Anda di halaman 1dari 38

DASAR FARMAKOLOGI

OBAT-OBATAN ANTI KANKER

Kelompok 1 (Kelas D-IV A)


Adimas Nugroho P27228019109
Ahsinatul Kumala Dewi P27228019111
Evita Lubban Dzakiya P27228019123
Ichi Vinandhita P27228019128
Nadia Dwi Rahmawati P27228019140
Naura Fadhilah Hasna P27228019141
Oktaviana Dwi Sari Rahmanti P27228019146
Putri Khairiyah P27228019148
Shofiatunnisa' P27228019153
Surya Mardhana P27228019155
Yolanda Pebria Cantikaningrum P27228019158
Yuniaristi Kusumaningrum P27228019159
Ziza As Shifa P27228019161

Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Dasar Farmakologi

PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN OKUPASI TERAPI


JURUSAN OKUPASI TERAPI
POLITEKNIK KEMENTRIAN KESEHATAN SURAKARTA
TAHUN 2022
DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................3
A. Latar Belakang.............................................................................................3
B. Batasan Topik...............................................................................................4
C. Tujuan Penulisan..........................................................................................5
D. Sistematika Penulisan..................................................................................6
BAB II FARMAKOLOGI OBAT.........................................................................7
A. Definisi.........................................................................................................7
B. Farmakodinamik...........................................................................................8
C. Farmakokinetik.............................................................................................9
D. Pengaturan Dosis........................................................................................12
E. Indikasi Obat..............................................................................................12
F. Efek Samping..............................................................................................13
BAB III KAJIAN JURNAL................................................................................15
A. Jurnal 1.......................................................................................................15
B. Jurnal 2.......................................................................................................17
C. Jurnal 3.......................................................................................................19
D. Jurnal 4.......................................................................................................20
E. Jurnal 5.......................................................................................................23
BAB IV KESIMPULAN......................................................................................26
A. Kesimpulan................................................................................................26
B. Saran...........................................................................................................27
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................28
LAMPIRAN JURNAL.........................................................................................32

2
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kanker adalah penyakit yang terjadi akibat adanya kesalahan
sistem pertumbuhan sel sehingga terjadi peningkatan jumlah sel yang
terjadi secara terus menerus, tidak terkontrol, dapat berubah bentuk serta
menyebar ke organ lainnya (metafase) (Otto, 2015). Kanker atau tumor
ganas terjadi karena adanya pertumbuhan yang tidak normal pada sel-sel
jaringan tubuh, hal ini dapat disebabkan oleh neoplasia, displasia, dan
hyperplasia (Ariani, 2015). Penyakit kanker terlihat seperti daging atau
substansi yang tumbuh secara tidak normal di dalam tubuh dan
menyebabkan luka yang parah dengan sifat sel yang tumbuh secara
berkelanjutan, lebih cepat, tidak terbatas, serta merusak sel-sel yang
berada di sekitarnya (Aruan dan Isfandiari, 2015).
Kanker merupakan salah satu penyakit yang menjadi penyebab
utama kematian manusia di berbagai belahan dunia. Penyakit kanker
memiliki dampak terhadap seluruh aspek kehidupan penderitanya. Pada
aspek fisik penderita kanker akan mengalami nyeri, fatigue, kelelahan, dan
penurunan fungsi fisik. Hal ini akan berdampak pada aspek psikologis
yaitu perasaan rendah diri, sedih, syok, kehilangan, dan merasakan
penderitaan yang berkelanjutan. Selain itu, penderita kanker tak jarang
juga menghadapi masalah secara sosial dan spiritual. (Nuraeni dkk, 2015).
Terdapat beberapa faktor risiko yang mempengaruhi angka kematian
akibat penyakit kanker biasanya lebih tinggi di negara berkembang
dibandingkan dengan negara maju, diantaranya adalah keberhasilan
penanganan deteksi serta ketersediaan pengobatan (Dewi, 2017).
WHO memperkirakan pada setiap tahun terdapat 12 juta orang di
seluruh dunia menderita kanker dan 7,6 juta diantaranya meninggal dunia
(Prastiwi, 2012). Kejadian ini juga disebutkan berkembang lebih cepat di

3
negara miskin dan berkembang. Di Indonesia sendiri, prevalensi penyakit
kanker sebesar 4,3 % dengan 11 provinsi yang memiliki prevalensi tumor
yang lebih tinggi daripada angka nasional (Riskesdas, 2007). Berdasarkan
analisis yang dilakukan oleh Dewi pada tahun 2017, disimpulkan bahwa
angka kejadian kanker di wilayah Indonesia bagian barat lebih besar
dibandingkan dengan wilayah Indonesia tengah dan Indonesia timur.
Terdapat beberapa tindakan penangan kanker yang dapat
dilakukan, diantaranya operasi, kemoterapi, dan radioterapi (Lestari dkk,
2020). Pengobatan obat kanker adalah pilihan untuk kanker metastatik
atau keadaan dimana sel kanker sudah menyebar ke organ lain hingga
seluruh tubuh, obat kanker diyakini mampu mencapai setiap organ dalam
tubuh melalui aliran darah (Wijaya dan Muchtaridi, 2017). Obat
antikanker atau yang juga dikenal sebagai obat sitotoksis, sitostatik, atau
antineoplasma merupakan senyawa kemoterapetik yang digunakan untuk
pengobatan tumor dan membahayakan pertumbuhan dan perkembangan
sel kanker tanpa mengganggu sel normal (Hardjono dkk, 2017). Efek
toksik yang dimiliki obat antikanker dapat muncul ketika pengobatan
dilakukan dalam jangka panjang. Efek toksik yang dialami antara lain
seperti mual, muntah, gangguan hematologist, toksisitas pada rambut, kulit
kering, produksi hormon yang tidak stabil, dan lainnya (Remesh, 2003).

B. Batasan Topik
Kanker merupakan salah satu penyebab kematian utama di dunia,
seperti yang telah disampaikan oleh Prastiwi (2012), menyimpulkan
bahwa WHO memperkirakan pada setiap tahun terdapat 12 juta orang di
seluruh dunia menderita kanker dan 7,6 juta diantaranya meninggal dunia.
Berdasarkan analisis pada tahun 2017 oleh Dewi, disimpulkan bahwa
penderita kanker di Indonesia cukup banyak, dimana wilayah bagian barat
lebih besar dibandingkan wilayah Indonesia bagian tengah dan timur. Di
Jawa Tengah sendiri merupakan provinsi dengan jumlah penderita kanker

4
tertinggi (23,6%), dimana untuk diagnosisnya adalah kanker serviks uteri,
ovarium, dan kanker payudara.
Dalam konteks ini, pembatasan topik digunakan untuk
mempersempit dan memperjelas konteks yang akan dibahas sehingga
hasilnya akan efektif dan efisien. Seperti yang kita ketahui bahwa di
sekitar kita banyak mereka yang terkena penyakit kanker payudara.
Meskipun bukan termasuk penyakit yang menular, kita perlu untuk
memahami dan mengetahui agar dapat meminimalisir terkena kanker
payudara, seperti menerapkan hidup sehat dan mengkonsumsi obat anti
kanker. Tujuan dari penulisan ini untuk membantu para pembaca untuk
lebih mudah memahami terkait penggunaan obat anti kanker, khususnya
pada kasus kanker payudara. Berikut adalah bagan konsep terkait konsep
teori untuk memudahkan pemahaman:

C. Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan paper ini adalah untuk mengetahui :
1. Definisi dari obat Cyclophosphamide
2. Farmakodinamik Cyclophosphamide

5
3. Farmakokinetik Cyclophosphamide
4. Pengaturan dosis obat Cyclophosphamide
5. Indikasi obat Cyclophosphamide
6. Efek samping penggunaan obat Cyclophosphamide

D. Sistematika Penulisan

Adapun sistematika penulisan pada paper ilmiah ini yaitu dengan


menggunakan studi keperpustakaan untuk mengambil sumber yang
relevan sesuai dengan topic yang dibahas dan juga dengan cara mencari
litratur jurnal ilmiah di internet.

BAB I PENDAHULUAN

Berisi mengenai latar belakang dari penyusunan makalah, bahasan


dari topik makalah, tujuan penulisan makalah dan sistematika penulisan
makalah.

BAB II FARMAKOLOGI OBAT ANTI KANKER

Pada bab ini berisi mengenai definisi dari obat kanker payudara
yaitu cyclophosphamide, farmakodinamik cyclophosphamide,
farmakokinetik cyclophosphamide, pengaturan dosis, indikasi obat dan
efek samping dari obat cyclophosphamide.

BAB III TINJAUAN KASUS OBAT ANTI KANKER

Pada bab ini membahas mengenai kasus kanker payudara yang


berkaitan dengan obat cyclophosphamide yang dikelola dengan
pendekatan kasus okupasi terapi.

BAB IV PENUTUP

Pada bab ini berisi mengenai kesimpulan dan saran dari


penyusunan makalah yang berjudul obat anti kanker cyclophosphamide.

6
BAB II
FARMAKOLOGI OBAT

A. Definisi
Cyclophosphamide adalah senyawa imunosupresif yang dapat
menekan sistem kekebalan tubuh. Cyclophosphamide umumnya
digunakan dalam pengobatan gangguan kekebalan, kemoterapi kanker, dan
transplantasi sumsum tulang. Cyclophosphamide juga digunakan untuk
mengobati leukemia limfositik kronis, limfoma, dan tumor padat.
Metabolit aktifnya adalah fosfor amida mustard dan akrolein, yang
termasuk dalam kelompok agen alkilasi nitrogen mustard. Metabolit ini
menyebabkan alkilasi DNA, yang dapat mengganggu sintesis dan fungsi
DNA. Kerja obat ini juga dapat menghambat sel B dan T, dan karena
sangat toksik terhadap sel B, memiliki efek nyata pada penekanan cell-
mediated dan imunitas humoral (Bratawidjaja, 2014). Cyclophosphamide
adalah agen alkilasi antineoplastik yang banyak digunakan dalam
pengobatan berbagai jenis penyakit ganas. Senyawa ini bekerja dengan
cara alkilasi radikal nitrogen dari DNA sel tumor untuk menghentikan
replikasi DNA dan proliferasi sel. Cyclophosphamide adalah agen alkilasi
yang bekerja dengan menghubungkan rantai DNA, sehingga mencegah
replikasi DNA dan pembelahan sel.
Cyclophosphamide sebagai agen kemoterapi digunakan pada
gangguan proliferasi limfatik (limfoma dan leukemia) serta tumor padat
tertentu (karsinoma payudara, karsinoma tiroid, hemangioma), sering
dikombinasikan dengan obat sitotoksik lainnya. Cyclophosphamide juga
dapat digunakan sebagai imunosupresan dalam pengobatan berbagai
kondisi autoimun. cyclophosphamide adalah zat antineoplastik yang
berubah menjadi zat alkilasi dalam bentuk ester losfamid siklik dari
mekloretamine dan tidak spesifik untuk siklus sel. Cyclophosphamide
memiliki sifat imunosupresif. Cyclophosphamide umumnya digunakan

7
dalam pengobatan berbagai kanker seperti kanker otak, kanker payudara,
kanker endometrium, paru-paru, dan ovarium serta limfoma Burkitt,
neuroblastoma, dan mieloma, retinoblastoma, tumor Wilms, dan leukemia
limfoblastik.

B. Farmakodinamik
Farmakodinamik merupakan ilmu farmakologi yang mempelajari
efek biokimia dan fisiologi obat serta mekanisme kerjanya. Tujuan
mempelajari mekanisme kerja obat adalah untuk mengetahui efek utama
obat, mengetahui interaksi obat dalam sel, dan mengetahui urutan
peristiwa serta spektrum efek dan respon yang terjadi. Pada
farmakodinamik lebih fokus membahas mengenai seputar efek obat-
obatan di dalam tubuh baik dari segi fisiologis maupun biokimia terhadap
organ tubuh. Farmakodinamik juga sering disebut sebagai aksi atau efek
obat (Noviani & Nurilawati, 2017).
Cyclophosphamide merupakan obat antikanker yang termasuk
golongan alkylating agent. Obat ini digunakan untuk mengobati berbagai
jenis kanker. Agen alkilasi mendapatkan namanya dari kapasitasnya untuk
menambahkan gugus alkil ke berbagai gugus elektronegatif dalam sel.
Mereka membatasi pertumbuhan tumor dengan merusak DNA secara
langsung dengan menghubungkan nukleotida guanin dalam untaian heliks
ganda. Untaian tidak dapat terurai dan terbelah sebagai akibatnya. Sel-sel
tidak dapat lagi membelah karena hal ini diperlukan untuk replikasi DNA.
Selain itu, obat-obat ini memasukkan metil atau gugus alkil lainnya ke
dalam molekul yang bukan tempatnya, mencegah pasangan basa yang
tepat dan mengakibatkan kesalahan pengkodean DNA. Bahan kimia
alkilasi tidak berpengaruh pada siklus sel. Agen alkilasi bekerja melalui
tiga mekanisme berbeda, yang semuanya mengakibatkan disfungsi DNA
dan kematian sel.

8
Agen alkilasi bekerja melalui tiga mekanisme, diantaranya adalah
sebagai berikut:
1. Perlekatan gugus alkil ke basa DNA, menyebabkan DNA
terfragmentasi oleh enzim perbaikan dalam upaya mereka untuk
menggantikan basa teralkilasi, mencegah sintesis DNA dan
transkripsi RNA dari DNA yang terpengaruh
2. Kerusakan DNA melalui pembentukan ikatan silang (ikatan antar
atom dalam DNA), mencegah DNA dipisahkan untuk sintesis atau
transkripsi
3. Induksi kesalahan pasangan nukleotida yang menyebabkan mutasi

C. Farmakokinetik
Farmakokinetik pertama kali diperkenalkan pada tahun 1920 oleh
torsten tiorell, sedangkan istilah farmakokinetik pertama digunakan lebih
dari 30 tahun yang lalu. Farmakokinetik merupakan ilmu yang
mempelajari perjalanan obat di dalam tubuh mulai dari absorpsi, distribusi
obat ke seluruh tubuh serta eliminasi melalui proses metabolisme dan atau
ekskresi. Pada prinispnya penerapan farmakokinetik bertujuan untuk
meningkatkan efektivitas terapi atau menurunkan efek samping dan
toksisitasobat pada pasien, efek obat selalu dihubungkan dengan
konsentrasi obat pada tempat aksinya atau reseptornya.
Setelah suatu obat dilepas dari bentuk sediaannya, obat diabsorpsi
ke dalam jaringan sekitarnya, tubuh, atau keduanya. Distribusi dan
eliminasi obat dalam tubuh berbeda untuk tiap pasien tetapi dapat
dikarakterisasi dengan menggunakan model matematika dan statisika.
Karakterisasi disposisi obat merupakan suatu Persyaratan penting untuk
penentuan atau modifikasi aturan pendosisan untuk individual dan
kelompok pasien. Studi farmakokinetik mencakup baik pendekatan
eksperimental dan teoretis.

9
Farmako kinetik merupakan proses dari pergerakan obat agar
tercapainya kerja obat. Dalam hal ini terdapat empat tahapan yaitu
meliputi absorpsi,distribusi, metabolisme (atau biotransformasi) dan
ekskresi (atau eliminasi). Aspek farmakokinetik Cyclophosphamide
terutama adalah onset kerja yang baru dimulai setelah obat ini
dimetabolisme menjadi bentuk metabolitnya, sekitar 2-3 jam

1. Absorbsi

Merupakan pergerakan partikel-partikel suatu obat dari saluran


gastrointestinal ke dalam cairan tubuh melalui absorpsi pasif, absorpsi
aktif atau pinositosis. Cyclophosphamide bersifat larut dalam air sehingga
dapat diberikan secara oral. Cyclophosphamide terserap dengan baik dan
konsentrasi puncak pada plasma tercapai dalam 1 jam setelah pemberian
oral. Namun, onset kerja baru dimulai dalam 2-3 jam mengingat
Cyclophosphamide merupakan prodrug yang perlu dimetabolisme menjadi
metabolit terlebih dahulu sebelum menunjukkan efek kerja.Kadar
Cyclophosphamide secara oral yang mencapai peredaran darah berkisar
antara 85-100% di mana sebagian dari obat ini telah sebelumnya melalui
metabolisme tingkat pertama di hepar dan gastrointestinal. Oleh karena ini,
pemberian secara oral akan menghasilkan aktivitas alkilasi yang lebih
tinggi dibanding pemberian secara parenteral. Bioavailabilitas obat sebesar
75%. Onset kerja obat dicapai dalam 2-3 jam

2. Distribusi

Merupakan suatu proses saat obat berada dalam cairan tubuh dan
jaringan tubuh. Dalam proses distribusi ini dipengaruhi oleh system aliran
darah, afinitas (kekuatan penggabungan) terhadap jaringan, dan efek
pengikatan dengan protein. Siklofosfamid didistribusikan di dalam tubuh
dengan cepat setelah pemberian secara oral dan parenteral. Sebanyak 20%
dari kandungan Cyclophosphamide berikatan dengan protein. Setelah
teraktivasi di hepar, kemampuan berikatan dengan protein untuk metabolit

10
aktifnya meningkat hingga lebih dari 60%. Cyclophosphamide dalam
bentuk aktif dapat melewati sawar darah otak dengan sangat terbatas dan
terdeteksi pada cairan serebrospinal. Siklofosfamid juga dapat melewati
sawar plasenta sehingga berpengaruh terhadap pertumbuhan janin dan
siklofosfamid terdeteksi pada ASI. Volume distribusi obat ini meningkat
pada individu dengan obesias, sehingga akan meningkatkan waktu paruh
untuk eliminasinya

3. Metabolisme atau Biotransformasi

Organ yang paling utama digunakan untuk proses metabolism adalah


hati. Karena di dalam hati terdapat enzim yang bisa membuat obat
diinaktifkan lalu mentransformasinya menjadi metabolit inaktif atau zat
yang mudah larut dalam air dan akan dieksresikan. Terdapat juga beberapa
obat yang ditransformasikan menjadi metabolit aktif, yang dapat memicu
peningkatan respon farmakologik. Cyclophosphamide dimetabolisme oleh
enzim hepatik P450 CYP2A6, CYP2B6, CYP3A4, CYP3A5 dan
menghasilkan metabolit utama berupa 4-hydroxycyclophosphamide.
Konsentrasi puncak metabolit ini tercapai dalam 2-3 jam.Metabolit aktif
lainnya meliputi phosphoramide mustard, acrolein, dan aldophosphamide.
Enzim aldehida dehydrogenase (ALDH) dan glutathione (GSH) berperan
dalam mendetoksifikasi sifat toksik dari metabolit-metabolit ini.

4. Eksresi dan Eliminasi

Tempat di dalam tubuh untuk proses eksresi obat adalah di ginjal


tempat selanjutnya yaitu empedu, feses, paru-paru, saliva, keringat, dan air
susu ibu. Obat yang tidak dapat difiltrasi oleh ginjal adalah obat yang
berikatan dengan protein. Sedangkan obat yang dapat difiltrasi oleh ginjal
adalah obat yang tidak berikatan, obat yang tidak diubah, obat yang larut
dalam air.Cyclophosphamide diekskresikan terutama dalam bentuk
metabolit aktifnya, sebanyak 70% melalui urine. Namun hanya 10-20%
yang diekskresikan tanpa perubahan bentuk. Sebanyak 4% diekskresikan

11
lewat empedu. Rata-rata waktu paruh untuk eliminasi obat ini adalah 6,5-7
jam

D. Pengaturan Dosis
Cyclophosphamide merupakan salah satu jenis obat-obat sitostatika
yang digunakan sebagai pengobatan kemoterapi. Siklofosfamid dapat
diberikan secara oral atau intra vena. Dosis yang dianjurkan sangat
beragam, sebagai senyawa tunggal dosis harian oral 100 mg/m2 untuk 14
hari dianjurkan untuk pasien-pasien dengan neoplasma yang lebih rentan,
seperti limfoma, dan leukemia kronis. Sedangkan dosis lebih tinggi yaitu
sebesar 500 mg/m2 diberikan secara intra vena tiap 3 hingga 4 minggu
yang dikombinasikan dengan obat lain, dan biasanya sering diberikan pada
pengobatan kanker payudara dan limfoma. Spektrum klinis aktivitas
siklosfofamid sangat luas. Obat ini sering digunakan dalam kombinasi
dengan metotreksat atau doksorubisin dan fluorourasil sebagai terapi
ajuvan setelah pembedahan karsinoma payudara (Goodman dan Gilman,
2008). Mungkin obat ini dapat menimbulkan radang mukosa kandung
kemih dengan perdarahan. Untuk menghindari hal tersebut, maka pasien
perlu minum banyak air selama terapi. Dosis oral 50-200 mg sehari tiap 7-
14 hari, intra vena 10-15 mg/kg/hari setiap 3-7 hari (Tjay dan Rahardja,
2007).
Menurut Arima (2006), paduan obat kemoterapi pada kanker
payudara yang lazim digunakan yaitu, jenis obat CAF yang terdiri dari
kombinasi obat Cyclophospamid, Doxorubicin, Fluorouracil. Pemberian
dosis masing-masing obat yaitu, Cyclophospamid 500mg/m2, 1 hari,
Doxorubicin 50 mg/m2, 1 hari, dan Fluorouracil 500mg/m2, 1 hari.

12
E. Indikasi Obat
Cyclophosphamide merupakan obat kemoterapi golongan alkilator
yang berdasarkan cara kerjanya termasuk siklus sel spesifik dimana
bekerja langsung dalam merusak DNA sehingga menyebabkan terhentinya
reproduksi sel (Irawati et al., 2022). Cyclophosphamide digunakan dalam
pengobatan kanker payudara, retinoblastoma, neuroblastoma diseminata,
juga diindikasikan untuk pengobatan sindrom nefrotik perubahan minimal
yang terbukti dengan biopsi pada pasien anak. serta adenokarsinoma
ovarium (Emadi A., 2009).
Berdasarkan penelitian lain, Cyclophosphamide juga memiliki
indikasi untuk digunakan dalam pengobatan kondisi limfoma ganas
stadium III dan IV, termasuk limfoma Hodgkin dan Non-Hodgkin,
limfoma limfositik, limfoma limfositik kecil, limfoma Burkitt, dan multiple
myeloma (Mills et al., 2019). Menurut Ogino et al (2020) obat ini juga
efektif dalam pengobatan penyakit autoimun seperti multiple sclerosis.

F. Efek Samping
Menurut Hasanah, 2017 efek samping Cyclophosphamide antara
lain yaitu :
1. Leukopenia berat yang terjadi pada hari ke 10-12 setelah
pengobatan dan hari ke 17-21 setelah pemulihan.
2. Sistitis hemoragik terjadi dengan angka kejadian 20% pada
anak dan 10% pada dewasa. Efek toksik ini sulit diatasi dan
mungkin dapat terjadi secara fatal, maka sebaiknya obat ini
dikontraindikasikan pada pasien yang pernah mengalami
sistitis hemoragik. Untuk menghindarkan pasien dari
kerusakan kandung kemih akibat metabolit iritatif, pasien
dianjurkan minum air putih yang banyak, dan sering
berkemih atau sering mengeluarkan urin.

13
3. Terjadi miokarditis pada pemberian dosis tinggi yaitu
(100 mg/kgBB). Obat ini dapat memperberat efek
kardiotoksik doksorubisin. Dosis siklofosfamid harus
dikurangi sebanyak sepertiga sampai setengahnya, bila
diberikan pada pasien dengan gangguan penyakit fungsi
sumsum tulang.
4. Gangguan fungsi ginjal ketika akumulasi metabolit aktif
dapat menyebabkan sehingga dosis harus dikurangi.
5. Pada kehamilan trimester pertama, penggunaan harus
dihindari karena berpotensi teratogenik.
6. Efek samping lain seperti anoreksia, disertai mual dan
muntah, amenore, stomatitis aftosa, hiperpigmentasi kulit,
enterokolitis, ikterus dan hipoprotrombinemia.

14
BAB III
KAJIAN JURNAL

A. Jurnal 1
1. Judul : The effects of cyclophosphamide,
adriamycin and 5-
fluorouracil chemotherapy on blood cells
and cardiac hemodynamics in breast
carcinoma patients: a case study at Dr.
Kariadi General Hospital, Semarang,
Indonesia
2. Penulis : Chandra Sibin & Handojo Djoko
3. Tahun Terbit : 2021
4. Sampel : 35 pasien wanita berusia diatas 18 tahun
dengan
diagnosis kanker payudara dan tengah
menjalani kemoterapi CAF
(cyclophosphamide, adriamycin and 5-
fluorouracil chemotherapy) di RSUP Dr.
Kariadi, Semarang.
5. Pembahasan :
Jenis kanker payudara yang paling banyak ditemukan
pada penelitian ini adalah Invasive Ductal Carcinoma,
sebanyak 24 pasien (68,6%). Sesuai dengan penelitian
Fujimoto RHP et al., yang diteliti selama 5 tahun dari tahun
2007-2012 di Brazil, terdapat 129 sample (77%) dengan jenis
diagnosis Invasive Ductal Carcinoma pada kanker payudara.
Mekanisme kerja CAF (5-Fluorouracil, Adriamycin

15
Cyclophosphamide) dalam bunuh sel kanker adalah dengan
secara langsung merusak DNA pada sel kanker. Sebuah studi
oleh Tecza K et al. menunjukkan bahwa tidak ada interaksi
dalam kombinasi CAF, tetapi ada efek samping seperti
kardiotoksisitas dan mielosupresi.
Penelitian ini menunjukkan penurunan nilai rata rata
Hb, Ht, Ery, Leu, dan Plt setelah siklus pertama kemoterapi
CAF dan juga menurun setelah siklus kedua dan ketiga
kemoterapi CAF. Penurunan jumlah trombosit pada kelompok
kontrol yang hanya mendapat CAF terjadi karena efek depresi
dari colony factor unit megakaryocyte (CFU-Meg) di sumsum
tulang akibat radikal bebas karena kerusakan sel akibat
kemoterapi. Pada pasien yang menerima kemoterapi CAF,
terjadi disfungsi dan kekakuan otot ventrikel kiri dengan
demikian, jantung tidak dapat mengkompensasi, sehingga
volume sekuncup menurun dan denyut jantung per menit
meningkat.
Kemoterapi kombinasi yang sering digunakan yaitu
CAF (Cyclophosphamide, Adriamycin, 5-Fluorouracil), dapat
menyebabkan anemia ringan sampai sedang dengan kejadian
kurang dari 43-47%. Sekitar 11% dari mereka yang menerima
terapi CAF mengalami anemia berat. Pasien yang mengalami
anemia pasti produktivitasnya menurun, hal itu dapat membuat
pasien menjadi stress dengan aktivitas yang banyak dikurangi
untuk kesembuhan dan hanya melakukan aktivitas yang itu-itu
saja atau tidak bervariasi. Oleh karena itu Terapis okupasi
memiliki peran yaitu pada terapi relaksasi. Terapi relaksasi
bertujuan untuk mengurangi stress dan menetralkan pikiran
pasien akibat konsumsi obat.
7. Kesimpulan :

16
Terdapat penurunan sel darah (Hb, Ht, Ery, Leu, Plt) dan
hemodinamik jantung (LVEF, SV, dan CO) pada pasien
karsinoma payudara yang menjalani kemoterapi CAF
(cyclophosphamide, adriamycin and 5-fluorouracil
chemotherapy)

B. Jurnal 2
1. Judul : Quality of Life in Breast Cancer Patients
using
Neoadjuvant AC (Doxorubicin and
Cyclophosphamide) in Comparison with
PG (Paclitaxel and Gemcitabine) Therapy.
2. Penulis : Aziz Rezapour, Javad Javan-Noughabi,
Ahmad
Faramarzi, Touraj Harati Khalilabad, Sajjad
Vahedi, Abedin Teymourizad.
3. Tahun Terbit : Januari 2018
4. Sampel : 100 wanita dengan kanker payudara yang
diobati
dengan Neoadjuvant AC (Doxorubicin and
Cyclophosphamide) dan dikomparasikan
dengan PG (Paclitaxel and Gemcitabine)
Therapy.

5. Pembahasan :
Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi kualitas
hidup pasien kanker payudara dengan regimen kemoterapi
yang mengandung doxorubicin dan cyclophosphamide (AC)
dibandingkan dengan regimen yang mengandung paclitaxel

17
dan gemcitabine (PG). Penelitian ini merupakan studi kohort
yang dilakukan pada 100 wanita dengan diagnosis kanker
payudara stadium lanjut di Rumah Sakit Nemazee, Shiraz,
Iran Selatan selama Maret 2013 hingga Maret 2014. Peneliti
merekrut 100 pasien dengan diagnosis patologis kanker
payudara ke dalam 2 kategori dimana grup 1 menerima
regimen PG [paclitaxel (175 mg/m2) dan gemcitabine (1000
mg/m2)] setiap hari 1 dan 8. Sedangkan grup 2 menerima
regimen AC [doksorubisin (60 mg/m2) dan siklofosfamid
(600 mg/m2) dimana kedua regimen diulang setiap 3 minggu
selama 4 siklus kemoterapi. Peneliti menggunakan European
Organization for Research and Treatment of Cancer QOL
Questionnaire Core 30 (QLQ-C30) untuk menilai kualitas
hidup pada pasien.
Analisis European Organization for Research and
Treatment of Cancer QOL Questionnaire Core 30 (QLQ-
C30) pada sesi kemoterapi terakhir menunjukkan bahwa
kualitas hidup pada kedua kelompok memburuk sebagai
akibat dari efek samping. Skala fungsi menunjukkan bahwa
kelompok AC memiliki skor rata-rata yang jauh lebih tinggi
untuk peran, sosial, dan fungsi kognitif dibandingkan
kelompok PG. Sedangkan kelompok PG memiliki skor rata-
rata yang lebih tinggi untuk fungsi emosional dibandingkan
dengan AC.
Penelitian menunjukkan bahwa pada akhir sesi
kemoterapi terdapat penurunan pada kualitas hidup kedua
kelompok. Hal ini dikarenakan efek samping dari kemoterapi.
Diketahui bahwa toksisitas obat kemoterapi menyebabkan
efek samping yang meliputi penekanan sumsum tulang,
penekanan sistem kekebalan, toksisitas hati, gangguan kulit,
gangguan sistem saraf pusat, dan komplikasi genitourinaria

18
dan gastrointestinal seperti radang selaput mulut dan usus.
Berdasarkan hasil kuesioner EORTC-QLQ-C30 pada sesi
terakhir kemoterapi dalam penelitian ini menunjukkan bahwa
masalah terbesar dalam skala fungsional untuk pasien yang
menerima kemoterapi AC berhubungan dengan fungsi
emosional sedangkan pasien yang menerima kemoterapi PG
memiliki masalah yang lebih besar dengan fungsi peran. Hal
ini didukung oleh studi sebelumnya yang menunjukkan
bahwa kanker payudara memiliki efek terbesar pada peran
dan fungsi emosional.
6. Kesimpulan :
Analisis status kesehatan global dari kuesioner
EORTC-QLQ C30 pada sesi terakhir kemoterapi di kedua
kelompok doxorubicin dan cyclophosphamide (AC)
dibandingkan dengan regimen yang mengandung paclitaxel
dan gemcitabine (PG) menunjukkan tidak ada perbedaan
yang signifikan untuk kualitas hidup pasien kanker
payudara. Strategi untuk meningkatkan fungsi emosional
dan peran pasien yang menjalani pengobatan harus
diprioritaskan. Selain itu, gangguan tidur dan kelelahan
berlebihan juga perlu untuk diatasi agar dapat meningkatkan
kualitas hidup pasien dengan kondisi kanker payudara.

C. Jurnal 3
1. Judul :Non-Pegylated Liposomal Doxorubicin
Plus
Cyclophosphamide as First-Line Therapy in
Elderly Women with HER2 Negative
Metastatic Breast Cancer

19
2. Penulis : S.I.S. Fattoruso, R. De Luca1, A.
Grassadonia, S. Evola,
A. Salvato, R. Addeo, G. Cicero1.
3. Tahun Terbit : Tahun 2022
4. Sampel : 84 pasien usia lanjut dengan kanker
payudara dan
berusia diatas 70 tahun
5. Pembahasan :
Pasien dengan usia lanjut dimungkinkan memiliki
kerusakan pada fungsi jantung yang diakibatkan oleh silent
coronary atherosclerosis, hipertensi, diabetes, anemia, dan
penyakit kardiovaskular lainnya. Studi komparatif dengan
non-pegylated liposomal doxorubicin tidak hanya
menunjukkan anti tumor yang efektif tetapi dampak yang
lebih rendah pada kardiotoksisitas. Dalam studi
menunjukkan bahwa kombinasi non-pegylated liposomal
doxorubicin dengan cyclophosphamide dapat menjadi
pengobatan pertama yang valid dan efektif untuk lansia
dengan kanker payudara. Hal ini dikarenakan dapat
mengurangi risiko penyakit jantung dan dapat
mempertahankan kemanjuran anti kanker yang baik. Studi
ini mengkonfirmasi bahwa usia pasien tidak menghalangi
penggunaan kombinasi non-pegylated liposomal
doxorubicin dengan cyclophosphamide pada pasien usia
lanjut dengan pertimbangan kardiotoksisitas yang lebih
rendah.
6. Kesimpulan :
Doksorubisin liposomal non-pegilasi dapat menjadi
salah satu bentuk terapi yang valid sebagai bantuan
pertama pada pasien lanjut usia dengan HER/2 MBC
negatif yang membuktikan adanya peningkatkan

20
kelangsungan hidup, tingkat respon anti-tumor, dan
mengurangi kardiotoksisitas.

D. Jurnal 4
1. Judul : A Tailored Occupational Therapy
Approach To
Cognitive Rehabilitation Of Chemotherapy-
Related Cognitive Side Effects In Breast
Cancer Survivors: Two Case Studies of
Premenopausally Affected Women
2. Penulis : Elizabeth L. Ryan, Gabrielle Miskovitz,
Desmond Sutton & Tim Ahles
3. Tahun Terbit : 2011
4. Sampel : Dua wanita muda pramenopause yang
terkena kanker
payudara (keduanya pembawa mutasi gen
BRCA-1) yang menjalani rawat jalan
5. Pembahasan :
Pada jurnal ini terdapat pembahasan mengenai studi
rehabilitasi, studi farmakologi, dan studi terhadap dua
kasus.

a. Studi Rehabilitasi, berisi pemberian perlakuan kognitif


perilaku dengan Pelatihan Adaptasi Memori dan Perhatian
(MAAT) menunjukkan peningkatan yang signifikan
dalam memori verbal dan kesejahteraan spiritual
dibandingkan dengan kelompok kontrol. Kemudian terapi
rehabilitasi lain yang diberikan yaitu Intervensi lingkungan
yang dirancang untuk meminimalkan kelelahan atensi dan
mengembalikan kapasitas atensi. Intervensi dilakukan
selama tiga kali seminggu selama 20-30 menit. Hasil
menunjukkan intervensi restoratif dapat

21
meningkatkan kapasitas atensi dari waktu ke waktu.
Peningkatan signifikan di semua domain kognitif
ditemukan di antara tiga kelompok studi, yang diberikan
strategi kompensasi atau intervensi perangkat lunak
pelatihan berbasis komputer individual untuk meningkatkan
perhatian dan memori.
b. Studi Farmakologi berisi uji klinis obat stimulant seperti
Modafinil dan Dexymethylphenidate (d-MPH) serta obat
eritropoietin untuk meningkatkan efek samping kognitif
serta kelelahan pada pasien kanker. Sampai saat ini,
studi agen farmakologis telah menghasilkan hasil yang
tidak meyakinkan.
c. Studi kasus berisi tentang dua orang pasien kanker
payudara yang mengalami defisit kognitif terkait
kemoterapi. Pasien 1 tidak menyelesaikan sesi terapi
okupasinya yaitu hanya menjalani 3 sesi saja, serta tidak
kooperatif dalam sesi terapi. Pada evaluasi ke 3 Pasien 1
tampaknya menunjukkan lintasan khas perbaikan dalam
fungsi kognitif pasca kemoterapi. Perhatian dan
kewaspadaan tampaknya terus menjadi defisit, serta tidak
berhasil diobati dengan methylphenidate setelah perawatan
Terapi Okupasinya. Sedangkan pada pasien 2, mengikuti
sesi terapi okupasi dengan penuh, serta lebih kooperatif dan
memiliki motivasi dibanding pasien 1. Dijelaskan pasien 2
mengalami peningkatan fungsi kognitif bahkan dapat pula
merekomendasikan sendiri kompensasi yang dibutuhkan,
bahkan pasien sudah mampu untuk kembali bekerja paruh
waktu, meskipun masih mengalami beberapa hambatan di
tempat kerja.

6. Kesimpulan :

22
Dewasa ini kanker payudara dan pengobatan
kanker dengan kemoterapi adjuvant dapat mengakibatkan
gangguan kognitif, dan bahkan dapat menetap hingga
sepuluh tahun pasca-kemoterapi. Defisit yang timbul
akibat kemoterapi biasanya tidak terlalu terlihat dan terdiri
dari domain memori kerja, fungsi eksekutif, memori, dan
kecepatan pemrosesan. Menurut beberapa penelitian juga
membahas efek kecil hingga sedang pada masalah fungsi
motorik, fungsi eksekutif, pembelajaran, memori,
penalaran spasial, dan fungsi Bahasa. Pada beberapa
pasien,efek samping kognitif membaik dalam 12-18 bulan,
namun pada pasien lain membutuhkan waktu lebih dari
itu. Gangguan kognitif ini dapat menimbulkan masalah
pada tugas pekerjaan dan rumah tangga mereka.
Berdasarkan permasalahan tersebut diperlukan terapi
okupasi yang disesuaikan untuk merehabilitasi pasien
dengan mengembangkan strategi kompensasi dan untuk
memberikan remediasi kognitif.

a. Jurnal 5
1. Judul : Pneumonitis and Pulmonary Fibrosis in a
Patient
Receiving Adjuvant Docetaxel and
Cyclophosphamide for Stage 3 Breast
Cancer: a Case Report and Literature
Review
2. Penulis : Roberto Ochoa1, Pablo A Bejarano2,
Stefan Gluck dan
Alberto J Montero
3. Tahun Terbit : November 2012

23
4. Sampel : Wanita usia lanjut
5. Pembahasan :
- Regimen kemoterapi dengan Cyclophosphamide
memiliki indeks terapeutik (occupational) lebih baik
dibanding dengan regimen berbasis antrasiklin.
- Pasien wanita usia 72 tahun, diagnosis reseptor
hormon stadium 3 positif dan kanker payudara
invasif. Setelah melakukan pengobatan 3 minggu,
ditemukan bahwa pasien menderita hipoksia ringan
dan pneumonitis interstisial akut. Memiliki riwayat
operasi mastektomi dan diseksi kelenjar getah
bening serta apendektomi (radang usus). Pasien
pulih dan tidak mengalami kerusakan permanen.
- Kemoterapi Cyclophosphamide biasa digunakan
untuk penderita kanker payudara yang memiliki
penyakit penyerta toksisitas jantung yang diinduksi
antrasiklin dan leukemia yang diinduksi oleh terapi.
- Penggunaan Cyclophosphamide telah diuji dan
memiliki prospektif lebih unggul untuk
meningkatkan kelangsungan hidup secara
keseluruhan dan bebas penyakit pada pasien kanker
payudara dengan indeks terapi yang baik.
6. Kesimpulan :
Rejimen kemoterapi docetaxel / cyclophosphamide
memiliki indeks terapeutik yang lebih baik dibandingkan
dengan rejimen berbasis antrasiklin karena insiden gagal
jantung dan leukemia yang jauh lebih rendah. Akibatnya,
docetaxel / cyclophosphamide adalah kemoterapi ajuvan
pilihan yang lebih disukai pada wanita . Pneumonitis
interstisial adalah komplikasi langka dari kemoterapi
docetaxel / cyclophosphamide yang membawa tingkat

24
kematian yang tinggi. Satu-satunya cara untuk membuat
diagnosis definitif adalah dengan biopsi irisan paru-paru,
yang harus dilakukan bila memungkinkan. Kasus pada
jurnal yang kelompok kami ambil menggambarkan bahwa
tidak ada intervensi terapeutik tanpa risiko intrinsik dan
tak terduga, dan pneumonitis interstisial adalah salah satu
efek samping potensial dengan semua pasien sebelum
pemberian kemoterapi docetaxel / cyclophosphamide

25
BAB IV
KESIMPULAN

A. Kesimpulan
Cyclophosphamide adalah senyawa imunosupresif yang dapat
menekan sistem kekebalan tubuh. Cyclophosphamide umumnya
digunakan dalam pengobatan gangguan kekebalan, kemoterapi kanker, dan
transplantasi sumsum tulang Farmakodinamik merupakan ilmu
farmakologi yang mempelajari efek biokimia dan fisiologi obat serta
mekanisme kerjanya. Cyclophosphamide merupakan obat antikanker yang
termasuk golongan alkylating agent. Obat ini digunakan untuk mengobati
berbagai jenis kanker. Agen alkilasi mendapatkan namanya dari
kapasitasnya untuk menambahkan gugus alkil ke berbagai gugus
elektronegatif dalam sel. Bahan kimia alkilasi tidak berpengaruh pada
siklus sel. Agen alkilasi bekerja melalui tiga mekanisme berbeda, yang
semuanya mengakibatkan disfungsi DNA dan kematian sel yaiu
Perlekatan gugus alkil ke basa DNA,kerusakan DNA melalui
pembentukan ikatan silang, mencegah DNA dipisahkan untuk sintesis atau
transkripsi Induksi kesalahan pasangan nukleotida yang menyebabkan
mutasi. Aspek farmakokinetik Cyclophosphamide terutama adalah onset
kerja yang baru dimulai setelah obat ini dimetabolisme menjadi bentuk
metabolitnya, sekitar 2-3 jam yang terdiri absorbsi, distribusi,metabolisme
dan eliminasi
Siklofosfamid dapat diberikan secara oral atau intra vena. Dosis
yang dianjurkan sangat beragam, sebagai senyawa tunggal dosis harian
oral 100 mg/m2 untuk 14 hari dianjurkan untuk pasien-pasien dengan
neoplasma yang lebih rentan, seperti limfoma, dan leukemia kronis.
Sedangkan dosis lebih tinggi yaitu sebesar 500 mg/m2 diberikan secara
intra vena tiap 3 hingga 4 minggu yang dikombinasikan dengan obat lain,

26
dan biasanya sering diberikan pada pengobatan kanker payudara dan
limfoma. Spektrum klinis aktivitas siklosfofamid sangat luas. Obat ini
sering digunakan dalam kombinasi dengan metotreksat atau doksorubisin
dan fluorourasil sebagai terapi ajuvan setelah pembedahan karsinoma
payudara (Goodman dan Gilman, 2008) Cyclophosphamide digunakan
dalam pengobatan kanker payudara, retinoblastoma, neuroblastoma
diseminata, juga diindikasikan untuk pengobatan sindrom nefrotik
perubahan minimal yang terbukti dengan biopsi pada pasien anak. serta
adenokarsinoma ovarium (Emadi A., 2009) efek samping
Cyclophosphamide adalah leukopeni ,sistitis hemoragik,terjadi miokarditis
,gangguan fungsi ginjal efek samping lain seperti anoreksia, disertai mual
dan muntah, amenore, stomatitis aftosa, hiperpigmentasi kulit,
enterokolitis, ikterus dan hipoprotrombinemia.

B. Saran
1. Bagi Pihak Rumah Sakit : Diharapkan agar pihak rumah sakit atau
layanan kesehatan lainnya dapat memberikan atau
mempertahankan program pengobatan atau terapi bagi pasien
kanker.
2. Bagi Keluarga dan masyarakat : Keluarga dan masyarakat juga
diharapkan memberi dukungan positif bagi anggota keluarga atau
orang-orang di sekitar yang mengidap kanker untuk menunjang
kesehatan pasien.
3. Bagi Dokter : Diharapkan untuk memberikan dan memperhatikan
dalam pemberian obat Cyclophosphamide pada pasien karena
selain memberikan efek positif juga memberikan dampak negatif
4. Bagi Terapis : diharapkan untuk memberikan terapi bagi pasien
agar bisa melakukan aktivitas sehari-hari pasca kemoterapi dan
agar pasien tidak merasa terpuruk.

27
5. Bagi keluarga : diharapkan untuk memberikan dukungan dan
support kepada pasien.
6. Bagi Pasien: diharapkan untuk selalu semangat dan mengikuti
prosedur pengobatan yang telah dilakukan.

28
DAFTAR PUSTAKA

Aguiar, N., Meira, D., & Raquel, S. (2015). Study on the efficacy of the
Portuguese cooperative taxation. REVESCO Revista de Estudios
Cooperativos, 121, 7–32. https://doi.org/10.5209/rev

Ariani, Sofi (2015). Stop! Kanker, Yogyakarta, Istana Media.


Aruan, K. P., & Isfandiari, M. A. (2015). Hubungan Dukungan Sosial
Terhadap Pengobatan Kanker Payudara Di Yayasan Kanker
Wisnuwardhana. Jurnal Promkes: The Indonesian Journal of Health
Promotion and Health Education, 3(2), 218-228.
Bratawidjaja KG, Rengganis I.2014.” Imunologi Dasar”. Edisis 11. Jakarta :
Fakultas Kedokteran UI. Hal 158-162, 743
Charles B. (2014), ‘Population Pharmacokinetics: An Overview’, Australian
Prescriber, 37: 210-13.
DepKes RI, 2007, Pedoman Penggunaan Obat Bebas dan Bebas Terbatas,
Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, Jakarta.
Dewi, M. (2017). Sebaran kanker di Indonesia, riset kesehatan dasar 2007.
Indonesian Journal of Cancer, 11(1), 1-8.
Dobson J. Reducing the side effects of cyclophosphamide chemotherapy in
dogs. Vet Rec. 2014;174(10):248-9. DOI: 10.1136/vr.g1887
Emadi A, Jones RJ, Brodsky RA. Cyclophosphamide and cancer: golden
anniversary. Nat Rev Clin Oncol. 2009 Nov;6(11):638-47.
Goodman and Gilman, 2008, Manual Farmakologi dan Terapi, Buku
Kedokteran EGC, Jakarta.
Hardjono, S., & Diyah, N. W. (2017). Obat antikanker. Airlangga University
Press.
Holford N.H.G. (2012) ‘Pharmacokinetics & Pharmacodynamics: Rational
Dosing & the Time Course of Drug Action. In: Katzung B.G., S. B.

29
Masters, A. J. Trevor, Basic & Clinical Pharmacology’, 12th ed. The
McGraw-Hill Companies, Inc: 37-51.
Indijah, S.W., Fajri, P. 2016. Bahan Ajar Cetak Farmakologi. Kemenkes RI,
Jakarta
Irawati, I., & Sardjan, M. (2022). Pola Peresepan Obat Kemoterapi Kanker
Payudara di Rumah Sakit Lavalette Kota Malang.
PHARMADEMICA: Jurnal Kefarmasian dan Gizi, 1(2), 80-85.
Laporan hasil riset kesehatan dasar (RISKESDAS) nasional 2007. Laporan
penelitian, Badan Penelitian dan Pengembangan Kementrian
Kesehatan Republik Indonesia
Lesmono, B., Dewi, Y. A., Ratunanda, S. S., & Aroeman, N. A. (2016).
Terapi necrobiotic xanthogranuloma dengan siklofosfamid-
metilprednisolon. Oto Rhino Laryngologica Indonesiana, 46(2), 202-
9.
Lestari, A., Budiyarti, Y., & Ilmi, B. (2020). Study Fenomenologi: Psikologis
Pasien Kanker Yang Menjalani Kemoterapi. Jurnal Keperawatan
Suaka Insan (Jksi), 5(1), 52-66.
MAKASSARI DEWI. (2017). Sebaran Kanker di Indonesia, Riset Kesehatan
Dasar 2007. Indonesian Journal of Cancer, 11(1), 1–8.
https://doi.org/10.33371/ijoc.v11i1.494
Mills KA, Chess-Williams R, McDermott C. Novel insights into the
mechanism of cyclophosphamide-induced bladder toxicity:
chloroacetaldehyde's contribution to urothelial dysfunction in vitro.
Arch Toxicol. 2019 Nov;93(11):3291-3303.
Murti D, S. (2022). UJI EFEK HEPATOPROTEKTIF VITAMIN C
TERHADAP TOKSISITAS SIKLOFOSFAMID PADA TIKUS (Rattus
norvegicus) (Doctoral dissertation, Universitas Hasanuddin).
Noviani, N. & Nurilawati, V. (2017). Farmakologi: Bahan Ajar Keperawatan
Gigi. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.

30
Nuraeni, A., Nurhidayah, I., Hidayati, N., Sari, C. W. M., & Mirwanti, R.
(2015). Kebutuhan spiritual pada pasien kanker. Jurnal Keperawatan
Padjadjaran, 3(2).
Ochoa, R., Bejarano, P. A., Glück, S., & Montero, A. J. (2012). Pneumonitis
and pulmonary fibrosis in a patient receiving adjuvant docetaxel and
cyclophosphamide for stage 3 breast cancer: a case report and
literature review. Journal of Medical Case Reports, 6(1).
https://doi.org/10.1186/1752-1947-6-413
Ogino, M. H., & Tadi, P. (2020). Cyclophosphamide.
Otto Shirley E. (2015). Buku Saku Keperawatan Onkologi. Cetakan ke-5.
Jakarta: EGC.
Pratiwi, T. F. (2012). Kualitas hidup penderita kanker. Developmental and
Clinical Psychology, 1(1).
Rahayuningtyas, E. D., & Setiadhi, R. (2019). Penatalaksanaan ulserasi oral
yang dipicu siklofosfamid pada pasien limfoma sel-B high-grade
stadium IV disertai febrile neutropenia Management of
cyclophosphamide triggered oral ulceration in high-grade B-cell
lymphoma stage IV with febrile neutropenic patients. Jurnal
Kedokteran Gigi Universitas Padjadjaran, 31(3), 192-201.
Reed M.D. (1999) ‘Optimal Sampling Theory: An Overview of Its
Application to Pharmacokinetic Studies in Infants and Children’,
Pediatrics, 104(3): 627-32
Remesh, A., 2003. Toxicities of Anticancer Drugs and Its Management.
International Journal Of Basic & Clinical Pharmacology, Volume 1,
pp. 2-12
Rezapour, Aziz & Javan-Noughabi, Javad & Faramarzi, Ahmad &
Khalilabad, Touraj & Vahedi, Sajjad & Teymourizad, Abedin. (2018).
Quality of Life in Breast Cancer Patients using Neoadjuvant AC
(Doxorubicin and Cyclophosphamide) in Comparison with PG
(Paclitaxel and Gemcitabine) Therapy. Middle East Journal of Cancer.
9. 41-47.

31
Smoak KA, Cidloski JA. Glucocorticoid signaling in health and disease. The
Hypothalamus-Pituitary-Adrenal Axis; 2008. 33-53
Suciindah729. (2018, April 12). Menentukan topik, masalah, membatasi
masalah dan penentuan judul. Blogspot.com; Blogger.
http://blogsupermantap.blogspot.com/2018/04/menentukan-topik-
masalah-membatasi.html
Tjay, T.H & Rahardja, K., 2007, Obat-Obat Penting Khasiat, Penggunaan dan
Efek-Efek Sampingya, PT. Elex Media Komputindo, Jakarta.
Wijaya, C. A., & Muchtaridi, M. (2017). Pengobatan kanker melalui metode
gen terapi. Fak. Farm. Univ. Padjadjaran, Sumedang, Jawa Barat,
Indones, 15, 53-68

32
LAMPIRAN JURNAL

1. JURNAL 1

33
2. JURNAL 2

34
3. JURNAL 3

35
4. JURNAL 4

36
5. JURNAL 5

37
38

Anda mungkin juga menyukai