Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Penelitian epidemiologi menunjukkan bahwa kadar fibrinogen plasma
yang tinggi merupakan faktor risiko utama dari penyakit kardiovaskuler
(penyakit jantung koroner, stroke, dan penyakit pembuluh darah tepi. Kadar
fibrinogen ditentukan oleh, faktor genetik dan lingkungan (seperti merokok,
obesitas, diabetes melitus, menopause, infeksi , dan lain-lain). Kadar fibrinogen
juga dapat dipakai untuk meramalkan kejadian risiko penyakit kardiovaskuler;
terutama bagi populasi yang tergolong resiko tinggi (kadar. fibrinogen plasma >
3 gll). Paling sedikit ada empat mekanisme bagaimana fibrtinogen berperan
dalam patogenesis penyakit kardiovaskuler yaitu: aterogenesis, agregasi
trombosit dan pembentukan trombus, pembentukan trombus fibrin. dan
peningkatan viskositas plasma dalam darah. Penurunan kadar fibrinogen dapat
dicapai dengan memperbaiki pola hidup (seperti tidak merokok, latihan.
pengendalian gula darah yang baik bagi penderita diabetes), dan bila perlu
dapat diberikan obat golongan fibrat.
Stroke adalah penyakit yang merupakan penyebab kematian tersring ke
tiga di negara Amerika, merupakan penyakit yang paling sering menimbulkan
kecacatan. Menurut American Heart Association, diperkirakan terjadi 3 juta
penderita stroke pertahun, dan 500.000 penderita stroke yang baru terjadi
pertahun. Sedangkan angka kematian penderita stroke di Amerika adalah 50-
100/100.000 penderita pertahun. Angka kematian tersebut mulai menurun sejak
awal tahun 1900, dimana angka kematian sesudah tahun 1969 menurun hingga
5% pertahun. Beberapa peneliti mengatakan bahwa hal tersebut akibat kejadian
penyakit yang menurun yang disebabkan karena kontrol yang baik terhadap
faktor resiko penyakit stroke.
Di Indonesia masih belum terdapat epidemiologi tentang insidensi dan
prevalensi penderita stroke secara nasional. Dari beberapa data penelitia yang
minim pada populasi masyarakat didapatkan angka prevalensi penyakit stroke
pada daerah urban sekitar 0,5% (Darmojo , 1990) dan angka insidensi penyakit
stroke pada darah rural sekitar 50/100.000 penduduk (Suhana, 1994).
Sedangkan dari data survey Kesehatan Rumah Tangga (1995) DepKes RI,
menunjukkan bahwa penyakit vaskuler merupakan penyebab kematian pertama
di Indonesia.
Dari data diatas, dapat disimpulkan bahwa pencegahan dan pengobatan
yang tepat pada penderita stroke merupakan hal yang sangat penting, dan
pengetahuan tentang patofisiologi stroke sangat berguna untuk menentukan
pencegahan dan pengobatan tersebut, agar dapat menurunkan angka kematian
dan kecacatan.
Berdasarkan gejala klinis, Infark serebri dapat dibagi menjadi 3, yaitu
Infark aterotrombotik (aterotromboli), Infark kardioemboli, dan Infark lakuner.
Menurut Warlow, dari penelitia pada populasi masyarakat, Infark
aterotrombotik merupakan penyebab stroke yang paling sering terjadi, yaitu
ditemukan pada 50% penderita aterotrombotik bervariasi antara 14-40%. Infark
aterotrombotik terjadi akibat adanya proses aterotrombotik pada arteri ekstra
dan intrakranial.

B. Tujuan Umum
1. Untuk memberikan pengalaman nyata tentang asuhan keperawatan dengan
kasus stroke.
2. Tujuan khusus :
a. Mampu mengidentifikasi data yang menunjang
b. Mampu menentukan diagnosa keperawatan
c. Mampu menulis definisi diagnosa keperawatan
d. Mampu menjelaskan rasional diagnosa keperawatan
e. Mampu memprioritaskan diagnosa keperawatan
f. Mampu menyusun rencana keperawatan untuk masing-masing diagnose
keperawatan
g. Mampu melaksanakan tindakan keperawatan pada klien
h. Mampu melaksanakan evaluasi
i. Mampu mengidentifikasi faktor penghambat dan penunjang dalam
melaksanakan asuhan keperawatan
j. Mampu mengidentifikasi dalam pemberian penyelesaian masalah (solusi).
BAB II
TINJAUN TEORI

A. Pengertian
Stroke atau cedera cerebrovaskular (CVA) adalah kehilangan fungsi
otak yang diakibatkan oleh berhentinya suplai darah ke bagian otak (Smeltzer
& Bare, 2002). Stroke adalah sindrom klinis yang awal timbulnya mendadak,
progesi cepat, berupa defisit neurologis fokal dan/ atau global, yang
berlangsung 24 jam atau lebih atau langsung menimbulkan kematian, dan
semata–mata disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak non traumatik
(Mansjoer, 2000).
Menurut WHO stroke adalah adanya tanda-tanda klinik yang
berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak fokal (atau global) dengan
gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih yang menyebabkan
kematian tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain vaskuler. (Hendro
Susilo, 2000)
Menurut Price & Wilson (2006) pengertian dari stroke adalah setiap
gangguan neurologik mendadak yang terjadi akibat pembatasan atau
terhentinya aliran darah melalui sistem suplai arteri otak. Dari beberapa uraian
diatas dapat disimpulkan bahwa pengertian stroke adalah gangguan sirkulasi
serebral yang disebabkan oleh sumbatan atau penyempitan pembuluh darah
oleh karena emboli, trombosis atau perdarahan serebral sehingga terjadi
penurunan aliran darah ke otak yang timbulnya secara mendadak.
Stroke diklasifikasikan menjadi dua :
1. Stroke Non Hemoragik
Suatu gangguan peredaran darah otak tanpa terjadi suatu perdarahan yang
ditandai dengan kelemahan pada satu atau keempat anggota gerak atau
hemiparese, nyeri kepala, mual, muntah, pandangan kabur dan dysfhagia
(kesulitan menelan). Stroke non haemoragik dibagi lagi menjadi dua yaitu
stroke embolik dan stroke trombotik (Wanhari, 2008).
2. Stroke Hemoragik
Suatu gangguan peredaran darah otak yang ditandai dengan adanya perdarahan
intra serebral atau perdarahan subarakhnoid. Tanda yang terjadi adalah
penurunan kesadaran, pernapasan cepat, nadi cepat, gejala fokal berupa
hemiplegi, pupil mengecil, kaku kuduk (Wanhari, 2008).

Anatomi fisiologi
a. Otak
Berat otak manusia sekitar 1400 gram dan tersusun oleh kurang lebih
100 triliun neuron. Otak terdiri dari empat bagian besar yaitu serebrum (otak
besar), serebelum (otak kecil), brainstem (batang otak), dan diensefalon.
(Satyanegara, 1998)
Serebrum terdiri dari dua hemisfer serebri, korpus kolosum dan korteks
serebri. Masing-masing hemisfer serebri terdiri dari lobus frontalis yang
merupakan area motorik primer yang bertanggung jawab untuk gerakan-
gerakan voluntar, lobur parietalis yang berperanan pada kegiatan memproses
dan mengintegrasi informasi sensorik yang lebih tinggi tingkatnya, lobus
temporalis yang merupakan area sensorik untuk impuls pendengaran dan lobus
oksipitalis yang mengandung korteks penglihatan primer, menerima informasi
penglihatan dan menyadari sensasi warna.
Serebelum terletak di dalam fosa kranii posterior dan ditutupi oleh
duramater yang menyerupai atap tenda yaitu tentorium, yang memisahkannya
dari bagian posterior serebrum. Fungsi utamanya adalah sebagai pusat refleks
yang mengkoordinasi dan memperhalus gerakan otot, serta mengubah tonus
dan kekuatan kontraksi untuk mempertahankan keseimbangan sikap tubuh.
Bagian-bagian batang otak dari bawak ke atas adalah medula oblongata,
pons dan mesensefalon (otak tengah). Medula oblongata merupakan pusat
refleks yang penting untuk jantung, vasokonstriktor, pernafasan, bersin, batuk,
menelan, pengeluaran air liur dan muntah. Pons merupakan mata rantai
penghubung yang penting pada jaras kortikosereberalis yang menyatukan
hemisfer serebri dan serebelum. Mesensefalon merupakan bagian pendek dari
batang otak yang berisi aquedikus sylvius, beberapa traktus serabut saraf
asenden dan desenden dan pusat stimulus saraf pendengaran dan penglihatan.
Diensefalon di bagi empat wilayah yaitu talamus, subtalamus,
epitalamus dan hipotalamus. Talamus merupakan stasiun penerima dan
pengintegrasi subkortikal yang penting. Subtalamus fungsinya belum dapat
dimengerti sepenuhnya, tetapi lesi pada subtalamus akan menimbulkan
hemibalismus yang ditandai dengan gerakan kaki atau tangan yang terhempas
kuat pada satu sisi tubuh. Epitalamus berperanan pada beberapa dorongan
emosi dasar seseorang. Hipotalamus berkaitan dengan pengaturan rangsangan
dari sistem susunan saraf otonom perifer yang menyertai ekspresi tingkah dan
emosi. (Sylvia A. Price, 1995)
b. Sirkulasi darah otak
Otak menerima 17 % curah jantung dan menggunakan 20 % konsumsi
oksigen total tubuh manusia untuk metabolisme aerobiknya. Otak diperdarahi
oleh dua pasang arteri yaitu arteri karotis interna dan arteri vertebralis. Da
dalam rongga kranium, keempat arteri ini saling berhubungan dan membentuk
sistem anastomosis, yaitu sirkulus Willisi.(Satyanegara, 1998)
Arteri karotis interna dan eksterna bercabang dari arteria karotis
komunis kira-kira setinggi rawan tiroidea. Arteri karotis interna masuk ke
dalam tengkorak dan bercabang kira-kira setinggi kiasma optikum, menjadi
arteri serebri anterior dan media. Arteri serebri anterior memberi suplai darah
pada struktur-struktur seperti nukleus kaudatus dan putamen basal ganglia,
kapsula interna, korpus kolosum dan bagian-bagian (terutama medial) lobus
frontalis dan parietalis serebri, termasuk korteks somestetik dan korteks
motorik. Arteri serebri media mensuplai darah untuk lobus temporalis,
parietalis dan frontalis korteks serebri.
Arteria vertebralis kiri dan kanan berasal dari arteria subklavia sisi yang
sama. Arteri vertebralis memasuki tengkorak melalui foramen magnum,
setinggi perbatasan pons dan medula oblongata. Kedua arteri ini bersatu
membentuk arteri basilaris, arteri basilaris terus berjalan sampai setinggi otak
tengah, dan di sini bercabang menjadi dua membentuk sepasang arteri serebri
posterior. Cabang-cabang sistem vertebrobasilaris ini jmemperdarahi medula
oblongata, pons, serebelum, otak tengah dan sebagian diensefalon. Arteri
serebri posterior dan cabang-cabangnya memperdarahi sebagian diensefalon,
sebagian lobus oksipitalis dan temporalis, aparatus koklearis dan organ-organ
vestibular. (Sylvia A. Price, 1995)
Darah di dalam jaringan kapiler otak akan dialirkan melalui venula-
venula (yang tidak mempunyai nama) ke vena serta di drainase ke sinus
duramatris. Dari sinus, melalui vena emisaria akan dialirkan ke vena-vena
ekstrakranial. (Satyanegara, 1998)
B. Etiologi
Menurut Smeltzer & Bare (2002) stroke biasanya diakibatkan dari salah
satu empat kejadian yaitu:
1. Thrombosis yaitu bekuan darah di dalam pembuluh darah otak atau leher.
2. Embolisme serebral yaitu bekuan darah atau material lain yang di bawa ke
otak dari bagian tubuh yang lain.
3. Iskemia yaitu penurunan aliran darah ke area otak
4. Hemoragi serebral yaitu pecahnya pembuluh darah serebral dengan
perdarahan ke dalam jaringan otak atau ruang sekitar otak.
Akibat dari keempat kejadian diatas maka terjadi penghentian suplai
darah ke otak, yang menyebabkan kehilangan sementara atau permanen
gerakan, berpikir, memori, bicara, atau sensasi.
Faktor resiko terjadinya stroke menurut Mansjoer (2000) adalah:
1. Yang tidak dapat diubah: usia, jenis kelamin, ras, riwayat keluarga, riwayat
stroke, penyakit jantung koroner, dan fibrilasi atrium.
2. Yang dapat diubah: hipertensi, diabetes mellitus, merokok, penyalahgunaan
alkohol dan obat, kontrasepsi oral, dan hematokrit meningkat.

C. Patofisiologi
Otak sangat tergantung kepada oksigen, bila terjadi anoksia seperti yang
terjadi pada stroke di otak mengalami perubahan metabolik, kematian sel dan
kerusakan permanen yang terjadi dalam 3 sampai dengan 10 menit (non aktif
total). Pembuluh darah yang paling sering terkena ialah arteri serebral dan arteri
karotis Interna.
Adanya gangguan peredaran darah otak dapat menimbulkan jejas atau
cedera pada otak melalui empat mekanisme, yaitu :
1. Penebalan dinding arteri serebral yang menimbulkan penyempitan sehingga
aliran darah dan suplainya ke sebagian otak tidak adekuat, selanjutnya akan
mengakibatkan perubahan-perubahan iskemik otak.
2. Pecahnya dinding arteri serebral akan menyebabkan bocornya darah ke
kejaringan (hemorrhage).
3. Pembesaran sebuah atau sekelompok pembuluh darah yang menekan jaringan
otak.
4. Edema serebri yang merupakan pengumpulan cairan di ruang interstitial
jaringan otak.
Konstriksi lokal sebuah arteri mula-mula menyebabkan sedikit
perubahan pada aliran darah dan baru setelah stenosis cukup hebat dan
melampaui batas kritis terjadi pengurangan darah secara drastis dan cepat.
Oklusi suatu arteri otak akan menimbulkan reduksi suatu area dimana jaringan
otak normal sekitarnya yang masih mempunyai pendarahan yang baik berusaha
membantu suplai darah melalui jalur-jalur anastomosis yang ada. Perubahan
awal yang terjadi pada korteks akibat oklusi pembuluh darah adalah gelapnya
warna darah vena, penurunan kecepatan aliran darah dan sedikit dilatasi arteri
serta arteriole. Selanjutnya akan terjadi edema pada daerah ini. Selama
berlangsungnya perisriwa ini, otoregulasi sudah tidak berfungsi sehingga aliran
darah mengikuti secara pasif segala perubahan tekanan darah arteri..
Berkurangnya aliran darah serebral sampai ambang tertentu akan memulai
serangkaian gangguan fungsi neural dan terjadi kerusakan jaringan secara
permanen.
Skema Patofisiologi
Sumber : Satyanegara, 1998 (Wanhari, 2008).

D. Tanda dan Gejala


Menurut Smeltzer & Bare (2002) dan Price & Wilson (2006) tanda dan
gejala penyakit stroke adalah kelemahan atau kelumpuhan lengan atau tungkai
atau salah satu sisi tubuh, hilangnya sebagian penglihatan atau pendengaran,
penglihatan ganda atau kesulitan melihat pada satu atau kedua mata, pusing dan
pingsan, nyeri kepala mendadak tanpa kausa yang jelas, bicara tidak jelas
(pelo), sulit memikirkan atau mengucapkan kata-kata yang tepat, tidak mampu
mengenali bagian dari tubuh, ketidakseimbangan dan terjatuh dan hilangnya
pengendalian terhadap kandung kemih.
Stroke bisa menjadi bertambah buruk dalam beberapa jam sampai 1-2
hari akibat bertambah luasnya jaringan otak yang mati (stroke in evolution).
Perkembangan penyakit bisasanya (tetapi tidak selalu) diselingi dengan periode
stabil, dimana perluasan jaringan yang mati berhenti sementara atau tejadi
beberapa perbaikan.
Gejala yang terjadi tergantung kepada daerah otak yang terkena:
- Hilangnya rasa atau adanya sensasi abnormal pada lengan atau tungkai atau
salah satu sisi tubuh
- Kelemahan atau kelumpuhan lengan atau tungkai atau salah satu sisi tubuh
- Hilangnya sebagian penglihatan atau pendengaran
- Penglihatan ganda
- Pusing
- Bicara tidak jelas (rero)
- Sulit memikirkan atau mengucapkan kata-kata yang tepat
- Tidak mampu mengenali bagian dari tubuh
- Pergerakan yang tidak biasa
- Hilangnya pengendalian terhadap kandung kemih
- Ketidakseimbangan dan terjatuh
- Pingsan.

E. Penatalaksanaan Medis
Secara umum, penatalaksanaan pada pasien stroke adalah:

1. Posisi kepala dan badan atas 20-30 derajat, posisi miring jika muntah
dan boleh dimulai mobilisasi bertahap jika hemodinamika stabil
2. Bebaskan jalan nafas dan pertahankan ventilasi yang adekuat, bila perlu
diberikan ogsigen sesuai kebutuhan
3. Tanda-tanda vital diusahakan stabil
4. Bed rest
5. Koreksi adanya hiperglikemia atau hipoglikemia
6. Pertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit
7. Kandung kemih yang penuh dikosongkan, bila perlu lakukan
kateterisasi
8. Pemberian cairan intravena berupa kristaloid atau koloid dan hindari
penggunaan glukosa murni atau cairan hipotonik
9. Hindari kenaikan suhu, batuk, konstipasi, atau suction berlebih yang
dapat meningkatkan TIK
10. Nutrisi per oral hanya diberikan jika fungsi menelan baik. Jika
kesadaran menurun atau ada gangguan menelan sebaiknya dipasang
NGT
11. Penatalaksanaan spesifik berupa:
- Stroke non hemoragik: asetosal, neuroprotektor, trombolisis, antikoagulan,
obat hemoragik
- Stroke hemoragik: mengobati penyebabnya, neuroprotektor, tindakan
pembedahan, menurunkan TIK yang tinggi
Penatalaksaan medis menurut menurut Smeltzer & Bare (2002)
meliputi:
1. Diuretik untuk menurunkan edema serebral yang mencapai tingkat
maksimum 3 sampai 5 hari setelah infark serebral.
2. Antikoagulan untuk mencegah terjadinya thrombosis atau embolisasi dari
tempat lain dalam sistem kardiovaskuler.
3. Antitrombosit karena trombosit memainkan peran sangat penting dalam
pembentukan thrombus dan embolisasi.

F. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada penyakit stroke menurut Smeltzer &
Bare (2002) adalah:
1. Hipoksia serebral, diminimalkan dengan memberi oksigenasi darah adekuat
ke otak. Fungsi otak bergantung pada ketersediaan oksigen yang dikirimkan ke
jaringan. Pemberian oksigen suplemen dan mempertahankan hemoglobin serta
hematokrit pada tingkat dapat diterima akan membantu dalam mempertahankan
oksigenasi jaringan.
2. Penurunan aliran darah serebral, bergantung pada tekanan darah, curah
jantung, dan integritas pembuluh darah serebral. Hidrasi adekuat (cairan
intrvena) harus menjamin penurunan viskositas darah dan memperbaiki aliran
darah serebral. Hipertensi dan hipotensi ekstrim perlu dihindari untuk
mencegah perubahan pada aliran darah serebral dan potensi meluasnya area
cedera.
3. Embolisme serebral, dapat terjadi setelah infark miokard atau fibrilasi atrium
atau dapat berasal dari katup jantung prostetik. Embolisme akan menurunkan
aliran darah ke otak dan selanjutnya akan menurunkan aliran darah serebral.
Disritmia dapat mengakibatkan curah jantung tidak konsisten dan penghentian
trombus lokal. Selain itu, disritmia dapat menyebabkan embolus serebral dan
harus diperbaiki.
G. Pemeriksaan Diagnostik
Menurut (Doenges dkk, 1999) pemeriksaan diagnostik yang dapat
dilakukan pada penyakit stroke adalah:
1. Angiografi serebral: membantu menentukan penyebab stroke secara spesifik
seperti perdarahan, obstruksi arteri atau adanya titik oklusi/ ruptur.
2. CT-scan: memperhatikan adanya edema, hematoma, iskemia, dan adanya
infark.
3. Pungsi lumbal: menunjukkan adanya tekanan normal dan biasanya ada
thrombosis, emboli serebral, dan TIA (Transient Ischaemia Attack) atau
serangan iskemia otak sepintas. Tekanan meningkat dan cairan yang
mengandung darah menunjukkan adanya hemoragik subarakhnoid atau
perdarahan intra kranial. Kadar protein total meningkat pada kasus thrombosis
sehubungan dengan adanya proses inflamasi.
4. MRI (Magnetic Resonance Imaging): menunjukkan daerah yang mengalami
infark, hemoragik, dan malformasi arteriovena.
5. Ultrasonografi Doppler: mengidentifikasi penyakit arteriovena.
6. EEG (Electroencephalography): mengidentifikasi penyakit didasarkan pada
gelombang otak dan mungkin memperlihatkan daerah lesi yang spesifik.
7. Sinar X: menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pineal daerah yang
berlawanan dari massa yang meluas, kalsifikasi karotis interna terdapat pada
thrombosis serebral.

H. Dampak Masalah
a. Pada individu
1. Gangguan perfusi jaringan otak
Akibat adanya sumbatan pembuluh darah otak, perdarahan otak, vasospasme
serebral, edema otak
2. Gangguan mobilitas fisik
Terjadi karena adanya kelemahan, kelumpuhan dan menurunnya persepsi /
kognitif
3. Gangguan komunikasi verbal
Akibat menurunnya/ terhambatnya sirkulasi serebral, kerusakan neuromuskuler,
kelemahan otot wajah
4. Gangguan nutrisi
Akibat adanya kesulitan menelan, kehilangan sensasi (rasa kecap) pada lidah,
nafsu makan yang menurun
5. Gangguan eliminasi uri dan alvi
Dapat terjadi akibat klien tidak sadar, dehidrasi, imobilisasi dan hilangnya
kontrol miksi
6. Ketidakmampuan perawatan diri
Akibat adanya kelemahan pada salah satu sisi tubuh, kehilangan koordinasi /
kontrol otot, menurunnya persepsi kognitif.
7. Gangguan psikologis
Dapat berupa emosi labil, mudah marah, kehilangan kontrol diri, ketakutan,
perasaan tidak berdaya dan putus asa.
8. Gangguan penglihatan
Dapat terjadi karena penurunan ketajaman penglihatan dan gangguan lapang
pandang.
b. Pada keluarga
1. Terjadi kecemasan
2. Masalah biaya
3. Gangguan dalam pekerjaan
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Stroke atau cedera cerebrovaskular (CVA) adalah kehilangan fungsi
otak yang diakibatkan oleh berhentinya suplai darah ke bagian otak(smelzer
&bare ,2002) Strok biasanya disebabkan oleh salah satu empat
kejadian,thrombosis,embolisme serebral,iskemia,hemoragu serebral. Akibat
dari keempat kejadian diatas maka terjadi penghentian suplai darah ke otak,
yang menyebabkan kehilangan sementara atau permanen gerakan, berpikir,
memori, bicara, atau sensasi.
Kiat sehat hindari strok;
- Stop merokok
- Rajin berolah raga
- Hidup teratur
- Hindari stress dan depresi
- Makan bergizi dan
- Hindari alkohol dan minuman keras

B. Saran
Untuk para mahasiswa keperawatan seharusnya lebih aktif dalam
berbagai diskusi waktu penyajian makalah sehingga pengatahuan dan
wawasannya dapat berkembang terutama tentang asuhan keperawatan pada
klien dengan riwayat strok. Bagi para dosen, kami mengharapkan agar dapat
memberikan arahan dan pengetahuan baru yang mungkin belum dibahas oleh
mahasiswa dalam forum diskusinya sehingga ada suatukesinambungan dan
kontribusi antara mahasiswa dengan dosen.
DAFTAR PUSTAKA

Price,Sylvia Anderson,2005.patofisiologi: kosep klinis proses-proses penyakit.jakarta,EGC.


Corwin,Elizabeth J,2009.patofisiologi: buku saku/elizabeth J.corwin,EGC.
Carpenito, Lynda Juall, 2000, Buku Saku Diagnosa Keperawatan, Edisi 8, EGC, Jakarta.
Doenges, M.E.,Moorhouse M.F.,Geissler A.C., 2000, Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi
3, EGC, Jakarta.
Engram, Barbara, 1998, Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah, Volume 3, EGC,
Jakarta.

Susilo, Hendro, 2000, Simposium Stroke, Patofisiologi Dan Penanganan Stroke, Suatu
Pendekatan Baru Millenium III, Bangkalan.

Anda mungkin juga menyukai