Oleh :
dr. Syarif Hidayatulloh
Pembimbing :
dr. Noor Asyiqah S, M.Sc, SpPD, KPsi
i
LAPORAN KASUS PSIKOSOMATIK
Mengetahui
ii
DAFTARISI
iii
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Diagnosis Depresi Berdasarkan ICD-10 ............................................ 19
Tabel 2. Staging Kanker Payudara ................................................................... 26
Tabel 3. Faktor distress psikologis pasien kanker payudara ............................ 27
Tabel 4. Daftar Antidepresan ........................................................................... 39
iv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. PHQ-9............................................................................................. 6
Gambar 2. GAD-7 ............................................................................................ 7
Gambar 3. Skor HADS .................................................................................... 7
Gambar 4. Skor Prognostik Paliatif ................................................................. 8
Gambar 5. Skor Penapisan Paliatif .................................................................. 8
Gambar 6. Elektrokardiografi pasien 13 Mei 2019 .......................................... 10
Gambar 7. Foto rontgen pasien tanggal 13 Mei 2019 ...................................... 10
Gambar 8. Luka payudara kiri 17 Mei 2019 .................................................... 13
Gambar 9. Luka payudara kiri 21 Mei 2019 .................................................... 15
Gambar 10. Foto dengan Pasien....................................................................... 17
Gambar 11. Interaksi stress-imun dan depresi ................................................. 24
Gambar 12. Hubungan stres psikososial pada kanker ...................................... 24
Gambar 13. Strategi Terapi Depresi................................................................. 29
Gambar 14. Step Analgesic Ladder Cancer Pain ............................................ 40
v
1
PENDAHULUAN
Kanker payudara adalah salah satu kanker paling umum pada wanita yang
memiliki efek mental dan emosional yang lebih parah dibandingkan jenis kanker
sekitar 30% dari semua kanker di kalangan wanita. Kanker payudara juga merupakan
salah satu jenis kanker terbanyak di Indonesia, diperkirakan angka kejadiannya adalah
Diagnosis kanker payudara adalah hal yang sangat tidak menyenangkan dan
tentang kematian dan kekambuhan dari penyakit, gangguan mental, masalah keuangan
depresi. Depresi sebagai gangguan mental dapat mempengaruhi pikiran, gejala fisik,
kinerja pekerjaan dan akhirnya mempengarihu kualitas hidup pasien. Saat ini,
diagnostik dan terapi medis telah memperbaiki kualitas hidup dan fungsi kognitif
pasien. Intervensi terapeutik menyebabkan perubahan fisik yang parah pada pasien
kanker payudara yang memiliki efek samping jangka panjang pada kesehatan mental
mereka. Oleh karena itu, identifikasi, diagnosis dan pengobatan depresi pada pasien
kanker payudara tidak hanya mempengaruhi kualitas hidup secara individu, tetapi juga
LAPORAN KASUS
seorang ibu rumah tangga. Dirawat di RSUP DR Sardjito tanggal 13 Mei 2019 sampai
22 Mei 2019 dengan nomor rekam medis 01.71.2x.xx. Dikasuskan 14 Mei 2019.
Anamnesa dilakukan secara allo dan autoanamnesa 14 Mei 2019. Keluhan utama saat
masuk rumah sakit adalah lemas diseluruh tubuh yang dirasakan sejak beberapa hari
Pasien datang ke IGD RS Sardjito dengan keluhan lemas diseluruh tubuh yang
dirasakan sejak beberapa hari terakhir dan semakin memberat dalam 2 hari terakhir.
Keluhan disertai mual dan muntah hampir pada setiap makan dan minum. Perut pasien
juga dirasakan jadi tidak nyaman,terkadang nyeri, perih dan kembung. Hal tersebut
membuat nafsu makan pasien turun. Pasien hanya mau minum susu atau yang manis-
Pasien adalah penderita kanker payudara kiri sejak Juli 2018. Pasien juga
mengeluhkan nyeri di dada kiri di luka bekas operasi payudaranya. Pasien tidak
mengeluh demam, batuk ataupun sesak nafas. Beberapa hari yang lalu BAB pasien
sempat cair, namun saat ini sudah membaik dan tidak ada keluhan. BAK pasien tidak
ada keluhan. Pasien juga mengeluhkan lengan kiri sering bengkak dan nyeri hilang
timbul. Diakui pasien sebenarnya keluhan lengan sudah dirasakan sejak Januari 2019.
Sekitar 1 bulan yang lalu, 10 April 2019, pasien juga datang ke IGD RS Sardjito
dengan keluhan utama lemas diseluruh tubuh yang dirasakan beberapa hari SMRS.
Pasien dirawat selama kurang lebih 6 hari. Pasien mengeluh mual dan muntah sekitar
3 kali sehari. Hal tersebut membuat pasien tidak mau makan dan hanya minum susu 1
gelas sebanyak 3 kali sehari. BAK dan BAB pasien saat itu tidak ada keluhan. Pasien
tidak mengeluhkan demam, batuk ataupun sesak nafas. Pasien saat itu dirawat bersama
dengan bagian psikosomatik dengan diagnosis depresi mayor dan mendapatkan obat
Pada bulan Juli 2018, pasien diketahui ada benjolan di payudara kiri dengan
ukuran sekitar 2 kali besar telur puyuh, namun tidak diperiksakan oleh pasien. Agustus
2018, pasien memeriksakan diri ke dokter bedah dan disarankan untuk operasi. Pada
bulan yang sama, pasien akhirnya dilakukan operasi payudara kiri dan dilakukan
pemeriksaan PA didapatkan hasil Invasif Ductal Carcinoma NST grade III. Setelah itu
Januari 2019, pasca kemoterapi yang ke-5 pasien mengeluh mual, muntah-
muntah, tidak nafsu makan, nyeri diluka bekas operasi dan gatal-gatal hampir diseluruh
tubuh. Sejak itu pasien sudah 4x masuk rumah sakit untuk rawat inap di RS PKU Yogya
3 kali dan di RS Sardjito 1 kali karena keluhan lemas, mual dan muntah. Sejak saat itu
pasien tidak lagi melanjutkan kemoterapi karena kondisinya. Pasien tidak mempunyai
4
riwayat sakit kencing manis ataupun darah tinggi. Tidak ada keluarga yang mengalami
Anamnesa Psikosomatis :
menikah sejak > 20 tahun dan mempunyai 4 orang anak. Menderita kanker payudara
kiri sejak Agustus 2018. Pasien mengaku sempat syok, sulit tidur, sedih, murung, tidak
mau aktifitas apapun dan hilang harapan sejak mengetahui diagnosa kanker ganas pada
payudara kirinya. Keluhan itu dirasa bertambah sejak pasien mengetahui harus di
kemoterapi. Namun pasien sempat membaik setelah diberi penjelasan oleh dokter dan
dukungan dari suami, anak dan juga keluarga lainnya tentang pengobatan yang harus
dilakukan pasien. Akhirnya pasien mau menjalani kemoterapi dengan harapan akan
sembuh dan kondisinya membaik sehingga pasien dapat beraktifitas seperti biasanya.
Setelah kemoterapi yang ke-5 bulan januari 2019, pasien mengeluh mual dan
muntah yang sangat mengganggu, nyeri di bekas operasi payudara, gatal hampir di
seluruh tubuh dan lengan kiri terasa bengkak dan nyeri. Sejak itu pasien kembali
mengeluhkan lemas, tidak nafsu makan, lebih sering tiduran, tidak mau beraktifitas,
sulit tidur, murung dan sedih. Pasien sering kepikiran kematian dan penyakitnya tidak
bisa sembuh. Pasien juga kepikiran anak dan suaminya karena harus sering mengurus
dan menungguinya bolak balik masuk RS. Pasien juga sempat merasa jika anak dan
suaminya sudah kurang mau mengurus dan perhatian, meskipun pada kenyataannya
kompos mentis, kesan gizi cukup, tinggi badan 150 sentimeter, berat badan 50 kilogram
dengan IMT 22,2 kg/m2. Tanda-tanda vital saat didapatkan tekanan darah 100/75
mmHg. Nadi didapatkan 80 x/menit, reguler, isi dan tegangan cukup. Respirasi 20
x/menit, regular, tipe pernafasan abdomino-thorakal, serta suhu tubuh 36,4ºC yang
konjungtiva tidak pucat, tidak didapatkan sklera ikterik. Distribusi rambut jarang.
Tidak terdapat edema periorbital ataupun facial edema. Leher tidak terdapat
Pada pemeriksaan thoraks yang meliputi pemeriksaan dinding dada, paru dan
jantung, didapatkan dada tampak asimetris karena adanya luka bekas operasi payudara
kiri dengan tampak jaringan granulasi, pus tanpa darah. Paru didapatkan pergerakan
hemitoraks dekstra dan sinistra kesan simetris, fremitus taktil dekstra dan sinistra sulit
dinilai, perkusi sonor, dan pada auskultasi terdapat suara dasar vesikuler, tidak
didapatkan suara nafas tambahan ronki, crackles maupun wheezing. Jantung tidak
membesar dengan ictus cordis teraba pada SIC V 2 cm medial dari linea
medioclavicularis sinistra, tidak kuat angkat dan tidak melebar, suara jantung 1-2
murni, reguler, tidak didapatkan suara bising dan gallop pada pemeriksaan auskultasi.
Pada pemeriksaan abdomen didapatkan dinding perut sejajar dinding dada, tidakada
luka, peristaltik usus normal, perkusi timpani, pada palpasi didapatkan nyeri tekan
6
epigastrium. Hati dan limpa tidak teraba. Tidak ditemukan adanya pekak alih. Pada
keempat ekstremitas akral teraba hangat dan idak ditemukan edema. Kulit pasien
Pemeriksaan skrining depresi pada pasien dengan hasil : M(+) I(+) S(+) G(-
) E (+) C(+) A(+) P(-) S(+). PHQ-9 = 25 (Depresi Berat) dan GAD-7 = 5 (Tidak
Cemas). HADS skor Anxietas = 7 (Normal) dan Depresi = 18 (Berat). Skor penapisan
Gambar 1. PHQ-9
7
Gambar 2. GAD-7
menunjukkan Hb 14,5 g/dl, AL 9,65/uL, AT 353.000 /uL, Hmt 41,6%, MCV 86 fL,
MCH 30 pg, S 59,4%, Limfosit 32,3 %, Monosit 6,9%, Eosinofil 0,9%, basophil 0,5%,
GDS 76 mg/dL, Natrium 133 mmol/L, kalium 2,63 mmol/L, Klorida 93 mmol/L, BUN
5,10 mg/dL, kreatinin 0,73 mg/dL, albumin 2,25 g/dL, SGOT 48 U/L, SGPT 12 U/L.
Pemeriksaan laboratorium 14 Mei 2019 menunjukan Albumin 2,14 g/dl, Natrium 138
Rekaman EKG pada tanggal 13 Mei 2019 menunjukkan irama sinus dengan
Heart Rate 92x/menit, normoaksis, low voltage lead ekstremitas (Gambar 6).
Pemeriksaan foto rontgen thoraks yang dilakukan pada tanggal 13 Mei 2019
metastase, pulmo tak tampak kelainan, besar Cor normal, suspek osteoblastic type
skeletal metastase pada os costae 6 aspek posterior, terpasang NGT dengan ujung distal
menunjukan kesan : tak tampak kelainan pada organ-organ abdomen dan sonografi tak
Axis 2 : -
Axis 4 :
Terapi awal yang diberikan saat masuk bangsal 13 Mei 2019 berupa IVFD RL
: D5% 1:1 20 tpm, diet awal yang diberikan kalori 35 kkal/kgbb (1750 kkal/hari) dalam
bentuk cair diberikan per NGT dengan frekuensi 6x300 ml/hari, inj Metoclopramide
10 mg/8 jam (prn), inj Ranitidin 1 ampul/12 jam, premix KCL 25 meq 18 tpm s/d
12
kalium > 3, MST 2x10 mg (prn) , transfusi Albumin s/d albumin ≥ 2,5, rawat luka di
bekas operasi payudara kiri tiap hari. Pada hari perawatan pertama dibangsal 14 Mei
2019, terapi dilanjutkan, aff NGT, diet masih cair 1750 kkal, tambahan Mirtazapine
Pada hari perawatan kedua 15 Mei 2019, makan sedikit mau, lebih dominan
susu, lemas (+), perasaan sedih (+), sulit tidur (+), nyeri perut berkurang, mual (+),
muntah (-), nyeri di luka payudara kiri (+), BAB (+). KU : CM, sedang. Tanda vital
di payudara kiri (+), darah (-), pus (+), jaringan granulasi (+). M(+) I(+) S(+) G(-) E
(+) C(+) A(+) P(-)S(+). Depresi mayor menetap. Terapi dilanjutkan, dosis Mirtazapine
dinaikan jadi 1x20 mg (2/3 tablet), tambahan inj. Metronidazole 500 mg/8 jam iv.
Pada hari perawatan ketiga 16 Mei 2019, nafsu makan masih kurang (+), masih
dominan susu, lemas (+), perasaan sedih (+), sulit tidur masih (+), mual (+), muntah
(+), perut kembung (+), nyeri di payudara kiri berkurang (+), BAB (-). KU : CM,
payudara kiri. Luka di payudara kiri (+), darah (-), pus (+), jaringan granulasi
(+).Pemeriksaan laboratorium 16 Mei 2019 menunjukan Albumin 2,21 g/dl. M(+) I(+)
13
S(+) G(-) E (+) C(+) A(+) P(-)S(+). Terapi dilanjutkan, Inj. Metronidazole diganti oral
Pada hari perawatan keempat 17 Mei 2019, nafsu makan masih kurang (+),
masih dominan susu, lemas (+), perasaan sedih (+), sulit tidur masih (+), mual (+),
muntah (-), perut kembung (-), nyeri di payudara kiri dirasa bertambah (+), BAB (-).
VAS = 4 payudara kiri. Luka di payudara kiri (+), darah (-), pus (-), jaringan granulasi
Kalium 2,79 mmol/L, Klorida 95 mmol/L. M(+) I(+) S(+) G(-) E (+) C(+) A(+) P(-)
S(+). Terapi dilanjutkan, MST dosis dinaikan jadi 15 mg/12 jam po, tambahan
Pada hari perawatan kelima 18 Mei 2019, nafsu makan masih kurang (+),
masih dominan susu, lemas (+), perasaan sedih (+), sulit tidur masih (+), mual (+),
muntah (-), perut kembung (-), nyeri di payudara kiri berkurang (+), BAB (-). KU :
= 3 payudara kiri. Luka di payudara kiri (+), darah (-), pus (-), jaringan granulasi (+).
Pemeriksaan laboratorium 18 Mei 2019 menunjukan Albumin 2,35 g/dl, natrium 136
mmol/L, kalium 2,51 mmol/L, klorida 98 mmol/L. M(+) I(+) S(+) G(-) E (+) C(+) A(+)
Pada hari perawatan keenam 19 Mei 2019, nafsu makan mulai muncul (+),
masih dominan susu namun sudah sedikit mau bubur dan biskuit, lemas sedikit
berkurang (+), perasaan sedih berkurang (+), sulit tidur berkurang (+), mual (+),
muntah (-), perut kembung (-), nyeri di payudara kiri berkurang (+), BAB (+). KU :
= 2 payudara kiri. Luka di payudara kiri (+), darah (-), pus (-), jaringan granulasi (+).
M(+) I(+) S(+) G(-) E (+) C(+) A(+) P(-) S(+). Terapi dilanjutkan.
Pada hari perawatan ketujuh 20 Mei 2019, nafsu makan mulai muncul (+),
masih dominan susu namun sudah sedikit mau bubur dan biskuit, lemas berkurang (+),
perasaan sedih berkurang (+), sudah mulai bisa tidur cukup (+), mual berkurang (+),
muntah (-), perut kembung (-), nyeri di payudara kiri berkurang (+), BAB (-). KU :
= 2 payudara kiri. Luka di payudara kiri (+), darah (-), pus (-), jaringan granulasi (+).
15
Pemeriksaan laboratorium 20 Mei 2019 menunjukan Albumin 2,43 g/dl, Natrium 133
mmol/L, Kalium 3,58 mmol/L. M(+) I(+) S(+) G(-) E (+) C(+) A(+) P(-) S(-). Terapi
dilanjutkan, dosis Mirtazapine dinaikanjadi 30 mg/24 jam po, premix Kcl stop.
Pada hari perawatan kedelapan 21 Mei 2019, nafsu makan mulai bertambah
(+), susu, bubur dan biscuit bertambah dari sebelumnya, lemas berkurang (+), pasien
lebih ceria dan mulai banyak senyum (+), sudah bisa tidur cukup (+), mual (-), muntah
(-), perut kembung (-), nyeri di payudara kiri berkurang (+), BAB (+). KU : CM,
payudara kiri. Luka di payudara kiri (+), darah (-), pus (-), jaringan granulasi (+). M(±)
I(+) S(-) G(-) E (+) C(-) A(-) P(-) S(-). Terapi dilanjutkan, tambahan Vip Albumin
sachet 1x1 po, Dexamethasone tablet 0,5 mg 1-0-0 po, discharge planning besok.
Pada hari perawatan kesembilan 22 Mei 2019, nafsu makan mulai bertambah
(+), susu, bubur dan biscuit bertambah dari sebelumnya, lemas berkurang (+), pasien
lebih ceria dan mulai banyak senyum (+), sudah bisa tidur cukup (+), mual (-), muntah
(-), perut kembung (-), nyeri di payudara kiri berkurang (+), BAB (-). KU : CM, sedang.
kiri. Luka di payudara kiri (+), darah (-), pus (-), jaringan granulasi (+). M(±) I(+) S(-)
Axis 2 : -
organik perbaikan.
Axis 4 :
1-0-0 po, MST 2x15 mg po, Laxadine syrup 1x10 cc po malam (prn), ranitidine 2x1
tab po, metoclopramide 3x1 tap po, paracetamol 3x500 mg po, guided imagery.
PEMBAHASAN
gairah hidup. Depresi mengacu pada berbagai masalah kesehatan mental yang ditandai
oleh tidak adanya afek positif (kehilangan minat dan kesenangan) dan suasana hati
yang murung yang terkait dengan emosi, kognitif, fisik dan gejala perilaku.(National
keluarga dan genetik. Prevalensi dan kejadian gangguan depresi lebih besar pada
wanita daripada pria, dimulai pada masa remaja sampai dewasa. Selain itu, meski
depresi merupakan penyebab utama kecacatan pada pria dan wanita, diperkirakan
bahwa beban depresi 50% lebih tinggi pada wanita dibandingkan pada pria. Diagnosis
depresi yang paling baik digunakan, baik secara klinis maupun dalam penelitian adalah
Problems (ICD-10) dan the Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders
2014) Pada pasien ini bila kita menggunakan DSM IV-TR maka diagnosisnya depresi
mayor, sedangkan bila menggunakan ICD-10 diagnosisnya depresi berat. Hal tersebut
dikarenakan adanya gejala perasaan depresi, hilangnya minat atau rasa senang, lemas
19
atau penurunan energi, gangguan tidur, penurunan nafsu makan, sulit konsentrasi dan
Depressive Disorders) jika terdapat lima atau lebih gejala dibawah dan telah ada
selama periode 2 minggu dan merupakan perubahan dari keadaan biasa seseorang.
Sekurang-kurangnya salah satu gejala harus (1) emosi depresi atau (2) kehilangan
1. Perasaan depresi
6. Kelelahan
8. Sulit konsentrasi
sumber kesusahan besar pada pasien. Diagnosis kanker menghasilkan rasa tertekan
yang lebih tinggi daripada penyakit non-kanker dengan prognosis yang lebih buruk.
Tingkat tekanan mental yang tinggi untuk periode waktu yang berkelanjutan pada
campuran ini adalah sangat umum, dengan dua pertiga pasien kanker dengan depresi
menyebabkan penurunan kualitas hidup (QOL) dan hasil akhir yang lebih buruk pada
pasien kanker. Tingkat kematian diketahui lebih tinggi pada pasien kanker yang
mengalami depresi. Major Depressive Disorder (MDD) adalah bentuk depresi yang
umum di antara pasien kanker, dengan tingkat prevalensi hingga empat kali lebih tinggi
Lokasi kanker primer juga mempengaruhi tingkat depresi, dengan depresi yang
paling umum terjadi pada kanker pankreas dan kanker paru-paru, sedangkan terendah
pada kanker kulit invasif. Umur juga mempengaruhi prevalensi; bukti menunjukkan
21
bahwa anak-anak dan remaja dengan kanker tidak lebih tertekan daripada kontrol sehat,
sementara untuk beberapa kanker di antara orang dewasa, usia berbanding terbalik
dengan depresi. Gender juga merupakan faktor yang signifikan, pada beberapa jenis
kanker, pasien wanita ditemukan dua hingga tiga kali lebih mungkin mengalami
depresi daripada laki-laki. Tingkat stres psikologis dan depresi juga bervariasi selama
perjalanan penyakit dan tertinggi pada saat diagnosis. Metastasis dan nyeri kanker juga
(15%), depresi ringan (20%), dan kecemasan (10%) pada pasien yang dirawat karena
kanker. Dua pertiga pasien dengan kanker dan depresi juga memiliki gejala kecemasan
yang signifikan secara klinis. Angka-angka tersebut bervariasi menurut jenis kanker,
dengan depresi berat yang mempengaruhi perkiraan 13% pada pasien dengan kanker
paru-paru, 11% pada kanker ginekologi, 9% pada kanker payudara, 7% pada kolorektal
kanker, dan 6% pada kanker genitourinari. Prevalensi rentang depresi pada wanita
dengan kanker payudara berkisar dari 5% hingga 40%, dan sebagian besar studi
melaporkan tingkatnya antara 10% dan 25%. (Pitman A, et al, 2018; Jian-an su, et al,
2017)
Ada dua jalur utama dimana depresi dan kecemasan dapat timbul pada pasien dengan
kanker: 1) proses yang terlibat dalam model biopsikososial (dengan kontribusi saling
22
tergantung dari faktor biologis, psikologis, dan sosial) dan 2) efek neuropsikiatrik
Depresi dan kecemasan pada kanker paling sering muncul dari reaksi psikologis
bertahan hidup. Kerugian yang didapatkan akibat pengobatan (seperti rambut, fungsi
seksual, atau organ), harapan tentang kelangsungan hidup, dan dampaknya pada
pekerjaan dan peran sosial dapat menyebabkan periode stres psikologis yang
berkepanjangan. Persepsi bahwa penyakit dapat memiliki efek fisiologis (seperti stres
menimbulkan gejala psikologis yang mencapai ambang batas diagnostik untuk depresi
atau kecemasan. Efek samping umum dari kemoterapi konvensional (seperti muntah,
rambut rontok, mukositis dan neuropati perifer) juga dapat menjadi stressor psikologis
Patogenesis depresi pada kanker juga akibat faktor inflamasi, stress kronik dan
interaksi stres-imun dan depresi (Gambar 11). Aktivasi NF-kB melalui Toll-like
proinflamasi TNF-a, IL-1 dan IL-6. Sitokin ini, pada gilirannya, mengakses otak
melalui daerah permeabel di sawar darah-otak sehingga aktif mengangkut molekul dan
aktifasi serabut saraf aferen (mis. vagus sensorik), yang menyampaikan informasi
melalui nucleus tractus solitarius (NTS). Setelah di otak, sinyal sitokin berpartisipasi
dalam jalur (ditunjukkan dalam oranye) yang diketahui terlibat dalam pengembangan
23
serotonin (5HT) dan dopamine (DA); (ii) aktivasi CRH dalam nukleus paraventrikular
(PVN) dan produksi selanjutnya dan / atau pelepasan ACTH dan glukokortikoid
(kortisol) dan (iii) gangguan plastisitas sinaptik melalui perubahan faktor pertumbuhan
yang relevan [mis. faktor neurotropik yang diturunkan dari otak (BDNF)]. Paparan
(NE), yang berikatan dengan adrenoseptor α (α AR) dan β (β AR)] (oranye). Stresor
7nAChR)] (biru). Aktivasi jalur aktif mitogen protein kinase, termasuk p38 dan Jun
dilepaskan akibat aksis HPA sebagai respons terhadap stres (biru). (Raison C L, et al,
2006)
Depresi memberikan hasil yang lebih buruk pada pasien kanker, termasuk
atau stresor psikososial pada kanker dapat memperburuk kondisi kankernya (Gambar
12), salah satunya dengan mekanisme meningkatnya : (1) peradangan dan stres
24
oksidatif / nitrosatif; (2) penurunan imunosurveilan dan (3) aktivasi disfungsional dari
dapat berasal dari epitel duktus maupun lobulusnya. Kanker payudara merupakan salah
di Indonesia, KPD menempati urutan pertama dengan frekuensi relatif sebesar 18,6%.
dengan mortalitas yang cukup tinggi yaitu 27/100.000 atau 18 % dari kematian yang
dijumpai pada wanita. Penyakit ini juga dapat diderita pada laki - laki dengan frekuensi
Di Indonesia, lebih dari 80% kasus ditemukan berada pada stadium yang lanjut,
dimana upaya pengobatan sulit dilakukan. Faktor risiko yang erat kaitannya dengan
peningkatan insiden kanker payudara antara lain jenis kelamin wanita, usia > 50 tahun,
riwayat keluarga dan genetik (Pembawa mutasi gen BRCA1, BRCA2, ATM atau TP53
(p53)), riwayat penyakit payudara sebelumnya (DCIS pada payudara yang sama, LCIS,
densitas tinggi pada mamografi), riwayat menstruasi dini (< 12 tahun) atau menarche
lambat (>55 tahun), riwayat reproduksi (tidak memiliki anak dan tidak menyusui),
hormonal, obesitas, konsumsi alkohol, riwayat radiasi dinding dada dan faktor
lingkungan. Oleh karena itu perlu pemahaman tentang upaya pencegahan, diagnosis
dini, pengobatan kuratif maupun paliatif serta upaya rehabilitasi yang baik, agar
26
pelayanan pada penderita dapat dilakukan secara optimal. Seperti pada pasien ini
kemungkinan sudah masuk stadium IIIC atau stadium IV terkait hasil PA menunjukan
T4N3Mx, namun hasil staging ulang untuk melihat metastasis jauh belum ada.
ketika mengikuti terapi utama merupakan saat-saat yang penuh tekanan bagi
kebanyakan perempuan. (Fann J R, et al, 2008) Tekanan psikologis pada pasien dengan
kanker payudara merupakan hal yang umum dan dikaitkan dengan hasil klinis yang
lebih buruk. Gejala depresi dan kecemasan mempengaruhi hingga 40% pasien kanker
payudara dan depresi dikaitkan dengan risiko kematian yang lebih tinggi pada individu
dengan distress psikologis pada pasien kanker payudara dapat dilihat pada tabel
Tabel 3. Faktor yang berhubungan dengan distress psikologis pasien kanker payudara.
The Hospital Anxiety and Depression Scale (HADS) adalah skala 14-item yang
sensitif dan andal yang biasa digunakan untuk menilai depresi dan kecemasan pada
pasien dengan kanker payudara. Saat mengisi, pasien diminta untuk merespons dengan
cepat dan hindari berpikir terlalu lama tentang jawaban mereka. (Agarwala P, et al,
2010) Skor HADS pada pasien ini menunjukan depresi berat (skor 18) dan tanpa cemas
(skor 7).
Secara umum pengobatan depresi pada orang dewasa harus komprehensif dan
bertahap, sehingga intervensi dan perawatan intensif sesuai dengan kondisi dan evolusi
2. Perawatan tingkat kedua bertujuan untuk depresi sedang, dan terutama didasarkan
3. Tingkat ketiga adalah depresi berat atau resisten, di mana perawatan utamanya
resisten. Ketika opsi ini tidak efektif, rawat inap dan terapi elektro-konvulsif harus
dipertimbangkan.
kepatuhan pengobatan, dukungan sosial, frekuensi dan keparahan efek samping dari
pengobatan yang diberikan. Disarankan bahwa semua pasien dengan depresi sedang
yang diobati dengan obat-obatan dinilai lagi 2 minggu setelah memulai pengobatan,
dan dalam waktu 8 hari jika kasus depresi berat. Pasien depresi dengan terapi obat harus
dimonitor secara ketat, setidaknya untuk 4 minggu pertama. Fase akut pengobatan
29
dipertimbangkan pada 8-12 minggu pertama, di mana tujuannya adalah remisi gejala
dan pemulihan fungsi. Fase pemeliharaan kemudian berlangsung selama 6-24 bulan di
evaluasi akan menilai respons, kepatuhan pengobatan, efek samping dan risiko bunuh
Merawat dan mengobati secara efektif depresi pada pasien kanker bertujuan
untuk meningkatkan kualitas hidup dan survival. Telah diketahui bahwa pengobatan
dan perbaikan depresi pada kanker payudara metastatic dan perbaikan gejala depresi
kelangsungan hidup rata-rata 28,5 bulan dibandingkan dengan pasien yang mengalami
dalam mengobati depresi pada kanker. Manajemen depresi cenderung berbeda pada
tergantung pada tingkat keparahan depresi, kepatuhan pasien, dan sifat interaksi antara
antidepresan dan agen anti-neoplastik. (Singh T B, et al, 2012) Pada pasien ini
mirtazapine.
Psikoterapi
adaptif positif. Terapi perilaku kognitif (CBT) juga efektif pada pasien dengan kanker
payudara metastasis.
Terapi ekspresif suportif : ini termasuk teknik ekspresif untuk meningkatkan rasa
penguasaan pasien dalam kaitannya dengan masalah yang sedang berlangsung dan
antara tim medis dan pasien. Ekspresi afektif membantu mengarahkan terapis ke
meningkatkan dukungan sosial di luar pengobatan fase akut yang mungkin memiliki
peran penting terhadap pengobatan yang sedang berlangsung pada penderita kanker
payudara.
Mindfulness based stress reduction (MBSR) : adalah bentuk standar dari yoga dan
meditasi di mana pasien belajar visualisasi, latihan pernapasan, dan menjadi sadar akan
reaksi tubuh terhadap stres dan cara mengaturnya. Dalam RCT dari 84 wanita pasien
mengurangi tekanan yang berkaitan dengan kanker dan rasa takut akan kambuhnya
kanker. (Singh T B, et al, 2012) Sejumlah besar pasien kanker juga melaporkan
penggunaan dan minat terapi komplementer selama pengobatan kanker, MBT (Mind
Body Therapies) termasuk relaksasi dan imagery (guided imagery), hypnosis, yoga,
meditasi, tai chi dan qigong, dan art therapies. (Carlson L E, et al, 2017) Pada pasien
membangkitkan satu atau lebih indera untuk mengakses dimensi fisik, emosional dan
merasa tenang, aman, bahagia, puas dan santai. Tujuan spesifik misalnya
memperlambat detak jantung dan mengurangi rasa sakit atau tujuan umum misalnya
relaksasi otot progresif atau pasif untuk memperoleh "respons relaksasi" yaitu
serangkaian reaksi fisiologis termasuk penurunan denyut jantung, laju pernapasan dan
tekanan darah. (Carlson L E, et al, 2017) Guided imagery dirumah selama 20 menit
setiap hari selama 7 hari memiliki efek signifikan pada keseluruhan gejala distress
seperti insomnia, kembung, mati rasa, cemas dan depresi pada pasien kanker payudara
Mekanisme terapi potensial dari guided imagery belum ditentukan secara tepat.
Green and Green, pelopor awal dalam penelitian guided imagery, mengusulkan teori
peneliti ini mendalilkan bahwa ketika pikiran memilih dan menciptakan kembali
gambar dari perilaku fisik, emosional, atau mental yang diinginkan, sebuah mekanisme
umpan balik yang mengatur diri secara hierarkis mengambil alih. Mekanisme ini
melibatkan korteks serebral, sistem limbik, hipotalamus dan memengaruhi sistem saraf
33
otonom. Urutan imagery dimulai dengan pasien menciptakan citra mental, dimana
ketika distimulasi dalam keadaan sangat rileks akan mengakses sistem limbik. Sistem
mengendalikan rasa sakit. Dalam teori the gate control, rangsangan nyeri
lebih tinggi. Teori ini mengakui pengaruh kontrol kognitif atau pemrosesan SSP yang
Farmakoterapi
reuptake inhibitor (SSRI) sebagai agen lini pertama. Interaksi antara SSRI dan agen
kemoterapi menjadi perhatian. Tamoxifen (10 mg dua kali sehari atau 20 mg sekali
sehari secara oral selama 5 tahun) menurunkan angka kematian akibat kanker payudara
pada reseptor hormon positif kanker payudara. Endoxifen, antiestrogen yang kuat,
34
adalah metabolit tamoxifen aktif melalui sitokrom P450–2D6 (CYP2D6). SSRI dapat
Inhibitor yang lebih lemah adalah sertraline dan escitalopram (10-20 mg / hari, oral).
depresi mayor (MDD), depresi pada pasien kanker payudara yang menerima tamoxifen
CYP2D6. Obat-obatan ini biasanya diberikan hingga remisi dan berlanjut hingga 6-9
adalah SNRI. Obat-obatan ini dimulai dengan dosis rendah dan secara bertahap
meningkat sampai tingkat optimal. Dosis awal venlafaxine adalah 75 mg / hari oral dan
desvenlafaxine adalah 50 mg / hari. Sindrom nyeri pasca operasi yang terjadi di hampir
ditandai dengan rasa sakit terbakar, menusuk di dinding ketiak pada lengan dan dada
dari sisi yang sakit. Juga untuk pasien yang memiliki respons yang buruk terhadap
penghilang rasa sakit dibandingkan dengan placebo dan dikaitkan dengan insiden nyeri
yang lebih rendah di dinding dada, lengan dan daerah aksila. (Singh T B, et al, 2012)
35
untuk depresi pada populasi umum, pasien kanker mungkin memiliki situasi yang
menunjukkan masalah serupa terkait penggunaannya yang terbatas pada pasien kanker
karena mencetuskan gangguan tidur dan mual, akibat efek agonis pada reseptor 5-HT2
dan 5-HT3. Oleh karena itu, golongan antidepresan lain seperti mirtazapine telah
menjadi pengobatan pilihan bagi pasien kanker, karena efek antagonis pada reseptor 5-
HT2 dan 5-HT3. Di antara manfaat mirtazapine untuk pasien kanker dengan gejala
kontinuitas tidur, serta meningkatkan nafsu makan yang dapat membantu pasien
heteroreceptor serta dengan memblokir reseptor 5-HT2 dan 5-HT3. Mirtazapine juga
36
HT1A. Mode aksi ganda ini bertanggung jawab terhadap aksi cepat dari mirtazapine. (
Anttila S A K, et al, 2001) Dosis mirtazapine harian dimulai dari 7,5-15 mg peroral
sekali sehari dengan dosis maksimal 45 mg peroral perhari. (Shultz E, et al, 2013)
yang tersedia, karena tidak hanya memperbaiki gejala depresi tetapi juga membantu
konstipasi. Di sebuah uji klinis acak terkontrol kecil, Cankurtaran, Ozalp, Soygur,
Akbiyik, et al. menemukan bahwa mirtazapine lebih efektif daripada imipramine pada
pasien kanker dalam mengurangi depresi dan gejala lainnya. (Ralph J, et al, 2018)
menarik untuk pilihan antidepresan pada pasien kanker stadium lanjut. Mirtazapine
interaksi obat dan merupakan antagonis reseptor 5HT-3 parsial (yaitu, memiliki sifat
antiemetik). Sejalan dengan pendekatan ini, sifat antagonis reseptor 5-HT-3 dari
merekomendasikan agen-agen ini sebagai obat lini pertama untuk mual. (Rosenstein D
L, 2011)
hari pada orang dewasa dan 6 hari pada orang tua. Studi in vitro menunjukkan bahwa
klinis. Mirtazapine menunjukkan profil keamanan yang baik, dengan indeks terapeutik
yang luas dan memiliki efek penghambatan yang lebih sedikit pada enzim sitokrom
alkohol dan benzodiazepine harus dihindari saat pemberian mirtazapine, karena efek
sedasi mungkin akan semakin buruk. Mulut kering, sedasi, nafsu makan dan berat
badan meningkat adalah efek samping yang paling umum. Berbeda dengan serotonin
selektif reuptake inhibitor (SSRI), mirtazapine tidak memiliki efek samping seksual.
dalam pengobatan gangguan depresi mayor. Semua penelitian prospektif, acak, uji
amitriptyline dalam lima uji coba. Dalam meta-analisis dari uji coba ini, tidak ada
perbedaan yang signifikan dalam kemanjuran kedua obat: 70% pasien menanggapi
telah dibandingkan dengan SSRI, seperti fluoxetine, paroxetine atau citalopram. Dalam
dua percobaan onset tindakan adalah lebih cepat pada kelompok mirtazapine daripada
lebih efektif daripada obat lain. Pada akhir uji coba selama 6-8 minggu, tidak ada
perbedaan dalam kemanjurannya dari obat yang diteliti. (Anttila S A K, et al, 2001)
38
eksaserbasi mual atau penekanan nafsu makan, dimana hal itu adalah efek samping
yang paling sering dilaporkan untuk obat antidepresan lainnya. Lebih lanjut,
mirtazapine berpotensi menjadi terapi antiemesis yang hemat biaya, karena lebih
murah daripada ondansetron, yang banyak digunakan untuk antiemesis saat ini. (Zaini
S, et al, 2016)
Di sisi lain, hot flash (HF) pada pasien kanker, terutama wanita, juga bisa
akan meningkat aktivitas serotoninergik dan noradrenergik sentral sebagai akibat dari
efek antagonis pada reseptor alfa-2 di sepanjang pusat membran presinaptik. Selain itu,
postsinaptik. Dosis sekali sehari mirtazapine adalah pilihan kenyamanan untuk wanita,
karena waktu paruh yang panjang (20 hingga 40) jam). Pruritus pada pasien kanker
juga dapat dikurangi oleh mirtazapine, karena sifatnya yang unik dari efek antagonisme
di berbagai reseptor, termasuk serotonin (5- HT2 & 5-HT3), histamin (H1) dan α2-
Gambar 14. Step Analgesic Ladder Cancer Pain (Fallon M, et al, 2018)
Pada pasien ini juga didapatkan skor penapisan paliatif 7 yang artinya perlu
intervensi paliatif. Tujuan paliatif adalah meningkatkan kualitas hidup dan mengurangi
bahkan menghilangkan gejala, salah satunya adalah nyeri kanker yang paling sering
pengobatan nyeri kanker berdasarkan sequential three-step analgesic ladder, dari non-
opioid menjadi opioid lemah hingga opioid kuat, menurut kondisi pasien (Gambar 14).
Opioid pilihan pertama untuk nyeri kanker sedang sampai berat adalah morfin oral.
41
sedangkan TCA tidak boleh digunakan sebagai pilihan pertama dalam kombinasi
dengan morfin karena efek antikolinergiknya dan juga karena dapat meningkatkan
Aapro M, Cull A. Depression in breast cancer patients: The need for treatment. Annals
of Oncology 10: 627-636. 1999.
Agarwala P, Riba M B. Tailoring depression treatment for women with breast cancer.
Current Psychiatry. 2010; Vol. 9, No. 11
Chen AF, Wang HH, Yang HY, et al. Effect of Relaxation With Guided Imagery on
The Physical and Psychological Symptoms of Breast Cancer Patients
Undergoing Chemotherapy. Iran Red Crescent Med J. 2015 November; 17(11):
e31277.
Fallon M, Giusti R, Aielli F, et al. Management of cancer pain in adult patients: ESMO
Clinical Practice Guidelines. Annals of Oncology 29 (Supplement 4): iv166–
iv191, 2018
Fann J R, Thomas-Rich A M, Katon W J, et al. Major depression after breast cancer: a
review of epidemiology and treatment. General Hospital Psychiatry 30 (2008)
112–126
Jian-an su, Yeh D, Chang C, et al. Depression and family support in breast cancer
patients. Neuropsychiatric Disease and Treatment 2017:13 2389–2396
National Collaborating Centre for Mental Health. The treatment and management of
depression in adults (updated edition). The British Psychological Society and
The Royal College of Psychiatrists. 2016
Raison C L, Capuron L and Miller A H. Cytokines sing the blues: inflammation and
the pathogenesis of depression. TRENDS in Immunology Vol.27 No.1 January
2006
Rosenstein D L. Depression and end-of-life care for patients with cancer. Dialogues
Clin Neurosci. 2011;13:101-108.
Singh T B, Singh L J, Mhetre B B. Breast cancer and depression: issues in clinical care.
Med J Indones. 2012;21:240-6