Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN

ANEMIA

A. Konsep Dasar Anemia


1. Pengertian Anemia
Anemia adalah keadaan rendahnya jumlah sel darah merah dan
kadar penyakit, melainkan merupakan pencrminan keadaan suatu penyakit
atau gangguan fungsi tubuh (Price, 2006). Anemia berarti kekurangan sel
darah merah dapat disebabkan oleh hilangnya darah terlalu cepat atau
karena terlalu lambat produksi sel darah merah (qyuiton, 1997).
Anemia adalah penurunan kadar hemoglobin dalam sirkulasi darah.
Ada tiga kelompok besar anemia:
a. Perdarahan secara berlebihan. Misalnya perdarahan saluran cerna,
keluarnya darah haid secara berlebihan, hemoroid (wasir) dan
sebagainya.
b. Penurunan atau gangguan produksi sel darah merah. Ini dapat terjadi
akibat kurangnya zat besi, vitamin B 12, dan folat.
c. Penghancuran sel darah merah yang berlebihan, misalnya akibat
penyakit talassemia dan penyakit autoimun.

2. Penyebab Anemia
Penyebab umum dari Anemia terjadi akibat berkurangnya
hemoglobin, komponen yang dibutuhkan untuk membawa oksigen ke
seluruh organ tubuh. Karena kekurangan oksigen maka muncul gejala
kelelahan, pusing dan lain-lain. Salah satu faktor penyebab anemia adalah
gaya hidup yang kurang sehat, kurang asupan zat yang dibutuhkan untuk
pembentukan hemoglobin seperti zat besi, folat, dan vitamin B12.
3. Tanda dan Gejala
Tergantung jenis anemia, penyakit yang mendasarinya, serta
kondisi tiap-tiap orang. Jika anemia terjadi dalam waktu lama, maka
gejalanya: mudah lelah, jantung sering berdebar-debar (terutama saat
berolahraga), napas pendek dan kepala sakit (terutama saat berolahraga),
sulit berkonsentrasi dan kepala pusing, kulit menjadi pucat, kram kaki,
insomnia.

4. Patofisiologi
Timbulnya anemia mencerminkan adanya kegagalan sum-sum
tulang atau kehilangan sel darah merah berlebihan atau keduanya.
Kegagalan sum-sum tulang dapt terjadi akibat kekurangan nutrisi, pajanan
toksik, inuasi tumor, atau kebanyakan akibat penyebab yang tidak
diketahui. Sel darah merah dapat hilang melalui perdarahan atau hemolisis
(destruksi) pada kasus yang disebut terakhir, masalah dapat akibat efek sel
darah merah yang tidak sesuai dengan ketahanan sel darah merah normal
atau akibat beberapa factor diluar sel darah merah yang menyebabkan
destruksi sel darah merah.
Lisis sel darah merah (disolusi) terjadi terutama dalam system
fagositik atau dalam system retikuloendotelial terutama dalam hati dan
limpa. Sebagai hasil samping proses ini bilirubin yang sedang terbentuk
dalam fagosit akan masuk dalam aliran darah. Setiap kenaikan destruksi
sel darah merah (hemolisis) segera direpleksikan dengan meningkatkan
bilirubin plasma (konsentrasi normalnya 1 mg/dl atau kurang ; kadar 1,5
mg/dl mengakibatkan ikterik pada sclera.
Anemia merupakan penyakit kurang darah yang ditandai
rendahnya kadar hemoglobin (Hb) dan sel darah merah (eritrosit). Fungsi
darah adalah membawa makanan dan oksigen ke seluruh organ tubuh. Jika
suplai ini kurang, maka asupan oksigen pun akan kurang. Akibatnya dapat
menghambat kerja organ-organ penting, Salah satunya otak. Otak terdiri
dari 2,5 miliar sel bioneuron. Jika kapasitasnya kurang, maka otak akan
seperti komputer yang memorinya lemah, Lambat menangkap. Dan kalau
sudah rusak, tidak bisa diperbaiki (Sjaifoellah, 1998).

5. Clinical Pathway

Kegagalan
Definisi B12
produksi SDM o/ Destruksi SDM Perdarahan/
Asam folat, besi
sumsum tulang berlebih hemofilia

Gangguan Penurunan SDM

pertukaran gas O2
HB berkurang

Sesak Anemia

Suplai O2 dan nutrisi ke Kurang asupan zat gizi

jaringan berkurang
Cadangan zat besi
tidak mencukupi
Gangguan
Gastro Intestinal Hipoksia
Perfusi Menurunnya
Penurunan kerja GI Mekanisme an aerob jaringan defisiensi zat besi
perifer

Kerja lambung ATP berkurang Asam laktat Aplasia


Peristaltic Nyeri
menurun meningkat granulopresis
menurun
Kelelahan
Energy u/
Makanan susah As. Lambung membentuk
Infeksi
Intoleransi
dicerna meningkat antibody granulositopeni
Aktivitas
berkurang a
Anoreksia demam
Konstipasi
mual
Resiko infeksi
Hipertermi
Perubahan nutrisi kurang
dari kebutuhan
6. Pemeriksaan Diagnostic
a. Pemeriksaan darah lengkap : retikulosit (jumlah darah bervariasi dari
30% - 50%), leukositos (khususnya pada krisis vaso-oklusit)
penurunan Hb/Ht dan total SDM.
b. Pemeriksaan pewarnaan SDM : menunjukkan sabit sebagian atau
lengkap, sel bentuk bulan sabit.
c. Elektroforesis hemoglobin : mengidentifikasi adanya tipe hemoglobin
abnormal dan membedakan antara anemia sel sabit dan anemia sel
trait.

7. Penatalaksanaan Medis
Pada anemia defisiensi zat besi, folat, atau vitamin B12, maka cara yang
dapat dilakukan adalah mengonsumsi makanan yang mengandung zat
tersebut. Untuk diperhatikan:
a. Sumber zat besi adalah daging berwarna merah (sapi, kambing,
domba), buncis, sayuran hijau, telur, kacang-kacangan, sea food.
Sumber folat adalah buah segar, sayuran hijau, kembang kol, hati,
ginjal, produk olahan susu. Sebaiknya sayuran dikonsumsi mentah atau
setengah matang. Sumber vitamin B12 adalah daging dan produk
olahan susu, daging, hati, ginjal, tiram, keju, dan telur.
b. Mengonsumsi suplemen zat besi mungkin diperlukan dalam beberapa
tahun dengan mewaspadai efek sampingnya. Kelebihan zat besi
mengakibatkan kelelahan, muntah, diare, sakit kepala, mudah
tersinggung, dan muncul masalah pada persendian.
c. Vitamin C diperlukan untuk membantu penyerapan besu di dalam
saluran pencernaan, kecuali penderita gangguan pencernaan. Sebab
vitamin C bisa memperparah penderita gangguan pencernaan.
d. Hindari kafein, misalnya kopi atau teh dalam jumlah banyak, karena
kafein dapat mengganggu penyerapan besi di saluran pencernaan.
e. Hindari alkohol dan obat-obatan tertentu yang dapat mengakibatkan
defisiensi asam folat.
f. Jika Anda seorang vegetarian, konsultasikan kepada dokter atau ahli
nutrisi tentang diet untuk mencukupi kebutuhan vitamin B12. Mungkin
diperlukan suplemen untuk mencukupi kebutuhan tersebut.
g. Kekurangan vitamin B12 juga dapat disebabkan oleh infeksi parasit,
konsultasikan ke dokter untuk mengatasi infeksi tersebut.
Hubungi dokter bila:
1) Penderita merasakan kelelahan menetap, kesulitan bernapas,
denyut nadi cepat (di atas 100 kali/menit), kulit menjadi pucat atau
terdapat tanda lain terjadinya anemia.
2) Periode menstruasi sangat mengganggu, atau terdapat penyakit
perlukaan saluran cerna (ulkus), hemoroid (wasir), atau kanker
kolon (usus besar).

8. Komplikasi
Merasa cepat lelah saat bekerja sehingga produktivitas juga
menurun. Karena jantung harus bekerja lebih keras untuk
mengkompensasi kekurangan oksigen di dalam darah akibat anemia, pada
akhirnya dapat mengakibatkan serangan jantung atau stroke. Jika anemia
yang terjadi akibat defisiensi B12, secara bersamaan juga bisa terjadi
kerusakan saraf dan gangguan fungsi otak. Karena Vitamin B12 juga
dibutuhkan untuk kesehatan saraf dan fungsi otak.

B. Konsep Dasar Anemia Aplastik


1. Pengertian
Anemia aplastik merupakan salah satu jenis anemia yang ditandai
dengan adanya pansitopenia (defisit sel darah pada jaringan tubuh). Defisit
sel darah pada sumsum tulang ini disebabkan karena kurangnya sel induk
pluripoten sehingga sumsum tulang gagal membentuk sel-sel darah.
Kegagalan sumsum tulang ini disebabkan banyak faktor. Mulai dari
induksi obat, virus, sampai paparan bahan kimia.
Anemia aplastik merupakan keadaan yang disebabkan
bekurangnya sel hematopoetik dalam darah tepi seperti eritrosit, leukosit
dan trombosit sebagai akibat terhentinya pembentukan sel hemopoetik
dalam sumsum tulang. (Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak
FKUI.2005.Hal:451)
Anemia aplastik adalah kegagalan anatomi dan fisiologi dari
sumsum tulang yang mengarah pada suatu penurunan nyata atau tidak
adanya unsur pembentukan darah dalam sumsum (Sacharin.1996.Hal:412)

Anemia aplastik adalah penyakit yang disebabkan sumsum tulang


tidak mampu memproduksi sel darah baru yang cukup.
Pasien anemia aplastik mengalami defisit sel darah baik itu sel
darah merah, trombosit maupun sel darah putih. Ini menyebabkan pasien
anemia aplastik mengalami anemia (kurang sel darah merah), cenderung
mengalami perdarahan (kurang trombosit) dan rentan terhadap infeksi
(kurang sel darah putih).
Penyebabnya kebanyakan adalah idiopatik atau tidak diketahui,
dan sisanya karena obat-obatan, bahan kimia, infeksi terutama virus,
kehamilan, dan thymoma.
Kasus anemia aplastik ini sangat rendah pertahunnya. Kira-kira 2 –
5 kasus/juta penduduk/tahun. Dan umumnya penyakit ini bisa diderita
semua umur. Meski termasuk jarang, tetapi penyakit ini tergolong
penyakit yang berpotensi mengancam jiwa dan biasanya dapat
menyebabkan kematian.

2. Penyebab
Penyebab hampir sebagian besar kasus anemia aplastik bersifat
idiopatik dimana penyebabnya masih belum dapat dipastikan. Namun ada
faktor-faktor yang diduga dapat memicu terjadinya penyakit anemia
aplastik ini.

Faktor-faktor penyebab yang dimaksud antara lain:


a. Penyakit kongenital atau menurun seperti anemia fanconi, dyskeratosis
congenita, sindrom Pearson, sindrom Dubowitz dan lain-lain. Diduga
penyakit-penyakit ini memiliki kaitan dengan kegagalan sumsum
tulang yang mengakibatkan terjadinya pansitopenia (defisit sel darah).
Menurut sumber referensi yang lain, penyakit-penyakit yang baru saja
disebutkan merupakan bentuk lain dari anemia aplastik (Hematologi
Klinik Ringkas; Prof. Dr. I Made Bakta).
b. Zat-zat kimia yang sering menjadi penyebab anemia aplastik misalnya
benzen, arsen, insektisida, dan lain-lain. Zat-zat kimia tersebut
biasanya terhirup ataupun terkena (secara kontak kulit) pada
seseorang.
c. Obat seperti kloramfenikol diduga dapat menyebabkan anemia
aplastik. Misalnya pemberian kloramfenikol pada bayi sejak berumur 2
– 3 bulan akan menyebabkan anemia aplastik setelah berumur 6 tahun.
America Medical Association juga telah membuat daftar obat-obat
yang dapat menimbulkan anemia aplastik. Obat-obat yang dimaksud
antara lain: Azathioprine, Karbamazepine, Inhibitor carbonic
anhydrase, Kloramfenikol, Ethosuksimide, Indomethasin,
Imunoglobulin limfosit, Penisilamine, Probenesid, Quinacrine, Obat-
obat sulfonamide, Sulfonilurea, Obat-obat thiazide, Trimethadione.
d. Radiasi juga dianggap sebagai penyebab anemia aplastik ini karena
dapat mengakibatkan kerusakan pada sel induk ataupun menyebabkan
kerusakan pada lingkungan sel induk. Contoh radiasi yang dimaksud
antara lain pajanan sinar X yang berlebihan ataupun jatuhan radioaktif
(misalnya dari ledakan bom nuklir). Paparan oleh radiasi berenergi
tinggi ataupun sedang yang berlangsung lama dapat menyebabkan
kegagalan sumsum tulang akut dan kronis maupun anemia aplastik.
e. Selain radiasi, infeksi juga dapat menyebabkan anemia aplastik.
Misalnya seperti infeksi virus Hepatitis C, EBV, CMV, parvovirus,
HIV, dengue dan lain-lain.

3. Tanda Dan Gejala


Pada penderita anemia aplastik dapat ditemukan tiga gejala utama
yaitu, anemia (kurang darah merah), trombositopenia (kurang trombosit),
dan leukopenia (kurang leukosit). Ketiga gejala ini disertai dengan gejala-
gejala lain yang dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
a. Anemia biasanya ditandai dengan pucat, mudah lelah, lemah, hilang
selera makan, dan palpitasi.
b. Trombositopenia, misalnya: perdarahan gusi, epistaksis, petekia,
ekimosa dan lain-lain.
c. Leukopenia, misalnya: infeksi.

4. Terapi
Terapi yang dapat dilakukan pada penderita Anemia Aplastik
cukup banyak.
a. Terapi Suportif
Transfusi sel darah merah dan trombosit sangat bermanfaat. Hal ini
dilakukan untuk mengimbangi kekurangan sel darah merah dan
trombosit.
b. Faktor-faktor pertumbuhan hematopoietic
Terapi dengan faktor pertumbuhan sebenarnya tidak dapat
memperbaiki kerusakan sel induk. Namun terapi ini masih dapat
dijadikan pilihan terutama untuk pasien dengan infeksi berat.
c. Transplantasi Sumsum Tulang
Transplantasi sumsum tulang ini dapat dilakukan pada pasien anemia
aplastik jika memiliki donor yang cocok HLA-nya (misalnya saudara
kembar ataupun saudara kandung). Terapi ini sangat baik pada pasien
yang masih anak-anak.
Transplantasi sumsum tulang ini dapat mencapai angka keberhasilan
lebih dari 80% jika memiliki donor yang HLA-nya cocok. Namun
angka ini dapat menurun bila pasien yang mendapat terapi semakin
tua. Artinya, semakin meningkat umur, makin meningkat pula reaksi
penolakan sumsum tulang donor. Kondisi ini biasa disebut GVHD atau
graft-versus-host disease. Kondisi pasien akan semakin memburuk.
d. Terapi imunosupresif
Terapi imunosupresif dapat dijadikan pilihan bagi mereka yang
menderita anemia aplastik. Terapi ini dilakukan dengan konsumsi
obat-obatan. Obat-obat yang termasuk terapi imunosupresif ini antara
lain antithymocyte globulin (ATG) atau antilymphocyte globulin
(ALG), siklosporin A (CsA) dan Oxymethalone.
Oxymethalon juga memiliki efek samping diantaranya, retensi garam
dan kerusakan hati. Orang dewasa yang tidak mungkin lagi melakukan
terapi transplantasi sumsum tulang, dapat melakukan terapi
imunosupresif ini.

5. Komplikasi
Komplikasi yang paling sering terjadi dari anemia aplastik ini
adalah perdarahan dan rentan terhadap infeksi. Hal ini disebabkan karena
kurangnya kadar trombosit dan kurangnya kadar leukosit. Seperti yang
sudah dijelaskan di atas, kadar leukosit dan trombosit ini menurun
diakibatkan kegagalan sumsum tulang.
Terapi anemia aplastik juga dapat menyebabkan komplikasi pada
penderita anemia aplastik ini. Komplikasi yang dimaksud adalah GVHD
(Graft-Versus-Host-Disease). Hal ini merupakan kegagalan dari terapi
transplantasi sumsum tulang. Maksudnya, transplantasi sumsum tulang
merupakan salah satu terapi untuk penderita Anemia Aplastik. Terapi ini
dapat dilakukan jika si pasien masih muda dan HLA si pendonor cocok
dengan si penderita. HLA yang cocok biasanya jika berasal dari saudara
kandung atau orang tua si penderita. GVHD terjadi sebagai bukti bahwa
terapi yang dilakukan gagal.
6. Pencegahan
Usaha pertama untuk mencegah anemia aplastik ini adalah
menghindari paparan bahan kimia berlebih sebab bahan kimia seperti
benzena juga diduga dapat menyebabkan anemia aplastik. Kemudian
hindari juga konsumsi obat-obat yang dapat memicu anemia aplastik.
Kalaupun memang harus mengonsumsi obat-obat yang demikian, sebisa
mungkin jangan mengonsumsinya secara berlebihan.
Selain bahan kimia dan obat, ada baiknya pula untuk menjauhi
radiasi seperti sinar X dan radiasi lainnya yang telah dijelaskan di bagian
faktor penyebab di atas.

C. Konsep dasar Asuhan Keperawatan Anemia Aplastik


1. Pengkajian
a. Aktivitas / Istirahat
1) Keletihan, kelemahan otot, malaise umum
2) Kebutuhan untuk tidur dan istirahat lebih banyak
3) Takikardia, takipnea ; dipsnea pada saat beraktivitas atau istirahat
4) Letargi, menarik diri, apatis, lesu dan kurang tertarik pada
sekitarnya
5) Ataksia, tubuh tidak tegak
6) Bahu menurun, postur lunglai, berjalan lambat dan tanda – tanda
lain yang menunjukkan keletihan
b. Sirkulasi
1) Riwayat kehilangan darah kronis, mis : perdarahan GI
2) Palpitasi (takikardia kompensasi)
3) Hipotensi postural
4) Disritmia : abnormalitas EKG mis : depresi segmen ST dan
pendataran atau depresi gelombang T
5) Bunyi jantung murmur sistolik
6) Ekstremitas : pucat pada kulit dan membrane mukosa
(konjungtiva, mulut, faring, bibir) dan dasar kuku
7) Sclera biru atau putih seperti mutiara
8) Pengisian kapiler melambat (penurunan aliran darah ke perifer
dan vasokonsriksi kompensasi)
9) Kuku mudah patah, berbentuk seperti sendok (koilonikia)
10) Rambut kering, mudah putus, menipis
c. Integritas Ego
1) Keyakinan agama / budaya mempengaruhi pilihan pengobatan mis
transfusi darah
2) Depresi
d. Eliminasi
1) Riwayat pielonefritis, gagal ginjal
2) Flatulen, sindrom malabsorpsi
3) Hematemesis, feses dengan darah segar, melena
4) Diare atau konstipasi
5) Penurunan haluaran urine
6) Distensi abdomen
e. Makanan / cairan
1) Penurunan masukan diet
2) Nyeri mulut atau lidah, kesulitan menelan (ulkus pada faring)
3) Mual/muntah, dyspepsia, anoreksia
4) Adanya penurunan berat badan
5) Membrane mukusa kering,pucat
6) Turgor kulit buruk, kering, tidak elastis
7) Stomatitis
8) Inflamasi bibir dengan sudut mulut pecah
f. Neurosensori
1) Sakit kepala, berdenyut, pusing, vertigo, tinnitus, ketidakmampuan
berkonsentrasi
2) Insomnia, penurunan penglihatan dan bayangan pada mata
3) Kelemahan, keseimbangan buruk, parestesia tangan / kaki
4) Peka rangsang, gelisah, depresi, apatis
5) Tidak mampu berespon lambat dan dangkal
6) Hemoragis retina
7) Epistaksis
8) Gangguan koordinasi, ataksia
g. Nyeri/kenyamanan
1) Nyeri abdomen samar, sakit kepala
h. Pernapasan
1) Napas pendek pada istirahat dan aktivitas
2) Takipnea, ortopnea dan dispnea
i. Keamanan
1) Riwayat terpajan terhadap bahan kimia mis : benzene, insektisida,
fenilbutazon, naftalen
2) Tidak toleran terhadap dingin dan / atau panas
3) Transfusi darah sebelumnya
4) Gangguan penglihatan
5) Penyembuhan luka buruk, sering infeksi
6) Demam rendah, menggigil, berkeringat malam
7) Limfadenopati umum
8) Petekie dan ekimosis

2. Diagnosa Keperawatan
a. Perubahan perusi jaringan berhubungan dengan penurunan komponen
seluler yang diperlukan untuk pengiriman oksigen / nutrisi ke sel.
b. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
kegagalan untuk mencerna atau ketidak mampuan mencerna makanan /
absorpsi nutrisi yang diperlukan untuk pembentukan sel darah merah
(SDM) normal.
c. Konstipasi atau diare berhubungan dengan penurunan masukan diet;
perubahan proses pencernaan.
d. Intoleran aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara
suplai oksigen (pengiriman) dan kebutuhan.
e. Resiko infeksi berhubungan dengan penurunan daya tahan tubuh
sekunder leucopenia, penurunan granulosit (respons inflamasi
tertekan).

3. Intervensi Keperawatan
a. Dx 1 : Perubahan perusi jaringan berhubungan dengan penurunan
komponen seluler yang diperlukan untuk pengiriman oksigen / nutrisi
ke sel.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam
menunjukkan perfusi yang adekuat
Kriteria Hasil :
1) Tanda-tanda vital stabil
2) Membran mukosa berwarna merah muda
3) Pengisian kapiler
4) Haluaran urine adekuat
Intervensi :
1) Ukur tanda-tanda vital, observasi pengisian kapiler, warna
kulit/membrane mukosa, dasar kuku.
R/ memberikan informasi tentang keadekuatan perfusi jaringan
dan membantu kebutuhan intervensi.
2) Auskultasi bunyi napas.
R/ dispnea, gemericik menunjukkan CHF karena regangan
jantung lama/peningkatan kopensasi curah jantung.
3) Observasi keluhan nyeri dada, palpitasi.
R/ iskemia seluler mempengaruhi jaringan miokardial/potensial
resiko infark.
4) Evaluasi respon verbal melambat, agitasi, gangguan memori,
bingung.
R/ dapat mengindikasikan gangguan perfusi serebral karena
hipoksia
5) Evaluasi keluhan dingin, pertahankan suhu lingkungan dan tubuh
supaya tetap hangat.
R/ vasokonstriksi (ke organ vital) menurunkan sirkulasi perifer.
6) Kolaborasi
Observasi hasil pemeriksaan laboratorium darah lengkap
R/ mengidentifikasi defisiensi dan kebutuhan pengobatan/respons
terhadap terapi.
7) Berikan transfusi darah lengkap/packed sesuai indikasi
R/ meningkatkan jumlah sel pembawa oksigen, memperbaiki
defisiensi untuk mengurangi resiko perdarahan.
8) Berikan oksigen sesuai indikasi.
R/ memaksimalkan transpor oksigen ke jaringan.
9) Siapkan intervensi pembedahan sesuai indikasi.
R/ transplantasi sumsum tulang dilakukan pada kegagalan
sumsum tulang/ anemia aplastik.
b. Dx.2 : Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan kegagalan untuk mencerna atau ketidak mampuan mencerna
makanan / absorpsi nutrisi yang diperlukan untuk pembentukan sel
darah merah (SDM) normal.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan 3 x 24 jam anak
mampu mempertahankan berat badan yang stabil

Kriteria hasil :
1) Asupan nutrisi adekuat
2) Berat badan normal
3) Nilai laboratorium dalam batas normal :
Albumin : 4 – 5,8 g/dL
Hb : 11 – 16 g/dL
Ht : 31 – 43 %
Trombosit : 150.000 – 400.000 µL
Eritrosit : 3,8 – 5,5 x 1012
Intervensi :
1) Observasi dan catat masukan makanan anak.
R/ mengawasi masukan kalori atau kualitas kekurangan konsumsi
makanan.
2) Berikan makanan sedikit dan frekuensi sering
R/ makan sedikit dapat menurunkan kelemahan dan meningkatkan
asupan nutrisi.
3) Observasi mual / muntah, flatus.
R/ gajala GI menunjukkan efek anemia (hipoksia) pada organ.
4) Bantu anak melakukan oral higiene, gunakan sikat gigi yang halus
dan lakukan penyikatan yang lembut.
R/ meningkatkan napsu makan dan pemasukan oral. Menurunkan
pertumbuhan bakteri, meminimalkan kemungkinan infeksi.
Teknik perawatan mulut diperlukan bila jaringan
rapuh/luak/perdarahan.
5) Kolaborasi
6) Observasi pemeriksaan laboratorium : Hb, Ht, Eritrosit,
Trombosit, Albumin.
R/ mengetahui efektivitas program pengobatan, mengetahui
sumber diet nutrisi yang dibutuhkan.
7) Berikan diet halus rendah serat, hindari makanan pedas atau
terlalu asam sesuai indikasi.
R/ bila ada lesi oral, nyeri membatasi tipe makanan yang dapat
ditoleransi anak.
8) Berikan suplemen nutrisi mis : ensure, Isocal.
R/ meningkatkan masukan protein dan kalori.
c. Dx. 3 : Konstipasi atau diare berhubungan dengan penurunan
masukan diet; perubahan proses pencernaan.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan 3 x 24 jam anak
menunjukan perubahan pola defekasi yang normal.
Kriteria hasil :
1) Frekuensi defekasi 1x setiap hari
2) Konsistensi feces lembek, tidak ada lender / darah
3) Bising usus dalam batas normal
Intervensi :
1) Observasi warna feces, konsistensi, frekuensi dan jumlah.
R/ membantu mengidentifikasi penyebab / factor pemberat dan
intervensi yang tepat.
2) Auskultasi bunyi usus.
R/ bunyi usus secara umum meningkat pada diare dan menurun
pada konstipasi.
3) Hindari makanan yang menghasilkan gas.
R/menurunkan distensi abdomen.
Kolaborasi
4) Berikan diet tinggi serat
R/ serat menahan enzim pencernaan dan mengabsorpsi air dalam
alirannya sepanjang traktus intestinal.
5) Berikan pelembek feces, stimulant ringan, laksatif sesuai indikasi.
R/ mempermudah defekasi bila konstipasi terjadi.
6) Berikan obat antidiare mis : difenoxilat hidroklorida dengan
atropine (lomotil) dan obat pengabsorpsi air mis Metamucil.
R/ menurunkan motilitas usus bila diare terjadi.
d. Dx.4 : Intoleran aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan
antara suplai oksigen (pengiriman) dan kebutuhan.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan 3 x 24 jam anak
melaporkan peningkatan toleransi aktivitas.
Kriteria hasil :
1) Tanda – tanda vital dalam batas normal
2) Anak bermain dan istirahat dengan tenang
3) Anak melakukan aktivitas sesuai dengan kemampuan
4) Anak tidak menunjukkan tanda – tanda keletihan
Intervensi :
1) Ukur tanda – tanda vital setiap 8 jam
R/ manifestasi kardiopulmonal dari upaya jantung dan paru untuk
membawa jumlah oksigen adekuat ke jaringan.
2) Observasi adanya tanda – tanda keletihan ( takikardia, palpitasi,
dispnea, pusing, kunang – kunang, lemas, postur loyo, gerakan
lambat dan tegang.
R/ membantu menetukan intervensi yang tepat.
3) Bantu anak dalam aktivitas diluar batas toleransi anak.
R/ mencegah kelelahan.
4) Berikan aktivitas bermain pengalihan sesuai toleransi anak.
R/ meningkatkan istirahat, mencegah kebosanan dan menarik diri.
e. Dx.5 : Resiko infeksi berhubungan dengan penurunan daya tahan
tubuh sekunder leucopenia, penurunan granulosit (respons inflamasi
tertekan).
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan 3 x 24 jam infek
tidak terjadi.
Kriteria Hasil :
1) Tanda – tanda vital dalam batas normal
2) Leukosit dalam batas normal
3) Keluarga menunjukkan perilaku pencegahan infeksi pada anak
Intervensi
1) Ukur tanda – tanda vital setiap 8 jam.
R/ demam mengindikasikan terjadinya infeksi.
2) Tempatkan anak di ruang isolasi bila memungkinkan dan beri
tahu keluarga supaya menggunakan masker saat berkunjung.
R/ mengurangi resiko penularan mikroorganisme kepada anak.
3) Pertahankan teknik aseptik pada setiap prosedur perawatan.
R/ mencegah infeksi nosokomial.
Kolaborasi
4) Observasi hasil pemeriksaan leukosit.
R/lekositosis mengidentifikasikan terjadinya infeksi dan
leukositopenia mengidentifikasikan penurunan daya tahan tubuh
dan beresiko untuk terjadi infeksi

4. Implementasi
Implementasi disesuaikan dengan intervensi yang telah dibuat.

5. Evaluasi Keperawatan
a. Mempertahankan perfusi jaringan adekuat
b. Mempertahankan asupan nutrisi adekuat dan berat badan stabil
c. Menunjukkan pola defekasi normal
d. Mengalami peningkatan toleransi aktivitas
e. Infeksi tidak terjadi
DAFTAR PUSTAKA

Doenges, E. M, Mary F.M, Alice C.G, (2002), Rencana Asuhan Keperawatan,


EGC, Jakarta.
Smeltzer C. Suzanne, Bare G. Brendo, (2002), Keperawatan Medikal Bedah, vol.
3, Jakarta, EGC:
Hall and Guyton, (1997), Fisiologi Kedokteran, EGC : Jakarta.
Noer Sjaifullah H. M, (1999), Ilmu Penyakit Dalam, jilid II, FKUI, Jakarta.
Bakhshi, Sameer, MD. (October 2009). “Aplastic Anemia”.
http://www.emedicine.com
Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. “Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam”. Penerbitan IPD FKUI Pusat. Jakarta. 2007: 627 –
633.
Bakta, I Made, Prof. Dr. “Hematologi Klinik Ringkas”. Penerbit Buku
Kedokteran EGC. Jakarta. 2006: 98 – 110.

Anda mungkin juga menyukai