Anda di halaman 1dari 17

Bengkulu, 16 September 2020

Lampiran : 1 (Satu) Berkas

Prihal : Permohonan Pengajuan Judul Skripsi

Kepada Yth,
Ketua Jurusan S1 Keperawatan
STIKES Tri Mandiri Sakti Bengkulu
di-
Bengkulu

Dengan hormat,
Saya yang bertanda tangan dibawah ini :
Nama : Nimi Harayanti
NPM : 1826010005
Bermaksud mengajukan judul skripsi, sebagai salah satu syarat untuk
menyelesaikan studi starata 1 (S1) Program Studi S1 Keperawatan
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan (STIKES) Tri Mandiri Sakti Bengkulu.
Adapun judul yang saya ajukan :
1. Hubungan Asupan Karbohidrat dan Faktor Stres Dengan
kadar Glukosa Darah Penderita Diabetes Melitus Di RS.
M.Yunus Kota Bengkulu.
2. Hubungan tingkat pengetahuan dengan upaya tindakan
pencegahan Diabetes Mellitus Pada Siswa SMA Kota Bengkulu
Kelas ×1
3. Hubungan Ketidakpatuhan Minum Obat Dengan Terjadinya
Kekambuhan Pada Pasien Skizofrenia RSJ Soeprapto Kota
Bengkulu.

Demikian surat permohonan ini saya ajukan, atas perhatian dan


kebijaksanaan Bapak/Ibu saya ucapkan terimakasih.

Hormat Saya,

Nimi Haryanti
LATAR BELAKANG JUDUL 1 :

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Diabetes merupakan penyakit kronis serius yang terjadi karena


pankreas tidak menghasilkan cukup insulin (hormon yang mengatur gula
darah atau glukosa), atau ketika tubuh tidak dapat secara efektif
menggunakan insulin yang dihasilkannya. Diabetes adalah masalah
kesehatan masyarakat yang penting, menjadi salah satu dari empat
penyakit tidak menular prioritas yang menjadi target tindak lanjut oleh
para pemimpin dunia. Jumlah kasus dan prevalensi diabetes terus
meningkat selama beberapa dekade terakhir (WHO, 2016).

World Health Organization (WHO) 2016 mengatakan 70% dari


total kematian di dunia disebabkan oleh penyakit tidak menular salah
satunya yaitu disebabkan karena Diabetes Melitus. Pada 2016,
diperkirakan 1,6 juta kematian secara langsung disebabkan oleh diabetes.
2,2 juta kematian lainnya disebabkan oleh glukosa darah tinggi pada tahun
2012. Prevalensi global diabetes di antara orang dewasa di atas 18 tahun
telah meningkat dari 4,7% pada 1980 menjadi 8,5% pada 2014.

WHO (2019) juga menyatakan bahwa antara 90% dan 95%


penyakit diabetes terjadi dengan proporsi tertinggi pada pendapatan rendah
dan menengah negara Ini adalah masalah kesehatan global yang umum
dan serius yang telah berkembang dalam asosiasi dengan perubahan
budaya, ekonomi dan sosial yang cepat, populasi yang menua, meningkat
dan tidak direncanakan urbanisasi, perubahan pola makan seperti
peningkatan konsumsi makanan olahan tinggi gula, minuman, obesitas,
berkurangnya aktivitas fisik, faktor stres, gaya hidup tidak sehat dan pola
perilaku, malnutrisi janin, dan peningkatan paparan janin terhadap
hiperglikemia selama kehamilan (WHO, 2019)

RISKESDAS (2018) mengatakah bahwa Prevalensi Diabetes


Melitus pada tahun 2018 berdasarkan diagnosis dokter, jenis kelamin, dan
daerah domisili. Berdasarkan kategori usia, penderita DM terbesar berada
pada rentang usia 55-64 tahun dan 65-74 tahun. Selain itu, penderita DM
di Indonesia lebih banyak berjenis kelamin perempuan (1,8%) dari pada
laki-laki (1,2%). Kemudian untuk daerah domisili lebih banyak penderita
diabetes melitus yang berada di perkotaan (1,9%) dibandingkan dengan di
perdesaan (1,0%).

Profil Kesehatan Kota Bengkulu Tahun (2019) mengatakan


jumlah penderita Diabetes mellitus (DM) di Kota Bengkulu adalah 3.476
orang dari jumlah tersebut 100% sudah mendapatkan pelayanan kesehatan
sesuai standar, sedangkan upaya yang telah dilakukan di unit pelayanan
dinas kesehatan Kota Bengkulu dalam memberikan pelayanan kesehatan
terhadap Diabetes Mellitus (DM). Kecamatan yang paling banyak
penderita DM adalah kecamatan Sungai Serut Puskesmas Sukamerindu
dengan 828 orang penderita Diabetes Mellitus, dan 828 orang juga yang
mendapatkan pelayanan kesehatan sesuai standar (DINKES, 2019).

Berdasarkan penelitian Sandra (2016) yang menyatakan Pada


orang dengan DM asupan karbohidrat yang melebihi kebutuhan dapat
meningkatkan kadar gukosa darah karena tidak tersedia cukup hormon
insulin yang mengubah glukosa menjadi glukagon. Penelitian ini juga
dibuktikan Yuniati DKK (2017) juga mengatakan bahwa ada hubungan
tingkat kecukupan karbohidrat dengan kadar gukosa darah.

Gaya hidup diperkotaan dengan pola makan tinggi karbohidrat,


tinggi lemak, garam dan gula serta makanan yang serba instan saat ini
memang digemari. Salah satu pencegahan agar kadar glukosa darah tetap
normal adalah membatasi konsumsi karbohidrat. Karbohidrat merupakan
zat gizi penyuplai energi utama dalam bentuk glukosa. Glukosa dalam
darah akan diubah menjadi cadangan energi di sel darah dengan bantuan
hormon insulin (Sandra & Isnawati, 2016).

Faktor lain yang dapat mempengaruhi kadar glukosa dalam darah


yaitu faktor stres. Para ahli juga menggungkapkan bahwa stres yang tinggi
juga dapat memicu kadar gula darah dalam tubuh yang semakin
meningkat sehingga semakin tinggi stres yang dialami oleh penderita
diabetes mellitus maka akan semakin memburuk (Ikhwan et al., 2018).
Penelitian ini juga di buktikan Derek Dkk (2017) dalam penelitian yang
mengatakan bahwa terdapat hubungan tingkat stres dengan kadar glukosa
darah pasien Diabetes Melitus.

Penelitian Adam (2019) juga mengatakan bahwa Hasil penelitian


ini menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara tingkat stres dengan
peningkatan kadar gula darah pada pasien diabetes melitus. Stress dapat
meningkatkan kandungan glukosa darah karena stress menstimulus organ
endokrin untuk mengeluarkan ephinefrin, ephinefrin mempunyai efek
yang sangat kuat dalam menyebabkan timbulnya proses glikoneogenesis di
dalam hati, sehingga akan melepaskan sejumlah besar glukosa ke dalam
darah dalam beberapa menit. Hal inilah menyebabkan peningkatan kadar
glukosa darah saat stress atau tegang.

Diabetes terbagi menjadi beberapa macam yaitu Diabetes Melitus


Tipe 1, Diabetes Melitus Tipe 2, Diabetes Gestasional dan Diabetes
Gestasional (PERKENI, 2019). Penyakit Diabetes Melitus juga
disebabkan oleh beberapa faktor yaitu faktor stres, kurangnya aktivitas
fisik dan pola makan yang salah satunya kelebihan asupan karbohidrat.
Jenis diabetes yang diamati merupakan semua jenis diabetes melitus.

B. Rumusan Masalah

Apakah ada hubungan asupan karbohidrat dan faktor stres dengan


kadar glukosa darah penderita Diabetes Melitus di Rs M.Yunus Kota
Bengkulu tahun 2022?

A. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui hubungan asupan karbohidrat dan faktor stres


dengan kadar glukosa darah penderita Diabetes Melitus di Rs M.Yunus
Kota Bengkulu tahun 2022.

2. Tujuan khusus

A. Untuk mengetahui asupan karbohidrat penderita Diabetes Melitus

di Rs.M.Yunus Kota Bengkulu 2022.

B. Untuk mengetahui faktor stres penderita Diabetes Melitus di di

Rs.M.Yunus Kota Bengkulu.

C. Untuk mengetahui kadar glukosa darah penderita Diabetes Melitus

di Rs.M.Yunus Kota Bengkulu 2022.

D. Untuk mengetahui hubungan asupan karbohidrat dengan kadar

glukosa darah penderita Diabetes Melitus di di Rs.M.Yunus Kota

Bengkulu 2022.
E. Untuk mengetahui hubungan faktor stres dengan kadar glukosa

darah penderita Diabetes Melitus di Rs.M.Yunus Kota Bengkulu

2022.

B. Manfaat Penelitian

1. Bagi Peneliti

Dapat mengembangkan ilmu pengetahuan yang didapatkan selama


masa perkuliahan, dilapangan dan untuk menambah wawasan peneliti.
2. Bagi Institusi

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi pada


perpustakaan dan dapat menjadi masukan bagi yang membacanya
terkait hubungan asupan karbohidrat dan faktor stress dengan kadar
glukosa darah penderita Diabetes.
3. Bagi Penderita Diabetes Melitus

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambahkan pengetahuan


tentang bagaimana hubungan asupan karbohidrat dan faktor stress
dengan kadar glukosa darah penderita Diabetes Melitus.
LATAR BELAKANG JUDUL 2:

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Penyakit degeneratif merupakan permasalahan kesehatan yang


sudah lama dialami beberapa negara di dunia, baik negara maju dan negara
berkembang. Penyakit ini disebabkan oleh perubahan gaya hidup. Penyakit
diabetes merupakan salah satu dari empat prioritas penyakit tidak menular.
Data menyebutkan bahwa 1 dari 2 orang penyandang diabetes belum
menyadari bahwa dirinya mengidap diabetes, dimana sebenarnya 80%
kejadian diabetes dapat dicegah. Penyakit diabetes dapat dikontrol dan
penderitanya dapat berumur panjang dan hidup sehat (International Diabetes
Federation, 2015).
Diabetes mellitus (DM) merupakan suatu penyakit metabolik
karena adanya masalah pada pengeluaran insulin. Insulin yang
diproduksi oleh pankreas kurang, akibatnya terjadi ketidakseimbangan
gula dalam darah sehingga meningkatkan konsentrasi kadar gula darah
(Kementerian Kesehatan RI, 2014). Diabetes dapat disebabkan oleh
beberapa faktor risiko. Penyebab paling banyak ditemui adalah pola hidup
yang tidak sehat. Contoh pola hidup yang tidak sehat yaitu makan
makanan yang banyak mengandung gula/lemak, sedikit mengandung
karbohidrat dan/serat serta jarang melakukan aktivitas fisik (Soegondo and
Sukardji, 2008). Penelitian lain menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan
dan tingkat pendidikan yang rendah merupakan salah satu penyebab
tingginya angka kasus penyakit termasuk DM tipe 2 (Zahtamal, Chandra
and Restuastuti, 2007).
Penelitian lain menyebutkan bahwa kebiasaan mengkonsumsi
alkohol dan tembakau/rokok, kurangnya melakukan aktivitas fisik serta
melakukan diet yang tidak sehat merupakan faktor risiko tertinggi penyakit
tidak menular pada remaja. Untuk mencapai status kesehatan yang baik
dalam dekade berikutnya, maka diperlukan perilaku pro kesehatan sejak
remaja. Perilaku pro sehat akan sangat membantu mencegah timbulnya
penyakit tidak menular sejak dini sepeti diabetes mellitus (Isfandari and
Lolong, 2014).Kunci mencegah penyakit DM tipe

adalah dengan melakukan pola hidup sehat. Bentuk usaha yang dapat
dilakukan sejak remaja yaitu tidak melakukan/meniru kebiasaan dalam
masyarakat yang dapat meningkatkan risiko penyakit Diabetes Mellitus
(DM) tipe
2. Perilaku remaja sejak dini akan mempengaruhi tingkat kesehatannya
dimasa tua nanti. Proporsi remaja di Indonesia pada 2010 sebesar 18%
atau sekitar 43,5 juta jiwa. Sebanyak 426.786 remaja usia 10-19 di
Surabaya. Jumlah remaja yang sangat besar memiliki risiko yang sangat
besar pula terhadap penyakit diabetes melitus (Badan Pusat Statistik,
2011).
Masa remaja merupakan suatu masa perkembangan dalam
kehidupan seorang individu atau tahap kehidupan yang bersifat peralihan
dan tidak mantap dalam pegangan nilai, norma dan kepribadian diri.
UNICEF tahun 2011 menyebutkan definisi remaja adalah yang berusia 10-
19 tahun.
Pola hidup remaja kini cenderung kurang teratur yang berisiko
menyebabkan diabetes di kemudian hari. Sebanyak 87% remaja gemar
mengkonsumsi fast food maupun junk food. Remaja pada umumnya lebih
tertarik mengkonsumsi makanan dari luar rumah seperi di kantin sekolah
dan pedagang kaki lima. Makanan/jajanan yang tersedia di pedagang kaki
lima dan kantin sekolah tersebut umumnya mengandung lemak yang
tinggi serta rendah akan serat, vitamin dan mineral. Perkembangan
teknologi juga menyebabkan berkurangnya
aktivitas fisik remaja tersebut (Pramono and Sulchan, 2014).
Pola hidup merupakan kebiasaan yang dilakukan dan dapat berpengaruh
terhadap kesehatan seseorang. Penderita DM tipe 2 dianjurkan melakukan
aktifitas fisik 30 menit dalam sehari sebanyak 3-4 kali dalam seminggu
seperti berjalan kaki dan lari ringan. Seseorang yang jarang melakukan
aktifitas fisik mengalami kelebihan energi yang dikonsumsi, karena
sedikitnya energi yang dikeluarkan tubuh, sehingga menimbulkan
ketidakseimbangan energi yang disimpan pada jaringan adipose. Kondisi
ini dapat memicu risiko diabetes mellitus tipe 2 akibat terjadinya resistensi
insulin (PB PERKENI, 2011). 1 Konsumsi sayur dan buah juga dapat
mengurangi risiko DM tipe 2. Rekomendasi untuk konsumsi sayur yaitu 3
porsi/hari, konsumsi buah 2 porsi/hari. Manfaat dari mengonsumsi buah
dan sayur yaitu menurunkan absorbsi kolesterol dan lemak (Kusno,
Kpantov and Ratag, 2015). Tidak merokok dapat mengurangi risiko
penyakit diabetes mellitus tipe 2, karena seseorang yang lebih sering
terpapar dengan asap rokok lebih berisiko menderita penyakit ini dibanding
dengan orang yang tidak/jarang terpapar oleh asap rokok. Kondisi ini
disebabkan karena merokok menyebabkan terjadinya resistensi insulin yang
menyebabkan meningkatnya kadar gula darah.
Selain faktor fisik, faktor psikososial juga dapat mempengaruhi
risiko DM tipe 2. Menurut Shawn Talbott, dijelaskan bahwa pada umumnya
individu yang sedang stress cenderung memiliki berat badan berlebih.
Orang yang mengalami stres psikososial merupakan salah satu faktor risiko
menderita DM (pre-diabetic risk factor).
Upaya pengendalian faktor risiko penyakit DM tipe 2 yang telah
dipromosikan adalah aksi CERDIK, yaitu dengan melakukan: 1) Cek
kesehatan secara teratur untuk mengendalikan berat badan, periksa tekanan
darah, gula darah, dan kolesterol secara teratur, 2) Enyahkan asap rokok
dan jangan merokok, 3) Rajin melakukan aktivitas fisik minimal 30 menit
sehari, 4) Diet seimbang dengan mengkonsumsi makanan sehat dan gizi
seimbang, 5) Istirahat yang cukup dan, 6) Kelola stres dengan baik dan
benar (Kementerian Kesehatan RI, 2017).

B. Rumusan Masalah

Bagaimana Hubungan tingkat pengetahuan dengan upaya tindakan


pencegahan Diabetes Mellitus Pada Siswa SMA Kota Bengkulu Kelas ×1
C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui hubungan tingkat pengetahuan dengan upaya


tindakan pencegahan diabetes mellitus pada siswa SMA Kota Bengkulu
Kelas ×1.

2. Tujuan khusus

a. Untuk mengetahui tingkat pengetahuan Diabetes Melitus pada

siswa SMA Kota Bengkulu Kelas ×1.

b. Untuk mengetahui upaya tindakan pencegahan Diabetes Melitus

pada siswa SMA Kota Bengkulu Kelas ×1.

c. Untuk mengetahui hubungan tingkat pengetahuan dengan upaya

tindakan pencegahan diabetes mellitus pada siswa SMA Kota

Bengkulu Kelas ×1.

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Peneliti

Dapat mengembangkan ilmu pengetahuan yang didapatkan selama


masa perkuliahan, dilapangan dan untuk menambah wawasan peneliti.
3. Bagi Institusi

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi pada


perpustakaan dan dapat menjadi masukan bagi yang membacanya terkait
hubungan hubungan tingkat pengetahuan dengan upaya pencegahan
diabetes mellitus pada siswa SMA Kota Bengkulu Kelas ×1

4. Bagi Penderita Diabetes Melitus

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambahkan pengetahuan


tentang bagaimana hubungan tingkat pengetahuan dengan upaya
pencegahan diabetes mellitus pada siswa SMA Kota Bengkulu Kelas ×1
Apakah ada hubungan asupan karbohidrat dan faktor stres dengan
kadar glukosa darah penderita Diabetes Melitus di Rs M.Yunus Kota
Bengkulu tahun 2022?

E. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui hubungan asupan karbohidrat dan faktor stres


dengan kadar glukosa darah penderita Diabetes Melitus di Rs M.Yunus
Kota Bengkulu tahun 2022.
2. Tujuan khusus

F. Untuk mengetahui asupan karbohidrat penderita Diabetes Melitus

di Rs.M.Yunus Kota Bengkulu 2022.

G. Untuk mengetahui faktor stres penderita Diabetes Melitus di di

Rs.M.Yunus Kota Bengkulu.

H. Untuk mengetahui kadar glukosa darah penderita Diabetes Melitus

di Rs.M.Yunus Kota Bengkulu 2022.

I. Untuk mengetahui hubungan asupan karbohidrat dengan kadar

glukosa darah penderita Diabetes Melitus di di Rs.M.Yunus Kota

Bengkulu 2022.

J. Untuk mengetahui hubungan faktor stres dengan kadar glukosa

darah penderita Diabetes Melitus di Rs.M.Yunus Kota Bengkulu

2022.

F. Manfaat Penelitian

1. Bagi Peneliti

Dapat mengembangkan ilmu pengetahuan yang didapatkan selama


masa perkuliahan, dilapangan dan untuk menambah wawasan peneliti.
2. Bagi Institusi

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi pada


perpustakaan dan dapat menjadi masukan bagi yang membacanya
terkait hubungan asupan karbohidrat dan faktor stress dengan kadar
glukosa darah penderita Diabetes.
3. Bagi Penderita Diabetes Melitus

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambahkan pengetahuan


tentang bagaimana hubungan asupan karbohidrat dan faktor stress
dengan kadar glukosa darah penderita Diabetes Melitus.
LATAR BELAKANG JUDUL 3 :

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Gangguan jiwa merupakan salah satu masalah kesehatan

di negara berkembang maupun di negara maju. Gangguan jiwa

yaitu bentuk gangguan dalam fungsi alam pikiran berupa

disorganisasi (kekacauan) dalam isi pikiran yang ditandai

antara lain oleh gejala gangguan pemahaman (delusi waham),

gangguan persepsi berupa halusinasi atau ilusi, serta dijumpai

daya nilai realitas yang terganggu yang ditunjukkan dengan

perilaku- perilaku aneh (1).

World Health Organitazion 2013 menegaskan jumlah

klien gangguan jiwa di dunia mencapai 450 juta orang dan

paling tidak ada 1 dari 4 orang di dunia mengalami masalah

gangguan jiwa (2). Di Indonesia jumlah klien gangguan jiwa

mencapai 1,7 juta yang artinya 1 sampai 2 orang dari 1.000

penduduk di Indonesia mengalami gangguan jiwa berat dan

bila dilihat dari provinsi yang ada di Indonesia, prevelensi

gangguan jiwa berat paling tinggi ternyata Provinsi Daerah

Istimewa Yogyakarta (DIY), sekitar 3 dari setiap 1000

penduduk DIY mengalami gangguan jiwa berat (3).

Berdasarkan The Internasional Statistical Classification of


Diseases (ICD), pada Pedoman Penggolongan Diagnosis

Gangguan Jiwa (PPDGJ) gangguan jiwa di klasifikasikan yaitu

: (1) Gangguan mental organic, (2) Gangguan mental dan

perilaku akibat penggunaan zat psikoaktif, (3) Skizofrenia, (4)

Gangguan suasana perasaan, (5) Gangguan neorotik,

somatoform dan gangguan yang berkaitan dengan stress, (6)

Sindrom perilaku yang berhubungan dengan fisiologis dan

faktor fisik, (7) Gangguan kepribadian dan perilaku masa

dewasa, (8) Retardasi mental, (9) Gangguan perkembangan

psikologis, (10) Gangguan perilaku dan emosional yang biasa

terjadi pada masa anak-anak dan remaja (4). Dari klasifikasi

diatas, gangguan jiwa terberat yaitu depresi yang berat,

gangguan panik, gangguan obsesif konpulsif dan skizofrenia.

Seseorang yang mengalami gangguan jiwa akan

mengalami ketidakmampuan berfungsi secara optimal dalam

kehidupannya sehari-hari, baik di rumah, di sekolah atau

kampus atau di lingkungan sosialnya. Salah satu faktor

penyebab seseorang mengalami gangguan jiwa adalah

ketidakmampuan individu maupun kelompok dalam

melakukan adaptasi atau penyesuaian diri, baik sebagai akibat

dari adanya perubahan sosial ataupun konflik orang-orang

dengan lingkungan sosialnya. Salah satu gangguan jiwa yang

disebabkan oleh ketidakmampuan individu dalam melakukan

penyesuaian diri adalah gangguan jiwa skizofrenia.


Skizofrenia adalah gangguan jiwa berat yang ditandai dengan

dua gejala utama yaitu tidak adanya pemahaman diri dan

ketidakmampuan di dalam melihat realitas (5).

Fenomena gangguan jiwa skizofrenia saat ini mengalami

peningkatan secara sifnikan setiap tahun dari berbagai belahan

di dunia jumlahnya selalu bertambah, berdasarkan the

Epidemiologic Catchment Area Study America, prevalensi

kehidupan skizofrenia berkisar dari 0,6 % menjadi 1,9 % ,

dengan rata-rata sekitar 1 %. Hasil riset kesehatan dasar

(Riskesdas 2013) di Indonesia angka prevelensi gangguan

mental emosional yang ditunjukkan dengan gejala-gejala

depresi atau kecemasan sebesar 6% atau sekitar 14 juta orang.

Sedangkan prevalensi gangguan jiwa berat seperti skizofrenia

sebesar 1, 7 per 1000 penduduk atau sekitar 400.000 orang (6).

Di Yogyakarta memiliki sekitar 16 ribu orang yang hidup

dengan skizofrenia dengan prevalensi skizofrenia 4,6 per 1000

penduduk. Sedangkan menurut laporan bulanan program

kesehatan jiwa puskesmas temon 1 kulon progo angka

kekambuhan 20 dari 100 orang mengalami pasien kambuh per

tahun (7).

Penelitian Sandriani tentang ketidak patuhan minum

obat di poliklinik rumah sakit jiwa Grahasia DIY megatakan

bahwa sebagian besar pasien skizofrenia mengalami

ketidakpatuhan minum obat, hal ini akan berdampak pada


onset kekambuhan yang tinggi dengan gejala psikotik yang

menonjol/parah. Untuk mengurangi kekambuhan penting bagi

pasien skizofrenia untuk patuh minum obat. Akan tetapi,

sebagian besar pasien skizofrenia cenderung memiliki perilaku

tidak patuh dalam pengobatan hal ini disebabkan efek samping

obat, dosis yang diberikan, cara pemberian dan biaya

pengobatan (9).

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut maka dapat di

tentukan rumusan masalah yaitu: bagaimana hubungan

ketidakpatuhan minum obat dengan terjadinya kekambuhan

pada pasien skizofrenia di RSJ. Soeprapto Kota Bengkulu.

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan

ketidakpatuhan minum obat dengan terjadinya

kekambuhan pasien skizofrenia di RSJ. Soeprapto Kota

Bengkulu.

2. Tujuan Khusus

a.Mengetahui Karakteristik usia, jenis kelamin,

pendidikan dan pekerjaan di RSJ. Soeprapto Kota

Bengkulu.

b. Mengetahui Distribusi frekuensi

ketidakpatuhan minum obat dan kepatuhan minum


obat di RSJ. Soeprapto Kota Bengkulu.

c.Mengetahui Distribusi frekuensi kekambuhan satu

tahun terakhir pada pasien skizofrenia di RSJ.

Soeprapto Kota Bengkulu.

d. Mengetahui Keeratan hubungan

ketidakpatuhan minum obat dengan terjadinya

kekambuhan pada pasien skizofrenia di RSJ.

Soeprapto Kota Bengkulu.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Mengembangkan wawasan terutama mengenai hubungan

ketidakpatuhan minum obat dengan terjadinya

kekambuhan pada pasien skizofrenia. sebagai kajian dan

motivasi pasien dalam berobat.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi RSJ. Soeprapto Kota Bengkulu.

Penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan kajian

dalam upaya preventif mengurangi prevalensi

kekambuhan pasien skizofrenia di RSJ. Soeprapto Kota

Bengkulu.

b. Bagi Universitas Alma Ata

Sebagai referensi dan wacana dalam mengembangkan

ilmu pengetahuan khususnya tentang MP-ASI.

c. Bagi Responden Penelitian


Penelitian ini dapat memberikan pemahaman terhadap

pasien dan kelaurga pasien skizofrenia mengenai

hubungan ketidakpatuhan minum obat dan terjadinya

kekambuhan sehingga dapat mengurangi frekuensi

kekambuhan pada penderita skizofrenia tersebut.

d. Bagi Peneliti

Penelitian ini dapat digunakan untuk mengembangkan

wawasan bagi peneliti.

Anda mungkin juga menyukai