Anda di halaman 1dari 36

REFERENSI ARTIKEL

ANAMNESIS, PEMERIKSAN FISIK, DAN PEMERIKSAAN


PENUNJANG PADA KANKER PAYUDARA STADIUM AWAL

DISUSUN OLEH:

NILUH AYU ANISSA HANUM G 99161066


STEFANUS ERDANA PUTRA G 99162037
FIKRI DIAN DINU AZIZAH G 99162133
GERRY G 99171018

PEMBIMBING :
dr. HENKY AGUNG NUGROHO, M.Si.Med., Sp.B(K)Onk.

KEPANITERAAN KLINIK/ PROGRAM STUDI PROFESI DOKTER


BAGIAN ILMU BEDAH ONKOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DR. MOEWARDI SURAKARTA
2018

0
HALAMAN PENGESAHAN

Referensi artikel ini disusun untuk memenuhi persyaratan Kepaniteraan Klinik


Ilmu Bedah Onkologi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret / RSUD Dr.
Moewardi Surakarta. Referensi artikel dengan judul:

Anamnesis, Pemeriksan Fisik, dan Pemeriksaan Penunjang


pada Kanker Payudara Stadium Awal

Hari, tanggal : Rabu, 21 Maret 2018

Oleh:

Niluh Ayu Anissa Hanum G 99161066


Stefanus Erdana Putra G 99162037
Fikri Dian Dinu Azizah G 99162133
Gerry G 99171018

Mengetahui dan menyetujui,


Pembimbing Referensi Artikel

dr. Henky Agung Nugroho, M.Si.Med., Sp.B(K)Onk.


NIP. 19750508 201412 1 001

1
DAFTAR ISI

Hal
HALAMAN PENGESAHAN.......................................................................... 1
DAFTAR ISI .................................................................................................... 2
PENDAHULUAN ........................................................................................... 3
TINJAUAN PUSTAKA................................................................................... 5
A. Definisi ............................................................................................ 5
B. Epidemiologi ................................................................................... 5
C. Anatomi…………………………………………………………… 6
D. Etiologi …………………………………………………………… 14
E. Staging ………………………………………………………......... 17
F. Diagnosis.......................................................................................... 21
G. Skrining............................................................................................ 30
H. Prognosis …………………………………………………………. 31
I. Diferensial Diagnosis …………………………………………….. 31
SIMPULAN ..................................................................................................... 33
SARAN ………………………………………………………………………. 34
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................ 35

2
BAB I
PENDAHULUAN

Kanker adalah salah satu penyakit yang banyak menimbulkan


kesengsaraan dan kematian pada manusia. Di negara-negara barat, kanker
merupakan penyebab kematian nomor 2 setelah penyakit-penyakit
kardiovaskular (WHO, 2017). Pada tahun 2015, kematian akibat kanker di
dunia mencapai 8.8 juta pada dan diperkirakan 70% kasus baru berasal dari
negara dengan pendapatn yang rendah dan sedang (WHO, 2017).
Pada tahun 2013, estimasi jumlah absolut penderita kanker di
Indonesia sebanyak 347.792 orang dan prevalensi tertinggi sebanyak 4.1%
yang dimiliki oleh provinsi Yogyakarta. Prevalensi penderita kanker meningkat
dari tahun ke tahun akibat peningkatan angka harapan hidup, sosial ekonomi,
serta perubahan pola penyakit. Berdasarkan data dari RS Kanker Dharmais
selama tahun 2010-2013, kasus kanker terbanyak adalah kanker payudara,
kanker serviks dan kanker paru. Jumlah kasus serta jumlah kematian kanker
tersebut terus meningkat (Depkes, 2015).
Kanker payudara merupakan kanker terbanyak pada penduduk
perempuan di Indonesia, diikuti oleh kanker kolorektal, kanker serviks dan
kanker paru. Presentase kasus baru dan presentase kematian akibat kanker
payudara masing-masing sebanyak 43.3% dan 12.9%. Sedangkan pada
penduduk laki-laki, kanker paru merupakan penyakit kanker dengan presentase
kasus baru dan presentase terbanyak di Indonesia, yaitu masing-masing
sebanyak 34.2% dan 30.0% (Depkes, 2015).
Berdasarkan data di atas diketahui bahwa presentase kematian yang
diakibatkan oleh kanker payudara lebih rendah dibanding dengan presentase
kasus baru, sehingga jika dapat dideteksi dan ditangani sejak dini maka
kemungkinan untuk sembuh lebih tinggi. Gejala permulaan kanker payudara
sering tidak disadari atau dirasakan dengan jelas oleh penderita sehingga
banyak penderita yang berobat dalam keadaan lanjut. Hal inilah yang
menyebabkan tingginya angka kematian kanker tersebut. Tjindarbumi (2000)

3
mengatakan, bila penyakit kanker payudara ditemukan dalam stadium dini,
angka harapan hidupnya (life expectancy) tinggi, berkisar antara 85 s.d. 95%.
Namun, dikatakannya pula bahwa 70-90% penderita datang ke rumah sakit
setelah penyakit parah, yaitu setelah masuk dalam stadium lanjut.
Pengobatan kanker pada stadium lanjut sangat sukar dan hasilnya
sangat tidak memuaskan. Pengobatan kuratif untuk kanker umumnya operasi
dan atau radiasi. Pengobatan pada stadium dini untuk kanker payudara
menghasilkan kesembuhan 75% (De jong W dan Sjamsuhidajat R, 2005).
Pengobatan pada penderita kanker memerlukan teknologi canggih, ketrampilan
dan pengalaman yang luas. Informasi tentang faktor-faktor ketahanan hidup
memberikan manfaat yang besar. Bukan hanya untuk peningkatan penanganan
penderita kanker payudara, tapi juga untuk memberikan informasi yang cukup
kepada masyarakat tentang kanker payudara dan perkembangan serta prognosis
penyakit tersebut di masa mendatang.

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI
Kanker payudara terjadi jika terjadi proliferasi dari sel-sel pada
mammae melebihi dari batas seharusnya dan tidak bisa terkontrol. Sel-sel ini
akan membentuk tumor yang hanya bisa dilihat melelui rontgen foto atau
teraba sebagai benjolan. Tumor yang dikatakan ganas (malignant) adalah
setiap tumor yang mampu meluas menginvasi jaringan disekitarnya dan
meluas (metastasis) ke berbagai organ lain di dalam tubuh (ACS, 2010).
Munculnya Kanker payudara dapat dimulai dari beberapa bagian pada
mammae. Kejadian kanker payudara paling banyak dimulai dari bagian
ductal yang biasa disebut sebagai ca ductal. Sebagian kanker payudara
dimulai dari bagian kelenjar yang memproduksi ASI dan biasa disebut
dengan ca lobular. Selain itu ada beberapa tipe yang jarang ditemukan yaitu
limfoma dan sarkoma (ACS, 2010).

B. EPIDEMIOLOGI

5
Menurut data WHO pada tahun 2012 dikatakan bahwa hampir 1,7 juta
kasus kanker payudara terdeteksi di dunia sebanyak 12% dengan kasus baru
dan 25% pada semua kasus kanker pada wanita. Kanker payudara merupakan
kanker yang sangat dipengaruhi oleh hormon pada wanita (WHO, 2012).
Secara kasarnya hampir 24% kasus Kanker payudara terdeteksi pada
usia di bawah 50 tahun. Usaha preventif dari terjadinya kasus Kanker
payudara menjadi fokus utama yang dilakukan saat ini. Kanker payudara
dapat muncul dimulai dari usia 20 hingga usia 61 tahun (Amerika Serikat).
Angka kejadian Kanker payudara yang meningkat, sekarang bergeser dari
negara berkembang ke negara maju. Seperti contohnya, ditemukan banyak
angka kejadian kanker payudara di Amerika bagian utara, Eropa bagian utara
dan barat, di Australia dan New Zealand. Angka kejadian menurun di negara-
negara di Asia dan Afrika. Tetapi beberapa negara di Asia juga memiliki
angka kejadian kanker payudara yang tinggi pada kelompok usia muda
maupun lanjut (Colditz et al, 2014).

C. ANATOMI
Payudara wanita dewasa berlokasi dalam fascia superficial dari
dinding depan dada. Dasar dari payudara terbentang dari iga kedua di sebelah
atas sampai iga keenam atau ketujuh di sebelah bawah, dan dari sternum
batas medialnya sampai ke garis midaksilrasis sebagai batas lateralnya.
Duapertiga dasar tersebut terletak di depan M.pectoralis major dan sebagian
M.serratus anterior. Sebagian kecil terletak di atas M.obliquus externus (De
jong W dan Sjamsuhidajat R, 2005).
Pada 95% wanita terdapat perpanjangan dari kuadran lateral atas
sampai ke aksila. Ekor ini (tail of Spence) dari jaringan mammae memasuki
suatu hiatus (dari Langer) dalam fascia sebelah dalam dari dinding medial
aksilaI. Hanya ini jaringan mammae yang ditemukan secara normal di bawah
fascia sebelah dalam (De jong W dan Sjamsuhidajat R, 2005).

6
Gambar 1. Potongan sagital mammae dan dinding dada sebelah depan (De jong W
dan Sjamsuhidajat R, 2005)

Gambar 2. Topografi aksila


(Anterior view) (De jong W dan
Sjamsuhidajat R, 2005)

Setiap payudara terdiri dari 15 sampai 20 lobus, beberapa lebih besar


daripada yang lainnya, berada dalam fascia superficial, dimana dihubungkan
secara bebas dengan fascia sebelah dalam. Lobus-lobus ini beserta duktusnya
adalah kesatuan dalam anatomi, bukan kesatuan dalam bedah. Suatu biopsy
payudara bukan suatu lobektomi, dimana pada prosedur semacam itu,
sebagian dari 1 atau lebih lobus diangkat. Antara fascia superficial dan yang
sebelah dalam terdapat ruang retromammary (submammary) yang mana kaya
akan limfatik (De jong W dan Sjamsuhidajat R, 2005).

7
Lobus-lobus parenkim beserta duktusnya tersusun secara radial
berkenaan dengan posisi dari papilla mammae, sehingga duktus berjalan
sentral menuju papilla seperti jari-jari roda berakhir secara terpisah di puncak
dari papilla. Segmen dari duktus dalam papilla merupakan bagian duktus
yang tersempit. Oleh karena itu, sekresi atau pergantian sel-sel cenderung
untuk terkumpul dalam bagian duktus yang berada dalam papilla,
mengakibatkan ekspansi yang jelas dari duktus dimana ketika berdilatasi
akibat isinya dinamakan lactiferous sinuse. Pada area bebas lemak di bawah
areola, bagian yang dilatasi dari duktus laktiferus (lactiferous sinuses)
merupakan satu-satunya tempat untuk menyimpan susu. Intraductal
papillomas sering terjadi di sini (De jong W dan Sjamsuhidajat R, 2005).
Ligamentum suspensori Cooper membentuk jalinan yang kuat, pita
jaringan ikat berbentuk ireguler menghubungkan dermis dengan lapisan
dalam dari fascia superfisial, melewati lobus-lobus parenkim dan menempel
ke elemen parenkim dan duktus. Kadang-kadang, fascia superfisial terfiksasi
ke kulit, sehingga tidak mungkin dilakukan total mastectomy subkutan yang
ideal. Dengan adanya invasi keganasan, sebagian dari ligamentum Cooper
akan mengalami kontraksi, menghasilkan retraksi dan fiksasi atau lesung dari
kulit yang khas. Ini berbeda dengan penampilan kulit yang kasar dan ireguler
yang disebut peau d'orange, dimana pada peau d'orange perlekatan
subdermal dari folikel-folikel rambut dan kulit yang bengkak menghasilkan
gambaran cekungan dari kulit (De jong W dan Sjamsuhidajat R, 2005).

8
Gambar 3. Dumpling of the breast, akibat dari terlibatnya ligamentum Cooper pada
penyakit yang invasive. Dapat diperjelas dengan penekanan oleh tangan pemeriksa
(De jong W dan Sjamsuhidajat R, 2005).

Suplai darah
Mammae diperdarahi dari 2 sumber, yaitu A. thoracica interna, cabang
dari A. axillaries, dan A. intercostal.

Gambar 4. A. Pada 18% individu, payudara diperdarahi oleh arteri internal thoracic,
axillary, dan intercostals. B. Pada 30%, kontribusi dari A.aksilaris tidak berarti. C. Pada
50%, A.intercostal hanya sedikit kontribusinya (De jong W dan Sjamsuhidajat R, 2005)

Vena aksilaris, vena thoracica interna, dan vena intercostals 3-5


mengalirkan darah dari kelenjar mamma. Vena-vena ini mengikuti arterinya.
Vena aksilaris terbentuk dari gabungan vena brachialis dan vena basilica,
terletak di medial atau superficial terhadaop arteri aksilaris, menerima juga 1
atau 2 cabang pectoral dari mammae. Setelah vena ini melewati tepi lateral
dari iga pertama, vena ini menjadi vena subclavia. Di belakang, vena
intercostalis berhubungan dengan sistem vena vertebra dimana masuk vena
azygos, hemiazygos, dan accessory hemiazygos, kemudian mengalirkan ke
dalam vena cava superior. Ke depan, berhubungan dengan brachiocephalica
(De jong W dan Sjamsuhidajat R, 2005).

9
Melaui jalur kedua jalur pertama, metastasis kanker payudara
mencapai paru-paru. Melalui jalurketiga, metastasis dapat ke tulang dan
system saraf pusat (De jong W dan Sjamsuhidajat R, 2005).

Aliran limfatik
Kelenjar getah bening dari regio mammae terdapat dalam kelompok
inkonstan yang bervariasi. Seringnya pembagian menurut Haagensen.

Gambar 5. Kelenjar getah bening


aksila dan payudara menurut
klasifikasi dari Haagensen (kiri).
Aliran limfatik mammae (kanan)
(De jong W dan Sjamsuhidajat R,
2005).

Klasifikasi utama Haagensen adalah


axillary dan internal thoracic (mammary).
1. Drainase Aksilaris (35.3 nodes)
Group 1. External mammary nodes (1.7 nodes), juga dikenal sebagai
anterior pectoral nodes. Ini terletak sepanjang batas lateral dari M. pectoralis
minor, di bawah M. pectoralis major, sepanjang sisi medial dari aksila
mengikuti aliran lateral thoracic artery pada dinding dada, mulai dari iga 2-
6. Di bawah areola terdapat perluasan jaringan pembuluh-pembuluh limfatik,
dinamakan subareolar plexus of Sappey.

10
Gambar 6. Aliran limfatik mammae. Aliran limfe langsung dari kulit ditunjukkan
oleh tanda panah pada mammae kanan dan sisi medial mammae kiri. 1. Areolar
plexus of vessels, draining areola, nipple and some parenchyma. 2. Anterior
pectoral nodes. 3. Central axillary nodes. 4. Interpectoral nodes (a path which can
bypass central axillary nodes). 5. Apical, infraclavicular nodes. 6. Retrosternal
nodes (De jong W dan Sjamsuhidajat R, 2005).

Group 2. Scapular nodes (5.8 nodes). Terletak di atas pembuluh-


pembuluh darah subsakapular. Limfatik dari KGB ini salng berhubungan
dengan pembuluh limfe intercistal.
Group 3. Central nodes (12.1 nodes). Merupakan kelompok kelenjar
getah bening yang terbesar; merupakan KGB yang paling mudah dipalpasi di
aksila karena ukurannya yang besar. Ketika KGB ini membesar, dapat
menekan intercostobrachial nerve, cabang kutaneus lateral dari second atau
third thoracic nerve, dapat timbul nyeri.
Group 4. Interpectoral nodes (Rotter's nodes) (1.4 nodes). Terletak
antara otot pektoralis mayor dan minor, sering terdapat tunggal. Merupakan
kelompok KGB terkecil dari KGB aksila dan tidak dapat ditemukan
walaupun M. pectoralis major diangkat.

11
Group 5. Axillary vein nodes (10.7 nodes). Merupakan kelompok KGB
terbesar kedua di aksila. Terletak di permukaan ventral dan kaudal dari
bagian lateral vena aksilaris.
Group 6. Subclavicular nodes (3.5 nodes). Terletak pada permukaan
ventral dan kaudal dari bagian medial vena aksilaris. These lie on the caudal
and ventral surfaces of the medial part of the axillary vein.

2. Drainase Internal Thoracic (Mammary) (8.5 Nodes)


Pembuluh-pembuluh limfatik timbul dari tepi medial mammae pada
fascia pectoralis. KGB ini juga menerima trunkus limfatikus dari kulit
mammae kontralateral, hati, diafragma, rectus sheath, bagian atas rectus
abdominis. KGB sekitar 4-5 setiap sisinya, kecil, dan biasanya dalam lemak
dan jaringan ikat dari ruang interkosta. Saluran ini bermuara ke ductus
thoracicus atau ductus limfatikus dextra. Rute ke vena aksilaris lebih pendek
daripada rute aksila (De jong W dan Sjamsuhidajat R, 2005).
Dalam staging, bila ditemukan metastasis ke KGB supraclavicular,
cervical, atau contralateral internal mammary dianggap telah mengadakan
metastasis jauh (M1). Yang termasuk KGB regional :
a. KGB aksila (ipsilateral) : interpectoral (Rotter's) nodes dan KGB
sepanjang vena aksilaris dan bagian-bagiannya yang dapat dibagi ke dalam
beberapa tingkat :
 Level I (low axilla): KGB lateral dari tepi lateral M pectoralis minor
 Level II (midaxilla): KGB antara tepi medial dan lateral M pectoralis
minor dan KGB interpectoral (Rotter's)
 Level III (apical axillary): KGB medial dari tepi medial M pectoralis
minor termasuk subclavicular, infraclavicular, or apical
 Catatan : KGB intramammary disandikan sebagai KGB aksila.

12
Gambar 7. Kelompok kelenjar getah bening aksila. Level I meliputi beberapa
kelenjar getah bening yang terletak lateral dari M. Pectoralis minor, Level II meliputi
beberapa kelenjar getah bening yang terletak di bawah M. Pectoralis minor, Level III
meliputi beberapa kelenjar getah bening yang terletak medial dari M. Pectoralis
minor (De jong W dan Sjamsuhidajat R, 2005).

b. Internal mammary (ipsilateral): KGB di ruang intercosta sepanjang tepi


sternum dalam fascia endothoracica.

Persarafan
Mammae dipersarafi oleh nervus intercosta 2-6, dengan cabang-
cabangnya melewati permukaan kelenjar. 2 cabang mammae dari nervus
kutaneus lateral keempat juga mempersarafi papilla mammae.

13
Gambar 8. Saraf-saraf perifer penting yang ditemukan selama mastectomy (De jong
W dan Sjamsuhidajat R, 2005).

D. ETIOLOGI (FAKTOR RISIKO)


Etiologi pasti dari kanker payudara masih belum jelas. Beberapa
penelitian menunjukkan bahwa wanita dengan faktor risiko tertentu lebih
sering untuk berkembang menjadi kanker payudara dibandingkan yang tidak
memiliki beberapa faktor risiko tersebut (Brunicardi FC, 2015). Beberapa
faktor risiko tersebut :
1. Umur :
Kemungkinan untuk menjadi kanker payudara semakin meningkat
seiring bertambahnya umur seorang wanita. Angka kejadian kanker
payudara rata-rata pada wanita usia 45 tahun ke atas. Kanker jarang timbul
sebelum menopause. Kanker dapat didiagnosis pada wanita premenopause
atau sebelum usia 35 tahun, tetapi kankernya cenderung lebih agresif,
derajat tumor yang lebih tinggi, dan stadiumnya lebih lanjut, sehingga
survival rates-nya lebih rendah.
2. Riwayat kanker payudara :
Wanita dengan riwayat pernah mempunyai kanker pada satu payudara
mempunyai risiko untuk berkembang menjadi kanker pada payudara yang
lainnya.
3. Riwayat Keluarga :
Risiko untuk menjadi kanker lebih tinggi pada wanita yang ibunya atau
saudara perempuan kandungnya memiliki kanker payudara. Risiko lebih

14
tinggi jika anggota keluarganya menderita kanker payudara sebelum usia
40 tahun. Risiko juga meningkat bila terdapat kerabat/saudara (baik dari
keluarga ayah atau ibu) yang menderita kanker payudara.
4. Perubahan payudara tertentu :
Beberapa wanita mempunyai sel-sel dari jaringan payudaranya yang
terlihat abnormal pada pemeriksaan mikroskopik. Risiko kanker akan
meningkat bila memiliki tipe-tipe sel abnormal tertentu, seperti atypical
hyperplasia dan lobular carcinoma in situ [LCIS].
5. Perubahan Genetik :
Beberapa perubahan gen-gen tertentu akan meningkatkan risiko
terjadinya kanker payudara, antara lain BRCA1, BRCA2, dan beberapa gen
lainnya. BRCA1 and BRCA2 termasuk tumor supresor gen. Secara umum,
gen BRCA-1 beruhubungan dengan invasive ductal carcinoma, poorly
differentiated, dan tidak mempunyai reseptor hormon. Sedangkan BRCA-2
berhubungan dengan invasive ductal carcinoma yang lebih well
differentiated dan mengekspresikan reseptor hormon. Wanita yang
memiliki gen BRCA1 dan BRCA2 akan mempunyai risiko kanker
payudara 40-85%. Wanita dengan gen BRCA1 yang abnormal cenderung
untuk berkembang menjadi kanker payudara pada usia yang lebih dini.
6. Riwayat reproduksi dan menstruasi :
Meningkatnya paparan estrogen berhubungan dengan peningkatan
risiko untuk berkembangnya kanker payudara, sedangkan berkurangnya
paparan justru memberikan efek protektif. Beberapa faktor yang
meningkatkan jumlah siklus menstruasi seperti menarche dini (sebelum
usia 12 tahun), nuliparitas, dan menopause yang terlambat (di atas 55
tahun) berhubungan juga dengan peningkatan risiko kanker. Diferensiasi
akhir dari epitel payudara yang terjadi pada akhir kehamilan akan memberi
efek protektif, sehingga semakin tua umur seorang wanita melahirkan anak
pertamanya, risiko kanker meningkat. Wanita yang mendapatkan
menopausal hormone therapy memakai estrogen, atau mengkonsumsi

15
estrogen ditambah progestin setelah menopause juga meningkatkan risiko
kanker.
7. Ras :
Kanker payudara lebih sering terdiagnosis pada wanita kulit putih,
dibandingkan wanita Latin Amerika, Asia, or Afrika. Insidensi lebih tinggi
pada wanita yang tinggal di daerah industrialisasi.
8. Wanita yang mendapat terapi radiasi pada daerah dada :
Wanita yang mendapat terapi radiasi di daerah dada (termasuk
payudara) sebelum usia 30 tahun, risiko untuk berkembangnya kanker
payudara akan meningkat di kemudian hari.
9. Kepadatan jaringan payudara :
Jaringan payudara dapat padat ataupun berlemak. Wanita yang
pemeriksaan mammogramnya menunjukkan jaringan payudara yang lebih
padat, risiko untuk menjadi kanker payudaranya meningkat.
10. Overweight atau Obese setelah menopause :
Kemungkinan untuk mendapatkan kanker payudara setelah menopause
meningkat pada wanita yang overweight atau obese, karena sumber
estrogen utama pada wanita postmenopause berasal dari konversi
androstenedione menjadi estrone yang berasal dari jaringan lemak, dengan
kata lain obesitas berhubungan dengan peningkatan paparan estrogen
jangka panjang.
11. Kurangnya aktivitas fisik :
Wanita yang aktivitas fisik sepanjang hidupnya kurang, risiko untuk
menjadi kanker payudara meningkat. Dengan aktivitas fisik akan
membantu mengurangi peningkatan berat badan dan obesitas.
12. Diet :
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa wanita yang sering minum
alkohol mempunyai risiko kanker payudara yang lebih besar. Karena
alkohol akan meningkatkan kadar estriol serum. Sering mengkonsumsi
banyak makan berlemak dalam jangka panjang akan meningkatkan kadar
estrogen serum, sehingga akan meningkatkan risiko kanker.

16
E. STAGING (Brunicardi FC, 2015)

Tabel 1.3. TNM Staging System untuk Breast Cancer

Tumor Primer (T)


TX Tumor primer tidak dapat dinilai
T0 Tidak ada bukti terdapat tumor primer
Tis Carcinoma in situ
Tis(DCIS) Ductal carcinoma in situ
Tis(LCIS) Lobular carcinoma in situ
Tis(Paget's) Paget's disease dari papilla mammae tanpa tumor (Catatan : Paget's
disease yang berhubungan dengan tumor diklasifikasikan menurut ukuran
tumor)
T1 Tumor ≤ 2 cm
T1mic Microinvasion ≤ 0.1
T1a Tumor > 0.1 cm
T1btetapi Tumor > 0.5 cm
tidak lebih
dari 0.5 cm

T1ctetapi Tumor > 1 tetapi tidak lebih dari 2 cm


tidak lebih
dari 1 cm

T2 Tumor > 2 cm tetapi tidak lebih dari 5 cm


T3 Tumor > 5 cm
T4 Tumor ukuran berapapun dengan perluasan langsung ke dinding dada atau
kulit, seperti yang diuraikan dibawah ini :
T4a Perluasan ke dinding dada, tidak melibatkan otot pectoralis
T4b Edema (termasuk peau d'orange), atau ulserasi kulit [ayudara, atau ada
nodul satelit terbatas di kulit payudara yang sama

17
T4c Kriteria T4a dan T4b
T4d Inflammatory carcinoma
Kelenjar Getah Bening—Klinis (N)
NX KGB regional tidak dapat dinilai (misalnya sebelumnya telah diangkat)
N0 Tidak ada metastasis ke KGB regional
N1 Metastasis ke KGB aksilla ipsilateral tetapi dapat digerakkan
N2 Metastasis KGB aksilla ipsilateral tetapi tidak dapat digerakkan atau
terfiksasi, atau tampak secara klinis ke KGB internal mammary ipsilateral
tetapi secara klinis tidak terbukti terdapat metastasis ke KGB aksilla
ipsilateral
N2a Metastasis ke KGB aksilla ipsilateral dengan KGB saling melekat atau
melekat ke struktur lain sekitarnya.
N2b Metastasis hanya tampak secara klinis ke KGB internal mammary
ipsilateral dan tidak terbukti secara klinis terdapat metastasis ke KGB
aksilla ipsilateral
N3 Metastasis ke KGB infraklavikula ipsilateral dengan atau tanpa
keterlibatan KGB aksilla, atau secara klinis ke KGB internal mammary
ipsilateral tetapi secara klinis terbukti terdapat metastasis ke KGB aksilla
ipsilateral; atau metastasis ke KGB supraklavikula ipsilateral dengan atau
tanpa keterlibatan KGB infraklavikula atau aksilla ipsilateral
N3a Metastasis ke KGB infraklavikula ipsilateral
N3b Metastasis ke KGB internal mammary dan aksilla
N3c Metastasis ke KGB supraklavikula ipsilateral
Kelenjar Getah Bening Regional—Patologia anatomi (pN)
pNX KGB regional tidak dapat dinilai (sebelumnya telah diangkat atau tidak
dilakukan pemeriksaan patologi)
b
pN0 Secara histologis tidak terdapat metastasis ke KGB, tidak ada
pemeriksaan tambahan untuk isolated tumor cells (Catatan : Isolated
tumor cells (ITC) diartikan sebagai sekelompok tumor kecil yang tidak
lebih dari 0.2 mm, biasanya dideteksi hanya dengan
immunohistochemical (IHC) atau metode molekuler
pN0(i–) Tidak ada metastasis ke KGB regional secara histologis, IHC (-)
pN0(i+) Tidak ada metastasis ke KGB regional secara histologis, IHC (+), IHC
cluster tidak lebih dari 0.2 mm
pN0(mol–) Tidak ada metastasis ke KGB regional secara histologis, pemeriksaan

18
molekuler (-) (RT-PCR)
pN0(mol+) Tidak ada metastasis ke KGB regional secara histologis, pemeriksaan
molekuler (+) (RT-PCR)
pN1 Metastasis ke 1-3 KGB aksila, dan atau KGB internal mammary
terdeteksi secara mikroskopis melalui diseksi sentinel KGB, secara klinis
tidak tampak
pN1mi Micrometastasis (> 0.2 mm, < 2.0 mm)
pN1a Metastasis ke 1-3 KGB aksila
pN1b Metastasis ke KGB internal mammary terdeteksi secara mikroskopis
melalui diseksi sentinel KGB, secara klinis tidak tampak
pN1c Metastasis ke 1-3 KGB aksila dan ke KGB internal mammary terdeteksi
secara mikroskopis melalui diseksi sentinel KGB, secara klinis tidak
tampak (jika berhubungan dengan >3 (+) KGB aksila, KGB internal
mammary diklasifikasikan sebagai pN3b)
pN2 Metastasis ke 4-9 KGB aksila, atau tampak secara klinis ke KGB internal
mammary tetapi secara klinis tidak terbukti terdapat metastasis ke KGB
aksilla
pN2a Metastasis ke 4-9 KGB aksila (sedikitnya 1 tumor > 2 mm)
pN2b tampak secara klinis ke KGB internal mammary tetapi secara klinis tidak
terbukti terdapat metastasis ke KGB aksilla
pN3 Metastasis ke 10 KGB aksila, atau KGB infraklavikula, atau secara klinis
ke KGB internal mammary ipsilateral dan terdapat 1 atau lebih metastasis
ke KGB aksilla atau > 3 metastasis ke KGB aksilla tetapi secara klinis
microscopic metastasis (-) ke KGB internal mammary; atau ke KGB
supraklavikular ipsilateral
pN3a Metastasis ke ≥10 KGB aksila (minimal 1 tumor > 2 mm), atau metastasis
ke KGB infraklavikula
pN3b Secara klinis metastasis ke KGB internal mammary ipsilateral dan
terdapat 1 atau lebih metastasis ke KGB aksilla atau > 3 metastasis ke
KGB aksilla dan dalam KGB internal mammary dengan kelainan
mikroskopis yang terdeteksi melalui diseksi KGB sentinel, tidak tampak
secara klinis
pN3c Metastasis ke KGB supraklavikular ipsilateral
Metastasis Jauh (M)

19
MX Metastasis jauh tidak dapat dinilai
M0 Tidak terdapat metastasis jauh
M1 Terdapat metastasis jauh

Tampak secara klinis didefinisikan bahwa dapat dideteksi melalui alat pencitraan atau
dengan pemeriksaan klinis atau kelainan patologis terlihat jelas.
Tidak tampak secara klinis berarti tidak terlihat melalui alat pencitraan (kecuali dengan
lymphoscintigraphy) atau dengan pemeriksaan klinis.
Klasifikasi berdasarkan diseksi KGB aksila dengan atau tanpa diseksi sentinel dari KGB.
Klasifikasi semata-mata berdasarkan diseksi sentinel KGB tanpa diseksi KGB aksila yang
selanjutnya direncanakan untuk "sentinel node", seperti pN-(l+) (sn).
RT-PCR = reverse transcriptase polymerase chain reaction.
SOURCE: Modified with permission from American Joint Committee on Cancer: AJCC
Cancer Staging Manual, 6th ed. New York: Springer, 2002, pp 227–228.

Tabel 1.4. TNM Stage Groupings

Stage 0 Tis N0 M0
a
Stage I T1 N0 M0
Stage IIA T0 N1 M0
a
T1 N1 M0
T2 N0 M0

20
Stage IIB T2 N1 M0
T3 N0 M0
Stage IIIA T0 N2 M0
a
T1 N2 M0
T2 N2 M0
T3 N1 M0
T3 N2 M0
Stage IIIB T4 N0 M0
T4 N1 M0
T4 N2 M0
Stage IIIC Any T N3 M0
Stage IV Any T Any N M1

a
T1 termasuk T1 mic.
SOURCE: Modified with permission from American Joint Committee on Cancer: AJCC Cancer
Staging Manual, 6th ed. New York: Springer, 2002, p 228.

F. DIAGNOSIS
1. Gejala
Gejala yang yang paling sering meliputi (Moningkey dan Shirley Ivonne,
2000) :
a. Penderita merasakan adanya perubahan pada payudara atau pada puting
susunya
i. Benjolan atau penebalan dalam atau sekitar payudara atau di daerah
ketiak
ii. Puting susu terasa mengeras
b. Penderita melihat perubahan pada payudara atau pada puting susunya
i. Perubahan ukuran maupun bentuk dari payudara
ii. Puting susu tertarik ke dalam payudara
iii. Kulit payudara, areola, atau puting bersisik, merah, atau bengkak.
Kulit mungkin berkerut-kerut seperti kulit jeruk.
c. Keluarnya sekret atau cairan dari puting susu
Pada awal kanker payudara biasanya penderita tidak merasakan nyeri.
Jika sel kanker telah menyebar, biasanya sel kanker dapat ditemukan di

21
kelenjar limfe yang berada di sekitar payudara. Sel kanker juga dapat
menyebar ke berbagai bagian tubuh lain, paling sering ke tulang, hati,
paru-paru, dan otak (Brunicardi FC, 2015).
Pada 33% kasus kanker payudara, penderita menemukan benjolan pada payudaranya. Tanda dan gejala lain dari kanker payudara

yang jarang ditemukan meliputi pembesaran atau asimetrisnya payudara, perubahan pada puting susu dapat berupa retraksi atau keluar

sekret, ulserasi atau eritema kulit payudara, massa di ketiak, ketidaknyamanan muskuloskeletal. 50% wanita dengan kanker payudara

tidak memiliki gejala apapun. Nyeri pada payudara biasanya berhubungan dengan kelainan yang bersifat jinak (Bickley LS, 2009).

Gejala yang Dirasakan Penyebab yang Mungkin


Nyeri: Nyeri lebih khas pada infeksi daripada tumor
- Berubah sesuai siklus Penyebab fisiologis, seperti pada tegangan
menstruasi pramenstruasi atau penyakit fibrokistik
- Rasa nyeri menetap, tidak Bisa disebabkan oleh infeksi, kadang tumor jinak,
tergantung siklus menstruasi atau tumor ganas
Benjolan di Payudara
- Keras Permukaan licin pada fibroadenoma atau kista
Permukaan kasar, berbenjol, atau melekat pada
kanker atau inflamasi non-infektif
- Kenyal Kelainan Fibrokistik
- Lunak Lipoma
Perubahan Kulit Penarikan kulit/dinding dada lebih khas pada tumor
daripada penyakit jinak
Bercawak Sangat mencurigakan karsinoma
Benjolan kelihatan Kista, karsinoma, fibroadenoma membesar
Kulit jeruk Di atas benjolan: kanker (tanda khas)
Kemerahan Infeksi (jika ada tanda panas)
Tukak Kanker lama (biasa pada usia lanjut)
Kelainan Puting/Areola
Retraksi Fibrosis karena kanker
Inversi Baru Retraksi fibrosis karena kanker (kadang fibrosis
karena pelebaran duktus)
Eksema Unilateral: penyakit Paget (tanda khas kanker)
Keluarnya Cairan

22
Seperti susu Kehamilan atau laktasi
Jernih Normal
Hijau - (Peri) menapouse
- Pelebaran duktus
- Kelainan fibrokistik
Hemoragik Karsinoma
Papiloma intraduktus
2. Anamnesis
Benjolan di payudara biasanya mendorong penderita untuk ke dokter.
Pada umumnya keluhan waktu datang : tumor mamae tidak nyeri
(66%), tumor mamae nyeri (11%), perdarahan/ cairan dari puting susu
(9%), edema lokal (4%), retraksi puting susu (3%). Konsistensi
kelainan ganas biasanya keras. Pengeluaran cairan dari puting
biasanya mengarah ke papiloma atau karsinoma intraduktal,
sedangkan nyeri lebih mengarah ke kelainan fibriokistik.
a. Keluhan di payudara atau ketiak dan riwayat penyakitnya
- Benjolan
- Kecepatan tumbuh
- Rasa sakit
- Nipple discharge
- Retraksi putting
- Krusta pada areola
- Kelainan kulit; dimping, peau d’orange, ulserasi, venektasi
- Perubahan warna kulit
- Beenjolan ketiak
- Edema lengan
b. Keluhan di tempat lain yang berhubungan dengan metastasis
- Otak  nyeri kepala, mual-muntah, epilepsy, ataksia, paresis dan
paresthesia
- Pleura  efusi, sesak nafas
- Paru-paru  batuk

23
- Hati  kadang asimptomatis tetapi dapat ditemukan massa dan
icterus obstruksi
- Tulang  nyeri, patah tulang
c. Terdapat faktor risiko
- Usia lanjut
- Anak pertama lahir pada usia ibu > 35 tahun
- Tidak kawin
- Usia menarke < 12 tahun
- Usia menopause > 55 tahun
- Riwayat operasi tumor jinak payudara
- Mendapat terapi hormonal yang lama
- Terdapat kanker payudara kontralateral
- Riwayat radiasi dinding dada
- Riwayat keluarga menderita kanker

3. Pemeriksaan fisik
Sebaiknya pemeriksaan payudara dilakukan di saat pengaruh
hormonal seminimal mungkin (setelah 1 minggu dari hari terakhir
menstruasi). Untuk inspeksi, pasien dapat diminta duduk tegak atau
berbaring, atau kedua-duanya. Kemudian perhatikan bentuk kedua
payudara, warna kulit, tonjolan, lekukan, retraksi, adanya kulit
berbintik seperti kulit jeruk, ulkus dan benjolan. Dengan lengan
terangkat lurus ke atas, kelaianan terlihat lebih jelas.
a. Status generalis  performance status
b. Status lokalis
- Massa tumor: lokasi, ukuran, konsistensi, permukaan, bentuk dan
batas tumor, jumlah tumor, terfiksasi atau tidak ke jaringan sekitar
payudara
- Perubahan kulit: kemerahan, dimpling, edema, nodul, satelit,
ulserasi, peau d’orange
- Puting/nipple: tertarik, erosi, krusta, discharge
c. Status kelenjar getah bening

24
Lakukan pemeriksaan pada kelenjar getah bening aksila, infraklavikula
dan supraklavikula. Hal-hal yang dinilai: jumlah, ukuran, konsistensi,
mobile atau terfiksir satu sama lain atau dengan jaringan sekitar
d. Pemeriksaan pada daerah yang dicurigai metastasis

Atau bisa juga dibagi menjadi :


a. Inspeksi
Inspkesi bentuk, ukuran, dan simetris dari kedua payudara, apakah
terdapat edema (peau d’orange), retraksi kulit atau puting susu, dan eritema
(Bickley LS, 2009).

Gambar 11. Posisi pasien saat melakukan pemeriksaan inspeksi

b. Palpasi
Dilakukan palpasi pada payudara apakah terdapat massa, termasuk palpasi
kelenjar limfe di aksila, supraklavikula, dan parasternal. Setiap massa yang
teraba atau suatu lymphadenopathy, harus dinilai lokasinya, ukurannya,
konsistensinya, bentuk, mobilitas atau fiksasinya (Bickley LS, 2009). Palpasi
lebih baik dilakukan pada pasien yang berbaring dengan bantal tipis di
punggung, sehingga payudara terbentang rata. Palpasi dilakukan dengan
telapak jari tangan yang digerakkan perlahan tanpa tekanan pada setiap

25
kuadran payudara. Yang diperhatikan pada dasarnya sama dengan penilaian
tumor di tempat lain. Pada sikap duduk, benjolan yang tidak teraba ketika
penderita berbaring, kadang lebih mudah ditemukan. Perubahan aksila pun
lebih mudah pada posisi duduk.Pemeriksaan kelenjar getah bening regional
dilakukan dengan palpasi kelompok kelenjar getah bening sekitar payudara.

Gambar 12. Posisi pasien saat melakukan pemeriksaan palpasi

4. Pemeriksaan Penunjang
a. Mammografi
Mammografi merupakan pemeriksaan yang paling dapat diandalkan untuk
mendeteksi kanker payudara sebelum benjolan atau massa dapat dipalpasi.
Karsinoma yang tumbuh lambat dapat diidentifikasi dengan mammografi
setidaknya 2 tahun sebelum mencapai ukuran yang dapat dideteksi melalui
palpasi (Brunicardi FC, 2015).
Pada usia di atas 40 tahun, pemeriksaan payudara dilakukan setiap tahun
disertai dengan pemeriksaan mammografi. Pada suatu penelitian atas

26
screening mammography, menunjukkan reduksi sebesar 40% terhadap
karsinoma mammae stadium II, III dan IV pada populasi yang dilakukan
skrining dengan mammografi (Brunicardi FC, 2015).
b. Ultrasonografi (USG)
Penggunaan USG merupakan pemeriksaan penunjang yang penting untuk
membantu hasil mammografi yang tidak jelas atau meragukan, baik digunakan
untuk menentukan massa yang kistik atau massa yang padat. Pada
pemeriksaan dengan USG, kista mammae mempunyai gambaran dengan batas
yang tegas dengan batas yang halus dan daerah bebas echo di bagian
tengahnya. Massa payudara jinak biasanya menunjukkan kontur yang halus,
berbentuk oval atau bulat, echo yang lemah di bagian sentral dengan batas
yang tegas. Karsinoma mammae disertai dengan dinding yang tidak beraturan,
tetapi dapat juga berbatas tegas dengan peningkatan akustik. USG juga
digunakan untuk mengarahkan fine-needle aspiration biopsy (FNAB), core-
needle biopsy dan lokalisasi jarum pada lesi payudara. USG merupakan
pemeriksaan yang praktis dan sangat dapat diterima oleh pasien tetapi tidak
dapat mendeteksi lesi dengan diameter ≤ 1 cm (Brunicardi FC, 2015).
c. Magnetic Resonance Imaging (MRI)
Sebagai alat diagnostik tambahan atas kelainan yang didapatkan pada
mammografi, lesi payudara lain dapat dideteksi. Akan tetapi, jika pada
pemeriksaan klinis dan mammografi tidak didapat kelainan, maka
kemungkinan untuk mendiagnosis karsinoma mammae sangat kecil
(Brunicardi FC, 2015).
MRI sangat sensitif tetapi tidak spesifik dan tidak seharusnya digunakan
untuk skrining. Sebagai contoh, MRI berguna dalam membedakan karsinoma
mammae yang rekuren atau jaringan parut. MRI juga bermanfaat dalam
memeriksa mammae kontralateral pada wanita dengan karsinoma payudara,
menentukan penyebaran dari karsinoma terutama karsinoma lobuler atau
menentukan respon terhadap kemoterapi neoadjuvan (Brunicardi FC, 2015).
d. Biopsi

27
Fine-needle aspiration biopsy (FNAB) dilanjutkan dengan pemeriksaan
sitologi merupakan cara praktis dan lebih murah daripada biopsi eksisional
dengan resiko yang rendah. Teknik ini memerlukan patologis yang ahli dalam
diagnosis sitologi dari karsinoma mammae dan juga dalam masalah
pengambilan sampel, karena lesi yang dalam mungkin terlewatkan. Insidensi
false-positive dalam diagnosis adalah sangat rendah, sekitar 1-2% dan tingkat
false-negative sebesar 10%. Kebanyakan klinisi yang berpengalaman tidak
akan menghiraukan massa dominan yang mencurigakan jika hasil sitologi
FNA adalah negatif, kecuali secara klinis, pencitraan dan pemeriksaan
sitologi semuanya menunjukkan hasil negatif.
Large-needle (core-needle) biopsy mengambil bagian sentral atau inti
jaringan dengan jarum yang besar. Alat biopsi genggam menbuat large-core
needle biopsy dari massa yang dapat dipalpasi menjadi mudah dilakukan di
klinik dan cost-effective dengan anestesi lokal (Brunicardi FC, 2015).
Open biopsy dengan lokal anestesi sebagai prosedur awal sebelum
memutuskan tindakan defintif merupakan cara diagnosis yang paling dapat
dipercaya. FNAB atau core-needle biopsy, ketika hasilnya positif,
memberikan hasil yang cepat dengan biaya dan resiko yang rendah, tetapi
ketika hasilnya negatif maka harus dilanjutkan dengan open biopsy. Open
biopsy dapat berupa biopsy insisional atau biopsi eksisional. Pada biopsi
insisional mengambil sebagian massa payudara yang dicurigai, dilakukan bila
tidak tersedianya core-needle biopsy atau massa tersebut hanya menunjukkan
gambaran DCIS saja atau klinis curiga suatu inflammatory carcinoma tetapi
tidak tersedia core-needle biopsy. Pada biopsi eksisional, seluruh massa
payudara diambil (Brunicardi FC, 2015).
e. Biomarker
Biomarker karsinoma mammae terdiri dari beberapa jenis. Biomarker
sebagai salah satu faktor yang meningkatkan resiko karsinoma mammae.
Biomarker ini mewakili gangguan biologik pada jaringan yang terjadi antara
inisiasi dan perkembangan karsinoma. Biomarker ini digunakan sebagai hasil
akhir dalam penelitian kemopreventif jangka pendek dan termasuk perubahan

28
histologis, indeks dari proliferasi dan gangguan genetik yang mengarah pada
karsinoma.
Nilai prognostik dan prediktif dari biomarker untuk karsinoma mammae
antara lain (1) petanda proliferasi seperti proliferating cell nuclear antigen
(PNCA), BrUdr dan Ki-67; (2) petanda apoptosis seperti bcl-2 dan rasio
bax:bcl-2; (3) petanda angiogenesis seperti vascular endothelial growth factor
(VEGF) dan indeks angiogenesis; (4) growth factors dan growth factor
receptors seperti human epidermal growth receptor (HER)-2/neu dan
epidermal growth factor receptor (EGFr) dan (5) p53 (Brunicardi FC, 2015).
Receptor Estrogen (ER) dan Receptor Progestron (PR) tes. Apabila diketahui
positif mengandung receptor ini [ER (+) dan PR (+)], kanker ini
berkembangnya karena hormon-hormon tersebut. Biasanya diadakan terapi
hormon.

G. SKRINING
Rekomendasi untuk deteksi kanker payudara dini menurut American
Cancer Society :
 Wanita berumur ≥ 40 tahun harus melakukan screening mammogram
secara terus-menerus selama mereka dalam keadaan sehat, dianjurkan
setiap tahun.
 Wanita berumur 20-30 tahun harus melakukan pemeriksaan klinis
payudara (termasuk mammogram) sebagai bagian dari pemeriksaan
kesehatan yang periodik oleh dokter, dianjurakan setiap 3 tahun.
 Setiap wanita dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan payudara sendiri
mulai umur 20 tahun. untuk kemudian melakukan konsultasi ke dokter
bila menemukan kelainan.
 Wanita yang berisiko tinggi (>20%) harus melakukan pemeriksaan MRI
dan mammogram setiap tahun.
 Wanita yang risiko sedang (15-20%) harus melakukan mammogram
setiap tahun, dan konsultasi ke dokter apakah perlu disertai pemeriksaan
MRI atau tidak.

29
 Wanita yang risiko rendah (<15%) tidak perlu pemeriksaan MRI
periodik tiap tahun.
 Wanita termasuk risiko tinggi bila :
- mempunyai gen mutasi dari BRCA1 atau BRCA2
- mempunyai kerabat dekat tingkat pertama (orang tua, kakak-adik)
yang memiliki gen mutasi dari BRCA1 atau BRCA2 tetapi belum
pernah melakukan pemeriksaan genetik
- mempunyai risiko kanker ≥ 20-25% menurut penilaian faktor risiko
terutama berdasarkan riwayat keluarga
- pernah mendapat radioterapi pada dinding dada saat umur 10-30
tahun
- mempunyai Li-Fraumeni syndrome, Cowden syndrome, atau
Bannayan-Riley-Ruvalcaba syndrome, atau ada kerabat dekat
tingkat pertama memiliki salah satu sindrom-sindrom ini.
 Wanita dengan risiko sedang bila :
- mempunyai risiko kanker 15-20% menurut penilaian faktor risiko
terutama berdasarkan riwayat keluarga
- mempunyai riwayat kanker pada satu payudara, ductal carcinoma
in situ (DCIS), lobular carcinoma in situ (LCIS), atypical ductal
hyperplasia (ADH), atau atypical lobular hyperplasia (ALH)
- mempunyai kepadatan yang tidak merata atau berlebihan terlihat
pada pemeriksaan mammogram
-
H. PROGNOSIS
Survival rates untuk wanita yang didiagnosis karsinoma mammae
antara tahun 1983-1987 telah dikalkulasi berdasarkan pengamatan,
epidemiologi dan hasil akhir program data, didapatkan bahwa angka 5-year
survival untuk stadium I adalah 94%, stadium IIa 85%, IIb 70%, dimana pada
stadium IIIa sekitar 52%, IIIb 48% dan untuk stasium IV adalah 18%
(Brunicardi FC, 2015).

30
I. DIFERENSIAL DIAGNOSIS
Berikut adalah beberapa penyakit tumor pada payudara yang bukan
merupakan pertumbuhan abnormal (bukan neoplasma):
1. Peradangan. Biasanya menimbulkan nyeri spontan dan nyeri tekan di
bagian yang terkena. Contoh peradangan payudara adalah Mastitis dan
nekrosis lemak traumatik. Peradangan tersebut dapat terjadi akibat proses
infeksi maupun bukan infeksi (Kumar et al, 2007; Price dan Wilson, 2006).
2. Galactocele. Adalah dilatasi kistik suatu duktus yang tersumbat yang
terbentuk selama masa laktasi. Selain menyebabkan “benjolan” yang nyeri,
kista mungkin pecah sehingga memicu reaksi peradangan lokal (Kumar et
al, 2007).
3. Perubahan Fibrokistik (Mammary dysplasia). Adalah kelainan akibat dari
peningkatan dan distorsi perubahan siklik payudara yang terjadi secara
normal selama daur haid. Perubahan fibrokistik dibagi menjadi perubahan
nonproliferatif dan perubahan proliferatif (Kumar et al, 2007).
Berikut adalah tumor payudara yang disebabkan pertumbuhan jaringan
abnormal (neoplasma):
1. Fibroadenoma mammae (FAM). Adalah tumor jinak tersering pada
payudara dan umumnya menyerang para remaja dan wanita dengan usia
<30 tahun. Berbatas tegas, konsistensi padat kenyal, muncul sebagai nodus
diskret, biasanya tunggal, mudah digerakkan, dan diameter 1-10 cm
(Kumar et al, 2007; Price dan Wilson, 2006).
2. Tumor Filoides. Diperkirakan berasal dari stroma intralobulus, jarang dari
fibroadenoma yang sudah ada. Tumor ini mungkin kecil (diameter 3
hingga 4 cm), tetapi sebagian besar tumbuh hingga berukuran besar/masif
sehingga payudara membesar. Sebagian besar tumor ini tetap lokalisata
dan disembuhkan dengan eksisi (Kumar et al, 2007).
3. Papiloma Intraduktus. Adalah pertumbuhan tumor neoplastik di dalam
suatu duktus. Gejala klinis berupa: (1) keluarnya discharge serosa atau
berdarah dari puting payudara; (2) adanya tumor subareola kecil, atau (3)
retraksi puting payudara (jarang terjadi) (Kumar et al, 2007).

31
BAB III
SIMPULAN

1. Karsinoma payudara pada wanita menduduki tempat nomor dua setelah


karsinoma serviks uterus. Pencegahannya dapat dilakukan dengan
pemeriksaan rutin payudara.
2. Faktor risiko kanker payudara antara lain jenis kelamin wanita, usia > 50
tahun, riwayat keluarga dan genetik, riwayat penyakit payudara
sebelumnya, riwayat menstruasi dini (< 12 tahun) atau menarche lambat
(>55 tahun), riwayat reproduksi (tidak memiliki anak dan tidak menyusui),
hormonal, obesitas, konsumsi alkohol, riwayat radiasi dinding dada, faktor
lingkungan.
3. Penegakan diagnosis Karsinoma payudara dapat dilakukan melalui
prosedur pemeriksaan klinis dan beberapa pemeriksaan penunjang, dengan
Gold standard diagnostik menggunakan pemeriksaan histopatologik
4. Skrining kanker payudara adalah pemeriksaan atau usaha untuk
menemukan abnormalitas yang mengarah pada kanker payudara pada
seseorang atau kelompok orang yang tidak mempunyai keluhan.

32
BAB IV
SARAN

Skrining dan deteksi dini perlu dilakukan oleh semua orang, terutama
wanita, baik yang memiliki keluhan maupun tidak. Skrining yang baik dan
akurat dapat menentukan prognosis dari individu yang menderita kanker
payudara itu sendiri.

33
DAFTAR PUSTAKA

1. American Cancer Society. Breast cancer. Dapat diakses di


http://www.cancer.org/acs/groups/cid/documents/webcontent/003090-
pdf.pdf
2. Bickley LS. 2009. Buku ajar pemeriksaan fisik & riwayat kesehatan.
Jakarta: ECG
3. Bruicardi FC. 2015. Schwartz’s: Principles of surgery tenth edition.
Chicago: McGraw-Hill
4. Colditz GA, Bohlke K, Berkey CS. 2014. Breast cancer risk accumulation
starts early – prevention must also. Breast Cancer Res Treat, 145(3): 567-
579.
5. De jong W dan Sjamsuhidajat R. 2005. Ilmu Bedah. Jakarta: ECG
6. Depkes. 2015. Infodatin: Stop kanker. Jakarta: Kementerian kesehatan
Indonesia
7. Desen W (2011). Karsinoma Mamae. Dalam: Buku Ajar Onkologi Klinis.
Edisi 2. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia.
8. Kumar V, Cotran RS, Robbins SL. Buku ajar patologi. 7 nd ed, Vol. 1.
Jakarta: Penerbit. Buku Kedokteran EGC, 2007.
9. Leksana, Mirzanie H. 2005. Chirurgica. Solo. Tosca Enterprise. Halaman
VIII.12-VIII.21
10. Machsoos, B. D. 2006. “Pendekatan Diagnostik Tumor Padat”. Buku Ajar
Penyakit Dalam, Edisi 4, Jilid 2. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen
Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Halaman 819-901.
11. Rumah Sakit Dokter Soetomo Surabaya. 2008. Pedoman Diagnosis dan
Terapi SMF Ilmu Bedah.Surabaya: Fakultas Kedokteran Universitas
Airlangga. Halaman:108-114.
12. Tjindarbumi, 2000. Deteksi Dini Kanker Payudara dan Penaggulangannya,
Dalam: Deteksi Dini Kanker. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Jakarta.

34
13. WHO. 2017. Cancer. Dapat diakses di http://www.who.int/mediacentre/fa
ctsheets/fs297/en/
14. WHO. 2012. Breast cancer statistics. Dapat diakses di
http://www.wcrf.org/int/cancer-facts-figures/data-specific-cancers/breast-
cancer-statistics -- Breast cancer statistics.

35

Anda mungkin juga menyukai