Anda di halaman 1dari 60

STUDI KASUS

Aplikasi Pemberian Aromaterapi Terhadap Mual Muntah Pada


Pasien Kanker Pasca Kemoterapi Di Rumah Sakit Dr. Moh.
Hoesin Palembang

DELA AMELIA NUR SALEHA


NIM. 22221026

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU


KESEHATAN INSTITUT ILMU KESEHATAN DAN
TEKNOLOGI MUHAMMADIYAH
PALEMBANG
2021
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL........................................................................................ii
HALAMAN PERSETUJUAN.........................................................................iii
HALAMAN PENGESAHAN..........................................................................iv
HALAMAN PERNYATAAN ORISINILITAS...............................................v
HALAMAN PUBLIKASI................................................................................vi
DAFTAR RIWAYAT HIDUP.........................................................................vii
KATA PENGANTAR......................................................................................viii
DAFTAR ISI....................................................................................................ix
DAFTAR TABEL............................................................................................xii
DAFTAR GAMBAR........................................................................................xiii
BAB I PENDAHULUAN...............................................................................1
A. Latar Belakang...................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah................................................................................. 6
C. Tujuan Penelitian..................................................................................6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA....................................................................7
A. KONSEP KANKER
1. Pengertian Kanker..........................................................................7
2. Etiologi dan Faktor Risiko..............................................................8
3. Bahan Penyebab Kanker (Karsinogen)...........................................11
4. Karakteristik Neoplasma................................................................12
5. Manifestasi Klinis Kanker..............................................................13
6. Proses Terjadinya Kanker...............................................................15
7. Cara Penyebaran Sel Kanker..........................................................17
8. Pengobatan Kanker.........................................................................18
B. KONSEP KEMOTERAPI
1. Definisi Kemoterapi........................................................................19
2. Tujuan Kemoterapi.........................................................................20
3. Cara Kerja Kemoterapi...................................................................21
4. Jalur Pemberian Kemoterapi...........................................................21
5. Efek Samping Kemoterapi..............................................................22

ii
C. KONSEP MUAL MUNTAH AKIBAT KEMOTERAPI
1. Definisi Mual Muntah.....................................................................23
2. Faktor Risiko Mual Muntah............................................................23
3. Patofisiologi Mual Muntah.............................................................24
4. Klasifikasi Mual Muntah Akibat Kemoterapi................................25
D. KONSEP PEMBERIAN TINDAKAN NONFARMOKOLOGI
MENGATASI MUAL MUNTAH KEMOTERAPI
1. Aromaterapi jahe............................................................................36
a. Definisi Aromaterapi jahe ........................................................ 36
b. Manfaat Aromaterapi jahe........................................................ 36
c. Penggunaan Aromaterapi jahe.................................................. 36
d. Aromaterapi jahe Untuk Mual Muntah .................................... 37
E. KERANGKA TEORI........................................................................... 39
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................42

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dunia saat ini menghadapi permasalahan kesehatan masyarakat dengan
adanyatransisi epidemiologi, yaitu bergesernya masalah kesehatandari
penyakit menular yang disebabkan oleh virus, bakteri, jamur, dan
mikroorganisme lainnya menjadi penyakit tidak menular. Transisi ini
menimbulkan adanya beban ganda bagi seluruh negara di dunia. Negara harus
menghadapi permasalahan penyakit menular yang belum sepenuhnya berhasil
dikendalikan, kini juga harus mengerahkan sumber daya yang ada untuk
menurunkan penyakit menular yang menunjukkan kecenderungan
peningkatan kasus.Menurut Pusat Data dan Informasi Kementrian Kesehatan
Republik Indonesia(Infodatin) Penyakit kanker merupakan salah satu
penyakit tidak menular yang menjadi beban kesehatan diseluruh
dunia(Infodatin, 2019).
Kanker merupakan penyakit yang ditandai dengan adanya sel yang
abnormal yang bisa berkembang tanpa terkendali dan memiliki kemampuan
untuk menyerang dan berpindah antar sel dan jaringan tubuh. Badan
kesehatan dunia atauWorld Health Organization menyebutkan kanker sebagai
salah satu penyebab kematian utama di seluruh dunia(Infodatin, 2019).
Menurut World Health OrganizationSalah satu ciri utama kanker adalah
pembentukan cepat sel abnormal yang tumbuh di luar batas biasanya, dan
yang kemudian dapat menyerang bagian tubuh yang berdekatan dan
menyebar ke organ lain, proses terakhir ini disebut sebagai metastasis(World
Health Organization, 2018)
TheInternational Agency for Research on Cancer (IARC) atau Badan
Internasional untuk Penelitian Kanker merilis perkiraan terbaru pada 15
Desember 2020 tentang Beban kanker global diperkirakan meningkat menjadi
19,3 juta kasus baru dan 10,0 juta kematian pada tahun 2020. Satu dari 5
orang di seluruh dunia mengidap kanker selama hidup mereka, dan satu dari 8
pria dan satu dari 11 wanita meninggal karena penyakit tersebut.Untuk
pertama kalinya, kanker payudara wanita diperkirakan menjadi kanker yang
paling sering terjadi di seluruh dunia, Diperkirakan 2,3 juta kasus baru
menunjukkan bahwa satu dari setiap 8 kanker yang didiagnosis pada tahun
2020 adalah kanker payudaradisusul kanker paru-paru, kanker kolorektal,
kanker prostat, dan kanker perut(International Agency for Research On
Cancer, 2021).
Berdasarkan Kementrian kesehatan Republik Indonesia Angka kejadian
penyakit kanker diIndonesia (136.2/100.000 penduduk) berada pada urutan 8
di Asia Tenggara,sedangkan di Asia urutan ke 23. Angka kejadian tertinggi di
Indonesia untuk lakilaki adalah kanker paru yaitu sebesar 19,4per 100.000
penduduk dengan rata-ratakematian 10,9 per 100.000 penduduk, yangdiikuti
dengan kanker hati sebesar 12,4 per100.000 penduduk dengan rata-
ratakematian 7,6 per 100.000 penduduk.Sedangkan angka kejadian
untukperempuan yang tertinggi adalah kankerpayudara yaitu sebesar 42,1 per
100.000penduduk dengan rata-rata kematian 17 per100.000 penduduk yang
diikuti kankerleher rahim sebesar 23,4 per 100.000penduduk dengan rata-rata
kematian 13,9per 100.000 penduduk(Kemenkes, 2019).
Data hasil Riset Kesehatan dasar atau Riskesdas tahun 2013 dan tahun
2018 menunjukkan adanya peningkatan prevalensi kanker di Indonesia dari
1,4‰ menjadi 1,49‰. Provinsi Gorontalo memiliki peningkatan tertinggi
dari 0,2‰ pada Riskesdas 2013 menjadi 2,44‰ pada Riskesdas 2018.
Peningkatan signifikan juga terjadi di Provinsi Sulawesi Tengah, dan Daerah
Istimewa Yogyakarta. Prevalensi kanker di Indonesia berdasarkan kelompok
umur menunjukkan bahwa peningkatan signifikan mulai terjadi pada umur di
atas 35 tahun. Terdapat pergeseran puncak prevalensi antara Riskesdas 2013
dengan Riskesdas 2018. Prevalensi kanker tertinggi terdapat pada kelompok
umur 75 tahun keatas pada tahun 2013 sebesar 5‰, sedangkan hasil
Riskesdas 2018 menunjukkan bahwa kelompok umur 55-64 tahun memiliki
prevalensi tertinggi sebesar 4,62‰(Infodatin, 2019).
Di Sumatera Selatan sendiri terjadi peningkatan terhadap jumlah penderita
kanker pada tahun 2018 dibanding 2013. (Kemenkes, 2018), Jumlah
masyarakat di sumetera selatan yang terdiagnosa mengidap penyakit kanker
memang belum bisa dipastikan, namun jumlahnya sudah mencapai ribuan.

2
Menurut ketua Cancer Information and Support Centre (CISC) sumsel, Leni
Mardiani mengatakan, “khusus di wilayah sumsel mayoritas penyakit kanker
yang diderita masyarakat yaitu, kanker otak, kanker serviks dan kanker
payudara”(Agustin, 2019).
Tingginya angka kejadian kanker menyebabkan meningkatnya kebutuhan
pengobatan untuk mengatasi berbagai efek yang ditimbulkan oleh kanker.
Salah satu pengobatan yang palingsering digunakan untuk mengobatikanker
adalah kemoterapi. Kemoterapimerupakan salah satu pengobatankanker
dengan obat-obatan kimia yangberfungsi untuk membunuh sertamenghambat
pertumbuhan abnormaldari sel kanker (Mulyaningrat & Wulandari,
2019).Kemoterapi merupakan pengobatan kankerdengan senyawa kimia atau
obat yang disebut sitostatika.Sitostatika adalah segolongan obat yang
menghambatpertumbuhan kanker atau membunuh selkanker. Kemoterapi
digunakan untuk terapidefinitif maupun terapi adjuvan pada kankerterutama
untuk penyakit kanker stadiumlanjut. Pemberian kemoterapi ini bertujuan
untuk menyembuhkan kanker. Pengobatan kemoterapi dengan tujuan ini
biasanya jarang tercapai dikarenakan pasien membutuhkan waktu lama agar
sembuh dari penyakit(Afrianti & Pertiwi, 2020).
Efek samping kemoterapi dapat mempengaruhi kondisi biologis, fisik,
psikologis, dan sosial pasien,adapun efek samping dari kemoterapi ialah mual
dan muntah, rambut rontok, rendahnya jumlah darah, masalah mulut dan
reaksi kekebalan (American cancer society, 2020). Frekuensiefek samping
paling sering adalah mualmuntah. Keluhan mual muntah dapatmenurunkan
kualitas hidup pasien danterkadang membuat pasien berhenti menjalani
kemoterapi. Mual dan muntah merupakansalah satu efek samping yang
palingsering ditimbulkan oleh kemoterapi.Gejala mual dan muntah
pascakemoterapi sering disebut sebagai Chemotherapy Induced Nausea
andVomiting (CINV). Sekitar 20 sampai 30persen pasien mengalami mual
muntahakibat proses sekunder pemberian obat-obatan kemoterapi (R &
Surarso, 2016).
Hasil penelitian (Escobar et al., 2015) pada 19 Rumah Sakit di Spanyol
terdapat 42%pasien yang mengeluh mual dan 20,8% mengeluh muntah saat

3
menerima kemoterapi. Hasil penelitian (Kottschade et al., 2016)di Amerika
terdapat 35% pasien mengeluh mual dan 19% mengeluh muntah saat
menerima kemoterapi. Hasil penelitian (Al Qadire, 2017)di Jordan
menunjukkan bahwa walaupun pasien menggunakan terapi antiemetik,
insiden mual dan muntah secara keseluruhan masih tinggi yaitu 71,4% dan
57,3%. Chemotherapy Induced Nausea andVomitingatau Terapi CINV
melalui pendekatan kompehensif yang meliputi pemberian anti emetik,
suplementasi herbal (Aromaterapi Jahe) ,metode akupunktur (Akupresur),
dan intervensi biopsychobehavioral yang merupakan progressive muscle
relaxationataurelaksasiotot progresif, Terapi non farmakologi sangat
bermanfaat apabila dikombinasikan dengan antiemetik (R & Surarso, 2016).
Penanganan mual dan muntah dengan menggunakan terapi
nonfarmakologi yang efektif salah satunya dengan aromaterapi. Aromaterapi
merupakan tindakan terapeutik dengan menggunakan minyak essensial yang
bermanfaat untuk meningkatkan keadaan fisik dan psikologi sehingga
menjadi lebih baik. Setiap minyakessensial memiliki efek farmakologis
yangunik, seperti antibakteri, antivirus, diuretik,vasodilator, penenang, dan
merangsangadrenal. Ketika minyak essensial dihirup,molekul masukke
rongga hidung danmerangsang sistem limbik di otak (Wiryani et al., 2019).
Salah satu jenis aromaterapi yang bisa digunakan untuk mengurangi atau
menghilakan mual dan muntah adalah jahe. Keungulan pertama jahe adalah
kandungan minyak atsiri yang mempunyai efek menyegarkan dan memblokir
reflek muntah, sedang gingerol dapat melancarkan darah dan saraf-saraf
bekerja dengan baik. Hasilnya ketegangan bisa dicairkan, kepala jadi segar,
mual muntah pun ditekan. Aroma harum jahe dihasilkan oleh minyak arsiri,
sedang oleoresisnya menyebabkan rasa pedas yang menghangatkan tubuh dan
mengeluarkankeringat (Wiryani et al., 2019). Hasil penelitian (Astrilita et al.,
2016) menunjukkan sebelum pemberian aromaterapi jahe pada pasien paska
kemoterapi di RS TelogorejoSemarang sebagian besar mual sedang sebanyak
28 (87,5%) responden sedangkan sesudahpemberian aromaterapi jahe
sebagian besar mual ringan sebanyak 28 (87,5%) responden.

4
Peran perawat dalam menyelenggarakan praktik keperawatan yaitu sebagai
Pemberi Asuhan Keperawatan, Penyuluh dan konselor bagi klien, Pengelola
Pelayanan Keperawatan, Peneliti Keperawatan, Pelaksana tugas berdasarkan
pelimpahan wewenang dan Pelaksana tugas dalam keadaan keterbatasan
tertentu. Berdasarkan Peraturan menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor
26 tahun 2019 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang nomor 38
tahun 2014 tentang Keperawatan dalam pasal 37 ayat 4 bahwa dalam
memberikan Asuhan Keperawatan Perawat dapat melakukan penatalaksanaan
Keperawatan komplementer dan alternatif sesuai dengan kompetensi. Terapi
Komplementer merupakan cara penanggulangan penyakit yang dilakukan
sebagai pendukung pengobatan konvensional atau sebagai pengobatan pilihan
lain diluar pengobatan medis yang konvensional (Widaryanti & Riska, 2019).
Berdasarkan uraian diatas penulis tertarik melakukan penelitian Intervensi
dalam menurunkan mual dan muntah pada pasien kanker Pasca kemoterapi.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan pertanyaan
masalah sebagai berikut “ Bagaimanakah Intervensi dalam menurunkan mual
dan muntah pada pasien kanker Pasca kemoterapi ? ”

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Tujuan umum dari penelitian ini adalah MenganalisisIntervensi
dalam menurunkan mual dan muntah pada pasien kanker Pasca
kemoterapi.
2. Tujuan Khusus
a. Menganalisis Terapi Akupresur menurunkan mual dan muntah pasien
kanker pasca kemoterapi.
b. Menganalisis Relaksasi Otot Progresif menurunkan mual dan muntah
pasien kanker pasca kemoterapi.
c. Menganalisis Aromaterapi Jahe menurunkan mual dan muntah pasien
kanker pasca kemoterapy

5
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. KONSEP KANKER
1. Pengertian Kanker
Penyakit Kanker merupakan penyakit tidak menular yang ditandai
dengan adanya sel/jaringan abnormal yang bersifat ganas, tumbuh cepat
tidak terkendali dan dapat menyebarke tempat lain dalam tubuh
penderita.Sel kanker bersifat ganas dan dapat menginvasi serta merusak
fungsi jaringan tersebut. Penyebaran (metastasis) sel kanker dapat melalui
pembuluh darah maupun pembuluh getah bening. Sel penyakit kanker
dapat berasal dari semua unsur yang membentuk suatu organ, dalam
perjalanan selanjutnya tumbuh dan menggandakan diri sehingga
membentuk massa tumor(Kemenkes, 2019).
Penyakit kanker merupakan salah satu penyebab kematian utama di
seluruh dunia.Kanker di Indonesia menempati urutan kelimatertinggi
penyebab kematian, disebabkanmeningkatnya jumlah pasien kanker
daritahun ke tahun dan peningkatan angkaharapan hidup wanita
Indonesia. Lebih dari40% keganasan pada wanita Indonesiamerupakan
kanker ginekologi(Amin et al., 2015).
Kanker adalah nama yang diberikan untuk kumpulan penyakit
terkait. Pada semua jenis kanker, beberapa sel tubuh mulai membelah
tanpa henti dan menyebar ke jaringan sekitarnya.Kanker dapat dimulai
hampir di mana saja di tubuh manusia, yang terdiri dari triliunan
sel. Biasanya, sel manusia tumbuh dan membelah untuk membentuk sel
baru sesuai kebutuhan tubuh. Ketika sel menjadi tua atau rusak, mereka
mati, dan sel-sel baru menggantikannya(National Cancer Institute, 2015).
Berdasarkan beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa
kanker merupakan salah satu penyakit yang menyebabkan kematian
utama di dunia, dimana terdapat pertumbuhan sel yang tidak normal,
membelah tanpa henti dan menyebar ke jaringan sekitarnya serta bersifat
ganas.

6
2. Etiologi dan Faktor Risiko Kanker
Biasanya penyebab kanker tidak dapat diketahui secara pasti akan
tetapi ada beberapa faktor yang diduga meningkatkan risiko terjadinya
kanker.
a. Genetik
Faktor genetik menyebabkan beberapa keluarga memiliki risiko
lebih tinggi untuk menderita kanker tertentu dibanding keluarga
lainnya jenis kanker yang cenderung diturunkan dalam keluarga adalah
kanker payudara kanker indung telur kanker kulit dan kanker usus
besar resiko perempuan untuk menderita kanker misalnya 1,5 sampai 3
kali jika ibunya atau saudara perempuannya menderita kanker
payudara. Beberapa kanker payudara berhubungan dengan suatu
mutase genetic yang khas, yang sering ditemukan pada kelompok etnik
dan keluarga. Wanita dengan mutase gen ini memiliki peluang sebesar
80-90% untuk menderita kanker payudara, dan 40-50% untuk
menderita kanker indung telur. Kanker lainya yang cenderung
diturunkan dalam keluarga adalah kanker kulit dan kanker usus
besar(Junaidi, 2014).
b. Lingkungan
Sinar matahari pagi baik untuk kesehatan titik akan tetapi, sinar
matahari siang yang banyak mengandung Ultraviolet dapat
menyebabkan kanker kulit. Gunakan payung, topi lebar, dan pakaian
yang menutup tubuh untuk melindungi diri dari sinar ultraviolet. Kulit
yang tidak terlindungi sebaiknya diolesi dengan tabir surya yang
mengandung sun protection faktor paling sedikit lima belas. Sinar
ultraviolet dapat menembus kaca pakaian yang tipis dan dapat
dipantulkan oleh pasir, air salju dan es. Perlu diingat bahwa lampu
lampu ultraviolet yang banyak dijual di toko juga dapat menyebabkan
kanker(Ghofar, 2020).
Factor lingkungan banyak terkait dengan kondisi fisik maupun social
di sekitar kita seperti pekerjaan, tempat tinggal, dan gaya hidup

7
1) Pekerjaan
a) Petugas radiologi yang terpapar radiasi
b) Pekerja tambang dan industry karena paparan arsinogen
kimiawi seperti minyak tanah, cat, dan plastic.
c) Nelayan dan petani yang terpapar sinar UV
2) Tempat tinggal
a) Daerah dengan kadar karsinogen tinggi seperti daerah industry
b) Daerah endemis gondok mempunyai insiden kanker tiroid
folikular (Ardhiansyah, 2019).
c. Nutrisi dan gaya hidup
Nutrisi dan gaya hidup yang dapat menimbulkan risiko kanker
sebagai berikut :
1) Kandungan karbohidrat atau gula darah yang tinggi seperti pada
penderita diabetes melitus merupakan factor risiko karena kanker
lebih banyak memanfaatkan energi yang berasal dari glukosa atau
gula
2) Lemak tinggi dapat menyebabkan kanker kolon dan payudara
3) Alcohol dapat menyebabkan kanker mulut, faring, laring, esofagus,
paru, hati, kolorektal dan payudara, karena alcohol bersifat sinergis
dengan tembakau.
4) Makanan asin, makanan yang diasap, dan dipanggang dapat
menyebabkan kanker esofagus, dan lambung.
5) Terik matahari dapat menyebabkan kanker kulit.
6) Hubungan seksual di usia dini
7) Sering berganti-ganti pasangan(Ardhiansyah, 2019).
d. Organisme atau makhluk hidup
Virus yang dapat dan dicurigai menyebabkan kanker antara lain
1) Papilloma virus ini menyebabkan kutil alat kelamin atau genitalis
dan dicurigai sebagai salah satu penyebab kanker leher rahim
pada perempuan

8
2) Sitomegalo virus ini menyebabkan sarkoma kaposi kanker
sistem pembuluh darah yang ditandai oleh lesi kulit berwarna
merah
3) Hepatitis b virus ini dapat menyebabkan kanker hati
4) Epstein-barr di Afrika virus ini menyebabkan limfoma burkitt
sedangkan di Tiongkok virus ini menyebabkan kanker hidung
dan tenggorokan ini terjadi karena faktor lingkungan dan
genetik
5) Retro virus pada manusia ini misalnya HIV yang menyebabkan
limfoma dan kanker darah lainnya(Junaidi, 2014).
e. Gangguan keseimbangan hormonal
Hormon estrogen yang berlebihan dalam tubuh dapat
meningkatkan kemungkinan terjangkitnya kanker kandungan dan
kanker payudara titik sedang hormon progesteron dapat mencegah
timbulnya kanker kandungan dan endometrium tetapi penggunaan
jangka panjang dapat meningkatkan risiko kanker payudara dan kanker
liver. Kedua jenis hormon tersebut banyak digunakan sebagai bahan pil
KB maupun terapi sulih hormon pada wanita menopause(Ghofar,
2020).
Estrogen, yang merupakan hormone wanita dikenal sebagai
karsinogen bagi manusia, meskipun hormone ini memiliki peran
fisiologis penting dan baik pada wanita maupun pria, tetapi juga
dikaitkan dengan peningkatan risiko kanker tertentu. Misalnya,
menggunakan terapi hormone menoupase gabungan (estrogen plus
progestin, yangmerupakan versi sintesis dari hormone progesterone
wanita) dapat meningkatkan risiko kanker payudara (National Cancer
Institute, 2015).
f. Psikis
Beberapa gengguan emosi dapat menyebabkan atau mempengaruhi
kanker seperti stress, dendam, kebencian yang mendalam, atau sakit
hati. Peranan factor kejiawaan pada kanker dapat melalui beberapa

9
cara seperti stress, dendam mempengaruhi perkembangan sel T dan sel
NK, sehingga tidak mampu melenyapkan sel kanker yang membentuk.
Stress juga menyebabkan gangguan keseimbangan tingkat sel
(seluler) tubuh. Keadaan tegang terus menerus mempengaruhi sel,
dimana sel jadi hiperaktif dan berubah sifat menjadi ganas sehingga
menyebabkan kanker. Stres juga mempengaruhi dan menganggu
keseimbangan system kekebalan tubuh, dimana perkembangan sel T
dan sel natural killer (NK) tertekan. Gangguan yang melemahkan sel
tubuh yang berfungsi mengenali dan membunuh sel kanker ini dapat
menyebaban tubuh rentan terhadap serangan berbagai penyakit,
termasuk kanker (Junaidi, 2014).
g. Radikal bebas
Radikal bebas adalah suatu atom,gugus atom atau molekul yang
mempunyai electron bebas yang tidak berpasangan di lingkaran
luarnya misalnya
1) Radikal bebas yang terbentuk sebagai produk sampingan dari
proses metabolisme
2) Radikal bebas yang masuk ke dalam tubuh dalam bentuk racun
racun kimiawi dari makanan, minuman, udara yang terpolusi, sinar
ultraviolet dari matahari.
3) Radikal bebas yang terproduksi pada waktu kita makan berlebihan
maupun dalam keadaan stres berlebihan, baik stres secara fisik,
psikologis maupun biologis(Ariani, 2015).

3. Bahan penyebab kanker (karsinogen)


Bahan bahan atau zat zat penyebab kanker karsinogen sebagian
sudah dibahas pada bagian bab penyebab kanker akan tetapi untuk
menuliskan secara rinci berikut kita bahas secara lengkap bahan-bahan
yang dapat memicu dan penyebab terbentuknya kanker
a. Karsinogen biologis karsinogen ini merupakan karsinogen yang
berasal dari makhluk hidup karsinogen ini biasanya berupa virus dan
bakteri contoh spesies karsinogen biologis adalah virus Papiloma

10
(human papillomavirus) virus Sitomegalo (sitomegalovirus) virus
Hepatitis B virus Epstein-barr, virus HIV (human immunodeficiency
virus) parasit Schistosoma, Mikroba clonorchis,Helicobacter pylori
dan berbagai macam mikroorganisme jenis lainnya(Sholihin, 2017).
b. Bahan kimia tertentu yang digunakan di rumah atau tempat kerja
dapat menyebabkan kanker. Misalnya asbes  dalam isolasi dapat
menyebabkan kanker paru-paru  dan mesothelioma . Banyak orang
merasa bahwa jika bahan kimia dapat menyebabkan kanker, itu tidak
diizinkan di rumah kita(Eldrigde, 2019).
c. Karsinogen fisik termasuk sinar ultraviolet dari sinar
matahari dan radiasi pengion dari sinar-X dan dari bahan radioaktif di
industri dan di lingkungan umum. Cedera lokal yang berulang seperti
Melukaiatau iritasi berulang seperti Peradangan kronis pada bagian
tubuh adalah contoh lain dari karsinogen fisik yang potensial(The
Editors of Encyclopaedia Britannica, 2019).

Gambar 2.1 Pembagian karsinogen


Sumber :(Ardhiansyah, 2019)

4. Karakteristik dari Neoplasma

11
Menurut (Padila, 2013)Secara harfiah neoplasia berarti pertumbuhan
baru, dan pertumbuhan baru ini disebut neoplasma. Menurut Sir Rupert
Wilis seorang onkolog dari Inggris, neoplasma adalah massa jaringan
yang abnormal, tumbuh berlebihan, tidak terkoordinasi dengan jaringan
normal dan tumbuh terus menerus meskipun rangsang yang
menimbulkannya telah hilang.
Klasifikasi tumor (neoplasma) Klasifikasi neoplasma ialah
pengelompokan neoplasma yan mempunyai sifat hampir sama dan
memisahkan yang tidak sama sehingga dapat ditentukan prognosis dan
pengobatannya. Klasifika neoplasma biasanya berdasarkan:
a. Tumor jinak (benigna)
Tumor jinak tumbuhnya lambat dan biasanya mempunyai simpai
(kapsul), tidak tumbuh infiltratif, tidak merusak jaringan sekitamva
dan tidak menyebar pada tempat yang jauh. Tumor jinak pada
umumnya dapat disembuhkan dengan sempurna kecuali yang
mensekresi hormon atau ynag terletak pada tempat yang sangat
penting, misalnya di sumsum tulang belakang yang dapat
menimbulkan paraplegia atau pada saraf otak yang menekan jaringan
otak.
b. Tumor ganas (malignan)
Pada umumnya tumor ini tumbuh cepat, infiltratif dan merusak
jaringan disekitarnya. Disamping itu dapat menyebar keseluruh tubuh
melalui aliran limfe atau aliran darah. Tumor ini sering menyebabkan
kematian.
c. Intermediet
Diantara 2 kelompok tumor jinak dan tumor ganas terdapat
segolongan kecil tumor yang mempunyai invasive local, teta
kemampuan metastatisnya kecil. Tumor ini disebut tumor yang agresif
lokal atau tumor ganas derajat rendah.

5. Manifestasi Kanker

12
Menurut(Sholihin, 2017)Dalam menentukan suatu penyakit sebelum
dilakukan pemeriksaan secara intensif oleh para medis ada kalanya kita
harus mengetahui gejala-gejala penyakit yang terjadi begitu pula dengan
penyakit kanker berikut gejala-gejala yang terjadi dari penyakit kanker
a. Kelelahan secara terus-menerus kelelahan tubuh pasca beraktifitas
memang umum terjadi begitu pula saat kita sedang sakit tubuh kita
merasa lelah lesu lemah letih dan loyo tak terkecuali dengan penyakit
kanker penderita kanker merasakan kelelahan ini secara terus-menerus
di awal masa terjangkitnya penyakit ini.
b. Penurunan nafsu makan yang disertai penurunan berat badan yang
signifikan perubahan berat badan ini tentu saja tidak dengan sengaja
bukan diet penurunan berat badan ini juga merupakan gejala awal dari
terjangkitnya penyakit kanker
c. Demam kebanyakan penderita kanker tubuhnya mengalami demam
pada suatu saat tertentu hal ini mungkin disebabkan karena penyakit
kanker tersebut mempengaruhi sistem pertahanan tubuh atau sebagian
respon dari pengobatan demam berlangsung saat kanker sudah diderita
pasien
d. Perubahan pada kulit tubuh perubahan yang terjadi bisa berupa kulit
yang menjadi kuning atau kulit yang menjadi gelap kemerahan dan
gatal pada kulit juga bisa menjadi indikasi adanya kanker jenis
tertentu selain itu pertumbuhan rambut juga menjadi tidak normal
e. Timbulnya rasa sakit rasa sakit ini biasanya dirasakan saat penyakit
kanker sudah berlangsung akan tetapi pada kanker tulang rasa sakit
merupakan indikasi di awal terjadinya kanker
f. Pembengkakan pada organ tubuh tertentu misalnya benjolan di
payudara di perut atau tempat-tempat lainnya
g. Batuk kronis yang terus-menerus batu ini merupakan penanda dari
adanya kanker paru-paru atau kanker di leher
h. Terjadinya perubahan pada sistem pencernaan atau kandung kemih
misal perubahan pola buang air kecil buang air besar buang air besar

13
berdarah hal ini menjadi penanda dari adanya kanker usus besar atau
kanker kandung kemih
i. Keluarnya cairan atau darah tidak normal misal keluar cairan
abnormal dari puting payudara
Menurut (American cancer society, 2020)Kanker adalah sekelompok
penyakit yang dapat menyebabkan hampir semua tanda atau gejala. Tanda
dan gejala akan bergantung pada di mana kanker itu, seberapa besar, dan
seberapa besar pengaruhnya terhadap organ atau jaringan. Jika kanker
telah menyebar ( bermetastasis ), tanda atau gejala dapat muncul di
berbagai bagian tubuh.Saat kanker tumbuh, kanker dapat mulai menekan
organ, pembuluh darah, dan saraf di dekatnya. Tekanan ini menyebabkan
beberapa tanda dan gejala kanker. Jika kanker berada di area kritis, seperti
bagian otak tertentu, tumor terkecil sekalipun bisa menimbulkan gejala
C : Change in bowel or bladder habit
A : A sore death does not heal
U : A unsual soal bleding or discharge
T : Thickening or lump in the Breast or else where
I : Indication or difficulty in swallowing
O : Obvious change in wart or mole
N : Nanging rough or hoarsenes

6. Proses terjadinya kanker


Sel-sel kanker terbentuk dari sel-sel normal dalam suatu proses
panjang dan rumit yang disebut transformasi, yang terdiri dari tahap
inisiasi dan promosi.
Pada tahap inisiasi atau pengenalan, terjadi perangsangan sel menuju
perubahan menetap tertentu dalam bahan genetik sel, yang lalu memicu
sel normal menjadi bakal sel ganas. Perubahan dalam bahan genetik sel
ini disebabkan oleh suatu zat yang disebut karsinogen, yang bisa berupa
bahan kimia, virus, radiasi (penyinaran) atau sinar ultraviolet matahari,
lingkungan. Tetapi tidak semua sel memiliki kepekaan yang sama
terhadap suatu karsinogen. Promosi merupakan proses induksi tumor pada

14
sel yang sebelumnya telah diinisiasi atau diinduksi oleh zat karsinogen.
Bahkan gangguan fisik dan psikis menahun pun bisa membuat sel
menjadi lebih peka untuk menjadi ganas(Junaidi, 2014).
Setelah itu, masuk ke tahap promosi. Di sini sel yang telah mengalami
inisiasi akan berubah menjadi ganas. Sel yang belum melewati tahap
inisiasi tidak akan terpengaruh oleh promosi. Karena itu diperlukan
beberapa faktor untuk terjadinya keganasan (gabungan dari sel yang peka
dan zat karsinogen). Saat tumor membesar, sel kanker dapat menyebar ke
jaringan dan struktur di sekitarnya dengan mendorong jaringan normal di
samping tumor. Sel kanker juga membuat enzim yang memecah sel dan
jaringan normal saat mereka tumbuh. Kanker yang tumbuh ke jaringan
terdekat disebut invasi lokal atau kanker invasif(Canadian Cancer
Society, 2021).
Mutasi gen pada sel kanker mengganggu instruksi normal dalam sel
dan dapat menyebabkannya tumbuh di luar kendali atau tidak mati pada
saat yang seharusnya. Kanker dapat terus tumbuh karena sel kanker
bertindak berbeda dari sel normal. Sel kanker berbeda dari sel normal
karena: membagi di luar kendali, belum matang dan tidak berkembang
menjadi sel matang dengan pekerjaan tertentu, hindari sistem imun,
abaikan sinyal yang memberi tahu mereka untuk berhenti membelah atau
mati pada saat yang seharusnya, tidak saling menempel dengan baik dan
dapat menyebar ke bagian lain dari tubuh melalui darah atau sistem
limfatik, tumbuh menjadi dan merusak jaringan dan organ. Saat sel
kanker membelah, tumor akan berkembang dan tumbuh. Sel kanker
memiliki kebutuhan yang sama dengan sel normal. Mereka membutuhkan
suplai darah untuk membawa oksigen dan nutrisi untuk tumbuh dan
bertahan hidup. Tumor yang sangat kecil dapat dengan mudah tumbuh,
dan mendapat oksigen serta nutrisi dari pembuluh darah di
dekatnya(Canadian Cancer Society, 2021).

15
Gambar 2.2Pertumbuhan Sel Kanker
Sumber : (Canadian Cancer Society, 2021)
Tapi seiring pertumbuhan tumor, dibutuhkan lebih banyak darah
untuk membawa oksigen dan nutrisi lain ke sel kanker jadi mereka
mengirimkan sinyal yang disebut fakttor angiogenik yang mendorong
pembuluh darah baru untuk tumbuh menjadi tumor Tapi seiring
pertumbuhan tumor, dibutuhkan lebih banyak darah untuk membawa
oksigen dan nutrisi lain ke sel kanker. Jadi sel kanker mengirim sinyal
tumor untuk membuat pembuluh darah baru(Cancer Research UK, 2020).

7. Cara penyebaran sel-sel kanker


Sel kanker dapat menyebar ke bagian tubuh melalui aliran darah dan
sistem limfatik. Sel kanker bisa masuk ke pembuluh darah kecil dan
kemudian masuk ke aliran darah, darah yang bersirkulasi menyapu sel
kanker sampai mereka tersangkut di suatu tempat sering kali sel kanker
tersangkut di pembuluh darah yang sangat kecil seperti kapiler, kemudian
sel kanker bergerak melalui dinding kapiler dan masuk ke jaringan orga di
dekatnya. Selain melalui pembuluh darah, sel kanker dapat masuk ke
pembuluh getah bening kecil di dekat tumor primer dan bergerak ke
kelenjar getah bening, di kelenjar getah bening sel kanker bisa mati. Tetapi
beberapa mungkin bertahan dan tumbuh membentuk tumor di satu atau
lebih kelenjar getah bening(Cancer Research UK, 2020).
Jenis tumor ini mulai membuat pembuluh darahnya sendiri sehingga
bisa terus berkembang. Pembuluh darah mensuplai mereka dengan
oksigen ekstra, glukosa (gula) dan hormon. Proses pengembangan sistem

16
suplai darah ini disebut angiogenesis (pertumbuhan pembuluh darah
baru). Begitu tumor melakukan ini, ia dapat mulai menyerang jaringan di
sekitarnya. Ini disebut kanker invasif, Sel kanker aktif dapat memasuki
aliran darah atau sistem limfatik dan melakukan perjalanan ke bagian
tubuh lainnya. Di sana mereka memulai proses pembentukan tumor lagi di
tempat lain (metastasis atau kanker sekunder)(National Centre for
Biotechnology Information, 2019).

Gambar 2.3Penyebaran Sel Kanker


Sumber : (National Centre for Biotechnology Information, 2019).

8. Pengobatan Kanker
Pengobatan untuk kanker tergantung pada jenis dan stadium kanker
tertentu dan faktor individu, kemungkinan efek samping.
a. Pembedahan
Ketika kanker padat terdeteksi pada tahap awal, pembedahan dapat
digunakan sebagai upaya untuk menyembuhkan kanker. Terapi ini
dapat diikuti dengan perawatan lain seperti kemoterapi atau terapi
radiasi untuk mencapai sel kanker yang tidak diangkat pada saat
operasi, adapun risiko dan efek samping tergantung pada jenis tumor
dan lokasi nya yang mungkin terjadi pendarahan, infeksi dan
komplikasi anestesi(Eldrigde, 2019).
b. Kemoterapi
Kemoterapi merupakan bentuk ahresif dari terapi obat kimia yang
dimaksudkan untuk menghanvurkan sel-sel yang tumbuh dengan

17
cepat di dalam tubuh, kemoterapi efektif menyerang sel kanker tetapi
dapat menyebabkan efek samping yang serius yang dapat berdampang
parah pada kualitas hidup(Krans, 2021).
c. Terapi Radiasi
Terapi radiasi menggunakan gelombang energi, seperti cahaya atau
panas untuk mengobati kanker, bentuk radiasi yang digunakan dalah
terapi kanker adalah jenis berenergi tinggi yang dikenal sebagai
radiasi pengion. Ilmuan masih belum tahu persis bagaimana radiasi
bekerja sebagai pengobatan kanker, bagaimanapun terapi radiasi dapat
memecah DNA sel kanker yang mengalami pertumbuhan dan
pembelahan(MacGill, 2019).
d. Imunoterapi
Imunoterapi menggunakan system kekebalan kita untuk melawan
kanker, yang bekerja dengan membantu sistem kekebalan mengenali
dan menyerang sel kanker. Jenis imunoterapi yaitu Antibodi
monoclonal (MAB) yang memicu sistem kekebalan dengan
menempelkan diri pada protein sel kanker, Vaksin dibuat untuk
mengenali protein yang ada pada sel kanker sehingga membantu
sistem kekebalan tubuh untuk mengenali dan melakukan serangan
terhadap sel kanker, Sitokin adalah molekul protein yang membantu
mengatur dan mengarahkan sistem kekebalan, sel melepaskan sitokin
yang bertindak sebagai pembawa pesan memberi tahu kapan harus
mengaktifkan respon imun(Cancer Research UK, 2017).

B. KONSEP KEMOTERAPI
1. Definisi Kemoterapi
Kemoterapi (juga disebut kemo) merupakan jenis pengobatan kanker
yang menggunakan obat – obatan untuk membunuh sel kanker (National
Cancer Institute, 2015)
Kemoterapi (kadang hanya disebut "kemo") adalah penggunaanobat
untuk membunuh atau memperlambat pertumbuhan sel kanker.
Obatnyadisebut juga sitotoksik, yang artinya toksik bagi sel (cyto).

18
Beberapaobat berasal dari sumber alam seperti tumbuhan, sedangkan
lainnyasepenuhnya dibuat di laboratorium(Council, 2020).
Kemoterapi menggunakan obat anti kanker (sitotoksik) untuk
menghancurkan sel kanker. Sitotoksik berarti racun bagi sel. Obat
kemoterapi sitotoksik mengganggu cara sel kanker  tumbuh dan
membelah.Kebanyakan obat kemoterapi dibawa dalam darah. Ini berarti
mereka dapat mencapai sel kanker di mana saja di tubuh.Obat kemoterapi
juga mempengaruhi beberapa sel sehat di tubuh . Sel-sel sehat ini
biasanya dapat pulih dari kerusakan akibat kemoterapi. Tetapi sel kanker
tidak dapat pulih, dan akhirnya mati(Macmillan Cancer Support, 2018).
Berdasarkan beberapa pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa
kemoterapi merupakan pengobatan kanker menggunakan obat sitotoksik
yang bertujuan mengahncurkan sel kanker.

2. Tujuan Kemoterapi
Menurut (Council, 2020)Kemoterapi dapat digunakan untuk berbagai
alasan:  
a. Untuk mencapai remisi atau penyembuhan (kemoterapi kuratif)
Kemoterapi dapat diberikan sebagai pengobatan utama dengan tujuan
agar tanda dan gejala kanker berkurang atau hilang (sering disebut
remisi atau respon lengkap).  
b. Untuk membantu pengobatan lain
Kemoterapi dapat diberikan sebelum atau sesudah pengobatan lain
seperti pembedahan atau terapi radiasi. Jika digunakan sebelumnya
(terapi neoadjuvan), tujuannya adalah untuk mengecilkan kanker
sehingga pengobatan lain (biasanya pembedahan) lebih efektif. Jika
diberikan setelahnya (terapi adjuvan), tujuannya adalah untuk
menghilangkan sel kanker yang tersisa. Kemoterapi sering diberikan
dengan terapi radiasi agar terapi radiasi lebih efektif (kemoradiasi).  
c. Untuk mengontrol kanker
Bahkan jika kemoterapi tidak dapat mencapai remisi atau respon
lengkap (lihat di atas), ini dapat digunakan untuk mengontrol

19
bagaimana kanker tumbuh dan menghentikan penyebarannya untuk
jangka waktu tertentu. Ini dikenal sebagai kemoterapi paliatif.  
d. Untuk meredakan gejala
Dengan mengecilkan kanker yang menyebabkan rasa sakit dan gejala
lainnya, kemoterapi dapat meningkatkan kualitas hidup. Ini juga
disebut kemoterapi paliatif.  

e. Untuk menghentikan kambuhnya kanker


Kemoterapi mungkin berlanjut selama berbulan-bulan atau bertahun-
tahun setelah remisi. Ini disebut kemoterapi pemeliharaan dan dapat
diberikan dengan terapi obat lain. Ini bertujuan untuk mencegah atau
menunda kembalinya kanker.

3. Cara Kerja Kemoterapi


Kemoterapi bekerja paling baik pada sel-sel yang tumbuh dan
membelah secara aktif. Sel kanker cenderung tumbuh dan
membelah dengan cepat sehingga menjadikannya target yang baik
untuk kemoterapi. Tetapi kemoterapi tidak dapat membedakan
antara sel kanker dan sel normal. Beberapa sel normal, seperti yang
ada di folikel rambut dan lapisan sistem pencernaan, juga
cenderung tumbuh dan membelah lebih cepat daripada sel lain di
tubuh. Kemoterapi juga dapat memengaruhi sel-sel ini. Inilah
sebabnya mengapa beberapa orang kehilangan rambut atau
muntahnya dan mengalami diare. Sel normal biasanya dapat
memperbaiki kerusakan dari waktu ke waktu, dan efek samping ini
cenderung hilang setelah Anda menyelesaikan perawatan
kemoterapi(Canadian Cancer Society, 2021)

4. Jalur Pemberian Kemoterapi


Kebanyakan obat kemo diberikan dengan salah satu cara berikut:
a. Kadang kemo adalah pil atau cairan yang diberikan melalui mulut
(disebut kemo oral).

20
b. Beberapa kemoterapi mungkin diberikan seperti suntikan di lengan,
kaki, atau perut Anda (disebut suntikan).
c. Kebanyakan obat kemo diberikan melalui IV (intravena). IV berarti
mereka dimasukkan ke dalam darah melalui tabung plastik kecil yang
disebut kateter yang dimasukkan ke dalam pembuluh darah
menggunakan jarum. Jenis kemoterapi lainnya dapat diberikan
melalui kateter, selang, atau jarum ke area tubuh yang dekat atau di
sekitar tumor.
d. Kadang-kadang kemo dapat dioleskan pada kulit (disebut kemo
topikal). (American cancer society, 2020).

5. Efek Samping Kemoterapi


(American cancer society, 2020), menjelaskan beberapa efek samping
dari kemoterapi, yaitu:
a. Mual dan muntah, Beberapa obat kemo dapat menyebabkan mual
(merasa mual) dan muntah (muntah). Ini mungkin dimulai beberapa
jam setelah perawatan dan berlangsung dalam waktu singkat. Dalam
beberapa kasus, ini mungkin berlangsung selama beberapa hari
b. Rambut rontok, Beberapa kemo bisa membuat rambut rontok. Jika ini
terjadi, mungkin kehilangan rambut di kepala, wajah, lengan, ketiak,
dan selangkangan, kehilangan rambut secara perlahan atau hampir
semalaman. Tidak semua obat kemo memiliki efek ini,beberapa hanya
menyebabkan.
c. Jumlah darah rendah, Sumsum tulang adalah cairan bagian dalam
beberapa tulang. Sel darah merah membawa oksigen dari paru-paru ke
seluruh bagian tubuh. Selama kemo, sumsum tulang mungkin tidak
dapat menghasilkan cukup sel darah merah. Kekurangan sel darah
merah disebut anemia. Ini bisa membuat Anda merasa sesak, lemas,
dan lelah. Itu juga bisa membuat kulit, mulut, atau gusi Anda terlihat
pucat. Sel darah putih (leukosit) melawan infeksi. Kemo menurunkan
jumlah sel darah putih Anda, yang membuat Anda kurang mampu
melawan infeksi.Trombosit membentuk gumpalan darah yang

21
membantu menghentikan luka akibat perdarahan memar agar tidak
menjadi terlalu besar. Jika sumsum tulang tidak dapat menghasilkan
cukup trombosit,mungkin mengalami pendarahan lebih banyak,
bahkan dari luka kecil.
d. Masalah mulut, Beberapa obat kemo dapat menyebabkan luka di
mulut dan tenggorokan. Perubahan kulit Beberapa orang mengalami
masalah kulit saat menjalani kemoterapi - seperti kemerahan, gatal,
mengelupas, kekeringan, dan jerawat.
Kemoterapi merusak sel yang membelah dengan cepat, seperti sel
kanker. Namun, beberapa sel normal - seperti sel darah, folikel rambut,
dan sel di dalam mulut, usus, dan organ reproduksi - juga membelah
dengan cepat. Efek samping terjadi ketika kemoterapi merusak sel-sel
normal ini. Karena tubuh terus-menerus membuat sel-sel baru, sebagian
besar efek samping bersifat sementara. Obat-obatan yang digunakan
untuk kemoterapi terus ditingkatkan untuk memberikan hasil terbaik dan
untuk mengurangi potensi efek samping(Council, 2020).

C. KONSEP MUAL MUNTAH AKIBAT KEMOTERAPI


1. Definisi Mual Muntah
Mual muntah merupakan efek samping yang menakutkan bagi
penderita dan keluarga. Kondisi ini menyebabkan stres bagi penderita dan
keluarga yang terkadang membuat penderita dan keluarga memilih
menghentikan siklus terapi. Penghentian siklus terapi tersebut berpotensi
meningkatkan progesivitas kanker dan mengurangi harapan hidup pasien.
Mual muntah merupakan salah satu efek samping yang sering terjadi pada
penggunaansitostatika. Mual muntah termasuk dalam efek samping dini
karena sering terjadi dalam satu sampai dua puluh empat jam setelah
pemberian sitostatika, meskipun juga dapat terjadi pada waktu lebih dari
dua puluh empat jam(R & Surarso, 2016).Efek dari Chemotherapy
Induced Nausea andVomiting (CINV) jika tidak diatasi akan menglami
dehidrasi, malnutrisi, ketidakseimbangan elektrolit, penurunan status fisik
dan mental(Tilleman, 2018).

22
2. Factor Resiko Mual Muntah
Faktor resiko Chemotherapy Induced Nausea andVomiting (CINV)
termasuk jenis kelamin pasien dimana dari beberapa penelitian bahwa
menunjukan perempuan lebih beresiko mengalami mual muntah pasca
kemoterapi dibanding dengan laki-laki, umur lebih mudah lebih sering
terjadi mual muntah disbanding umur yang tua (< 3 tahun), riwayat CINV
sebelumnya, potensi emetogenit dari obat, dan jadwal pemberian
kemoterapi (Hariyanto et al., 2015).
Beberapa faktor risiko telah dikaitkan dengan perkembangan
tersebutdari CINV. Beberapa di antaranya terkait dengan pasien,
sedangkanyang lain terkait dengan pengobatan sitostatik yang
diberikan.Faktor risiko yang berhubungan dengan pasien termasuk
riwayat sebelumnyakontrol muntah yang buruk, karena tertunda dan
antisipatifmuntah terjadi lebih sering pada pasien ini; asupan alkohol,
karena pecandu alkohol tingkat tinggi kronis kurang rentanuntuk muntah;
usia, karena pada pasien yang lebih tua muntahlebih mudah dikendalikan;
jenis kelamin, karena wanita kurang memiliki kendalilebih mual dan
muntah; dan mabuk perjalanan, karenapasien dengan riwayat mabuk
perjalanan lebih rentanuntuk menunjukkan Chemotherapy Induced
Nausea andVomiting (CINV) (Bayo et al., 2012).

3. Patofisiologi Mual muntah


Dua mekanisme utama telah diusulkan dalam patofisiologi respon
emetik. Salah satunya adalah melalui jalur sentral yang
mencakup chemoreceptor trigger zone atau zona pemicu
kemoreseptor yang bereaksi terhadap bahan kimia atau obat dalam darah,
area yang terletak di luar sawar darah otak di medula oblongata. Yang
lainnya adalah melalui jalur perifer yang melibatkan saraf aferen vagal di
saluran gastrointestinal. Sinyal-sinyal ini ditransmisikan dengan bantuan
zat kimia yang disebut neurotransmiter yang berjalan melalui darah dan
saraf dan mencapai otak.Berbagai reseptor neurotransmitter termasuk

23
dopamin, 5-hidroksitriptamin tipe 3 (5-HT 3 , serotonin), neurokinin-1
(NK-1), dan kolesistokinin diaktifkan oleh kemoterapimenyebabkan
respons emetik. Berbagai jalur dianggap bertanggung jawab atas berbagai
jenis Chemotherapy Induced Nausea andVomiting CINV: emesis akut
dimediasi oleh rangsangan jalur perifer, sedangkan emesis tertunda
berasal dari rangsangan jalur pusat(Tilleman, 2018).
Setelah terpapar agen kemoterapi, sel-selenterochromafin yang rusak
di saluran pencernaan melepaskan serotonin yang kemudian berikatan
dengan reseptor 5-HT3 pada aferen vagal terdekat di perut. Serat saraf
aferen mentransmisikan input sensorik dari saluran pencernaan ke pusat
emetik dari saluran pencernaanke otak. Pusat emetik terdiri dari jaringan
neuron yang terorganisir secara longgar di batang otak yang menerima
sinyal tidak hanya dari saluran pencernaan tetapi juga dari struktur lain,
seperti zona pemicu kemoterapi di area postrema.Sinyal-sinyal sensorik
ini dikonsolidasikan di pusatemetik, yang mengarah ke generasi sinyal
eferen ke otot perut dan diafragma dan emesis selanjutnya. Kemoreseptor
daerah postrema terletak di luar sawar darah-otak dan dapat langsung
diaktifkan oleh agen kemoterapi juga, memicu emesis. Zat
neurotransmitter P, yang hadir dalamsistem saraf perifer dan sentral, juga
dilepaskan setelah terpapar kemoterapi dan mengikat reseptor NK-1.
Sementara serotonin adalah mediator utama dari sinyal emetik dari
saluran pencernaan, zat P tampaknya paling umum mengikat reseptor
NK-1 dalam sistem saraf pusat dan mendapatkan sinyal langsung ke zona
pemicu kemoterapi dan pusat emetik otak, yang mengarah ke emesis
tertunda. Zat P juga bertindak dalam saluran pencernaan, berpotensi
memainkan peran tambahan dalam CINV akut, Aktivasi salah satu
kemoreseptor ini dapat membuat peka saraf vagus terhadap stimulasi jalur
reseptor lainnya dan menghasilkan CINV yang berkepanjangan (Juartika
et al., 2019).

24
4. Klasifikasi Mual muntah akibat kemoterapi
Tabel 2.1 Klasifikasi Mual muntah akibat kemoterapi.
Klasifikasi CINV Deskripsi
Akut Mual dan muntah yang terjadi dalam waktu 24
jam pertama setelah pemberian kemoterapi.
Tertunda Mual dan muntah yang setidaknya terjadi
setelah 24 jam pertama setelah pemberian
kemoterapi, sering mencapai puncaknya antara
48 dan 72 jam (2 – 3 hari)
Terobosan Mual dan / atau muntah yang terjadi dalam 5
hari pasca kemoterapi meskipun obat anti-
regimen muntah digunakan; membutuhkan
terapi penyelamatan dengan antiemetik lainnya
Antisipatori Mual dan muntah yang dipicu oleh Antisipatif
rangsangan sensorik (misalnya bau, suara,
rasa)yang memicu mual dan muntah sebelum
pemberian rejimen kemoterapi selanjutnya
terkait dengan pemberian kemoterapi
Tahan api CINV refraktori dapat digambarkan sebagai
mual dan muntah yang secara konsisten terjadi
pada siklus kemoterapi berikutnya meskipun
telah menggunakan rejimen antiemetik yang
direkomendasikan oleh pedoman.
Sumber : (Adel, 2017).
Lima jenis CINV yang berbeda telah ditentukan dan termasuk CINV
akut, tertunda, terobosan, antisipatif, dan refrakter. CINV akut terjadi
dalam 24 jam pertama setelah pengobatan, dengan puncaknya sekitar jam
5 hingga 6. CINV yang tertunda bermanifestasi antara 1 dan 5 hari setelah
pemberian kemoterapi dan biasanya hasil dari penggunaan cisplatin,
karboplatin, dan siklofosfamid. Terobosan CINV terjadi ketika pasien
mengalami mual atau muntah meskipun telah menggunakan antiemetik
pencegahan yang direkomendasikan. CINV antisipatifterjadi sebelum
pengobatan dan berkembang sebagai respons terkondisi ketika pasien
telah mengalami CINV dari pengobatan sebelumnya. Pengkondisian

25
dapat mencakup rangsangan netral (misalnya bau, warna) yang terkait
dengan pengobatan dan terjadi pada hingga 45% pasien, dengan mual
lebih umum daripada muntah. CINV refraktori terjadi setelah kemoterapi
meskipun telah digunakan pengobatan profilaksis dan penyelamatan
antiemetik yang tepat(Tilleman, 2018).

D. KONSEP KONSEP PEMBERIAN TINDAKAN NON-FARMOKOLOGI


MENGATASI MUAL MUNTAH KEMOTERAPI
1. AROMATERAPI JAHE
a. Definisi Jahe
Jahe adalah tanaman dengan sejuta khasiat yang telah dikenal sejak
lama. Jahe merupakan salah satu rempah penting. Rimpangnya sangat
banyak manfaatnya, antara lain sebagai bumbu masak, minuman, serta
permen dan juga digunakan dalam ramuan obat tradisianal (Putri et
al., 2017).

b. Manfaat Jahe
Keungulan pertama jahe adalah kandungan minyak atsiri yang
mempunyai efek menyegarkan dan memblokir reflek muntah, sedang
gingerol dapat melancarkan darah dan saraf-saraf bekerja dengan baik.
Hasilnya ketegangan bias dicairkan, kepala jadi segar, mual muntah
pun ditekan. Aroha harum jahe dihasilkan oleh minyak arsiri, sedang
oleoresisnya menyebabkan rasa pedas yang menghangatkan tubuh dan
mengeluarkan keringat(Putri et al., 2017).

c. Penggunaan Aromaterapi
Menurut(Schulman, 2019)Ada beberapa cara menghirup minyak jahe
untuk aromaterapi. Anda dapat memilih mana yang tepat untuk Anda:
1) Penyebar
Diffuser adalah cara yang bagus untuk menambahkan aroma yang
menyenangkan ke ruangan. Dalam beberapa kasus, minyak
esensial mungkin perlu diencerkan dalam air. Selalu pastikan untuk

26
mengikuti petunjuk yang disertakan dengan diffuser Anda dengan
cermat.
2) Menghirup uap
Untuk menggunakan minyak jahe untuk menghirup uap, ikuti
langkah-langkah di bawah ini:
a) Panaskan air hingga mengukus dan taruh dalam mangkuk.
b) Tambahkan beberapa tetes minyak jahe ke dalam air
mendidih. Pusat Spiritualitas dan Penyembuhan Universitas
Minnesota (University of Minnesota Center for Spirituality and
Healing / CSH ) merekomendasikan hanya memulai dengan
satu hingga dua tetes.
c) Tutupi kepala Anda dengan handuk.
d) Dengan mata tertutup, letakkan kepala di atas mangkuk yang
mengepul dan tarik napas dalam-dalam.
3) Semprotan
Minyak jahe dalam semprotan bisa digunakan untuk menyegarkan
udara di dalam ruangan. Untuk membuat semprotan minyak jahe,
Anda bisa melakukan hal berikut:
a) Tambahkan minyak jahe ke air. Asosiasi Nasional untuk
Aromaterapi Holistik ( NAHA ) merekomendasikan penggunaan
10 hingga 15 tetes per ons air.
b) Tambahkan zat pendispersi seperti solubol jika Anda mau. Ini
dapat membantu mendistribusikan minyak esensial di dalam air.
c) Kocok dan semprotkan. Kocok sebelum setiap semprotan.

d. Aromaterapi Jahe terhadap Mual dan Muntah


Tindakanintervensi nonfarmakologiyaitu dengan pemberian
aromaterapi jahe ini merupakan bagian dari intervensi comfortyang
tujuan memberikankenyamanan secara fisik pada pasien kanker yang
menjalani kemoterapi dengan mengurangi atau menghilangkan mual
muntah akibat kemoterapi. Teknis tindakan ini didesain untuk

27
membantu mempertahankan atau mengembalikan fungsi fisik dan
kenyamanan, serta mencegah komplikasi (Enikwati, 2015).
Aromaterapi mengacu pada penggunaan minyak esensial yang
diekstrak dari akar, bunga, daun dan batang tanaman, serta dari pohon
tertentu.Tehnik aromaterapi inhalasi dapat digunakan untuk
meningkatkan relaksasi dan kenyamanan, rambut getar yang terdapat
di dalamnya, yang berfungsi sebagai reseptor, akan menghantarkan
pesan elektrokimia ke susunan saraf pusat.Pesan ini akan
mengaktifkan pusat emosi dan daya ingat seseorang yang selanjutnya
akan mengantarkan pesan balik ke seluruh tubuh melalui sistem
sirkulasi, pesan yang diantar ke seluruh tubuh akan dikonversikan
menjadi suatu aksi dengan pelepasan substansi neurokimia berupa
perasaan senang, rileks, dan tenang. Aromaterapi jahe dapat menjadi
pilihan untuk meningkatkan kenyamanan pada pasien yang menjalani
kemoterapi dalam mengatasi efek dari kemoterapi. Kandungan
didalam jahe terdapat zingiberena (zingirona) , zingiberol, bisabilena,
kurkumen, zingirol, flandrena, vitamin A, yang dapat memblok
serotonin yaitu suatu neurotransmitter yang disintesiskan pada
neuron-neuron serotonergis dalam sistem saraf pusat dan sel-sel
enterokromafin yang dapat memberikan perasaan nyaman sehingga
dapat mengatasi mual muntah (Manurung & Adriani, 2018).

E. SOP Aromaterapi Jahe

28
PENGERTIAN Pemberian aromaterapi jahe terhadap mual muntah
pada pasien pasca kemoterapi.
TUJUAN Mengatasi mual muntah pada pasien pasca
kemoterapi
KEBIJAKAN 1. Kebijakan Rumah Sakit Dr. Mohammad
Hoesin Palembang Nomor : …………….
Tentang pemberian intervensi pasien mual
muntah pasca kemoterapi di Rumah Sakit Dr.
Mohammad Hoesin Palembang \
2. Kebijakan Rumah Sakit Dr. Mohammad
Hoesin Palembang Nomor : ………….
tentang Pemberian Aromaterapi Jahe.
PROSEDUR a. Preinteraksi
1) Cek catatan keperawatan dan catatan medis
klien
2) Identifikasi faktor atau kondisi yang dapat
menyebabkan kontraindikasi
3) Siapkan alat dan bahan

b. Tahap Orientasi
1) Beri salam terapeutik dan panggil klien
dengan namanya dan memperkenalkan diri
2) Menanyakan keluhan klien
3) Jelaskan tujuan, prosedur dan lamanya
tindakan pada klien
4) Beri kesempatan klien untuk bertanya
5) Pengaturan posisi yang nyaman bagi klien

c. Tahap Kerja
1) Jaga privasi klien
2) Atur posisi klien senyaman mungkin
3) Lakukan cuci tangan dan menggunakan
sarung tangan
4) Teteskan 3 tetes aromaterapi jahe oil pada
tissue
UNIT TERKAIT 1. Seluruh karyawan Rumah Sakit Dr.
Mohammad Hoesin Palembang
2. Pasien pasca kemoterapi yang merasakan
mual muntah Rumah Sakit Dr. Mohammad
Hoesin Palembang

29
F. KERANGKA TEORI
Karsinogen Genetic Nutrisi dan gaya hidup Radikal bebas Infeksi Lingkungan Gangguan hormone Masalah Psikis

Merangsang pembentukan KANKER


reseptor 5HT3

KEMOTERAPI
Merangsang nervus vagus
Efek samping :
1. Mual muntah
Merangsang pusat muntah
2. Rambut rontok
& CTZ 3. Jumlah darah rendah
4. Masalaah mulut
Menstimulasi CTZ di area
5. Reaksi kekebalan
prostrema

Merangsang implus ke Meningkatkan Serotin


Aromaterap Melancarkan darah Menurunkan mual,
vagus, otot perut dan saraf dengan sehingga Meningkatkan
i jahe muntah
baik rasa nyaman, rileks.

Memicu mual, muntah

Terapi Non-farmakologi :
(Intervensi keperawatan)
1. Terapi Akupresur
2. Terapi Biopsychobehavioral
(Relaksasi otot progresif) Sumber :(Afrianti&Pertiwi, 2020), (Manurung & Adriani, 2018), (American cancer society, 2020).
3. Aromaterapi jahe
(Ariani, 2015). (Ardhiansyah, 2019). (Junaidi, 2014). (Sholihin, 2017).

30
G. Telaah Jurnal
Pada analisis kepatuhan perawat terhadap SOP Pemberian
Aromaterapi Jahe di Rumah Sakit Dr. Mohammad Hoesin Palembang,
didapat beberapa artikel penelitian sebagai sumber utama yang dipilih
berdasarkan kriteria inklusi dan relevansi dengan tujuan Studi Kasus yang
mana sumber database pencarian elektronik dari masing-masing jurnal
berasal dari Google schoolar yang dapat diakses dengan fulltext, HTMl
full text, science direct dan ProQuest dalam format pdf. Pencarian artikel
dilakukan dengan metode PICO dan dianalisis dengan metode VIA.
Berikut ini merupakan beberapa tahapan yang menjelaskan tentang
pencarian artikel.
1. Pertanyaan klinis
Bagaimana cara mengatasi mual muntah pada pasien pasca
kemoterapi ?
2. Kata kunci
P (Problem/Population) : Mual Muntah
I (Intervention) : Pemberian Non-farmokologi
C (Comparison) :-
O (Outcome) : SOP Aromaterapi
3. Kriteria Artikel
Terdapat beberapa kriteria inklusi dalam pemilihan referensi studi
kasus ini, yaitu:
a. Artikel yang memiliki judul dan isi yang relevan dengan tujuan
meliputi intervensi dan cara mengatasi mual muntah pada pasien pasca
kemoterapi.
b. Artikel yang berbahasa Indonesia atau Bahasa Inggris serta dalam
bentuk fulltext dan dapat diakses dengan fulltext, HTMl full text,
science direct dan ProQuest dalam format pdf.
c. Artikel/jurnal yang dirujuk sudah terpublikasi dengan rentang waktu
yang dimulai pada tahun 2016 sampai dengan tahun 2021.
d. Sumber pencarian jurnal/artikel berasal dari database elektronik seperti
google schoolar, proquest, pubmed, science direct dan balai pustaka.

31
Adapun beberapa kriteria eksklusi dalam pemilihan referensi studi
kasus ini, yakni artikel yang tidak memiliki struktur lengkap, dan
artikel yang tidak membahas mengenai cara mengatasi mual muntah
pada pasien pasca kemoterapi SOP Pemberian Aromaterapi Jahe.
4. Searching Literatur (jurnal)
Penelusuran yang digunakan dalam mencari jurnal/artikel
menggunakan database elektronik yang dapat diakses yakni Google
schoolar yang dapat diakses dengan fulltext, HTMl full text, science
direct dan Scihub dalam format pdf. kata kunci tiap variabel yang
dipilih database yakni intervensi water tepid sponge dengan hasil 140
artikel yang muncul, kemudian akan dieliminasi berdasarkan tahun
terbit yakni tahun 2016 sampai dengan 2021 dengan hasil pencarian
sebanyak 76 artikel, dieliminasi berdasarkan jalan akses dengan
fulltext, HTMl full text, science direct dan Scihub dalam format pdf
sejumlah 26 artikel. Pada 26 artikel ini akan dieliminasi dan dipilih
berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi didapat 12 artikel. Pada 12
artikel ini akan di baca dan dipilih terkait dengan tujuan penulisan
Studi Kasus dan berfokus pada intervensi maka di dapat 6 artikel yang
digunakan sebagai sumber utama dalam penyusunan telaah jurnal
Studi Kasus.

32
Tabel 2.2 Daftar Referensi Artikel

N Penulis Judul P (Problem/ Population) I (Intervention) C (Comparation) O (Outcome)


o
1. Nur Kepatuhan Dampak yang dapat ditimbulkan jika Penelitian ini Tidak ada Hasil penelitian tenaga kesehatan
Hidayah, Tenaga Kesehatan tidak patuh pada indikasi sebelum mengetahui mengenai pelaksanaan hand
Nur Terhadap tindakan aseptik sebagian besar gambaran kepatuhan hygiene sudah sangat baik
Fadhliyah Implementasi tenaga kesehatan tidak melakukan tenaga kesehatan dengan rata-rata tingkat
Ramadhani Hand Hygiene di hand hygiene karena salah satu terhadap SOP Hand kepatuhan pelaksanaan hand
(2019) Rumah Sakit alasannya adalah anggapan bahwa hygine diruang X. hygiene tenaga kesehatan
Umum Daerah tindakan hand hygiene tidak perlu berdasarkan kategori profesi
Haji Kota ketika sarung tangan dipakai. adalah perawat (54.3%), bidan
Makassar. Bagaimanapun, sarung tangan tidak (62.5%), dan dokter (43.7%).
memberikan perlindungan penuh Berdasarkan tiap indikasi hand
terhadap kontaminasi bakteri atau hygiene kepatuhan tenaga
patogen pada tangan dan sarung kesehatan pada momen sebelum
tangan tidak dapat menggantikan kontak dengan pasien 43.7%,
perlunya hand hygiene, maka tenaga sebelum tindakan aseptik 75.0%,
kesehatan harus mencuci tangan setelah terpapar cairan tubuh
sebelum memakai sarung tangan dan pasien yang berisiko 87.5%,
sesudah melepasnya dan sarung setelah kontak dengan pasien
tangan juga harus diganti untuk setiap 41.7% dan setelah menyentuh
pasien. Populasi yang didapatkan lingkungan sekitar pasien 14.3%.
dalam penelitian ini adalah perawat,
bidan dokter

2. Siti Analisis Tingkat Kurangnya kesadaran terhadap Penelitian ini Tidak ada Hasil penelitian dan pembahasan
Marfu’ah, Kepatuhan Hand penularan penyakit dari perawat ke mengetahui tentang kepatuhan hand hygiene
Liena Hygiene Perawat pasien dari pasien satu ke pasien gambaran suatu perawat dalam pencegahan
Sofiana dalam lainnya tapi perawat lebih keadaan secara infeksi nosokomial di bangsal
(2018) Pencegahan memerhatikan individu sendiri. objektif. Subjek Dahlia RSUD Wonosari
Infeksi Kurangnya kesadaran perawat dalam dalam penelitian ini Yogyakarta: 1) Rumah sakit

33
Nosokomial. mengimplementasikan five moment dengan menggunakan memiliki SPO yang mengacu
for hand hygiene seutuhnya adalah 15 perawat dan dua kepada lembaga Internasional
tingginya mobilitas perawat dalam orang petugas PPI. yaitu WHO. 2) Sarana dan
ruangan tersebut, secara praktis prasarana yang tersedia sudah
perawat lebih banyak menggunakan memadai. 3) Pelaksanaan hand
sarung tangan dengan anggapan hygiene perawat di RSUD
dirinya sudah lebih terproteksi. Wonosari. 4) Kepatuhan perawat
Asumsi petugas kesehatan dengan dalam melakukan hand hygiene
memakai sarung tangan maka rantai berdasarkan prinsip five moment
penyebaran infeksi telah dapat for hand hygiene yaitu moment
terputus, padahal seharusnya hand satu sebelum kontak dengan
hygiene tetap harus dilakukan pasien persentasenya 66,7%,
sebelum memakai sarung tangan moment dua sebelum tindakan
karena kuman masih berpotensi asepsis persentasenya 73,4%,
keluar dari sarung tangan lewat celah moment tiga setelah kontak
yang terdapat di pergelangan tangan. cairan tubuh dan moment empat
Populasi yang didapatkan dari setelah kontak pasien
penelitian ini yaitu tenaga kesehatan persentasenya 100%, moment
dan pasien. lima setelah kontak lingkungan
persentasenya 80%; 5)
Monitoring dan evaluasi cuci
tangan sudah dilakukan di RSUD
Wonosari.
3. ROY ANALISIS Dikalangan petugas kesehatan, hand Penelitian ini untuk Tida ada Hasil penelitian didapat bahwa
ADITYA, IMPLEMENTAS hygiene sangatlah penting dilakukan, menganalisa responden yang pelaksanaan
JULIANDI I HAND dan jika tidak melakukan akan implementasi hand hand hygiene baik sebanyak 132
HARAHAP, HYGIENE DAN beresiko untuk menyebarkan infeksi hygiene dan perilaku orang (71,0%) dan responden
CHAIRULS PERILAKU baik dari petugas ke pasien ataupun tenaga kesehatan yang pelaksanaan hand hygiene
YAH TENAGA sesama petugas kesehatan lainnya. dalam penggunaanya. buruk sebanyak 54 orang
PUTRA KESEHATAN Mencuci tangan dengan sabun dan air (29,0%). Hasil uji statistik chi
(2020) DALAM menghilangkan organisme penyebab square didapat pengetahuan,
PELAKSANAAN penyakit infeksi di tangan. Populasi sikap dan praktek memiliki
NYA DI RSUD yang didapatkan dari penelitian ini hubungan dengan implementasi
DR. RM. yaitu tenaga kesehatan dan pasien. hand hygiene dengan nilai p <

34
DJOELHAM 0,05. Hasil analisis bivariat
BINJAI. diketahui bahwa ada hubungan
praktek dengan pelaksanaan
hand hygiene.
4. Sihem Ben Multimodal Kebersihan tangan Hand hygiene Penelitiam ini menilai Tidak ada Dari penelitian ini di dapatkan
Fredj, Asma intervention dianggap sebagai tindakan paling efektivitas intervensi 1201 dan 1057 peluang untuk
Ben Cheikh, program to penting untuk mengatasi penularan yang menargetkan kebersihan tangan yang diamati
Sana Bhiri, improve hand patogen terkait perawatan kesehatan. promosi kebersihan di antara semua kategori petugas
Hela Ghali, hygiene Namun, kepatuhan terhadap tangan di antara kesehatan, kepatuhan secara
Salwa compliance: rekomendasi biasanya rendah dan petugas kesehatan keseluruhan meningkat secara
Khefacha, effectiveness and diperlukan strategi perbaikan yang (perawat). signifikan dari 32,1 menjadi
Lamine challenges. efektif. 39,4% (p < 0,001) masing-
Dhidah, masing pada pra dan pasca
Latifa intervensi. Perawat adalah yang
Merzoug, paling patuh dengan peningkatan
Mohamed yang signifikan dari 34,1
Ben Rejeb, menjadi 45,7% (p < 0,001)
Houyem masing-masing pada pra dan
Said Latiri pasca intervensi. Selanjutnya,
(2020) analisis oleh departemen
menunjukkan peningkatan
kepatuhan yang signifikan di
departemen ortopedi (p < 0,001),
departemen bedah maksilofasial
(p < 0,001), departemen pediatri
(p = 0,013), dan keadaan darurat
(p = 0,038).
5. Thomas von Promoting Hand “Kampanye Tangan Bersih” Jerman Penelitiam ini menilai Tidak ada Hasil penelitian kedua kelompok
Lengerke, Hygiene (sebuah adaptasi dari program efektivitas intervensi tidak berbeda dalam tingkat
Bettina Compliance “Perawatan Bersih adalah Perawatan yang menargetkan kepatuhan dasar mereka pada
Lutze, yang Lebih Aman” WHO) untuk promosi kebersihan tahun 2013 (intervensi: 54%,
Christian mempromosikan kebersihan tangan tangan di antara kontrol: 55%, p = 0,581).
Krauth, di antara personel rumah sakit di petugas kesehatan Intervensi yang disesuaikan
Karin Lange, Hannover Medical School (MHH, (perawat). menyebabkan peningkatan

35
Jona Medizinische Hochschule Hannover), kepatuhan di masing-masing dari
Theodor yang dikenal sebagai Aksi Saubere dua tahun tindak lanjut (2014:
Stahmeyer, Hände (ASH), bertemu dengan 64%, (p>0,001) tetapi turun
Iris Freya kesuksesan awal. Namun, pada tahun kembali ke 64% pada tahun 2015
Chaberny 2013, tingkat kepatuhan terhadap (p = 0,007). Kepatuhan
(2017) disinfeksi tangan higienis di sepuluh meningkat dari 2013–2015 dan
unit perawatan intensif (ICU) rumah tingkat kepatuhan pada 2015
sakit dan dua unit transplantasi sel lebih tinggi pada kelompok
induk hematopoietik (HSCTU) telah intervensi (p>0,005). Hal ini
kembali ke tingkat awal (dokter: terutama disebabkan oleh
48%; perawat: 56%). Cara yang perilaku perawat, sebagai
disarankan oleh penelitian dalam parameter yang sesuai untuk
psikologi perilaku dapat dokter tidak berbeda secara
menghasilkan perbaikan yang lebih signifikan antara dua kelompok
berkelanjutan daripada ASH. studi dalam analisis bertingkat.
6. Sarit Hand Hygiene Menanggapi pertanyaan tentang Penelitian ini menilai Tidak ada Kepatuhan secara keseluruhan
Sharma, Compliance in the penyebab kepatuhan yang rendah, kepatuhan, adalah 43,2% (394/911 peluang).
Shruti Intensive Care petugas kesehatan mengaitkannya mengidentifikasi Itu 68,9% (31/45) di intensivists,
Sharma, Units of a Tertiary dengan kurangnya motivasi, sikap faktor-faktor yang 56,3% (18/32) di dokter yang
Sandeep Care Hospital. malas, beban kerja yang berlebihan, mempengaruhi hadir, 40,0% (28/70) di residen
Puri, waktu yang lebih sedikit dalam kepatuhan dan untuk pascasarjana dan 41,3%
Jagdeep situasi darurat, apatis administrasi, mempelajari (301/728) di perawat. Kepatuhan
Whig (2017) kurangnya pengetahuan dan alergi pengetahuan, sikap berbanding terbalik dengan
terhadap sabun/gosok tangan. dan persepsi yang indeks aktivitas. Kepatuhan
terkait dengan KK di untuk transmisi silang risiko
antara petugas tinggi, sedang dan rendah
kesehatan (perawat). masingmasing adalah 38,8%
(67/170), 43,8% (175/401) dan
44,7% (152/340).

36
Tabel 2.3 Telaah Jurnal Metode VIA
No Judul Artikel VIA

1. Kepatuhan Tenaga Kesehatan Validity


Terhadap Implementasi Hand a. Desain, Desain pada penelitian ini menggunakan desain
Hygiene di Rumah Sakit Umum Cross Sectional Study kasus.
Daerah Haji Kota Makassar. b. Sampel, Sampling pada penelitian ini yaitu 70 tenaga
(Nur Hidayah, Nur Fadhliyah kesehatan dan seluruh tindakan cuci tangan yang dilakukan
Ramadhani, 2019) tenaga kesehatan (perawat, bidan, dan dokter).
c. Randomisasi, pada penelitian tersebut tidak dilakukan
randomisasi dalam pengambilan sampel.

Importance dalam Hasil


a. Karakteristik Subjek, pada artikel ini memiliki
karakteristik subjek, meliputi: tenaga kesehatan (perawat,
bidan dan dokter) terkait ketidakpatuhan terhadap SOP
Hand hygiene.
b. Beda Proporsi, berdasarkan penelitian pada tabel 1
didapatkan hasil bahwa tingkat kepatuhan perawat dan
bidan telah melewati standar kepatuhan menurut WHO
yaitu >50%, dengan kepatuhan 56.05% dan bidan sebesar
53.37% Sedangkan kepatuhan dokter masih berada dibawah
standar WHO yaitu 49.33%. Tabel 2 didapatkan hasil
bahwa kepatuhan pelaksanaan hand hygiene tenaga
kesehatan kepatuhan tertinggi berada pada momen setelah
terpapar cairan tubuh pasien yaitu sebesar 87.5% dan
momen setelah kontak dengan lingkungan pasien
merupakan momen dengan tingkat kepatuhan terendah yaitu
sebesar 85.7%. Berdasarkan tabel 3 hasil observasi
menunjukkan pelaksanaan prosedur hand hygiene perawat
dan bidan dominan menggunakan air dan sabun atau
handwash yaitu sebesar 52% oleh perawat dan 60% oleh
bidan sedangkan dokter lebih sering menggunakan handrub
yaitu sebesar 71.4%.
c. Beda Mean, Tingkat pengetahuan tenaga kesehatan
mengenai pelaksanaan hand hygiene sudah sangat baik
dengan rata-rata tingkat pengetahuan perawat sebesar
78.3%, bidan sebesar 62.5% dan dokter sebesar 62.5%.
Tingkat kepatuhan pelaksanaan hand hygiene tenaga
kesehatan berdasarkan kategori profesi adalah perawat
sebelumya (56,05%) menjadi (54.3%) sehingga mengalami
penurunan kepatuahan terhadap hand hygiene, bidan
sebelumnya (53,37%) menjadi (62.5%) sehingga mengalami
penikatan kepatuhan yang baik terhadap hand hygiene, dan
dokter sebelumnya (49,33%) menjadi (43.7%) sehingga
mengalami penurunan kepatuhan terhadap hand hygiene.
d. Nilai p value, pada hasil penelitian tersebut tudak ada nilai
p.

Applicability
Peneliti menunjukan hasil tingkat pengetahuan tenaga
kesehatan mengenai pelaksanaan hand hygiene sudah sangat
baik dengan rata-rata tingkat pengetahuan perawat sebesar
78.3%, bidan sebesar 62.5% dan dokter sebesar 62.5%. Tingkat
kepatuhan pelaksanaan hand hygiene tenaga kesehatan
berdasarkan kategori profesi adalah perawat (54.3%), bidan

37
(62.5%), dan dokter (43.7%). Berdasarkan tiap indikasi hand
hygiene kepatuhan tenaga kesehatan pada momen sebelum
kontak dengan pasien 43.7%, sebelum tindakan aseptik 75.0%,
setelah terpapar cairan tubuh pasien yang berisiko 87.5%,
setelah kontak dengan pasien 41.7% dan setelah menyentuh
lingkungan sekitar pasien 14.3%. Berdasarkan penggunaan
handwash dan handrub dalam pelaksanaan hand hygiene tenaga
kesehatan didapatkan hasil bahwa penggunaan handwash
sebesar 49.6% dan handrub sebesar 51.4%.

2. Analisis Tingkat Kepatuhan Validity


Hand Hygiene Perawat dalam a. Desain, pada penelitian ini menggunakan desain penelitian
Pencegahan Infeksi Nosokomia. kualitatif dengan rancangan studi kasus.
(Siti Marfu’ah, Liena Sofiana, b. Sampel, Sampling pada penelitian ini yaitu 15 perawat dan
2018) dua orang petugas PPI.
c. Randomisasi, pada penelitian tersebut tidak dilakukan
randomisasi dalam pengambilan sampel.

Importance dalam Hasil


a. Karakteristik Subjek, pada artikel ini memiliki
karakteristik subjek, meliputi: tenaga kesehatan (perawat
dan dua orang petugas PPI) terkait ketidakpatuhan terhadap
SOP Hand hygiene.
b. Beda Proporsi, berdasarkan penelitian pada Tabel 1 dapat
kita ketahui perawat dalam melakukan prosedur cuci tangan
masih ada item yang belum mencapai 100% yaitu langkah
tiga sampai lima langkah dengan persentase 80%. Tabel 2
menjelaskan bahwa perawat melakukan hand hygiene
dengan hand rub pada langkah tiga sampai enam hanya
mencapai 86%. Hal ini dikarenakan masih ada perawat yang
memakai cincin pada saat melakukan cuci tangan, sehingga
sela-sela jari tidak digosok secara sempurna masih ada
perawat yang tidak menggosok punggung tangan sesuai
dengan SPO yang telah diterapkan sehingga langkah-
langkah mencuci tangan tidak mencapai 20-30 detik. Tabel
3 dapat dilihat bahwa kepatuhan perawat dalam melakukan
hand hygiene berdasarkan prinsip five moment for hand
hygiene masih belum optimal terutama pada moment
sebelum kontak dengan pasien hanya mencapai 66,7% dan
moment sebelum tindakan asepsis dengan persentase 73,4%
yang termasuk dalam katagori kepatuhan minimal padahal
standar cuci tangan yang harus mencapai ≥85%. Sedangkan
kepatuhan perawat dalam melakukan hand hygiene untuk
moment setelah kontak cairan tubuh pasien dan pada
moment setelah kontak persentasenya 100% yang termasuk
dalam kategori baik, moment setelah kontak lingkungan
pasien persentasenya 86% masuk dalam kagetori kepatuhan
baik.
c. Beda Mean, hasil penelitian dan pembahasan tentang
kepatuhan hand hygiene perawat dalam pencegahan infeksi
nosokomial sebagai berikut: 1) Rumah sakit memiliki SPO
yang mengacu kepada lembaga Internasional yaitu WHO.
Perawat secara keseluruhan telah menjalankan dengan
cukup baik; 2) Sarana dan prasarana yang tersedia sudah
memadai, agar pelaksanaan hand hygiene berjalan dengan
yang diharapkan; 3) Pelaksanaan hand hygiene perawat di
RSUD Wonosari, masih ada beberapa perawat yang belum
melakukan cuci tangan sesuai dengan SPO yaitu dengan

38
metode hand wash mencuci tangan pada langkah tiga
sampai lima persentasenya 80%, sedangkan pelaksanaan
cuci tangan dengan metode hand rub langkah tiga sampai
enam dengan persentase 86%; 4) Kepatuhan perawat dalam
melakukan hand hygiene berdasarkan prinsip five moment
for hand hygiene yaitu moment satu sebelum kontak dengan
pasien persentasenya 66,7%, moment dua sebelum tindakan
asepsis persentasenya 73,4%, moment tiga setelah kontak
cairan tubuh dan moment empat setelah kontak pasien
persentasenya 100%, moment lima setelah kontak
lingkungan persentasenya 80%; 5) Monitoring dan evaluasi
cuci tangan sudah dilakukan di RSUD Wonosari.
Monitoring dilakukan setiap bulan sekali dan hasil dari
evaluasi akan digunakan sebagai acuan program berikutnya.
d. Nilai p value, pada hasil penelitian tersebut tudak ada nilai
p.

Applicability
Penelitian sebelumnya melaporkan penerapan cuci tangan pada
perawat juga harus didukung oleh kesadaran perawat itu sendiri
dalam melindungi diri dan pasien dari bahan infeksius serta
kesadaran dalam menjalankan SPO yang benar. Kebiasaan
mencuci tangan di rumah sakit, merupakan perilaku mendasar
dalam pencegahan infeksi silang. Pengetahuan merupakan
elemen yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan
seseorang. Rendahnya ketepatan langkah-langkah kegiatan
hand hygiene mungkin disebabkan oleh kurangnya pengetahuan
petugas kesehatan terkait langkahlangkah kegiatan hand
hygiene. Tingkat pengetahuan tentang hand hygiene tidak
hanya sebatas pentingnya pelaksanaannya, namun juga harus
mencakup indikasi dan tehnik pelaksanaannya. Perawat harus
memiliki pengetahuan tentang cuci tangan dengan benar
sebagai upaya pencegahan infeksi nosokomial di rumah sakit
sehingga meningkatkan kualitas pelayanan.

3. ANALISIS IMPLEMENTASI Validity


HAND HYGIENE DAN a. Desain, Desain pada penelitian ini menggunakan desain
PERILAKU TENAGA penelitian kuantitatif dan kualitatif studi kasus.
KESEHATAN DALAM b. Sampel, Sampling pada penelitian ini yaitu 210 tenaga
PELAKSANAANNYA DI kesehatan dan seluruh tindakan cuci tangan yang dilakukan
RSUD DR. RM. DJOELHAM tenaga kesehatan (perawat, bidan, dan dokter).
BINJAI. (ROY ADITYA, c. Randomisasi, pada penelitian tersebut tidak dilakukan
JULIANDI HARAHAP, randomisasi dalam pengambilan sampel.
CHAIRULSYAH PUTRA,
2020) Importance dalam Hasil
a. Karakteristik Subjek, pada artikel ini memiliki
karakteristik subjek, meliputi: tenaga kesehatan (perawat,
bidan dan dokter) terkait ketidakpatuhan terhadap SOP
Hand hygiene.
b. Beda Proporsi, berdasarkan penelitian pada tabel 1 dari
hasil tabulasi silang diketahui dari 186 responden yang
diteliti didapat hasil bahwa responden memiliki
pengetahuan baik sebanyak 151 orang (81,2%) dengan
implementasi hand hygiene baik sebanyak 126 orang
(67,7%) dan implementasi hand hygiene buruk sebanyak 25
orang (13,4%). Sedangkan responden memiliki pengetahuan
buruk sebanyak 35 orang (18,8%) dengan implementasi

39
hand hygiene baik sebanyak 6 orang (3,2%) dan
implementasi hand hygiene buruk sebanyak 29 orang
(15,6%). Tabel 2 dari hasil tabulasi silang diketahui dari 186
responden yang diteliti didapat hasil bahwa responden
memiliki sikap baik sebanyak 128 orang (68,8%) dengan
implementasi hand hygiene baik sebanyak 117 orang
(62,9%) dan implementasi hand hygiene buruk sebanyak 11
orang (5,9%). Sedangkan responden memiliki sikap kurang
sebanyak 58 orang (31,2%) dengan implementasi hand
hygiene baik sebanyak 15 orang (8,1%) dan implementasi
hand hygiene buruk sebanyak 43 orang (23,1%). Tabel 3
dari hasil tabulasi silang diketahui dari 186 responden yang
diteliti didapat hasil bahwa responden memiliki praktek
hand hygiene baik sebanyak 146 orang (78,5%) dengan
implementasi hand hygiene baik sebanyak 131 orang
(70,4%) dan implementasi hand hygiene buruk sebanyak 15
orang (8,1%). Sedangkan responden memiliki praktek hand
hygiene kurang sebanyak 40 orang (21,5%) dengan
implementasi hand hygiene baik sebanyak 1 orang (0,5%)
dan implementasi hand hygiene buruk sebanyak 39 orang
(21,0%).
c. Beda Mean, hasil penelitian didapat bahwa responden yang
pelaksanaan hand hygiene baik sebanyak 132 orang (71,0%)
dan responden yang pelaksanaan hand hygiene buruk
sebanyak 54 orang (29,0%). Hasil uji statistik chi square
didapat pengetahuan, sikap dan praktek memiliki hubungan
dengan implementasi hand hygiene.
d. Nilai p value, hasil penelitian didapat bahwa responden
yang pelaksanaan hand hygiene baik sebanyak 132 orang
(71,0%) dan responden yang pelaksanaan hand hygiene
buruk sebanyak 54 orang (29,0%). Hasil uji statistik chi
square didapat pengetahuan, sikap dan praktek memiliki
hubungan dengan implementasi hand hygiene dengan nilai p
< 0,05. Hasil uji regresi logistik berganda diketahui sikap
dengan nilai sig=0,001 Exp(B) 6,531 dan praktek dengan
nilai sig=0,000 Exp(B) 11,546.

Applicabilit
Hasil penelitian dapat diketahui bahwa praktek tenaga kesehatan
baik dengan pelaksanaan hand hygiene baik. Hasil penelitian ini
juga masih dijumpai responden yang memiliki praktek yang
buruk dengan pelaksanaan hand hygiene yang kurang. Ada
beberapa faktor yang mempengaruhi tenaga kesehatan tidak
melakukan hand hygiene dengan baik yaitu faktor lingkungan
kerja dimana faktor pendukung lainnya yang kurang
mendukung dalam pelaksanaan hand hygiene pada tenaga
kesehatan adalah sarana dan prasarana yang tidak memadai
yaitu masih dijumpai kendala-kendala sarana dan prasarana
yaitu air yang sering mati, keterlambatan alat-alat pendukung
hand hygiene seperti sabun, hand sanitizer dan tissue atau kain
kering dalam pendistribusian ke ruang-ruang unit instalasi
rumah sakit karena proses pengadaan alat-alat atau sarana
prasana pendukung rumah sakit membutuhkan alur atau proses
yang memakan waktu dalam penyediaannya. Hal ini menjadi
penghambat atau kendala yang sering dijumpai dalam
pelaksanaan hand hygiene.

40
4. Multimodal intervention Validity
program to improve hand a. Desain, pada penelitian ini menggunakan desain penelitian
hygiene compliance: Studi ini mengadopsi desain studi intervensi pra-pasca studi
effectiveness and challenges. kasus.
(Sihem Ben Fredj, Asma Ben b. Sampel, Sampling pada penelitian ini yaitu 690 tenaga
Cheikh, Sana Bhiri, Hela Ghali, kesehatan (perawat).
Salwa Khefacha, Lamine c. Randomisasi, pada penelitian tersebut tidak dilakukan
Dhidah, Latifa Merzoug, randomisasi dalam pengambilan sampel.
Mohamed Ben Rejeb, Houyem
Said Latiri, 2020) Importance dalam Hasil
a. Karakteristik Subjek, pada artikel ini memiliki
karakteristik subjek, meliputi: tenaga kesehatan (perawat,
bidan dan dokter) terkait ketidakpatuhan terhadap SOP
Hand hygiene.
b. Beda Proporsi, berdasarkan penelitian pada tabel 1
Kepatuhan keseluruhan meningkat secara signifikan dari
32,1 pada awal menjadi 39,4% (p < 0,001) pada tindak
lanjut. Kami mengamati perbedaan mencolok dalam tingkat
kepatuhan di antara tiga kategori profesional. Kepatuhan
yang meningkat secara nyata tercatat di antara perawat.
Kepatuhan mereka meningkat secara signifikan dari 34,1
menjadi 45,7% (P<0,001) masing-masing pada pra dan
pasca intervensi. Kepatuhan KK di kalangan dokter
menurun tidak signifikan dari 30,7 pada tahun 2015 menjadi
23,1% pada tahun 2016 (p = 0,06). Staf tata graha mencatat
kepatuhan KK terendah yang turun dari 19,8 menjadi
16,1%. Tabel 2 analisis oleh departemen menunjukkan
peningkatan yang signifikan dari kepatuhan HH dari awal
hingga periode intervensi di sebagian besar departemen
rumah sakit. Ini meningkat secara signifikan di departemen
ortopedi dari 7 menjadi 37,8% (p < 0,001), di departemen
bedah maksilofasial dari 4,3 menjadi 46,7% (p < 0,001), di
bangsal anak dari 47,2 menjadi 63% (p = 0,013), dan di unit
gawat darurat dari 36 menjadi 59,4% (p = 0,016). Tabel 3
analisis regresi logistik, penelitian menunjukkan bahwa
petugas kesehatan lebih patuh secara signifikan (aOR =
1,34, CI95% 1,11-1,62) setelah intervensi HH; perawat
secara signifikan (aOR = 2,03, CI95% 1,66-2,49) lebih
patuh dibandingkan dengan dokter dan petugas kesehatan
lainnya; kepatuhan lebih signifikan dalam indikasi sebelum
tugas aseptik (aOR = 1,56, CI95% 1,25-1,94).
c. Beda Mean, dari hasil penelitian ini 1201 dan 1057 peluang
untuk kebersihan tangan yang diamati di antara semua
kategori petugas kesehatan, kepatuhan secara keseluruhan
meningkat secara signifikan dari 32,1 menjadi 39,4%
masing-masing pada pra dan pasca intervensi. Perawat
adalah yang paling patuh dengan peningkatan yang
signifikan dari 34,1 menjadi 45,7%.
d. Nilai p value, dari hasil penelitian ini 1201 dan 1057
peluang untuk kebersihan tangan yang diamati di antara
semua kategori petugas kesehatan, kepatuhan secara
keseluruhan meningkat secara signifikan dari 32,1 menjadi
39,4% masing-masing pada pra dan pasca intervensi.
Perawat adalah yang paling patuh dengan peningkatan yang
signifikan dari 34,1 menjadi 45,7% (p < 0,001) masing-
masing pada pra dan pasca intervensi. Selanjutnya, analisis

41
oleh departemen menunjukkan peningkatan kepatuhan yang
signifikan di departemen ortopedi (p < 0,001), departemen
bedah maksilofasial (p < 0,001), departemen pediatri (p =
0,013), dan keadaan darurat (p = 0,038).

Applicability
Dalam penelitian ini, kepatuhan Hand Hygiene yang buruk di
antara dokter dibandingkan dengan perawat dapat dijelaskan
oleh terbatasnya kehadiran dokter dalam sesi pelatihan. Oleh
karena itu, membuat perubahan pada kepatuhan Hand Hygiene
merupakan tantangan dalam konteks kita, terutama untuk
menghadapi perilaku dan rutinitas yang tidak baik yang
mungkin sudah ada pada petugas kesehatan. Meskipun Hand
Hygiene adalah tindakan sederhana untuk dilakukan dan
merupakan komponen inti dalam pengendalian infeksi,
tampaknya hampir tidak dimasukkan ke dalam praktik klinis
terutama bahwa dokter tidak menunjukkan perubahan yang
signifikan dalam kepatuhan Hand Hygiene. Fenomena ini akan
menjadi konsekuensi dari gangguan potensial yang menghambat
praktik Hand Hygiene terbaik. Determinan perilaku
dikonseptualisasikan sebagai dua tema oleh Maura et al. dalam
tinjauan literatur kualitatif sistematis, sesuai dengan latar
belakang teoritis. Komponen pertama adalah faktor motivasi
termasuk pengaruh sosial, ketajaman perawatan pasien,
perlindungan diri, dan penggunaan isyarat. Komponen kedua
adalah persepsi lingkungan kerja apakah itu menyangkut
sumber daya, pengetahuan, informasi, atau budaya organisasi.
Faktorfaktor yang berkontribusi dapat juga diklasifikasikan
menurut jenisnya: determinan individu atau organisasi.
Kekhawatiran determinan individu terutama persepsi risiko
HAIs, kesenjangan pengetahuan dan keterampilan atau
kelupaan, masalah dermatologi, dan penerimaan yang buruk dan
jelas, kepatuhan petugas kesehatan dipengaruhi oleh panutan
senior. Selain itu, kepatuhan kebersihan tangan di antara
petugas kesehatan seringkali kurang optimal dan resisten
terhadap perbaikan.

5. Promoting Hand Hygiene Validity


Compliance. (Thomas von a. Desain, pada penelitian ini menggunakan desain penelitian
Lengerke, Bettina Lutze, dengan wawancara petugas kesehatan di ICU dan HSCTU
Christian Krauth, Karin Lange, dari MHH studi kasus.
Jona Theodor Stahmeyer, Iris b. Sampel, Sampling pada penelitian ini yaitu 29 tenaga
Freya Chaberny, 2017) kesehatan (perawat).
c. Randomisasi, pada penelitian tersebut tidak dilakukan
randomisasi dalam pengambilan sampel.

Importance dalam Hasil


a. Karakteristik Subjek, pada artikel ini memiliki
karakteristik subjek, meliputi: tenaga kesehatan (perawat,
bidan dan dokter) terkait ketidakpatuhan terhadap SOP
Hand hygiene.
b. Beda Proporsi, berdasarkan penelitian pada tabel 1
menunjukkan contoh profil berdasarkan analisis spesifik
lingkungan dan profesi dari data survei. Rata-rata,
jangkauan, jangkauan sarana, dan perbandingan dengan
lingkungan lain (P-nilai) ditampilkan untuk setiap item

42
survei. Tabel 2 menunjukkan BCT yang digunakan, dengan
contoh. Sebanyak 29 BCT digunakan dalam kelompok
penjahit percobaan. Lima belas BCT digunakan dalam
kelompok ASH (pelatihan yang digunakan dalam kelompok
ASH juga telah dijelaskan, sebagai perbandingan)(kotak
elektronik). Tabel 3 Tidak ada analisis yang disesuaikan
dengan klaster yang dilakukan, karena tingkat klaster adalah
tingkat inferensi, dan hasilnya dikumpulkan untuk klaster.
Karena ukuran cluster (peluang kebersihan tangan di setiap
kelompok percobaan) tidak menghasilkan kesalahan
pengambilan sampel yang berbeda secara keseluruhan.
c. Beda Mean, dari penelitian kedua kelompok tidak berbeda
dalam tingkat kepatuhan dasar mereka pada tahun 2013
(intervensi: 54%, kontrol: 55%, p = 0,581). Intervensi yang
disesuaikan menyebabkan peningkatan kepatuhan di
masing-masing dari dua tahun tindak lanjut (2014: 64%,
2015: 70%), sedangkan kepatuhan pada kelompok kontrol
meningkat menjadi 68% pada tahun 2014 tetapi turun
kembali ke 64% pada tahun 2015. Jadi 68% pada tahun
2014 .
d. Nilai p value, dari penelitian kedua kelompok tidak berbeda
dalam tingkat kepatuhan dasar mereka pada tahun 2013
(intervensi: 54%, kontrol: 55%, p = 0,581). Intervensi yang
disesuaikan menyebabkan peningkatan kepatuhan di
masing-masing dari dua tahun tindak lanjut (2014: 64%, p
<0,001 2015: 70%, p = 0,001), sedangkan kepatuhan pada
kelompok kontrol meningkat menjadi 68% pada tahun 2014
( p<0,001 tetapi turun kembali ke 64% pada tahun 2015 (p =
0,007). Jadi 68% pada tahun 2014 ( p<0,005). Hal ini
terutama disebabkan oleh perilaku perawat, sebagai
parameter yang sesuai untuk dokter tidak berbeda secara
signifikan antara dua kelompok studi dalam analisis
bertingkat.

Applicability
Penelitian dan pengembangan lebih lanjut diperlukan mengenai
kriteria kualitas untuk menyesuaikan intervensi dalam hal
mencocokkan teknik perubahan perilaku dengan intervensi
berbasis teori. Hal ini berlaku paling tidak untuk epidemiologi
rumah sakit dan tujuan mengembangkan kotak peralatan
berdasarkan psikologi perilaku yang didukung oleh tingkat
bukti setinggi mungkin. Ini juga akan memudahkan untuk
mentransfer intervensi berbasis psikologi perilaku dari rumah
sakit universitas ke konteks lain. Pada saat yang sama, perlu
dicatat bahwa, selain manajer Departemen Epidemiologi Rumah
Sakit dan ahli nonmedis, hanya satu dokter tambahan dan satu
perawat tambahan yang terlibat dalam proyek PSYGIENE.
Meskipun proyek untuk mempromosikan kebersihan tangan
dengan demikian tidak bebas biaya, investasi di bidang ini dapat
membuahkan hasil, karena biaya yang terkait dengan infeksi
nosokomial tinggi. Akhirnya, hasil yang sulit seperti infeksi
nosokomial belum dianalisis dalam kaitannya dengan tren
kepatuhan. Oleh karena itu, hasil yang dijelaskan di atas adalah
hasil pengganti. Pada saat yang sama, promosi berkelanjutan
kepatuhan kebersihan tangan bukanlah tujuan itu sendiri tetapi
sarana untuk mencegah infeksi, dan meskipun ini masuk akal
untuk periode pengamatan PSYGIENE itu belum terbukti.

43
6. Hand Hygiene Compliance in Validity
the Intensive Care Units of a a. Desain, pada penelitian ini menggunakan desain penelitian
Tertiary Care Hospital. (Sarit Studi potong lintang dilakukan di unit perawatan intensif
Sharma, Shruti Sharma, (ICU) studi kasus.
Sandeep Puri, Jagdeep Whig, b. Sampel, Sampling pada penelitian ini yaitu 114 tenaga
2017) kesehatan (perawat).
c. Randomisasi, pada penelitian tersebut tidak dilakukan
randomisasi dalam pengambilan sampel.

Importance dalam Hasil


a. Karakteristik Subjek, pada artikel ini memiliki
karakteristik subjek, meliputi: tenaga kesehatan (perawat,
bidan dan dokter) terkait ketidakpatuhan terhadap SOP
Hand hygiene.
b. Beda Proporsi, berdasarkan penelitian pada tabel 1 total
peluang Hand Hygiene yang diinginkan selama masa studi
adalah 911 [728 (79,9%) dari staf perawat dan 183 (20,1%)
dari dokter]. Tindakan yang benar-benar dilakukan oleh
petugas kesehatan adalah 394 dan kepatuhan keseluruhan
kelompok studi diperkirakan 43,2%. Sembilan puluh tiga
tindakan dilakukan oleh dokter dan 301 oleh perawat dan
kepatuhan pada kedua kelompok masing-masing adalah
50,8% dan 41,3%. Kepatuhan terendah (40,4%) pada
kelompok usia 21-30 tahun dan maksimum (65,1%) pada
kelompok usia 31-40 tahun pada dokter, sedangkan
kepatuhan sebanding pada kedua kelompok usia (41,5% dan
41,1%) dalam kasus perawat. Tabel 2 Kepatuhan lebih
tinggi pada intensifivis 31/45 (68,9%) dan dokter yang
merawat 18/32 (56,3%) dan lebih rendah pada residen PG
28/70 (40,0) dan perawat 301/728 (41,3). Terlihat bahwa
semakin tinggi jumlah tindakan yang diperlukan semakin
rendah kepatuhan seperti pada kasus perawat. Tabel 3
Kepatuhan terhadap Hand Hygiene lebih rendah (38,2%)
ketika indeks aktivitas tinggi (>20) dan lebih tinggi (52,1%)
ketika indeks aktivitas rendah.
c. Beda Mean, dalam penelitian ini kepatuhan keseluruhan
kelompok studi adalah 43,2% dan lebih banyak pada dokter
(50,8%) daripada perawat (41,3%). kecil dkk.(4) kepatuhan
yang diamati sebesar 48% dan perawat memiliki tingkat
kepatuhan mencuci tangan tertinggi (52%), sedangkan
dokter adalah pelanggar terburuk (23%). Dalam studi lain
dari 5639 peluang untuk Hand Hygiene, 3383 (59,9%)
dilakukan dengan benar dan tingkat kepatuhan secara
keseluruhan adalah 66,1% untuk dokter, 60,7% untuk
perawat dan 38,6% untuk staf paramedis.
e. Nilai p value, pada hasil penelitian tersebut tudak ada nilai
p.

Applicability
Penelitian ini menunjukkan bahwa semakin tinggi jumlah
peluang yang tersedia, semakin rendah kepatuhan seperti yang
juga terlihat dalam penelitian lain. Jadi, kepatuhan yang tinggi
dalam kelompok intensifivis dan dokter yang hadir mungkin
mencerminkan penurunan jumlah peluang yang tersedia.
Kepatuhan untuk risiko menengah dan rendah untuk transmisi
silang relatif lebih tinggi dibandingkan dengan risiko tinggi
untuk transmisi silang. Hasil ini sebanding dengan penelitian

44
lain. Jadi beban kerja yang tinggi dan peluang untuk Hand
Hygiene terkait dengan risiko tinggi untuk transmisi silang
dikaitkan dengan penurunan kepatuhan. Menanggapi kuesioner,
82% dokter dan 59% perawat mengaku memiliki pengetahuan
tentang rekomendasi Hand Hygiene. Ketika ditanya apakah
mereka mempraktikkan Hand Hygiene sesuai rekomendasi,
71% dokter dan 63% perawat memberikan tanggapan positif
sedangkan kepatuhan aktual yang diperoleh dari penelitian itu
rendah. Jumlah petugas kesehatan yang lebih tinggi
menganggap Hand Hygiene sebagai tindakan yang berguna
untuk mencegah infeksi yang didapat di rumah sakit namun
pengetahuan itu tidak diubah menjadi tindakan. 54% dokter dan
63% perawat merasa kesulitan dalam mengikuti rekomendasi.
Hanya 32% dokter 21% perawat.

45
BAB III
METODOLOGI

A. Desain
Desain penelitian merupakan rencana penelitian yang disusun
sedemikian rupa sehingga peneliti dapat memperoleh jawaban. Desain
penelitian mengacu pada jenis atau macam penelitian yang dipilih untuk
mencapai tujuan, serta berperan sebagai alat dan pedoman untuk mencapai
tujuan tersebut. Desain penelitian membantu peneliti untuk mendapatkan
jawaban dari penelitian dengan sahih, objektif, akurat serta hemat (Setiadi,
2015). Desain penelitian yang digunakan dalam karya tulis ini merupakan
deskriptif dalam bentuk studi kasus, yaitu pelaksanaannya berfokus pada
satu kasus tertentu yang diamati dan dianalisis secara cermat sampai
dengan tuntas. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan asuhan
keperawatan yang meliputi pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi
keperawatan, implementasi keperawatan, evaluasi keperawatan, dan
discharge planning. Studi kasus departemen keperawatan medikal bedah
yang memfokuskan terhadap mual muntah pada pasien kanker pasca
kemoterapi di rumah sakit dr. moh. hoesin palembang .

B. Tempat dan waktu


1. Tempat penelitian
Pengumpulan data ini dilaksanakan di Rumah Sakit Dr. Moh.
Hoesin Palembang.
2. Waktu penelitian
Pengumpulan data dilaksanakan pada tanggal .................2022

C. Subjek Studi Kasus


Partisipasi atau responden dalam penelitian ini berjumlah 1 orang
diberikan aromaterapi yang merasakan mual muntah pasca kemoterapi di
Rumah Sakit Dr. moh. hoesin.

D. Instrumen

46
Instrumen penelitian menurut Suharsimi Arikunto (2014: 149)
merupakan alat bantu bagi peneliti dalam mengumpulkan data. Sedangkan
menurut Suharsimi Arikunto dalam edisi sebelumnya adalah alat atau
fasilitas yang digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan data agar
pekerjaannya lebih mudah dan hasilnya lebih baik, dalam arti lebih cermat,
lengkap dan sistematis, sehingga mudah diolah. Instrumen yang digunakan
dalam studi kasus ini adalah instrumen pokok dan instrumen penunjang.
Instrumen pokok adalah manusia itu sendiri sedangkan instrumen
penunjang adalah wawancara dan observasi. Instrumen dalam studi kasus
ini berupa : Pemberian Aromaterapi Terhadap Mual Muntah Pada Pasien
Kanker Pasca Kemoterapi Di Rumah Sakit Dr. Moh. Hoesin
Palembang yang dibutuhkan dalam penelitian adalah format pengkajian
fasilitas yang disediakan disetiap ruangan seperti wastafel, tissu, air dan
sabun.

E. Definisi operasional
Definisi operasional menurut Sugiyono (2015), adalah suatu atribut
atau sifat atau nilai dari obyek atau kegiatan yang memiliki variasi tertentu
yang telah ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik
kesimpulannya. Definisi variabel-variabel penelitian harus dirumuskan
untuk menghindari kesesatan dalam mengumpulkan data. Dalam
penelitian ini, definisi operasional variabelnya adalah sebagai berikut:
1. Pengertian Kanker
Penyakit Kanker merupakan penyakit tidak menular yang ditandai
dengan adanya sel/jaringan abnormal yang bersifat ganas, tumbuh cepat
tidak terkendali dan dapat menyebarke tempat lain dalam tubuh
penderita.Sel kanker bersifat ganas dan dapat menginvasi serta merusak
fungsi jaringan tersebut. Penyebaran (metastasis) sel kanker dapat melalui
pembuluh darah maupun pembuluh getah bening. Sel penyakit kanker
dapat berasal dari semua unsur yang membentuk suatu organ, dalam
perjalanan selanjutnya tumbuh dan menggandakan diri sehingga
membentuk massa tumor(Kemenkes, 2019).

47
Penyakit kanker merupakan salah satu penyebab kematian utama di
seluruh dunia.Kanker di Indonesia menempati urutan kelimatertinggi
penyebab kematian, disebabkanmeningkatnya jumlah pasien kanker
daritahun ke tahun dan peningkatan angkaharapan hidup wanita
Indonesia. Lebih dari40% keganasan pada wanita Indonesiamerupakan
kanker ginekologi(Amin et al., 2015).

2. Definisi Kemoterapi
Kemoterapi (juga disebut kemo) merupakan jenis pengobatan kanker
yang menggunakan obat – obatan untuk membunuh sel kanker (National
Cancer Institute, 2015)
Kemoterapi (kadang hanya disebut "kemo") adalah penggunaanobat
untuk membunuh atau memperlambat pertumbuhan sel kanker.
Obatnyadisebut juga sitotoksik, yang artinya toksik bagi sel (cyto).
Beberapaobat berasal dari sumber alam seperti tumbuhan, sedangkan
lainnyasepenuhnya dibuat di laboratorium(Council, 2020).

3. Aromaterapi Jahe
Definisi Jahe
Jahe adalah tanaman dengan sejuta khasiat yang telah dikenal sejak
lama. Jahe merupakan salah satu rempah penting. Rimpangnya sangat
banyak manfaatnya, antara lain sebagai bumbu masak, minuman, serta
permen dan juga digunakan dalam ramuan obat tradisianal (Putri et
al., 2017).

F. Pengumpulan data
Data yang di kumpulkan dari pengkajian tersebut meliputi nama klien
yang merasakan mual munta pasca kemoterapi (pasien), jenis kelamin,
umur, di rumah sakit X. Instrumen dalam studi kasus ini berupa : wastafel,
tisu, air dan sabun. Cara pengambilan data dengan melakukan pengkajian
langsung ke klien.

48
Pengumpulan data pada penelitian berikut ini dilakukan dengan cara
observasi, wawancara melalui anamnesa (pengkajian dengan wawancara
langsung dengan klien), pemeriksaan fisik, dan dokumentasi untuk sumber
data yang sama secara serempak (Sugiyono, 2014).
1. Observasi
Dalam observasi ini, peneliti mengobservasi atau melihat kondisi
dari klien, seperti keadaan setelah dilakukan kemoterapi merasakan
mual muntah tidak jika merasakan mual muntah kita melihat apa yang
di lakukan oleh klien jika merasakan mual muntah, dan melihat
tindakan apa yang akan di berikan oleh perawat rumah sakit jika
pasien pasca kemo merasakan mual munta, misal setelah di lakukan
kemoterapi pasien merasakan mual muntah, lalu perawat memberikan
tindakan yaitu kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat pereda
mual munta pada pasien pasca kemoterapi.

2. Wawancara
Wawancara adalah pertemuan dua orang untuk bertukar informasi
dan ide melalui tanya jawab, sehingga dapat dikonstruksikan makna
dalam suatu topik tertentu (Sugiyono, 2014).
Pada penelitian ini wawancara dilakukan dengan menggunakan
pedoman wawancara bebas terpimpin. Wawancara jenis ini
merupakan kombinasi dari wawancara tidak terpimpin dan wawancara
terpimpin. Meskipun dapat unsur kebebasan, tapi ada pengarah
pembicara secara tegas dan mengarah sesuai dengan format
pengkajian. Jadi wawancara ini mempunyai ciri yang fleksibelitas
(keluwesan) tapi arahnya yang jelas. Artinya, pewawancara diberi
kebebasan untuk mengolah sendri pertanyaan sehingga memperoleh
jawaban yang diharapkan dan responden secara bebas dapat
memberikan informasi selengkap mungkin. Dalam penelitian ini
wawancara dilakukan untuk mengumpulkan data identitas, keluhan
pasien, riwayat kesehatan, dan aktivitas sehari-hari pasien.
3. Studi Dokumentasi

49
Dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu.
Dokumen bisa berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya
monumental dari seseorang.

G. Fokus studi kasus


Aplikasi Pemberian Aromaterapi Terhadap Mual Muntah Pada
Pasien Kanker Pasca Kemoterapi Di Rumah Sakit Dr. Moh. Hoesin
Palembang

H. Etika studi kasus

Untuk melakukan pengumpulan data perlu membawa rekomendasi


dari institusi pendidikan Institut Ilmu Kesehatan dan Teknologi
Muhammadiyah Palembang dengan cara mengajukan permohonan izin
pengumpulan data kepada KUPT Wilayah Kerja Puskesmas X. Setelah
mendapat persetujuan, pengumpulan data perlu menekankan masalah etika
menurut Nursalam (2012) yang meliputi :

1. Lembar persetujuan pengumpulan data (informed consent)

Pasien harus mendapatkan informasi secara lengkap tentang tujuan


pengumpulan data yang akan dilaksanakan, mempunyai hak bebas
untuk berpartisipasi atau menolak menjadi responden. Pada informed
consent juga perlu dicantumkan bahwa data yang diperoleh hanya
akan dipergunakan untuk pengembangan ilmu. Pasien diberikan
penjelasan mengenai tindakan yang akan dilakukan hanya untuk
kepentingan studi kasus. Pasien diberikan kertas yang berisikan
pernyataan kesediaan menjadi responden dalam penelitian studi kasus
secara suka rela.

2. Rahasia (Privacy)

Untuk menjaga kerahasiaan responden. Pengumpulan data


tidak akan mencantum nama responden. Pada saat penyusunan
laporan Asuhan Keperawatan, peneliti hanya mencantumkan kode
huruf pertama pada nama identitas klien, Usia, jenis kelamin, seperti
An.J dan An.D

50
3. Kerahasiaan (Confidentialy)

Untuk menjaga kerahasiaan responden, pengumpulan data


meyakinkan kepada klien bahwa pastisipasinya dalam pengumpulan
data ini hanya untuk mengumpulkan data dan informasi yang telah
diberikan dan meyakinkan bahwa data atau informasi responden
dijamin hanya pengumpulan data dan pengetahuan. Pasien diberikan
informasi mengenai tujuan pengumpulan data, yaitu hanya untuk
keperluan Studi Kasus dan tidak menyebarluaskan mengenai
informasi yang telah di dapat.

4. Rescpect for justice inclusiveness

Prinsip keadilan memiliki konotasi keterbukaan dan adil. Untuk


memenuhi prinsip keterbukaan dalam pengumpulan data, maka harus
bekerja secara jujur, berhati-hati, professional, berperikemanusiaan
dan akan memperhatikan faktor-faktor ketepatan, keseksamaan,
intimitas, psikologis, serta perasaan subjek studi kasus. Lingkungan
pengumpulan data dikondisikan untuk memenuhi prinsip keterbukaan
dengan membuat prosedur studi kasus yang jelas, keadilan
dikonotasikan didistribusikan yang sama terhadap keuntungan dan
beban antara kelompok intervensi dan perlakuan secara merata atau
sesuai kebutuhan. Melakukan pengkajian sampai discharge planning
pada tenaga kesehatan yang tidak patuh dalam hand hygiene dengan
jujur dan tidak ada unsur kerahasiaan.
5. Respect for privacy and confidencetiality
Studi kasus pasti menjamin privasi dan hak asasi untuk informasi
yang dapat pengumpulan data ini akan merahasiakan berbagai
informasi terhadap responden yaitu dengan pengkodean yang hanya
diketahui oleh studi kasus. Peneliti menjaga informasi yang telah
diberikan dan menjaga kerahasiaan identitas pasien pada penulisan
studi kasus.
6. Balancing harm and benefit
Studi kasus ini telah dirancang sesuai standar prosedur pelaksanaan

51
oleh pengumpulan data guna mendapatkan hasil yang bermanfaat
semaksimal mungkin terhadap subjek pengumpulan data. Subjek
pengumpulan data dapat digeneralisasikan dalam populasi
(benefience), memaksimalisasikan uraian yang didapatkan subjek
pengumpulan data (non maleficence). Studi Kasus ini dilaksanakan
sesuai prosedur pemberian Asuhan Keperawatan yang sudah memiliki
Standar Operasional Prosedur.

DAFTAR PUSTAKA
Abusaad, F. E. S., & Ali, W. G. M. (2015). Effect of point 6 acupressure on
chemotherapy associated nausea and vomiting among adolescents with
cancer. Journal of Nursing Education and Practice, 6(4).

52
https://doi.org/10.5430/jnep.v6n4p122
Adel, N. (2017). Overview of chemotherapy-induced nausea and vomiting and
evidence-based therapies. The American Journal of Managed Care, 23(14),
S259–S265.
Afrianti, N., & Pertiwi, E. R. (2020a). Penerapan Terapi Akupresur Dalam
Penanganan Mual Muntah Pasca Kemoterapi. Jurnal Ilmiah Permas: Jurnal
Ilmiah STIKES Kendal, 10(4), 461–470.
http://www.journal.stikeskendal.ac.id/index.php/PSKM/article/download/910
/539
Afrianti, N., & Pertiwi, E. R. (2020b). PENERAPAN TERAPI AKUPRESUR
DALAM PENANGANAN MUAL MUNTAH THE APPLICATION OF
ACUPRESSURE THERAPY IN HANDLING POST- CHEMOTHERAPY
NAUSEA AND VOMITING PENDAHULUAN Kanker merupakan ancaman
serius kesehatan masyarakat karena insiden dan angka kematiannya terus m.
10(4), 461–470.
Agustin, F. M. (2019). Ribuan Penduduk Sumsel Terdeteksi Penyakit Kanker, Ini
Penyebabnya. IDN Times Sumsel. Ribuan Penduduk Sumsel Terdeteksi
Penyakit Kanker, Ini Penyebabnya
Al Qadire, M. (2018). Chemotherapy-Induced Nausea and Vomiting: Incidence
and Management in Jordan. Clinical Nursing Research, 27(6), 730–742.
https://doi.org/10.1177/1054773817704586
Ambardekat, N. (2020). Progressive Muscle Relaxation for Stress and Insomnia.
Www.Webmd.Com. https://www.webmd.com/sleep-disorders/muscle-
relaxation-for-stress-insomnia
American cancer society. (2020). Chemotherapy What It Is, How It Helps.
America Cancer Society, Inc.
Amin, Y., Mulawardhana, P., & Erawati, D. (2015). Demografi, Respon Terapi
dan Survival rate Pasien Kanker Serviks Stadium III-IVA yang Mendapat
Kemoterapi Dilanjutkan Radioterapi. Majalah Obstetri & Ginekologi, 23(3),
97. https://doi.org/10.20473/mog.v23i3.2074
Ardhiansyah, A. O. (2019). DETEKSI DINI KANKER. Airlangga University
Press.
Ariani, S. (2015). STOP! KANKER. Istana Media.
Astrilita, F., Hartoyo, M., & M, W. (2016). Pengaruh Aromaterapi Jahe Terhadap
Penurunan Mual Muntah Pada Pasien Paska Kemoterapi Di Rs Telogorejo.
Jurnal Ilmu Keperawatan Dan Kebidanan (JIKK), 1–14.
Bayo, J., Fonseca, P. J., Hernando, S., Servitja, S., Calvo, A., Falagan, S., García,
E., González, I., De Miguel, M. J., Pérez, Q., Milena, A., Ruiz, A., &
Barnadas, A. (2012). Chemotherapy-induced nausea and vomiting:
Pathophysiology and therapeutic principles. Clinical and Translational
Oncology, 14(6), 413–422. https://doi.org/10.1007/s12094-012-0818-y
Canadian Cancer Society. (2021a). Chemotherapy. Canadian Cancer Society.
https://www.cancer.ca/en/cancer-information/diagnosis-and-
treatment/chemotherapy-and-other-drug-therapies/chemotherapy/?region=on
Canadian Cancer Society. (2021b). How cancer starts, grows and spreads.
Canadian Cancer Society. https://www.cancer.ca/en/cancer-
information/cancer-101/what-is-cancer/how-cancer-starts-grows-and-
spreads/?region=on

53
Cancer Research UK. (2017). What is immunotherapy? Cancer Research UK.
https://www.cancerresearchuk.org/about-cancer/cancer-in-
general/treatment/immunotherapy/what-is-immunotherapy
Cancer Research UK. (2020). How cancer can spread. Cancer Research UK.
https://www.cancerresearchuk.org/about-cancer/what-is-cancer/how-cancer-
can-spread
Council, C. (2020). Understanding Chemotherapy. Cancer Council Australia.
Cuncic, A. (2020). How to Practice Progressive Muscle Relaxation.
Www.Verywellmind.Com. https://www.verywellmind.com/how-do-i-
practice-progressive-muscle-relaxation-3024400
Damanik, H., & Ziraluo, A. A. W. (2018). PENGARUH TEKNIK RELAKSASI
OTOT PROGRESIF TERHADAP PENURUNAN TEKANAN DARAH
PADA PASIEN HIPERTENSI DI RSU IMELDA. Jurnal Keperawatan
Indonesia, 1(2), 96–104.
Eldrigde, L. (2019). Carcinogen Types, Testing, and Examples. VeryWell Health.
https://www.verywellhealth.com/what-is-a-carcinogen-2249070
Enikwati, A. (2015). Pengaruh Aromaterapi Jahe Terhadap Mual Dan Muntah
Akibat Kemoterapi Pada Penderita Kanker Payudara Di Rs Pku
Muhammadiyah Surakarta. Jurnal Kebidanan, 7(2), 115–130.
https://www.bertelsmann-
stiftung.de/fileadmin/files/BSt/Publikationen/GrauePublikationen/MT_Globa
lization_Report_2018.pdf
%0Ahttp://eprints.lse.ac.uk/43447/1/India_globalisation, society and
inequalities(lsero).pdf%0Ahttps://www.quora.com/What-is-the
Escobar, Y., Cajaraville, G., Virizuela, J. A., Álvarez, R., Muñoz, A., Olariaga,
O., Tamés, M. J., Muros, B., Lecumberri, M. J., Feliu, J., Martínez, P.,
Adansa, J. C., Martínez, M. J., López, R., Blasco, A., Gascón, P., Calvo, V.,
Luna, P., Montalar, J., … Tornamira, M. V. (2015). Incidence of
chemotherapy-induced nausea and vomiting with moderately emetogenic
chemotherapy: ADVICE (Actual Data of Vomiting Incidence by
Chemotherapy Evaluation) study. Supportive Care in Cancer, 23(9), 2833–
2840. https://doi.org/10.1007/s00520-015-2809-3
Farhadi, K., Choubsaz, M., Setayeshi, K., Kameli, M., Bazargan-hejazi, S., Zadie,
Z. H., & Ahmadi, A. (2016). The effectiveness of dry-cupping in preventing
post-operative nausea and vomiting by P6 acupoint stimulation.
38(September 2015), 0–5.
Ghofar, A. (2020). SEHAT TANPA KANKER. Desa Pustaka.
Gupta, B., & Kaur, A. (2020). Effectiveness of Progressive Muscle Relaxation
Technique on Physical Symptoms Among Patient Receiving Chemotherapy
in cancer unit of institute of Liver and Biliary Sciences, Delhi. The Research
Reservoir, 5(4), 221–232. https://doi.org/10.47211/trr.2020.v06i01.005
Hariyanto, B. E. P., Manatik, M. F. J., & Wahani, A. (2015). Kejadian Muntah
Pada Penderita Kanker Yang Menjalani Pengobatan Kemoterapi Di Rsup
Prof. Dr. R. D. Kandou Manado. E-CliniC, 3(3), 1–4.
https://doi.org/10.35790/ecl.3.3.2015.9506
Infodatin. (2019). BEBAN KANKER. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
International Agency for Research On Cancer. (2021). LATEST GLOBAL
CANCER DATA: CANCER BURDEN RISES TO 19.3 MILLION NEW

54
CASES AND 10.0 MILLION CANCER DEATHS IN 2020. International
Agency for Research On Cancer. https://www.iarc.who.int/news-
events/latest-global-cancer-data-cancer-burden-rises-to-19-3-million-new-
cases-and-10-0-million-cancer-deaths-in-2020/
Juartika, W., Harmi, P. K., & Fatmadona, R. (2019). Gambaran Skor INVR
(Index of Nausea, Vomiting and Retching) pada CINV (Chemotherapy
Induced Nausea and Vomiting) Kanker Payudara di RSUP M Djamil
Padang. Jurnal Kesehatan Andalas, 8(4), 209–214.
https://doi.org/10.25077/jka.v8i4.1142
Junaidi, I. (2014). Hidup Sehat Bebas kanker. Rapha Publishing.
Kemenkes. (2015). Panduan Akupresur Mandiri Bagi Pekerja di Tempat Kerja /
Kementerian Kesehatan RI. In Online Public Access Catalog - Perpusnas RI.
Kementerian Kesehatan RI.
http://perpustakaan.kemkes.go.id/inlislite3/opac/detail-opac?id=8301
Kemenkes. (2018). HASIL UTAMA RISKESDAS 2018. 51.
Kemenkes. (2019). Hari Kanker Sedunia 2019. Www.Kemkes.Go.Id.
https://www.kemkes.go.id/article/view/19020100003/hari-kanker-sedunia-
2019.html#:~:text=Hari Kanker Sedunia diperingati setiap,mengurangi beban
akibat penyakit kanker.
Kirkham, D. (2015). Uncovering the 12 Meridians of Acupuncture.
Acupuncturistseattle.Com. https://acupuncturistseattle.com/the-12-meridians-
of-acupuncture/
Kottschade, L., Novotny, P., Lyss, A., Mazurczak, M., Loprinzi, C., Barton, D.,
Clinic, M., Baptist, M., Louis, S., Falls, S., & Arbor, A. (2016). HHS Public
Access. 24(6), 2661–2667. https://doi.org/10.1007/s00520-016-3080-
y.Chemotherapy-induced
Krans, B. (2021). No Title. Www.Healthline.Com.
https://www.healthline.com/health/chemotherapy
Lindquist, R., Snyder, M., & Tracy, M. F. (2014). COMPLEMENTARY &
ALTERNATIVE THERAPIES in NURSING SEVENTH EDITION. Springer
Publishing Company.
http://library1.nida.ac.th/termpaper6/sd/2554/19755.pdf
MacGill, M. (2019). What to know about radiation therapy?
Www.Medicalnewstoday.Com.
https://www.medicalnewstoday.com/articles/158513
Macmillan Cancer Support. (2018). Chemotherapy. Macmillan Cancer Support.
https://www.macmillan.org.uk/cancer-information-and-
support/treatment/types-of-
treatment/chemotherapy#side_effects_of_chemotherapy
Manurung, R., & Adriani, T. U. (2018). Pengaruh pemberian aromatherapi jahe
terhadap penurunan mual dan muntah pada pasien kanker yang menjalani
kemoterapi di rumah sakit umum imelda pekerja indonesia medan tahun
2017. Jurnal Ilmiah Keperawatan Imelda, 4(1), 373–382.
Mehta, P., Dhapte, V., Kadam, S., & Dhapte, V. (2017). Contemporary
acupressure therapy: Adroit cure for painless recovery of therapeutic
ailments. Journal of Traditional and Complementary Medicine, 7(2), 251–
263. https://doi.org/10.1016/j.jtcme.2016.06.004
Memorial Sloan Kettering Cancer Center. (2019). Acupressure for Nausea and

55
Vomiting. Www.Mskcc.Org. https://www.mskcc.org/pdf/cancer-care/patient-
education/acupressure-nausea-and-vomiting
Mulyaningrat, W., & Wulandari, A. T. (2019). Terapi Akupresur untuk
Menangani Mual dan Muntah pada Pasien Kanker : Literature Review. 1(2),
194.
Nam, M. H., Yin, C. S., Soh, K. S., & Choi, S. hoon. (2011). Adult Neurogenesis
and Acupuncture Stimulation at ST36. JAMS Journal of Acupuncture and
Meridian Studies, 4(3), 153–158. https://doi.org/10.1016/j.jams.2011.09.001
National Cancer Institute. (2015). What Is The Cancer? Www.Cancer.Gov.
https://www.cancer.gov/about-cancer/understanding/what-is-cancer
National Centre for Biotechnology Information. (2019). How do cancer cells
grow and spread? NCBI Bookshelf.
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK279410/
Octaviani, L., & Wirawati, M. K. (2018). Relaksasi Otot Progresif Terhadap
Penurunan Intensitas Mual Muntah Pasien Kanker Dengan Kemoterapi.
Jurnal Manajemen Asuhan Keperawatan, 2(1), 14–21.
https://doi.org/10.33655/mak.v2i1.30
Padila. (2013). Asuhan Keperawatan Penyakit Dalam. Nuha Medika.
Putri, A. D., Andiani, D., Haniarti, & Usman. (2017). Prosiding Seminar Nasional
IKAKESMADA “Peran Tenaga Kesehatan dalam Pelaksanaan SDGs”
EFEKTIFITAS PEMBERIAN JAHE HANGAT DALAM MENGURANGI
FREKUENSI MUAL MUNTAH PADA IBU HAMIL TRIMESTER I.
Prosiding Seminar Nasional, 99–105.
R, N. S., & Surarso, B. (2016). Terapi mual muntah pasca kemoterapi. Jurnal
THT - KL, 9(2), 74–83.
Renityas, N. N. (2019). Pengaruh Titik Nei Guan (P6) Terhadap Pengurangan
Keluhan Morning Sickness pada Ibu Hamil Trimester I di Puskesmas
Sanwetan Blitar. Jurnal Kesehatan, 3(1), 46–49.
Saleh, L. M., Russeng, S. S., Rahim, M. R., Awaluddin, & Tadjudin, I. (2019).
TEKNIK RELAKSASI OTOT PROGRESIF PADA AIR TRAFFIC
CONTROLLER (ATR). Deepublish.
Schulman, J. S. (2019). About Ginger Oil. Www.Healthline.Com.
https://www.healthline.com/health/ginger-oil#uses
Sholihin, R. (2017). Mengenal, Mencegah, Mengatasi “Silent Killer” Kanker.
Romawi Pustaka.
The Editors of Encyclopaedia Britannica. (2019). Carcinogen pathology.
Encyclopædia Britannica. https://www.britannica.com/science/carcinogen
Tilleman, J. A. (2018). Mual dan Muntah Akibat Kemoterapi.
Utami, S. (2016). Efektifitas Latihan Progressive Muscle Relaxation(Pmr)
Terhadap Mual Muntah Kemoterapi Pasien Kanker Ovarium. Jurnal
Keperawatan, 4(2008), 83–90.
Widaryanti, R., & Riska, H. (2019). Terapi Komplementar Pelayanan Kebidanan
Berdasarkan Bukti Scientific Dan Empiris. Deepublish.
Wiryani, O., Herniyatun, & Kusumastuti. (2019). Efektivitas Aromaterapi Jahe
Terhadap Keluhan Mual dan Muntah Pada Pasien CA Serviks dengan
Kemoterapi di RSUD Prof Dr Margono Soekarjo Purwokerto. Proceeding of
The URECOL, 139–148.
http://repository.urecol.org/index.php/proceeding/article/view/594

56
Wong, C. (2020). The Benefits of Progressive Muscle Relaxation. Verywell Mind.
https://www.verywellmind.com/the-benefits-of-progressive-muscle-
relaxation-90014?print
World Health Organization. (2018). Cancer. Www.Who.Int.
https://www.who.int/news-room/fact-sheets/detail/cancer
Wulandari, N., Wihastuti, T. A., & Supriati, L. (2015). The Effect of Progressive
Muscle Relaxation on the Anxiety Decrease and Improving Quality of Sleep
Neurosa Patients in Health Center Area Kepanjen Kidul Blitar City. Jurnal
Ners Dan Kebidanan (Journal of Ners and Midwifery), 2(2), 163–172.
https://doi.org/10.26699/jnk.v2i2.art.p154-163

57

Anda mungkin juga menyukai