Anda di halaman 1dari 39

ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK DENGAN GANGGUAN PERNAFASAN

Dosen Pembimbing : Ns. SURYA PRIHARTINI, S.Kep, M.Kes

KELOMPOK 8

1. VITRALIS TANDIABANG (119481714)

2. NEY THALIA LEREBULAN (119391728)

3. HERIANI (119191720)

4. MAKDALENA DASKUNDA (119291702)

SEKOLAH TINGGI ILMU KEPERAWATAN FAMIKA MAKASSAR

TAHUN 2019/2020

1
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Pada usia lanjut terjadi perubahan anatomi-fisiologi dan dapat
timbul pula penyakit-penyakit pada sistem pernafasan. Usia harapan hidup
lansia di Indonesia semakin meningkat karena pengaruh status kesehatan,
status gizi, tingkat pendidikan, ilmu pengetahuan dan sosial ekonomi yang
semakin meningkat sehingga populasi lansia pun meningkat. Pada tahun
2010 jumlah warga lanjut usia (lansia) di Indonesia akan mencapai
19.079.800 jiwa (BAPPENAS, BPS, UNFPA. 2005) pada tahun 2014 akan
berjumlah 22.232.200 jiwa atau 9,6% dari total penduduk dan pada tahun
2025 akan meningkat sampai 414% dibandingkan tahun 2004 (WHO,
2005).
Fungsi primer dari sistem pernafasan adalah menghantarkan udara
masuk dan keluar dari paru sehingga oksigen dapat dipertukarkan dengan
karbondiaoksida. Sistem pernafasan atas meliputi hidung, rongga hidung,
sinus-sinus, dan faring. Sistem pernafasan bawah meliputi trakhea,
bronkus-bronkus, dan paru.
Rongga thoraks tersusun atas susunan tulang iga yang
membatasi/rib cage (sebagai “dinding”) dan diafragma (sebagai “lantai”).
Mediastinum membagi dua rongga pleura. Tiap paru terletak di dalam satu
rongga pleura, yang dilapisi dengan membran serosa disebut pleura. Pleura
parietal menutupi permukaan dalam dinding thoraks dan meluas hingga
diafragma dan mediastinum. Pleura viseralis menutupi permukaan luar
paru dan meluas hingga fisura antara lobus. Membran pleura mensekresi
cairan pleura dalam jumlah sedikit, yang menciptakan kelembaban dan
mantel licin untuk lubrikasi saat bernafas. Paru terbagi atas beberapa lobus
yang terpisah dengan jelas. Paru kanan terdiri dari tiga lobus : lobus
superior, media dan inferior. Paru kiri hanya memiliki dua lobus: lobus
superior, dan inferior. Dasar setiap paru terletak di atas permukaan
diafragma.

2
Menurut ilmu demografi Indonesia dalam masa transisi demografi
yaitu perubahan pola penduduk berusia muda ke usia tua. Infeksi saluran
nafas bagian bawah akut dan tuberkulosis paru menduduki 5 penyakit
terbanyak yang diderita oleh masyarakat. Gangguan sistem respirasi
merupakan gangguan yang menjadi masalah besar di dunia khususnya
Indonesia diantaranya adalah  penyakit pneumonia, TBC, dan asma.
Menurut laporan WHO pada tahun 2006, Indonesia merupakan negara
dengan tingkat kejadian  pneumonia tertinggi ke-6 di seluruh dunia.
Berdasarkan Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) pada tahun 2001,
pneumonia merupakan urutan terbesar penyebab kematian pada balita.
Pneumonia dapat mengenai anak di seluruh dunia, bila diumpamakan
kematian anak-anak di seluruh dunia akibat pneumonia, maka setiap jam,
anak-anak sebanyak 1 pesawat jet penuh (230 anak) meninggal akibat
pneumonia, yang mencapai hampir 1 dari 5 kematian balita di seluruh
dunia. Insiden pneumonia di negara berkembang adalah 10-20 kasus/100
anak/tahun (10-20%). Sedangkan insiden TBC, WHO mencatat peringkat
Indonesia menurun ke posisi lima dengan jumlah  penderita TBC sebesar
429 ribu orang. Lima negara dengan jumlah terbesar kasus insiden pada
tahun 2009 adalah India, Cina, Afrika Selatan, Nigeria dan Indonesia
(WHO, 2010).
Peningkatan insiden dan prevalensi pneumonia pada lansia  juga
dikaitkan dengan penyakit komorbid yang diderita pasien, seperti diabetes
melitus, penyakit jantung, malnutrisi, dan penyakit hati kronik. Sebagai
contoh, diabetes melitus menyebabkan penurunan fungsi sistim imun
tubuh baik proses kemotaksis maupun fagositosis. Pada gagal jantung
kongestif yang disertai edema paru, fungsi clearance paru berkurang
sehingga kolonisasi kuman pernafasan mudah berkembangbiak. Pasien
yang sebelumnya sering mengonsumsi obat-obatan yang bersifat sedatif
atau hipnotik berisiko tinggi mengalami aspirasi sehingga mempermudah
terjadinya infeksi. Hal itu disebabkan kedua obat tersebut menekan
rangsang batuk dan kerja clearance mukosilier (WHO, 2010).

3
Dampak yang diakibatkan meliputi masa rawat yang lebih
panjang, biaya rawat yang lebih besar serta sering timbulnya komplikasi
berat sehingga menimbulkan penurunan kualitas hidup. Infeksi saluran
nafas atas dan influenza malah sering berlanjut menjadi pneumonia yang
gejala dan tanda pneumonia pada lansia sering tidak khas yang
menyebabkan keterlambatan diagnosis, belum lagi meningkatnya
resistensi mikroba terhadap antibiotika. Adapun  peran kita sebagai
seorang perawat dalam mencegah ataupun menangani gangguan yang
terjadi pada sistem pernapasan lansia adalah memberikan pendidikan
kesehatan pada lansia untuk mencegah terjadinya gangguan yang lebih
kronis dan memberikan tindakan keperawatan sesuai wewenang kita
sebagai seorang perawat sesuai indikasi yang diderita oleh lansia (Geffen,
2006).

B. Tujuan penulisan
1. Tujuan umum
Mahasiswa mengetahui bagaimana konsep teori serta asuhan
keperawatan yang tepat untuk lansia dengan gangguan sistem
pernafasan.
2. Tujuan Umum
a. Untuk mengetahui konsep lansia
b. Untuk mengetahui perubahan anatomi dan fisiologi sistem
respirasi pada lansia
c. Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada lansia dengan
gangguan sistem respirasi

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar Lansia


1. Pengertian
Usia lanjut adalah suatu kejadian yang pasti akan dialami oleh
semua orang yang dikaruniai usia panjang, terjadinya tidak bisa di
hindari siapapun. Usia tua adalah periode penutup dalam rentang
hidup seseorang, yaitu periode dimana seseorang telah “beranjak
jauh” dari periode terdahulu yang lebih menyenangkan atau beranjak
dari waktu yang penuh dengan manfaat (Hurlock, 2000).
Menurut Undang-Undang RI nomor 13 tahun 1998, Depkes
(2001) yang dimaksud dengan usia lanjut adalah seorang laki – laki
atau  perempuan yang berusia 60 tahun atau lebih, baik yang secara
fisik masih  berkemampuan ( potensial) maupun karena sesuatu hal
yang tidak mampu  berperan aktif dalam pembangunan (tidak
potensial).
Wheeler, mengungkapkan usia tua tidak hanya dilihat dari
perhitungan kronologis atau berdasarkakan kalender saja, tetapi juga
menurut kondisi kesehatan seseorang ( health age ). Sehingga umur
sesungguh nya dari seseorang merupakan gabungan dari ketiga -
tiganya (Nugroho, 2008).
Jadi dapat disimpulkan bahwa lansia adalah suatu periode
penutup dalam hidup seseorang baik laki-laki maupun perempuan
yang berusia 60 tahun atau lebih yang secara fisik masih potensial
maupun tidak potensial.
2. Batasan Lansia
Menurut Setyonegoro, dalam Nugroho ( 2008), pengelompokkan
usia lanjut adalah sebagai berikut :
a. Usia dewasa muda ( Elderly adulhood), 18 atau 20 – 25 tahun
b. Usia dewasa penuh ( middle years ) atau maturitas, 25 – 60 atau
65 tahun

5
c. Lanjut usia ( geriatric age ), lebih dari 65 atau70 tahun. Terbagi
untuk umur 70 – 75 tahun ( young old), 75– 80 tahun (old), dan
lebih dari 80 tahun ( very old ).
Sedangkan menurut WHO tahun 2005, Lanjut usia meliputi usia
pertengahan yakni kelompok usia 45-59 tahun, Lanjut usia (Elderly)
yakni 60-74 tahun, usia lanjut tua (Old) yakni 75-90 tahun, dan usia
sangat tua (very old) yakni lebih dari 90 tahun.
3. Tipe Lansia
Beberapa tipe lansia tergantung dari karakter, pengalaman hidup,
lingkungan, kondisi fisik, mental, sosial dan ekonomi (Nugroho,
2008). Tipe tersebut antara lain :
a. Tipe arif bijaksana kaya dengan hikmah, pengalaman,
menyesuaikan diri dengan  perubahan zaman, mempunyai
kesibukan, bersikap ramah, rendah hati, sederhana, dermawan,
memenuhi undangan, dan menjadi panutan
b. Tipe mandiri mengganti kegiatan yang hilang dengan yang
baru, selektif dalam mencari pekerjaan, bergaul dengan teman,
dan memenuhi undangan
c. Tipe tidak puas konflik lahir batin menentang proses penuaan
sehingga menjadi  pemarah, tidak sabar, mudah tersinggung,
sulit dilayani, pengkritik dan  banyak menuntut
d. Tipe pasrah menerima dan menunggu nasib baik, mengikuti
kegiatan agama, dan melakukan pekerjaan apa saja
e. Tipe bingung kaget, kehilangan kepribadian, mengasingkan
diri, minder, menyesal,  pasif, dan acuh yak acuh

4. Proses penuaan
Penuaan merupakan konsekuensi yang tidak bisa dihindari oleh
setiap manusia. Walaupun proses penuaan merupakan suatu proses
yang normal, akan tetapi keadaan ini lebih menjadi beban. Hal ini
secara keseluruhan tidak dapat dipungkiri oleh beberapa orang yang
lebih merasa menderita karena pengaruh penuaan. Proses penuaan

6
mempunyai konsekuensi terhadap aspek biologis, psikologis dan sosial
(Watson, 2003).

B. Perubahan-perubahan yang terjadi pada usia lanjut


1. Penurunan Kondisi Fisik
Setelah orang memasuki masa lansia umumnya mulai
dihinggapi adanya kondisi fisik yang bersifat patologis berganda
( multiple pathology ), misalnya tenaga berkurang, energi menurun,
kulit makin keriput, gigi makin rontok, tulang makin rapuh dan
sebagainya. Secara umum kondisi fisik seseorang yang sudah
memasuki masa lansia mengalami penurunan secara berlipat ganda.
Hal ini semua dapat menimbulkan gangguan atau kelainan fungsi
fisik, psikologik maupun sosial, yang selanjutnya dapat
menyebabkan suatu keadaan ketergantungan kepada orang lain.
Dalam kehidupan lansia agar dapat tetap menjaga kondisi
fisik yang sehat, maka perlu menyelaraskan kebutuhan-kebutuhan
fisik dengan kondisi psikologik maupun sosial, sehingga mau tidak
mau harus ada usaha untuk mengurangi kegiatan yang bersifat
memforsir fisiknya. Seorang lansia harus mampu mengatur cara
hidupnya dengan baik, misalnya makan, tidur, istirahat dan bekerja
secara seimbang (Nugroho, 2008).
2. Penurunan Fungsi dan Potensi Seksual
Penurunan fungsi dan potensi seksual pada lanjut usia sering
kali berhubungan dengan berbagai gangguan fisik seperti :
Gangguan jantung, gangguan metabolisme, misal diabetes millitus,
vaginitis, baru selesai operasi : misalnya prostatektomi, kekurangan
gizi, karena pencernaan kurang sempurna atau nafsu makan sangat
kurang, penggunaan obat-obat tertentu, seperti antihipertensi,
golongan steroid, tranquilizer.
Factor psikologis yang menyertai lansia adalah :
a. Rasa tabu atau malu bila mempertahankan kehidupan seksual
pada lansia.

7
b. Sikap keluarga dan masyarakat yang kurang menunjang serta
diperkuat oleh tradisi dan budaya.
c. Kelelahan atau kebosanan karena kurang variasi dalam
kehidupannya.
d. Pasangan hidup telah meninggal.
e. Disfungsi seksual karena perubahan hormonal atau masalah
kesehatan jiwa lainnya misalnya cemas, depresi, pikun dan
sebagainya.
(Nugroho, 2008)
3. Perubahan Aspek Sosial
Pada umumnya setelah orang memasuki lansia maka ia
mengalami penurunan fungsi kognitif dan psikomotor. Fungsi
kognitif meliputi proses belajar, persepsi, pemahaman, pengertian,
perhatian dan lain-lain sehingga menyebabkan reaksi dan perilaku
lansia menjadi makin lambat. Sementara fungsi psikomotorik
(konatif) meliputi hal-hal yang berhubungan dengan dorongan
kehendak seperti gerakan, tindakan, koordinasi, yang berakibat
bahwa lansia menjadi kurang cekatan.
Dengan adanya penurunan kedua fungsi tersebut, lansia
juga mengalami perubahan aspek psikososial yang berkaitan
dengan keadaan kepribadian lansia.  Beberapa perubahan tersebut
dapat dibedakan berdasarkan 5 tipe kepribadian lansia sebagai
berikut :
a. Tipe Kepribadian Konstruktif (Construction personalitiy),
biasanya tipe ini tidak banyak mengalami gejolak, tenang dan
mantap sampai sangat tua.
b. Tipe Kepribadian Mandiri (Independent personality), pada
tipe ini ada kecenderungan mengalami post power sindrome,
apalagi jika pada masa lansia tidak diisi dengan kegiatan
yang dapat memberikan otonomi pada dirinya.
c. Tipe Kepribadian Tergantung (Dependent personalitiy), pada
tipe ini biasanya sangat dipengaruhi kehidupan keluarga,

8
apabila kehidupan keluarga selalu harmonis maka pada masa
lansia tidak bergejolak, tetapi jika pasangan hidup meninggal
maka pasangan yang ditinggalkan akan menjadi merana,
apalagi jika tidak segera bangkit dari kedukaannya.
d. Tipe Kepribadian Bermusuhan (Hostility personality), pada
tipe ini setelah memasuki lansia tetap merasa tidak puas
dengan kehidupannya, banyak keinginan yang kadang-
kadang tidak diperhitungkan secara seksama sehingga
menyebabkan kondisi ekonominya menjadi morat-marit.
e. Tipe Kepribadian Kritik Diri (Self Hate personalitiy), pada
lansia tipe ini umumnya terlihat sengsara, karena perilakunya
sendiri sulit dibantu orang lain atau cenderung membuat
susah dirinya.
(Nugroho, 2008)
4. Perubahan yang Berkaitan dengan Pekerjaan
Pada umumnya perubahan ini diawali ketika masa pensiun.
Meskipun tujuan ideal pensiun adalah agar para lansia dapat
menikmati hari tua atau jaminan hari tua, namun dalam
kenyataannya sering diartikan sebaliknya, karena pensiun sering
diartikan sebagai kehilangan penghasilan, kedudukan, jabatan,
peran, kegiatan, status dan harga diri. Reaksi setelah orang
memasuki masa pensiun lebih tergantung dari model
kepribadiannya seperti yang telah diuraikan pada point tiga di atas.
Dalam kenyataan ada menerima, ada yang takut kehilangan,
ada yang merasa senang memiliki jaminan hari tua dan ada juga
yang seolah-olah acuh terhadap pensiun (pasrah). Masing-masing
sikap tersebut sebenarnya punya dampak bagi masing-masing
individu, baik positif maupun negatif. Dampak positif lebih
menenteramkan diri lansia dan dampak negatif akan mengganggu
kesejahteraan hidup lansia. Agar pensiun lebih berdampak positif
sebaiknya ada masa persiapan pensiun yang benar-benar diisi
dengan kegiatan-kegiatan untuk mempersiapkan diri, bukan hanya

9
diberi waktu untuk masuk kerja atau tidak dengan memperoleh gaji
penuh.
Persiapan tersebut dilakukan secara berencana, terorganisasi
dan terarah bagi masing-masing orang yang akan pensiun. Jika
perlu dilakukan assessment untuk menentukan arah minatnya agar
tetap memiliki kegiatan yang jelas dan positif. Untuk
merencanakan kegiatan setelah pensiun dan memasuki masa lansia
dapat dilakukan pelatihan yang sifatnya memantapkan arah
minatnya masing-masing. Misalnya cara berwiraswasta, cara
membuka usaha sendiri yang sangat banyak jenis dan macamnya.
Model pelatihan hendaknya bersifat praktis dan langsung
terlihat hasilnya sehingga menumbuhkan keyakinan pada lansia
bahwa disamping pekerjaan yang selama ini ditekuninya, masih
ada alternatif lain yang cukup menjanjikan dalam menghadapi
masa tua, sehingga lansia tidak membayangkan bahwa setelah
pensiun mereka menjadi tidak berguna, menganggur, penghasilan
berkurang dan sebagainya (Nugroho, 2008).
5. Perubahan dalam Peran Sosial Dimasyarakat
Akibat berkurangnya fungsi indera pendengaran, penglihatan,
gerak fisik dan sebagainya maka muncul gangguan fungsional atau
bahkan kecacatan pada lansia. Misalnya badannya menjadi
bungkuk, pendengaran sangat berkurang, penglihatan kabur dan
sebagainya sehingga sering menimbulkan keterasingan. Hal itu
sebaiknya dicegah dengan selalu mengajak mereka melakukan
aktivitas, selama yang bersangkutan masih sanggup, agar tidak
merasa terasing atau diasingkan. Karena jika keterasingan terjadi
akan semakin menolak untuk berkomunikasi dengan orang lain dan
kdang-kadang terus muncul perilaku regresi seperti mudah
menangis, mengurung diri, mengumpulkan barang-barang tak
berguna serta merengek-rengek dan menangis bila ketemu orang
lain sehingga perilakunya seperti anak kecil.

10
Dalam menghadapi berbagai permasalahan di atas pada
umumnya lansia yang memiliki keluarga bagi orang-orang kita
(budaya ketimuran) masih sangat beruntung karena anggota
keluarga seperti anak, cucu, cicit, sanak saudara bahkan kerabat
umumnya ikut membantu memelihara (care) dengan penuh
kesabaran dan pengorbanan. Namun bagi mereka yang tidak punya
keluarga atau sanak saudara karena hidup membujang, atau punya
pasangan hidup namun tidak punya anak dan pasangannya sudah
meninggal, apalagi hidup dalam perantauan sendiri, seringkali
menjadi terlantar (Nugroho, 2008).

C. Perubahan anatomi fisiologi sistem pernapasan pada lansia


Berikut adalah penjelasan tentang penyakit pernapasan pada lansia
yang dimulai dengan penjelasan tentang perubahan anatomic dan
fisiologik jantung:
1. Perubahan anatomik pada respirasi
Efek penuaan tersebut dapat terlihat dari perubahan-perubahan
yang terjadi baik dari segi anatomi maupun fisiologinya. Perubahan-
perubahan anatomi pada lansia mengenai hampir seluruh susunan
anatomik tubuh, dan perubahan fungsi sel, jaringan atau organ.
Perubahan anatomi yang terjadi turut berperan terhadap perubahan
fisiologis sistem pernafasan dan kemampuan untuk mempertahankan
homeostasis. Penuaan terjadi secara bertahap sehingga saat seseorang
memasuki masa lansia, ia dapat beradaptasi dengan perubahan yang
terjadi. Perubahan anatomik sistem respirastory akibat penuaan adalah
sebagai berikut :

a. Paru-paru kecil dan kendur.


b. Pembesaran alveoli.
c. Penurunan kapasitas vital ; penurunan PaO2 dan residu
d. Kelenjar mucus kurang produktif 
e. Pengerasan bronkus dengan peningkatan resistensi

11
f. Penurunan sensivitas sfingter esophagush.
g. Klasifikasi kartilago kosta, kekakuan tulang iga pada kondisi
pengembangani.
h. Hilangnya tonus otot toraks, kelemahan kenaikan dasar paru.
Penurunan sensivitas kemoreseptor. (Stanley, 2006).
2. Perubahan Fisiologik pada pernapasan
Menurut Stanley, 2006 perubahan anatomi dan fisiologi yang
terjadi pada lansia, yaitu:
Hilangnya silia serta terjadinya penurunan reflex batuk dan
muntah pada lansia menyebabkan terjadinya penurunan perlindungan
pada sistem respiratory. Hal ini terjadi karena saluran pernafasan tidak
akan segera merespon atau bereaksi apabila terdapat benda asing
didalam saluran pernafasan karena reflex batuk dan muntah pada
lansia telah mengalami penurunan.
Penurunan kompliants paru dan dinding dada. Hal
ini menyebabkan jumlah udara (O2) yang dapat masuk ke
dalam saluran pernafasan menurun dan menyebabkan terjadinya
peningkatan kerja pernafasan guna memenuhi kebutuhan tubuh.
Atrofi otot pernafasan dan penurunan kekuatan otot
pernafasan. Kedua hal ini menyebabkan pengembangan paru tidak
terjadi sebagai mestinya sehingga klien mengalami kekurangan suplay
O2 dan hal ini dapat menyebabkan kompensasi penigkatan RR yang
dapat menyebabkan kelelahan otot-otot pernafasan pada lansia.
Perubahan interstisium parenkim dan penurunan daerah
permukaan
alveolar menyebabkan menurunnya tempat difusi oksigen yang menye
babkan klien kekurangan suplay O2.
Penurunan mortilitas esophagus dang aster serta hilangnya
tonus sfringter kardiak.Hal ini menyebabkan lansia mudah mengalami
aspirasi yang apabila terjadi dapat mengganggu fisiologis pernafasan.

12
Paru-paru kecil dan mengendur. Paru-paru yang mengecil
menyebabkan ruangatau permukaan difusi gas berkurang bila
dibandingkan dengan dewasa.
3. Faktor-Faktor Yang Memperburuk Fungsi Paru
Selain penurunan fungsi paru akibat proses penuaan,
terdapat beberapa faktor yang dapat memperburuk fungsi paru, Faktor-
faktor yang memperburuk fungsi paru antara lain :
a. Faktor merokok
Merokok akan memperburuk fungsi paru, yaitu terjadi
penyempitan saluran nafas. Pada tingkat awal, saluran nafas akan
mengalami obstruksi clan terjadi penurunan nilai VEP1 yang
besarnya tergantung pada beratnya penyakit paru.(Dharmojo dan
Martono, 2006)
b. Obesitas
Kelebihan berat badan dapat memperburuk fungsi paru
seseorang. Pada obesitas, biasanya terjadi penimbunan lemak
pada leher, dada dan (finding perut, akan dapat
mengganggu compliance dinding dada, berakibat penurunan volume
paru atau terjadi keterbatasan gerakan pernafasan (restriksi) dan
timbul gangguan fungsi paru tipe restriktif.(Dharmojo dan Martono,
2006)
c. Imobilitas
Imobilitas akan menimbulkan kekakuan atau keterbatasan
gerak saat otot-otot berkontraksi, sehingga kapasitas vital paksa
atau volume paru akan relatif' berkurang. Imobilitas karena
kelelahan otot-otot pernafasan pada usia lanjut dapat memperburuk
fungsi paru (ventilasi paru). Faktor-faktor lain yang menimbulkan
imobilitas (paru), misalnya efusi pleura, pneumotoraks, tumor paru
dan sebagainya. Perbaikan fungsi paru dapat dilakukan
dengan menjalankan olah raga secara intensif.(Dharmojo dan
Martono, 2006)
d. Operasi

13
Tidak semua operasi (pembedahan) mempengaruhi faal
paru. Dari pengalaman para ahli diketahui bahwa yang pasti
memberikan pengaruh faal paru adalah:
1) Pembedahan toraks (jantung dan paru)
2) Pembedahan abdomen bagian atas.
3) Anestesi atau jenis obat anastesi tertentu
Peruhahan fungsi paru yang timbul, meliputi perubahan
proses ventilasi, distribusi gas, difusi gas serta perfusi darah
kapiler paru. Adanya perubahan patofisiologik paru pasca
bedah mudah menimbulkan komplikasi paru : atelektasis,
infeksi atau sepsis dan selanjutnya mudah terjadi kematian,
karena timbulnya gagal nafas.
(Dharmojo dan Martono, 2006)
4. Penyakit pernapasan pada Usia Lanjut
Pada proses menua terjadi penurunan compliance dinding dada,
tekanan maksimalinspirasi dan ekspirasi menurun dan elastisistas
jaringan paru juga menurun. Pada pengukuranterlihat FEV1, FVC
menurun, PaO2 menurun, V/Q naik. Penurunan ventilasi alveolar,
merupakanrisiko untuk terjadinya gagal napas. Selain itu terjadi
perubahan berupa (Lukman, 2009):
a. Otot pernafasan kaku dan kehilangan kekuatan, sehingga
volume udara inspirasiberkurang, sehingga pernafasan cepat dan
dangkal.
b. Penurunan aktivitas silia menyebabkan penurunan reaksi batuk
sehingga potensialterjadi penumpukan sekret.
c. Penurunan aktivitas paru ( inspirasi & ekspirasi ) sehingga
jumlah udara pernafasan yangmasuk keparu mengalami
penurunan, kalau pada pernafasan yang tenang kira kira 500 ml.
d. Alveoli semakin melebar dan jumlahnya berkurang (luas
permukaan normal 50m²), menyebabkan terganggunya prose
difusi.

14
e. Penurunan oksigen (O2) Arteri menjadi 75 mmHg menggangu
proses oksigenasi darihemoglobin, sehingga O2 tidak terangkut
semua kejaringan.
f. CO2 pada arteri tidak berganti sehingga komposisi O2 dalam
arteri juga menurun yang lama kelamaan menjadi racun pada
tubuh sendiri.
g. Kemampuan batuk berkurang, sehingga pengeluaran sekret &
corpus alium dari salurannafas berkurang sehingga potensial
terjadinya obstruksi.
Penyebab kegawatan napas pada lansia meliputi
obstruksi jalan napas atas, hipoksi karenapenyakit paru
obstruktif kronik (PPOK), pneumotoraks, pneumonia aspirasi,
rasa nyeri, bronkopneumonia, emboli paru, dan asidosis
metabolik. Akan tetapi penyakit respirasi yang sering terjadi
pada lansia adalah pneumonia, tuberkulosis paru, sesak napas,
nyeri dada.

D. Gangguan-gangguan pada sistem pernafasan lansia


1. Pneumonia.
2. TB paru
3. Asma
4. Bromkiektasis
5. Penyakit Paru Obstruktif Menahun (PPOM)

15
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN PADA LANSIA
DENGAN GANGGUAN SISTEM PERNAPASAN
PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF MENAHUN (PPOM) DAN
PNEUMONIA

A. PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF MENAHUN (PPOM)


Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang lazim pada lansia dengan PPOM menurut
(Kushariyadi:2011), antara lain :
1. Ketidakefektifan  Bersihan Jalan Napas
Berhubungan dengan :
a. Infeksi
b. Trauma
c. Kerusakan perseptual / kognitif
d. Bronkospasme
e. Peningkatan produksi sekret,sekresi tertahan,tebal,sekresi kental
f. Penurunan energi / kelemahan
Ditandai dengan :
a. Sianosis,dispnea,demam,takipnea
b. Pernyataan kesulitan bernapas
c. Perubahan kedalaman atau kecepatan pernapasan,penggunaan otot
aksesor
d. Bunyi napas abnormal,misal,mengi,ronkhi,krekels
e. Batuk (menetap),dengan / tanpa produksi sputum
2. Kerusakan Pertukaran Gas
Berhubungan dengan :
a. Perubahan aliran darah
b. Perubahan kapasitas angkut oksigen oleh darah
c. Perubahan suplai oksigen (obstruksi jalan nafas oleh sekresi, spasme
bronkus, dan jebakan udara).
d. Kerusakan membran alveo-kapiler.

16
Ditandai dengan :
a. Dipsnea.
b. Somnolen, mudah terangsang, bingung, gelisah.
c. Ketidakmampuan mengeluarkan sekret.
d. Nilai GDA abnormal (hipoksia dan hiperkapnia).
e. Perubahan tanda vital.
f. Penurunan toleransi terhadap aktivitas.
3. Perubahan Nutrisi Kurang Dari Kebutuhan Tubuh

Berhubungan dengan :
1. Ketidakmampuan untuk menelan atau mencerna makanan atau menyerap
makanan karena faktor biologis dan psikologis.
a. Dipsnea.
b. Kelemahan.
c. Efek samping obat.
d. Produkasi sputum.
e. Anoreksia, mual/muntah.
Ditandai dengan :
a. Kelemahan otot menelan atau pengunyah.
b. Penurunan berat badan.
c. Kehilangan masa otot, tonus otot buruk
d. Kelemahan
e. Mengeluh gangguan sensasi pengecapan.
f. Keengganan untuk makan, kurang tertarik pada makanan.
4. Risiko Tinggi Terhadap Infeksi
Faktor risiko meliputi :
a. Kurangnya pengetahuan untuk menghindar dari lingkungan patogen.
b. Tidak adekuatnya pertahanan utama (kulit luka, penurunan kerja silia,
menetapnya sekret).
c. Tidak adekuatnya imunitas (kerusakan jaringan, penigkatan pemajanan
pada lingkungan)
d. Proses penyakit kronis.
e. Malnutrisi.

17
5. Kurang pengetahuan (Kebutuhan Belajar) mengenai kondisi, pengobatan
Berhubungan dengan:
a. Kurang informasi/tidak mengenal ssumber informasi
b. Salah mengerti tentang informasi
c. Kurang mengingat/keterbatasan kognitif
Ditandai dengan:
a. Pertanyaan tentang informasi
b. Pernyataan masalah/kesalahan konsep
c. Tidak akurat mengikuti intruksi
d. Terjadinya komplikasi yang dapat dicegah.

18
Intervensi / Perencanaan
1. Ketidakefektifan  Bersihan Jalan Napas
Berhubungan dengan :
a. Infeks
b. Trauma
c. Kerusakan perseptual / kognitif
d. Bronkospasme
e. Peningkatan produksi sekret,sekresi tertahan,tebal,sekresi kental
f. Penurunan energi / kelemahan
Ditandai dengan :
a. Sianosis,dispnea,demam,takipnea
b. Pernyataan kesulitan bernapas
c. Perubahan kedalaman atau kecepatan pernapasan,penggunaan otot
aksesor
d. Bunyi napas abnormal,misal,mengi,ronkhi,krekels
e. Batuk (menetap),dengan / tanpa produksi sputum
Kriteria hasil / kriteria evaluasi :
a. Mempertahankan kepatenan jalan napas dengan bunyi napas bersih
b. Menunjukan prilaku untuk memperbaiki bersihan jalan napas,misal,batuk
efektif dan mengeluarkan sekret.
Tindakan keperawatan :
No Tindakan atau intervensi rasional
Mandiri :
1  Bunyin nafas. Catat adanya bunyi napas, Beberapa drajat spasme bronkus terjadi
misal, mengi, ronhi, dan krekels. dengan obstruksi jalan nafas dan dapat
/dimanispestasikan adanya bunyi nafas
adventisius , misal, penyebaran, krekels
basah (bronchitis), bunyi nafas redup
dengan ekspirasi mengi (asma berat) atau
tidak ada bunyi nafas (emfisema)

2 Kaji frekuensi pernafasan. Catat rasio Takipnea biasanya ditemukan selama


inspirasi/ekspirasi stress/proses infeksi akut. Pernafasan

19
melambat dan frekuensi ekspirasi
memanjang disbanding inspirasi
3 Catat derajat dispnea, misal, keluhan sesak, Disfungsi pernafasan selain proses akut
gelisah ansietas, distress pernafasan, dan yang menimbulkan perawatan dirumah
penggunaan otot bantu nafas sakit , misal, infeksi, reaksi alergi.
4 Beri posisi yang nyaman, misal, Peniggian kepala tempat tidur
peninggian kepala tempat tidur, duduk mempermudah fungsi pernapasan dengan
pada sandaran tempat tidur. menggunakan gravitasi. Dukungan
tangan/kaki dengan meja, bantal,
membantu menurunkan kelemahan otot,
dan sebagai alat ekspansi dada.
5 Bantu untuk mengambil posisi batuk yang Bentuk efektif membutuhkan napas dalam
nyaman dan ajarkan teknik batuk yang kontraksi otot pernapasan, khususnya otot
efektif. abdomen, untuk meningkatkan tekanan
intratorak dan pegleuaran sekresi.
6 Lakukan vibrasi pada daerah yang sesuai Tetapi fisik dada meliputi vibrilasi,
selama ekshalasi perkusi, dan drainase postural bagian paru
tertentu (segmen). Vibrilasi dilakukan pada
dinding dada, bersama dengan gaya
gravitasi dan ekshalasi perlahan setelah
napas dalam, mengeluarkan lendir yang
tersembunyi pada jalan napas dan
membersihkannya.
7 Minimalkan polusi lingkungan misalnya Pencetus tipe reaksi alergi pernapasan
debu, asap, dan  bulu bantal yang mejadi episode akut
berhubungan kondisi individu
8 Bantu latihan napas abdomen atau bibir Memberikan beberapa cara mengatasi dan
mengontrol dispnea
9 Observasi karakteristi batuk, misal, Batuk dapat menetap, tetapi tidak efektf,
menetap, batuk pendek. Bantu tindakan khususnya klien lansia, sakit
memperbaiki keefektifan batuk akut/kelemahan. Batuk paling efektif pada
posisi duduk tinggi/kepala dibawah, setelah
perkusi dada
10 Tingkatkan masukan cairan sampai 3000 Hidrasi menurunkan kekentalan secret

20
ml/ hari sesuai toleranasi jantung, sehingga mempermudah pengeluaran.
memberikan air hangat. Anjurkan masukan Penggunaan cairan hangat menurunkan
cairan sebagai pengganti makanan spasne bronkus, cairan selama makan
meningkatkan distensi gaster dan tekanan
diafragma
Kolaborasi
11 Berobat sesuai indikasi. Merelaksasi otot halus dan menurunkan
Bronkodilator, misal, agonis: kongestil okal, menurunkan spasme jalan
epineprin(adrenalin, paponeprin), albuterol napas, mengi dan produksi, mukosa. Obat
(proventil ,pentolin), terbutalin (brethinine, obat mungkin per oral, injeksi atau inhalasi
brethaire), isoetarin (bronkosol,
bronkometer)
Tindakan atau interfensi Rasional
   Xantil, misal, aminupilin, oxtripilin Menurunkan edema glukosa dan spasma
Steroid oral, IV. Dan inhalasi metal otot polos dalam peningkatan langsung
prednisolon, ( medrol, dexametason siklus amp menurunkan kelemahan otot/
(decnadal, antihistamin, misal, kegagalan pernapasan dengan
beklometason, triansimolon, meningkatkan kontrakbilitas diafragma

Antimicrobial Kortikosteroid mencegah reaksi


alergi/menghambat pengeluaran hestamin
menurunkan berat dan prekeuensi sepasme
jalan napas, implamasi pernapasan, dan
dipsnea.

Analgesic, penekan batuk/antitusif, misal Mengontrol infeksi pernapasan atau


kodein, dextromethorphan penomonia. Batuk menetap yang
melelahkan perlu diteakan untuk
mengehemat energi dan memunginkan
klien istirahat.
12 Berikan humidifikasi tambahan, msial, Kelembapan menurunkan kekentalan secret
nebulizer ultranik, humidifier aerosol sehingga  mempermudah pengeluaran dan
ruangan membantu menurunkan/mencegah
pembenetukan mukosan tebal pada bronkus

21
13 Bantu pengobatan pernapasan, misal, Drainase postural dan perkusi untuk
IPPB, fisioterapi dada membuangnya banyaknya sekresi kental
dan memperbaiki ventilasi pada segmen
dasar paru. Catatan : dapat meningkatkan
spasme bronkus pada asma
14 Awasi atau buat grafik GDA, nadi Membuat dasar untuk pengawasan
oksimetri, foto dada. kemajuan/kemunduran proses penyakit dan
komplikasi

2. Kerusakan Pertukaran Gas


Berhubungan dengan :
a. Perubahan aliran darah
b. Perubahan kapasitas angkut oksigen oleh darah
c. Perubahan suplai oksigen (obstruksi jalan nafas oleh sekresi, spasme
bronkus, dan jebakan udara).
d. Kerusakan membran alveo-kapiler.
Ditandai dengan :
a. Dipsnea.
b. Somnolen, mudah terangsang, bingung, gelisah.
c.  Ketidakmampuan mengeluarkan sekret.
d. Nilai GDA abnormal (hipoksia dan hiperkapnia).
e.  Perubahan tanda vital.
f. Penurunan toleransi terhadap aktivitas.

Kriteria hasil/kriteria evaluasi :


a. Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan adekuat dengan
GDA dalam rentang normal dan bebas gejala distres pernapasan.
b. Berpartisipasi dalam program pengobatan dalam tingkat kemampuan/situasi.
c. Berkurang atau tidak adanya gangguan status mental dan istirahat.
Tindakan keperawatan :

22
Tindakan/intervensi Rasional
Mandiri :
1. Kaji frekuensi, kedalaman Berguna dalam evaluasi derajat distres
pernapasan. Catat penggunaan pernapasan dan kronisnya proses penyakit.
otot bantu napas, pernapasan
bibir, ketidakmampuan bicara.
2. Tinggikan kepala tempat tidur, Pengiriman oksigen dapat diperbaiki dengan
bantu memilih posisi yang mudah posisi duduk tinggi dan latihan napas untuk
untuk bernapas. Dorong napas menurunkan kolaps jalan napas, dipsnea, dan
dalam perlahan/napas bibir sesuai kerja napas.
kebutuhan atau toleransi klien.
3. Kaji secara rutin kulit dan Sianosis perifer (pada kuku)/sentral (pada
warna membran mukosa. bibir dan daun telinga) berwarna keabu-
abuan. Sianosis sentral mengindikasikan
beratnya hipoksemia.
4. Dorong mengeluarkan sputum, Kental, tebal, dan banyaknya sekresi adalah
lakukan penghisapan bila sumber utama gangguan pertukaran gas pada
diindikasikan. jalan napas kecil. Penghisapan dibutuhkan
bila batuk tidak efektif.
5. Auskultasi bunyi napas, catat Bunyi napas redup karena penurunan
area penurunan aliran udara dan aliran udara/area konsolidasi.mengindikasika
bunyi tambahan. n spasme bronkus/tertahannya sekret.
Krekels basah menyebar menunjukkan cairan
pada interstisial/dekompensasi jantung.
6. Palpasi fremitus. Penurunan getaran vibrasi diduga ada
pengumpulan cairan atau udara.
7. Awasi tingkat kesadaran/status Gelisah dan ansietas adalah manifestasi
mental. Selidiki adanya perubahan umum hipoksia. GDA memburuk disertai
. bingung/somnolen menunjukkan disfungsi
serebral berhungan dengan hipoksemia.
8. Evaluasi tingkat toleransi Selam distres pernapasan
aktivitas, berikan lingkungan berat/akut/refraktori klien tidak mampu
tenang. Batasi aktivitas atau melakukan aktivitas sehari-hari karena
dorong untuk tidu/istirahat di hipksemia dan dipsnea. Program latihan
kursi selama fase akut. Lakukan ditujukan meningkatkan ketahanan, kekuatan

23
aktivitas bertahap dan tingkatkan tanpa menyebabkan dipsnea berat, dan
sesuai toleransi. meningkatkan rasa sehat.
9. Awasi tanda vital dan irama Takikardia, disritmia, dan perubahan tekanan
jantung. darah menunjukan efek hipoksemia sistemik
pada fungsi jantung.
Kolaborasi :
10. Awasi GDA dan nadi PaCO2 biasanya meningkat (bronkitis,
oksimetri. emfisema) dan PaO2 secara umum menurun
sehingga hipoksia terjadi dengan derajat
lebih kecil/lebih besar. Catatan :
PaCO2 “normal”/meningkat menandakan
kegagalan pernapasan yang akan datang
selama asmatik.
11. Berikan oksigen tambahan Mencegah memburuknya hipoksi. Catatan ;
yang sesuai dengan indikasi hasil emfisema kronis, mengatur pernapasan
GDA dan toleransi klien. ditentukan oleh kadar CO2 dikeluarkan
dengan PaO2 berlebihan.
12. Berikan penekan susunan Mengontrol ansietas/gelisah meningkatkan
saraf pusat (antiansietas, sedatif, konsumsi oksigen, eksaserbasi dipsnea.
narkotik) dengan hati-hati. Pantau ketat karena dapat terjadi gagal napas.
13. Bantu intubasi, Kegagalan napas perlu upaya tindakan
berikan/pertahankan ventilasi penyelamatan hidup.
mekanik.

3. Perubahan Nutrisi Kurang Dari Kebutuhan Tubuh


Berhubungan dengan :
a. Ketidakmampuan untuk menelan atau mencerna makanan atau menyerap
makanan karena faktor biologis dan psikologis.
b.  Dipsnea.
c.  Kelemahan.
d.  Efek samping obat.
e. Produkasi sputum.
f. Anoreksia, mual/muntah
Ditandai dengan :

24
a. Kelemahan otot menelan atau pengunyah.
b.  Penurunan berat badan.
c. Kehilangan masa otot, tonus otot buruk.
d.  Kelemahan.
e.  Mengeluh gangguan sensasi pengecapan.
f.  Keengganan untuk makan, kurang tertarik pada makanan.
Kriteria hasil/kriteria evaluasi :
a. Menunjukan peningkatan berat badan menuju tujuan yang tepat.
b.  Mengonsumsi diet tinggi kalori yang seimbang (±2400 kalori).
c.   Menunjukan perilaku atu perubahan pola hidup untuk meningkatkan dan
mempertahankan berat yang tepat.
Tindakan keperawatan:
Tindakan/intervensi Rasional
Mandiri:
1. Kaji kebiasaan diet, masukan Klien distres pernapasan akut sering
makanan. Catat derajat kesulitan anoreksia karena dipsnea, produksi sputum,
makan. Evaluasi berat badan dan dan obat. Klien PPOM mempunyai
ukuran tubuh. kebiasaan buruk, meskipun kegagalan
pernapasan membuat status hiprmetabolik
dan terjadi peningkatan kebutuhan kalori.
2. Auskultasi bunyi usus Penurunan bising usus menunjukan
penurunan motilitas gaster dan konstipasi
berhubungan dengan pembatasan
pemasukkan cairan, pilihan makan buruk,
penurunan aktivitas, dan hipoksemia.
3. Berikan perawatan oral sering, Rasa tidak enak, bau, dan penampilan
buang sekrekt, berikan wadah adalah pengganggu utama nafsu makan,
khusus untuk sekali pakai dan tisu. membuat mual, muntah dengan peningkatan
kesulitan nafas.
4. Ajarkan dan awasi penggunaan Mencatat asupan oral dan kemajuan klien
makan sehari-hari. terhadap asupan yang tidak adekuat.
5. dorong periode istirahat Menurunkan kelemahan selama waktu
semalam, serta 1 jam sebelum dan makan dan memberikan kesempatan untuk
sesudah makan. Berikan makan meningkatkan masukan kalori total.

25
porsi kecil tapi sering.
6. Hindari makanan penghasil gas Mengahasilkan distensi abdomen yang
dan minuman karbonat. mengganggu napas abdomen dan gerakan
diafragma, serta dapat meningkatkan
dipsnea.
7. Hindari makanan yang sangat Suhu ekstrem mencetuskan/meningkatkan
panas/sangat dingin. spasme batuk.
8. Timbang berat badan sesuai Menentukan kebutuhan kalori, menyusun
indikasi. target berat badan, dan evaluasi
keadekuatan rencana nutrisi.
Catatan : penurunan berat badan dapat
berlanjut, meskipun masukan adekuat.
9. Bantu keluarga merencanakan Penambahan kecil seperti margarin,
makanan tinggi kalori dan protein. mentega dan coklat akan meningkatkan
asupan kalori.
Kolaborasi :
10. Konsul ahli gizi/nutrisi untuk Metode makan dan kebutuhan kalori
memberikan makanan yang mudah didasarkan pada situasi/kebutuhan klien
dicerna, nutrisi seimbang, misal, untuk memberikan nutrisi maksimal dengan
nutrisi tambahan oral atau selang, upaya minimal klien atau penggunaan
serta secara parenteral. energi.
11.Kaji pemerikasaan Mengevaluasi atau mengatasi kekurangan
laboratorium, misal, albumin dan mengawasi keefektifan terapi nutrisi.
serum, transferin, asam amino,
besi, keseimbangan nitrogen,
glukosa, fungsi hati dan elektrolit.
12. Berikan oksigen tambahan Menurunkan dipsnea dan meningkatkan
selama makan sesuai indikasi. energi untuk makan.

4. Risiko Tinggi Terhadap Infeksi


Faktor risiko meliputi :
a. Kurangnya pengetahuan untuk menghindar dari lingkungan patogen.
b. Tidak adekuatnya pertahanan utama (kulit luka, penurunan kerja silia,
menetapnya sekret).

26
c. Tidak adekuatnya imunitas (kerusakan jaringan, penigkatan pemajanan pada
lingkungan).
d. Proses penyakit kronis.
e.  Malnutrisi.
Kriteria hasil/kriteria evaluasi :
a. Menyatakan pemahaman penyebab atau faktor risiko.
b.  Tidak mengalami infeksi.
c.  Mengidentifikasi intervensi utuk mencegah atau menurunkan risiko infeksi.
d.  Menunjukan teknik perubahan pola hidup untuk meningkatkan lingkungan
yang aman.
Tindakan keperawatan :
Tindakan /intervensi Rasional
1. Observasi waktu. Demam terjadi karena
infeksi/dehidrasi.
2. Auskultasi paru secara ketat. Tanda khusus inflamasi mungkin
Anjurkan klien melaporkan bila sakit tidak terlihat pada neutropenia.
tenggorokan.
3. Kaji pentingnya latihan napas, batuk Aktivitas meningkatkan mobilitas
efektif, perubahan posisi sering, dan dan pengeluaran sekret untuk
masukan cairan adekuat. menurunkan risiko terjadinya infeksi
paru.
4. Observasi warna, karakter, nau Sekret berbau, kuning/kehijauan
aputum. menunjukkan adanya infeksi paru.
5. Tunjukan dan bantu tentang Mencegah penyebaran patogen
pembuangan tisu dan sputum. melalui cairan.
Tekankan teknik cuci tangan yang
benar dan penggunaan sarung tangan
bila memegang/membuang tisu, serta
wadah sputum.
6.  Awasi pengunjung, berikan masker Menurunkan potensial terpajan
sesuai indikasi. penyakit infeksi (misal ISK).
7. Dorong keseimbangan antara Menurunkan kebutuhan
aktivitas dan istirahat. keseimbangan oksigen dan
meningkatkan penyembuhan.

27
8. Diskusikan kebutuhan masukan Malnutrisi memengaruhi kesehatan
nutrisi adekuat. umum, menurunkan tahanan
terhadap infeksi.
Kolaborasi:
9. Dapatkan spesimen sputum dengan Mengidentifikasi organisme
batuk/penghisapan untuk pewarnaan penyebab dan ketahanan terhadap
kuman gram, kultur, atau sensitivitas. berbagai antimikrobal.
10. Berikan antimikrobal sesuai Diberikan untuk mikroorganisme
indikasi. khusus yang teridentifikasi dengan
kultur dan sensitivitas, atau berikan
secara profolaktik karena resiko
tinggi.

5. Kurang pengetahuan (Kebutuhan Belajar) mengenai kondisi, pengobatan


Berhubungan dengan:
a. Kurang informasi/tidak mengenal ssumber informasi
b.  Salah mengerti tentang informasi
c.  Kurang mengingat/keterbatasan kognitif
Ditandai dengan:
a. Pertanyaan tentang informasi
b. Pernyataan masalah/kesalahan konsep
c.  Tidak akurat mengikuti intruksi
d. Terjadinya komplikasi yang dapat dicegah.
Kriteria hasil/kriteria evaluasi:
a. Menyatakan pemahaman kondisi/proses penyakit dan tindakan.
b.  Mengidentifikasi hubungan tanda/gejala yang ada dari proses penyakit dan
hubungan dengan faktor penyebab.
c. Melakukan perubahan pola hidup dan berpartisipasi dalam program
pengobatan.
Tindakan keperawatan:
Tindakan/intervensi Rasional
Mandiri:
1. Jelaskan tentang proses Menurunkan ansietas dan menimbulkan

28
penyakit. Dorong klien atau perbaikan partisipasi rencana pengobatan.
keluarga untuk mengajukan
pertanyaan.
2. Intruksikan klien untuk latihan Nafas bibir dan nafas abdominnal atau
napas, batuk efektif, dan latihan diafragma menguatkan otot pernafasan,
kondisi umum. meminimalkan kolaps jalan nafas kecil.
Latihan kondisi umum meningkatkan
toleransi aktivitas, kekuatan otot, dan rasa
sehat. 
3. Diskusikan obat pernafasan, Penting untuk memahami perbedaan
efek samping, dan reaksi yang antara efek samping pengganggu (obat
tidak di inginkan. dianjurkan) dan efek samping merugikan
(dihentikan/diganti).
4. Tunjukan teknik penggunaan Pemberian obat yang tepat meningkatkan
dosis inhaler  seperti cara penggunaan dan keefektifan.
memegang, interval semprotan 2-
5 menit, bersihkan inhaler.
5. Hindari agen sedatif Meskipun klien gugup dan perlu sedatif,
antiansietas kecuali diresepkan. obat ini dapat menekan pernafasan dan
melindungi mekanisme batuk.
6. Tekankan pentingnya Menurunkan pertumbuhan bakteri mulut,
perawatan oral atau kebersihan yang menimbulkan infeksi saluran nafas
gigi atas.
7. Diskusikan untuk menghindari Menurunkan pemajanan dan insiden
orang yang terinfeksi pernafasan. mendapatkan infeksi saluran nafas atas.
Tekankan perlunya vaksinasi
influenza.
8. Diskusikan faktor yang Faktor lingkungan dapat menimbulkan
meningkatkan kondisi, misal, atau meningkatkan iritasi bronkial, serta
udara terlalu kering, angin, menimbulkan peningkatan produksi
lingkungan suhu ekstrem, serbuk, sekter dan hambatan jalan nafas.
asap tembakau, dll. Dorong klien
atau keluarga mencari cara
mengontrol.

29
9. Kaji efek bahaya merokok dan Penghentian merokok menghambat
nasehatkan untuk berhenti kemajuan PPOM. Usaha berhenti
merokok pada klien dan keluarga. merokok diperlukan kelompok
pendukung dan pengawasan medik.
10. Berikan informasi tentang Mempunyai pengetahuan membantu
pembatasan aktivitas dengan klien dalam membuat pilihan/keputusan
periode istirahat untuk mencegah informasi untuk menurunkan dispnea,
kelemahan, menghemat energi memaksimalkan tingkat aktivitas yang
selama aktivitas menggunakan diinginkan, dan mencegah komplikasi.
nafas bibir, posisi berbaring.
11. Diskusikan pentingnya Pengawasan proses penyakit membuat
mengikuti perawatan medis, foto program terapi untuk memenuhi
rontgen, dan kultur sputum. perubahan kebutuhan dan mencegah
komplikasi.
12. Rujuk untuk evaluasi Memberikan kelanjutan perawatan dan
perawatan dirumah. Berikan menurunkan frekuensi perawatan
rencana perawatan dan pengkajian dirumah sakit.
dasar fisik untuk perawatan.

30
B. PNEUMONIA
DIAGNOSA KEPERAWATAN

Diagnosa data
1) Bersihan jalan nafas tak efektif berhubungan dengan inflamasi trachea bronchial,
peningkatan produksi sputum

2) Nyeri berhubungan dengan inflamasi parenkim paru, reaksi seluler terhadap sirkulasi
toksin dan batuk menetap.

3) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia, akibat
toksin bakteri, bau dan rasa sputum

INTERVENSI KEPERAWATAN
Diagnosa
Tujuan Rencana Rasional
keperawatan
Bersihan jalan Setelah Mandiri :
nafas tak dilakukan 1.  Kaji frekuensi/kedalaman
1. Takipnue pernafasan dangkal dan
efektif intervensi pernapasan dan gerakan dada. gerakan dada tak simetris sering
berhubungan keperawatan terjadi karena ketidak nyamanan.
dengan selama 3 x   Simetris yang sering terjadi
inflamasi 24 jam, karena ketidaknyamanan
trachea diharapkan gerakan dinding dada dan/ atau
bronchial, jalan nafas cairan paru.
peningkatan kembali
produksi efektif 2.         Auskultasi area paru, catat
2.      Penurunan aliran udara terjadi
sputum area penurunan/tak ada aliran pada area konsolidasi dengan
udara dan bunyi napas cairan. Bunyi napas bronkial
adventisius, mis, krekels, mengi (normal pada bronkus) dapat
stridor. juga terjadi pada area
konsilidasi. Krekel, ronki, dan

31
mengi terdengar pada inspirasi
dan/atau ekpirasi pada respon
terhadap pengumpulan cairan,
sekret kental, dan spesme jalan
napas/obstruksi.

 Bantu pasien latih napas sering


3.      Merangsang batuk atau
Tunjukan/bantupasien pembersihan nafas secara
mempelajari melakukan batuk, mekanik pada pasien yang tidak
mis., menekan dada dan batuk mampu melakukan karena batuk
efektif sementara posisi duduk tak efektif atau penurunan
tinggi. tingkat kesadaran.

Penghisapan  sesuai indikasi. 4.      Cairan (khususnya yang


hangat) memobilisasi dan
mengeluarkan sekret

5.         Berikan cairan paling


5.      Cairan (khususnya yang
sedikit 2500 ml/hari (Kecuali hangat) memobilisasi dan
kontra indikasi). Tawarkan air mengeluarkan sekret.
hangat, daripada air dingin.

Kolaborasi   6 Alat untuk menurunkan spasme


Berikan obat sesuai indikasi: bronkus dengan mobilisasi
mukolitik, ekspektoran, sekret, analgetik diberikan untuk
bronkodolator, analgesik. memperbaiki batuk dengan
menurunkan ketidaknyamanan
tetapi harus digunakan secara
hati-hati, karena dapat
menurunkan upaya
batuk/menekan pernafasan.
7.         Berikan cairan tambahan
7.      Cairan diperlukan untuk

32
misalnya : Intravena,oksigen mengganti kehilangan dan
humidifikasi, dan ruang memobilisasi sekret.
humidifikasi.
8.        
 Awasi sinar X dada, GDA,
8.      Mengevaluasikan kemajuan
nadi oksimetri. dan efek proses penyakit dan
memudahkan pemilihan terapi
yang diperlukan.

Bantu bronkostropi /toresentesis
9.      Kadang-kadang diperlukan
bila diindikasikan. untuk membuang
perlengketan mukosa. Mengelua
rkan sekresi purulen, mencegah
atelektasis.
Nyeri Nyeri Mandiri :
berhubungan berhubungan
1.      Tentukan karakteristik nyeri,
1.      Nyeri dada biasanya ada dalam
dengan dengan misalnya : tajam, konstan, beberapa derajat pada
inflamasi inflamasi selidiki perubahan karakter / peneumonia,juga dapat timbul
parenkim parenkim lokasi nyeri dan  ditusuk. komplikasi pneumonia seperti
paru, reaksi paru, reaksi perikarditis dan indokarditis.
seluler seluler
terhadap terhadap 2.      Pantau tanda-tanda vital. 2.      Perubahan frekuensi jantung
sirkulasi sirkulasi atau TD menunjukkan bahwa
toksin dan toksin dan pasien mengalami nyeri,
batuk batuk khususnya bila alasan lain untuk
menetap. menetap. perubahan tanda vital telah
terlihat.

Berikan tindakan nyaman


3.      Tidakan non analgesik
misalnya, pijatan punggung, diberikan dengan sentuhan
perubahan posisi, musik tenang, lembut dapat menghilangkan
relaksasi atau latihan napas. ketidak nyamanan dan
memperbesar efek terapi

33
4.       analgesik.

Ta Tawarkan pembersihan mulut


4.      Pernapasan mulut dan terapi
dengan sering. oksigen dapat mengiritasi dan
mengeringkan membran
mukosa, potensial ketidak
nyamanan umum.

Anjurkan dan bantu pasien


5.      Alat untuk menontorl ketidak
dalam teknik menekan dada nymanan dada sementara
selama episode batuk. meningkatkan keefektifan upaya
batuk.

Kolaborasi : 6.      Obat ini digunakan untuk


6.      Berikan analgesik dan atitusip menekan batuk non produktif
sesuai indikasi. atau proksismal atau
menurunkan mukosa berlebihan,
meningkatkan kenyamanan atau
istirahat umun.
Perubahan Setelah Mandiri :
nutrisi kurang dilakuakn 1.      Identifikasi faktor yang
1.      Pilihan intervensi terganggung
dari intervensi menimbulkan mual atau muntah pada penyebab masalah.u
kebutuhan keperawatan misalnya: sputum banyak, kebersihanmulut setelah muntah,
tubuh selama 3 x pengobatan aerosol, dispenea setelah tindakan aerosol dan
berhubungan 24 jan, berat, nyeri. drainase postur sebelem maka.
dengan diharapkan 2.      Menghilangkan tanda bahaya,
anoreksia, kebutuhan rasa bau, dari lingkungan pasien
akibat toksin nutrisi dapat dan dapat menurunkan mual.
bakteri dan terpenuhi.
rasa sputum . 2.     
B Berikan wadah tertutup untuk
3.      Menurunkan efek mual yang
sputum dan buang sesering berhubungan dengan pengobatan
mungkin. Berikan atau bantu. ini.

34
3.      Jadwalkan pengobatan
4.      Bunyi usus mungkin
pernapasan sedikitnya 1 jam menurun / tak ada bila proses
sebelum makan. infeksi memanjang. Distensi
4.      Auskultasi bunyi usus. abdomen terjadi sebagai akibat
Observasi atau palpasi distensi menelan udara atau
abdomen. menunjukkan pengaruh toksin,
bakteri pada saluran GI.

 Berikan makan dengan pori


5.      Tindakan ini dapat
kecil dan sring termasuk dengan meningkatkan masukkan
makan kering ( roti panggang ) meskipun nafsu makan mungkin
dan makanan yang menarik lambat untuk kembali.
untuk pasien.
6.    
6.      Evaluasi status nutrisi umum,   Adanya kondisi kronis ( PPOM
ukuran berat badan dasar. atau alkoholisme ) atau
keterbatasan keuangan dapat
menimbulkan malnutrisi,
rendahnya tahanan terhadap
innfeksi lambatnya respon
terhadap terapi.

35
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Usia lanjut adalah
suatu kejadian yang pasti akan dialami oleh semua orang yang
dikaruniai usia panjang, terjadinya tidak bisa di hindari siapapun. Usia
tua adalah periode penutup dalam rentang hidup seseorang, yaitu
periode dimana seseorang telah “beranjak jauh” dari periode terdahulu
yang lebih menyenangkan atau beranjak dari waktu yang penuh
dengan manfaat (Hurlock, 2000).
2. Batasan Lansia
menurut Setyonegoro, dimana usia dewasa muda
( Elderly adulhood) 20 – 25 tahun, usia dewasa penuh ( middle years )
atau maturitas 25 – 60 atau 65 tahun, lanjut usia ( geriatric age ), lebih
dari 65 atau70 tahun. Terbagi untuk umur 70 – 75 tahun ( young old),
75– 80 tahun (old), dan lebih dari 80 tahun ( very old ).
2. Menurut WHO tahun 2005, Lanjut usia
meliputi usia pertengahan yakni kelompok usia 45-59 tahun, Lanjut
usia (Elderly) yakni 60-74 tahun, usia lanjut tua (Old) yakni 75-90
tahun, dan usia sangat tua (very old) yakni lebih dari 90 tahun.
3. Tipe lansia tergantung dari karakter,
pengalaman hidup, lingkungan, kondisi fisik, mental, sosial dan
ekonomi
4. Proses penuaan merupakan konsekuensi
yang tidak bisa dihindari oleh setiap manusia. Walaupun proses
penuaan merupakan suatu proses yang normal, akan tetapi keadaan ini
lebih menjadi beban.
5. Perubahan-perubahan yang terjadi pada usia
lanjut seperti penurunan kondisi fisik, penurunan fungsi dan potensi
seksual, perubahan aspek sosial, perubahan yang berkaitan dengan
pekerjaan, dan perubahan dalam peran sosial dimasyarakat

36
6. Perubahan anatomi fisiologi sistem
pernapasan pada lansia yaitu perubahan anatomik pada respirasi,
perubahan fisiologik pada pernapasan, faktor-faktor yang
memperburuk fungsi paru, dan penyakit pernapasan pada usia
lanjut
7. Gangguan pada sistem pernafasan pada
lansia seperti pneumonia, tb paru, asma, bromkiektaksis, epusi pleura,
dan Penyakit Paru Obstruktif Menahun (PPOM).
8. Asuhan keperawatan pada lansia dengan
gangguan sistem pernafasan

B. Saran
1. Bagi Institusi
Diaharapkan agar institusi lebih mengembangkan pendidikan
keperawatan gerontik, khusus nya gangguan system pernafasan pada
lansia serta asuhan keperawatan yang tepat
2. Bagi Mahasiswa
Diharapkan agar mahasiswa dapat memahami tentang system
pernafasan pada lansia serta asuhan keperawatan yang tepat pada
lansia.

37
DAFTAR PUSTAKA

Darmojo B, Martono H. 2006. Buku ajar geriatri edisi ke-3. Jakarta: balai penerbit
fakultas kedokteran universitas indonesia.

Herdman, T. Heather.2012. diagnosis keperawatan: definisi danklasifikasi 2012-


2014. Jakarta: EGC

Lukman HM. 2009. Kegawat darutanan pada pasien geriatri. In: buku ajar ilmu
penyakit dalam. Interna publishing: jakarta. Ed V jilid 1.

Stanley, Mickey, and Patricia Gauntlett Beare.2006.Buku Ajar Keperawatan


Gerontik, ed 2.Jakarta:EGC

Suddarth dan Brunner. 2002. Keperawatan Medikal Bedah, edisi 8. Jakarta : EGC.
Wood, Under J.C.E. 1996. Patologi Umum dan Sistemik. Jakarta : EGC

Nanda. 2012. Aplikasi asuhan keperawatan berdasarkan NANDA Nort American


Nursing Diagnosis Association NIC-NOC. Yogyakarta : Media Hardy

Acton, Sharon Enis & Fugate, Terry (1993) Pediatric Care Plans, AddisonWesley
Co. Philadelphia

Soeparman & Sarwono W, (1998), Ilmu penyakit dalam Jilid II Balai Penerbit
FKUI, Jakarta

Hurlock, 2000., Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang


Kehidupan. Erlangga, Jakarta

Nugroho, 2008., Keperawatan Gerontik. EGC, Jakarta

38
Watson, 2003., Perawatan pada Lansia. EGC, Jakarta.

39

Anda mungkin juga menyukai