Anda di halaman 1dari 34

MAKALAH ERGONOMI DAN FAAL KERJA

“ ERGONOMI ORANG TUA”

OLEH :
KELOMPOK 3 K3 C
AYU MUNASARI J1A121011
IYO ARSYANDI J1A121034
ADEL FITRIAN J1A121099
PUTRI WAHYU ENJELITA J1A121179
RANGGA HARDIANTO J1A121181
MUHLIS DANUARTA J1A121290
NOVIA DWI HASTUTI J1A121297
RISDAYANTI J1A121309
TIARA AULIA MUSTAFA J1A121325
YUSMA MARSELINDA Y. J1A121336

JURUSAN KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KESEHATAN MASARAKAT
UNVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat-Nya sehingga
makalah yang berjudul “ ERGONOMI ORANG TUA” ini dapat tersusun
sampai dengan selesai.

Terima kasih, penulis ucapkan kepada Ibu Dosen Inda Ade Pratiwi, SKM.,
M.PH selaku Dosen Mata Kuliah Ergonomi dan Faal Kerja yang telah membantu
kami baik secara moral maupun materi. Tidak lupa juga penulis mengucapkan
terima kasih terhadap bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan
memberikan sumbangan baik pikiran maupun materinya.

Penulis menyadari bahwa Makalah ini masih jauh dari kata sempurna baik
segi penyusunan, bahasa, maupun penulisannya. Oleh karena itu, penulis sangat
mengharapkan kritik dan saran yang menbangun dari semua pembaca guna
menjadi acuan agar penulis juga biasa lebih baik lagi di masa mendatang.

Semoga Makalah ini, bisa menambah wawasan para pembaca dan bisa
bermanfaat untuk perkembangan dan peningkatan ilmu pengetahuan mengenai
Konsep Dasar Kecelakaan Kerja.

Kendari, 17 Oktober 2023

Kelompok 3
DAFTAR ISI

Contents
KATA PENGANTAR.............................................................................................2
DAFTAR ISI...........................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN......................................................................................4
A. Latar Belakang..............................................................................................4
B. Rumusan Masalah.........................................................................................5
C. Tujuan Penulisan...........................................................................................5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA...........................................................................6
A. Konsep Penurunan Fungsional Pada Lansia.................................................6
B. Antropometri Pada Lansia..........................................................................10
C. Sarana Ergonomis Lansia............................................................................13
D. Kenyamanan Lansia....................................................................................13
BAB III PENUTUP.............................................................................................16
A. Kesimpulan.................................................................................................16
B. Saran............................................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................17
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penduduk lansia di Indonesia senantiasa mengalami peningkatan
setiap tahun. Disatu sisi angka tersebut menunjukkan kualitas kesehatan
yang semakin baik, tetapi disisi lain jumlah penduduk lansia yang semakin
meningkat membawa berbagai konsekuensi tersendiri. Dari sisi pemerintah
kondisi lansia ini telah mendapat perhatian serius dengan dikeluarkannya
sejumlah peraturan berkaitan dengan kesejahteraan dan kesehatan lansia.
Dengan berbagai aturan tersebut juga memunculkan berbagai program
kerja baik ditingkat pusat maupun daerah agar tujuan dari adanya
kebijakan dapat terealisasi dengan optimal untuk peningkatan derajat
kesehatan khususnya bagi lansia (Muh. Khozin et al.,2019).

Masa lanjut usia (lansia) atau menua merupakan tahap paling akhir
dari siklus kehidupan seseorang. Menurut Naftali et al., (2017) dalam
pembagian usia lansia dibagi menjadi 3 batasan umur, yaitu young old
(usia 70-75 tahun), old (usia 75-80 tahun), dan very old (usia> 80 tahun).
Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa lansia merupakan
seseorang yang berusia di atas 60 tahun. Selama masa penuaan akan terjadi
penurunan fungsi tubuh sehingga akan menimbulkan masalah kesehatan
(Younggest, et al.,2019). Sistem ketebalan tubuh melemah, sehigga orang
tua rentan terhadap berbagai penyakit, seperti kanker dan radang paruh-
paruh (Muh. Khozin et al.,2019).

Secara alamiah kemampuan fisik dari lansia telah mengalami


penurunan fungsi secara signifikan. Secara umum, lansia dapat mengalami
penurunan fisik setiap tahunan. Seiring bertambahnya usia, mereka
cenderung menjadi semakin rentan terhadap cacat fisik dan penyakit
mental (Kyritsis, et al., 2018). Seseorang yang memasuki usia tua akan
mengalami kemunduran fungsi fisik, misalnya pendengaran dan
penglihatan yang kurang jelas, gerakan lambat dan postur tubuh yang tidak
proporsional (Naftali, et al., 2017). Beberapa konsekuensi kesehatan fisik
dan mental terkait dengan penderitaan spesifik usia dan meningkat di
kalangan lansia (Muh. Khozin et al.,2019).

Lansia dibagi menjadi tiga kategori yaitu lansia muda, lansia madya,
dan lansia tua. Peningkatan jumlah lansia menjadi masalah serius dalam
kehidupan di seluruh dunia. Data Badan Pusat Statistik [1] dalam lima
dekade (1971- 2019) jumlah lansia di Indonesia terjadi peningkatan
sebesar 9,6%. Lansia muda (60-69 tahun) mendominasi hingga 63,82%,
lansia madya (70-79 tahun) sebesar 27,68% dan lansia tua (80+ tahun)
sebesar 8,50%. Peningkatan jumlah penduduk lansia di Indonesia
memberikan konsekuensi yang tidak sederhana. Berbagai macam
tantangan akibat penuaan telah menyentuh berbagai aspek kehidupan.
Lima tahun terakhir, rumah tangga lansia bertambah hampir 3% [1].
Berdasarkan data tersebut banyak lansia yang tinggal sendiri sehingga
membutuhkan dukungan dari lingkungan sekitar. Selain itu, terdapat aspek
penting yang akan berdampak terhadap kualitas hidup lansia, yakni
pendidikan dan Kesehatan (Hari Purnomo et al.,2022).

B. Rumusan Masalah
1. Menjelaskan Konsep Penurunan Fungsi Fisiologis pada Lansia
2. Bagaimana Antropometri pada Lansia
3. Bagaimana Sarana Ergonomis untuk Lansia
4. Bagaimana kenyamanan pada Lansia

C. Tujuan Penulisan
1. Mahasiswa mampu menjelaskan Konsep Penurunan Fungsi Fisiologi
pada Lansia
2. Mahasiswa mampu menjelaskan Antropometri pada Lansia
3. Mahasiswa mampu menjelaskan Sarana Ergonomis untuk Lansia
4. Mahasiswa mampu menjelaskan Kenyamanan pada Lansia
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Penurunan Fungsional Pada Lansia
1. Lanjut Usia
Usia lanjut dikatakan sebagai tahap akhir perkembangan pada
hidup manusia termasuk biologis, psikologis dan sosial. Lanjut usia
adalah suatu kejadian yang pasti akan dialami oleh semua orang yang
dikaruniai usia panjang, terjadinya tidak bisa dihindari oleh siapa saja.
Seseorang yang telah berumur lebih dari 60 tahun(Yiyit. 2019).
Lansia merupakan tahap akhir dari siklus hidup manusia yang
merupakan proses alamiah yang tidak dapat. Lanjut usia terdiri dari
beberapa penggelompokan umur diantaranya sebagai berikut, (1) Usia
pertengahan Middle age 45-59 tahun, (2) lansia 60-74 tahun (elderly),
(3) lansia tua 75-90 tahun (old), (4) usia sangat tua (very old). Lanjut
usia dalam kehidupannya sehari-hari akan banyak mengalami
kemunduran dan perubahan-perubahan. Meliputi perubahan fisik,
psikologis, perubahan mental, kognitif dan perubahan spiritual dan
ekonomi(Yiyit. 2019).
Masalah fisik yang ditemukan pada lansia adalah: Mudah jatuh
dan mudah lelah. Kekacauan mental akut, nyeri dada, berdebardebar,
sesak nafas, pembengkakan, sulit tidur, pusing, dan
perubahanperubahan pada mental atau psikososial sehingga akan
mempengarui konsep diri (Yiyit. 2019).
Dalam UU nomor 13 tahun 1998 tentang kesejahteraan lanjut usia
pasal 1 ayat 2, lanjut usia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60
tahun (enam puluh tahun) keatas. Pada Tahun 2012 Indonesia termasuk
negara asia ketiga dengan jumlah absolut populasi lansia diatas 60
tahun yakni (25 Juta) setelah Cina (200 Juta) dan India (100 Juta),
bahkan diperkirakan Indonesia akan mencapai 100 Juta lansia pada
tahun 2050 (Silalahi. 2020).
2. Konsep Penurunan Fungsi Fisiologis
Dengan bertambahnya umur, fungsi fisiologis mengalami
penurunan akibat proses penuaan sehingga penyakit tidak menular
banyak muncul pada lanjut usia.Salah satu masalah utama yang
berhubungan dengan penyakit saraf pada lanjut usia adalah penurunan
fungsi kognitif. Gangguan memori, perubahan persepsi, masalah dalam
berkomunikasi, penurunan fokus dan atensi, hambatan dalam
melaksanakan tugasan harian adalah gejala dari gangguan kognitif.
Kemunduran fungsi kognitif tersebut selanjutnya mempengaruhi pola
interaksi mereka dengan lingkungan tempat tinggal, anggota keluarga,
juga pola aktivitas sosialnya. Hal tersebut menambah beban keluarga,
lingkungan dan masyarakat (Wahid. 2019).
Kemunduran yang terjadi dapat mengakibatkan gangguan pada
sistem tubuh dan penyakit degeneratif yang merupakan dampak
fungsional negative. Penurunan aktivitas, kemandirian, maupun kualitas
hidup adalah dampak dari fungsional negatif dari adanya perubahan
pada lansia (Silalahi. 2020).
Perubahan fungsi fisiologis diantaranya terjadi pada sitem
neurologis, sensori, dan muskuloskeletal. Perubahan sistem neurologis
pada lansia mengakibatkan penurunan kognitif, penurunan waktu
reaksi, masalah keseimbangan dan kinetik serta ganguan
tidur.Kemunduran fungsi kognitif dapat berupa muda lupa
(forgetfulness) bentuk kognitif yang paling ringan diperkirakan
dikeluhkan oleh 39% lanjut usia yang berusia 50-59 tahun, meningkat
menjadi 85% pada usia lebih dari 80 tahun(Silalahi. 2020).
 Kondisi kesehatan fisik
Masalah fisik yang ditemukan pada lansia adalah: Mudah
jatuh dan mudah lelah. Kekacauan mental akut, nyeri dada,
berdebardebar, sesak nafas, pembengkakan, sulit tidur, pusing, dan
perubahanperubahan pada mental atau psikososial sehingga akan
mempengarui konsep diri (Yiyit. 2019).

Proses penuaan mengakibatkan perubahan (penurunan)


struktur dan fisiologis pada lanjut usia seperti (Hidaayah. 2020):

 penglihatan,
 pendengaran,
 Sistem paru,
 persendian tulang.

Seiring dengan penurunan fungsi fisiologis tersebut, ketahanan


tubuh lansia pun semakin menurun sehingga terjangkit berbagai
penyakit. Penurunan kemampuan fisik ini dapat menyebabkan lansia
menjadi stress, yang dulunya semua pekerjaan bisa dilakukan
sendirian, kini terkadang harus dibantu orang lain. Perasaan
membebani orang lain inilah yang dapat menyebabkan stress. Lansia
yang menderita penyakit dapat mengakibatkan perubahan fungsi
fisiologis pada orang yang menderitanya. Perubahan fungsi tersebut
dapat mempengaruhi kehidupan seseorang dapat menyebabkan stress
pada kaum lansia yang mengalaminya (Hidaayah. 2020).

Perubahan fungsi fisiologis yang dialami seseorang tergantung


pada penyakit yang dideritanya. Semakin sehat jasmani lansia semakin
jarang ia terkena stress, dan sebaliknya, semakin mundur
kesehatannya, maka semakin mudah lansia itu terkena stress. Para
lansia yang rentan terhadap stress misalnya lansia dengan penyakit
degeneratif, lansia yang menjalani perawatan lama di rumah sakit,
lansia dengan keluhan somatis kronis, lansia dengan imobilisasi
berkepanjangan serta lansia dengan isolasi sosial(Hidaayah. 2020).

Dengan bertambahnya umur, fungsi fisiologis mengalami


penurunan akibat proses penuaan sehingga penyakit tidak menular
banyak muncul pada lanjut usia.Salah satu masalah utama yang
berhubungan dengan penyakit saraf pada lanjut usia adalah penurunan
fungsi kognitif. Gangguan memori, perubahan persepsi, masalah
dalam berkomunikasi, penurunan fokus dan atensi, hambatan dalam
melaksanakan tugasan harian adalah gejala dari gangguan kognitif.
Kemunduran fungsi kognitif tersebut selanjutnya mempengaruhi pola
interaksi mereka dengan lingkungan tempat tinggal, anggota keluarga,
juga pola aktivitas sosialnya. Hal tersebut menambah beban keluarga,
lingkungan dan masyarakat (Wahid. 2019).
Perubahan fungsi fisiologis diantaranya terjadi pada sitem
neurologis, sensori, dan muskuloskeletal. Perubahan sistem neurologis
pada lansia mengakibatkan penurunan kognitif(Silalahi. 2020).
 Faktor-faktor risiko penurunan fungsi kognitif tersebut dapat berasal
dari:
a. Faktor genetik usia,
b. Faktor penyakit/kondisi kesehatan seperti Hipertensi, DM,
defisiensi,
c. Faktor lingkungan tempat tinggal .

Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi penurunan


memori salah satunya adalah aktivitas fisik. Aktifitas fisik secara
teratur telah terbukti dapat mengurangi risiko demensia, termasuk
Alzheimer sebesar 50%. Tingkat aktivitas fisik yang tinggi dan rutin
serta berterusan mempunyai hubungan dengan tingginya skor fungsi
kognitif dan penurunan fungsi kognitif. Penurunan intensitas dan
durasi aktivitas fisik atau olahraga akan mempercepat proses
penurunan fungsi kognitif (Silalahi. 2020).

1. Upaya Yang Dapat Dilakukan


Fungsi fisiologis pada saat bertambahnya umur mengalami
penurunan akibat proses penuaan sehingga penyakit tidak menular
banyak muncul pada lanjut usia. Penyakit terbanyak pada lanjut usia
adalah Penyakit Tidak Menular (PTM) antara lain hipertensi, artritis,
stroke, Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) dan Diabetes Melitus
(DM), dan hipertensi merupakan prevalensi tertinggi penyakit yang
dialami lansia (Wahid. 2019).
Upaya yang dapat dilakukan penderita hipertensi untuk
menurunkan tekanan darah dilakukan dengan dua jenis yaitu secara
farmakologis dan non farmakologis, terapi farmakologis dapat
dilakukan dengan menggunakan obat antihipertensi, sedangkan terapi
dengan nonfarmakologis dapat dilakukan dengan berbagai upaya
yaitu: mengatasi obesitas dengan menurunkan berat badan berlebih,
pemberian kalium dalam bentuk makanan, dengan konsumsi buah dan
sayur, mengurangi asupan garam dan lemak jenuh, berhenti merokok,
mengurangi konsumsi alcohol, menciptakan keadaan rileks, dan
latihan fisik (olahraga) secara teratu (Eviyanti. 2021).
Jenis latihan fisik (olahraga) yang bisa dilakukan lansia antara
lain adalah senam lansia. Senam lansia adalah serangkaian gerak nada
yang teratur dan terarah serta terencana yang diikuti oleh orang lanjut
usia dalam bentuk latihan fisik yang berpengaruh terhadap
kemampuan fisik lansia. Aktifitas olahraga ini akan membantu tubuh
agar tetap bugar dan tetap segar karena melatih tulang tetap kuat dan
membantu menghilangkan radikal bebas yang berkeliaran dalam
tubuh (Eviyanti. 2021).

B. Antropometri Pada Lansia


Lanjut usia (lansia) adalah orang yang mencapai usia 60 tahun
ke atas yang mempunyai hak yang sama dalam kehidupan
bermasyarakat,berbangsa,dan bernegara ( UU RI N0 13 tahun 1998).
Menurut WHO (Word Health Organization) membagi masa lanjut usia
sebagai berikut : a) usia 45-60 tahun, disebut middle age (setengah
baya atau A-teda madya); b) usia 60-75 tahun, disebut alderly (usia
lanjut atau wreda utama); c) usia 75-90 tahun, disebut old (tua atau
prawasana); d) usia diatas 90 tahun, disebut old (tua sekali atau wreda
wasana) (Andarmayo, 2018).
Usia 60 tahun ke atas merupakan tahap akhir dari proses
penuaan yang memiliki dampak terhadap tiga aspek, yaitu
biologis,ekonomi,dan sosial. Secara biologis, lansia akan mengalami
proses penuaan secara terus menurus yang ditandai dengan penurunan
daya tahan fisik dan rentan terhadap serangan penyakit. Jumlah lansia
Indonesia mencapai 20,24 juta jiwa, setara dengan 8,03% dari seluruh
penduduk indonesia pada tahun 2014 (BPS,2015). Penetapan usia
lansia memang tidak sama bagi seluruh negara, bagi negara-negara
dengan populasi menua, kecenderungan pembatasan usia lanjut lebih
dirinci, contohnya Lee dkk (2018) yang membagi usia lansia menjadi
usia lanjut termuda (65-74 tahun), usia lanjut menengah (75-85 tahun)
dan usia lanjut tertua (diatas 85 tahun).

Seiring meningkatnya usia, terjadi perubahan dalam sturktur


dan fungsi pada sel, jaringan serta sistem organ. Perubahan tersebut
mempengerahui kemunduran kesehatan fisik yang pada akhirnya akan
berpengaruh pada kerentanan terhadap penyakit (Akbar, Hamdan, &
Umi Indar Humaerah, 2020).

Dimensi Keterangan Persentil SD


5 50 95
D1 Tinggi tubuh 157,29 166,75 176,21 5,75
D2 Tinggi mata 146,29 155,75 165,21 5,75
D3 Tinggi bahu 138,86 140,75 142,64 1,15
D4 Tinggi siku 99,64 104,9 110,16 3,2
D5 Tinggi pinggul 95 95 95 0
D6 Tinggi tulang ruas 71 71 71 0
D7 Tinggi ujung jari 73,9 73,9 73,9 0
D8 Tinggi dalam posisi 73,57 78,5 83,44 3
duduk
D9 Tinggi mata dalam 61,91 68 74,09 3,7
posisi duduk
D10 Tinggi bahu dalam 81,09 82,9 84,71 1,1
posisi duduk
D11 Tinggi siku dalam 34,7 34,7 34,7 0
posisi duduk
D12 Tebal paha 20,2 20,2 20,2 0
D13 Panjang lutut 52,3 52,3 52,3 0
D14 Panjang poplitea 35,3 35,3 35,3 0
D15 Tinggi lutut 54,49 58,85 63,21 2,65
D16 Tinggi poplitea 51,5 49,75 52,63 1,75
D17 Lebar sisi bahu 46,92 51,2 55,48 2,6
D18 Lebar bahu bagian 43 43 43 0
atas
D19 Lebar pinggul 37,66 39,55 41,44 1,15
D20 Tabal dada 22,4 22,4 22,4 0
D21 Tebal perut 37,14 37,3 37,46 0,1
D22 Panjang lengan atas 34,48 34,48 34,48 0
D23 Panjang lengan 34,95 36,6 38,24 1
bawah
D24 Panjang rentang 65,7 65,7 65,7 0
tangan kedepan
D25 Panjang bahu- 57 57 57 0
genggaman tangan
kedepan

D26 Panjang kepala 18,6 18,6 18,6 0


D27 Lebar kepala 19,18 20 20,82 0,5
D28 Panjag tangan 22,5 22,5 22,5 0
D29 Lebar tangan 13,9 13,9 13,9 0
D30 Panjang kaki 25 25 25 0
D31 Lebar kaki 10 10 10 0
D32 Panjang rentangan 171,1 171,1 171,1 0
tangan ke samping
D33 Panjang rentangan 88 88 88 0
siku
D34 Tinggi genggaman 208,3 208,3 208,3 0
tangan ke atas
dalam posisi berdiri
D35 Tinggi genggaman 128,1 128,1 128,1 0
tangan ke atas
dalam posisi duduk
D36 Panjang 62 62 62 0
genggaman tangan
ke depan

C. Sarana Ergonomis Lansia


Masa lanjut usia (lansia) atau menua merupakan tahap paling
akhir dari siklus kehidupan seseorang. Menurut Naftali et al., (2017)
dalam pembagian usia lansia dibagi menjadi 3 batasan umur, yaitu
young old (usia 70-75 tahun), old (usia 75-80 tahun), dan very old
(usia> 80 tahun). Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan
bahwa lansia merupakan seseorang yang berusia di atas 60 tahun.
Selama masa penuaan akan terjadi penurunan fungsi tubuh sehingga
akan menimbulkan masalah kesehatan (Younggest, et al.,2019).
Sistem ketebalan tubuh melemah, sehigga orang tua rentan terhadap
berbagai penyakit, seperti kanker dan radang paruh-paruh (Purnomo,
2021).
Secara alamiah kemampuan fisik dari lansia telah mengalami
penurunan fungsi secara signifikan. Secara umum, lansia dapat
mengalami penurunan fisik setiap tahunnya. Seiring bertambahnya
usia, mereka cenderung menjadi semakin rentan terhadap cacat fisik
dan penyakit mental (Kyritsis, et al., 2018). Seseorang yang memasuki
usia tua akan mengalami kemunduran fungsi fisik, misalnya
pendengaran dan penglihatan yang kurang jelas, gerakan lambat dan
postur tubuh yang tidak proporsional (Naftali, et al., 2017). Beberapa
konsekuensi kesehatan fisik dan mental terkait dengan penderitaan
spesifik usia dan meningkat di kalangan lansia (Purnomo, 2021).
Jatuh berulang merupakan penyebab penting morbiditas dan
mortalitas pada lansia dan merupakan penanda status fisik dan
kognitif yang buruk (Dhargave & Sendhilkumar, 2016). Kontrol
keseimbangan yang memburuk adalah penyebab paling sering jatuh
dan cedera pada lansia. Kontrol keseimbangan terdiri dari interaksi
yang kompleks dari beberapa sistem yang mendasarinya (yaitu, sistem
sensorik, sistem motorik, dan sistem saraf) (Engelhart, et al., 2014).
Orang tua (berusia ≥ 65 tahun) yang jatuh berisiko tinggi mengalami
cedera serius atau kematian dan frekuensi jatuh meningkat seiring
bertambahnya usia (Purnomo, 2021).
Keterbatasan fisik lansia tersebut nantinya akan berpengaruh
pada penggunaan sarana ataupun fasilitas yang mendukung lansia
dalam melakukan aktivitas sehari- hari. Terutama pada panti jompo
sehingga seorang lansia merasa diberikan perawatan yang baik agar
tehindar dari resiko lansia (E. Eijkelenboom et al., 2017). Salah satu
cara yang dapat dilakukan untuk mengurangi resiko yang terjadi
adalah dengan melakukan riset tentang ergonomi fasilitas kamar
mandi bagi lansia berdasarkan kesesuaian antara kloset, kondisi lantai,
pegangan tangan (handrail), bak mandi (ketinggian bak mandi, kran,
dan volume gayung), handel pintu, serta pencahayaan dengan faktor
fisiologi dan antropometri lansia (Habib, 2017). Oleh sebab itu upaya
untuk meningkatkan kenyamanan lansia dikamar mandi dengan
perancangan yang ergonomi sehingga memberikan keleluasaan gerak,
keamanan beraktivitas dan kenyamanan kepada lansia, saat berada
dikamar mandi (Purnomo, 2021).
1. Lansia
Lanjut usia (lansia) merupakan periode saat seorang individu
telah mencapai kematangan dalam ukuran, fungsi, dan telah
menunjukkan kemunduran baik fisik, maupun psikologis seiring
dengan berjalannya waktu. Peningkatan populasi yang menua
meningkat dengan cepat. Dalam pembagian usia lansia menurut World
Health Organization (WHO) menyatakan masa lanjut usia menjadi
empat golongan, yaituusiapertengahan (middle age) 45-59 tahun,
lanjut usia (elderly) 60-74 tahun, lanjut usia tua (old) 75–90 tahun dan
usia 9 sangat tua (very old) di atas 90 tahun. Dalam Amin & Juniati,
(2017) menyatakan bahwa umur lansia dimulai dari 46-55 tahun
adalah masa awal lansia, pada umur 56-65 tahun adalah masa akhir
lansia sedangkan >65 tahun adalah masa manula (Purnomo, 2021).
Usia lanjut adalah proses alami yang tidak dapat dihindarkan.
Proses menjadi tua disebabkan oleh faktor biologik yang terdiri dari 3
fase yaitu fase progresif, fase stabil, dan fase regresif. Dalam fase
regresif mekanisme lebih ke arah kemunduran yang dimulai dalam sel
yang merupakan komponen terkecil dari tubuh manusia. Sel-sel
menjadi aus karena lama berfungsi sehingga mengakibatkan
kemunduran yang dominan dibandingkan terjadinya pemulihan. Di
dalam struktur anatomik proses menjadi tua terlihat sebagai
kemunduran di dalam sel. Proses ini berlangsung secara alamiah, terus
menerus, dan berkesinambungan, yang selanjutnya akan menyebabkan
perubahan anatomis, fisiologis, dan biokemis pada jaringan tubuh dan
akhirnya akan mempengaruhi fungsi dan kemampuan badan secara
keseluruhan (Nugroho, 1995). Menurut Nugroho (1995) ada beberapa
teori proses menua, salah satunya adalah teori biologi. Teori ini
dijelaskan sebagai berikut (Purnomo, 2021):
1. Secara keturunan dan atau mutasi (Somatic Mutatie Theory),
setiap sel pada saatnya akan mengalami mutasi.
2. ”Pemakaian dan Rusak”, kelebihan usaha dan stres menyebabkan
sel-sel tubuh lelah (terpakai).
3. Pengumpulan dari pigmen atau lemak dalam tubuh, yang disebut
teori akumulasi dari produk sisa.
4. Peningkatan jumlah kolagen dalam lemak.
5. Tidak ada perlindungan terhadap radiasi, penyakit, dan
kekurangan gizi.
6. Reaksi dari kekebalan sendiri (Auto Immune Theory). Di dalam
proses metabolisme tubuh, suatu saat diproduksi suatu zat khusus
dan ada jaringan tubuh tertentu yang tidak tahan terhadap zat
tersebut, sehingga jaringan tubuh menjadi lemah dan sakit.
Ergonomi adalah ilmu yang mempelajari berbagai aspek dan
karakteristik manusia (kemampuan, kelebihan, keterbatasan, dan
lain-lain) yang relevan dalam konteks kerja, serta memanfaatkan
informasi yang diperoleh dalam upaya merancang produk, mesin,
alat, lingkungan serta sistem kerja yang terbaik (Iridiastadi dan
Yassierli, 2014). Antropometri merupakan suatu studi yang berkaitan
dengan pengukuran dimensi tubuh manusia. Data antropometri dapat
diaplikasikan secara luas antara lain dalam hal (Nurmianto, 2008):
a) Perancangan areal kerja (work station, interior mobil, dan
sebagainya),
b) Perancangan peralatan kerja seperti mesin, perlengkapan,
perkakas dan sebagainya,
c) Perancangan produkproduk konsumtif seperti pakaian, kursi
meja, komputer dan sebagainya,
d) Perancangan lingkungan kerja fisik, yaitu dalam perancangan
tersebut bentuk, ukuran dan dimensi yang berkaitan dengan
produk yang berkaitan langsung dengan data antropometri
manusia itu pada dasarnya memiliki variasi yang cukup besar,
maka perancangan produk harus mampu mengakomodasikan
dimensi tubuh dari populasi terbesar yang akan menggunakan
produk tersebut (Purnomo, 2021).
Keselamatan dan Kesehatan Kerja, dapur ini dirancang agar
lansia tetap aman dan nyaman saat melakukan aktivitas di dapur,
karena jika lansia mengalami kecelakaan maka akan
mengakibatkan trauma bagi lansia bahkan dapat mengakibatkan
cedera yang mana hal tersebut dapat dicegah dengan pemilihan
material dapur yang aman bagi lansia serta penempatan barang dan
peralatan yang tepat (Dharma, Putera dan Dewi, 2017).
2. Desain Kamar Mandi
Secara umum Kamar mandi ialah tempat rutinitas manusia
setiap hari seperti membersihkan diri menggunakan air bersih yang
disebut mandi dan buang air. Pada era modern seperti sekarang ini,
keberadaan kamar mandi dalam suatu tempat tinggal merupakan
suatu keharusan bagi semua orang. Untuk itulah diperlukan
rancangan kamar mandi yang tidak saja mendasarkan aspek
estetika, fungsi, dan bentuk semata. Tetapi hendaknya
mempertimbangkan pula kebolehan dan batasan yang dimiliki oleh
penggunanya. Diharapkan rancangan kamar mandi yang sesuai
dengan lansia, akan meningkatkan keamanan dan kenyamanan
penggunanya (Purnomo, 2021).
Rancangan sebuah kamar mandi yang mempertimbangkan
berbagai aspek, berkembang seiring dengan pertumbuhan hunian
manusia modern. Namun demikian pemilihan bahan dan parabot
kamar mandi pada rumah tinggal, terkadang kurang
mempertimbangkan aspek kesesuaian penggunanya.
Ananta&Griadhi (2017) menyatakan bahwa masalah ergonomic
yang ditemui adalah ketidaksesuaian antara ukuran sarana kamar
mandi dengan kemampuan tubuh lansia, lantai keramik bias diganti
yang lebih berstektur kasar dan menambah kemiringan lantai dan
memasang beberapa pegangan tangan di dalam kamar mandi.
Upaya ini dilakukan dengan pertimbangan bahwa, kemampuan
gerak motorik lansia telah banyak menurun, hal ini disebabkan oleh
karena penurunan kapasitas sensor motoriknya (Purnomo, 2021).
3. Desain Dapur Baru
Untuk pembuatan dapur baru yang lebih ergonomis dan ramah
untuk lansia diperlukan datadata diatas sebagai acuan dalam
pembuatan design. Jarak dari kitchen set dengan plafon terlalu
lebar menyebabkan plafon tersebut terlalu tinggi dan juga kabinet
bagian atas terlalu rendah sehingga dapat membahayakan lansia
tersebut saat melakukan aktivitas dibawah kabinet. Selain data
wawancara yang diperoleh, kami juga menemukan beberapa
masalah yang dihadapi oleh lansia berdasarkan hasil pengamatan
langsung yaitu sebagai berikut (Purnomo, 2021):
- Pertukaran udara yang kurang bagus saat ini karena jendela
yang ada jarang dibuka.
- Penempatan barang-barang yang berantakan sehingga lansia
susah dalam mencari barang yang dibutuhkan.
- Meja makan yang digunakan terlalu besar sehingga ruangan
menjadi tampak sempit.
- Beberapa ukuran di dapur yang tidak sesuai dengan
antropometri lansia sehingga menyebabkan lansia mengalami
kesulitan dan keluhan selama beraktivitas di dapur.
Pada tahapan selanjutnya, dirancang ulang desain fasilitas
dapur yang digunakan lansia X berdasarkan antropometri lansia
dan kebutuhan lansia X. Desain dapur harus dikembangkan atas
dasar antropometri untuk memastikan peningkatan efisiensi kerja,
kesehatan dan keselamatan pekerja (Bhatt dan Sidhu, 2012).
Penggunaan data antropometri untuk merancang dimensi dapur
yang diusulkan menunjukkan bahwa adanya kompatibilitas antara
data antropometri dan dirancang dimensi fasilitas sehingga
menghasilkan peningkatan kenyamanan dan kemudahan
penggunaan (Stellon, Seils dan Mauro, 2017). Dalam merancang
fasilitas fisik, digunakan data antropometri dan analisis persentil
untuk memastikan bahwa pengguna dapat menggunakan rancangan
fasilitas fisik dapat digunakan secara aman dan nyaman bagi
penggunanya. Persentil menunjukkan prosentase tertentu dari orang
yang memiliki ukuran pada atau dibawah nilai tersebut. Contoh
95th percentile akan menunjukkan 95% populasi akan berada pada
atau dibawah ukuran tersebut; sedangkan 5 th percentile akan
menunjukkan 5% populasi akan berada pada atau dibawah ukuran
itu (Purnomo, 2021)..
Data antropometri yang menyajikan data ukuran dari
berbagai macam anggota tubuh manusia dalam persentil tertentu
akan sangat besar manfaatnya pada saat suatu rancangan produk
nantinya bisa sesuai dengan ukuran tubuh manusia yang
mengoperasikannya (Wignjosoebroto, 2008). Data antropometri
yang digunakan pada penelitian ini adalah yang mengacu pada
basis data antropometri lansia (Sarvia dkk., 2021). Berikut
merupakan data dimensi antropometri yang digunakan untuk
merancang dapur lansia yaitu: Dimensi tinggi siku dengan persentil
50 Wanita untuk tinggi kabinet dapur agar lansia dapat beraktivitas
dengan nyaman di dapur; dimensi tinggi genggaman tangan ke atas
dalam posisi berdiri untuk kabinet bagian atas agar lansia dapat
menjangkau barang yang disimpan di kabinet atas dengan aman
dan nyaman; dimensi panjang genggaman tangan ke depan agar
lansia dapat menjangkau dengan mudah barang-barang yang
disimpan di dalam lemari; dimensi Tinggi Popliteal dan tinggi siku
duduk untuk tinggi meja makan agar lansia dapat duduk santai dan
nyaman di meja makan; dimensi tinggi popliteal untuk tinggi kursi
agar lansia dapat duduk dengan kaki tidak menggantung dari lantai.
Untuk panjang dari kabinet kami menyesuaikan dengan ukuran
ruangan agar pemanfaatan ruangan dapat dipergunakan secara
maksimal (Purnomo, 2021)..
Faktor- faktor yang mempengaruhi data antropometri adalah
jenis kelamin, ras, etnis, usia, jenis pekerjaan, aktivitas, kondisi
sosial ekonomi, dan lainnya (Nurmianto, 2008). Hal tersebut akan
berkaitan dengan aktivitas dan utilisasi penggunaan dapur oleh
orang dewasa dan lansia.
Maka dari itu antropometri akan berdampak dalam
perancangan dapur untuk lansia, sehingga pada rancangan desain
dapur ini akan digunakan dimensi data antropometri lansia. Berikut
adalah data antropometri yang digunakan dalam dasar perancangan
dimensi fasilitas pada area dapur lansia X (Purnomo, 2021).
Keterangan Data Persentil Jenis Ukura Deskripsi
Produk Anthropometr Kelamin n
i Produk
(cm)
Meja Tinggi 50 Pria 70 Menggunakan
genggaman tinggi
tangan ke atas popliteal dan
dalam posisi tinggi Siku
berdiri agar tidak
terlalu tinggi
dan tidak
menghalangi
aktivitas
lansia
Kabinet Atas Tinggi 50 Wanita 162 Dengan
genggaman ukuran
tangan ke atas tersebut
dalam posisi kabinet dapat
berdiri menampung
barang yang
cukup banyak
Kabinet Bawah Tinggi Siku 5 Wanita 87 Disesuaikan
dengan tinggi
lansia agar
tetap nyaman
untuk
melakukan
aktivitas dan
tidak terlalu
tinggi
Lebar Kabinet Panjang 95 Wanita 60 Agar tidak
genggaman terlalu sempit
tangan ke dan nyaman
depan saat
digunakan
untuk
mengaktivasi
tas memasak
dan juga
dapat
membuat
banyak
barang di
dalamnya
Tinggi Kursi Tinggi Popliteal 50 Wanita 42 Disesuaikan
dengan lansia
dan tinggi
meja agar
tidak terlalu
tinggi
Lebar Lebar pinggul + 95 Pria 50 Disesuaikan
Dudukan Kursi Allowance dengan lansia
agar tetap
nyaman saat
duduk dan
tidak sempit

Gambar 1 Desain kabinet berdasarkan data antropometri lansia


Gambar 2 Desain meja dan kursi ruang dapur bagi lansia
Dengan mempertimbangkan desain dapur yang sudah ada tetapi
untuk memenuhi keinginankeinginan lansia dalam melakukan aktivitas
yang nyaman tanpa menyebabkan keluhan dan sakit jika melakukan
aktivitas yang cukup berat maka dilakukan perbaikan dapur tanpa
mengesampingkan kebutuhan lansia dan dengan tetap memperhatikan
keselamatan dan kesehatan kerja dalam dapur. Desain dapur yang
dibuat ini memiliki fungsi untuk mempermudah pekerjaan lansia saat
memasak, dengan menggabungkan beberapa teknologi tentunya
memastikan terlebih dahulu bahwa lansia dapat memahami cara
penggunaan barangbarang atau teknologi tersebut. Teknologi yang
diaplikasikan dalam desain ini dibuat berdasarkan dengan kebutuhan
lansia yang ingin menghindari rasa pegal saat mengambil barang
dengan posisi membungkuk, dengan demikian diharapkan teknologi
yang digunakan ini dapat membantu lansia dengan baik dan bekerja
dengan optimal tanpa menyusahkan lansia pada saat pemakaiannya.
Nyeri punggung bawah adalah salah satu alasan paling umum yang
membuat lansia tidak dapat melakukan kegiatannya dengan baik
(Syarifah, 2017). Jendela dibuat luas untuk memaksimalkan cahaya
yang masuk dan juga untuk pertukaran udara yang baik, pegangan
tangan pada kabinet bawah dibuat untuk memudahkan lansia yang
mengalami kesulitan berjalan atau tiba-tiba mengalami kelelahan
(Purnomo, 2021).

Setelah dilakukan observasi maka dibuat produk dengan desain


seperti pada Gambar 2. dengan tidak menghilangkan tempat
penyimpanan yang mana hal tersebut sangat penting yang berada pada
area dapur. Didapatkan desain dengan 2 kabinet bagian atas dan bagian
bawah serta kabinet bagian atas yang bisa ditarik ke bawah maupun
dibuka dari bagian depan lalu untuk kabinet bawah hampir sama tetapi
saat ditarik rak tingkat yang berada didalam kabinet akan perlahan naik
ke atas tanpa membuat lansia harus membungkuk untuk menjangkau
sesuatu. Hal ini juga untuk menghindarkan lansia untuk terjadinya
kecelakaan pada saat bekerja di area dapur (Purnomo, 2021).

Desain dapur menggunakan antropometri untuk menyesuaikan


dimensi tubuh lansia dan kebutuhan dari lansia. Kesehatan dan
keselamatan kerja perlu dianalisis dalam menentukan pegangan tangan
saat berjalan, alarm yang terdapat pada kompor, serta pencahayaan yang
dibuat yaitu pencahayaan alami yang berasal dari sinar matahari pada
siang hari dan juga pencahayaan yang berasal dari lampu untuk malam
hari. Hal ini dikarenakan perlunya lansia untuk mendapatkan sinar
matahari di pagi hari dan perlunya adanya sirkulasi udara di area dapur
agar kualitas udara dapat terjaga.

Spesifikasi desain area dapur yang diusulkan adalah sebagai berikut:


• Beberapa faktor sebagai penyebab terjadinya jatuh pada lansia adalah
kelemahan otot, gangguan koordinasi, penggunaan obat-obatan, dan
resiko jatuh meningkat seiring dengan peningkatan faktor resiko pada
lansia (Tinetti dkk., 2019). Resiko jatuh merupakan suatu kejadian yang
dilaporkan yang mengakibatkan lansia mendadak terbaring, terduduk
dilantai atau tempat yang lebih rendah dengan atau tanpa kehilangan
kesadaran (Teixeira dkk., 2019). Untuk lantai dapur menggunakan vynil
karena mudah dalam perawatannya serta material jenis ini tidak licin
sehingga tidak membahayakan lansia. Banyak cara agar ruang dapat
terkesan luas seperti pemasangan cermin, penggunaan furnitur
minimalis, pengecatan dinding dengan warna putih atau warna soft
(Wicaksono, 2009). Untuk warna dapur ini diusulkan menggunakan
perpaduan warna putih-hijau karena pada saat siang hari warna ini dapat
membantu sebagai pencahayaan alami, sedangkan pada malam hari
warna ini tidak terlalu gelap.Warna putih juga akan memberikan kesan
bersih.
• Untuk kabinet pada bagian kiri dapat ditarik manual dapat juga turun
otomatis secara perlahan untuk mempermudah lansia saat akan
mengambil barang yang dibutuhkan. Pada kompor dan oven terdapat
alarm yang dapat digunakan pada saat memasak agar lansia tidak lupa
dan tidak menyebabkan kebakaran, alarm ini terhubung dengan
handphone lansia sehingga lansia dapat dengan mudah menggunakanya.
• Pegangan, pegangan dibuat dengan tujuan untuk memudahkan lansia
yang mengalami kesulitan berjalan dan juga untuk membantu lansia
yang secara tiba-tiba mengalami darah rendah ataupun pusing.
• Jendela, dibuat untuk mempermudah sirkulasi udara karena pertukaran
udara sangat penting bagi pernafasan terutama bagi lansia dan juga
sebagai pencahayaan alami saat siang hari sehingga tidak perlu
menggunakan lampu sepanjang hari.
• Ruang kaki kabinet bawah, ruang ini dibuat agar kaki lansia aman dan
tidak terantuk saat melakukan aktivitas di sekitar kabinet.
Penampilan furnitur yang menarik, tata letak dimensi yang tepat,
perancangan furnitur menjadi pertimbangan, selain itu perlu juga
pengetahuan tentang kebutuhan, preferensi, dan harapan pengguna
(Fabisiak dan Kłos, 2012). Fitur penting dalam perancangan dapur adalah
mudah menyiapkan makanan dan pengaturan ketinggian. Selain itu fitur
desain lainnya yang menjadi perhatian pengguna adalah : desain pegangan,
mudah dibersihkan, akses ke peralatan rumah tangga, dan rak otomatis
(Bonenberg dkk., 2019). Pekerjaan yang dilakukan lansia sebaiknya yang
tidak memerlukan kekuatan otot, ketahanan, kecepatan, dan fleksibilitas.
Untuk itulah pekerjaan pada lansia sebaiknya pada pekerjaan dengan
beben kerja yang tidak terlalu berat dan tidak perlu target-targetan (Utomo,
2019). Dapur biasanya digunakan untuk mempersiapkan makanan bagi
keluarga , juga dapat dioptimalkan fungsinya sebagai sarana interaksi bagi
anggota keluarga.
Dapur perlu ergonomis dan interaktif agar pengguna yang sedang
memasak dapat melihat anggota keluarga lain yang sedang ada di ruangan
tersebut dan memungkinkan aktivitas makan bersama juga di ruangan
tersebut (Salim, 2014). Pada umumnya, lansia sangat senang bila dapur
digunakan untuk berkumpul dengan anak dan cucu sebagai keluarga inti
mereka.
Setelah perancangan dapur dilakukan dan pemilihan berbagai material
dan juga pemilihan produk yang dapat dipakai untuk identifikasi
karakteristik desain dapur menggunakan prinsip ENASE sebagai berikut:
• Efektif, desain yang dibuat sangat membantu lansia dalam hal pengingat
dan juga kemudahan dalam mematikan kompor dan oven dari jarak jauh
tetapi masih dalam jangkauan, kabinet yang dibuat juga mempermudah
lansia sehingga lansia tidak perlu terlalu jinjit atau bahkan memakai kursi
untuk menjangkau barang.
• Nyaman, karena design yang dibuat berdasarkan dengan memperhatikan
ergonomi dan keinginan lansia maka dapat dikatakan nyaman dengan
tambahan meja dan kursi yang berada pada sebelah jendela yang mana
kursi dan meja tersebut dapat berfungsi sebagai tempat bercakap, juga
dapat berfungsi sebagai tempat untuk menunggu masakan yang sedang
dibuat agar lansia tidak terlalu lama berdiri, serta furniture yang dibuat
berdasarkan dimensi tubuh dan persentil rata-rata lansia yang mana hal
tersebut dapat menambah kenyamanan bagi lansia tersebut. Postur lansia
sendiri tidak terlalu tinggi sekitar 155 cm dengan berat badan sekitar 70 kg
sehingga ukuran kabinet atas dan kabinet bawah sangat cocok untuk lansia
tersebut karena kabinet tidak terlalu tinggi dan tidak terlalu rendah.
• Aman, dapur yang dibuat aman karena telah menyesuaikan dengan lansia
seperti space untuk kaki pada kabinet bagian bawah dibuat lebih dalam
sekitar 10 cm untuk menghindari kaki lansia terantuk kabinet. Dan juga
pengingat yang telah dibuat dapat meminimalisir terjadinya kebakaran
karena lupa untuk mematikan kompor ataupun oven yang sedang
digunakan. Meja yang dibuat juga menyesuaikan dengan lansia agar lansia
tidak terantuk meja tersebut maka dari itu meja dibuat berbentuk lingkaran
serta kaki meja yang dibuat sedikit ke dalam.
• Sehat, desain yang dibuat tetap memperhatikan keadaan lansia dengan
dibuatnya jendela dengan ukuran cukup besar agar sinar matahari dapat
tetap masuk dan pergantian sirkulasi udara yang baik.
• Efektif, dengan dibuatnya rancangan dapur yang ergonomis ini diharapkan
mampu membantu lansia dalam melakukan aktivitas di dapur tanpa
dibayangi rasa takut akan terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan, dengan
segala kemudahan yang telah dibuat diharapkan mampu mempermudah
aktivitas lansia.

Selain prinsip ENASE, aspek Inovasi, pada desain ini juga


ditunjang oleh pengaturan pencahayaan, pengaturan suhu oven, pengaturan
on off untuk lampu, oven, serta kompor yang ada pada smartphone lansia,
yang mana hal ini didasarkan oleh lansia yang pelupa tetapi lansia dapat
menggunakan smartphone yang dimiliki dengan baik maka dari itu
pembuatan penambahan desain ini kami rasa sangat pas untuk lansia yg
telah di observasi tersebut. Estetika Desain Dapur yang Diusulkan,
kemudahan dalam melakukan aktivitas di dapur didukung dengan
peralatan yang sangat membantu lansia sendiri sehingga lansia tidak
mengalami kesulitan. Penggunaan Material Dapur, material lantai
menggunakan vinyl yang mana material tersebut tergolong tidak licin dan
tidak membahayakan bagi lansia dari kejadian terpeleset. Juga warna yang
dipilih tidak terlalu gelap dan dapat berperan sebagai pencahayaan alami
pada siang hari yaitu dengan campuran warna abu-hijau-putih. Kursi untuk
meja makan memakai busa agar lansia tetap nyaman saat duduk, meja
terbuat dari kayu.

4. Kenyamanan
Cormick & Ernest (1993) menegaskan dalam membentuk
kenyamanan sebuah produk atau rancangan, perhatian pada faktor manusia
(human factor) berperan penting dalam mencipta desain yang memiliki
ergonomi yang baik, yang nantinya menciptakan kenyamanan bagi
penggunanya. Sedangkan menurut Kolcaba (2003), dengan latar belakang
keperawatan dan psikologi menjelaskan bahwa kenyamanan sebagai suatu
keadaan telah terpenuhinya kebutuhan dasar manusia yang bersifat
individual dan holistik. Dengan terpenuhinya kenyamanan, dapat
menyebabkan perasaan sejahtera pada diri individu tersebut. Menurut
Katharine Kolcaba (2003), aspek kenyamanan terdiri dari:
a. Kenyamanan fisik berkenaan dengan sensasi tubuh yang dirasakan oleh
individu itu sendiri.
b. Kenyamanan psikospiritual, yang berkenaan dengan kesadaran internal
diri, yang meliputi konsep diri, harga diri, makna kehidupan, seksualitas
hingga hubungan yang sangat dekat dan lebih tinggi.
c. Kenyamanan lingkungan, yang berkenaan dengan lingkungan, kondisi
dan pengaruh dari luar kepada manusia seperti temperatur, warna,
pencahayaan, kebisingan, dan lain-lain.
d. Kenyamanan sosiokultural, yang berkenaan dengan hubungan antar
personal, keluarga, dan sosial atau masyarakat (keuangan, perawatan
kesehatan, kegiatan religius, tradisi keluarga/masyarakat dan
sebagainya).
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kenyamanan
adalah suatu kontinum perasaan dari paling nyaman sampai dengan
paling tidak nyaman yang dinilai berdasarkan persepsi masing-masing
individu pada suatu hal yang dimana nyaman pada individu tertentu
mungkin berbeda dengan individu lainnya.
Ergonomi adalah ilmu yang mempelajari berbagai aspek dan
karakteristik manusia (kemampuan, kelebihan, keterbatasan, dan lain-
lain) yang relevan dalam konteks kerja, serta memanfaatkan informasi
yang diperoleh dalam upaya merancang produk, mesin, alat, lingkungan
serta sistem kerja yang terbaik (Iridiastadi dan Yassierli, 2014).
Antropometri merupakan suatu studi yang berkaitan dengan
pengukuran dimensi tubuh manusia. Data antropometri dapat
diaplikasikan secara luas antara lain dalam hal (Nurmianto, 2008): a)
Perancangan areal kerja (work station, interior mobil, dan sebagainya),
b) Perancangan peralatan kerja seperti mesin, perlengkapan, perkakas
dan sebagainya, c) Perancangan produkproduk konsumtif seperti
pakaian, kursi meja, komputer dan sebagainya, d) Perancangan
lingkungan kerja fisik, yaitu dalam perancangan tersebut bentuk,
ukuran dan dimensi yang berkaitan dengan produk yang berkaitan
langsung dengan data antropometri manusia itu pada dasarnya memiliki
variasi yang cukup besar, maka perancangan produk harus mampu
mengakomodasikan dimensi tubuh dari populasi terbesar yang akan
menggunakan produk tersebut.
D. Kenyamanan Lansia
Cormick & Ernest (1993) menegaskan dalam membentuk
kenyamanan sebuah produk atau rancangan, perhatian pada faktor
manusia (human factor) berperan penting dalam mencipta desain yang
memiliki ergonomi yang baik, yang nantinya menciptakan
kenyamanan bagi penggunanya. Sedangkan menurut Kolcaba (2003),
dengan latar belakang keperawatan dan psikologi menjelaskan bahwa
kenyamanan sebagai suatu keadaan telah terpenuhinya kebutuhan
dasar manusia yang bersifat individual dan holistic (P.Negara et
el.,2021).

Dengan terpenuhinya kenyamanan, dapat menyebabkan


perasaan sejahtera pada diri individu tersebut. Menurut Katharine
Kolcaba (2003), aspek kenyamanan terdiri dari:

a. Kenyamanan fisik berkenaan dengan sensasi tubuh yang dirasakan


oleh individu itu sendiri.
b. Kenyamanan psikospiritual, yang berkenaan dengan kesadaran
internal diri, yang meliputi konsep diri, harga diri, makna kehidupan,
seksualitas hingga hubungan yang sangat dekat dan lebih tinggi.
c. Kenyamanan lingkungan, yang berkenaan dengan lingkungan, kondisi
dan pengaruh dari luar kepada manusia seperti temperatur, warna,
pencahayaan, kebisingan, dan lain-lain.
d. Kenyamanan sosiokultural, yang berkenaan dengan hubungan antar
personal, keluarga, dan sosial atau masyarakat (keuangan, perawatan
kesehatan, kegiatan religius, tradisi keluarga/masyarakat dan
sebagainya).
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kenyamanan
adalah suatu kontinum perasaan dari paling nyaman sampai dengan
paling tidak nyaman yang dinilai berdasarkan persepsi masing-masing
individu pada suatu hal yang dimana nyaman pada individu tertentu
mungkin berbeda dengan individu lainnya (P.Negara et el.,2021).
Kenyamanan pada lansia merupakan tujuan yang paling utama.
Dimana arti kata nyaman sendiri menurut Tarwaka (dalam Manuaba,
1977) merupakan bagian dari perasaan manusia yang muncul sebagai
respon terhadap minimnya atai tidak adanya gangguan yang terjadi
pada diri lansia baik secara fisik ataupun psikologis. Sebuah arti
kenyamanan dapat muncul jika terdapat keselarasan antara pengguna
dengan suatu ruang, warna, bentuk, tekstur maupun simbol yang dapat
di rasakan oleh seseorang. Sehinggga tercpta keseimbangan antara
lansia sebagai pengguna utama terhadap lingkungan luar yang
mempengaruhi dirinya. Dalam kasus jika suatu ruang terasa terlalu
panas akan membuat lansia merasa tida nyaman seperti panas yang
menyebabkan kantu, kelelahan hingga perubahan emosi.
Peristiwa-peristiwa yang terjadi pada lansia sendiri akan
berpengaruh juga pada psikologis lansia. Salah satu contoh, dimana
lansia mudah tergelincir akan berpengaruh pada psikologis lansia yang
akan mengalami rasa takut, depresif hingga perilaku untuk menjauhi
hal-hal yang membuat dirinya bahaya, dimana hal-hal tersebut
merupakan sebuah rutinitas yang harus dilakukannya setiap hari. Oleh
karena itu, kemandirian yang ada pada lansia dipengaruhi oleh
kebiasaan hidup atau pola hidup lansia tersebut, perilaku bergantung
pada orang lain hingga faktor lingkungan nya. Lingkungan disini
merupaan fasilitas atau sarana yang memudahkan lansia dalam
melaukan ativitas secara mandiri (Tarwaka dalam Mardjikun, 1993:
Ilmarinen,1994: Rabbit & Carmichael, 1994).
Lalu karena lansia mengalami penurunan secara fisik dan
psikologis, maka diperlukan sebuah efisiensi waktu dalam melakukan
aktivitas atau dalam menjangkau area-area di tempat lansia tinggal.
Hal tersebut, agar lansia tidak mudah merasa lelah karena jauhnya
jangkauan antar ruang. Selain efisien waktu, sebuah makna kelegaan
yang ada pada kenyamanan lansia sendiri dimana lansia dapat
melaukan kegiatan secara bebas, aman da nyaman walau dengan
kondisi fisik yang dimilikinya.
terdapat beberapa standar ergonomi dimensi pada seorang lansia.
Karena lansia memilii kondisi fisik yang berbeda-beda, dimana
terdapat lansia yang masih sehat bugar, pengguna kursi roda ataupun
pengguna tongkat jalan.
 Pengguna Kursi Roda dan Tongkat Dikarenakan kondisi lansia
yang semain menurun secara fisik, beberapa lansia akan mulai
menggunakan kursi roda sebagai alat bantu jalan mereka.
Penggunaan kursi roda sendiri membutuhkan dimensi sirkulasi
yang cukup lebar karenakan ukuran dari kursi roda yang lbh lebar
dari pada dimensi manusia secara umum.
 Sirkulasi Vertikal Dalam mendesain sebuah bangunan bertingkat
yang ramah lansia, pemilihan sirkulasi vertical akan menjadi
pemilihan secara khusus. Untuk mengurangi kegiatan yang
membuat lansia mudah kelelahan, maka penggunaan ramp dan lift
menjadi pilihan terbaik bagi lansia.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Lansia merupakan tahap akhir dari siklus hidup manusia yang
merupakan proses alamiah yang tidak dapat. Lanjut usia terdiri dari
beberapa penggelompokan umur diantaranya sebagai berikut, (1)
Usia pertengahan Middle age 45-59 tahun, (2) lansia 60-74 tahun
(elderly), (3) lansia tua 75-90 tahun (old), (4) usia sangat tua (very
old). Lanjut usia dalam kehidupannya sehari-hari akan banyak
mengalami kemunduran dan perubahan-perubahan. Meliputi
perubahan fisik, psikologis, perubahan mental, kognitif dan
perubahan spiritual dan ekonomi(Yiyit. 2019).

Perubahan fungsi fisiologis yang dialami seseorang tergantung


pada penyakit yang dideritanya. Semakin sehat jasmani lansia semakin
jarang ia terkena stress, dan sebaliknya, semakin mundur
kesehatannya, maka semakin mudah lansia itu terkena stress. Para
lansia yang rentan terhadap stress misalnya lansia dengan penyakit
degeneratif, lansia yang menjalani perawatan lama di rumah sakit,
lansia dengan keluhan somatis kronis, lansia dengan imobilisasi
berkepanjangan serta lansia dengan isolasi sosial(Hidaayah. 2020).

B. Saran
1. terdapat beberapa saran bagi keluarga, lansia, dalam upaya
meningkatkan kualitas hidup lansia sebagai berikut: Keluarga
diharapkan meningkatkan perannya bagi setiap anggota keluarga,
seperti: dapat meluangkan waktu sejenak untuk berkumpul dan
mendengarkan keluh kesah lansia, memberikan kasih sayang dan
perhatian, memeriksakan kesehatan lansia secara teratur, serta
tidak menganggap lansia sebagai beban sehingga dapat
mendukung lansia untuk meningkatkan kualitas hidupnya.
2. Lansia diharapkan tidak terlalu memikirkan perubahan kondisi
fisik dan psikologis yang terjadi pada dirinya. Selain itu juga
diharapkan dapat meningkatkan hubungan sosial di
lingkungannya, meningkatkan spritualitas, dan memanfaatkan
program yang dilaksanakan pemerintah yaitu Program Kesehatan
Lansia sehingga lansia masih tetap produktif dan dapat
meningkatkan kualitas hidupnya.
DAFTAR PUSTAKA

Hentika, Y. (2019). Konsep diri lansia di panti jompo. SCHOULID: Indonesian


Journal of School Counseling, 3(2), 46-54.
Hidaayah, N. (2020). Stress pada lansia menjadi faktor penyebab dan akibat
terjadinya penyakit. Journal of Health Sciences, 6(2).
Wahid, B. D. J., & Sudarma, V. (2018, March). Hubungan status gizi dan
penurunan fungsi kognitif pada lansia. In Prosiding Seminar Nasional
Pakar (pp. 331-337).
Eviyanti, E., Wijayanti, H. N., & Khadijah, S. (2021). Pengaruh Senam Lansia
terhadap Penurunan Tekanan Darah pada Lansia. Jurnal Kebidanan
Harapan Ibu Pekalongan, 8(1), 18-23.
Silalahi, S. L., Hastono, S. P., & Kridawati, A. (2017). Hubungan aktivitas fisik
dengan fungsi kognitif pada lansia di cita sehat yogyakarta tahun 2016.
Jurnal Bidang Ilmu Kesehatan, 7(1), 5.
Lee, S. B., Oh, J. H., Park, J. H., Choi, S. P., & Wee, J. H. (2018), Differences in
Youngest-Old, Middle-Old, and Oldest-old Patients Who Visit The
Emergency Department, Clinical and Experimental Emergency Medicine,
5(4), 249-255. doi:10.15441/ceem.17.261
Andarmayo, S. (2018). Laporan Akhir Ipteks Bagi Masyarakat (Ibm) Internal
Tahun Anggaran 2017 / 2018.
Akbar, F., Hamdan, N., & Umi Indar Humaerah. (2020). Karakteristik Hipertensi
Pada Lanjut Usia Di Desa Buku (Characteristics Of Hypertension In The
Elderly), 5(2), 35–42.
Purnomo, H. (2021). Desain kamar mandi lansia untuk meningkatkan
kenyamanan menggunakan makro ergonomi.

Anda mungkin juga menyukai