Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kata autis berasal dari bahasa Yunani "auto" berarti sendiri yang ditujukan pada
seseorang yang menunjukkan gejala "hidup dalam dunianya sendiri". Pada umumnya
penyandang autisma mengacuhkan suara, penglihatan ataupun kejadian yang melibatkan
mereka. Jika ada reaksi biasanya reaksi ini tidak sesuai dengan situasi atau malahan tidak ada
reaksi sama sekali. Mereka menghindari atau tidak berespon terhadap kontak sosial
(pandangan mata, sentuhan kasih sayang, bermain dengan anak lain dan sebagainya).
Pemakaian istilah autis kepada penyandang diperkenalkan pertama kali oleh Leo
Kanner, seorang psikiater dari Harvard (Kanner, Austistic Disturbance of Affective Contact)
pada tahun 1943 berdasarkan pengamatan terhadap 11 penyandang yang menunjukkan gejala
kesulitan berhubungan dengan orang lain, mengisolasi diri, perilaku yang tidak biasa dan cara
berkomunikasi yang aneh.
Autis dapat terjadi pada semua kelompok masyarakat kaya miskin, di desa dikota,
berpendidikan maupun tidak serta pada semua kelompok etnis dan budaya di dunia.
Sekalipun demikian anak-anak di negara maju pada umumnya memiliki kesempatan
terdiagnosis lebih awal sehingga memungkinkan tatalaksana yang lebih dini dengan hasil
yang lebih baik.
Jumlah anak yang terkena autis makin bertambah. Di Kanada dan Jepang pertambahan
ini mencapai 40% sejak 1980. Di California sendiri pada tahun 2002 disimpulkan terdapat 9
kasus autis per-harinya. Dengan adanya metode diagnosis yang kian berkembang hampir
dipastikan jumlah anak yang ditemukan terkena Autisme akan semakin besar. Jumlah
tersebut di atas sangat mengkhawatirkan mengingat sampai saat ini penyebab autisme masih
misterius dan menjadi bahan perdebatan diantara para ahli dan dokter di dunia. Di Amerika
Serikat disebutkan autis terjadi pada 60.000 - 15.000 anak dibawah 15 tahun. Kepustakaan
lain menyebutkan prevalens autisme 10-20 kasus dalam 10.000 orang, bahkan ada yang
mengatakan 1 diantara 1000 anak. Di Inggris pada awal tahun 2002 bahkan dilaporkan angka
kejadian autisma meningkat sangat pesat, dicurigai 1 diantara 10 anak menderita autis.
Perbandingan antara laki dan perempuan adalah 2,6 - 4 : 1, namun anak perempuan yang
terkena akan menunjukkan gejala yang lebih berat. Di Indonesia yang berpenduduk 200 juta,
hingga saat ini belum diketahui berapa persisnya jumlah penyandang namun diperkirakan
jumlah anak austime dapat mencapai 150 - 200 ribu orang.
Berdasarkan hal diatas, maka kami sebagai penulis tertarik untuk lebih memahami
konsep anak dengan autisme, dimana konsep ini saling terkait satu sama lain. Semoga Askep
ini dapat membantu para orang tua, masyarakat umum dan khusnya kami (mahasiswa
keperawatan) dalam memahami anak dengan autisme, sehingga kami harapkan kedua anak
dengan kondisi ini dapat diperlakukan dengan baik.

B. Tujuan
a. Tujuan umum
Agar mahasiswa dapat mengetahui Asuhan Keperawatan pada anak dengan autism.
b. Tujuan Khusus
a) Mahasiswa memahami pengertian Autisme.
b) Mahasiswa memahami etiologi dan manifestasi klinik autisme
c) Mahasiswa memahami cara mengetahui autis pada anak.
d) Mahasiswa mampu melakukan asuhan keperawatan anak
dengan autism.

C. Ruang Lingkup
Batasan masalah yang akan dibahas dalam masalah ini adalah kelainan perkembangan
perpasif pada anak dengan autisme.
BAB II
TINJAUAN TEORITIS

A. Defenisi
Autisme masa kanak-kanak dini adalah penarikan diri dan kehilangan kontak dengan
realitas atau orang lain. Pada bayi tidak terlihat tanda dan gejala. (Sacharin, R, M, 1996 : 305)
Autisme Infantil adalah Gangguan kualitatif pada komunikasi verbal dan non verbal,
aktifitas imajinatif dan interaksi sosial timbal balik yang terjadi sebelum usia 30
bulan.(Behrman, 1999: 120)
Autisme menurut Rutter 1970 adalah Gangguan yang melibatkan kegagalan untuk
mengembangkan hubungan antar pribadi (umur 30 bulan), hambatan dalam pembicaraan,
perkembangan bahasa, fenomena ritualistik dan konvulsif.(Sacharin, R, M, 1996: 305)
Autisme pada anak merupakan gangguan perkembangan pervasif (DSM IV, sadock dan
sadock 2000)
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa autisme adalah gangguan
perkembangan pervasif, atau kualitatif pada komunikasi verbal dan non verbal, aktivitas
imajinatif dan interaksi sosial timbal balik berupa kegagalan mengembangkan hubungan
antar pribadi (umur 30 bulan),hambatan dalam pembicaraan, perkembangan bahasa,
fenomena ritualistik dan konvulsif serta penarikan diri dan kehilangan kontak dengan realitas.

B. EPIDEMIOLOGI
Prevalensi 3-4 per 1000 anak. Perbandingan laki-laki dari wanita 3-4:1. Penyakit
sistemik, infeksi dan neurologi (kejang) dapat menunjukan gejala seperti austik.

C. ETIOLOGI
a. Genetik (80% untuk kembar monozigot dan 20% untuk kembar dizigot) terutama pada
keluarga anak austik (abnormalitas kognitif dan kemampuan bicara).
b. Kelainan kromosim (sindrom x yang mudah pecah atau fragil).
c. Neurokimia (katekolamin, serotonin, dopamin belum pasti).
d. Cidera otak, kerentanan utama, aphasia, defisit pengaktif retikulum, keadaan tidak
menguntungkan antara faktor psikogenik dan perkembangan syaraf, perubahan struktur
serebellum, lesi hipokompus otak depan.
e. Penyakit otak organik dengan adanya gangguan komunikasi dan gangguan sensori serta
kejang epilepsi
f. Lingkungan terutama sikap orang tua, dan kepribadian anak
Gambaran Autisme pada masa perkembangan anak dipengaruhi oleh
Pada masa bayi terdapat kegagalan mengemong atau menghibur anak, anak tidak berespon
saat diangkat dan tampak lemah. Tidak adanya kontak mata, memberikan kesan jauh atau
tidak mengenal. Bayi yang lebih tua memperlihatkan rasa ingin tahu atau minat pada
lingkungan, bermainan cenderung tanpa imajinasi dan komunikasi pra verbal kemungkinan
terganggu dan tampak berteriak-teriak. Pada masa anak-anak dan remaja, anak yang autis
memperlihatkan respon yang abnormal terhadap suara anak takut pada suara tertentu, dan
tercengggang pada suara lainnya. Bicara dapat terganggu dan dapat mengalami kebisuan.
Mereka yang mampu berbicara memperlihatkan kelainan ekolialia dan konstruksi
telegramatik. Dengan bertumbuhnya anak pada waktu berbicara cenderung menonjolkan diri
dengan kelainan intonasi dan penentuan waktu. Ditemukan kelainan persepsi visual dan fokus
konsentrasi pada bagian prifer (rincian suatu lukisan secara sebagian bukan menyeluruh).
Tertarik tekstur dan dapat menggunakan secara luas panca indera penciuman, kecap dan raba
ketika mengeksplorais lingkungannya. Pada usia dini mempunyai pergerakan khusus yang
dapt menyita perhatiannya (berlonjak, memutar, tepuk tangan, menggerakan jari tangan).
Kegiatan ini ritual dan menetap pada keaadan yang menyenangkan atau stres. Kelainann lain
adalh destruktif , marah berlebihan dan akurangnya istirahat.
Pada masa remaja perilaku tidak sesuai dan tanpa inhibisi, anak austik dapat menyelidiki
kontak seksual pada orang asing.

D. CARA MENGETAHUI AUTISME PADA ANAK

Anak mengalami autisme dapat dilihat dengan:


a. Orang tua harus mengetahui tahap-tahap perkembangan normal.
b. Orang tua harus mengetahui tanda-tanda autisme pada anak.
c. Observasi orang tua, pengasuh, guru tentang perilaku anak dirumah, diteka, saat
bermain, pada saat berinteraksi sosial dalam kondisi normal.

Tanda autis berbeda pada setiap interval umumnya.


a. Pada usia 6 bulan sampai 2 tahun anak tidak mau dipeluk atau menjadi tegang bila
diangkat ,cuek menghadapi orangtuanya, tidak bersemangat dalam permainan sederhana
(ciluk baa atau kiss bye), anak tidak berupaya menggunakan kat-kata. Orang tua perlu
waspada bila anak tidak tertarik pada boneka atau binatan gmainan untuk bayi, menolak
makanan keras atau tidak mau mengunyah, apabila anak terlihat tertarik pada kedua
tangannya sendiri.
b. Pada usia 2-3 tahun dengan gejal suka mencium atau menjilati benda-benda, disertai
kontak mata yang terbatas, menganggap orang lain sebagai benda atau alat, menolak untuk
dipeluk, menjadi tegang atau sebaliknya tubuh menjadi lemas, serta relatif cuek menghadapi
kedua orang tuanya.
c. Pada usia 4-5 tahun ditandai dengan keluhan orang tua bahwa anak merasa sangat
terganggu bila terjadi rutin pada kegiatan sehari-hari. Bila anak akhirnya mau berbicara, tidak
jarang bersifat ecolalia (mengulang-ulang apa yang diucapkan orang lain segera atau setelah
beberapa lama), dan anak tidak jarang menunjukkan nada suara yang aneh, (biasanya bernada
tinggi dan monoton), kontak mata terbatas (walaupun dapat diperbaiki), tantrum dan agresi
berkelanjutan tetapi bisa juga berkurang, melukai dan merangsang diri sendiri.

E. MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinis yang ditemuai pada penderita Autisme :
a. Penarikan diri, Kemampuan komunukasi verbal (berbicara) dan non verbal yang tidak
atau kurang berkembang mereka tidak tuli karena dapat menirukan lagu-lagu dan istilah yang
didengarnya, serta kurangnya sosialisasi mempersulit estimasi potensi intelektual kelainan
pola bicara, gangguan kemampuan mempertahankan percakapan, permainan sosial abnormal,
tidak adanya empati dan ketidakmampuan berteman. Dalam tes non verbal yang memiliki
kemampuan bicara cukup bagus namun masih dipengaruhi, dapat memperagakan kapasitas
intelektual yang memadai. Anak austik mungkin terisolasi, berbakat luar biasa, analog
dengan bakat orang dewasa terpelajar yang idiot dan menghabiskan waktu untuk bermain
sendiri.
b. Gerakan tubuh stereotipik, kebutuhan kesamaan yang mencolok, minat yang sempit,
keasyikan dengan bagian-bagian tubuh.
c. Anak biasa duduk pada waktu lama sibuk pada tangannya, menatap pada objek.
Kesibukannya dengan objek berlanjut dan mencolok saat dewasa dimana anak tercenggang
dengan objek mekanik.
d. Perilaku ritualistik dan konvulsif tercermin pada kebutuhan anak untuk memelihara
lingkungan yang tetap (tidak menyukai perubahan), anak menjadi terikat dan tidak bisa
dipisahkan dari suatu objek, dan dapat diramalkan .
e. Ledakan marah menyertai gangguan secara rutin.
f. Kontak mata minimal atau tidak ada.
g. Pengamatan visual terhadap gerakan jari dan tangan, pengunyahan benda, dan
menggosok permukaan menunjukkan penguatan kesadaran dan sensitivitas terhadap
rangsangan, sedangkan hilangnya respon terhadap nyeri dan kurangnya respon terkejut
terhadap suara keras yang mendadak menunjukan menurunnya sensitivitas pada rangsangan
lain.
h. Keterbatasan kognitif, pada tipe defisit pemrosesan kognitif tampak pada emosional
i. Menunjukan echolalia (mengulangi suatu ungkapan atau kata secara tepat) saat
berbicara, pembalikan kata ganti pronomial, berpuisi yang tidak berujung pangkal, bentuk
bahasa aneh lainnya berbentuk menonjol. Anak umumnya mampu untuk berbicara pada
sekitar umur yang biasa, kehilangan kecakapan pada umur 2 tahun.
j. Intelegensi dengan uji psikologi konvensional termasuk dalam retardasi secara
fungsional.
k. Sikap dan gerakan yang tidak biasa seperti mengepakan tangan dan mengedipkan mata,
wajah yang menyeringai, melompat, berjalan berjalan berjingkat-jingkat.

Ciri yang khas pada anak yang austik :


a. Defisit keteraturan verbal.
b. Abstraksi, memori rutin dan pertukaran verbal timbal balik.
c. Kekurangan teori berfikir (defisit pemahaman yang dirasakan atau dipikirkan orang
lain).
Menurut Baron dan kohen 1994 ciri utama anak autisme adalah:
a. Interaksi sosial dan perkembangan sossial yang abnormal.
b. Tidak terjadi perkembangan komunikasi yang normal.
c. Minat serta perilakunya terbatas, terpaku, diulang-ulang, tidak fleksibel dan tidak
imajinatif.
Ketiga-tiganya muncul bersama sebelum usia 3 tahun.

F. PENGOBATAN
Orang tua perlu menyesuaikan diri dengan keadaan anaknya, orang tua harus
memeberikan perawatan kepada anak temasuk perawat atau staf residen lainnya. Orang tua
sadar adanaya scottish sosiety for autistik children dan natinal sosiety for austik children yang
dapat membantu dan dapat memmberikan pelayanan pada anak autis. Anak autis memerlukan
penanganan multi disiplin yaitu terapi edukasi, terapi perilaku, terapi bicara, terapi okupasi,
sensori integasi, auditori integration training (AIT),terapi keluarga dan obat, sehingga
memerlukan kerja sama yang baik antara orang tua , keluarga dan dokter.
Pendekatan terapeutik dapat dilakukan untuk menangani anak austik tapi
keberhasilannya terbatas, pada terapi perilaku dengan pemanfaatan keadaan yang terjadi
dapat meningkatkan kemahiran berbicara. Perilaku destruktif dan agresif dapat diubah
dengan menagement perilaku.
Latihan dan pendidikan dengan menggunakan pendidikan (operant konditioning yaitu
dukungan positif (hadiah) dan hukuman (dukungan negatif). Merupakan metode untuk
mengatasi cacat, mengembangkan ketrampilan sosial dan ketrampilan praktis. Kesabaran
diperlukan karena kemajuan pada anak autis lambat.
Neuroleptik dapat digunakan untuk menangani perilaku mencelakkan diri sendiri yang
mengarah pada agresif, stereotipik dan menarik diri dari pergaulan sosial.
Antagonis opiat dapat mengatasi perilaku, penarikan diri dan stereotipik, selain itu
terapi kemampuan bicara dan model penanganan harian dengan menggunakan permainan
latihan antar perorangan terstruktur dapt digunakan.
Masalah perilaku yang biasa seperti bising, gelisah atau melukai diri sendiri dapat diatasi
dengan obat klorpromasin atau tioridasin.
Keadaan tidak dapat tidur dapat memberikan responsedatif seperti kloralhidrat,
konvulsi dikendalikan dengan obat anti konvulsan. Hiperkinesis yang jika menetap dan berat
dapat ditanggulangi dengan diit bebas aditif atau pengawet.

Ada pun Macam-macam terapi autis lainnya diantaranya:


Terapi akupunktur. Metode tusuk jarum ini diharapkan bisa menstimulasi sistem saraf
pada otak hingga dapat bekerja kembali.
Terapi musik. Lewat terapi ini, musik diharapkan memberikan getaran gelombang yang
akan berpengaruh terhadap permukaan membran otak. Secara tak langsung, itu akan turut
memperbaiki kondisi fisiologis. Harapannya, fungsi indera pendengaran menjadi hidup
sekaligus merangsang kemampuan berbicara.
Terapi balur. Banyak yang yakin autisme disebabkan oleh tingginya zat merkuri pada
tubuh penderita. Nah, terapi balur ini bertujuan mengurangi kadar merkuri dalam tubuh
penyandang autis. Caranya, menggunakan cuka aren campur bawang yang dilulurkan lewat
kulit. Tujuannya melakukan detoksifikasi gas merkuri.
Terapi perilaku. Tujuannya, agar sang anak memfokuskan perhatian dan bersosialisasi
dengan lingkungannya. Caranya dengan membuat si anak melakukan berbagai kegiatan
seperti mengambil benda yang ada di sekitarnya.
Terapi anggota keluarga. Orangtua harus mendampingi dan memberi perhatian penuh
pada sang anak hingga terbentuk ikatan emosional yang kuat. Umumnya, terapi ini
merupakan terapi pendukung yang wajib dilakukan untuk semua jenis terapi lain
Dan terakhir, adalah terapi lumba-lumba. Telah diketahui oleh dunia medis bahwa di
tubuh lumba-lumba teerkandung potensi yang bisa menyelaraskan kerja saraf motorik dan
sensorik pendeerita autis. Sebab lumba-lumba mempunyai gelomba sonar (gelombang suara
dengan frewkuensi tertentu) yang dapat merangsang otak manusia untuk memproduksi energi
yang ada dalam tulang tengkorak, dada, dan tulang belakang pasien sehingga dapat
membentuk keseimbangan antara otak kanan dan kiri. Selain itu, gelombang suara dari
lumba-lumba juga dapat meningkatkan neurotransmitter.
Terapi anak autis dengan lumba-lumba sudah terbukti 4 kali lebih efektif dan lebih cepat
dibanding terpi lainnya. Gelombang suara yang dipancarkan lumba-lumba ternyata
berpengaruh pada perkembangan otak anak autis.
Bedasarkan keberhasilan terapi gelombang lumba-lumba, maka CD Terapi Anak Autis ini
diciptakan. Gelombang Sonar yang dihasilkan oleh lumba-lumba bisa direkam, dan ditiru
pola gelombangnya untuk diproduksi secara digital. Produk CD ini adalah hasil karya digita
yang "meniru" pola gelombang suara lumba-lumba untuk penyembuhan.
Terapi Gelombang Otak untuk Autis ini menggunakan Frekwensi Gelombang SMR atau
Sensori Motor Rhytm. Penderita epilepsy, ADHD ( Attention Deficit and Hyperactivity
Disorder) dan Autism ternyata tidak menghasilkan gelombang jenis ini. Para penderita
gangguan di atas tidak tidak mampu berkonsentrasi atau fokus pada suatu hal yang dianggap
penting. Sehingga setiap pengobatan yang tepat adalah cara agar otaknya bisa menghasilkan
getaran SMR tersebut.
Kami, sebagai pemilik gelombangotak.com, bukanlah seorang ahli dalam pengobatan anak
autis. kami bukan dokter atau psikolog. Namun kami tahu, CD Terapi Anak Autis sudah
membantu banyak orang. Puluhan orang tua yang sudah membeli CD ini mengabarkan
perkembangan motorik dan kognitif anak autis mereka lebih cepat dan lebih baik dibanding
sebelum menggunakan CD Terapi Anak Autis ini.
Kami tidak menjamin CD Terapi Anak Autis yang harganya sangat terjangkau ini bisa
membuat anak autis sembuh/normal 100%, tapi mendengar penuturan para pembeli CD
Terapi Anak Autis ini, kami sangat yakin bahwa CD ini akan sangat membantu kemajuan
anak autis. Oya... perlu anda ingat, CD Terapi Anak Autis bukanlah pengobatan utama,
melainkan hanya sebagai terapi pelengkap untuk anak autis. Tetaplah berkunjung ke dokter
atau ahli lainnya untuk memeriksakan anak anda tercinta.
Banyak anak autis yang tidak mendapat kesempatan menikmati terapi lumba-lumba.
Mungkin karena masalah biaya atau memang karena di kota tempat anda tinggal tidak ada
tempat terapi lumba-lumba. Namun dengan CD Audio Branwave Terapi Anak Autis yang
meniru pola gelombang lumba-lumba, masalah biaya dan kelangkaan terapi lumba-lumba
sudah bisa diatasi.

CARA MENGGUNAKANNYA sangat mudah..! Anda putar saja CD Terapi Anak


Autis ini di ruangan atau tempat bermain anak anda. Boleh juga diputar di kamar tidur, saat
anak anda sedang tidur. Anda tida perlu memaksa anak Anda untuk konsentrasi
mendengarkannya. Putar saja CD ini seperti memutar musik. Meskipun anak tidak
mendengarkan, otak anak tetap merespon rangsangan gelombang suara frekuensi tertentu
yang keluar dari speaker. CD ini bisa diputar dengan semua perangkat elektronik yang bisa
memutar mp3. Gunakan speaker stereo untuk hasil tebaik. CD Audio Brainwave Terapi Anak
Autis ini sangat aman digunakan oleh siapapun, semudah mendengarkan musik.

Dapat disimpulkan bahwa terapi pada autisme dengan mendeteksi dini dan tepat waktu serta
program terapi yang menyeluruh dan terpadu.
Penatalaksanaan anak pada autisme bertujuan untuk:
a. Mengurangi masalah perilaku.
b. Meningkatkan kemampuan belajar dan perkembangan terutama bahasa.
c. Anak bisa mandiri.
d. Anak bisa bersosialisasi.

G. PROGNOSIS
Anak terutama yang mengalami bicara, dapat tumbuh pada kehidupan marjinal, dapat
berdiri sendiri, sekalipun terisolasi, hidup dalam masyarakat, namun pada beberapa anak
penempatan lama pada institusi mrp hasil akhir. Prognosis yang lebih baik adalah tingakt
intelegensi lebih tinggi, kemampuan berbicara fungsional, kurangnya gejala dan perilaku
aneh. Gejala akan berubah dengan pertumbuhan menjadi tua. kejang-kejang dan kecelakaan
diri sendiri semakin terlihat pada perkembangan usia.

ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
a. Factor predisposisi
b. Psikososial
c. Konsep diri
d. Staus mental
e. Mekanisme koping

B. Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul


1. Ketidakmampuan Koping Individu
2. Harga Diri Rendah
3. Kecemasan pada orangtua
4. Kurangnya pengetahuan
Diagnosa Keperawatan :
1. Ketidakmampuan koping individu berhubungan dengan tidak adekuat keterampilan
pemecahan masalah.
Domain 9 : Koping/Toleransi terhadap stress
Daya tampung terhadap peristiwa atau proses kehidupan
Kelas 2 : Respon Koping
Proses dalam mengelolah stress lingkungan
Pengertian : ketidakmampuan untuk membentuk penilaian yang benar dari stressor,
pemilihan respon tidak adekuat, dan atau ketidakmampuan dalam menggunakan sumber-
sumber yang tersedia.

Sign Symptom :
Gangguan tidur
Penurunan dukungan social
Pemecahan masalah tak adekuat
Perubahan pola komunikasi
2. Harga diri rendah berhubungan dengan respon negatif teman sebaya, kesulitan dalam
berkomunikasi.
Domain 6 : Persepsi Diri
Kesadaran terhadap diri
Kelas 2 : harga diri
Penilaian terhadap diri sendiri dalam kemampuan diri, kejelekan diri,kepentingan dan
kesuksesan
Pengertian : Keadaan yang lama mengenai evaluasi diri atau perasaan mengenai diri atau
kemampuan diri yang negative.
Sign Symptom :
Mengevaluasi diri tidak mampu menangani situasi baru.
Kurang kontak mata
Mencari ketenangan berlebihan

3. Kecemasan pada orang tua behubungan dengan perkembangan anak.


Domain 9 : Koping / Toleransi terhadap stress
Daya tampung terhadap peristiwa atau proses kehidupan.
Kelas 2 : respon koping
Proses dalam mengelola stress lingkungan.
Pengertian : Perasaan tidak nyaman atau ketakutan yang tidak jelas dan gelisah disertai
dengan respon otonom (sumber terkadang tidak spesifik atau tidak diketahui oleh individu),
perasaan yang was-was untuk mengatasi bahaya. Ini merupakan sinyal peringatan akan
adanya bahaya dan memungkinkan individu untuk mengambil langkah untuk
menghadapinya.
Sign symptom :
Gelisah
Mudah tersinggung
Khawatir

4. Kurang pengetahuan pada orang tua berhubungan dengan cara mengatasi anak dengan
kesulitan belajar.
Domain 5 : Persepsi / Kognisi
System dalam memproses informasi termasuk perhatian, orientasi, sensasi, persepsi, kognisi,
dan komunikasi.
Kelas 4 : kognisi
Penggunaan dalam memori, belajar, berpikir, pemecahan masalah, abstaksi, pengambilan
keputusan, insight/pandangan, kapasitas intelektual, menghitung dan bahasa.
Pengertian :
Tidak ada atau kurang informasi kognitif berhubungan dengan topic yang spesifik.
Sign symptom :
Mengungkapkan adanya masalah
Mengikuti instruksi tidak akurat
Prilaku berlebihan atau tidak sesuai.

INTERVENSI
a. Ketidakmampuan koping individu berhubungan dengan tidak adekuat keterampilan
pemecahan masalah.
Tujuan : Klien mampu memecahkan masalah dengan koping yang efektif
1. CLIEN OUT COMES :
Koping klien teratasi
Klien mampu membuat keputusan
Klien mampu mengendalikan impuls
Klien mampu memproses informasi
2. NURSING OUT COMES : Koping
Indicator :
Mengidentifikasi pola koping yang efektif
Mencari informasi terkait dengan penyakit dan pengobatan
Menggunakan prilaku untuk menurunkan stress
Mengidentifikasi dan menggunakan berbagai strategi koping
Melaporkan penurunan perasaan negatif
3. NURSING INTERVENTIONS CLASSIFICATION : Peningkatan Koping
Aktivitas
Bina hubungan saling percaya dengan klien dan keluarganya.
Beri kesempatan kepada anak untuk mengungkapkan masalahnya.
Beri bimbingan kepada anak untuk dapat mengambil keputusan.
Anjurkan kepada orang tua untuk lebih sering bersama anaknya.
Hadirkan sibling untuk memberikan motivasi
Ciptakan lingkungan yang aman dan nyaman untuk mengurangi tingkat stress anak.
b. Harga diri rendah berhubungan dengan respon negatif teman sebaya, kesulitan dalam
berkomunikasi.
Tujuan : klien dapat meningkatkan kepercayaan dirinya.
1. CLIEN OUT COMES :
Klien mampu menunjukkan Harga dirinya
2. NURSING OUT COMES : Harga Diri
Indicator :
Mengungkapkan penerimaan diri secara verbal
Mempertahankan postur tubuh tegak
Mempertahankan kontak mata
Mempertahankan kerapihan/hygiene
Menerima kritikan dari orang lain
3. NURSING INTERVENTIONS CLASSIFICATION : Peningkatan Harga Diri
Aktivitas
Beri motivasi pada anak.
Beri kesempatan anak mengungkapkan perasaannya.
Beri latihan intensif pada anak untuk pemahaman belajar berkomunikasi.
Modifikasi cara belajar sehingga anak lebih tertarik.
Beri reward pada keberhasilan anak.
Gunakan alat bantu/peraga dalam belajar berkomunikasi.
Berikan suasana yang nyaman dan tidak menegangkan.
Anjurkan kepada keluarga untuk mendekatkan anak pada sibling.
c. Kecemasan pada orang tua behubungan dengan perkembangan anak.
Tujuan : Kecemasan orang tua tidak berkelanjutan.
1. CLIEN OUT COMES :
Pasien mengerti tentang prosedur pengobatan
Pasien tidak gelisah
Pasien tidak merasa cemas
Pasien tampak tenang
2. NURSING OUT COMES : Kontrol Ansietas
Indicator :
Merencanakan strategi koping untuk situasi-situasi yang membuat stress
Mempertahankan penampilan peran
Melaporkan tidak ada gangguan persepsi sensori
Manifestasi prilaku akibat kecemasan tidak ada
Melaporkan tidak ada manifestasi kecemasan secara fisik
3. NURSING INTERVENTIONS CLASSIFICATION : Pengurangan Ansietas
Aktivitas
Anjurkan orang tua untuk selalu memotivasi anaknya.
Anjurkan orang tua untuk memberikan anaknya bimbingan belajar intensif.
Anjurkan orang tua agar selalu memantau prilaku anak.
Kolaborasi dengan ahli gizi untuk keseimbanga gizi anak.
Anjurkan orang tua untuk membawa anaknya ke dokter bila perlu.
Beri penjelasan tentang kondisi anak kepada orang tua.
d. Kurang pengetahuan pada orang tua berhubungan dengan cara mengatasi anak dengan
kesulitan berkomunikasi.
Tujuan : pengetahuan keluarga bertambah
1. CLIEN OUT COMES :
Klien mengatakan memahami dan mengerti tentang proses penyakit dan prosedur
tindakan pengobatan.
2. NURSING OUT COMES :
Indicator :
Mengidentifikasi keperluan untuk penambahan informasi menurut penanganan yang di
anjurkan
Menunjukkan kemampan melaksanaan aktivitas
3. NURSING INTERVENTIONS CLASSIFICATION :
Aktivitas
Anjurkan orang tua bersama dengan anak untuk membuat jadwal belajar
berkomunikasi.
Luangkan waktu kepada orang tua untuk mendengarkan keluhan.
Anjurkan orang tua untuk lebih memperhatikan perkembangan anak.
Berikan anak makanan seimbang, 4 sehat 5 sempurna untuk menutrisi otak.
Berikan suplemen bila perlu.
Kenali cara/metoda belajar anak.
Biarkan anak menggunakan inisiatif/pemikirannya selama masih dalam batas yang
wajar.
DAFTAR PUSTAKA

1.Sacharin, r.m, 1996, Prinsip Keperawatan Pediatrik Edisi 2, EGC, Jakarta


2. Behrman, Kliegman, Arvin, 1999, Ilmu Kesehatan Anak Nelson Edisi 15, Alih Bahasa
Prof. DR. Dr. A. Samik Wahab, Sp. A (K), EGC, Jakarta

3.diagnosa keperawatan

Anda mungkin juga menyukai