Anda di halaman 1dari 49

LAPORAN KASUS PSIKOSOMATIK

DEPRESI BERAT PADA WANITA 59 TAHUN DENGAN


CARCINOMA MAMMAE SINISTRA T4N3Mx

Oleh :
dr. Syarif Hidayatulloh

Pembimbing :
dr. Noor Asyiqah S, M.Sc, SpPD, KPsi

PPDS-1 ILMU PENYAKIT DALAM


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET /
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH Dr. MOEWARDI JAWA TENGAH
2019

i
LAPORAN KASUS PSIKOSOMATIK

DEPRESI BERAT PADA WANITA 59 TAHUN DENGAN


CARCINOMA MAMMAE SINISTRA T4N3Mx

Telah disetujui untuk di presentasikan


Pada tanggal :

Mengetahui

dr. Noor Asyiqah S, M.Sc, SpPD, KPsi

PPDS-1 ILMU PENYAKIT DALAM


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET /
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH Dr. MOEWARDI JAWA TENGAH
2019

ii
DAFTARISI

Halaman Pegesahan ......................................................................................... ii


Daftar Isi........................................................................................................... iii
Daftar Tabel ..................................................................................................... iv
Daftar Gambar .................................................................................................. v
Pendahuluan ..................................................................................................... 1
Laporan Kasus .................................................................................................. 2
Anamnesis ......................................................................................... 2
Anamnesis Psikosomatik .................................................................... 4
Pemeriksaan Fisik ............................................................................... 5
Pemeriksaan Skrining Depresi ........................................................... 6
Pemeriksaan Penunjang ...................................................................... 9
Diagnosis ............................................................................................ 11
Terapi ................................................................................................ 11
Catatan Perkembangan ........................................................................ 12
Pembahasan ................................................................................................. 18
Daftar Pustaka

iii
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Diagnosis Depresi Berdasarkan ICD-10 ............................................ 19
Tabel 2. Staging Kanker Payudara ................................................................... 26
Tabel 3. Faktor distress psikologis pasien kanker payudara ............................ 27
Tabel 4. Daftar Antidepresan ........................................................................... 39

iv
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. PHQ-9............................................................................................. 6
Gambar 2. GAD-7 ............................................................................................ 7
Gambar 3. Skor HADS .................................................................................... 7
Gambar 4. Skor Prognostik Paliatif ................................................................. 8
Gambar 5. Skor Penapisan Paliatif .................................................................. 8
Gambar 6. Elektrokardiografi pasien 13 Mei 2019 .......................................... 10
Gambar 7. Foto rontgen pasien tanggal 13 Mei 2019 ...................................... 10
Gambar 8. Luka payudara kiri 17 Mei 2019 .................................................... 13
Gambar 9. Luka payudara kiri 21 Mei 2019 .................................................... 15
Gambar 10. Foto dengan Pasien....................................................................... 17
Gambar 11. Interaksi stress-imun dan depresi ................................................. 24
Gambar 12. Hubungan stres psikososial pada kanker ...................................... 24
Gambar 13. Strategi Terapi Depresi................................................................. 29
Gambar 14. Step Analgesic Ladder Cancer Pain ............................................ 40

v
1

PENDAHULUAN

Kanker payudara adalah salah satu kanker paling umum pada wanita yang

memiliki efek mental dan emosional yang lebih parah dibandingkan jenis kanker

lainnya. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), kanker payudara menyumbang

sekitar 30% dari semua kanker di kalangan wanita. Kanker payudara juga merupakan

salah satu jenis kanker terbanyak di Indonesia, diperkirakan angka kejadiannya adalah

12/100.000 wanita. (Kemenkes RI. Panduan Penatalaksanaan Kanker payudara;

Jafari A, et al, 2018)

Diagnosis kanker payudara adalah hal yang sangat tidak menyenangkan dan

dapat mengganggu kehidupan keluarga. Sementara itu, ketakutan dan kekhawatiran

tentang kematian dan kekambuhan dari penyakit, gangguan mental, masalah keuangan

dan keluarga menyebabkan muncul dan meningkatnya gangguan psikologis seperti

depresi. Depresi sebagai gangguan mental dapat mempengaruhi pikiran, gejala fisik,

kinerja pekerjaan dan akhirnya mempengarihu kualitas hidup pasien. Saat ini,

diagnostik dan terapi medis telah memperbaiki kualitas hidup dan fungsi kognitif

pasien. Intervensi terapeutik menyebabkan perubahan fisik yang parah pada pasien

kanker payudara yang memiliki efek samping jangka panjang pada kesehatan mental

mereka. Oleh karena itu, identifikasi, diagnosis dan pengobatan depresi pada pasien

kanker payudara tidak hanya mempengaruhi kualitas hidup secara individu, tetapi juga

mempengaruhi kelangsungan hidup mereka dalam menilai dan meningkatkan

kemampuan untuk menerima dan mengatasi penyakitnya. (Anttila S A K, et al, 2001;

Aapro M, et al, 1999)


2

LAPORAN KASUS

Seorang wanita 59 tahun, tinggal di Kauman, Yogyakarta, lulusan SLTA dan

seorang ibu rumah tangga. Dirawat di RSUP DR Sardjito tanggal 13 Mei 2019 sampai

22 Mei 2019 dengan nomor rekam medis 01.71.2x.xx. Dikasuskan 14 Mei 2019.

Anamnesa dilakukan secara allo dan autoanamnesa 14 Mei 2019. Keluhan utama saat

masuk rumah sakit adalah lemas diseluruh tubuh yang dirasakan sejak beberapa hari

SMRS dan semakin memberat dalam 2 hari terakhir.

Pasien datang ke IGD RS Sardjito dengan keluhan lemas diseluruh tubuh yang

dirasakan sejak beberapa hari terakhir dan semakin memberat dalam 2 hari terakhir.

Keluhan disertai mual dan muntah hampir pada setiap makan dan minum. Perut pasien

juga dirasakan jadi tidak nyaman,terkadang nyeri, perih dan kembung. Hal tersebut

membuat nafsu makan pasien turun. Pasien hanya mau minum susu atau yang manis-

manis meskipun hanya sedikit.

Pasien adalah penderita kanker payudara kiri sejak Juli 2018. Pasien juga

mengeluhkan nyeri di dada kiri di luka bekas operasi payudaranya. Pasien tidak

mengeluh demam, batuk ataupun sesak nafas. Beberapa hari yang lalu BAB pasien

sempat cair, namun saat ini sudah membaik dan tidak ada keluhan. BAK pasien tidak

ada keluhan. Pasien juga mengeluhkan lengan kiri sering bengkak dan nyeri hilang

timbul. Diakui pasien sebenarnya keluhan lengan sudah dirasakan sejak Januari 2019.

Pasien mengaku berat badan turun > 5 kg dalam 4 bulan terakhir.


3

Sekitar 1 bulan yang lalu, 10 April 2019, pasien juga datang ke IGD RS Sardjito

dengan keluhan utama lemas diseluruh tubuh yang dirasakan beberapa hari SMRS.

Pasien dirawat selama kurang lebih 6 hari. Pasien mengeluh mual dan muntah sekitar

3 kali sehari. Hal tersebut membuat pasien tidak mau makan dan hanya minum susu 1

gelas sebanyak 3 kali sehari. BAK dan BAB pasien saat itu tidak ada keluhan. Pasien

tidak mengeluhkan demam, batuk ataupun sesak nafas. Pasien saat itu dirawat bersama

dengan bagian psikosomatik dengan diagnosis depresi mayor dan mendapatkan obat

MST 3 x 10 mg, Mirtazapine 10 mg (1/3 tablet) dan psikoterapi.

Pada bulan Juli 2018, pasien diketahui ada benjolan di payudara kiri dengan

ukuran sekitar 2 kali besar telur puyuh, namun tidak diperiksakan oleh pasien. Agustus

2018, pasien memeriksakan diri ke dokter bedah dan disarankan untuk operasi. Pada

bulan yang sama, pasien akhirnya dilakukan operasi payudara kiri dan dilakukan

pemeriksaan PA didapatkan hasil Invasif Ductal Carcinoma NST grade III. Setelah itu

pasien dilakukan kemoterapi di RS Sarjito dengan regimen kemo 5FU-Siklofosfamid-

Epirubicin, rencana 8 kali dengan interval 21 hari.

Januari 2019, pasca kemoterapi yang ke-5 pasien mengeluh mual, muntah-

muntah, tidak nafsu makan, nyeri diluka bekas operasi dan gatal-gatal hampir diseluruh

tubuh. Sejak itu pasien sudah 4x masuk rumah sakit untuk rawat inap di RS PKU Yogya

3 kali dan di RS Sardjito 1 kali karena keluhan lemas, mual dan muntah. Sejak saat itu

pasien tidak lagi melanjutkan kemoterapi karena kondisinya. Pasien tidak mempunyai
4

riwayat sakit kencing manis ataupun darah tinggi. Tidak ada keluarga yang mengalami

riwayat kanker atau hal serupa dengan pasien.

Anamnesa Psikosomatis :

Pasien wanita 59 tahun, seorang ibu rumah tangga, mempunyai suami 1

menikah sejak > 20 tahun dan mempunyai 4 orang anak. Menderita kanker payudara

kiri sejak Agustus 2018. Pasien mengaku sempat syok, sulit tidur, sedih, murung, tidak

mau aktifitas apapun dan hilang harapan sejak mengetahui diagnosa kanker ganas pada

payudara kirinya. Keluhan itu dirasa bertambah sejak pasien mengetahui harus di

kemoterapi. Namun pasien sempat membaik setelah diberi penjelasan oleh dokter dan

dukungan dari suami, anak dan juga keluarga lainnya tentang pengobatan yang harus

dilakukan pasien. Akhirnya pasien mau menjalani kemoterapi dengan harapan akan

sembuh dan kondisinya membaik sehingga pasien dapat beraktifitas seperti biasanya.

Setelah kemoterapi yang ke-5 bulan januari 2019, pasien mengeluh mual dan

muntah yang sangat mengganggu, nyeri di bekas operasi payudara, gatal hampir di

seluruh tubuh dan lengan kiri terasa bengkak dan nyeri. Sejak itu pasien kembali

mengeluhkan lemas, tidak nafsu makan, lebih sering tiduran, tidak mau beraktifitas,

sulit tidur, murung dan sedih. Pasien sering kepikiran kematian dan penyakitnya tidak

bisa sembuh. Pasien juga kepikiran anak dan suaminya karena harus sering mengurus

dan menungguinya bolak balik masuk RS. Pasien juga sempat merasa jika anak dan

suaminya sudah kurang mau mengurus dan perhatian, meskipun pada kenyataannya

tidak seperti itu.


5

Pemeriksaan fisik 14 Mei 2019 ditemukan keadaan umum sedang, kesadaran

kompos mentis, kesan gizi cukup, tinggi badan 150 sentimeter, berat badan 50 kilogram

dengan IMT 22,2 kg/m2. Tanda-tanda vital saat didapatkan tekanan darah 100/75

mmHg. Nadi didapatkan 80 x/menit, reguler, isi dan tegangan cukup. Respirasi 20

x/menit, regular, tipe pernafasan abdomino-thorakal, serta suhu tubuh 36,4ºC yang

diukur di aksila. Nyeri VAS 6 diluka bekas operasi payudara kiri.

Pada pemeriksaan kepala didapatkan bentuk kepala mesosefal, mata

konjungtiva tidak pucat, tidak didapatkan sklera ikterik. Distribusi rambut jarang.

Tidak terdapat edema periorbital ataupun facial edema. Leher tidak terdapat

peningkatan jugular venous pressure (JVP), limfonoduli colli tidak teraba.

Pada pemeriksaan thoraks yang meliputi pemeriksaan dinding dada, paru dan

jantung, didapatkan dada tampak asimetris karena adanya luka bekas operasi payudara

kiri dengan tampak jaringan granulasi, pus tanpa darah. Paru didapatkan pergerakan

hemitoraks dekstra dan sinistra kesan simetris, fremitus taktil dekstra dan sinistra sulit

dinilai, perkusi sonor, dan pada auskultasi terdapat suara dasar vesikuler, tidak

didapatkan suara nafas tambahan ronki, crackles maupun wheezing. Jantung tidak

membesar dengan ictus cordis teraba pada SIC V 2 cm medial dari linea

medioclavicularis sinistra, tidak kuat angkat dan tidak melebar, suara jantung 1-2

murni, reguler, tidak didapatkan suara bising dan gallop pada pemeriksaan auskultasi.

Pada pemeriksaan abdomen didapatkan dinding perut sejajar dinding dada, tidakada

luka, peristaltik usus normal, perkusi timpani, pada palpasi didapatkan nyeri tekan
6

epigastrium. Hati dan limpa tidak teraba. Tidak ditemukan adanya pekak alih. Pada

keempat ekstremitas akral teraba hangat dan idak ditemukan edema. Kulit pasien

terlihat dan teraba kering.

Pemeriksaan skrining depresi pada pasien dengan hasil : M(+) I(+) S(+) G(-

) E (+) C(+) A(+) P(-) S(+). PHQ-9 = 25 (Depresi Berat) dan GAD-7 = 5 (Tidak

Cemas). HADS skor Anxietas = 7 (Normal) dan Depresi = 18 (Berat). Skor penapisan

paliatif = 7, menandakan perlu intervensi paliatif. Skor prognostik paliatif = 4,

menunjukan 30-survival probability > 70%. Skor PSQI = 14.

Gambar 1. PHQ-9
7

Gambar 2. GAD-7

Gambar 3. Skor HADS


8

Gambar 4. Skor Prognostik Paliatif

Gambar 5. Skor Penapisan Paliatif


9

Pemeriksaan laboratorium awal pasien pada tanggal 13 Mei 2019

menunjukkan Hb 14,5 g/dl, AL 9,65/uL, AT 353.000 /uL, Hmt 41,6%, MCV 86 fL,

MCH 30 pg, S 59,4%, Limfosit 32,3 %, Monosit 6,9%, Eosinofil 0,9%, basophil 0,5%,

GDS 76 mg/dL, Natrium 133 mmol/L, kalium 2,63 mmol/L, Klorida 93 mmol/L, BUN

5,10 mg/dL, kreatinin 0,73 mg/dL, albumin 2,25 g/dL, SGOT 48 U/L, SGPT 12 U/L.

Pemeriksaan laboratorium 14 Mei 2019 menunjukan Albumin 2,14 g/dl, Natrium 138

mmol/L, Kalium 2,67 mmol/L, Klorida 95 mmol/L.

Rekaman EKG pada tanggal 13 Mei 2019 menunjukkan irama sinus dengan

Heart Rate 92x/menit, normoaksis, low voltage lead ekstremitas (Gambar 6).

Pemeriksaan foto rontgen thoraks yang dilakukan pada tanggal 13 Mei 2019

menunjukkan opasitas di region hemitorak sinistra ec kasa, tak tampak pulmonal

metastase, pulmo tak tampak kelainan, besar Cor normal, suspek osteoblastic type

skeletal metastase pada os costae 6 aspek posterior, terpasang NGT dengan ujung distal

tak tervisualisasi (Gambar 7).

Pemeriksaan penunjang PA 11 Agustus 2018 menunjukan kesimpulan :

Mastektomi mammae sinistra : Invasive (ductal) carcinoma of NST grade III,

Metastasis ke 13 limfonodi axilla, Lymphovaskular invasion (+), Perineural invasion

(-), Margin dasar operasi berjarak 3 mm dari tumor terdekat, T4N3Mx.


10

Gambar 6. Elektrokardiografi pasien 13 Mei 2019

Gambar 7. Foto rontgen pasien tanggal 13 Mei 2019


11

Pemeriksaan penunjang USG Abdomen di RS PKU Yogya 6 Agustus 2018

menunjukan kesan : tak tampak kelainan pada organ-organ abdomen dan sonografi tak

tampak tanda-tanda metastase.

Diagnosis kerja pada pasien ini adalah :

Axis 1 : Depresi mayor/berat

Axis 2 : -

Axis 3 : Ca Mammae sinistra T4N3Mx, hipoalbuminemia berat, hipokalemia

sedang, nyeri kanker, ulkus kanker, dispepsia organik.

Axis 4 :

• Faktor predisposisi : wanita ibu rumah tangga, Ca mammae.

• Faktor presipitasi : Ca mammae yang tak kunjung sembuh,

kepikiran mati, kemoterapi yang tidak lanjut.

• Faktor agravasi : mual, muntah, sulit tidur, nyeri di payudara kiri,

lemas, lengan kiri terkadang bengkak dan nyeri, kepikiran suami.

Axis 5 : GAF 61-70

Terapi awal yang diberikan saat masuk bangsal 13 Mei 2019 berupa IVFD RL

: D5% 1:1 20 tpm, diet awal yang diberikan kalori 35 kkal/kgbb (1750 kkal/hari) dalam

bentuk cair diberikan per NGT dengan frekuensi 6x300 ml/hari, inj Metoclopramide

10 mg/8 jam (prn), inj Ranitidin 1 ampul/12 jam, premix KCL 25 meq 18 tpm s/d
12

kalium > 3, MST 2x10 mg (prn) , transfusi Albumin s/d albumin ≥ 2,5, rawat luka di

bekas operasi payudara kiri tiap hari. Pada hari perawatan pertama dibangsal 14 Mei

2019, terapi dilanjutkan, aff NGT, diet masih cair 1750 kkal, tambahan Mirtazapine

1x10 mg (1/3 tablet), fisioterapi, psikoterapi dan latihan guided imagery.

Pasien direncanakan untuk dilakukan pemantauan keadaan umum dan tanda

vital, pemeriksaan bone survey dan USG abdomen.

Perkembangan selama perawatan di Rumah Sakit

Pada hari perawatan kedua 15 Mei 2019, makan sedikit mau, lebih dominan

susu, lemas (+), perasaan sedih (+), sulit tidur (+), nyeri perut berkurang, mual (+),

muntah (-), nyeri di luka payudara kiri (+), BAB (+). KU : CM, sedang. Tanda vital

TD : 134/69, N : 105x/menit, RR : 20 x/menit , T : 37.5, VAS 4 payudara kiri. Luka

di payudara kiri (+), darah (-), pus (+), jaringan granulasi (+). M(+) I(+) S(+) G(-) E

(+) C(+) A(+) P(-)S(+). Depresi mayor menetap. Terapi dilanjutkan, dosis Mirtazapine

dinaikan jadi 1x20 mg (2/3 tablet), tambahan inj. Metronidazole 500 mg/8 jam iv.

Pada hari perawatan ketiga 16 Mei 2019, nafsu makan masih kurang (+), masih

dominan susu, lemas (+), perasaan sedih (+), sulit tidur masih (+), mual (+), muntah

(+), perut kembung (+), nyeri di payudara kiri berkurang (+), BAB (-). KU : CM,

sedang. Tanda vital TD : 108/62, N : 90x/menit, RR : 20 x/menit , T : 36.0, VAS : 3

payudara kiri. Luka di payudara kiri (+), darah (-), pus (+), jaringan granulasi

(+).Pemeriksaan laboratorium 16 Mei 2019 menunjukan Albumin 2,21 g/dl. M(+) I(+)
13

S(+) G(-) E (+) C(+) A(+) P(-)S(+). Terapi dilanjutkan, Inj. Metronidazole diganti oral

Metronidazole 3x500 mg po, tambahan inj. Metoclopramide 1 ampul/8 jam iv.

Pada hari perawatan keempat 17 Mei 2019, nafsu makan masih kurang (+),

masih dominan susu, lemas (+), perasaan sedih (+), sulit tidur masih (+), mual (+),

muntah (-), perut kembung (-), nyeri di payudara kiri dirasa bertambah (+), BAB (-).

KU : CM, sedang. Tanda vital TD : 112/61, N : 98x/menit, RR : 20 x/menit , T : 37,5,

VAS = 4 payudara kiri. Luka di payudara kiri (+), darah (-), pus (-), jaringan granulasi

(+). Pemeriksaan laboratorium 17 Mei 2019 menunjukan Natrium 140 mmol/L,

Kalium 2,79 mmol/L, Klorida 95 mmol/L. M(+) I(+) S(+) G(-) E (+) C(+) A(+) P(-)

S(+). Terapi dilanjutkan, MST dosis dinaikan jadi 15 mg/12 jam po, tambahan

Laxadine syrup 10 cc/12 jam po.

Gambar 8. Luka payudara kiri 17 Mei 2019


14

Pada hari perawatan kelima 18 Mei 2019, nafsu makan masih kurang (+),

masih dominan susu, lemas (+), perasaan sedih (+), sulit tidur masih (+), mual (+),

muntah (-), perut kembung (-), nyeri di payudara kiri berkurang (+), BAB (-). KU :

CM, sedang. Tanda vital TD : 120/70, N : 86x/menit, RR : 20 x/menit , T : 36,5, VAS

= 3 payudara kiri. Luka di payudara kiri (+), darah (-), pus (-), jaringan granulasi (+).

Pemeriksaan laboratorium 18 Mei 2019 menunjukan Albumin 2,35 g/dl, natrium 136

mmol/L, kalium 2,51 mmol/L, klorida 98 mmol/L. M(+) I(+) S(+) G(-) E (+) C(+) A(+)

P(-) S(+). Terapi dilanjutkan.

Pada hari perawatan keenam 19 Mei 2019, nafsu makan mulai muncul (+),

masih dominan susu namun sudah sedikit mau bubur dan biskuit, lemas sedikit

berkurang (+), perasaan sedih berkurang (+), sulit tidur berkurang (+), mual (+),

muntah (-), perut kembung (-), nyeri di payudara kiri berkurang (+), BAB (+). KU :

CM, sedang. Tanda vital TD : 120/80, N : 88x/menit, RR : 20 x/menit , T : 36,8, VAS

= 2 payudara kiri. Luka di payudara kiri (+), darah (-), pus (-), jaringan granulasi (+).

M(+) I(+) S(+) G(-) E (+) C(+) A(+) P(-) S(+). Terapi dilanjutkan.

Pada hari perawatan ketujuh 20 Mei 2019, nafsu makan mulai muncul (+),

masih dominan susu namun sudah sedikit mau bubur dan biskuit, lemas berkurang (+),

perasaan sedih berkurang (+), sudah mulai bisa tidur cukup (+), mual berkurang (+),

muntah (-), perut kembung (-), nyeri di payudara kiri berkurang (+), BAB (-). KU :

CM, sedang. Tanda vital TD : 100/60, N : 80x/menit, RR : 20 x/menit , T : 36,5, VAS

= 2 payudara kiri. Luka di payudara kiri (+), darah (-), pus (-), jaringan granulasi (+).
15

Pemeriksaan laboratorium 20 Mei 2019 menunjukan Albumin 2,43 g/dl, Natrium 133

mmol/L, Kalium 3,58 mmol/L. M(+) I(+) S(+) G(-) E (+) C(+) A(+) P(-) S(-). Terapi

dilanjutkan, dosis Mirtazapine dinaikanjadi 30 mg/24 jam po, premix Kcl stop.

Pada hari perawatan kedelapan 21 Mei 2019, nafsu makan mulai bertambah

(+), susu, bubur dan biscuit bertambah dari sebelumnya, lemas berkurang (+), pasien

lebih ceria dan mulai banyak senyum (+), sudah bisa tidur cukup (+), mual (-), muntah

(-), perut kembung (-), nyeri di payudara kiri berkurang (+), BAB (+). KU : CM,

sedang. Tanda vital TD : 107/67, N : 111x/menit, RR : 20 x/menit , T : 37,3, VAS = 2

payudara kiri. Luka di payudara kiri (+), darah (-), pus (-), jaringan granulasi (+). M(±)

I(+) S(-) G(-) E (+) C(-) A(-) P(-) S(-). Terapi dilanjutkan, tambahan Vip Albumin

sachet 1x1 po, Dexamethasone tablet 0,5 mg 1-0-0 po, discharge planning besok.

Gambar 9. Luka payudara kiri 21 Mei 2019


16

Pada hari perawatan kesembilan 22 Mei 2019, nafsu makan mulai bertambah

(+), susu, bubur dan biscuit bertambah dari sebelumnya, lemas berkurang (+), pasien

lebih ceria dan mulai banyak senyum (+), sudah bisa tidur cukup (+), mual (-), muntah

(-), perut kembung (-), nyeri di payudara kiri berkurang (+), BAB (-). KU : CM, sedang.

Tanda vital TD : 105/65, N : 100x/menit, RR : 20 x/menit , T : 37,3, VAS = 2 payudara

kiri. Luka di payudara kiri (+), darah (-), pus (-), jaringan granulasi (+). M(±) I(+) S(-)

G(-) E (+) C(-) A(-) P(-) S(-). Pasien diperbolehkan pulang.

Assessment akhir pasien :

Axis 1 : Depresi mayor/berat perbaikan

Axis 2 : -

Axis 3 : Ca Mammae sinistra T4N3Mx, hipoalbuminemia berat, hipokalemia

perbaikan, nyeri kanker perbaikan , ulkus kanker perbaikan, dispepsia

organik perbaikan.

Axis 4 :

• Faktor predisposisi : wanita ibu rumah tangga, Ca mammae.

• Faktor presipitasi : Ca mammae yang tak kunjung sembuh,

kepikiran mati, kemoterapi yang tidak lanjut.

• Faktor agravasi : mual, muntah, sulit tidur, nyeri di payudara kiri,

lemas, lengan kiri terkadang bengkak dan nyeri, kepikiran suami.


17

Axis 5 : GAF 61-70

Obat pulang yang diberikan Mirtazapine 1x30 mg po, Dexamethasone 0,5 mg

1-0-0 po, MST 2x15 mg po, Laxadine syrup 1x10 cc po malam (prn), ranitidine 2x1

tab po, metoclopramide 3x1 tap po, paracetamol 3x500 mg po, guided imagery.

Kontrol poli psikosomatis.

Gambar 10. Foto dengan Pasien


18

PEMBAHASAN

Depresi adalah gangguan alam perasaan (mood) yang ditandai dengan

kemurungan dan kesedihan yang mendalam dan berkelanjutan sehingga hilangnya

gairah hidup. Depresi mengacu pada berbagai masalah kesehatan mental yang ditandai

oleh tidak adanya afek positif (kehilangan minat dan kesenangan) dan suasana hati

yang murung yang terkait dengan emosi, kognitif, fisik dan gejala perilaku.(National

Collaborating Centre for Mental Health, 2016)

Depresi adalah proses multifaktorial dan kompleks yang kemungkinan

perkembangannya bergantung pada berbagai faktor risiko. Faktor-faktor yang dapat

meningkatkan risiko depresi diantaranya adalah faktor pribadi, sosial, kognitif,

keluarga dan genetik. Prevalensi dan kejadian gangguan depresi lebih besar pada

wanita daripada pria, dimulai pada masa remaja sampai dewasa. Selain itu, meski

depresi merupakan penyebab utama kecacatan pada pria dan wanita, diperkirakan

bahwa beban depresi 50% lebih tinggi pada wanita dibandingkan pada pria. Diagnosis

depresi yang paling baik digunakan, baik secara klinis maupun dalam penelitian adalah

dari the International Statistical Classification of Diseases and Related Health

Problems (ICD-10) dan the Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders

(DSM) classification dari the American Psychiatric Association. (Ariza M A, et al,

2014) Pada pasien ini bila kita menggunakan DSM IV-TR maka diagnosisnya depresi

mayor, sedangkan bila menggunakan ICD-10 diagnosisnya depresi berat. Hal tersebut

dikarenakan adanya gejala perasaan depresi, hilangnya minat atau rasa senang, lemas
19

atau penurunan energi, gangguan tidur, penurunan nafsu makan, sulit konsentrasi dan

pikiran berulang tentang kematian.

Tabel 1. Diagnosis Depresi Berdasarkan ICD-10 (Hanwella R, et al, 2008)

Menurut DSM IV-TR, seseorang menderita gangguan depresi berat (Major

Depressive Disorders) jika terdapat lima atau lebih gejala dibawah dan telah ada

selama periode 2 minggu dan merupakan perubahan dari keadaan biasa seseorang.

Sekurang-kurangnya salah satu gejala harus (1) emosi depresi atau (2) kehilangan

minat atau kemampuan menikmati sesuatu. Gejalanya :

1. Perasaan depresi

2. Hilangnya minat atau rasa senang

3. Berat badan menurun atau bertambah


20

4. Insomnia atau hypersomnia

5. Agitasi atau retardasi psikomotor

6. Kelelahan

7. Rasa bersalah atau tidak berharga

8. Sulit konsentrasi

9. Pikiran berulang tentang kematian atau gagasan bunuh diri.

Kanker adalah diagnosis yang mengancam jiwa, ditakuti dan merupakan

sumber kesusahan besar pada pasien. Diagnosis kanker menghasilkan rasa tertekan

yang lebih tinggi daripada penyakit non-kanker dengan prognosis yang lebih buruk.

Tingkat tekanan mental yang tinggi untuk periode waktu yang berkelanjutan pada

pasien kanker dapat menyebabkan kecemasan, depresi atau keduanya. Gejala

campuran ini adalah sangat umum, dengan dua pertiga pasien kanker dengan depresi

juga menunjukkan tingkat kecemasan yang signifikan secara klinis. Depresi

menyebabkan penurunan kualitas hidup (QOL) dan hasil akhir yang lebih buruk pada

pasien kanker. Tingkat kematian diketahui lebih tinggi pada pasien kanker yang

mengalami depresi. Major Depressive Disorder (MDD) adalah bentuk depresi yang

umum di antara pasien kanker, dengan tingkat prevalensi hingga empat kali lebih tinggi

daripada populasi umum.(Smith H R, 2015; Bortolato B, et al, 2017)

Lokasi kanker primer juga mempengaruhi tingkat depresi, dengan depresi yang

paling umum terjadi pada kanker pankreas dan kanker paru-paru, sedangkan terendah

pada kanker kulit invasif. Umur juga mempengaruhi prevalensi; bukti menunjukkan
21

bahwa anak-anak dan remaja dengan kanker tidak lebih tertekan daripada kontrol sehat,

sementara untuk beberapa kanker di antara orang dewasa, usia berbanding terbalik

dengan depresi. Gender juga merupakan faktor yang signifikan, pada beberapa jenis

kanker, pasien wanita ditemukan dua hingga tiga kali lebih mungkin mengalami

depresi daripada laki-laki. Tingkat stres psikologis dan depresi juga bervariasi selama

perjalanan penyakit dan tertinggi pada saat diagnosis. Metastasis dan nyeri kanker juga

telah dikaitkan dengan tingkat depresi yang lebih tinggi.(Smith H R, 2015)

Tinjauan sistematis dan meta-analisis menunjukkan prevalensi depresi berat

(15%), depresi ringan (20%), dan kecemasan (10%) pada pasien yang dirawat karena

kanker. Dua pertiga pasien dengan kanker dan depresi juga memiliki gejala kecemasan

yang signifikan secara klinis. Angka-angka tersebut bervariasi menurut jenis kanker,

dengan depresi berat yang mempengaruhi perkiraan 13% pada pasien dengan kanker

paru-paru, 11% pada kanker ginekologi, 9% pada kanker payudara, 7% pada kolorektal

kanker, dan 6% pada kanker genitourinari. Prevalensi rentang depresi pada wanita

dengan kanker payudara berkisar dari 5% hingga 40%, dan sebagian besar studi

melaporkan tingkatnya antara 10% dan 25%. (Pitman A, et al, 2018; Jian-an su, et al,

2017)

Patogenesis depresi pada kanker adalah gangguan multifaktorial yang

melibatkan penyebab psikososial, biologis dan bahkan iatrogenik. (Smith H R, 2015)

Ada dua jalur utama dimana depresi dan kecemasan dapat timbul pada pasien dengan

kanker: 1) proses yang terlibat dalam model biopsikososial (dengan kontribusi saling
22

tergantung dari faktor biologis, psikologis, dan sosial) dan 2) efek neuropsikiatrik

spesifik dari kanker dan pengobatanya.(Pitman A, et al, 2018)

Depresi dan kecemasan pada kanker paling sering muncul dari reaksi psikologis

pasien terhadap diagnosis, pengobatan, kekambuhan, perawatan akhir hidup atau

bertahan hidup. Kerugian yang didapatkan akibat pengobatan (seperti rambut, fungsi

seksual, atau organ), harapan tentang kelangsungan hidup, dan dampaknya pada

pekerjaan dan peran sosial dapat menyebabkan periode stres psikologis yang

berkepanjangan. Persepsi bahwa penyakit dapat memiliki efek fisiologis (seperti stres

berkelanjutan dapat menyebabkan aktivasi aksis hipotalamo-hipofisis-adrenal),

menimbulkan gejala psikologis yang mencapai ambang batas diagnostik untuk depresi

atau kecemasan. Efek samping umum dari kemoterapi konvensional (seperti muntah,

rambut rontok, mukositis dan neuropati perifer) juga dapat menjadi stressor psikologis

kronis.(Pitman A, et al, 2018)

Patogenesis depresi pada kanker juga akibat faktor inflamasi, stress kronik dan

interaksi stres-imun dan depresi (Gambar 11). Aktivasi NF-kB melalui Toll-like

receptors (TLR) menyebabkan respons peradangan, termasuk pelepasan sitokin

proinflamasi TNF-a, IL-1 dan IL-6. Sitokin ini, pada gilirannya, mengakses otak

melalui daerah permeabel di sawar darah-otak sehingga aktif mengangkut molekul dan

aktifasi serabut saraf aferen (mis. vagus sensorik), yang menyampaikan informasi

melalui nucleus tractus solitarius (NTS). Setelah di otak, sinyal sitokin berpartisipasi

dalam jalur (ditunjukkan dalam oranye) yang diketahui terlibat dalam pengembangan
23

depresi, termasuk: (i) perubahan metabolisme neurotransmiter yang relevan seperti

serotonin (5HT) dan dopamine (DA); (ii) aktivasi CRH dalam nukleus paraventrikular

(PVN) dan produksi selanjutnya dan / atau pelepasan ACTH dan glukokortikoid

(kortisol) dan (iii) gangguan plastisitas sinaptik melalui perubahan faktor pertumbuhan

yang relevan [mis. faktor neurotropik yang diturunkan dari otak (BDNF)]. Paparan

terhadap stresor lingkungan mendorong aktivasi pensinyalan peradangan (NF-kB)

melalui peningkatan aliran proinflamasi sistem saraf simpatis [pelepasan norepinefrin

(NE), yang berikatan dengan adrenoseptor α (α AR) dan β (β AR)] (oranye). Stresor

juga mendorong penarikan penghambat input vagal motorik [pelepasan asetilkolin

(ACh), yang berikatan dengan subunit α 7 dari reseptor asetilkolin nikotinat (α

7nAChR)] (biru). Aktivasi jalur aktif mitogen protein kinase, termasuk p38 dan Jun

amino-terminal kinase (JNK), menghambat fungsi reseptor glukokortikoid (GR),

sehingga melepaskan NF-kB dari regulasi negative oleh glukokortikoid yang

dilepaskan akibat aksis HPA sebagai respons terhadap stres (biru). (Raison C L, et al,

2006)

Depresi memberikan hasil yang lebih buruk pada pasien kanker, termasuk

ketidakpatuhan terhadap pengobatan dan peningkatan mortalitas. Kemajuan dalam

pemahaman dasar-dasar neurobiologis depresi telah mengungkapkan mekanisme

biobehavioral yang mungkin berkontribusi terhadap perkembangan kanker. Depresi

atau stresor psikososial pada kanker dapat memperburuk kondisi kankernya (Gambar

12), salah satunya dengan mekanisme meningkatnya : (1) peradangan dan stres
24

oksidatif / nitrosatif; (2) penurunan imunosurveilan dan (3) aktivasi disfungsional dari

sistem saraf otonom dan aksis hipotalamus-hipofisis. (Bortolato B, et al, 2017)

Gambar 11. Interaksi stress-imun dan depresi

Gambar 12. Hubungan stres psikososial pada kanker


25

Kanker payudara (KPD) merupakan keganasan pada jaringan payudara yang

dapat berasal dari epitel duktus maupun lobulusnya. Kanker payudara merupakan salah

satu jenis kanker terbanyak di Indonesia. Berdasarkan Pathological Based Registration

di Indonesia, KPD menempati urutan pertama dengan frekuensi relatif sebesar 18,6%.

(Data Kanker di Indonesia Tahun 2010, menurut data Histopatologik ; Badan

Registrasi Kanker Perhimpunan Dokter Spesialis Patologi Indonesia (IAPI) dan

Yayasan Kanker Indonesia (YKI)). Diperkirakan angka kejadiannya di Indonesia

adalah 12/100.000 wanita, sedangkan di Amerika adalah sekitar 92/100.000 wanita

dengan mortalitas yang cukup tinggi yaitu 27/100.000 atau 18 % dari kematian yang

dijumpai pada wanita. Penyakit ini juga dapat diderita pada laki - laki dengan frekuensi

sekitar 1 %. (Kemenkes RI. Panduan Penatalaksanaan Kanker payudara)

Di Indonesia, lebih dari 80% kasus ditemukan berada pada stadium yang lanjut,

dimana upaya pengobatan sulit dilakukan. Faktor risiko yang erat kaitannya dengan

peningkatan insiden kanker payudara antara lain jenis kelamin wanita, usia > 50 tahun,

riwayat keluarga dan genetik (Pembawa mutasi gen BRCA1, BRCA2, ATM atau TP53

(p53)), riwayat penyakit payudara sebelumnya (DCIS pada payudara yang sama, LCIS,

densitas tinggi pada mamografi), riwayat menstruasi dini (< 12 tahun) atau menarche

lambat (>55 tahun), riwayat reproduksi (tidak memiliki anak dan tidak menyusui),

hormonal, obesitas, konsumsi alkohol, riwayat radiasi dinding dada dan faktor

lingkungan. Oleh karena itu perlu pemahaman tentang upaya pencegahan, diagnosis

dini, pengobatan kuratif maupun paliatif serta upaya rehabilitasi yang baik, agar
26

pelayanan pada penderita dapat dilakukan secara optimal. Seperti pada pasien ini

kemungkinan sudah masuk stadium IIIC atau stadium IV terkait hasil PA menunjukan

T4N3Mx, namun hasil staging ulang untuk melihat metastasis jauh belum ada.

(Kemenkes RI. Panduan Penatalaksanaan Kanker payudara)

Tabel 2. Staging Kanker Payudara

Diagnosis dan pengobatan kanker payudara terutama pada bulan-bulan pertama

ketika mengikuti terapi utama merupakan saat-saat yang penuh tekanan bagi

kebanyakan perempuan. (Fann J R, et al, 2008) Tekanan psikologis pada pasien dengan

kanker payudara merupakan hal yang umum dan dikaitkan dengan hasil klinis yang

lebih buruk. Gejala depresi dan kecemasan mempengaruhi hingga 40% pasien kanker

payudara dan depresi dikaitkan dengan risiko kematian yang lebih tinggi pada individu

dengan kanker payudara. (Agarwala P, et al, 2010) Faktor-faktor yang berhubungan


27

dengan distress psikologis pada pasien kanker payudara dapat dilihat pada tabel

dibawah. (Singh T B, et al, 2012)

Tabel 3. Faktor yang berhubungan dengan distress psikologis pasien kanker payudara.

The Hospital Anxiety and Depression Scale (HADS) adalah skala 14-item yang

sensitif dan andal yang biasa digunakan untuk menilai depresi dan kecemasan pada

pasien dengan kanker payudara. Saat mengisi, pasien diminta untuk merespons dengan

cepat dan hindari berpikir terlalu lama tentang jawaban mereka. (Agarwala P, et al,

2010) Skor HADS pada pasien ini menunjukan depresi berat (skor 18) dan tanpa cemas

(skor 7).

Secara umum pengobatan depresi pada orang dewasa harus komprehensif dan

mencakup semua intervensi psikoterapi, psikososial, dan farmakologis yang dapat

meningkatkan kualitas hidup dan kapasitas fungsional. Disarankan agar

penatalaksanaan depresi pada orang dewasa dilakukan menggunakan model perawatan

bertahap, sehingga intervensi dan perawatan intensif sesuai dengan kondisi dan evolusi

pasien. Penatalaksanaan depresi harus meliputi: psikoedukasi, dukungan individu dan


28

keluarga, koordinasi dengan profesional lain, perhatian terhadap komorbiditas,

pemantauan kondisi mental secara teratur. (Ariza M A, et al, 2014)

Untuk menerapkan model perawatan bertahap, 3 level perawatan harus

ditetapkan : (Ariza M A, et al, 2014)

1. Perawatan tingkat pertama akan mengatasi depresi ringan, terutama berdasarkan

psikoedukasi, dukungan, olahraga dan intervensi psikologis.

2. Perawatan tingkat kedua bertujuan untuk depresi sedang, dan terutama didasarkan

pada perawatan obat atau intervensi psikologis.

3. Tingkat ketiga adalah depresi berat atau resisten, di mana perawatan utamanya

kombinasi (psikoterapi + antidepresan) dan / atau strategi farmakologis untuk depresi

resisten. Ketika opsi ini tidak efektif, rawat inap dan terapi elektro-konvulsif harus

dipertimbangkan.

Evaluasi didasarkan terutama pada wawancara klinis, meskipun penggunaan

instrumen penilaian dapat memberikan informasi tambahan. Frekuensi penilaian gejala

dan pemantauan harus dilakukan sesuai dengan tingkat keparahan, komorbiditas,

kepatuhan pengobatan, dukungan sosial, frekuensi dan keparahan efek samping dari

pengobatan yang diberikan. Disarankan bahwa semua pasien dengan depresi sedang

yang diobati dengan obat-obatan dinilai lagi 2 minggu setelah memulai pengobatan,

dan dalam waktu 8 hari jika kasus depresi berat. Pasien depresi dengan terapi obat harus

dimonitor secara ketat, setidaknya untuk 4 minggu pertama. Fase akut pengobatan
29

dipertimbangkan pada 8-12 minggu pertama, di mana tujuannya adalah remisi gejala

dan pemulihan fungsi. Fase pemeliharaan kemudian berlangsung selama 6-24 bulan di

mana fungsi sebelumnya harus dikembalikan dan pencegahan kekambuhan. Setiap

evaluasi akan menilai respons, kepatuhan pengobatan, efek samping dan risiko bunuh

diri. (Ariza M A, et al, 2014)

Gambar 13. Strategi Terapi Depresi


30

Merawat dan mengobati secara efektif depresi pada pasien kanker bertujuan

untuk meningkatkan kualitas hidup dan survival. Telah diketahui bahwa pengobatan

dan perbaikan depresi pada kanker payudara metastatic dan perbaikan gejala depresi

pada tahun pertama setelah didiagnosis, secara signifikan memperpanjang waktu

kelangsungan hidup rata-rata 28,5 bulan dibandingkan dengan pasien yang mengalami

peningkatan gejala depresi. Intervensi psikososial dan farmakoterapi keduanya efektif

dalam mengobati depresi pada kanker. Manajemen depresi cenderung berbeda pada

masing-masing pasien. (Smith H R, 2015)

Manajemen depresi pada pasien kanker payudara termasuk diantaranya adalah

psikoterapi, farmakoterapi atau kombinasinya jika diperlukan. Jenis perawatan

tergantung pada tingkat keparahan depresi, kepatuhan pasien, dan sifat interaksi antara

antidepresan dan agen anti-neoplastik. (Singh T B, et al, 2012) Pada pasien ini

deberikan terapi kombinasi Psikoterapi (guided imagery) dan farmakoterapi dengan

mirtazapine.

Psikoterapi

Psikoedukasi : memberikan informasi medis tentang penyebab, prognosis, dan strategi

pengobatan kanker. Program edukasi ini membantu memperbaiki keterampilan dalam

memecahkan masalah dan komunikasi antar tim medis dan pasien.

Terapi perilaku kognitif (CBT) : psikoterapi ini memungkinkan pasien untuk

mengidentifikasi dan mengurangi pikiran negatif dan akhirnya meningkatkan perilaku


31

adaptif positif. Terapi perilaku kognitif (CBT) juga efektif pada pasien dengan kanker

payudara metastasis.

Terapi ekspresif suportif : ini termasuk teknik ekspresif untuk meningkatkan rasa

penguasaan pasien dalam kaitannya dengan masalah yang sedang berlangsung dan

menargetkan perbaikan gejala. Terapi ini bertujuan untuk meningkatkan dukungan

sosial sehingga meningkatkan kontrol gejala dan untuk meningkatkan komunikasi

antara tim medis dan pasien. Ekspresi afektif membantu mengarahkan terapis ke

masalah yang seharusnya ditangani. Intervensi psikososial ini juga bertujuan

meningkatkan dukungan sosial di luar pengobatan fase akut yang mungkin memiliki

peran penting terhadap pengobatan yang sedang berlangsung pada penderita kanker

payudara.

Mindfulness based stress reduction (MBSR) : adalah bentuk standar dari yoga dan

meditasi di mana pasien belajar visualisasi, latihan pernapasan, dan menjadi sadar akan

reaksi tubuh terhadap stres dan cara mengaturnya. Dalam RCT dari 84 wanita pasien

kanker payudara, 6 minggu melakukan (MBSR) meningkatkan fungsi fisik dan

mengurangi tekanan yang berkaitan dengan kanker dan rasa takut akan kambuhnya

kanker. (Singh T B, et al, 2012) Sejumlah besar pasien kanker juga melaporkan

penggunaan dan minat terapi komplementer selama pengobatan kanker, MBT (Mind

Body Therapies) termasuk relaksasi dan imagery (guided imagery), hypnosis, yoga,

meditasi, tai chi dan qigong, dan art therapies. (Carlson L E, et al, 2017) Pada pasien

ini dilakukan guided imagery.


32

Guided imagery mengacu pada “membimbing” imajinasi seseorang untuk

membangkitkan satu atau lebih indera untuk mengakses dimensi fisik, emosional dan

spiritual untuk memengaruhi tubuh. Teknik guided imagery umumnya membimbing

imajinasi menuju tempat (lingkungan atau situasional) yang membantu seseorang

merasa tenang, aman, bahagia, puas dan santai. Tujuan spesifik misalnya

memperlambat detak jantung dan mengurangi rasa sakit atau tujuan umum misalnya

memperbaiki kesehatan mental. Guided imagery seringkali dikombinasikan dengan

relaksasi otot progresif atau pasif untuk memperoleh "respons relaksasi" yaitu

serangkaian reaksi fisiologis termasuk penurunan denyut jantung, laju pernapasan dan

tekanan darah. (Carlson L E, et al, 2017) Guided imagery dirumah selama 20 menit

setiap hari selama 7 hari memiliki efek signifikan pada keseluruhan gejala distress

seperti insomnia, kembung, mati rasa, cemas dan depresi pada pasien kanker payudara

yang menjalani kemoterapi pertama kali. (Chen AF, et al, 2015)

Mekanisme aksi dari guided imagery

Mekanisme terapi potensial dari guided imagery belum ditentukan secara tepat.

Green and Green, pelopor awal dalam penelitian guided imagery, mengusulkan teori

psikoneurologis pertama tentang hubungan imagery dengan penyembuhan. Para

peneliti ini mendalilkan bahwa ketika pikiran memilih dan menciptakan kembali

gambar dari perilaku fisik, emosional, atau mental yang diinginkan, sebuah mekanisme

umpan balik yang mengatur diri secara hierarkis mengambil alih. Mekanisme ini

melibatkan korteks serebral, sistem limbik, hipotalamus dan memengaruhi sistem saraf
33

otonom. Urutan imagery dimulai dengan pasien menciptakan citra mental, dimana

ketika distimulasi dalam keadaan sangat rileks akan mengakses sistem limbik. Sistem

limbik menerima gambar sebagai tindakan untuk diimplementasikan. Jika pencitraan

mencakup perubahan dalam sistem saraf otonom, sistem limbik "memprogram"

hipotalamus untuk menghasilkan perubahan fisiologis. (Roberta Lee, 1999)

Mekanisme lain telah diusulkan untuk penggunaan imagery dalam

mengendalikan rasa sakit. Dalam teori the gate control, rangsangan nyeri

ditransmisikan melalui substansia gelatinosa di tanduk dorsal sumsum tulang belakang,

yang dapat bertindak sebagai mekanisme gating. Penjalaran rangsangan yang

menyakitkan terhalang di gerbang tersebut sebelum mencapai tingkat kesadaran yang

lebih tinggi. Teori ini mengakui pengaruh kontrol kognitif atau pemrosesan SSP yang

lebih tinggi terhadap kontrol nyeri. (Roberta Lee, 1999)

Farmakoterapi

Selective serotonin reuptake inhibitors

Pedoman konsensus ahli tentang pengobatan depresi dan gejala terkait

khususnya pada wanita dengan kanker payudara merekomendasikan serotonin selektif

reuptake inhibitor (SSRI) sebagai agen lini pertama. Interaksi antara SSRI dan agen

kemoterapi menjadi perhatian. Tamoxifen (10 mg dua kali sehari atau 20 mg sekali

sehari secara oral selama 5 tahun) menurunkan angka kematian akibat kanker payudara

pada reseptor hormon positif kanker payudara. Endoxifen, antiestrogen yang kuat,
34

adalah metabolit tamoxifen aktif melalui sitokrom P450–2D6 (CYP2D6). SSRI dapat

menghambat secara bervariasi CYP2D6. Paroxetine dan fluoxetine ditemukan menjadi

penghambat kuat CYP2D6 yang menyebabkan kadar endoksifen menjadi rendah.

Inhibitor yang lebih lemah adalah sertraline dan escitalopram (10-20 mg / hari, oral).

Menurut pedoman American Psychiatric Association untuk pengobatan gangguan

depresi mayor (MDD), depresi pada pasien kanker payudara yang menerima tamoxifen

seharusnya diobati dengan antidepresan yang berpengaruh minimal pada metabolisme

CYP2D6. Obat-obatan ini biasanya diberikan hingga remisi dan berlanjut hingga 6-9

bulan untuk mencegah kekambuhan. (Singh T B, et al, 2012)

Serotonin norepinephrine reuptake inhibitors

Venlafaxine (75-375 mg / hari, oral) dan desvenlafaxine (50-400 mg / hari, oral)

adalah SNRI. Obat-obatan ini dimulai dengan dosis rendah dan secara bertahap

meningkat sampai tingkat optimal. Dosis awal venlafaxine adalah 75 mg / hari oral dan

desvenlafaxine adalah 50 mg / hari. Sindrom nyeri pasca operasi yang terjadi di hampir

setengahnya pasien yang menjalani mastektomi atau rekonstruksi payudara yang

ditandai dengan rasa sakit terbakar, menusuk di dinding ketiak pada lengan dan dada

dari sisi yang sakit. Juga untuk pasien yang memiliki respons yang buruk terhadap

opioid. Dalam sebuah penelitian, venlafaxine secara signifikan meningkatkan

penghilang rasa sakit dibandingkan dengan placebo dan dikaitkan dengan insiden nyeri

yang lebih rendah di dinding dada, lengan dan daerah aksila. (Singh T B, et al, 2012)
35

Tricyclic antidepressants (TCA)

Antidepresan trisiklik (TCA) terbukti efektif dalam mengobati depresi pada

pasien kanker payudara, efek sampingnya terutama efek kolinergik, batasi

penggunaannya sebagai antidepresan, terutama saat dibandingkan dengan pengobatan

SSRI. (Singh T B, et al, 2012)

Dalam mengobati pasien kanker dengan antidepresan, beberapa faktor

seharusnya dipertimbangkan. Meskipun SSRI telah menjadi pengobatan lini pertama

untuk depresi pada populasi umum, pasien kanker mungkin memiliki situasi yang

berbeda. Bersama dengan SSRI, serotonin norepinefrin re-uptake inhibitor (SNRIs)

menunjukkan masalah serupa terkait penggunaannya yang terbatas pada pasien kanker

karena mencetuskan gangguan tidur dan mual, akibat efek agonis pada reseptor 5-HT2

dan 5-HT3. Oleh karena itu, golongan antidepresan lain seperti mirtazapine telah

menjadi pengobatan pilihan bagi pasien kanker, karena efek antagonis pada reseptor 5-

HT2 dan 5-HT3. Di antara manfaat mirtazapine untuk pasien kanker dengan gejala

depresi adalah kemampuannya untuk mengendalikan mual dan muntah, membantu

kontinuitas tidur, serta meningkatkan nafsu makan yang dapat membantu pasien

anoreksia untuk meningkatkan berat badan. (Zaini S, et al, 2016)

Mirtazapine merupakan antidepresan yang memiliki mode aksi ganda (dual

mode of action). Mirtazapine merupakan noradrenergic dan antidepresan serotonergik

spesifik (NaSSA) yang bekerja sebagai antagonis adrenergic α2-autoreceptor dan α-

heteroreceptor serta dengan memblokir reseptor 5-HT2 dan 5-HT3. Mirtazapine juga
36

meningkatkan pelepasan norepinefrin dan transmisi serotonergik yang dimediasi 5-

HT1A. Mode aksi ganda ini bertanggung jawab terhadap aksi cepat dari mirtazapine. (

Anttila S A K, et al, 2001) Dosis mirtazapine harian dimulai dari 7,5-15 mg peroral

sekali sehari dengan dosis maksimal 45 mg peroral perhari. (Shultz E, et al, 2013)

Mitrazapine terbukti efektif secara statistik dibandingkan antidepresan lain

yang tersedia, karena tidak hanya memperbaiki gejala depresi tetapi juga membantu

memperbaiki anoreksia, kecemasan, dan susah tidur, meskipun dapat menyebabkan

konstipasi. Di sebuah uji klinis acak terkontrol kecil, Cankurtaran, Ozalp, Soygur,

Akbiyik, et al. menemukan bahwa mirtazapine lebih efektif daripada imipramine pada

pasien kanker dalam mengurangi depresi dan gejala lainnya. (Ralph J, et al, 2018)

Mirtazapine memiliki beberapa properti yang membuatnya menjadi sangat

menarik untuk pilihan antidepresan pada pasien kanker stadium lanjut. Mirtazapine

dapat menjadi penenang, menyebabkan penambahan berat badan, memiliki sedikit

interaksi obat dan merupakan antagonis reseptor 5HT-3 parsial (yaitu, memiliki sifat

antiemetik). Sejalan dengan pendekatan ini, sifat antagonis reseptor 5-HT-3 dari

mirtazapine dan olanzapine telah membuat beberapa dokter perawatan paliatif

merekomendasikan agen-agen ini sebagai obat lini pertama untuk mual. (Rosenstein D

L, 2011)

Mirtazapine dimetabolisme secara luas di hati. Isoenzim sitokrom (CYP) P450

CYP1A2, CYP2D6, dan CYP3A4 terutama bertanggung jawab untuk metabolismenya.

Dengan menggunakan dosis sekali sehari, konsentrasi steady-state tercapai setelah 4


37

hari pada orang dewasa dan 6 hari pada orang tua. Studi in vitro menunjukkan bahwa

mirtazapine tidak mungkin menyebabkan interaksi obat-obat yang signifikan secara

klinis. Mirtazapine menunjukkan profil keamanan yang baik, dengan indeks terapeutik

yang luas dan memiliki efek penghambatan yang lebih sedikit pada enzim sitokrom

P450, berkontribusi untuk ketidakmungkinan terjadinya interaksi obat. Namun,

alkohol dan benzodiazepine harus dihindari saat pemberian mirtazapine, karena efek

sedasi mungkin akan semakin buruk. Mulut kering, sedasi, nafsu makan dan berat

badan meningkat adalah efek samping yang paling umum. Berbeda dengan serotonin

selektif reuptake inhibitor (SSRI), mirtazapine tidak memiliki efek samping seksual.

(Anttila S A K, et al, 2001; Zaini S, et al, 2016)

Mirtazapine telah dibandingkan dengan banyak antidepresan aktif lainnya

dalam pengobatan gangguan depresi mayor. Semua penelitian prospektif, acak, uji

coba double-blind berdurasi 4 hingga 8 minggu. Mirtazapine dibandingkan dengan

amitriptyline dalam lima uji coba. Dalam meta-analisis dari uji coba ini, tidak ada

perbedaan yang signifikan dalam kemanjuran kedua obat: 70% pasien menanggapi

mirtazapine pada minggu ke 6 dan 73% merespons amitriptyline. Mirtazapine juga

telah dibandingkan dengan SSRI, seperti fluoxetine, paroxetine atau citalopram. Dalam

dua percobaan onset tindakan adalah lebih cepat pada kelompok mirtazapine daripada

kelompok kontrol. Di akhir minggu kedua pengobatan, mirtazapine secara signifikan

lebih efektif daripada obat lain. Pada akhir uji coba selama 6-8 minggu, tidak ada

perbedaan dalam kemanjurannya dari obat yang diteliti. (Anttila S A K, et al, 2001)
38

Karakteristik yang paling menguntungkan dari mirtazapine adalah tidak adanya

eksaserbasi mual atau penekanan nafsu makan, dimana hal itu adalah efek samping

yang paling sering dilaporkan untuk obat antidepresan lainnya. Lebih lanjut,

mirtazapine berpotensi menjadi terapi antiemesis yang hemat biaya, karena lebih

murah daripada ondansetron, yang banyak digunakan untuk antiemesis saat ini. (Zaini

S, et al, 2016)

Di sisi lain, hot flash (HF) pada pasien kanker, terutama wanita, juga bisa

dikurangi dengan menggunakan mirtazapine. Ini mungkin karena mekanisme yang

akan meningkat aktivitas serotoninergik dan noradrenergik sentral sebagai akibat dari

efek antagonis pada reseptor alfa-2 di sepanjang pusat membran presinaptik. Selain itu,

mirtazapine menghambat reseptor lain seperti histamin, yang umumnya terletak di

postsinaptik. Dosis sekali sehari mirtazapine adalah pilihan kenyamanan untuk wanita,

karena waktu paruh yang panjang (20 hingga 40) jam). Pruritus pada pasien kanker

juga dapat dikurangi oleh mirtazapine, karena sifatnya yang unik dari efek antagonisme

di berbagai reseptor, termasuk serotonin (5- HT2 & 5-HT3), histamin (H1) dan α2-

adrenergik. (Zaini S, et al, 2016)


39

Tabel 4. Daftar Antidepresan


40

Gambar 14. Step Analgesic Ladder Cancer Pain (Fallon M, et al, 2018)

Pada pasien ini juga didapatkan skor penapisan paliatif 7 yang artinya perlu

intervensi paliatif. Tujuan paliatif adalah meningkatkan kualitas hidup dan mengurangi

bahkan menghilangkan gejala, salah satunya adalah nyeri kanker yang paling sering

terjadi dan meningkatkan kejadian depresi. WHO mengusulkan strategi untuk

pengobatan nyeri kanker berdasarkan sequential three-step analgesic ladder, dari non-

opioid menjadi opioid lemah hingga opioid kuat, menurut kondisi pasien (Gambar 14).

Opioid pilihan pertama untuk nyeri kanker sedang sampai berat adalah morfin oral.
41

(Fallon M, et al, 2018) Pedoman untuk mengobati nyeri dan depresi

merekomendasikan pilihan pertamanya adalah morfin, mirtazapine atau citalopram,

sedangkan TCA tidak boleh digunakan sebagai pilihan pertama dalam kombinasi

dengan morfin karena efek antikolinergiknya dan juga karena dapat meningkatkan

bioavailabilitas morfin. (Caraceni A, 2013)


DAFTAR PUSTAKA

Aapro M, Cull A. Depression in breast cancer patients: The need for treatment. Annals
of Oncology 10: 627-636. 1999.

Agarwala P, Riba M B. Tailoring depression treatment for women with breast cancer.
Current Psychiatry. 2010; Vol. 9, No. 11

Anttila S A K, Leinonen E V J. A Review of the Pharmacological and Clinical Profile


of Mirtazapine. CNS Drug Reviews, Vol. 7, No. 3, 2001

Ariza M A, Merino G A, Ávila M J G, et al. Clinical Practice Guideline on the


Management of Depression in Adults. Clinical Practice Guidelines in The
Spanish NHS Ministry of Health, Social Services and Equality. 2014

Bortolato B, Hyphantis T N, Valpione S. Depression in cancer: The many


biobehavioral pathways driving tumor progression. Cancer Treatment Reviews
52 (2017) 58–70

Caraceni A. Drug-associated delirium in cancer patients. EJC Supplement 11 (2013)


233 – 240

Carlson L E, Zelinski E, Toivonen K. Mind-Body Therapies in Cancer: What Is the


Latest Evidence?. Curr Oncol Rep (2017) 19: 67

Chen AF, Wang HH, Yang HY, et al. Effect of Relaxation With Guided Imagery on
The Physical and Psychological Symptoms of Breast Cancer Patients
Undergoing Chemotherapy. Iran Red Crescent Med J. 2015 November; 17(11):
e31277.

Fallon M, Giusti R, Aielli F, et al. Management of cancer pain in adult patients: ESMO
Clinical Practice Guidelines. Annals of Oncology 29 (Supplement 4): iv166–
iv191, 2018
Fann J R, Thomas-Rich A M, Katon W J, et al. Major depression after breast cancer: a
review of epidemiology and treatment. General Hospital Psychiatry 30 (2008)
112–126

Hanwella R, de Silva V A. Diagnosis and management of depression. Ceylon Medical


Journal. 2008

Jafari A, Goudarzian A H, Nesami M B. Depression in Women with Breast Cancer: A


Systematic Review of Cross-Sectional Studies in Iran. Asian Pac J Cancer
Prev. 2018; 19 (1), 1-7

Jian-an su, Yeh D, Chang C, et al. Depression and family support in breast cancer
patients. Neuropsychiatric Disease and Treatment 2017:13 2389–2396

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Panduan Penatalaksanaan Kanker


Payudara. Komite Penanggulangan Kanker Nasional.

National Collaborating Centre for Mental Health. The treatment and management of
depression in adults (updated edition). The British Psychological Society and
The Royal College of Psychiatrists. 2016

Pitman A, Suleman S, Hyde N, Hodgkiss A. Depression and anxiety in patients with


cancer. BMJ 2018;361:k1415

Raison C L, Capuron L and Miller A H. Cytokines sing the blues: inflammation and
the pathogenesis of depression. TRENDS in Immunology Vol.27 No.1 January
2006

Ralph J, Johnson III. A research study review of effectiveness of treatments for


psychiatric conditions common to end-stage cancer patients: needs assessment
for future research and an impassioned plea. Johnson BMC Psychiatry (2018)
18:85
Roberta Lee. Guided Imagery as Supportive Therapy in Cancer Treatment.
Reliasmedia.com. 1999

Rosenstein D L. Depression and end-of-life care for patients with cancer. Dialogues
Clin Neurosci. 2011;13:101-108.

Shultz E, Malone Jr D A. A practical approach to prescribing antidepressants.


Cleveland clinic journal of medicine. 2013; volume 80; number 10

Singh T B, Singh L J, Mhetre B B. Breast cancer and depression: issues in clinical care.
Med J Indones. 2012;21:240-6

Smith H R. Depression in cancer patients: Pathogenesis, implications and treatment


(Review). Oncology Letters 9: 1509-1514, 2015

Zaini S, Guan N C, Sulaiman A H, et al. A Review of The Use of Mirtazapine in Cancer


Patients. MJP Online Early. 2016

Anda mungkin juga menyukai