Anda di halaman 1dari 49

TUGAS TERAPI OKUPASI PADA GERIATRI

Semester VI - Terapi Okupasi pada Lansia dengan Masalah


Jantung-Paru

Disusun oleh:

KELOMPOK 10

Anggi Dhini Maghdalina P27228018118


Erisa Veradina M P27228018127
Ridho Edgardito U P27228018153
Seruni Abna Ramadhania P27228018160

Program Studi D -IV Terapi Okupasi


Jurusan Terapi Okupasi
Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan Surakarta

Tahun Ajaran
2021/2022
DAFTAR ISI

1. Kegiatan Belajar 1 - Pengantar Memahami Lansia Secara


Holistik
a. Pengertian Lansia
b. Batasan Lansia
c. Karakteristik Lansia
d. Proses Penuaan Lansia
e. Perubahan Lansia Akibat Proses Penuaan
f. Latihan Kegiatan Belajar 1
g. Rangkuman Kegiatan Belajar 1
h. Tes Formatif Kegiatan Belajar 1

2. Kegiatan Belajar 2 - Masalah Kesehatan dan Kesejahteraan


Lansia dengan Kasus Gangguan Jantung-Paru
a. Latihan Kegiatan Belajar 2
b. Rangkuman Kegiatan Belajar 2
c. Tes Formatif Kegiatan Belajar 2

3. Kegiatan Belajar 3 - Identifikasi Gangguan Okupasional dan


Penanganan Terapi Okupasi pada Lansia dengan Masalah
Jantung Paru
a. Gangguan Okupasional pada Lansia dengan Masalah
Jantung Paru
b. Peran Terapi Okupasi pada Lansia dengan Masalah
Jantung Paru
c. Latihan Kegiatan Belajar 3
d. Rangkuman Kegiatan Belajar 3
e. Tes Formatif Kegiatan Belajar 3

4. Analisis Jurnal
a. Anggi Dhini M
b. Erisa Veradina M
c. Ridho Edgardito U
d. Seruni Abna R

5. Daftar Pustaka
6.

KEGIATAN BELAJAR 1
Pengantar Memahami Lansia Secara Holistik

A. Pengertian Lansia

Menurut Aru (2009) usia lanjut (lansia) yaitu kelemahan,


penurunan, rentan terkena penyakit dan perubahan lingkungan,
berkurangnya ketangkasan dan mobilitas, dan terjadinya perubahan
fisiologis. Lansia merupakan proses penuaan yang normal dialami semua
makhluk hidup dan bukanlah suatu penyakit. Proses menua adalah salah
satu proses sepanjang hidup dan tidak hanya dimulai dari suatu waktu
tertentu, namun proses penuaan dimulai sejak dimulainya kehidupan.

Menurut Depkes RI (2001) dalam Maryam (2008) penuaan


merupakan proses yang alamiah, akan berjalan terus-menerus, dan saling
berkesinambungan. Seseorang akan melewati tiga tahapan kehidupan
mulai dari anak, dewasa, dan tua (Nugroho, 2008). Setiap lansia adalah
unik, dengan demikian setiap lansia harus diberikan perawatan dengan
pendekatan yang berbeda-beda antara lansia satu dengan lansia lainnya
(Potter & Perry, 2009).

B. Batasan Lansia

Di Negara Indonesia lansia adalah laki-laki ataupun perempuan


yang berusia diatas 60 tahun. Hal tersebut telah dipertegas dalam Undang-
Undang Nomor 13 Tahun 1998 tentang kesejahteraan lanjut usia pada Bab
1 Pasal 1 Ayat 2 (Nugroho, 2008). Namun ada beberapa pendapat para ahli
mengenai batasan lansia, diantaranya sebagai berikut :
a. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), terdapat dua kriteria
lansia yaitu kriteria lama dan kriteria baru
1) Kriteria lama
a) Usia pertengahan (middle age) usia 45-59 tahun.
b) Lanjut usia (elderly) usia 60-74 tahun.
c) Lanjut usia tua (old) usia 75-90 tahun.
d) Usia sangat tua (very old) usia > 90 tahun.

2) Kriteria baru
a) 0 – 17 tahun : Anak-anak di bawah umur.
b) 18 – 65 tahun : Pemuda.
c) 66 – 79 tahun : Setengah baya.
d) 80 – 99 tahun : Orang tua/lansia.
e) 100 tahun ke atas : Orang tua berusia panjang.

b. Menurut Prof. Dr. Koesmanto Setyonegoro dalam Efendi (2009),


masa lanjut usia yaitu >65 tahun atau 7 tahun. Masa lanjut usia itu
sendiri dibagi menjadi tiga batasan umur yaitu young old (70-75
tahun), old (75-80 tahun) dan old-old (>80 tahun)
c. Menurut Dra. Jos Madani (Psikolog UI) dalam Efendi (2009),
terdapat empat fase yaitu pertama (fase inventus) ialah 25-40
tahun, kedua (fase verilities) ialah 40-55 tahun, ketiga (fase
presenium) ialah 55-65 tahun, keempat (fase senium) ialah 65
hingga tutup usia.

C. Karakteristik Lansia

Karakteristik lansia menurut pusat data dan informasi, Kementrian


Kesehatan RI (2016), dapat dikelompokkan berdasarkan berikut ini :
a. Jenis kelamin
Lansia lebih didominasi oleh jenis kelamin perempuan. Hal
ini menunjukan bahwa perempuan memiliki harapan hidup yang
lebih tinggi dari laki-laki.
b. Status perkawinan
Dilihat dari status perkawinannya, penduduk lansia
sebagian besar berstatus kawin 60% dan berstatus cerai mati 37%.

c. Living arrangement
Angka beban tanggungan merupakan angka yang
menunjukan perbandingan antara banyaknya jumlah penduduk
yang berusia tidak produktif (usia 65 tahun) dengan jumlah
penduduk yang berusia produktif (usia 15-64 tahun). Jumlah
perbandingan angka tersebut menjadi pusat untuk melihat besarnya
beban ekonomi yang harus ditanggung penduduk usia produktif
untuk membiayai penduduk usia nonproduktif.

d. Kondisi kesehatan
Derajat kesehatan penduduk diukur dengan menggunakan
indikator salah satunya yaitu angka kesakitan pada penduduk.
Angka kesakitan dapat menjadi indikator kesehatan negatif. Hal ini
dilihat jika derajat kesehatan penduduk yang semakin baik maka
angka kesakitan semakin rendah.

D. Proses Penuaan Lansia


Menurut Maryam (2008), terdapat beberapa teori dengan proses penuaan
diantaranya terdiri dari :

a. Teori Biologis
Teori biologis diantaranya mencakup teori genetik dan
mutasi, immunology slow theory, teori stres, teori radikal bebas
dan teori rantai silang.
b. Teori Psikologis
Perubahan psikologis yang terjadi dapat dihubungkan
dengan keakuratan mental dan keadaan fungsional yang efektif.
Adanya penurunan dan intelektualitas yang meliputi persepsi,
kemampuan kognitif, memori dan belajar pada usia lanjut
menyebabkan mereka sulit untuk dipahami dan berinteraksi.
Persepsi merupakan kemampuan interpretasi pada lingkungan.

c. Teori Sosial
Terdapat beberapa teori sosial yang berkaitan dengan proses
penuaan, yaitu terdiri dari teori interaksi sosial (social exchange
theory), teori penarikan diri (disengagement theory) , teori aktivitas
(activity theory), teori kesinambungan (continuity theory), teori
perkembangan (development theory) dan teori stratifikasi sosial
(age stratification theory).

d. Teori Spiritual
Komponen Spiritual dan tumbuh kembang merujuk pada
pengertian hubungan individu dengan alam semesta dan persepsi
individu tentang arti kehidupan.

E. Perubahan Lansia Akibat Proses Penuaan


Menurut (Handayani, dkk., 2013)Proses penuaan atau sering
disebut dengan aging process merupakan suatu proses alami yang ditandai
dengan adanya penurunan atau perubahan kondisi fisik, psikologis
maupun sosial dalam berinteraksi dengan orang lain.
Penuaan merupakan proses terjadi penurunan fungsi dalam tubuh
yang terjadi saat seseorang tua. Penurunan fungsi ini melibatkan hampir
keseluruhan sistem tubuh. Menurut Darmojo dan Boedhi (2011) pada
perubahan merupakan aspek morfologi dan fungsional yang terjadi saat
seseorang tua, aspek tersebut meliputi:
1. Sistem Panca Indra (Sensori)
Perubahan morfologik yang terjadi baik pada mata,
telinga, hidung, saraf perasa di lidah, dan kulit. Seperti,
menghilangnya lemak periorbital, degenerasi organ korti,
akumulasi serumen berlebihan, dan sebagainya. Perubahan
fungsional pun begitu, dapat terjadi presbiopi, presbikusis,
gangguan pengecapan dan pembau, dan sebagainya.
Dengan adanya penurunan fungsi sistem sensorik,
maka akan terjadi pula penurunan kemampuan untuk menerima,
memproses dan merespon stimulus sehingga terkadang akan
muncul aksi/ reaksi yang berbeda dari stimulus yang ada.

2. Sistem Gastrointestinal
Perubahan morfologik yang berupa atrofi pada
rahang, mukosa, kelenjar, dan otot intestinal. Perubahan ini dapat
menyebabkan perubahan fungsional maupun mengarah ke
patologi, seperti kesulitan menggigit, gastritis, disfagia, hiatus
hernia, ulkus peptikum, pankreatitis, sindroma malabsorbsi, dan
perubahan sekresi lambung.

3. Sistem Kardiovaskuler
Sistem kardiovaskuler pada lansia dapat dirasakan
meskipun tanpa adanya penyakit. Arteri mengalami pemanjangan
dan terjadi penebalan intima arteri, dan juga degenerasi katup
jantung. Perlu diperhatikan bahwa kematian akibat infark
miokard bertambah seiring bertambahnya usia, terutama pada
usia 70-an.

4. Sistem Respirasi
Sistem respirasi pada lansia mengalami penurunan
elastisitas paru, kekakuan dinding dada meningkat sedangkan
kekuatan otot menurun. Akibatnya kapasitas vital menurun dan
difusi oksigen terganggu. Kapasitas cadangan fungsional
terganggu, tapi gejala minimal, kecuali dipicu penyakit lain.
Perubahan ini memudahkan terjadinya keadaan patologi seperti
PPOK.

5. Sistem Persarafan
Berat otak pada lansia menurun 10-20%. Namun,
setiap orang berkurang sel saraf otaknya dalam setiap harinya,
hal tersebut berpengaruh dengan persarafan dan menimbulkan
lambat dalam respon dan waktu untuk bereaksi, khususnya
dengan stres kemudian mengecilnya saraf panca indra dan
berkurangnya penglihatan, hilangnya pendengaran, mengecilnya
saraf pencium dan perasa, lebih sensitif terhadap perubahan suhu
dengan rendahnya ketahanan terhadap dingin hingga kurang
sensitif terhadap sentuhan.

6. Sistem Pendengaran
Dapat disebut presbikusis yaitu hilangnya
kemampuan pendengaran pada telinga dalam, terutama terhadap
bunyi suara atau nada-nada yang tinggi, suara yang tidak jelas,
sulit mengerti kata-kata, 50% terjadi pada usia diatas umur 65
tahun. b. Otosklerosis akibat atrofi membran tympani. Terjadinya
pengumpulan serumen dapat mengeras karena meningkatnya
keratin. Pendengaran bertambah menurun pada lanjut usia yang
mengalami ketegangan jiwa/stres.
7. Sistem Penglihatan
Pada usia lansia, timbul sklerosis dan hilangnya
respon terhadap sinar yang terjadi pada kornea memiliki bentuk
sferis seperti bola. Hal tersebut menyebabkan kekeruhan pada
lensa sehingga dapat menyebabkan katarak. Kemudian
meningkatnya ambang, pengamatan sinar, daya adaptasi terhadap
kegelapan lebih lambat dan susah melihat dalam cahaya gelap
dan hilangnya daya akomodasi, menurunnya lapangan pandang,
berkurang luas pandangannya dan menurunnya daya
membedakan warna biru atau hijau.

8. Sistem Reproduksi
Pada usia lansia ovarium dan uterus akan menciut, atrofi
pada payudara. Pada laki-laki testis masih dapat memproduksi
spermatozoa meskipun adanya penurunan secara berangsur-
angsur. Kehidupan seksual dapat diupayakan sampai masa lanjut
usia asal kondisi kesehatan baik dan pada selaput lendir vagina
menurun.

9. Sistem Metabolisme
Pada ginjal yaitu alat untuk mengeluarkan sisa
metabolisme tubuh melalui urin, darah yang masuk ke ginjal
disaring di glomerulus (nefron). Nefron menjadi atrofi dan aliran
darah ke ginjal menurun sampai 50%. Otot-otot vesika urinaria
menjadi lemah, frekuensi buang air kecil meningkat dan
terkadang menyebabkan retensi urin pada pria.
10. Sistem Endokrin
Produksi semua hormon pada lansia menurun. Seperti,
menurunnya aktivitas tyroid, BMR (Basal Metabolic Rate), daya
pertukaran zat, produksi aldosteron dan menurunnya sekresi
hormon kelamin misalnya, progesteron, estrogen, dan
testosteron.

11. Sistem Kulit ( Sistem Integumen )


Kulit mengerut atau keriput akibat kehilangan jaringan
lemak terjadi pada usia lansia, perubahan permukaan kulit yang
menjadi lebih kasar dan bersisik karena kehilangan proses
keratinisasi, serta perubahan ukuran dan bentuk-bentuk sel
epidermis. Pada kulit kepala dan rambut menipis berwarna
kelabu, rambut dalam hidung dan telinga menebal dan
berkurangnya elastisitas akibat dari menurunya cairan dan
vaskularisasi.

Lansia harus menyesuaikan dengan berbagai perubahan, baik itu


perubahan yang bersifat fisik, mental maupun sosial (Indriana, 2017).
Selain itu, perubahan lingkungan sosial yang dialami lansia juga dapat
mengalami perubahan status ekonomi, kehilangan sanak saudara yang
dapat memberi motivasi berhenti bekerja,kehilangan keluarga, serta
ketidakmampuan bersosialisasi lagi di masyarakat.
Perubahan tersebut dapat membuat lansia mudah untuk mengalami
masalah emosional. Hal ini akan membuat lansia merasa tidak dihargai
dan menyebabkan lansia mudah mengalami kesepian, dimana kesepian
awal dari terjadinya depresi, menurut (Ariastuti, 2015). Depresi
merupakan terganggunya fungsi manusia yang berkaitan dengan alam
perasaan yang sedih dan gejala penyertanya, yang termasuk perubahan
pada pola tidur dan nafsu makan, psikomotor, konsentrasi, kelelahan, rasa
putus asa dan tidak berdaya, serta adanya keinginan untuk bunuh diri
(Kaplan (2010) dalam Manurung N., 2016).

LATIHAN KEGIATAN BELAJAR 1

1. Jelaskan pengertian lansia menurut pendapatmu!


2. Kapan seseorang dapat dikategorikan sebagai lansia menurut Prof. Dr.
Koesmanto Setyonegoro?
3. Bagaimana karakteristik lansia jika dilihat dari kondisi kesehatan?
4. Bagaimana proses penuaan lansia?
5. Jelaskan perubahan sistem kardiovaskuler yang terjadi pada lansia akibat
dari proses penuaan?

PETUNJUK JAWABAN LATIHAN - KEGIATAN BELAJAR 1

1. Temukan di Sub-Bab Pengertian lansia, kemudian jelaskan menurut


pendapatmu tentang lansia
2. Temukan di Sub-Bab Batasan lansia - Point b
3. Temukan di Sub-Bab Karakteristik lansia - Point d

4. Temukan di Sub-Bab Proses penuaan lansia - Paragraf 1


5. Temukan di Sub-Bab Perubahan lansia akibat proses penuaan - Point 3

RANGKUMAN KEGIATAN BELAJAR 1

Dalam kegiatan belajar 1 menjelaskan mengenai lansia mulai dari


pengertian lansia, batasan-batasan umur lansia, karakteristik lansia, proses
penuaan lansia, dan perubahan yang terjadi pada lansia akibat dari proses
penuaan. Batasan-batasan umur lansia sangat bermacam-macam menurut para
ahli, namun di Indonesia sendiri batasan umur lansia yaitu jika diatas 60 tahun.
Untuk karakteristik lansia dapat diklasifikasikan berdasarkan jenis kelamin, status
perkawinan, living arrangement, dan kondisi kesehatan. Kemudian untuk proses
penuaan sendiri terdapat beberapa teori seperti teori biologis, teori psikososial,
teori sosial, dan teori spiritual. Adanya proses penuaan mengakibatkan lansia
mengalami perubahan-perubahan yang terjadi pada sistem sensori, sistem
gastrointestinal, sistem kardiovaskuler, sistem respirasi, sistem persarafan, sistem
reproduksi, kandung kemih, hormon endokrin, dan sistem integumentum .

TEST FORMATIF 1

1. Setiap lansia harus diberikan perawatan dengan pendekatan yang berbeda-


beda antara lansia satu dengan lansia lainnya, karena setiap lansia itu...
a. Aneh
b. Merepotkan
c. Lucu
d. Unik
e. Menjengkelkan
2. Jika dalam suatu negara ditemukan angka kesakitan pada penduduk tinggi,
maka dapat dikatakan negara tersebut memiliki derajat kesehatan yang...
a. Stabil
b. Baik
c. Buruk
d. Normal
e. Aman
3. Pada lansia sering terjadi sesak nafas saat melakukan aktivitas yang berat,
hal ini disebabkan karena terjadi perubahan pada
a. Sistem respirasi
b. Sistem kardiovaskuler
c. Sistem persarafan
d. Sistem reproduksi
e. Sistem Gastrointestinal
4. Seorang laki-laki berusia 75 tahun yang bertempat tinggal di Indonesia
menurut Dra. Jos Madani diklasifikasikan dalam fase
a. Fase inventus
b. Fase verilities
c. Fase presenium
d. Fase senium
e. Semua salah
5. Seorang ibu berusia 80 tahun mengalami masalah dalam kemampuan short
term memory, ketika selesai makan dan ditanya apakah sudah makan
beliau menjawab belum makan. Jika dilihat dari teori proses penuaan maka
ibu tersebut mengalami masalah sesuai dengan teori...
a. Spiritual
b. Biologis
c. Sosial
d. Psikologis
e. Memori

KUNCI JAWABAN TES FORMATIF 1

1. D. Unik
2. C. Buruk
3. A. Sistem respirasi
4. D. Fase senium
5. D. Psikologis
6.

KEGIATAN BELAJAR 2
Masalah Kesehatan dan Kesejahteraan Lansia dengan Kasus Gangguan
Jantung-Paru

Gangguan kardiopulmonal menggambarkan berbagai gangguan yang


mempengaruhi jantung atau kardio dan paru-paru. Peningkatan usia lanjut akan
diikuti dengan meningkatnya masalah kesehatan. Usia lanjut ditandai dengan
penurunan fungsi fisik dan rentan terhadap penyakit (Suardiman, 2011). Berikut
macam-macam gangguan jantung-paru yang dapat terjadi:

1. Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) adalah istilah yang


digunakan untuk menggambarkan penyakit paru-paru progresif,
termasuk emfisema, bronkitis kronis, dan asma refrakter (non-
reversibel); umumnya ditandai dengan meningkatnya sesak napas.
2. Asma adalah kondisi pernafasan yang ditandai dengan kejang pada
bronkus paru-paru, menyebabkan kesulitan bernafas yang biasanya
diakibatkan oleh reaksi alergi atau bentuk hipersensitivitas lainnya.
3. Emfisema adalah kondisi di mana kantung udara paru-paru rusak
dan membesar, menyebabkan sesak napas yang biasanya
disebabkan oleh merokok.
4. Bronkitis kronis melibatkan peradangan dan pembengkakan pada
lapisan saluran napas, yang menyebabkan penyempitan dan
penyumbatan bronkial dan sering kali mengakibatkan batuk. Jenis
peradangan ini merangsang produksi lendir, yang selanjutnya dapat
menyebabkan penyumbatan saluran udara.
5. Fibrosis paru terjadi ketika jaringan paru-paru menjadi rusak dan
bekas luka. Jaringan yang menebal dan kaku membuat fungsi paru-
paru menjadi sulit. Ketika fibrosis paru memburuk, pasien menjadi
sesak napas secara progresif.
Menurut Sunaryo (2016) berbagai permasalahan yang berkaitan dengan
pencapaian kesejahteraan lanjut usia,antara lain:

1. Permasalahan Umum :
a. Makin besar jumlah lansia yang berada di bawah garis kemiskinan,
b. Makin melemahnya nilai kekerabatan sehingga anggota keluarga
yang berusia lanjut kurang diperhatikan, dihargai dan dihormati,
c. Lahirnya kelompok masyarakat industri,
d. Masih rendahnya kuantitas dan kualitas tenaga profesional
pelayanan lanjut usia,
e. Belum membudaya dan melembaganya kegiatan pembinaan
kesejahteraan lansia.

2. Permasalahan Khusus :
a. Berlangsunya proses menua yang berakibat timbulnya masalah
baik fisik, mental maupun sosial,
b. Berkurangnya integrasi sosial lanjut usia,
c. Rendahnya produktivitas kerja lanjut,
d. Banyaknya lansia yang miskin, terlantar dan cacat,
e. Berubahnya nilai sosial masyarakat yang mengarah pada tatanan
masyarakat individualistis,
f. Adanya dampak negatif dari proses pembangunan yang dapat
mengganggu kesehatan fisik lansia.

LATIHAN KEGIATAN BELAJAR 2

1. Jelaskan apa yang Anda ketahui tentang Gangguan kardiopulmonal!


2. Sebutkan macam-macam gangguan pada jantung dan paru!
3. Coba jelaskan tentang gangguan Emfisema! dan apa penyebabnya?
4. Apa yang terjadi ketika jaringan paru-paru pada lansia rusak dan
mengalami bekas luka?
5. Jelaskan perbedaan antara permasalahan umum dengan permasalahan
khusus yang terjadi pada lansia?

PETUNJUK JAWABAN LATIHAN - KEGIATAN BELAJAR 2

1. Temukan pada Kegiatan Belajar 2 pada Pengertian Gangguan


Kardiopulmonal, pahamilah kemudian jelaskan pengertiannya
2. Temukan di Kegiatan Belajar 2 - parangraf pertama, kalimat terakhir
3. Temukan di Kegiatan Belajar 2 pada parangraf pertama, kalimat terakhir -
point 3
4. Temukan di Kegiatan Belajar 2 pada parangraf pertama, kalimat terakhir -
point 5
5. Temukan pada Kegiatan Belajar 2 pada paragraf kedua - point 1 dan 2

RANGKUMAN KEGIATAN BELAJAR 2

Gangguan kardiopulmonal menggambarkan berbagai gangguan yang


mempengaruhi jantung atau kardio dan paru-paru. Asma adalah kondisi
pernafasan yang ditandai dengan kejang pada bronkus paru-paru, menyebabkan
kesulitan bernafas yang biasanya diakibatkan oleh reaksi alergi atau bentuk
hipersensitivitas lainnya. Emfisema adalah kondisi di mana kantung udara paru-
paru rusak dan membesar, menyebabkan sesak napas yang biasanya disebabkan
oleh merokok. Fibrosis paru terjadi ketika jaringan paru-paru menjadi rusak dan
bekas luka. Jaringan yang menebal dan kaku membuat fungsi paru-paru menjadi
sulit. Ketika fibrosis paru memburuk, pasien menjadi sesak napas secara
progresif.
TEST FORMATIF 2

1. Pada saat melakukan kegiatan bercocok tanam, Nenek Ika tiba-tiba


mengeluhkan sesak nafas, namun tidak disertai kejang, tak lama
kemudian sesak napas. yang dialami Nenek Ika meningkat, konsidi yang
dialami Nenek Ika adalah
a. Asma
b. Vertigo
c. Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK)
d. Serangan Jantung
e. Bronkitis

2. Tn. K berusia 68 tahun mengalami peradangan dan pembengkakan pada


lapisan saluran napas kemudian terjadi peradangan yang merangsang
produksi lendir, hal tersebut dapat menyebabkan penyumbatan saluran
udara. Berdasarkan penjelasan tersebut, Tn K menggalami gangguan
a. TBC
b. Emfisema
c. Bronkitis kronis
d. Asma
e. Kardiomiopati

3. Semakin melemahnya nilai kekerabatan sehingga keluarga yang berusia


lanjut kurang diperhatikan, dihargai dan dihormati termasuk dalam
permasalahan lansia pada ...
a. Permasalahan yang sering terjadi
b. Permasalahan sosial
c. Permasalahan umum
d. permasalahan keluarga
e. permasalahan khusus
4. Yang bukan termasuk dalam permasalahan umum yang berkaitan dengan
pencapaian kesejahteraan lanjut usia,antara lain:
a. Lahirnya kelompok masyarakat industri
b. Adanya dampak negatif dari proses pembangunan yang dapat
mengganggu kesehatan fisik lansia
c. Rendahnya kuantitas dan kualitas tenaga profesional pelayanan
lanjut usia
d. Bertambahnya integrasi sosial lanjut usia
e. Makin besar jumlah lansia yang berada di bawah garis kemiskinan

5. Yang termasuk dalam permasalahan khusus yang berkaitan dengan


pencapaian kesejahteraan lanjut usia,antara lain:
a. Berkurangnya integrasi sosial lanjut usia
b. Rendahnya produktivitas kerja lanjut
c. Banyaknya lansia yang miskin, terlantar dan cacat
d. Berubahnya nilai sosial masyarakat yang mengarah pada tatanan
masyarakat individualistis
e. Semua jawaban benar

KUNCI JAWABAN TES FORMATIF 2

1. C. Penyakit paru obstruktif kronis (PPOK)


2. C. Bronkitis kronis
3. C. Permasalahan umum
4. B. Adanya dampak negatif dari proses pembangunan yang dapat
mengganggu kesehatan fisik lansia
5. E. Semua jawaban benar
KEGIATAN BELAJAR 3
Identifikasi Gangguan Okupasional dan Penanganan Terapi Okupasi pada Lansia
dengan Masalah Jantung Paru

Dalam memahami gangguan okupasi pada lansia dengan masalah jantung-paru,


kita perlu memahami terlebih dahulu: karakteristik penyakit, tanda gejala yang
muncul dan efek yang dirasakan oleh pasien. Melalui pemahaman poin tersebut, maka
karakteristik masalah jantung-paru pada lansia ini tentu akan ada kemiripan dengan
karakteristik pada masalah/penyakit lainnya. Namun, tentu akan ada perbedaan dari
kualitas dampak penyakit jantung-paru ini lebih buruk terjadi pada pasien lansia,
dibandingkan pasien dewasa maupun anak-anak.

Berikutnya, lansia dengan masalah jantung-paru dapat dikategorikan: lansia


dengan masalah jantung & dengan masalah paru-paru, kemudian dapat kita turunkan
ke dalam klasifikasi gangguan yang tampak secara holistik. Selain itu, penanganan
terapi okupasi kepada lansia dengan masalah jantung paru juga terdiri atas beragam
jenis intervensi tentunya dengan tujuan yang berbeda-beda. Berikut kami sajikan pada
konten berikut.

A. Gangguan Okupasional Pada Lansia Dengan Masalah Jantung


Paru
Berikut kami deskripsikan bagaimana gangguan performa okupasi
dan gangguan okupasi pada lansia dengan masalah jantung-paru.

1. Gangguan Performa Okupasi (Biopsikososial)

Gangguan dalam pernapasan dapat diindikasikan dengan


adanya tanda tarik-hembus nafas yang pendek, kecepatan bernapas
yang melambat dan pasien membutuhkan usaha yang besar untuk
fokus dalam kegiatan bernapas yang ia lakukan (Hutchinson,
Barclay-Klingle, Galvin & Johnson, 2018). Dampak dari gangguan
ini tentu akan berdampak kepada daya tahan dan beban psikologis
lansia ketika melakukan aktivitas.

Lain sisi pada gangguan dalam kerja jantung, dapat


diindikasikan dengan adanya batas denyut jantung, baik denyut
minimal (lemah jantung/hipotensi) maupun denyut maksimal
(batas tinggi/hipertensi) yang mana memiliki karakteristik yang
berbeda. Bila pada hipotensi, tampak energi yang disalurkan ketika
melakukan aktivitas cenderung lemah, sedangkan pada hipertensi
cenderung muncul kecemasan untuk melakukan aktivitas bila
melakukan terlalu ‘ngotot’ ketika melakukan aktivitas. Dalam Yu,
Lee, Kwong, Thompson & Woo (2007), efek penurunan stamina
dan merasakan penyakit komorbid merupakan masalah utama yang
dirasakan oleh pasien dengan masalah jantung.

Berikutnya kita akan mencoba memahami fatigue atau rasa


capek yang merupakan satu faktor penyebab gangguan okupasi
pada lansia dengan masalah jantung-paru. Rasa lelah memiliki
hubungan erat dengan munculnya gangguan okupasi (Norberg,
Boman & Lofgren, 2010). Rasa lelah dapat menyebabkan
penurunan motivasi dan lelah berpikir untuk memulai sesuatu
maupun melakukan sesuatu. Lagi, dalam Norberg et al. (2010)
menyebutkan untuk melakukan tahapan aktivitas memasak, mulai
dari mempersiapkan hingga menyajikan, pasien hanya mampu
menyelesaikan beberapa tahap di awal saja. Melihat satu problem
mendasar ini, maka perlunya perhatian diperlukan oleh terapis
dalam merencanakan tujuan terapi kepada lansia dengan masalah
jantung-paru.

Melalui Chauvet-Gelinier & Bonin (2016) mendeskripsikan


adapun masalah stres, kecemasan dan depresi ditemukan pada
pasien dengan penyakit jantung. Mekanisme stres yang terjadi
karena banyaknya stimulasi sinyal otak, perasaan, perilaku dan
munculnya efek biologis yang bertumpuk sehingga menimbulkan
respon biologis berupa meningkatnya tekanan darah, hormon
kortisol meningkat dan terjadilah stres. Celano, Villegas, Albanese,
Gaggin & Huffman (2018) menyampaikan depresi juga mengikuti
perjalanan penyakit jantung dan meningkatkan faktor resiko
perkembangan penyakit jantung sebesar 18% pada pasien. Selain
itu dikatakan kembali, gejala maupun gangguan depresi juga dapat
2 kali lipat beresiko meningkatkan kematian.

Dikatakan pula dalam AbuRuz (2018) bahwa selain depresi,


penyakit jantung berkorelasi dengan munculnya kecemasan pada
pasien. Respon biologis kepada tubuh dari depresi dan kecemasan
ini menstimulasi saraf simpatik, meningkatkan heart rate,
meningkatkan proses inflamasi di dalam tubuh hingga memacu
proses pembentukan kolestrol hingga terjadi hypercholestermia.
Pengaruh akhir tersebut dapat mengembalikan kembali pasien ke
dalam masa akutnya dan meningkatkan resiko kematian (AbuRuz,
2018).

2. Gangguan Okupasi

Ditemukan dalam riset bahwa pasien dengan penyakit


jantung mengalami gangguan dalam okupasi, berupa mudah lelah
untuk beraktivitas seharian dan muncul perasaan serba ‘kerja keras’
dan menurunnya inisiatif untuk melakukan okupasinya, sehingga
pasien menjadi pasif untuk berpartisipatif (Pihl, Fridlund &
Mårtensson, 2012). Aktivitas yang dilakukan pasien banyak yang
diwakilkan, terbatas saat melakukan, dimodifikasi maupun terhenti
karena sesak napas. Hal tersebut tentu saja dapat terjadi pada lansia
dengan masalah jantung-paru dan tentu saja dampak yang
dirasakan lansia seberat/lebih berat dari itu.
Dalam area rest & sleep, lansia sehat dikatakan seringkali
mengalami gangguan tidur yang mana ini dikatakan wajar sebab
termasuk dalam tahap perkembangannya, baik insomnia, masalah
siklus circadian maupun gangguan lainnya. Pada lansia dengan
masalah jantung-paru, resiko masalah pernapasan saat tidur
seringkali terjadi. Dalam Molassiotis, Lowe, Blackhall & Lorigan
(2011) menyampaikan ketika memiliki masalah pernapasan, batuk-
batuk terus-menerus yang muncul sering mengganggu alur tidur
pasien (utamanya tidur malam). Alur tidur yang terganggu ini
imbasnya mempengaruhi level kelelahan pasien dan penurunan
motivasi. Masalah tidur dan istirahat pada lansia dengan masalah
paru ini dapat dikatakan merupakan pokok masalah dari gangguan-
gangguan okupasi yang dapat ditemui pada lansia dengan masalah
jantung-paru.

Dalam Giacomini, De Jean, Simeonov & Smith (2012),


pasien dengan masalah pernapasan dikatakan kesulitan dalam
aktivitas pemenuhan waktu luangnya seperti melakukan peran
hariannya, jalan-jalan, liburan, belanja, olahraga dan lainnya. Hal
ini ditengarai oleh adanya hambatan dalam bernapas, yang
imbasnya menurunkan minat untuk melakukan aktivitas leisure
hingga menurunkan kepuasan terhadap hidup mereka.

Sekali lagi, gangguan fisik menunjukkan dampak terhadap


gangguan okupasi pasien dengan gangguan jantung-paru. Dampak
tersebut melingkupi banyak poin okupasi yang dimiliki pasien
mulai dari ADL hingga partisipasi sosial. Dalam Jeon, Kraus,
Jowsey & Glasgow (2010) menyatakan pasien mengalami
kesulitan untuk mengikuti kegiatan sosial baik dengan teman
maupun keluarga, kesulitan keluar rumah karena dampak konsumsi
obat, tidak mampu menyelesaikan aktivitas yang tahapannya cukup
panjang karena mudah lelah hingga tidak mampu untuk
menghabiskan waktu luang dan rekreasi sehingga merasa
‘terkurung’ di dalam rumah.
B. Peran Terapis Okupasi Pada Lansia Dengan Penyakit Jantung
Paru

Terapi Okupasi adalah sebuah terapi yang dilakukan dengan suatu


aktivitas yang bermakna / kegiatan sehari - hari untuk meningkatkan
kemampuan dan kemandirian seseorang sehingga dapat memecahkan
suatu masalah (Setyoadi & Kushariyadi, 2011). Peran terapis okupasi pada
lansia yang mengalami penyakit jantung - paru adalah untuk membantu
para lansia menciptakan suatu kondisi tertentu sehingga dapat
mengembangkan kemampuannya agar dapat berhubungan dengan orang
lain / lingkungan sekitar dan juga membantu menemukan kemampuan
kerja sesuai minat dan bakat lansia. Terapis okupasi memberikan pelatihan
kepada lansia menderita jantung - paru yang memiliki gangguan pada
okupasinya.

Gangguan okupasi yang diketahui adalah lansia mudah cepat lelah


dan kurang nya semangat yang dimiliki untuk melakukan sebuah aktivitas.
Terapis okupasi dapat memberikan latihan kepada lansia penderita jantung
- paru yaitu berupa aktivitas fisik yaitu senam, berjalan santai atau
aktivitas lainnya yang dapat meningkatkan fisik, semangat dan kreativitas
lansia. Aktivitas senam akan membantu lansia yang menderita penyakit
jantung - paru agar lebih sehat dan dapat meningkatkan kemampuan
fisiknya. Salah satu faktor pemicu datang nya stress dan sulit tidur pada
lansia adalah kurang nya aktivitas fisik sehingga berdampak pada sirkulasi
darah yang tidak maksimal diedarkan ke seluruh tubuh. Banyak lansia
mengalami stress dan kehilangan harapan ketika mereka memiliki
keterbatasan dalam kegiatan sehari - hari karena kondisi yang dialami.
Terapis okupasi memberikan arahan dan latihan kepada lansia agar lansia
dapat mengembangkan, memelihara, memulihkan fungsi, dan
mengupayakan kompensasi / adaptasi untuk aktivitas sehari - hari.
LATIHAN KEGIATAN BELAJAR 3
1. Apa dampak yang dirasakan lansia dengan masalah jantung paru bila
kekurangan jam tidur?
2. Bagaimana kecemasan dapat mempengaruhi lansia dengan masalah
jantung paru?
3. Apakah peran terapis okupasi dalam menangani lansia dengan masalah
jantung paru?

PETUNJUK JAWABAN LATIHAN - KEGIATAN BELAJAR 3


1. Temukan di Sub-Bab Gangguan Okupasi - Paragraf 2
2. Temukan di Sub-Bab Gangguan Performa Okupasi - Paragraf 5
3. Temukan di Sub-Bab Peran Terapis Okupasi - Paragraf 1

RANGKUMAN KEGIATAN BELAJAR 3


Kegiatan belajar 3 memberikan informasi tentang gangguan-gangguan apa
saja yang dialami oleh lansia dengan masalah jantung-paru dan bagaimana
penanganan terapi okupasi terhadap kasus tersebut. Dalam pembahasan gangguan
yang dialami lansia dengan masalah jantung-paru dibedakan menjadi gangguan
performa okupasi dan gangguan okupasi. Gangguan performa okupasi terdiri atas
fisik melemah, muncul kelelahan, terjadinya stres, depresi dan kecemasan,
sedangkan gangguan okupasi yang terjadi terdiri atas gangguan kemandirian,
masalah tidur dan istirahat serta kesulitan melakukan leisure.
Peran terapis okupasi adalah untuk membantu dan mengarahkan para
lansia agar meningkatkan kemampuan yang dimiliki dalam aktivitas sehari - hari.
Terapis akan memberi latihan agar lansia dapat memanfaatkan waktu luang dan
mengetahui kemampuan yang dimiliki dalam aktivitas yang dilakukan. Terapis
mengarahkan lansia pada berbagai macam kegiatan yang diminati dan membantu
menurunkan tingkat stress yang dimiliki agar dapat mengatur emosi dengan baik
serta dapat membangkitkan motivasi lansia.
TEST FORMATIF 3
1. Aspek fisik yang tepat yang menjadi gangguan pada lansia dengan
masalah jantung paru di bawah ini ….
a. Bugar
b. Napas lancar
c. Tidur nyaman
d. Stamina tinggi
e. Mudah lelah

2. Gangguan okupasi berikut diakibatkan oleh masalah fisik, manakah


okupasi yang terganggu …
a. Mengingat kata
b. Membaca koran
c. Menonton TV
d. Mobilitas berjalan
e. Mencari Nafkah

3. Ny. N kesulitan dalam melewati lorong ruangan karena ketika melihat


merasa sempit dan jalan terlihat membesar-mengecil. Gangguan performa
okupasi yang mempengaruhi hal tersebut adalah …
a. Visual-Space Relation
b. Visual Closure
c. Visuo-Balance Integration
d. Visual Acuity
e. Semua Salah
4. Berikut ini adalah peran Terapis Okupasi pada lansia yang mengalami
gangguan jantung - paru, kecuali ...
a. Membantu meningkatkan motivasi dan kreativitas lansia dalam
kegiatan yang diminati
b. Membantu mengembalikan fungsi fisik
c. Mengajarkan mengisi waktu luang dengan melakukan kegiatan
sehari -hari
d. Menyediakan berbagai macam kegiatan yang bermakna
e. Memberikan aktivitas yang kurang disenangi oleh lansia

5. Aktivitas yang tepat/efektif untuk dilakukan oleh lansia dengan masalah


jantung-paru guna meningkatkan daya tahan jantung-paru adalah ...

a. Bersepeda / Jogging
b. Yoga
c. Aerobik
d. Jalan Cepat
e. Semua benar

KUNCI JAWABAN TES FORMATIF 3

1. E. Mudah lelah
2. D. Mobilitas berjalan
3. E. Semua salah
4. E. Memberikan aktivitas yang kurang disenangi oleh lansia
5. E. Semua benar
ANALISIS
JURNAL
Pengaruh Senam Lansia Terhadap Kebugaran Kardiorespirasi
pada Lansia

1. Peneliti
Dany Pramuno Putra; Dika Rizki Imania; Veni Fatmawati

2. Sumber jurnal
Putra, D. P., Imania, D. R., & Fatmawati, V. (2018). Pengaruh Senam
Lansia Terhadap Kebugaran Kardiorespirasi Pada Lansia.
http://digilib2.unisayogya.ac.id/xmlui/handle/123456789/1343

3. Isi jurnal
Perubahan fisik pada lansia dapat menjadi suatu kondisi yang
menyebabkan lansia terkena penyakit, seperti perubahan pada
kardiovaskuler yaitu dengan menurunnya elastisitas pembuluh darah,
menurunnya kekuatan otot-otot pernafasan, serta perubahan pada
pendengaran dan penglihatan. Fungsi kardiovaskuler sendiri yaitu untuk
mengambil oksigen dan menyalurkannya ke jaringan aktif yang akan
digunakan untuk metabolism tubuh. Latihan atau olahraga untuk lansia
seperti senam yang dilakukan secara rutin akan meningkatkan kebugaran
fisik, sehingga secara tidak langsung lathan senam pada lansia dapat
meningkatkan fungsi jantung, isi darah per denyut meningkat,
mempengaruhi denyut jantung, tekanan arteri, dan pernafasan. Kebugaran
kardiorespirasi dapat diukur dengan pemeriksaan Six Minutes Walking
Test dengan dikonversikan menggunakan rumus VO2 maksimal.
4. Hasil/pembahasan
Hasil dari penelitian didapatkan yang di dapatkan dengan
menggunakan uji hipotesis maka didapatkan hasil nilai p = 0,000 yang
berarti p < 0,05, maka Ha diterima dan Ho ditolak. Sehingga dapat diambil
kesimpulan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan pada pemberian
senam lansia terhadap peningkatan kebugaran kardiorespirasi pada lansia.

5. Kelebihan dan Kekurangan


a. Kelebihan
Isi dalam penelitian ini relatif singkat, padat dan jelas.
Penyusunan penulisan dilakukan dengan rapi sesuai dengan kaidah
penulisan sehingga pembaca dapat membaca dengan lebih mudah.
Selain itu dalam penelitian ini menggunakan VO2 maksimal yang
secara singkat VO2 maksimal merupakan indikasi kebugaran
kardiorespirasi dengan melihat volume maksimal oksigen yang
dapat dikonsumsi.
b. Kekurangan
Sampel yang digunakan dalam penelitian ini relatif sedikit.
Meskipun dalam penelitian ini menunjukan hasil yang sangat
signifikan dalam pemberian aktivitas senam pada lansia bagi
kebugaran kardiorespirasi lansia, namun jika menggunakan sampel
yang lebih banyak dalam penelitian ini akan memberikan hasil
yang lebih valid dan konsisten.
6. Saran
Pada penelitian selanjutnya menggunakan jumlah sampel yang
lebih banyak agar hasil lebih valid dan konsisten. Selain itu diperlukan
studi yang lebih untuk melihat manfaat senam lansia bagi kebugaran
kardiorespirasi lansia. Dalam penelitian ini sudah di dapatkan hasil bahwa
senam dapat meningkatkan kebugaran kardiorespirasi pada lansia maka
dapat memberikan edukasi terutama pada lansia untuk melakukan kegiatan
senam lansia secara rutin karena senam lansia telat terbukti signifikan
dapat meningkatkan kebugaran kardiorespirasi. Selain itu juga
memberikan edukasi bagi lansia untuk menjaga pola hidupnya serta
menghindari faktor-faktor yang dapat menyebabkan menurunnya
kebugaran kardiorespirasi.

Anggi Dhini M
P27228018118
Senam Bugar Lansia Berpengaruh Terhadap Daya Tahan
Jantung Paru, Status Gizi, Dan Tekanan Darah

1. Peneliti
Sri Thristyaningsih, Probosuseno, Herni Astuti.

2. Sumber Jurnal
Thristyaningsih, S., Probosuseno, P., & Astuti, H. (2011). Senam bugar lansia
berpengaruh terhadap daya tahan jantung paru, status gizi, dan tekanan
darah. Jurnal gizi klinik Indonesia, 8(1), 14-22.
https://core.ac.uk/download/pdf/296266127.pdf

3. Isi Jurnal
Status gizi menjadi dampak utama timbulnya penyakit pada
lanjut usia. Pada saat yang sama, perubahan sosial dan demografi
menempatkan lanjut usia pada risiko ketidakamanan makanan dan
kurang gizi. Selain kurang gizi, obesitas dan defisiensi mikronutrien
juga kerap terjadi pada populasi lanjut usia yang kemudian akan
mencetuskan berbagai penyakit kronik.
Hasil penelitian di Padang pada lansia, menunjukkan bahwa
variabel persentase lemak tubuh merupakan variabel yang paling
berpengaruh terhadap daya tahan jantung paru jika dibandingkan
dengan variabel yang lain . Mengingat pentingnya meningkatkan daya
tahan jantung paru, mengelola status gizi ideal, dan mengelola tekanan
darah pada lansia hipertensi, maka perlu dilakukan penelitian untuk
menganalisis pengaruh aktivitas fisik, salah satunya senam bugar
lansia.
Meskipun selama ini senam bugar lansia sudah menjadi kegiatan
rutin yang dilaksanakan di posyandu lansia di Kecamatan Pahandut
Kota Palangkaraya, namun belum pernah dilakukan penelitian
mengenai pengaruh aktivitas fisik dengan hipertensi pada lansia.
Perhitungan daya tahan jantung paru dengan cara jalan kaki
selama 12 menit pada lintasan datar dengan jarak tempuh telah diukur
terlebih dahulu, kemudian jarak yang dicapai dibandingkan dengan
tabel standar sesuai dengan usia dan jenis kelamin. Pengukuran
dilakukan sebanyak 2 kali dengan jarak waktu kedua pengukuran kira-
kira 3 menit, hasil pengukuran tekanan darah sistolik dan diastolik
diambil dari pengukuran kedua. Analisis untuk mengetahui pengaruh
perlakuan terhadap daya tahan jantung paru, status gizi, dan tekanan
darah dengan paired sampel t-test dan wilcoxon signed ranks test
dengan taraf signifikan 0,05. Untuk mengetahui hubungan karakteristik
subjek dengan penurunan tekanan darah menggunakan uji chi square.
Analisis multivariat digunakan untuk melihat variabel
independen yang dominan berhubungan dengan variabel dependen
menggunakan uji regresi logistik ganda. Karakteristik subjek penelitian.
Karakteristik subjek menurut jenis kelamin menunjukkan lebih banyak
lansia perempuan sebanyak 58 orang dibanding lansia laki-laki
sebanyak 16 orang. Subjek yang merokok sebanyak 5 orang dan yang
obesitas 11 orang. 3 orang, dan asupan lemak lebih dari atau sama
dengan 30 mg sebanyak 3 orang.

4. Hasil / Pembahasan
Kegiatan senam bugar yang diterapkan pada lansia terbukti
berpengaruh terhadap peningkatan daya tahan jantung paru, gizi, dan
penurunan tekanan darah. Berdasarkan hasil penelitian maka disarankan
program senam bugar lansia terus dilaksanakan serta perlu diberikan
penyuluhan dan konsultasi secara berkesinambungan, agar tercapai tingkat
kebugaran lansia.
5. Kelebihan & Kekurangan
a. Kelebihan Jurnal
 Jurnal singkat dan padat,
 Dapat mengetahui banyak manfaat dari aktivitas senam
untuk kesehatan jantung dan paru pada lansia, seperti
dengan perlakuan senam bugar lansia yang
berpengaruh terhadap peningkatan daya tahan jantung
paru, penurunan status gizi, dan penurunan tekanan
darah.
b. Kekurangan jurnal:
 Isi yang masih kurang lengkap,
 Tidak ada proses pemulihan yang diberikan pada lansia
yang memiliki masalah pada jantung, paru, gizi dan
tekanan darah,
 Waktu pengamatan yang lebih lama.

6. Saran
Dari hasil analisis, pada penelitian selanjutnya, diharapkan dapat
melihat penurunan tekanan darah, kondisi Jantung dan paru pada lansia
dengan pengamatan lebih lama, agar mendapatkan hasil penelitian yang
lebih lengkap, dan untuk metodologi penelitian eksperimen dengan
program intervensi dapat di kombinasi dengan pemberian edukasi,
aktivitas fisik, kegiatan rehabilitasi dan pemberian obat dengan benar.

Erisa Veradina M
P27228018127
Changes in problematic activities of daily living in persons with
COPD during 1 year of usual care
1. Peneliti
Nienke Nakken, Daisy J. A. Janssen, Emiel F. M. Wouters, Esther H. A.
van den Bogaart, Jean W. M. Muris5, Geeuwke J. de Vries, Gerben P.
Bootsma, Michiel H. M. Gronenschild, Jeannet M. L. Delbressine,
Monique van Vliet & Martijn A. Spruit

2. Sumber Jurnal
Australian Occupational Therapy Journal (2020) -
www.doi.org/10.1111/1440-1630.12664

3. Isi Jurnal
Jurnal ini berisi eksplorasi hambatan dalam melakukan aktivitas
keseharian (ADL) dalam hidup selama setahun pada penyintas PPOK
(Penyakit Paru Obstruktif Kronis) yang sama sekali tidak melakukan
layanan rehabilitasi kesehatan. Studi ini bersifat berkepanjangan
(longitudinal) dengan teknis visitasi ke rumah partisipan secara terjadwal
sejak awal 2 minggu keluar rumah sakit hingga setahun berikutnya.
Pemeriksaan dilakukan dengan instrumen Canadian Occupational
Performance Measure (COPM) dan skala ADL dengan 10 poin penilaian.
4. Hasil/Pembahasan
Melalui riset ini, didapatkan bahwa 90% partisipan tampak
setidaknya satu masalah ADL baru dalam setahun. Baik dalam masa
eksaserbasi maupun remisi, didapatkan 92% partisipan dilaporkan terdapat
masalah ADL baru setelah 2 minggu keluar pengobatan dan 90%
partisipan mendapat permasalahan ADL baru setelah setahun riset. Sisi
lain, didapatkan juga kepuasan pada sedikit partisipan dengan kondisi
membaik setelah follow up selama setahun dan partisipan tanpa
mengalami masa eksaserbasi lagi.

5. Kelebihan dan Kekurangan


a. Kelebihan
Riset ini menyajikan masalah-masalah ADL yang ditemui
oleh penyintas PPOK dengan cukup rinci dilengkapi dengan ragam
data yang diperoleh dan relevansi tindakan follow up klinis yang
dapat dilakukan berikutnya. Tambahan, disajikan pula simpulan
sebagai poin-poin acuan kepada layanan terapi okupasi bilamana
menemui kasus ini di lahan praktik.

b. Kekurangan
Penggunaan Canadian Occupational Performance Measure
(COPM) dengan sifat dominan deskriptif sebagai instrumen yang
digunakan dirasa kurang tepat dan kurang stabil dibanding
penggunaan dengan kuisioner atau skala. Riset ini kurang
memperkirakan faktor internal maupun eksternal yang ternyata
dapat mempengaruhi temuan permasalahan ADL pada partisipan.
Partisipan yang ikut dalam riset juga tidak sepenuhnya tidak
mendapat layanan rehabilitasi dan analisis data hanya dari
partisipan yang mendapat follow up terapi okupasi minimal 6
bulan, bukan setahun penuh.
6. Saran
Literatur ini dapat dijadikan dasar bagi pengetahuan secara teori
bagi terapis untuk memahami realitas dari penyintas PPOK di kehidupan
pasca menjalani medikasi dengan tanpa melanjutkan pada layanan
rehabilitasi medis. Berikutnya, poin simpulan dapat menjadi pertimbangan
klinis terhadap layanan terapi okupasi, utamanya layanan kepada pasien
dengan masalah jantung paru secara umum dan penyintas PPOK secara
khusus. Berikut poin sudut pandang keilmuan terapi okupasi yang dapat
diterapkan:
1. Permasalahan ADL pada penyintas PPOK akan selalu berubah dan
ini terjadi selama masa eksaserbasi pasca rawat inap,
2. Permasalahan ADL diperlukan pemeriksaan secara
reguler/terjadwal dikarenakan berubah setiap waktu,
3. Penyintas PPOK dan bermasalah ADL perlu diarahkan ke dalam
layanan seperti terapi okupasi atau program rehabilitasi paru-paru
komprehensif, termasuk terapi okupasi.

Ridho Edgardito Utomo


P27228018153
Peranan Latihan Aerobik dan Gerakan Shalat terhadap
Kebugaran Jantung dan Paru Lansia
1. Peneliti
Utari Septia Dharma , Elman Boy
2. Sumber Jurnal
Dharma, U. S., & Boy, E. (2020). Peranan Latihan Aerobik dan Gerakan
Salat terhadap Kebugaran Jantung dan Paru Lansia. MAGNA MEDICA:
Berkala Ilmiah Kedokteran dan Kesehatan, 6(2), 122-129.
http://103.97.100.145/index.php/APKKM/article/view/6658
3. Isi Jurnal
Jurnal ini berisikan mengenai peran dari latihan aerobik dan gerakan
shalat terhadap kebugaran jantung dan paru - paru lansia. Menurut UU
Nomor 13 Tahun 1998 lansia adalah seseorang yang sudah berusia 60
puluh tahun ke atas. Proses menua adalah sebuah proses berkurangnya
daya tahan tubuh seseorang dalam menghadapi rangsangan dari luar
maupun dalam. Pada masa lansia seseorang akan sedikit demi sedikit
mengalami kemunduran pada psikologis, fisiologis, dan sosialnya
sehingga berpengaruh pada aspek kehidupan.
Menurut World Health Organization (WHO), adapun 4 klasifikasi
lansia yaitu :
a. Middle Age ( usia menengah), yaitu kelompok usia 45 - 59 tahun,
b. Elderly (usia lanjut), yaitu kelompok usia 60 - 74 tahun,
c. Old (usia lanjut tua), yaitu kelompok usia 75 - 90 tahun,
d. Very Old (usia sangat tua), yaitu kelompok usia 90 tahun ke atas.

Latihan aerobik adalah sebuah aktivitas olahraga yang dilakukan


secara sistematis dengan beban yang secara bertahap menggunakan energi
yang membutuhkan oksigen tanpa menghasilkan kelelahan. Latihan
aerobik dapat meningkatkan kebugaran dan mencegah timbulnya
penyakit pada jantung - paru lansia. Manfaat latihan aerobik bagi lansia
yaitu membuat jantung lansia semakin besar sehingga daya tampung lebih
besar dan denyut nadi semakin kuat. Hal ini terjadi karena ketika para
lansia melakukan latihan tersebut adanya peningkatan oksigen pada otot
dan banyak nutrisi yang masuk sehingga proses metabolisme cepat.
Latihan aerobik dapat dilakukan oleh lansia dengan intensitas aerobik
diukur dengan mengukur denyut jantung. Durasi dalam melakukan
latihan aerobik yang dapat dilakukan lansia adalah kurang lebih 20 - 60
menit lama nya. Setelah melakukan latihan aerobik, pada lansia dapat
terjadi peningkatan tekanan darah dan denyut jantung. Bila dilakukan
secara teratur, maka denyut jantung akan menurun ketika sedang
beristirahat. Dilakukannya latihan ini akan membuat pembuluh darah
semakin bertambah elastis karena lemak yang tertimbun akan semakin
berkurang dari proses pembakaran lemak, sedangkan pada paru - paru
sendiri kemampuan untuk kembang kempis semakin bertambah.
Shalat adalah ibadah yang wajib dilakukan oleh seseorang yang
beragama islam. Shalat juga merupakan aktivitas fisik ringan yang
dilakukan dan dapat mengurangi stress dan agar lebih tenang,
melancarkan aliran darah, dan meningkatkan kekuatan otot lansia.
Komponen dasar gerakan shalat dapat dilihat dari fungsi fisik yaitu dari
koordinasi mata tangan, keseimbangan, kekuatan otot, fleksibilitas, dan
ketahanan.
4. Hasil / Pembahasan
Proses penuaan pada lansia menjadi faktor resiko terbesar terhadap
gangguan pada kardiovaskular. Oleh karena itu untuk meningkatkan
kebugaran lansia dapat melakukan latihan aerobik. Telah didapatkan data
bahwa adanya pengaruh yang signifikan pada latihan aerobik dengan
peningkatan kebugaran yaitu pada jantung dan paru - paru. Aktivitas fisik
berpengaruh pada volume maksimal oksigen yang diproses oleh lansia.
Bila semakin sering dan semakin besar aktivitas fisik yang dilakukan
lansia, maka volume maksimal oksigen yang dimiliki akan semakin
banyak. Jika volume oksigen maksimal yang dimiliki rendah akan
berisiko pada lansia dan dapat menyebabkan penyakit kardiorespirasi.
Shalat bermanfaat bagi lansia, dapat dilihat dari komponen gerakan
dasar shalat yaitu berdiri, rukuk, sujud, dan duduk. Saat melakukan
berdiri, rukuk, dan sujud dibutuhkan kesiembangan dan kekuatan otot
ketika melakukan gerakan. Komponen yang penting juga pada shalat
adalah fleksibilitas pada gerakan rukuk serta ketahanan otot dan
kardiorespirasi ketIka shalat. Melakukan aktivitas shalat membutuhkan
komponen non fisik seperti mental dan spiritual, dan Khusyuk dalam
menjalaninya. Gerakan tersebut bermanfaat dalam kesehatan fisik
maupun mental lansia.
5. Kelebihan dan kekurangan
Kelebihan :
Kelebihan pada jurnal ini adalah dapat dijelaskan mengenai
manfaat latihan aerobik dan gerakan shalat untuk kesehatan fisik
( Jantung paru) dan mental lansia dengan bahasa yang baik dan mudah
dimengerti.
Kekurangan :
Beberapa isi jurnal hilang, dan pembahasan mengenai hubungan
kesehatan jantung paru pada beberapa gerakan dalam aktivitas shalat
masih kurang lengkap.
6. Saran
Pada penelitian selanjutnya, sebaiknya dalam gerakan dasar
aktivitas shalat juga lebih dikembangkan terkait hubungan aktivitas
dengan pengaruh jantung paru lansia di setiap gerakan. Sehingga
penelitian ini lebih baik, jelas, dan hasil nya dapat diterima.

Seruni Abna R
P27228018160
Daftar Pustaka

Aburuz, M. (2018). Anxiety and depression predicted quality of life among


patients with heart failure. Journal of Multidisciplinary
Healthcare, Volume 11, 367-373. doi:10.2147/jmdh.s170327

Celano, C. M., Villegas, A. C., Albanese, A. M., Gaggin, H. K., & Huffman,
J. C. (2018). Depression and Anxiety in Heart Failure: A
Review. Harvard Review of Psychiatry, 26(4), 175-184.
doi:10.1097/hrp.0000000000000162

Chauvet-Gelinier, J., & Bonin, B. (2017). Stress, anxiety and depression in


heart disease patients: A major challenge for cardiac
rehabilitation. Annals of Physical and Rehabilitation
Medicine, 60(1), 6-12. doi:10.1016/j.rehab.2016.09.002

Dharma, U. S., & Boy, E. (2020). Peranan Latihan Aerobik dan Gerakan Salat terhadap
Kebugaran Jantung dan Paru Lansia. MAGNA MEDICA: Berkala Ilmiah
Kedokteran dan Kesehatan, 6(2), 122-129.

Efendi, Ferry, Makhfudli (2009) Keperawatan Kesehatan Komunitas: Teori dan Praktik
dalam Keperawatan. Salemba Medika, Jakarta.

Ekasari, M. F., Riasmini, N. M., & Hartini, T. (2019). Meningkatkan


Kualitas Hidup Lansia Konsep dan Berbagai Intervensi. Wineka Media.

Giacomini M, DeJean D, Simeonov D, Smith A. Experiences of living and


dying with COPD: a systematic review and synthesis of the
qualitative empirical literature. Ont Health Technol Assess Ser
[Internet]. 2012 March;12(13):1-47.
www.hqontario.ca/en/mas/tech/pdfs/2012/rev_COPD_QualitativM
arch.pdf
Hutchinson, A., Barclay-Klingle, N., Galvin, K., & Johnson, M. J. (2018).
Living with breathlessness: A systematic literature review and
qualitative synthesis. European Respiratory Journal, 51(2),
1701477. doi:10.1183/13993003.01477-2017

Jeon, Y., Kraus, S. G., Jowsey, T., & Glasgow, N. J. (2010). The experience of
living with chronic heart failure: A narrative review of qualitative
studies. BMC Health Services Research, 10(1). doi:10.1186/1472-6963- 10-77

Maryam, S. (2008). Menengenal usia lanjut dan perawatannya. Penerbit


Salemba.

Maryam, R. Ekasari, M. Rosidawati. Jubaidi, A. Batubara, I. (2008).


Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannya. salemba medika; Jakarta.

Maryati, H., Bhakti, D. S., & Dwiningtyas, M. (2013). Gambaran fungsi


kognitif pada lansia di UPT Panti Werdha Mojopahit kabupaten
Mojokerto. Jurnal Metabolisme, 2(2), 1-6.

Molassiotis, A., Lowe, M., Blackhall, F., & Lorigan, P. (2011). A qualitative
exploration of a respiratory distress symptom cluster in lung cancer:
Cough, breathlessness and fatigue. Lung Cancer, 71(1), 94-102.
doi:10.1016/j.lungcan.2010.04.002

Norberg, E., Boman, K., & Löfgren, B. (2010). Impact of fatigue on


everyday life among older people with chronic heart
failure. Australian Occupational Therapy Journal, 57(1), 34-41.
doi:10.1111/j.1440-1630.2009.00847.x

Nugroho (2008). Keperawatan Gerontik. Buku Kedokteran EGC: Jakarta.

Pihl, E., Fridlund, B., & Mårtensson, J. (2011). Patients’ experiences of


physical limitations in daily life activities when suffering from chronic
heart failure; a phenomenographic analysis. Scandinavian Journal of
Caring Sciences, 25(1), 3-11. doi:10.1111/j.1471- 6712.2010.00780.x

Ponto, D. L., Bidjuni, H., & Karundeng, M. (2015). Pengaruh Penerapan Terapi Okupasi
Terhadap Penurunan Stres pada Lansia di Panti Werdha Damai Ranomuut
Manado. JURNAL KEPERAWATAN, 3(2).

Potter & Perry. 2009. Fundamental Keperawatan. Edisi 7. Salemba


Medika: Jakarta.

Putra Utama, Z. F. (2020). Perubahan Fisiologis dan Psikologis pada


Lansia (Doctoral dissertation, Universitas Hasanuddin).

Sitepu, T. I. Y. (2019). PROSES PENGKAJIAN KEPERAWATAN PADA PASIEN


LANJUT USIA.

Sudoyo, A. W., Setiyohadi, B., Alwi, I., Simadibrata, M., & Setiati, S. (2009). Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II edisi V. Jakarta: Interna Publishing, 310, 1973-
1982.

Yu, D. S., Lee, D. T., Kwong, A. N., Thompson, D. R., & Woo, J. (2008).
Living with chronic heart failure: A review of qualitative studies of
older people. Journal of Advanced Nursing, 61(5), 474-483.
doi:10.1111/j.1365-2648.2007.04553.x

Anda mungkin juga menyukai