut, untuk itu perlu
adanya tehnik atau tips-tips tertentu yang perlu diperhatikan agar
komunikasi dapat berlangsung efektif, antara lain (Mundakir,
2016) :
1) Selalu memulai komunikasi dengan mengecek fungsi
pendengaran klien

38
2) Keraskan suara jika perlu
3) Dapat perhatian klien sebelum berbicara. Pandanglah dia
sehingga ia dapat melihat mulut anda
4) Atur lingkungan sehingga menjadi kondusif untuk komunikasi
yang baik. Kurangi gangguan visual dan auditory. Pastikan
adanya pencahayaan yang cukup.
5) Ketika merawat orang tua dengan gangguan komunikasi, ingat
ke-lemahannya. Jangan menganggap kemaceta komunikasu
merupakan hasil bahwa klien tidak kooperatif.
6) Jangan berharap untuk berkomunikasi dengan cara yang sama
dengan orang yang tidak mengalami gangguan. Sebaliknya
bertingkahlah sebagai partner yang tugasnya memfasilitasi
klien untuk mengungkapkan perasaan dan pemahamannya.
7) Berbicara dengan pelan dan jelas saat menatap matanya,
gunakan kalimat pendek dengan bahasa yang sederhana.
8) Bantulah kata-kata anda dengan isyarat visual
9) Serasikan bahasa tubuh anda dengan pembicaraan anda,
misalnya ketika melaporkan hasil tes yang diinginkan, pesan
yang menyatakan bahwa berita tersebut adalah bagus
seharusnya dibuktikan dengan ekspresi, posture dan nada
suara yang menggembirakan (misalnya dengan senyum, ceria,
atau tertawa secukupnya).
10) Ringkaslah hal-hal yang paling penting dari pembicaraan
tersebut
11) Berilah klien yang banyak untuk bertanya dan menjawab
pertanyaan anda.
12) Biarkan ia membuat kesalahan, jangan menegurnya secara
langsung, tahan keinginan anda untuk menyelesaikan kalimat
13) Jadikah pendengar yang baik walaupun keinginan sulit
mendengarkannya
14) Arahkan ke suatu topik pada suatu saat
39
15) Jika mugkin ikutkan keluarga atau yang merawat dalam
ruangan bersama anda. Orang ini biasanya paling akrab
dengan pola komunikasi klien dan dapat membantu proses
komunikasi.

d. Tahnik Dalam Perawatan Lansia Pada Reaksi Penolakan


Penolakan adalah ungkapan ketidakmampuan seseorang untuk
mengakui secara sadar terhadap pikiran, keinginan, perasaan atau
kebutuhan pada kejadian-kejadian nyata atau sesuatu yang merupakan
ancaman. Penolakan merupakan reaksi ketidaksiapan lansia menerima
perubahan yang terjadi pada dirinya. (Mundakir, 2016)
Perawat dalam menjalin komunikasi perlu memahami kondisi ini
sehingga dapat menjalin komunikasi yang efektif, tidak menyinggung
perasaan lansia yang relatif sensitif. (Mundakir, 2016)

Ada beberapa langkah yang dapat dilaksanakan untuk menghadapi


klien lansia dengan reaksi penolakan, antara lain (Mundakir, 2016) :

1) Kenali segera reaksi penolakan klien


Membiarkan klien lansia bertingkah laku dalam tenggang
waktu tertentu. Hal ini merupakan mekanisme penyesuaian diri
sejauh tidak membahayakan klien, orang lain serta lingkungannya,
kemudia lakukan langkah-langkah berikut ini :
a) Identifikasi pikiran-pikiran yang paling membahayakan dengan
cara mengobservasi klien bila sedang mengalami puncak
reaksinya.
b) Ungkapkan kenyataan-kenyataan yang dialami klien secara
perlahan-lahan dimulai dari kenyataan yang merisaukan.
c) Jangan manyokong penolakan klien, akan tetapi berikan
perawatan yang cocok bagi klien dan bicarakan sesering
mungkin bersamanya jangan sampai menolak.

40
2) Orientasi klien lansia pada pelaksanaan perawatan diri sendiri
Langkah tersebut bertujuan untuk mempermudah proses
penerimaan klien terhadap perawatan yang akan dilakukan serta
upya untuk me-mandirikan klien, dengan jalan sebagai berikut :
a) Libatkan klien dalam perawatan dirinya, misalnya dalam
perencanaan waktu, tempat dan macam perawatan
b) Puji klien lansia karena usahanya untuk merawat dirinya atau
mulai mengenal kenyataan
c) Membantu lansia untuk mengungkapkan keresahan atau
perasaan sedih dengan mempergunakan pertanyaan terbuka,
mendengarkan dan meluangkan waktu bersamanya.

3) Libatkan keluarga atau pihak terdekat dengan tepat


Langkah ini bertujuan untuk membantu perawat atau petugas
kesehatan memperoleh sumber informasi atau data klien dan
mengektifkan rencana/tindakan dapat terealisasi dengan baik dan
cepat. Upaya ini dapat dilaksanakan dengan cara-cara sebagai
berikut :
a) Melibatkan keluarga atau pihak terkait dalam membantu klien
lansia menentukan perasaan-perasaannya.
b) Meluangkan waktu untuk menerangkan kepada mereka yang
bersangkutan tetang apa yang sedang terjadi pada klien lansia
serta hal-hal yang dapat dilakukan dalam rangka membantu.
c) Hendaknya pihak-pihak lain memuji usaha klien lansia untuk
menerima kenyataan
d) Menyadari pihak-pihak lain akan pentingnya hukuman (bukan
hukuman fisik) apabila klien lansia mempergunakan
penolakan atau denial.

41
2.4 Penggunaan Obat Pada Lansia
Perubahan fisiologis terjadi pada orang tua berkaitan dengan penurunan
fungsi kerja organ-organ, termasuk hati, dan ginjal. Perubahan ini meningkatkan
risiko merugikan dari penggunaan obat yang dimetabolisme oleh hati dan ginjal
(Pretorius, et al.,2013). Orang dewasa yang lebih tua sangat rentan terhadap
penurunan fungsional akibat penyakit, dan rehabilitasi merupakan bagian penting
perawatan medis untuk populasi ini (Stott dan Quinn, 2017).
Terlalu banyak obat adalah masalah yang semakin dikenal pada
pengobatan geriatri, dan satu manifestasi adalah polifarmasi yang tidak sesuai
pada orang tua. Polifarmasi biasanya didefinisikan sebagai terapi menggunakan
lebih dari lima obat resep reguler. Hal ini bisa dikatakan sesuai bila potensi
manfaatnya lebih besar daripada potensi bahaya, namun meningkatkan risiko
orang tua yang mengalami reaksi obat yang merugikan, gangguan fungsi fisik
dan kognitif, dan penerimaan di rumah sakit (Jansen, 2016).
Orang tua sering dihadapkan pada masalah polifarmasi karena beberapa
kondisi kronis dan beberapa penyedia layanan. Risiko yang terkait dengan
polifarmasi dapat menyebabkan peningkatan efek samping, penurunan, dan
penurunan risiko kepatuhan pengobatan (Alpert dan Gatlin, 2015).
1. Terapi Medik Lansia
Jhaveri dkk. dalam penelitiannya tahun 2014 menyatakan bahwa
penyakit kardiovaskular adalah penyakit umum dari pasien geriatri (>65
tahun). Golongan obat yang digunakan umumnya adalah :
a. antiplatelet (93%)
b. H2bloker (77,22%)
c. antiemetik (67,6%)
d. vasodilator (55%),
e. obat hipolipidemia (52%)
Rata-rata jumlah obat per pasien adalah 9,37 (95% CI: 9,09- 9,64).
Jumlah rata-rata antimikroba yang ditentukan per pasien adalah 0,91 (95%
CI: 0,82-0,99).

42
Cefotaxime adalah obat antimikroba yang biasa diresepkan.
Penggunaan obat-obatan polifarmasi dan irasional ini merupakan masalah
umum dalam resep geriatri. Pedoman resep harus dibuat untuk mengatasi
permasalahan polifarmasi pada geriatri (Jhaveri, et al.,2014)
2. Terapi Non Medik yang lazim pada Lansia
a) Terapi musik terhadap penurunan tingkat depresi
Salah satu terapi non farmakologis yang bisa bersifat komplemen
atau alternatif yang dapat diberikan pada penderita depresi adalah terapi
musik. Terapi musik merupakan salah satu terapi nonfarmakologis dalam
penatalaksanaan pasien Depresi.
Otak memiliki empat gelombang dengan spesifikasi masing-
masingnya. Gelombang alfa untuk relaksasi, glombang betha
berhubungan dengan mental, gelombang theta berhubungan dengan
stress dan gelombang delta berhubungan dengan rasa kantuk. Pada
pasien depresi terdapat malfungsi dan malformasi dari subcortic limbic
dan otak bagian frontal yang mengakibatkan terjadinya perubahan
secara fungsi biokimia. Pada studi EEG pasien depresi terdapat asimetris
pada alfa dan hipoaktivasi dari otak kiri yang menyebabkan terjadinya
psikopatologi pada emosional pasien dan mencetuskan terjadinya
depresi. (Erkkila, et al., 2008)
Terapi Musik memiliki efek terhadap gelombang alfa. Dengan
sampainya stimulus dari musik akan membentuk gelombang alfa yang
sempurna dan merangsang pelepasan neurotransmiter yaitu serotonin.
Selanjutnya serotonin akan dirubah menjadi hormon melatonin yang
memberikan efek relaksasi dan perubahan mood sehingga dapat
menurunkan depresi yang dirasakan oleh pasien (Purbowinoto &
Kartinah, 2011). Sejalan dengan Music Mood and Movement therapy,
sesampainya stimulus suara (musik) di sistem limbic, musik akan
memanggil memori ataupun kenangan yang mendalam bagi pasien
sehingga mengakibatkan terjadinya perubahan mood pada pasien. Maka

43
pemilihan musik yang tepat pada pasien dapat menjadikan efek
terapeutik terhadap penurunan depresi pada pasien (Chan, et al., 2011)
b) Pemberian Intervensi Senam Lansia
Nyeri lutut merupakan suatu penyakit regeneratif sendi dan salah
satu tanda dan gejala dari osteoarthritis. Salah satu upaya untuk
mengurangi nyeri lutut adalah dengan terapi non farmakologis
dengan senam lansia.
Pemberian intervensi senam lansia pada lansia dengan nyeri lutut
pada penelitian Ayu & Warsito (2012) di Unit Rehabilitasi Sosial
“Margo Mukti” Kabupaten Rembang ini efektif untuk mengatasi nyeri
lutut pada lansia. Hasil penelitian berdasarkan jenis kelamin
menunjukkan bahwa lansia dengan jenis kelamin perempuan sebanyak 9
lansia (60%) dan laki-laki sebanyak 6 lansia (40%). Hasil penelitian
berdasarkan usia menunjukkan bahwa lansia dengan usia 61-75 tahun
sebanyak 12 lansia (80%) dan lansia dengan usia 55-60 tahun sebanyak
3 lansia (20%). Hasil penelitian sesudah dilakukan terapi senam lansia
menunjukkan bahwa sebesar 86,7% lansia memiliki skala nyeri 0 atau
tidak nyeri dan 13,33% lansia mempunyai skala nyeri 1 atau skala nyeri
ringan.
c) Terapi Massage dengan terapi Mandi Air hangat
Menurut Utami dalam Triyadini, dkk (2010) Lansia yang
menderita insomnia dapat ditangani dengan terapi non farmakologik.
Diantaranya yaitu sleep restriction therapy, terapi pengontrolan
stimulus, higiene tidur, dan terdapi relaksasi dan biofeedback.
Hasil penelitian Triyadini, dkk (2010) Bahwa telah terjadi
penurunan skala insomnia antara sebelum dan sesudah pemberian
terapi massage. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pemberian
terapi massage berpengaruh terhadap penurunan skala insomnia.
Selain itu, telah terjadi penurunan skala insomnia antara sebelum
dan sesudah pemberian terapi mandi air hangat. (Triyadini, dkk 2010)

44
Adanya pengaruh terapi mandi air hangat terhadap kualitas tidur
responden sesuai dengan pernyataan Yani (2008) yang mengatakan
bahwa mandi air hangat akan menyebabkan efek sedasi atau
merangsang tidur. Selain itu, mandi air hangat juga dapat mengurangi
ketegangan tubuh.
d) Terapi Yoga untuk Mengontrol Tekanan Darah Lansia
Dalam penelitian Sariyani, dkk (2019) Terapi yoga merupakan terapi
non farmalogis yang diharapkan oleh semua informan untuk
mengontrol tekanan darah.
Yoga secara signifikan berhubungan dengan penurunan tekanan
darah (4mmHg, sistolik dan diastolik), dimana intervensi yang
menggabungkan tiga elemen dasar latihan yoga (meditasi, postu dan
pernafasan) (Bell, 2006). Terapi yoga juga dapat mengurangi kadar
LDL dan kolesterol pada wanita dengan hipertensi (Reddy A, 2018).
Penelitian ini sesuai dengan teori yang ada, bahwa yoga dapat
digunakan sebagai terapi terhadap pengontrolan atau penurunan darah.
e) Terapi Akupuntur dalam Penatalaksanaan Pasien Geriatri
1. Efektifitas akupuntur pada manajemen nyeri
Menurut Guidance On The Management of pain in older
people, akupuntur bersama dengan transcutaneous electrical nerve
stimulation (TENS) dan pemijatan termasuk terspi komplementer
untuk penanganan nyeri dan cemas pasa usia lanjut. Akupuntur
dapat mengembalikan fungsi dan mengurangi nyeri. (Wahdini,
2014)
Penelitian yang dilakukan Weiner et al (2008) dan Itoh et al
(2009) menunjukkan manfaat akupuntur untuk mengurangi nyeri
punggung bawah kronis. Percutaneous electricalnerve stimulation
(PENS) adalah bentuk elektroakupuntur yang menggunakan prinsip
neuroanatomi dan neurofisiologi yang terbukti efektif secara cepat
mengurangi nyeri. (Wahdini, 2014)

45
Akupuntur merangsang serat saraf aferen berdiameter kecil
yang akan mengurangi transmisi sinyal rasa sakit sehingga
menghambat diskrimanasi persepsi dan rasa nyeri. (Wahdini, 2014)
2. Akupuntur untuk Inkontinensia Urine
Penelitian Wright (2014) dan Sun et al (2013) menyebutkan
bahwa akupuntur berperan untuk memperbaiki inkontinensia tipe
urgensi, campuran (urgensi dan stres) dan Ovelflow (hiperrefleksi
detrusor). (Wahdini, 2014)
Aktifitas sistem saraf parasimpatis menyebabkan kontraksi
kandung kemih. Akupuntur merangsang pelepasan neirotransmiter
melalui impuls saraf ke otak dan mempengaruhi sistem saraf
otonom. Akupuntur mengubah kimia otak dengan mengubah
pelepasan neutransmiter yang mempengaruhi sistem saraf pusat
(SSP) terkait dengan sensasi dan fungsi tubuh melalui perantara
saraf otonom. Akupuntur dapat mengubah impuls aferen yang
abnormal dari kandung kemih ke sum-sum tulang belakang sehingga
terjadi aktivitas refleks yang akan menghambat kontaksi detrusor.
(Wahdini, 2014)
3. Akupuntur Untuk Pemulihan Fisik Dan Kontrol Postural
Akupuntur bermanfaat sebagai pengobatan tambahan pada
rehabilitasi geriatri pasca penyakit akut dan mempercepat pemulihan
aktivitas fisik pasien kembali normal. (Wahdini, 2014)
Akupuntur terbukti dapat memperbaiki kontrol atau
keseimbangan postural melalui perbaikan propioseptif (salah satu
resiko jatuh yang berasal dari pasien) dan peningkatan kekuatan otot
anggota tubuh bagian bawah. (Wahdini, 2014)
Efektifitas akupuntur untuk memperbaiki keseimbangan dan
kontrol pistural telah terbukti pada pasien pasca stroke, parkinson
dan vertigo. Rangsangan akupuntur dapat memperbaiki gangguan
nociceptive sehingga membantu meningkatkan kontrol postural.
(Wahdini, 2014)
46
4. Akupuntur Untuk Demensia, Depresi Dan Gangguan Tidur
Akupuntur digunakan untuk menangani gangguan tidur,
bekerja melalui mekanisme peningkatan pelepasan melatonin yang
berfungsi sebagai regulator sik;us tidur-bangun. Penusukan di titik
Baihui DU20, Yintang EX-HN3 dapat menimbulkan perasaan relaks
dan rasa tenang. Akupuntur dapat meningkatkan sekresi nokturnal
metonin dan mengurangi skor stres atau kecemasan. Akupuntur juga
dapat diberikan untuk gangguan tidur pada pasie pascastroke dan
simtom pasca menopause. (Wahdini, 2014)

2.5 Pemenuhan Kebutuhan Dasar Lansia


Pemenuhan kebutuhan dasar manusia menurut Abraham Maslow yang
meliputi kebutuhan fisiologis, kebutuhan keamanan dan keselamatan,
kebutuhan mencintai dan dicintai, kebutuhan harga diri, dan kebutuhan
aktualisasi pada lansia. (Dwiyani, 2012)
Kebutuhan fisiologis merupakan kebutuhan yang sangat primer dan
mutlak harus dipenuhi untuk memelihara homeostasis biologis dan
kelangsungan kehidupan bagi tiap manusia. (Dwiyani, 2012)
1. Kebutuhan fisiologis
Gizi pada lansia, terutama lansia yang mengalami demensia perlu
diperhatikan karena biasanya lansia itu sendiri lupa untuk makan sehingga
asupan nutrisi dari lansia tersebut akan berkurang. Lansia yang
mengalami kekurangan protein maka dapat berakibat rambut rontok, daya
tahan terhadap penyakit menurun, atau mudah terkena infeksi.
Pemenuhan kebutuhan cairan juga penting, karena cairan dapat
membantu kinerja ginjal dalam menetralisir zat- zat sisa. Melakukan
aktivitas fisik atau olahraga ringan dapat membantu melenturkan otot dan
melancarkan sirkulasi darah.
2. Kebutuhan akan keselamatan dan keamanan adalah kebutuhan untuk
melindungi diri dari berbagai bahaya yang mengancam, baik terhadap
fisik maupun psikososial (Dwiyani, 2012)
47
Jatuh, merupakan penyebab utama kematian akibat kecelakaan pada
klien yang berusia 75 tahun atau lebih. Lebih dari 40% orang yang berusia
65 tahun mengalami jatuh sedikitnya 1 kali dalam setahun, dengan 1%
hingga 6% diantaranya menyebabkan cedera yang serius (Potter, 2005).
Berkurangnya mobilitas sendi, waktu reaksi melambat, penurunan
penglihatan, penurunan pendengaran, penurunan kekuatan dan daya tahan
otot juga dapat mengakibatkan cedera pada orang lanjut usia akibat proses
penuaan.
Permukaan lantai yang tidak rata dan licin merupakan daerah yang
berbahaya karena potensial menyebabkan jatuh, sehingga perlu bantuan
orang lain terutama keluarga untuk membantu lansia agar tidak terjatuh.
(Dwiyani, 2012)
Cedera merupakan masalah yang signifikan yang dialami oleh
lansia. Sebagian besar cedera pada lansia terjadi akibat terjatuh dirumah.
Diperlukan beberapa strategi untuk mencegah terjadinya cedera pada
lansia. Seiring dengan berjalannya waktu akibat penuaan, maka seseorang
juga pasti akan mengalami gangguan atau penurunan fungsi tubuh yang
akan menyebabkan keterbatasan fungsi fisik, psikologis, maupun sosial.
Oleh sebab itu, lansia sangat membutuhkan dukungan, perhatian serta
motivasi dari keluarga maupun kerabat dekatnya. (Dwiyani, 2012)
3. kebutuhan mencintai dan memiliki pada lansia
para lansia beranggapan bahwa mereka mendapatkan kebutuhan
tersebut dari keluarga dan anak-anak mereka sehingga tidak merasa
dikucilkan oleh keluarga dan orang-orang terdekatnya. (Dwiyani, 2012)
4. Harga Diri
Widodo dalam Dwiyani (2012) Harga diri adalah evaluasi terhadap
dirinya sendiri secara positif atau negatif. Evaluasi ini memperlihatkan
bagaimana individu menilai dirinya sendiri, dan diakui atau tidaknya
kemampuan serta keberhasilan yang diperolehnya.
Dalam masyarakat tradisional, biasanya lansia cenderung lebih
dihargai dan dihormati, sehingga mereka masih dapat berperan dan
48
berguna bagi masyarakat, lansia tersebut juga merasa masih mampu
bersosialisasi dengan lingkungan disekitarnya. (Dwiyani, 2012)
5. Aktualisasi
Aktualisasi diri merupakan kemampuan seseorang untuk mengatur
diri sendiri sehingga bebas dari berbagai tekanan, baik berasal dalam diri
maupun di luar diri. (Dwiyani, 2012)
Menurut Suhartini dalam Dwiyani (2012) lansia Indonesia pada
umumnya masih merasa nyaman karena anak atau saudara-saudara yang
lainnya masih merupakan jaminan yang baik bagi orangtuanya. Anak
berkewajiban menyantuni orangtua yang sudah tidak dapat mengurus
pribadinya sendiri. Nilai tersebut masih berlaku karena anak wajib
memberikan kasih sayangnya kepada orangtuanya.
Para usia lanjut memiliki peranan yang tinggi yaitu sebagai orang
yang dituakan, bijak dan lebih berpengalaman dibandingkan dengan
mereka yang berusia lebih muda, meskipun dari segi pendidikan banyak
diantara para lansia tersebut yang tidak menjalaninya. (Dwiyani, 2012)

2.6 Penyakit Pada Lansia


Beberapa mengenai penyakit yang sering menyerang para lansia yaitu
sebagai berikut (Saryono, 2010) :
1. Demensia
Demensia adalah satu penyakit yang melibatkan sel-sel otak yang
mati secara abnormal. Demensia merupakan suatu terminologi yang
digunakan untuk menerangkan penyakit otak degeneratife yang progresif.
Daya ingatan, pemikiran, tingkah laku dan emosi terjejas bila mengalami
demensia.Penyakit ini dialami oleh semua orang dari berbagai latar
belakang pendidikan maupun kebudayaan. (Saryono, 2010)
Gejala-gejala demensia adalah :
a. Lupa tempat dan waktu
b. Selalu salah dalam menyimpan barang-baraang
c. Mengulangi kesalahan
49
d. Kerap lupa untuk menutup tabung gas atau pipa air
e. Susah memikirkan perkataan-perkataan yang sesuai bila
menerangkan sesuatu
f. Sukar melakukan aktivitas sebelum dianggap menjadi rutin
g. Sesat dalam persekitaran yang dikenali dahulunya
h. Menghadapi masalah memandu

2. Alopesia Androgenik
Alopesia Androgenik (AAG) adalah bentuk alopesia rambut kepala
dengan pola spesifik, yang ditandai oleh hilangnya secara progresif
rambut terminal yang tebal dan berwarna diganti raambut vellus yang
halus dan hampir tak berwarna sebagai respon terhadap hormone
androgen disirkulasi.Disebut juga sebagai male pattern baldness, common
baldness, male pattern alopecia dan androgen dependent alopecia.
(Saryono, 2010)
3. Katarak
Katarak adalah setiap keadaan kekeruhan pada lensa yang dapat
terjadi akibat penambahan cairan dilensa, pemecahan protein lensa, atau
kedua-duanya.Katarak merupakan penyebab kebutaan utama yang dapat
diobati didunia pada saat ini. Senagian besar katarak timbul pada usia tua
sebagai akibat pajanan terus menerus terhadap pengaruh lingkungan dan
pengaruh lainnyaa seperti merokok, radiasi ultra violet peningkatan kadar
gula darah, dl. (Saryono, 2010)
4. Glaukoma
Glaucoma merupakan penyebab kebutaan nomer dua di Indonesia
dan dunia, setelah katarak, namun kebutuhan disebabkan glaucoma akan
bersifat permanen (tidak dapat disembuhkan). Kebutuhan karena kataraak
akan membaik setelah menjalani operasi pengangkatan katarak,
sedangkan glaucoma tidak. (Saryono, 2010)
Gejala glaucoma umumnya agak sulit diketahui, karena sering tidak
disadari oleh penderitanya atau dianggap sebagai tanda dari penyakit lain
50
sehingga kebanyakan penderita datang kedokter mata dalam keadaan
dalaam keadaan yang lanjut dan bahkan sudah buta. Secara umum gejala
glaucoma dibedakan atas akut dan kronik. Pada jenis glaucoma akut,
penderita akan mengalami nyeri yang sangat hebat pada mata, sakit
kepala, hingga mual muntah. Penglihataan dirasakan menurun drastis dan
mata terlihat merah.Keadaan ini disebut glaucoma akut yang terjadi
akibat peningkatan TIO (Tekanan intra Okuler) yang mendadak.
(Saryono, 2010)
5. Stroke
Stroke adalah penyakit yang merupakan penyebab kematian tersering
ke tiga dinegara Amerika, merupakan penyakit yang paling sering
menimbulkan kecacatan.
Berdasarkan gejala klinis, infarak serebri dapat dibagi menjadi 3,
yaitu infark aterotrombotik (aterotromboli), infark kardioemboli dan
infark lakuner. Menurut Warlow, dari peneliti pada populasi masyarakat,
infark aterotrombotik merupakan penyebab stroke yang paling sering
terjadi, yaitu ditemukan pada 50% penderita aterotrombotik bervariasi
antara 14-40%. Infark aterotrombotik terjadi akibat adanya proses
aterotrombotik pada arteri ekstra dan intrakarnial. (Saryono, 2010).
Proses aterotrombotik terjadi melalui 2 cara, yaitu Aterotrombotik in
situ, terjadi adanya plak yang terbentuk akibat proses aterosklerotik pada
dinding pembuluh darah intracranial, dimana plaak tersebut membesar
yang dapat disertai dengan adanya thrombus yang melapisi pembuluh
darah arteri tersebut. Apabilaa proses tersebut terus berlangsung maka
akan terjadi penyumbatan pembuluh darah tersebut dan penghentian
aliran darah disebelah distal. Tromboemboli (artery to artery embolus),
terjadi akibaat lepasnya plak aterotrombotik yang disebut sebagai emboli,
yaitu akan menyumbat arteri disebelah distal dari arteri yang mengalami
proses aterosklerotik. (Saryono, 2010).

51
2.7 Keperawatan Paliatif Pada Lansia
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) tahun 2012, Perawatan paliatif adalah
pendekatan yang meningkatkan kualitas hidup pasien dan keluarga mereka
menghadapi masalah yang terkait dengan penyakit yang mengancam jiwa,
melalui pencegahan dan bantuan dari penderitaan dengan cara identifikasi awal
dan penilaian sempurna dan pengobatan nyeri dan masalah lainnya, secara fisik ,
psychosocially dan spiritual. (Sunaryadi, 2013)
Perawatan paliatif yaitu memberikan pelayanan keperawatan dan memenuhi
kebutuhan fisik, mental, sosial dan spiritual, membantu keluarga dalam
memenuhi kebutuhan lansia dan menyelami perasaan kehilangan dalam
rangka empati. (Fatimah, 2010)
Peran perawat dalam mengendalikan rasa nyeri ditujukan untuk klien
yang menderita penyakit yang tidak mungkin sembuh dalam arti tujuan
pengobatan paliatif, dalam kondisi klien cenderung dalam posisi lemah,
kondisi mental yang tidak jernih, sukar memahami masalah yang mudah
dipengaruhi faktor luar serta klien mungkin memiliki kegelisahan dan
ketakutan. (Fatimah, 2010)

1. Isu ketika didalam keperawatan paliatif :


a) Isu asuhan keperawatan adalah hubungan klien dengan tenaga
professioanal proses perubahan dari pengobatan kuratif ke paliatif,
mengatasi keluhan penderita.
b) Isu komunikasi adalah tentang consent, menjaga kerahasiaan dan
keterlibatan dalam penelitian.
c) Isu antara hidup dan mati adalah memperpanjang hidup dan
menghentikan kehidupan.
d) lsu kebutuhan dan saraha adalah biaya pengobatan dan alokasi
sarana.
(Fatimah, 2010)

2. Beberapa hal penting untuk penatalaksanaan perawatan paliatif :

52
a) Rencana perawatan dan koordinasi kerja. Pemeriksaan klien yang
dilanjutkan dengan diagnosis dan tindakan bertujuan yang rasional
termasuk rencana perawatan dirumah. Evaluasi dan revaluasi
ditempuh melalui pemeriksaan berkala, diskusi dan konferensi tim.
b) Mengontrol gejala yang sering timbul keluarga diberi petunjuk untuk
pertolongan pertama.
c) Rehabilitasi Mempertahankan kualitas hidup merupakan tujuan utama
upaya paliatif, sedangkan upaya rehabilitasi berperan dalam me-
ngembalikan klien pada aktifitas sehari-hari.
(Fatimah, 2010)

2.8 Fenomena Bidang Garap Keperawatan Gerontik


Fenomena yang menjadi bidang gerap keperawatan gerontik adalah
tindakan terpenuhinya kebutuhan dasar manusia sebagai akibat proses
penuaan. Menurut shelera saul (dalam Muhith & Siyoto, 2016):
1. Mitos kedamaian dan ketenangan
Lanjut usia dapat santai menikmati hasil kerja dan jernih payahnya
dimasa muda dan dewasanya. Badai dan berbagi goncangan kehidupan
seakan-akan sudah berhasil dilewati. Kenyataan:
a. Sering ditemui stress karena kemiskinan dan berbagai keluhan serta
penderita karena penyakit.
b. Depresi
c. Kekhawatiran
d. Paranoid
e. Masalah psikotik
2. Mitos konservatisme dan kemunduran
Pandangan bahwa lanjut usia padaa umumnya konservatif, tidak
kreatif, menolak inovasi, berorientasi kemasa silam, merindukan masa
lalu, kembali kemasa anak-anak, susah berubah, keras kepala, dan
cerewet.
Kenyataan: tidak semua lanjut usia bersikap dan berpikiran demikian.
53
3. Mitos berpenyakitan
Lanjut usia dipandang sebagai masa degenerasi biologis yang
disertai oleh berbagai penderita akibat bermacam penyakit yang
menyertai proses menuan (lanjut usia merupakan masa berpenyakitan
dan kemunduran).
Kenyataan :
Memang proses penuaan disertai dengan menurunnya daya tahan
tubuh dan metabolisme sehingga rawan terhadap penyakit, tetapi banyak
penyakit yang masa sekarang dapat dikontrol dan diobati.
4. Mitos senilitas
Lanjut usia dipandang sebagai masa pikun yang disebabkan oleh
kerusakan bagian otak.
Kenyataan: banyak lanjut usia yang tetap sehat dan segar. Banyak cara
untuk menyesuaikan diri terhadap perubahan daya ingat.
5. Mitos tidak jatuh cinta
Lanjut usia tidsk lagi jatuh cinta dan gairaah kepada lawan jenis
tidak ada.
Kenyataan: perasaan dan emosi setiap orang berubah sepanjang masa.
6. Mitos aseksualitas
Ada pandangan bahwaa pada laanjut usia, hubungan seks itu
menurun, minat, dorongan, gairah, kebutuhan, dan daya seks berkurang.
Kenyataan: kehidupan seks pada lanjut usia normal saja. Memang
frekuensi hubungan seksual menurun, sejalan dengan menigkatnya usia.
7. Mitos ketidakproduktifan
Lanjut usia dipandang sebagai usia tidak produktif.
Kenyataan: banyak lanjut usia yang mencapai kematangan, kemapanan,
dan produktivitas mental dan material.

2.9 Model Pelayanan Keperawatan Gerontik


Model pelayanan keperawatan menurut Maryam (2008) dalam Muhith &
Siyoto (2016) sebagai berikut:
54
1) Promation (peningkatan),
2) Prevention (pencegahan),
3) Early diagnosis and prompt treatment (diagnosis dini dan pengobatan)
4) Disability limitation (pembatasan kecatatan),
5) Rehabilitation (pemulihan).

1. Promotion (peningktan)
Upaya promotif merupakan tindakan secara langsung dan tidak
langsung untuk meningkatkan derajat kesehatan dan mencegah penyakit,
upaya promotif juga merupakan proses advokasi kesehatan untuk
meningkatkan dukungan klien, tenaga professional, dan masyarakat
terhadap praktik kesehatan yang positif menjadi norma-norma social.
Upaya promotif dilakukan untuk membantuh orang-orang untuk
mengubah gaya hidup mereka dan bergerak ke arah keadaan kesehatan
yang optimal serta mendukung pemberdayaan seseorang untuk
membantu pilihan yang sehat tentang perilaku hidup mereka. (Muhith &
Siyoto, 2016)
2. Prevention (pencegahan)
Mencakup pencegahan primer, sekunder dan tersier.
a) Pencegahan primer: meliputi pencegahan pada lansia sehat,
terdapat factor resiko, dan tidak ada penyakit, dan promosi
kesehatan.
b) Pencegahan sekunder: meliputi pemeriksaan terhadap penderita
tampa gejala, dari awal penyakit hingga terjadi gejala penyakit
belum tampak secara klinis, dan mengidap factor resiko.
c) Pencegahan tersier: dilakukan sesuadah terdapat gejala penayakit
dan cacat, mencegah cacat bertambah dan ketergantungan, serta
perawatan terhadap, yaitu tahap (1) perawatan dirumah sakit, (2)
rehabilitasi klien rawat jalan, dan (3) perawatan jangka panjang.
3. Early diagnosis and prompt treatment (diagnosis dini dan
pengobatan)
55
Diagnosis dini dapat dilakukan oleh lansia sendiri atau petugas
professional dan petugas institusi.
4. Disability limitation (pembatasan kecatatan)
Langkah-langkah yang dilakukan adalah: (1) pemeriksaan
(assessment), (2)identifikasi masalah (problem identification), (3)
perencanaan (planning), (4) pelaksanaan (implementation), dan (5)
penilaian (evalution).
5. Rehabilitation (pemulihan)
Pelaksaan rehabilitasi adalah tim rehabilisasi (petugas medis, petugas
para medis, serta penugas nonmedis). Sifat pelayanan keperawatan
gerontik adalah: (1) independent (mandiri), (2) interdependent
(kolaborasi), (3) humanictic (manusiawi), dan (4) holistic (menyeluruh).

2.10 Lingkup, Peran, dan Fungsi Keperawatan Gerontik


1. Lingkup keperawatan gerotik
Lingkup asuhan keperawatan gerontik menurut Siti Maryam R.
(2008) adalah pencegahan ketidak mampuan sebagai akibat proses
penuaan, perawatan untuk pemenuhan kebutuhan lansia, dan pemulihan
untuk mengatasi keterbatasan lansia. (Muhith & Siyoto, 2016)
2. peran keperawatan gerontik menurut Maryam (2008) dalam Muhith
& Siyoto (2016) sebagai berikut:
a. Sebagai care giver
b. Sebagai pendidik klien lansia.
c. Sebagai motivator klien lansia.
d. Sebagai advokasi klien lansia.
e. Sebagai konselor klien lansia.
3. Menurut Eliopoulous (2005) dalam Muhith & Siyoto (2016), fungsi
perawat gerontologi adalah:
a) Guide Persons of all ages toward a hearlthy aging process
(membimbing orang pada segala usia untuk mencapai masa tua yang
sehat).
56
b) Eliminate ageinsm ( menghilangkan perasaan takut tua).
c) Respect tight of older adualts and ensure other do the same
(menghormati hak orang dewasa yang lebih tua dan memastikan
yang lain melakukan hal yang sama).
d) Overse and promote the quality of service delivery (memantau dan
mendorong kualitas pelayanan).
e) Notice and reduce risks to health and well being (memerhatikan
serta mengurangi risiko terhadap kesehatan dan kesejahteraan).
f) Teach and support caregives (mendidik dan mendorong pemberi
pelayanan kesehatan).
g) Open channels for continued growth (membuka kesempatan untuk
pertumbuhan selanjutnya).
h) Listerrn and support (mendengarkan dan memberi dukungan).
i) Offer optimism, oncourgement and hope (memberikan semangat,
dukungan, dan harapan).
j) Generate, support, use and participate in research (menghasilkan,
mendukung, menggunakan dan berpartisipasi dalam penelitian).
k) Implement restorative and hehabilititative measures (melakukan
perawatan restoratif dan rehabilitatif).
l) coordinate and managed care (mengordinasi dan mengatur
perawatan).
m) Asses, plan, implement, and evaluate care in an individualized,
holistic maner (mengkaji, merencanakan, melaksanakan dan
mengevaluasi perawatan individu dan perawatan secara menyeluruh).
n) Link services with needs (memberikan pelayanan sesuai dengan
kebutuhan).
o) Nurture future gerontological nurses for advancement of the
speciality (membangunmasa depan perawt gerontik untuk mejadi ahli
dibidangnya).

57
p) Understand the unique physical, emotical, social, spiritual aspect of
each other (saling memahami keunikan pada aspek fisik, emosi,
sosial, dan spiritual).
q) Recognize and encourage the appropriate management of ethical
concern (mengenal dan mendukung manajemen etika yang sesuai
dengan tempatnya).
r) Support and comfort throught the dying process (memberikan
dukungan dan kenyamanan dalam menghadapi proses kematian).
s) Educate to promote self care and optimal independence
(mengajarkan untuk meningkatkan perawatan mandiri dan kebebasan
yang optimal).

58
2.11 Konsep Asuhan Keperawatan Gerontik
a. Konsep Pengkajian Keperawatan Lansia
Pengkajian keperawatan pada lansia adalah tahap pertama dari proses
keperawatan. Tahap ini adalah tahap penting dalam rangkaian proses
keperawatan. Pada tahap pengkajian akan didapatkan berbagai informasi
yang dapat digunakan sebagai dasar dalam menentukan masalah
keperawatan pada lansia. Keberhasilan dalam melakukan pengkajian
keperawatan merupakan hal penting untuk tahapan proses keperawatan
selanjutnya. (Kholifah, 2016)
1) Definisi Pengkajian Keperawatan Lansia
Pengkajian keperawatan pada lansia adalah suatu tindakan
peninjauan situasi lansia untuk memperoleh data dengan maksud
menegaskan situasi penyakit, diagnosis masalah, penetapan
kekuatan dan kebutuhan promosi kesehatan lansia. Data yang
dikumpulkan mencakup data subyektif dan data obyektif meliputi
data bio, psiko, sosial, dan spiritual, data yang berhubungan dengan
masalah lansia serta data tentang faktor-faktor yang mempengaruhi
atau yang berhubungan dengan masalah kesehatan lansia seperti
data tentang keluarga dan lingkungan yang ada.
2) Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pengkajian Pada Lansia
a) Interelasi (saling keterkaitan) antara aspek fisik dan psikososial:
terjadi penurunan kemampuan mekanisme terhadap stres,
masalah psikis meningkat dan terjadi perubahan pada fisik
lansia.
b) Adanya penyakit dan ketidakmampuan status fungsional.
c) Hal-hal yang perlu diperhatikan saat pengkajian, yaitu: ruang
yang adekuat, kebisingan minimal, suhu cukup hangat, hindari
cahaya langsung, posisi duduk yang nyaman, dekat dengan
kamar mandi, privasi yang mutlak, bersikap sabar, relaks, tidak
tergesa-gesa, beri kesempatan pada lansia untuk berpikir,
waspada tanda-tanda keletihan.
59
3) Data Perubahan Fisik, Psikologis Dan Psikososial
a) Perubahan fisik
Pengumpulan data dengan wawancara :
1. Pandangan lanjut usia tentang kesehatan,
2. Kegiatan yang mampu di lakukan lansia,
3. Kebiasaan lanjut usia merawat diri sendiri,
4. Kekuatan fisik lanjut usia: otot, sendi, penglihatan, dan
pendengaran,
5. Kebiasaan makan, minum, istirahat/tidur, BAB/BAK,
6. Kebiasaan gerak badan/olahraga/senam lansia,
7. Perubahan-perubahan fungsi tubuh yang dirasakan sangat
bermakna,
8. Kebiasaan lansia dalam memelihara kesehatan dan
kebiasaan dalam minum obat.

Pengumpulaan data dengan pemeriksaan fisik :


Pemeriksanaan dilakukan dengan cara inspeksi, palpilasi,
perkusi, dan auskultasi untuk mengetahui perubahan sistem
tubuh.
1. Pengkajian sistem persyarafan: kesimetrisan raut wajah,
tingkat kesadaran adanya perubahan-perubahan dari otak,
kebanyakan mempunyai daya ingatan menurun atau
melemah,
2. Mata: pergerakan mata, kejelasan melihat, dan ada tidaknya
katarak. Pupil: kesamaan, dilatasi, ketajaman penglihatan
menurun karena proses pemenuaan,
3. Ketajaman pendengaran: apakah menggunakan alat bantu
dengar, tinnitus, serumen telinga bagian luar, kalau ada
serumen jangan di bersihkan, apakah ada rasa sakit atau
nyeri ditelinga.

60
4. Sistem kardiovaskuler: sirkulasi perifer (warna,
kehangatan), auskultasi denyut nadi apical, periksa adanya
pembengkakan vena jugularis, apakah ada keluhan pusing,
edema.
5. Sistem gastrointestinal: status gizi (pemasukan diet,
anoreksia, mual, muntah, kesulitan mengunyah dan
menelan), keadaan gigi, rahang dan rongga mulut,
auskultasi bising usus, palpasi apakah perut kembung ada
pelebaran kolon, apakah ada konstipasi (sembelit), diare,
dan inkontinensia alvi.
6. Sistem genitourinarius: warna dan bau urine, distensi
kandung kemih, inkontinensia (tidak dapat menahan buang
air kecil), frekuensi, tekanan, desakan, pemasukan dan
pengeluaran cairan. Rasa sakit saat buang air kecil, kurang
minat untuk melaksanakan hubungan seks, adanya
kecacatan sosial yang mengarah ke aktivitas seksual.
7. Sistem kulit/integumen: kulit (temperatur, tingkat
kelembaban), keutuhan luka, luka terbuka, robekan,
perubahan pigmen, adanya jaringan parut, keadaan kuku,
keadaan rambut, apakah ada gangguan-gangguan umum.
8. Sistem muskuloskeletal: kaku sendi, pengecilan otot,
mengecilnya tendon, gerakan sendi yang tidak adekuat,
bergerak dengan atau tanpa bantuan/peralatan, keterbatasan
gerak, kekuatan otot, kemampuan melangkah atau berjalan,
kelumpuhan dan bungkuk.
b) Perubahan psikologis, data yang dikaji
1. Bagaimana sikap lansia terhadap proses penuaan,
2. Apakah dirinya merasa di butuhkan atau tidak,
3. Apakah optimis dalam memandang suatu kehidupan,
4. Bagaimana mengatasi stres yang di alami,
5. Apakah mudah dalam menyesuaikan diri,
61
6. Apakah lansia sering mengalami kegagalan,
7. Apakah harapan pada saat ini dan akan datang,
8. Perlu di kaji juga mengenai fungsi kognitif: daya ingat,
proses pikir, alam perasaan, orientasi, dan kemampuan
dalam menyelesaikan masalah.
c) Perubahan sosial ekonomi, data yang dikaji:
1. Darimana sumber keuangan lansia,
2. Apa saja kesibukan lansia dalam mengisi waktu luang,
3. Dengan siapa dia tinggal,
4. Kegiatan organisasi apa yang diikuti lansia,
5. Bagaimana pandangan lansia terhadap lingkungannya,
6. Seberapa sering lansia berhubungan dengan orang lain di
luar rumah,
7. Siapa saja yang bisa mengunjungi,
8. Seberapa besar ketergantungannya,
9. Apakah dapat menyalurkan hobi atau keinginan dengan
fasilitas yang ada.
d) Perubahan spiritual, data yang di kaji:
1. Apakah secara teratur melakukan ibadah sesuai dengan
keyakinan agamanya,
2. Apakah secara teratur mengikuti atau terlibat aktif dalam
kegiatan keagamaan,
3. misalnya pengajian dan penyantunan anak yatim atau fakir
miskin.
4. Bagaimana cara lansia menyelesaikan masalah apakah
dengan berdoa,
5. Apakah lansia terlihat tabah dan tawakal.

62
4) Pengkajian Khusus Pada Lansia: Pengkajian Status Fungsional,
Pengkajian Status Kognitif
a) Pengkajian Status Fungsional dengan pemeriksaan Index Katz
Tabel 1 : Pemeriksaan kemandirian lansia dengan Index Katz
Skor Kriteria
A Kemandirian dalam hal makan, minum, berpindah, ke kamar
kecil, berpakaian dan mandi

B Kemandirian dalam aktivitas hidup sehari-hari, kecuali satu dari


fungsi
C Kemandirian dalam aktivitas hidup sehari-hari, kecuali mandi
dan satu fungsi tambahan

D Kemandirian dalam aktivitas hidup sehari-hari, kecuali mandi,


berpakaian dan satu fungsi tambahan

E Kemandirian dalam aktivitas hidup sehari-hari, kecuali mandi,


berpakaian, ke kamar kecil dan satu fungsi tambahan

F Kemandirian dalam aktivitas hidup sehari-hari, kecuali


berpakaian, ke kamar kecil, dan satu fungsi tambahan

G Kemandirian dalam aktivitas hidup sehari-hari, kecuali mandi


dan satu fungsi tambahan

Skor Kriteria
Lain- Tergantung pada sedikitnya dua fungsi, tetapi tidak dapat
lain diklasifikasikan sebagai C, D, E atau F

Tabel 1 iIndex Katz di atas untuk mencocokkan kondisi lansia dengan skor
yang diperoleh.

63
b) Pengkajian status kognitif
1) SPMSQ (Short Portable Mental Status Questionaire) adalah
penilaian fungsi intelektual lansia.
Tabel 2. Penilaian SPMSQ
Benar Salah No Pertanyaan
1 Tanggal berapa hari ini ?

2 Hari apa sekarang ?

3 Apa nama tempat ini?

4 Dimana alamat anda?

5 Berapa umur anda ?

6 Kapan anda lahir ? (Minimal tahun)

7 Siapa presiden Indonesia sekarang ?

8 Siapa presiden Indonesia sebelumnya ?

9 Siapa nama Ibu anda?

10 Kurangi 3 dari 20 dan tetap pengurangan 3 dari

setiap angka baru, semua secara menurun.

Total nilai

2) MMSE (Mini Mental State Exam): menguji aspek kognitif


dari fungsi mental, orientasi, registrasi, perhatian dan
kalkulasi, mengingat kembali dan bahasa

64
Tabel 3. Penilaian MMSE
Nilai Pasien Pertanyaan
maksimum
Orientasi
5 Tahun, musim, tanggal, hari, bulan, apa
sekarang? Dimana kita (negara bagian, wilayah,
kota ) di RS mana ? ruang apa

Registrasi
3 Nama 3 obyek (1 detik untuk mengatakan
masing-masing) tanyakan pada lansia ke 3
obyek setelah Anda katakan. Beri point untuk
jawaban benar, ulangi sampai lansia
mempelajari ke 3 nya dan jumlahkan skor yang
telah dicapai

Perhatian dan kalkulasi

5 Pilihlah kata dengan 7 huruf, misal kata


“panduan”, berhenti setelah 5 huruf, beri 1 point
tiap jawaban benar, kemudian dilanjutkan,
apakah lansia masih ingat huruf lanjutannya)

Mengingat

3 Minta untuk mengulangi ke 3 obyek di atas, beri


1 point untuk tiap jawaban benar

Bahasa

9 Nama pensil dan melihat (2 point)

65
b. Konsep Diagnosis Keperawatan Gerontik
Diagnosis Keperawatan merupakan kesimpulan yang ditarik dari data
yang dikumpukan tentang lansia, yang berfungsi sebagai alat untuk
menggambarkan masalah lansia, dan penarikan kesimpulan ini dapat
dibantu oleh perawat. Diagnosis keperawatan adalah tahap kedua dari
proses keperawatan setelah dilakukannya pengakajian keperawatan.
1) Pengertian Diagnosis Keperawatan
Diagnosis keperawatan adalah “ Clinical Judgment” yang
berfokus pada respon manusia terhadap kondisi kesehatan atau
proses kehidupan atau kerentanan (vulnerability) baik pada
individu, keluarga, kelompok atau komunitas (NANDA, 2015-
2017).
Berdasarkan pengertian tersebut, pengertian dari diagnosis
keperawatan gerontik adalah keputusan klinis yang berfokus pada
respon lansia terhadap kondisi kesehatan atau kerentanan tubuhnya
baik lansia sebagai individu, lansia di keluarga maupun lansia
dalam kelompoknya.
a) Diagnosis keperawatan gerontik untuk lansia sebagai individu
1. Katagori aktual, contoh :
a. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan
tubuh,
b. gangguan pola nafas,
c. gangguan pola tidur,
2. Kategori risiko, contoh:
a. Risiko kekurangan volume cairan
b. Risiko terjadinya infeksi
c. Risiko intoleran aktifitas
3. Promosi kesehatan, contoh:
a. Kesiapan meningkatkan nutrisi
b. Kesiapan meningkatkan komunikasi

66
c. Kesiapan meningkatkan pembuatan keputusan
4. Sindrom
a. Sindrom kelelahan lansia
b. Sindrom tidak berguna
b) Diagnosis keperawatan gerontik untuk lansia sebagai anggota
keluarga
1. Kategori actual, contoh:
a. Ketidakefektifan manajemen terapeutik keluarga pada
Bp.P
b. Gangguan proses keluarga Bp. S
2. Kategori risiko, contoh:
a. Risiko terjadinya disfungsi keluarga Bp. S keluarga Bp.
S
b. Risiko penurunan koping keluarga Bp. D
3. Promosi kesehatan, contoh:
a. Kesiapan meningkatkan komunikasi keluarga Bp. S
b. Kesiapan meningkatkan pembuatan keputusan keluarga
Bp. A
c) Diagnosis keperawatan gerontik untuk lansia dalam kelompok
1. Katagori actual, contoh:
Gangguan aktivitas fisik pada kelompok lansia di Panti
Werdha
2. Katagori risiko
Risiko trauma fisik pada lansia pada kelompok lansia di RT
2

67
c. Intervensi Keperawatan Gerontik
Perencanaan Keperawatan Gerontik ini merupakan langkah ketiga
dalam proses keperawatan. Perawat memerlukan berbagai pengetahuan dan
keterampilan diantaranya pengetahuan tentang kekuatan dan kelemahan
klien, nilai dan kepercayaan klien, batasan praktek keperawatan, peran dari
tenaga kesehatan lainnya. Pengetahuan dan keterampilan lain yang harus
dimiliki perawat adalah kemampuan memecahkan masalah, kemampuan
mengambil keputusan, kemampuan menulis tujuan serta memilih dan
membuat strategi keperawatan yang aman dalam memenuhi tujuan,
menulis intruksi keperawatan serta kemampuan dalam melaksanakan kerja
sama dengan perangkat kesehatan lain.
1. Pengertian Intervensi Keperawatan Gerontik
Perencanaan keperawatan gerontik adalah suatu proses
penyusunan berbagai intervensi keperawatan yang berguna untuk
untuk mencegah, menurunkan atau mengurangi masalah-masalah
lansia.
2. Prioritas Masalah Keperawatan
Penentuan prioritas diagnosis ini dilakukan pada tahap
perencanaan setelah tahap diagnosis keperawatan. Dengan
menentukan diagnosis keperawatan, maka perawat dapat
mengetahui diagnosis mana yang akan dilakukan atau diatasi
pertama kali atau yang segera dilakukan.
Terdapat beberapa pendapat untuk menentukan urutan prioritas,
yaitu:
a) Penentuan prioritas berdasarkan tingkat kegawatan
(mengancam jiwa) yang dilatarbelakangi oleh prinsip
pertolongan pertama, dengan membagi beberapa prioritas yaitu
prioritas tinggi, prioritas sedang dan prioritas rendah.
1) Prioritas tinggi:
Prioritas tinggi mencerminkan situasi yang mengancam
kehidupan (nyawa seseorang) sehingga perlu dilakukan
68
terlebih dahulu seperti masalah bersihan jalan napas (jalan
napas yang tidak effektif).
2) Prioritas sedang:
Prioritas ini menggambarkan situasi yang tidak gawat
dan tidak mengancam hidup klien seperti masalah higiene
perseorangan.
3) Prioritas rendah:
Prioritas ini menggambarkan situasi yang tidak
berhubungan langsung dengan prognosis dari suatu penyakit
yang secara spesifik, seperti masalah keuangan atau lainnya.

b) Berdasarkan kebutuhan Maslow


Maslow menentukan prioritas diagnosis yang akan
direncanakan berdasarkan kebutuhan, diantaranya kebutuhan
fisiologis keselamatan dan keamanan, mencintai dan memiliki,
harga diri dan aktualisasi diri. Untuk prioritas diagnosis yang
akan direncanakan, Maslow membagi urutan tersebut
berdasarkan kebutuhan dasar manusia, diantaranya: Maslow
menentukan prioritas diagnosis yang akan direncanakan
berdasarkan kebutuhan, diantaranya kebutuhan fisiologis
keselamatan dan keamanan, mencintai dan memiliki, harga diri
dan aktualisasi diri. Untuk prioritas diagnosis yang akan
direncanakan, Maslow membagi urutan tersebut berdasarkan
kebutuhan dasar manusia, diantaranya:
1) Kebutuhan fisiologis
Meliputi masalah respirasi, sirkulasi, suhu, nutrisi,
nyeri, cairan, perawatan kulit, mobilitas, dan eliminasi.
2) Kebutuhan keamanan dan keselamatan
Meliputi masalah lingkungan, kondisi tempat tinggal,
perlindungan, pakaian, bebas dari infeksi dan rasa takut.
3) Kebutuhan mencintai dan dicintai

69
Meliputi masalah kasih sayang, seksualitas, afiliasi
dalam kelompok antar manusia.
4) Kebutuhan harga diri
Meliputi masalah respect dari keluarga, perasaaan
menghargi diri sendiri.
5) Kebutuhan aktualisasi diri
Meliputi masalah kepuasan terhadap lingkungan.

3. Penentuan Tujuan dan Hasil yang Diharapkan


Tujuan merupakan hasil yang ingin dicapai untuk mengatasi
masalah diagnosis keperawatan, dengan kata lain tujuan merupakan
sinonim kriteria hasil (hasil yang diharapkan) yang mempunyai
komponen sebagai berikut:
S (subyek) P (predikat) K (kriteria) K (kondisi) W (waktu), dengan
penjabaran sebagai berikut:
S : Perilaku lansia yang diamati.
P : Kondisi yang melengkapi lansia.
K: Kata kerja yang dapat diukur atau untuk menentukan tercapainya
tujuan.
K : Sesuatu yang menyebabkan asuhan diberikan.
W : Waktu yang ingin dicapai.
Kriteria hasil (hasil yang diharapkan) merupakan standard
evaluasi yang merupakan gambaran faktor-faktor yang dapat
memberi petunjuk bahwa tujuan telah tercapai. Kriteria hasil ini
digunakan dalam membuat pertimbangan dengan cirri-ciri sebagai
berikut: setiap kriteria hasil berhubungan dengan tujuan yang telah
ditetapkan, hasil yang ditetapkan sebelumnya memungkinkan
dicapai, setiap kriteria hasil adalah pernyataan satu hal yang
spesifik, harus sekongkrit mungkin untuk memudahkan pengukuran,
kriteria cukup besar atau dapat diukur, hasilnya dapat dilihat,

70
didengar dan kriteria menggunakan kata-kata positif bukan
menggunakan kata negatif.

4. Rencana Tindakan
Setelah menetapkan tujuan, kegiatan berikutnya adalah
menyusun rencana tindakan. Berikut ini dijelaskan rencana tindakan
beberapa masalah keperawatan yang lazim terjadi pada lansia.
a) Ganguan pemenuhan nutrisi
Penyebab gangguan nutrisi pada lansia adalah penurunan
alat penciuman dan pengecapan, pengunyahan kurang
sempurna, gigi tidak lengkap, rasa penuh pada perut dan susah
buang air besar, otot-otot lambung dan usus melemah.
Rencana makanan untuk lansia :
1) Berikan makanan sesuai dengan kalori yang dibutuhkan,
2) Banyak minum dan kurangi makanan yang terlalu asin,
3) Berikan makanan yang mengandung serat,
4) Batasi pemberian makanan yang tinggi kalori,
5) Batasi minum kopi dan teh.

b) Gangguan keamanan dan keselamatan lansia :


Penyebab kecelakaan pada lansia
1) Fleksibilitas kaki yang berkurang.
2) Fungsi pengindraan dan pendengaran menurun.
3) Pencahayaan yang berkurang.
4) Lantai licin dan tidak rata
5) Tangga tidak ada pengaman
6) Kursi atau tempat tidur yang mudah bergerak.

Tindakan untuk mencegah:


1) Anjurkan lansia menggunakan alat bantu untuk
meningkatkan keselamatan.
2) Latih lansia untuk pindah dari tempat tidur ke kursi.

71
3) Biasakan menggunakan pengaman tempat tidur jika tidur.
4) Bila mengalami masalah fisik misalnya reumatik, latih
klien untuk menggunakan alat bantu berjalan.
5) Bantu klien kekamar mandi terutama untuk lansia yang
menggunakan obat penenang/deuretik.
6) Anjurkan lansia memakai kaca mata jika berjalan atau
melakukan sesuatu.
7) Usahakan ada yang menemani jika berpergian.
8) Tempatkan lansia diruangan yang mudah dijangkau.
9) Letakkan bel didekat klien dan ajarkan cara
penggunaannya.
10) Gunakan tempat tidur yang tidak terlalu tinggi.
11) Letakkan meja kecil didekat tempat tidur agar lansia
menempatkan alat-alat yang biasa digunakannya.
12) Upayakan lantai bersih, rata dan tidak licin/basah.
13) Pasang pegangan dikamar mandi/WC
14) Hindari lampu yang redup/menyilaukan, sebaiknya
gunakan lampu 70-100 watt.
15) Jika pindah dari ruangan terang ke gelap ajarkan lansia
untuk memejamkan mata sesaat.

c) Gangguan kebersihan diri


Penyebab kurangnya perawatan diri pada lansia adalah :
1) Penurunan daya ingat,
2) Kurangnya motivasi,
3) Kelemahan dan ketidak mampuan fisik.

Rencana tindakan untuk kebersihan diri, antara lain :


1) Bantu lansia untuk melakukan upaya kebersihan diri,
2) Anjurkan lansia untuk menggunakan sabun lunak yang
mengandung minyak atau berikan skin lotion
3) Ingatkan lansia untuk membersihkan telinga dan mata,

72
4) Membantu lansia untuk menggunting kuku.

d) Gangguan istirahat tidur


Rencana tindakannya, antara lain :
1) Sediakan tempat tidur yang nyaman,
2) Mengatur waktu tidur dengan aktivitas sehari-hari,
3) Atur lingkungan dengan ventilasi yang cukup, bebas dari
bau-bauan,
4) Latih lansia dengan latihan fisik ringan untuk
memperlancar sirkulasi darah dan melenturkan otot (dapat
disesuaikan dengan hobi),
5) Berikan minum hangat sebelum tidur, misalnya susu
hangat.

e) Gangguan hubungan interpersonal melalui komunikasi


Rencana tindakan yang dilakukan antara lain :
1) Berkomunikasi dengan lansia dengan kontak mata,
2) Mengingatkan lansia terhadap kegiatan yang akan
dilakukan,
3) Menyediakan waktu berbincang-bincang untuk lansia,
4) Memberikan kesempatan lansia untuk mengekspresikan
atau perawat tanggap terhadap respon verbal lansia,
5) Melibatkan lansia untuk keperluan tertentu sesuai dengan
kemampuan lansia,
6) Menghargai pendapat lansia.

f) Masalah mekanisme pertahanan diri (koping)


Rencana tindakan yang dilakukan :
1) Dorong aktifitas sosial dan komunitas,
2) Dorong lansia untuk mengembangkan hubungan,
3) Dorong lansia berhubungan dengan seseorang yang
memiliki tujuan dan ketertarikan yang sama,

73
4) Dukung lansia untuk menggunakan mekanisme pertahanan
yang sesuai,
5) Kenalkan lansia kepada seseorang yang mempunyai latar
belakang pengalaman yang sama.

g) Masalah cemas
Rencana tindakan yang dilakukan adalah:
1) Bantu lansia mengidentifikasi situasi yang mempercepat
terjadinya cemas,
2) Dampingi lansia untuk meningkatkan kenyamanan diri dan
mengurangi ketakutan,
3) Identifikasi kondisi yang menyebabkan perubahan tingkat
cemas,
4) Latih klien untuk teknik relaksasi.

d. Konsep Pelaksanaan Keperawatan Gerontik


Pelaksanaan tindakan merupakan langkah keempat dalam tahap
proses keperawatan dengan melaksanakan berbagai strategi
keperawatan (tindakan keperawatan), strategi ini terdapat dalam
rencana tindakan keperawatan. Tahap ini perawat harus mengetahui
berbagai hal, diantaranya bahaya-bahaya fisik dan pelindungan pada
lansia, teknik komunikasi, kemampuan dalam prosedur tindakan,
pemahaman tentang hak-hak dari lansia dan memahami tingkat
perkembangan lansia. Pelaksanaan tindakan gerontik diarahkan untuk
mengoptimalkan kondisi lansia agar mampu mandiri dan produktif.
1. Pengertian Tindakan Keperawatan Gerontik
Tindakan keperawatan gerontik adalah realisasi rencana
tindakan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
2. Cara Mempertahankan Kemampuan Aktifitas Sehari-Hari Pada
Lansia

74
Strategi mempertahankan kebutuhan aktifitas pada lansia
meliputi :
a) Exercise/olahraga bagi lansia sebagai individu/ kelompok
Aktifitas fisik adalah gerakan tubuh yang membutuhkan
energi; seperti berjalan, mencuci, menyapu dan sebagainya.
Olah raga adalah aktifitas fisik yang terencana dan terstruktur,
melibatkan gerakan tubuh berulang yang bertujuan untuk
meningkatkan kebugaran jasmani Manfaat olah raga :
1) Meningkatkan kekuatan jantung sehingga sirkulasi darah
meningkat,
2) Menurunkan tekanan darah,
3) Meningkatkan keseimbangan dan koordinasi,
4) Mencegah jatuh & fraktur,
5) Memperkuat sistem imunitas
6) Meningkatkan endorphin zat kimia di otak menurunkan nyeri
sehingga perasaan tenang & semangat hidup meningkat,
7) Mencegah obesitas,
8) Mengurangi kecemasan dan depresi,
9) Kepercayaan diri lebih tinggi,
10) Menurunkan risiko terjadinya penyakit kencing manis,
hipertensi dan jantung,
11) Memfasilitasi pemenuhan kebutuhan tidur,
12) Mengurangi konstipasi,
13) Meningkatkan kekuatan tulang, otot dan fleksibilitas.
b) Terapi aktivitas kelompok
Terapi aktivitas pada lansia sebagai individu/kelompok
dengan indikasi tertentu. penderita bersama-sama dengan
berdiskusi satu sama lain yang dipimpin atau diarahkan oleh
seseorang terapis. Terapi aktivitas kelompok (TAK) merupakan
terapi yang dilakukan atas kelompok
Tujuan dari terapi aktivitas kelompok:
75
1) Mengembangkan stimulasi persepsi,
2) Mengembangkan stimulasi sensoris,
3) Mengembangkan orientasi realitas,
4) Mengembangkan sosialisasi.

Jenis Terapi Aktivitas Kelompok pada Lansia


a) Stimulasi Sensori (Musik)
Musik dapat berfungsi sebagai ungkapan perhatian,
kualitas dari musik yang memiliki andil terhadap fungsi-
fungsi dalam pengungkapan perhatian terletak pada struktur
dan urutan matematis yang dimiliki. Lansia dilatih dengan
mendengarkan musik terutama musik yang disenangi.
b) Stimulasi Persepsi
Klien dilatih mempersepsikan stimulus yang
disediakan atau stimulus yang pernah dialami. Proses ini
diharapkan mengembangkan respon lansia terhadap
berbagai stimulus dalam kehidupan dan menjadi adaptif.
Aktifitas berupa stimulus dan persepsi. Stimulus yang
disediakan: seperti membaca majalah, menonton acara
televisie. Stimulus dari pengalaman masa lalu yang
menghasilkan proses persepsi lansia yang mal adaptif atau
destruktif, misalnya kemarahan dan kebencian.
c) Orientasi Realitas
Lansia diorientasikan pada kenyataan yang ada
disekitar klien, yaitu diri sendiri, orang lain yang ada
disekeliling klien atau orang yang dekat dengan klien, dan
lingkungan yang pernah mempunyai hubungan dengan
klien. Demikian pula dengan orientasi waktu saat ini, waktu
yang lalu, dan rencana ke depan.
Aktifitasnya dapat berupa : orientasi orang, waktu, tempat,
benda yang ada disekitar dan semua kondisi nyata.

76
d) Sosialisasi
Klien dibantu untuk melakukan sosialisasi dengan
individu yang ada disekitar klien. Sosialisasi dapat pula
dilakukan secara bertahap dari interpersonal (satu per satu),
kelompok, dan massa. Aktifitas dapat berupa latihan
sosialisasi dalam kelompok.

Tahap terapi aktivitas kelompok


1) Prekelompok
Dimulai dengan membuat tujuan, merencanakan,
siapa yang menjadi pemimpin, anggota, dimana, kapan
kegiatan kelompok tersebut dilaksanakan, proses evaluasi
pada anggota dan kelompok, menjelaskan sumber-sumber
yang diperlukan kelompok (biaya dan keuangan jika
memungkinkan, proyektor dan lain-lain).
2) Fase awal
Pada fase ini terdapat 3 kemungkinan tahapan yang
terjadi, yaitu orientasi, konflik atau kebersamaan.
3) Orientasi.
4) Anggota mulai mengembangkan system sosial masing –
masing, dan leader mulai menunjukkan rencana terapi dan
mengambil kontak dengan anggota.
5) Konflik
Merupakan masa sulit dalam proses kelompok,
anggota mulai memikirkan siapa yang berkuasa dalam
kelompok, bagaimana peran anggota, tugasnya dan saling
ketergantungan yang akan terjadi.
6) Fase Kerja
Pada tahap ini kelompok sudah menjadi tim. Perasaan
positif dan nengatif dikoreksi dengan hubungan saling
percaya yang telah dibina, bekerjasama untuk mencapai
77
tujuan yang telah disepakati, kecemasan menurun,
kelompok lebih stabil dan realistik, mengeksplorasikan
lebih jauh sesuai dengan tujuan dan tugas kelompok, dan
penyelesaian masalah yang kreatif.
7) Fase Terminasi
Ada dua jenis terminasi (akhir dan sementara).
Anggota kelompok mungkin mengalami terminasi
premature, tidak sukses atau sukses.

3. Latihan Kognitif
a. Latihan kemampuan sosial meliputi; melontarkan pertanyaan,
memberikan salam, berbicara dengan suara jelas, menghindari
kiritik diri atau orang lain
b. Aversion therapy: terapi ini menolong menurunkan frekuensi
perilaku yang tidak diinginkan tetapi terus dilakukan. Terapi
ini memberikan stimulasi yang membuat cemas atau penolakan
pada saat tingkah laku maladaptif dilakukan klien.
c. Contingency therapy: Meliputi kontrak formal antara klien dan
terapis tentang definisi perilaku yang akan dirubah atau
konsekuensi terhadap perilaku jika dilakukan. Meliputi
konsekuensi positif untuk perilaku yang diinginkan dan
konsekuensi negatif untuk perilaku yang tidak diinginkan.

e. Evaluasi Keperawatan Gerontik


Tahap penilaian atau evaluasi adalah tahap akhir dari proses
keperawatan gerontik. Penilaian yang dilakukan dengan membandingkan
kondisi lansia dengan tujuan yang ditetapkan pada rencana. Evaluasi
dilaksanakan berkesinambungan dengan melibatkan lansia dan tenaga
kesehatan lainnya.
1. Definisi Evaluasi Keperawatan Gerontik

78
Menurut Craven dan Hirnle (2000) evaluasi didefinisikan
sebagai keputusan dari efektifitas asuhan keperawatan antara dasar
tujuan keperawatan yang telah ditetapkan dengan respon perilaku
lansia yang tampilkan.
Penilaian dalam keperawatan merupakan kegiatan dalam
melaksanakan rencana tindakan yang telah ditentukan, kegiatan ini
untuk mengetahui pemenuhan kebutuhan klien secara optimal dan
mengukur hasil dari proses keperawatan.
Penilaian keperawatan adalah mengukur keberhasilan dari
rencana, dan pelaksanaan tindakan keperawatan dilakukan untuk
memenuhi kebutuhan lansia. Beberapa kegiatan yang harus diikuti
oleh perawat, antara lain:
a) Mengkaji ulang tujuan klien dan kriteria hasil yang telah
ditetapkan,
b) Mengumpulkan data yang berhubungan dengan hasil yang
diharapkan,
c) Mengukur pencapaian tujuan,
d) Mencatat keputusan atau hasil pengukuran pencapaian tujuan,
e) Melakukan revisi atau modifikasi terhadap rencana
keperawatan bila perlu.

2. Manfaat Evaluasi dalam Keperawatan


a) Menentukan perkembangan kesehatan klien,
b) Menilai efektifitas, efisiensi dan produktifitas asuhan
keperawatan yang diberikan,
c) Menilai pelaksanaan asuhan keperawatan,
d) Sebagai umpan balik untuk memperbaiki atau menyusun siklus
baru dalam proses keperawatan,
e) Menunjang tanggung gugat dan tanggung jawab dalam
pelaksanaan keperawatan.

79
Jenis Evaluasi menurut Ziegler, Voughan – Wrobel, & Erlen
(1986, dalam Craven & Hirnle, 2003), terbagi menjadi tiga jenis,
yaitu:
a) Evaluasi struktur
Evaluasi struktur difokuskan pada kelengkapan tata cara
atau keadaan sekeliling tempat pelayanan keperawatan
diberikan. Aspek lingkungan secara langsung atau tidak
langsung mempengaruhi dalam pemberian pelayanan.
Persediaan perlengkapan, fasilitas fisik, rasio perawat-klien,
dukungan administrasi, pemeliharaan dan pengembangan
kompetensi staf keperawatan dalam area yang diinginkan.
1) Evaluasi proses
Evaluasi proses berfokus pada penampilan kerja
perawat, dan apakah perawat dalam memberikan
pelayanan keperawatan merasa cocok, tanpa tekanan, dan
sesuai wewenang. Area yang menjadi perhatian pada
evaluasi proses mencakup jenis informasi yang didapat
pada saat wawancara dan pemeriksaan fisik, validasi dari
perumusan diagnosa keperawatan, dan kemampuan
tehnikal perawat.
2) Evaluasi hasil
Evaluasi hasil berfokus pada respons dan fungsi klien.
Respons perilaku lansia merupakan pengaruh dari
intervensi keperawatan dan akan terlihat pada pencapaian
tujuan dan kriteria hasil. Evaluasi formatif dilakukan
sesaat setelah perawat melakukan tindakan pada lansia.
Evaluasi hasil/sumatif: menilai hasil asuhan keperawatan
yang diperlihatkan dengan perubahan tingkah laku lansia
setelah semua tindakan keperawatan dilakukan. Evaluasi
ini dilaksanakan pada akhir tindakan keperawatan secara
paripurna.
80
Hasil evaluasi yang menentukan apakah masalah
teratasi, teratasi sebagian, atau tidak teratasi, adalah dengan
cara membandingkan antara SOAP (Subjecti-Objective-
Assesement-Planning) dengan tujuan dan kriteria hasil yang
telah ditetapkan.
- S (Subjective) adalah informasi berupa ungkapan yang
didapat dari lansia setelah tindakan diberikan.
- O (Objective) adalah informasi yang didapat berupa
hasil pengamatan, penilaian, pengukuran yang
dilakukan oleh perawat setelah tindakan dilakukan.
- A (Assessment) adalah membandingkan antara
informasi subjective dan objective dengan tujuan dan
kriteria hasil, kemudian diambil kesimpulan bahwa
masalah teratasi, teratasi sebagian, atau tidak teratasi.
- P (Planning) adalah rencana keperawatan lanjutan yang
akan dilakukan berdasarkan hasil analisis.

81
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Lansia adalah keadaan yang ditandai oleh kegagalan seseorang untuk
mempertahanan keseimbangan terhadap kondisi stress fisiologis. Kegagalan
ini berkaitan dengan penurunan daya kemampuan untuk hidup serta
peningkatan kepekaan secara individual.
Geriatric adalah suatu cabang ilmu mempelajari tentang tentang
penyakit atau kecacatan yang terjadi pada lanjut usia.
Gerontology adalah cabang ilmu yang mempelajari proses menua dan
masalah masalah yang mungkin terjadi pada lanjut usia (Reny, 2014)
Dan keperawatan gerontik adalah suatu bentuk pelayan profesional yang
berbentuk bio-psiko-sosial-cultural dan spiritual yang komperehensif,
ditunjukan pada klien lanjut usia baik sehat maupun sakit pada tingkat
individu, keluarga, kelompok atau masyarakat. (Reny, 2014)

3.2 Saran
Semoga makalah sederhana ini dapat menjadi ilmu yang bermanfaat
bagi pembaca. Makalah ini diharapkan dapat menjadi acuan bagi pembaca
terutama Mahasiswa keperawatan untuk memahami Konsep Keperawatan
Gerontik..

82
DAFTAR PUSTAKA

Ayu A. D. & Warsito B. E (2012). Pemberian Intervensi Senam Lansia Pada


Lansia Dengan Nyeri Lutut. Jurnal Nursing Studies, Volume 1(1), 60 – 65

Basford & Slevin (2006). Teori dan Praktek Keperawatan: Pendekatan


Integral Pada Asuhan Keperawatan Pasien. Jakarta: EGC

Dwiyani, K. & Fitria H. (2012). Pemenuhan Kebutuhan Dasar Manusia Pada


Lansia Demensia Oleh Keluarga . Jurnal Nursing Studies, Vol.1(1), 175 –
182

Ernestine A. P. & Rizky A. (Tanpa tahun). Drug Utilization Research Pada


Wanita Hamil, Pediatri, Dan Geriatri. Jurnal Farmaka Suplemen vol. 15
(1), 115

Fatimah, (2010). Merawat Manusia Lanjut Usia. Jakarta : CV TIM


Mundakir, (2016). Komunikasi Pelayanan Kesehatan. Yogyakarta: Indomedia
Pustaka

Muhith. Abdul & Sandu Siyoto, (2016). Pendidikan Keperawatan Gerontik.


Yogyakarta: CV Andi Offset

Reni, Y. A., (2014). Buku Ajar asuhan keperawatan gerontik. Jakarta : EGC

Sariyani M.D., Ariyanti, K.S., & Utami, L.N. (2019). Metode Terapi Non Farmakologi
Berbasis Kearifan Lokal Yang Diharapkan Oleh Lansia Untuk Mengontrol
Tekanan Darah Di Batubulan, Gianyar, Bali. Jurnal Kesehatan Terpadu 3(1) : 1
–3

Saryono & M, Badrushshalih (2010). Andropause (Menopause Pada Laki-Laki)


Plus Penyakit Pada Lansia. Yogyakarta: Nuha Medika

Sri, Pudjiastuti (2003). Fisioterapi Pada Lansia, Jakarta : EGC

83
Sunaryadi, Tejawinata (2013). The Need For Geriatric Palliative Care In
Indonesia. Jurnal Widya Medika Surabaya Vol.1(2), 151-156

Triyadini,. Asrin & Upoyo, Arif Setyo (2010) Efektifitas Terapi Massage
Dengan Terapi Mandi Air Hangat Terhadap Penurunan Insomnia Lansia.
Jurnal Keperawatan Soedirman (The Soedirman Journal of Nursing), Vol.
5 (3), 174-181

Wahdini, Sri. (2014). Peran Akupuntur Dalam Penatalaksanaan Pasien Geriatri.


E-Jurnal Kedokteran Indonesia, vol. 2 (2), 133-138

Kholifah & Muti, (2016). Modul Bahan Ajar Cetak Keperawatan. Keperawatan
Gerontik. Jakarta : Tim P2M2

84
Lampiran

85
86
87
88
89
90
91

Anda mungkin juga menyukai