Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN JIWA PADA PASIEN ISOLASI SOSIAL DI


WILAYAH KERJA PUSKESMAS CAKRANEGARA

DISUSUN OLEH :

YUNI KARTINA

Nim : 106STYC16

YAYASAN RUMAH SAKIT ISLAM NUSA TENGGARA BARAT


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN YARSI MATARAM
PROGRAM STUDI JENJANG S1 KEPERAWATAN
2019
A. DEFINISI
Suatu sikap dimana individu menghindari diri dari interaksi dengan
orang lain. Individu merasa bahwa ia kehilangan hubungan akrab dan tidak
mempunyai kesempatan untuk membagi perasaan, pikiran, prestasi, atau
kegagalan. Ia mempunyai kesulitan untuk berhubungan secara spontan dengan
orang lain, yang dimanifestasikan dengan sikap memisahkan diri, tidak ada
perhatian, dan tidak sanggup membagi pengamatan dengan orang lain.
(Balitbang, dalam Fitria, 2010, hlm. 29)
Isolasi sosial adalah keadaan ketika seorang individu mengalami
penurunan atau bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang
lain disekitarnya. (Keliat dan Akemat, 2009, hlm. 93)
Selain itu isolasi sosial merupakan upaya menghindari komunikasi
dengan orang lain karena merasa kehilangan hubungan akrab dan tidak
mempunyai kesempatan untuk berbagi rasa, pikiran, dan kegagalan. Klien
mengalami kesulitan dalam berhubungan secara spontan dengan orang lain
yang dimanifestasikan dengan mengisolasi diri, tidak ada perhatian dan tidak
sanggup berbagi pengalaman. (Yosep, 2009, hlm. 229)

B. FAKTOR PREDISPOSISI
Menurut Fitria (2009, hlm. 33-35) ada empat faktor predisposisi yang
menyebabkan Isolasi Sosial, diantaranya:
1. Faktor Tumbuhan Kembang
Pada setiap tahapan tumbuh kembang individu ada tugas
perkembangan yang harus dipenuhi agar tidak terjadi gangguan dalam
hubungan sosial. Bila tugas perkembangan tidak terpenuhi maka akan
menghambat fase perkembangan sosial yang nantinya akan dapat
menimbulkan masalah sosial.
Dibawah ini akan dijelaskan tahap perkembangan serta tugas
perkembangan, lihat tabel 2.1 dibawah ini:
Tahap Tugas
Perkembangan

Masa Bayi Menetapkan rasa percaya.


Masa Bermain Mengembangkan otonomi dan awal perilaku
mandiri
Masa Prasekolah Belajar menunjukan inisiatif, rasa tanggung jawab,
dan hati nurani
Masa Sekolah Belajar berkompetisi, bekerja sama, dan
berkompromi
Masa Praremaja Menjalin hubungan intim dengan teman sesama
jenis kelamin
Masa Dewasa Menjadi saling bergantung antara orang tua dan
Muda teman, mencari pasangan, menikah, dan mempunyai
anak
Masa Tengah Belajar menerima hasilkehidupan yang sudah
Baya dilalui
Masa Dewasa Berduka karena kehilangan dan mengembangkan
Tua perasaan keterkaitan dengan budaya

Tabel 2.1 Tugas perkembangan berhubungan dengan pertumbuhan


interpersonal (Erik Erikson dalam Stuart, 2007, hlm. 346)
2. Faktor Sosial Budaya
Isolasi sosial atau mengasingkan diri dari lingkungan sosial
merupakan suatu faktor pendukung terjadinya gangguan dalam hubungan
sosial. Hal ini disebabkan oleh norma-norma yang salah dianut oleh
keluarga di mana setiap anggota keluarga yang tidak produktif seperti
lanjut usia, penyakit kronis, dan penyandang cacat diasingkan dari
lingkungan sosialnya.
3. Faktor Biologis
Faktor biologis juga merupakan salah satu faktor pendukung
terjadinya gangguan dalam hubungan sosial. Organ tubuh yang dapat
mempengaruhi terjadinya gangguan hubungan sosial adalah otak, misalnya
pada klien skizofrenia yang mengalami masalah dalam hubungan sosial
memiliki struktur yang abnormal pada otak seperti atropi otak, serta
perubahan ukuran dan bentuk sel sel dalam limbik dan daerah kortikal.
4. Faktor Komunikasi dan Keluarga
Gangguan komunikasi dalam keluarga merupakan faktor pendukung
terjadinya gangguan dalam hubungan sosial. Dalam teori ini yang
termasuk dalam masalah berkomunikasi sehingga menimbulkan
ketidakjelasan yaitu suatu keadaan dimana seorang anggota keluarga
menerima pesan yang saling bertentangan dalam waktu bersama atau
ekspresi emosi yang tinggi dalam keluarga yang menghambat untuk
berhubungan dengan lingkungan diluar keluarga.

C. FAKTOR PRESIPITASI
Menurut Stuart (2007, hlm. 280) faktor presipitasi atau stresor pencetus
pada umumnya mencakup peristiwa kehidupan yang menimbulkan stres
seperti kehilangan, yang memenuhi kemampuan individu berhubungan dengan
orang lain dan menyebabkan ansietas. Faktor pencetus dapat dikelompokkan
dalam dua kategori yaitu sebagai berikut:

 Stresor Sosiokultural. Stress dapat ditimbulkan oleh menurunnya stabilitas


unit keluarga dan berpisah dari orang yang berarti.
 Stresor Psikologi. Tuntutan untuk berpisah dengan orang terdekat atau
kegagalan orang lain untuk memenuhi kebutuhan.
D. POHON MASALAH

Akibat : Gangguan Persepsi Sensori : Halusinasi

Core problem Isolasi sosial : MD

Penyebab : Harga Diri Rendah

(Budi Anna Keliat, 1999)

E. FAKTOR LAIN YANG DAPAT MENYEBABKAN ISOLASI SOSIAL


1. Penilaian Terhadap Stresor
Rasa sedih karena suatu kehilangan atau beberapa kehilangan dapat
sangat besar sehingga individu tidak tidak mau menghadapi kehilangan
dimasa depan, bukan mengambil resiko mengalami lebih banyak
kesedihan. Respon ini lebih mungkin terjadi jika individu mengalami
kesulitan dalam tugas perkembangan yang berkaitan dengan hubungan.
(Stuart, 2007, hlm. 280).
2. Mekanisme Koping
Menurut Stuart (2007, hlm. 281) individu yang mengalami respon
sosial maladaptif menggunakan berbagai mekanisme dalam upaya untuk
mengatasi ansietas.
Mekanisme tersebut berkaitan dengan dua jenis masalah hubungan
yang spesifik yaitu sebagai berikut:
a. Koping yang berhubungan dengan gangguan kepribadian antisosial
1. Proyeksi merupakan keinginan yang tidak dapat ditoleransi,
mencurahkan emosi kepada orang lain karena kesalahan sendiri.
(Rasmun, 2004, hlm. 35)
2. Spliting atau memisah merupakan kegagalan individu dalam
menginterpretasikan dirinya dalam menilai baik buruk.
(Rasmun, 2004, hlm. 36)
b. Koping yang berhubungan dengan gangguan kepribadian ambang
1. Splitting
2. Formasi reaksi
3. Proyeksi
4. Isolasi merupakan perilaku yang menunjukan pengasingan diri
dari lingkungan dan orang lain. (Rasmun, 2004, hlm. 32)
5. Idealisasi orang lain
6. Merendahkan orang lain
7. Identifikasi proyeksi
3. Sumber Koping
Menurut Stuart (2007, hlm. 280) sumber koping yang berhubungan
dengan respon sosial maladaptif adalah sebagai berikut :

a. Keterlibatan dalam hubungan keluarga yang luas dan teman.


b. Hubungan dengan hewan peliharaan yaitu dengan mencurahkan
perhatian pada hewan peliharaan.
c. Penggunaan kreativitas untuk mengekspresikan stres interpersonal
(misalnya: kesenian, musik, atau tulisan)
Menurut Stuart & Laraia (2005, hlm. 432) terkadang ada beberapa
orang yang ketika ada masalah mereka mendapat dukungan dari keluarga
dan teman yang membantunya dalam mencari jalan keluar, tetapi ada juga
sebagian orang yang memiliki masalah, tetapi menghadapinya dengan
menyendiri dan tidak mau menceritakan kepada siapapun, termasuk
keluarga dan temannya.
4. Rentan Respon
Bagan rentang respon pada pasien dengan isolasi sosial dapat dilihat
pada skema 2.2 dibawah ini:
a. Respon Adaptif
Respon adaptif adalah respon yang masih dapat diterima oleh
norma-norma sosial dan kebudayaan secara umum yang berlaku.
Menurut Fitria (2009, hlm. 32) yang termasuk respon adaptif adalah
sebagai berikut:
1. Menyendiri, merupakan respon yang dibutuhkan seseorang
untuk merenungkan apa yang telah terjadi dilingkungan
sosialnya.
2. Otonomi, merupakan kemampuan individu untuk menentukan
dab menyampaikan ide, pikiran, dan perasaan dalam hubungan
sosial
3. Bekerja sama, merupakan kemampuan individu yang saling
membutuhkan orang lain.
4. Interdependen, saling ketergantungan antara individu dengan
orang lain dalam membina hubungan interpersonal.
b. Respon Maladaptif
Respon yang diberikan individu menyimpang dari norma sosial.
Yang termasuk kedalam rentang respon maladaptif adalah sebagai
berikut:
1. Menarik Diri
Seseorang yang mengalami kesulitan dalam membina
hubungan secara terbuka dengan orang lain.
2. Ketergantungan
Seseorang gagal mengembangkan rasa percaya diri sehingga
tergantung dengan orang lain.
3. Manipulasi
Seseorang yang mengganggu orang lain sebagai objek individu
sehingga tidak dapat menerima hubungan sosial secara
mendalam.
4. Curiga
Seseorang gagal dalam mengembangkan rasa percaya terhadap
orang lain.

F. TANDA DAN GEJALA

Menurut Budi Anna Keliat (1998), tanda dan gejala Isolasi Sosial: MD
adalah sebagai berikut :

a. Apatis
b. ekspresi sedih
c. afek tumpul
d. Menghindar dari orang lain (menyendiri)
e. Komunikasi kurang/tidak ada.
f. Klien tidak tampak bercakap-cakap dengan klien lain/perawat.
g. Tidak ada kontak mata
h. klien sering menunduk.
i. Berdiam diri di kamar/klien kurang mobilitas.
j. Menolak berhubungan dengan orang lain, klien memutuskan
percakapan atau pergi jika diajak bercakap-cakap.
k. Tidak melakukan kegiatan sehari
l. Sering tidur, posisi tidur klien seperti posisi tidur janin.
m. Sedangkan Tanda & Gejala menurut Townsend,1998 :
n. Sedih, afek tumpul
o. Menjadi tidak komunikatif
p. Asyik dengan fikirannya sendiri
q. Meminta untuk sendirian
r. Mengekspresikan perasaan kesendirian/penolakan
s. Disfungsi interaksi dengan teman sebaya,keluarga,orang lain.
G. AKIBAT YANG DITIMBULKAN
Klien dengan perilaku menarik diri dapat berakibat adanya terjadinya
resiko perubahan sensori persepsi (halusinasi). Halusinasi ini merupakan salah
satu orientasi realitas yang maladaptive, dimana halusinasi adalah persepsi
klien terhadap lingkungan tanpa stimulus yang nyata, artinya klien
menginterprestasikan sesuatu yang nyata tanpa stimulus/ rangsangan
eksternal.

H. PENATALAKSANAAN MEDIS
1. Metode Biologik
Metode biologik yang digunakan pada pasien dengan isolasi sosial
adalah sebagai berikut:
a. Terapi Psikofarmaka
Terapi psikofarmaka yang akan diberikan ditujukan pada gangguan
fungsi neurotransmitter sehingga gejala-gejala klinis dapat dihilangkan
atau dengan kata lain skizofrenia dapat diobati (Hawari,2006, hlm. 96).
Obat antipsikotik terpilih untuk skizofrenia terbagi dalam dua golongan
(Hawari, 2006, hlm. 97-99) yaitu antipsikotik tipikal (Klorpromazim,
Trifluferazin, Haloperidol) dan antipsikotik atipikal (Klozapin,
Risperidon). Antipsikotik golongan tipikal tersebut bekerja dengan
memblokir reseptor dopamin terpilih, baik diarea striatal maupun limbik di
otak dan antipsikoti atipikal menghasilkan reseptor dopamin dan serotonin
selektif yang menghambat sistem limbik. Memberikan efek antipsikotik
(gejala positif) dan mengurangi gejala negatif.
Menurut Doenges (2007, hlm.253) prosedur diagnostik yang
digunakan untuk mendeteksi fungsi otak pada penderita gangguan jiwa
adalah sebagai berikut:
1.Coputerized Tomografi (CT Scan)
Induvidu dengan gejala negatif seringkali menunjukkan abnormalitas
struktur otak dalam sebuah hasil CT scan. (Townsend, 2003, hlm.
318)
2.Magnetik Resonance Imaging (MRI)

Mengukur anatomi dan status biokimia dari berbagai segmen otak.

3.Positron Emission Tomography

Mengukur fungsi otak secara spesifik seperti metabolisme glukosa,


aliran darah terutama yang terkait dengan psikiatri.

4. Elektroconvulsif Therapy (ECT)

Digunakan untuk pasien yang mengalami depresi. Pengobatan


dengan ECT dilakukan 2 sampai 3 kali per minggu dengan total 6
sampai 12 kali pengobatan. (Townsend, 2003, hlm.316)
b. Metode Psikososial
Menurut Hawari (2006, hlm. 105-111) ada beberapa terapi untuk
pasien skizofrenia, diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Psikoterapi
Psikoterapi pada penderita skizofrenia baru dapat diberikan apabila
penderita dengan terapi psikofarmaka sudah mencapai tahapan
dimana kemampuan menilai realitas sudah kembali pulih dan
pemahaman diri sudah baik. (Hawari, 2006, hlm. 105)
2. Terapi Psikososial
Dengan terapi psikososial ini dimaksudkan agar penderita mampu
kembali beradaptasi dengan lingkungan sosial sekitarnya dan mampu
merawat diri, mampu mandiri tidak bergantung pada orang lain
sehingga tidak menjadi beban bagi keluarga dan masyarakat.
(Hawari, 2006, hlm. 108-109)
3. Terapi Psikoreligius
Terapi keagamaan terhadap penderita skizofrenia ternyata
mempunyai manfaat. Diantaranya yaitu gejala-gejala klinis gangguan
jiwa lebih cepat hilang, lamanya perawatan lebih pendek, hendaya
lebih cepat teratasi, dan lebih cepat dalam beradaptasi dengan
lingkungan. Terapi keagamaan yang dimaksud adalah berupa
kegiatan ritual keagamaan seperti sembahyang, berdoa, shalat,
ceramah keagamaan, kajian kitab suci dan lain sebagainya. (Hawari,
2006, hlm. 110-111)

I. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dari dasar utama dari proses
keperawatan, tahap pengkajian terdiri atas pengumpulan data dan
perumusan kebutuhan atau masalah klien. Data yang dikumpulkan
meliputi data biologis, psikologis, sosial, dan spiritual. (Nurjannah, 2004,
hlm. 30)
Pengelompokan data pada pengkajian kesehatan jiwa dapat pula
berupa faktor predisposisi, presipitasi, penilaian terhadap stressor, sumber
koping dan kemampuan koping yang dimiliki klien. (Stuart dan Sundeen
dalam Nurjannah, 2004, hlm. 30)
Menurut Keliat (2010, hlm.93) untuk melakukan pengkajian
pada pasien dengan isolasi sosial dapat menggunakan teknik wawancara
dan observasi.
a. Pengkajian yang ditemukan pada teknik wawancara adalah sebagai
berikut:
1. Pasien mengatakan malas bergaul dengan orang lain.
2. Pasien mengatakan dirinya tidak ingin ditemani perawat dan
meminta untuk sendirian.
3. Pasien mengatakan tidak mau berbicara dengan orang lain.
4. Pasien mengatakan hubungan yang tidak berarti dengan orang
lain.
5. Pasien merasa tidak aman dengan orang lain.
6. Pasien mengatakan tidak bisa melangsungkan hidup.
7. Pasien mengatakan merasa bosan dan lambat menghabiskan
waktu.
b. Pengkajian yang ditemukan dari hasil observasi adalah sebagai berikut:
1. Ekspresi wajah kurang berseri
2. Tidak merawat diri dan tidak memperhatikan kebersihan diri
3. Mengisolasi diri
4. Tidak ada/kurang kontak mata
5. Aktivitas menurun
6. Asupan makanan dan minuman terganggu
7. Tidak atau kurang sadar terhadap lingkungan.
8. Tampak sedih, afek tumpul

2. Diaknosa keperawatan
1. Gangguan persepsi sensori : Halusinasi
2.Gangguan Isolasi Sosial : Menarik Diri
3.Gangguan Konsep Diri : Harga Diri Renda

3. Rencana keperawatan

Kriteria Evaluasi Intervensi


Setelah 1x pertemuan, SP I
pasien dapat menyebutkan 1. Identifikasi penyebab isolasi sosial pada
: pasien.
1. BHSP 2. Diskusikan keuntungan berhubungan
2. Pasien mampu dengan orang lain
menjelaskan manfaat 3. Diskusikan kerugian tidak berhubungan
dan kerugian dengan orang lain.
berhubungan dengan 4. Ajarkan pasien cara berkenalan dengan
orang lain orang lain.
3. Pasien mampu 5. Anjurkan pasien untuk memasukkan
berkenalan dengan kegiatan tersebut kedalam jadwal harian
orang lain
Setelah 2.x pertemuan, SP 2
pasien mampu : 1. Evalusi aktivitas bpasien
1. Menyebutkan kegiatan 2. Evaluasi sp I
yang sudah dilakukan 3. Berikan kesempatan pasien mempraktekan
2. Berkenalan dengan cara berkenalan dengan orang lain.
orang lain 4. Motivasi klien untuk berbincang-bincang
3. Memperagakan cara dengan orang lain
bercakap-cakap dengan 5. Anjurkan pasien untuk memasukkan
orang lain kegiatan berbincang-bincang dengan orang
4. Klien lain kedalam jadwal harian
memasukkankegian
bercakap-cakap
kedalam jadwal harian
Setelah 3 x pertemuan SP 3
pasien mampu : 1. Evaluasi jadwal kegiatan pasien
1. Pasien mampu 2. Berikan kesempatan pasien untuk berkenalan
berkenalan dengan didepan kelompok
orang lain 3. Observasi jadwal kegiatan pasien
2. Pasien mau 4. Observasi aktivitas harian pasien
berbincang-bincang
dengan orang lain
3. Pasien rutin bercakap-
cakap dengan orang
lain sesuai jadwal
Setelah 1.x pertemuan SP 1
keluarga mampu 1. Identifikasi masalah keluarga dalam merawat
menjelaskan tentang isos pasien
dan cara merawat pasien 2. Jelaskan tentang isos :
isos  Pengertian isos
 Tanda dan gejala isos
 Cara merawat pasien isos (cara
berkomunikasi, pemberian obat &
pemberian aktivitas kepada pasien
3. Sumber-sumber pelayanan kesehatan
yang bisa dijangkau
4. Bermain peran cara merawat pasien
5. Rencana tindak lanjut keluarga, jadwal
keluarga untuk merawat pasien
Setelah 2 x pertemuan SP 2
keluarga mampu : - Evaluasi kemampuan keluarga (SP 1)
- Menyelesaikan kegiatan - Latih keluarga merawat pasien
yang sudah dilakukan - RTL keluarga / jadwal keluarga untuk
- Memperagakan cara merawat pasien
merawat pasien
Setelah 3 x pertemuan SP 3
keluarga mampu : - Evaluasi kemampuan keluarga (SP 2)
- Menyebutkan kegiatan - Latih keluarga merawat pasien
yang sudah dilakukan - RTL keluarga / jadwal keluarga untuk
- Memperagakan cara merawat pasien
merawat pasien serta
mampu membuat RTL
Setelah 4 x pertemuan SP 4
keluarga mampu : - Evaluasi kemampuan keluarga
- Menyebutkan kegiatan - Evaluasi kemampuan pasien
yang sudah dilakukan - RTL Keluarga :
- Melaksanakan Follow Up- Follow Up
rujukan - Rujukan
4. Evaluasi
Evaluasi dapat dilakukan berdasarkan SOAP Sebagai pola pikir.
S: Respon subjektif dari klien terhadap intervensi keperawatan
O: Respon objektif dari klien terhadap intervensi keperawatan
A: Analisa ulang atas dasar subjektif objektif untuk mengumpulkan
apakah maslah masih ada, munculnya masalah baru, atau ada data
yang berlawanan dengan masalah yang masih ada.
P: Perencanaan atau tindakan lanjut berdasarkan hasil analisa pada
respon klien.
DAFTAR PUSTAKA

Doenges E, Marylin et. al. 2007. Rencana Asuhan Keperawatan Psikiatri


edisi 3.(alih bahasa oleh Laili Mahmudah, dkk, 2006). Jakarta : EGC
Fitria , Nita. 2009. Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan
Pendahuluan dan Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan. Jakarta :
Salemba Medika
Stuart, Gail W. 2007. Buku Saku Keperawatan Jiwa (alih bahasa , Ramona
P Kapoh, Egi Komara Yudha, 2006). Jakarta: EGC
Hawari, Dadang. 2001. Pendekatan Holistik pada Gangguan Jiwa. Jakarta
:FKUI
Keliat, Budi Anna dan Akemat. 2006. Model Praktik Keperawatan
Profesional Jiwa. Jakarta: EGC
Keliat, Budi Anna dan Akemat. 2010. Model Praktik Keperawatan
Profesional Jiwa. Jakarta: EGC
Medikal Record. 2011. Distribusi Kunjungan Pasien Rawat Inap Menurut
Jenis Penyakit. Pontianak: Rumah Sakit Khusus Provinsi Kalimantan
Barat.
NANDA. 2011. Diagnosa Keperawatan Definisi dan Klasifikasi (alih
bahasa, Sumarwati et. al., 2011). Jakarta: EGC
Perry & Potter. (2005). Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep
Proses dan Praktek Edisi 4. (alih bahasa oleh Yasmin Asih, dkk, 2005).
Jakarta: EGC
Rasmun. (2004). Stress Koping dan Adaptasi. Jakarta :CV.Sagung Seto
Stuart, Gail W dan Laraia. (2005). Priciple and paraktice of Psychiatric
Nursing Edition 8. USA : Mosby
Townsend, Mary C (2003). Psychiatric Mental Healt Nursing : Concepts
of Care.Fourth Edition. Philadelphia : Davis Company
Videbeck, Sheila L. (2001). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. (alih bahasa
oleh Komalasari & Hany, 2008). Jakarta: EGC
Wilkinson, Judith M. (2007). Buku Saku Diagnosa Keperawatan dengan
Intervensi NIC dan Kriteria Hasil NOC Edisi 7. Jakarta: EGC
Yosep, Iyus. (2009). Keperawatan Jiwa Edisi Revisi. Bandung : PT
Refika Aditama

Anda mungkin juga menyukai