Anda di halaman 1dari 76

SKRIPSI

FAKTOR – FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN


KECEMASAN PADA PASIEN PRE OPERASI:
LITERATUR REVIEW

NAMA : DELA AMELIA NUR SALEHA

NIM : 21117031

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU


KESEHATAN INSTITUT ILMU KESEHATAN DAN
TEKNOLOGI MUHAMMADIYAH
PALEMBANG
2021
SKRIPSI

FAKTOR – FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN


KECEMASAN PADA PASIEN PRE OPERASI:
LIERATURE REVIEW

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Serjana Keperawatan

NAMA : DELA AMELIA NUR SALEHA

NIM : 21117031

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU


KESEHATAN INSTITUT ILMU KESEHATAN DAN
TEKNOLOGI MUHAMMADIYAH
PALEMBANG
2021

ii
iii
iv
v
vi
DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Biodata

Nama : Dela Amelia Nur Saleha


NIM : 21117031
Jenis Kelamin : Perempuan
Tempat/ Tgl Lahir : Palembang/03 juli 1999
Agama :Islam
Status : Belum Menikah
Nama Orang Tua
Ayah : Basri
Ibu : Siti Ningrum Lisda Wati
No Telpon : 0895343235674
Alamat : Jl. Perintis kemerdekaan Lr. Produksim No.03 Rt. 022 Rw. 006 Kel. Duku
Kec. Ilir Timur Tiga Palembang

Pendidikan
Tahun 2005 -2011 : SD Negeri 59 Palembang
Tahun 2011 - 2014 : SMP Sumsel Jaya Palembang
Tahun2014 - 2017 : SMA Negeri 15 Palembang
Tahun 2017-2021: Program Studi Ilmu Keperawatan IKesTMuhammadiyah
Palembang

vii
Abstrak

Nama : Dela Amelia Nur Saleha


NIM : 21117031
Program Studi : S1 Ilmu Keperawatan
Judul :Faktor-faktor yang berhubungan dengan kecemasan pasien
preoperasi
Jumlah Halaman : 65 Halaman

Latar belakang: Tindakan pembedahan merupakan suatu tindakan yang menjadi


pengalaman dari sebagian orang. Pada pembedahan preoperatif seringkali pasien
mengalami kecemasan. Kecemasan muncul kurangnya informasi dalam prosedur
tindakan operasi. Terdapat beberapa faktor yang berhubungan dengan timbulnya
kecemasan pada pasien preoperasi. Tujuan: Mengetahui faktor-faktor yang
berhubungan dengan kecemasan pasien pre operasi. Metode: Penelurusan artikel
literature rievew yang dilakukan ini menggunakan database elektronik, yaitu Google
Scholar, Science Direct, ProQuest, dan Pubmed yang dipublikasi dari 2015-
2020.Hasil: Berdasarkan 15 artikel penelitian yang membahas faktor-faktor yang
berhubungan dengan kecemasan pada pasien preoperasi yaitu. Pasien lebih muda
cenderung mengalami kecemasan. Pasien wanita lebih cenderung mengalami
kecemasan. Pasien dengan tingkat pendidikan tinggi lebih cenderung mengalami
kecemasan. Pasien dengan pengetahuan yang kurang lebih cenderung mengalami
kecemasan. Pasien yang kurang mendapatkan dukungan keluarga lebih tinggi tingkat
kecemasannya. Komunikasi Terapeutik yang kurang lebih cenderung mengalami
kecemasan. Jenis operasi mayor lebih cenderung tingkat kecemasannya.
Kesimpulan:Faktor – faktor yang berhubungan yaitu usia, jenis kelamin, pendidikan,
pengetahuan, komunikasi terapeutik, dukungan keluarga, dan jenis tindakan
pembedahan pada pasien yang akan menjalankan tindakan pembedahan.
Kata Kunci :Faktor kecemasan preoperasi, preoperasi, pembedahan, tingkat
kecemasan.
Daftar Pustaka : 41 (2015-2020)

viii
Abstract

Name : Dela Amelia Nur Saleha


NIM : 21117031
Study Program : S1 Nursing
Title : Factors related to preoperative patient anxiety
Number of Pages : 65 Pages

Background: Surgeryis an action that some people experience. In preoperative


surgery patients often experience anxiety. Anxiety arises lack of information in
operating procedures. There are several factors associated with the onset of anxiety in
preoperative patients. Objective: The aim in this study was to determine the factors
associated whit preoperative patient anxiety. Methods: This literature review article
was conducted using electronic databases, namely Google Scholar, Science Direct,
ProQuest, and Pubmed which were published from 2015-2020. Results: Based on 15
research articles that discuss factors related to anxiety. Female patients. Younger
patients were more likely tp experience anxiety. Patients with higher levels of
education are more likely to experience anxiety. Patients with less knowledge are
more likely to experience anxiety. Patients who lack familly support have higher
levels of anxiety. Theraupetic communication is more or less prone to anxiety. This
type of major surgery is more likely to have an anxiety level. Conclusin: The related
factors are age, gender, education, knowledge, therapeutic communication, family
support, and yhe type of surgery for patients who will undergo surgery.

Keywords : preoperative anxiety factor, preoperative, surgery, level of anxiety.

Bibliography : 54 (2015-2020)

ix
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kepada Allah SWT, karena atas berkat dan rahmat-Nya,
saya dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulisan skripsi ini dilakukan dalam rangka
memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Keperawatan di Institut
Ilmu Kesehatan dan Teknologi Muhammadiyah Palembang. Saya menyadari bahwa,
tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, dari masa perkuliahan sampai pada
penyusunan skripsi ini, sangatlah sulit bagi saya untuk menyelesaikan skripsi ini.
Oleh karena itu, saya mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Heri Shatriadi CP, M.Kes selaku Rektor IKesT Muhammadiyah
Palembang.
2. Dekan Fakultas Ilmu Kesehatan Ibu Maya Fadlilah, S.Kep., Ns., M.Kes.
3. Ketua Program Studi Ilmu Keperawatan Bapak Yudi Abdul Majid, S.Kep.,
Ns., M.Kep
4. Dosen pembimbing I ibu Dewi Pujiana.,S.Kep.,NS.,M.Bmd
5. Dosen pembimbing II ibu Suzanna.,S.Kep.,NS.,M.Kep
6. Dosen Program Studi dan IKesT Muhammadiyah Palembang yang senantiasa
memberikan ilmunya dalam proses belajar mengajar.
7. Orang tua dan keluarga tercinta terimakasih telah membesarkan dan mendidik
saya serta selalu mendoakan dan mendukung untuk terus maju menjadi orang
yang sukses. Terimakasih juga satu kali lagi kalian telah mengantarkan saya
ke gerbang keberhasilan, ini adalah jawaban dari doa-doa kalian yang selalu
kalian panjatkan untuk saya.
Akhir kata, saya berharap ALLAH SWT, berkenan membalas segala kebaikan
semua pihak yang telah membantu. Semoga skripsi ini membawa manfaat bagi
pengembangan ilmu.

Palembang, 28 April 2021


Penulis

(Dela Amelia Nur Saleha)


NIM. 21117031
DAFTAR ISI

x
HALAMAN JUDUL........................................................................................ii
HALAMAN PERSETUJUAN.........................................................................iii
HALAMAN PENGESAHAN..........................................................................iv
HALAMAN PERNYATAAN ORISINILITAS...............................................v
HALAMAN PUBLIKASI................................................................................vi
DAFTAR RIWAYAT HIDUP.........................................................................vii
ABSTRAK........................................................................................................viii
ABSTRACT.....................................................................................................ix
KATA PENGANTAR......................................................................................x
DAFTAR ISI....................................................................................................xi
BAB I PENDAHULUAN............................................................................... 1
A. Latar Belakang...................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah.................................................................................6
C. Tujuan Penelitian..................................................................................6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA....................................................................7
A. Konsep Pre Operasi .............................................................................7
1. Definisi ..........................................................................................7
2. Fase Keperawatan Preoperasi ........................................................ 7
3. Klarifikasi Operasi ......................................................................... 8
4. Proses Keperawatan Preoperasi .....................................................10
B. Konsep Kecemasan ..............................................................................11
1. Definisi Kecemasan .......................................................................11
2. Teori Kecemasan ........................................................................... 12
3. Penyebab Kecemasan .................................................................... 13
4. Tingkat Dan Jenis Kecemasan ......................................................14
5. Mekanisme Koping Kecemasan .................................................... 16
6. Kecemasan Pra Operasi ................................................................. 18
7. Alat Ukur Kecemasan Preoperasi................................................... 19

xi
8. Dampak Kecemasan Preoperasi ..................................................... 20
9. Penanganan Kecemasan Preoperasi ............................................... 21
C. Faktor – Faktor Yang Berhubungan .................................................... 21
D. Kerangka Teori...................................................................................... 25
BAB III METODE LITERATURE RIVIEW............................................... 26
A. Strategi Penelusuran Literature.............................................................. 26
1. Database elektronik......................................................................... 26
2. Kata kunci........................................................................................ 26
3. Kriteria inklusi dan eksklusi............................................................ 27
B. Proses Seleksi Literature........................................................................ 28
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN......................................................... 29
A. Hasil....................................................................................................... 29
B. Pembahasan........................................................................................... 39
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN........................................................... 57
A. Simpulan................................................................................................ 57
B. Saran...................................................................................................... 57
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................... 59
LAMPIRAN..................................................................................................... 65

xii
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pembedahanmerupakan tindakan invasif dengan cara melukai bagian tubuh yang
mengalami suatu masalah kesehatan kemudian diakhiri dengan penutupan
luka(Pallaet al, 2016) Prosedur tindakan operasi yang akan dijalani individu,
meliputi tiga fase yakni fase pre, intra dan post operasi (Smeltzer & Bare, 2002).
Keperawatan pre operatif merupakan tahapan awal dari tindakan keperawatan.
Tindakan pembedahan ini akan berhasil secara keseluruhan sangat bergantung pada
fase ini. Hal ini disebabkan fase pre operatif merupakan awal yang menjadi landasan
untuk kesuksesan tahapan tahapan berikutnya.(Zambrano, 2014)
Tindakan operasi atau pembedahan merupakan suatu pengalaman yang
membahayakan bagi sebagian orang.Membahayakan pasien sebagian orang seperti
kegagalan pembedahan dan kematian. Masalah psikologis juga banyak muncul baik
sebelum pembedahan atau pun setelah pembedahan mulai dari bingung, takut,
khawatir, cemas yang dialami pasien dan keluarga. Kecemasan yang mereka alami
biasanya terkait dengan segala macam prosedur yang harus dijalani pasien dan juga
ancaman terhadap keselamatan jiwa akibat prosedur pembedahan dan tindakan
pembiusan (Hasana,2017)
Pada fase pre operasi, individu akan mengalami kecemasan (Gezer dan Arslan,
2018). Kecemasan pre operasi merupakan respon normal yang muncul ketika pasien
akan menjalani tindakan pembiusan dan menjalani prosedur operasi (Bailey, 2010).
Tanda gejala kecemasan dapat dipengaruhi oleh pengalaman operasi sebelumnya,
usia, jenis kelamin, takut nyeri, dan rasa sakit pasca operasi, takut pada tindakan
pembiusan, alat-alat operasi (woldegerima et al, 2018)
Pasien yang akan menjalani operasi umumnya akan mengalami kecemasan yang
ditandai dengan, perilaku sering bertanya kepada tenaga medis secara terus menerus,
tampak kebingungan, tidak bisa berkonsentrasi, tidak mau makan, buang air besar

1
terus menerus., pasien juga akan bergerak terus menerus dan tidak bisa tidur, dan
pasien juga biasanya tampak kebingungan( Suprastyo, 2014)
Kecemasan merupakan suatu perasaan takut yang tidak menyenangkan dan yang
sering disertai dengan gejala fisiologis, yang dirasakan oleh pasien pre operatif
(Agustina, 2019).Dampak yang akan muncul bila kecemasan pasien pre operatif tidak
segera ditangani, yaitu pasien dengan tingkat kecemasan tinggi tidak akan
berkonsentrasi dan memahami kejadian selama perawatan,harapan pasien terhadap
hasil, pasien mungkin sudah memiliki gambaran tersendiri mengenai pemulihan
setelah pembedahan, pasien akan merasa lebih nyaman dengan pembedahan jika
pasien mengetahui momen yang dihadapi pada saat hari pembedahan tiba, pasien
memerlukan penjelasan mengenai nyeri yang akan di rasakan setelah operasi
(Suprastyo, 2014).
Menurut Vellyanaet.al, (2017) menyebutkan bahwa kecemasan satu dari
beberapa jenis gangguan mental yangpaling sering terjadi dengan angkaprevalensi
seumur hidup rata-rata 16% dan paling tinggi 31%. Menurut WHO pada tahun 2020
diperkirakan kecemasan menjadi penyebab utama ketidakberdayaan seseorang
individu di seluruh dunia dan akan menyumbang sekitar 15% dari angka kesakitan
global. Amerika Serikat diperkirakan lebih dari 28% orang mengalami kecemasan
pre operasi pada usia 18 tahun hingga lanjut usia (Vellyanaet al., 2017)
Menurut Carpenito (2006), menyatakan 90% pasien preoperasi berpotensi
mengalami kecemasan. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Sawitri (2008) yang
telah dilakukan terkait dengan tingkat kecemasan pada pasien preoperasi bedah
mayor di rumah sakit memperlihatkan hasil yang bervariasi. Penelitian yang
dilakukan oleh Maurice (2013) di Hospitals In Southeastern Francis didapatkan 10%
pasien mengalami kecemasan ringan, 60% kecemasan sedang dan sebagian besar
30% pasien mengalami kecemasan berat. Penelitian sama yang dilakukan oleh Yesti
(2013) di RS Dr Wahidin Sudirohusodo Makassar didapatkan (10%) pasien
mengalami tingkat kecemasan ringan, (46,67%) mengalami tingkat kecemasan
sedang dan (43,33%) mengalami tingkat kecemasan berat. Sedangkan penelitian yang
dilakukan oleh Ibrahim (2008) di Kabupaten Toraja Utara diperoleh bahwa pasien

2
mengalami kecemasan ringan 3,3%, kecemasan sedang 6,7%, kecemasan berat
63,3%, dan kecemasan berat sekali 26,7%. Hasil penelitian diatas menunjukkan
tingkat kecemasan yang berbeda-beda pada pasien preoperasi bedah mayor mulai dari
kecemasan ringan hingga kecemasan berat sekali.
Berdasarkan data Riskesdas pada tahun 2018 diketahui bahwa prevalensi
kecemasan pre operasi di Indonesia untuk usia 15 tahun keatas mencapai 9,8% yang
mengalami peningkatan dibandingkan tahun 2016 yang berjumlah 6%. Sedangkan di
Jawa Timur angka kejadian kecemasan pre operasi tercatat sebesar 7,5%. Prevalensi
kecemasan pre operasi pada usia 15 tahun keatas di Kabupaten Jember diketahui
sebanyak 12,5% (Kementrian Kesehatan RI, 2018).

Berdasarkan data yang diperoleh dari Rumah sakit Islam Siti Khadijah
Palembang. Pasien kecemasa pre operasi di rumah sakit tersebut pada usia 12 tahun
keatas mencapai hingga 20% sedangkan pada tahun 2015 terjadi peningkatan yaitu
sebesar 25% dan pada tahun 2016 pasien preoperasi dengan tingkat kecemasan
mencapai hingga 22% ( MedRec, RS. Siti Khadijah, 2016)
Menurut Vellyana, 2017 yang berjudul faktor-faktor yang berhubungan dengan
kecemasan pada pasien pre operasi. Menunjukan ada tujuh faktor, yaitu usia, jenis
kelamin, pendidikan, tingkat pengetahuan, stressor, komunikasi terapeutik, dukungan
keluarga. Hal ini diperkuat dari penjelasan penelitian diatas yaitu faktor yang pertama
yaitu usia. Menurut Stuart & Laraia M.T (2007) menyatakan bahwa maturitas atau
kematangan individu akan mempengaruhi kemampuan koping mekanisme seseorang
sehingga individu yang lebih matur suka mengalami kecemasan karena individu
mempunyai kemampuan adaptasi yang lebih besar terhadap kecemasan dibandingkan
usia yang belum matur. Terbukti pada penelitian didapatkan usia yang matur yaitu
usia dewasa lebih prevalensi tingkat kecemasannya lebih sedikit dibandingkan
dengan usia remaja. Hal ini membuktikan usia yang matur memiliki kemampuan
koping yang cukup dalam mengatasi kecemasan (Stuart & Laraia M.T, 2007)
Faktor yang selanjutnya yaitu jenis kelamin. penelitian yang dilakukan oleh
Maryam dan Kurniawan A (2008) menyatakan bahwa faktor jenis kelamin secara

3
signifikan dapat mempengaruhi tingkat kecemasan pasien, dalam penelitian tersebut
disebutkan juga bahwa jenis kelamin perempuan lebih beresiko mengalami
kecemasan dibandingkan dengan jenis kelamin laki-laki.
Faktor yang ketiga yaitu tingkat pendidikan. Hasil penelitian ini sesuai dengan
konsep yang menyatakan bahwa tingkat pendidikan individu berpengaruh terhadap
kemampuan berfikir. Semakin tinggi tingkat pendidikan maka individu semakin
mudah berfikir rasional dan menangkap informasi baru, sehingga semakin tinggi
pendidikan seseorang semakin tinggi pula pengetahuan seseorang (Stuart G.W &
Laraia M.T, 2007). Hasil penelitian menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan
antara tingkat pendidikan dengan kecemasan karena tinggi rendahnya status
pendidikan seseorang tidak dapat mempengaruhi persepsi yang dapat menimbulkan
kecemasan. Penelitian yang dilakukan oleh Zamriati W et al, (2013) juga menyatakan
bahwa tidak terdapat hubungan antara tingkat pendidikan dengan tingkat kecemasan
pasien.
Faktor yang keempat yaitu tingkat pengetahuan, Stuart dan Sunden (1999)
dalam Manihing M (2013). Responden dengan tingkat pendidikan tinggi mampu
menggunakan pemahaman mereka sehingga mereka mudah berfikir secara rasional
dan menangkap informasi baru dibandingkan dengan yang berpendidikan rendah.
Kondisi ini menunjukkan respon cemas berat cenderung dapat kita temukan pada
responden yang perpendidikan rendah karena rendahnya pemahaman mereka
terhadap suatu kejadian sehingga membentuk presepsi yang menakutkan bagi mereka
dalam merespon kejadian tersebut.
Faktor kelima yaitu dukungan keluarga. Menurut hasil penelitian setiadi,
(2008) dukungan keluarga dapat memberikan rasa senang, rasa aman, rasa nyaman
dan mendapat dukungan emosional yang akan mempengaruhi kesehatan jiwa. Karena
itu dukungan keluarga sangat diperlukan dalam perawatan pasien, dapat
meningkatkan semangat hidup dan menurunkan kecemasan pasien serta menguatkan
komitmen pasien untuk menjalani pengobatan.
Faktor yang keenam yaitu komunikasi terapeutik. Hasil penelitian ini sejalan
dengan penelitian yang dilakukan oleh Warsini dkk (2015) yang meneliti tentang

4
komunikasi terapeutik perawat berhubungan dengan tingkat kecemasan pasien pre
operasi di ruang instalasi bedah sentral RSUD Saras Husada Purworejo. Hasil
tersebut menunjukkan bahwa ada hubungan antara komunikasi terapeutik dengan
tingkat kecemasan pada pasien pre operasi yaitu komunikasi cukup baik.
Faktor yang ketujuh yaitu jenis tindakan. perasaan cemas yang dialami sesorang
berlebihan maka dapat menggangu sebagian sistem tubuh dan dapat membahayakan
orang tersebut. Umumnya individu akan merasa cemas ketika akan menjalani
tindakan medis karena tindakan medis merupakan prosedur yang dapat menimbulkan
komplikasi yang kemungkinan dapat merugikan individu tersebut. Apabila seseorang
atau individu yang akan menjalani tindakan medis seperti tindakan pembedahan maka
kecemasan yang dialaminya harus ditangani terlebih dahulu(Koizer, Glenora,
Berman, & Snider, 2010).
Peranan seorang perawat sangat penting bagi pasien pre operasi baik pada masa
sebelum, selama maupun setelah operasi. Perawat dalam menjalankan peran edukator
membantu pasien untuk meningkatkan kesehatannya melalui pemberian pengetahuan
terkait dengan keperawatan dan tindakan medis yang diterima sehingga pasien dapat
menerima tanggung jawab terhadap hal-hal yang diketahuiny (Pallaet al., 2018).
Intervensi keperawatan yang tepat diperlukan untuk mengurangi tingkat kecemasan
klien dengan penerapan komunikasi yang dapat memberikan informas-informasi
akurat yang dibutuhkan oleh pasien sesuai dengan kondisi dan tingkat
kecemasan,yang dialaminya. Setiap orang mempunyai mekanisme koping yang
berbeda, sehingga sebelum pemberian intervensi perlu diadakan pengkajian untuk
mengetahui tingkat kecemasan yang dialami pasien. (Hawari, 2013).
Alasan mengapa kesehatan menjadi hal yang sangat penting diperhatikan adalah
karena kalau orang sehat berarti ia kuat. Lemah dan kuatnya seseorang dalam
melakukan suatu ibadah tergantung pada kesehatannya. Orang yang memiliki
kesehatan yang baik akan memiliki kekuatan yang lebih dari orang yang sakit.
Sedangkan orang kuat itu lebih disukai di sisi Allah daripada orang yang lemah,
sebagaimana sabda Rasulullah: “Seorang mukmin yang kuat lebih baik dan lebih
disayangi Allah daripada mukmin yang lemah” (HR. Muslim).

5
Berdasarkan uraian di atas sangatlah menarik unuk menganalisa lebih dalam
tentang faktor – faktor yang berhubungan dengan tingkat kecemasan pada pasien pre
operasi yang mana nanti akan dikembangkan agar penelitian ini bermanfaat untuk
responden, dan bisa menjadi bahan pertimbangan penanganan masalah penurunan
tingkat kecemasan pada pasien pre operasi.

B. Rumusan Masalah

Kecemasan yang terjadi pada pembedahan yaitu semua orang yang mengalami
stresor psikososial akan mengalami gangguan cemas. Dampak yang akan muncul bila
kecemasan pasien pre operatif tidak segera ditangani, yaitu pasien dengan tingkat
kecemasan tinggi tidak akan berkonsentrasi dan memahami kejadian selama
perawatan. Berbagai kejadian bisa saja terjadi yang membahayakan pasien salah
satunya yaitu kematian. Kecemasan pre operasi disebabkan oleh beberapa faktor,
yaitu ketakutan terhadap nyeri, kematian, ketidaktahuan, ketakutan akan terjadi
kecacatan, dan ancaman lain yang dapat berdampak pada citra tubuh (mutaqqin&sari,
2009). Berdasarkan latar belakang dan data diatas maka rumusan masalah penelitian
yang dapat peneliti susun yaitu “faktor – faktor yang berhubungan dengan kecemasan
pada pasien yang menghadapi pembedahan.”

C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan menganalisis faktor – faktor yang berhubungan dengan
kecemasan pada pasien pre operasi.

6
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Keperawatan Preoperatif


1. Definisi Keperawatan Preoperatif
Keperawatan perioperatif adalah fungsi dalam keperawatan yang berhubungan
dengan pembedahan pasien (Smeltzer dan Bare, 2006). Menurut Maryunani (2013)
keperawatan perioperatif merupakan keterampilan perawat dalam membantu
mengoptimalkan kesehatan pasien baik risiko maupun aktual. Perawat melakukan
proses keperawatan perioperatif dengan penyusunan rencana intervensi pada setiap
fase dengan berdasarkan ilmu pengetahuan dan pengalaman. Potter dan Perry (2012)
menyebutkan keperawatan perioperatif adalah segala asuhan keperawatan yang
diberikan sebelum, selama dan saat pembedahan yang dilakukan berdasarkan proses
keperawatan yang bertujuan untuk mempermudah pasien mulai saat datang hingga
pulih kembali.

2. Fase Keperawatan Perioperatif


Fase keperawatan perioperatif dibagi menjadi 3 yaitu (Smeltzer dan Bare, 2006):
a. Fase Praoperatif
Fase praoperatif merupakan fase yang dimulai ketika keputusan
pembedahan dibuat sampai pasien dikirim ke meja operasi. Aktivitas
keperawatan yangdilakukan perawat pada fase praoperatif adalah pengkajian
dasar pasar pasien di klinik atau rumah, wawancara praoperatif, dan
menyiapkan anastesi yang dibutuhkan untuk pembedahan. Aktivitas
keperawatan dibatasi hingga pengkajian di ruang operasi.

b. Fase intraoperatif
Fase intraoperatif dimulai ketika pasien masuk ruang operasi dan berakhir
ketika pasien dipindahkan ke ruang pemulihan. Hal yang dapat dilakukan
perawat pada fase intraoperatif meliputi pemasangan infus (IV), memberikan
obat melalui intravena, melakukan pemantauan fisiologis pada pasien secara

7
komprehensif selama prosedur pembedahan serta menjaga keselamatan
pasien. Dalam keadaan tertentu tindakan perawat hanya berupa menggenggam
tangan pasien selama anastesi umum, sebagai perawat scrub, atau membantu
dalam mengatur posisi pasien di atas meja operasi.

c. Fase Pascaoperatif
Fase pascaroperatif adalah fase yang dimulai dari masuknya pasien ke ruang
pemulihan dan berakhir sampai evaluasi tindak lanjut pada klinik atau rumah.
Pada fase pascaoperatif perawat fokus mengkaji efek anastesi dan memastikan
fungsi vital serta mencegah komplikasi. Aktivas selanjutnya berfokus pada
penyembuhan pasien dan pemberian penyuluhan. Perawatan tindak lanjut dan
rujukan sangat penting untuk kesembuhan dan rehabilitasi pasien.

3. Klasifikasi Operasi
Jenis prosedur pembedahan diklasifikasikan berdasarkan tingkat keseriusan,
kegawatan, dan tujuan pembedahan. Sebuah prosedur pembedahan dapat memiliki
lebih dari satu klasifikasi. Klasifikasi memberikan indikasi pada perawat tentang
tingkat asuhan keperawatan yang akan diperlukan oleh klien. Klasifikasi operasi
adalah sebagai berikut (Potter dan Perry, 2012):
a. Berdasarkan tingkat keseriusan

1) Mayor yaitu jenis operasi yang dapat menimbulkan perubahan yang luas
pada bagian tubuh seseorang sehingga dapat menimbulkan risiko yang
tinggi. Contohnya bypass arteri koroner.
2) Minor merupakan operasi yang menyebabkan perubahan kecil di bagian
tubuh, serta memiliki risiko yang lebih rendah dibanding dengan operasi
mayor. Contoh operasi minor adalah operasi katarak.
b. Berdasarkan Urgensi

1) Elektif merupakan operasi yang didasarkan atas pilihan klien, bersifat


tidak urgent, seperti operasi pada payudara.

8
2) Gawat adalah operasi yang bertujuan demi kesehatan pasien untuk
mencegah timbulnya masalah tambahan dan tidak selalu bersifat darurat.
Contohnya eksisi tumor ganas, pengangkatan batu kandung empedu.

3) Darurat adalah operasi yang harus dilakukan segera untuk


menyelamatkan nyawa atau mempertahankan fungsi bagian tubuh, seperti
memperbaiki perforasi appendiks, memperbaiki amputasi traumatik,
mengontrol perdarahan internal.

c. Berdasarkan tujuan

1) Diagnostik
Jenis operasi eksplorasi yang bertujuan mendukung diagnosis dokter
termasuk pengangkatan jaringan untuk pemeriksaan diagnostik yang lebih
lanjut, seperti laparatomi eksplorasi, biopsi massa payudara.
2) Ablatif
Jenis operasi yang mengangkat bagian tubuh tertentu pada orang
yang mengalami sakit, contohnya operasi apependiks, kolesistektomi.
3) Paliatif
Prosedur pembedahan yang bertujuan untuk mengurangi tanda gelaja
suatu penyakit namun tidaj dapat menyembuhkan penyakit. Contohnya
olostomi.
4) Rekonstruktif
Operasi yang dilakukan guna mengembalikanafungsi atau tampilan
suatu jaringanayang mengalami trauma, seperti fiksasi internal pada
fraktur, perbaikan jaringan parut.
5) Transplantasi
Pembedahan ini bertujuan mengganti suatu organ yang telah tidak
berfungsi, seperti transplantasi ginjal, kornea, hati.
6) Konstruktif
Mengembalikan fungsi yang hilang atau berkurang akibat bawaan
dari lahir, contohnya memperbaiki bibir sumbing.

9
4. Proses Keperawatan Pra Operasi
a. Pengkajian
Pengkajianpada pasien bedah berupa pengumpulan riwayat kesehatan,
pengkajian fisik serta psikologis, menganalisa faktor risiko dan data diagnostik.
Lama waktu pada fase preoperatif akan menentukan lengkap atau tidaknya data
pengkajian. Jika pasien datang ke tempat pembedahan di hari yang sama, waktu
yang tersedia tidak akan cukup untuk melakukan pengkajian secara mendalam
dan menyeluruh. Banyak parameter yang dipertimbangkan dalam melakukan
pengkajian menyeluruh pada pasien (Potter dan Perry, 2012).

b. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan akan menentukan bagaimana perawatan yang akan
diberikan pada tahap pembedahan. Dengan adanya diagnosa keperawatan,
perawat akan melakukan pencegahan dan tindakan sehingga asuhan selama intra
dan pascaoperatif akan berjalan optimal (Potter dan Perry, 2012). Menurut
Smeltzer dan Bare (2006) berdasarkan data pengkajian, diagnosa keperawatan
praoperatif pasien dapat mencakup:
1. Ansietas berhubungan dengan pengalaman bedah baik nyeri atau anastesi
dan hasil akhir pembedahan

2. Defisit pengetahuan mengenai prosedur dan protokol praoperatif dan


harapan pascaoperatif.

c. Perencanaan
Rencana keperawatan yang dibuat di dasarkan pada diagnosa
keperawatan individu, sehingga resiko pembedahan dan komplikasi
pascaoperatif dapat diminimalkan ( Potter dan Perry, 2012 ). Tujuan utama
pasien bedah meliputi menghilangkan stress praoperatif dan adanya
peningkatan pengetahuan tentang persiapan prauperatif (Smeltzer dan Bare,
2006).

10
d. Implementasi Keperawatan
Pada tahap preoperatif perawat memberikanpemahaman yang menyeluruh
tentang persiapan fisik maupun psikologis untuk menjalani pembedahan
( Potter dan Perry, 2012 ). Implementasi yang dapat dilakukan adalah
intervensi untuk menurunkan ansietas praoperatif serta pemenuhan
kebutuhan pasien. Hal ini dapat dilakukan dengan cara perawat memberikan
dorongan agar pasien dapat mengungkapkan perasaan, berusaha
mendengarkan, saling memahami serta memberikan informasi untuk
menghilangkan perasaan cemas pada pasien (Smeltzer dan Bare, 2006)
e. Evaluasi
Menurut Smeltzer dan Bare (2006) hasil yang diharapkan yaitu ansietas
praoperatif pada pasien dapat berkurang

B. Konsep Kecemasan
1. Definisi Kecemasan
Kecemasan adalah gangguan alam sadar (effective) yang ditandai dengan
perasaan ketakutan atau kehawatiran yang mendalam dan berkelanjutan, tidak
mengalami gangguan dalam menilai realitas (Reality Testing Ability/RTA), masih
baik, kepribadian masih tetap utuh (tidak mengalami keretakan kepribadian/ splitting
of personality ), perilaku dapat terganggu tapi masih dalam batas-batas normal
(Hawari, 2016). Kecemasan (Ansietas) adalah manifestasi dari berbagai proses emosi
yang bercampur baur dan terjadi ketika mengalami tekanan perasaan (frustasi) dan
pertentangan batin (Darajat, 2017). Menurut Kaplan, Sadock, dan Grebb, Kecemasan
adalah situasi yang mengancam, dan merupakan hal yang normal terjadi menyertai
perkembangan, perubahan, pengalaman baru atau yang belum pernah dilakukan, serta
dalam menemukan identitas diri dan arti hidup (Fitri, 2015). Kecemasan ialah
kekhawatiran yang tidak jelas dan menyebar, yang berkaitan dengan perasaan tidak
pasti dan tidak berdaya. Keadaan emosi ini tidak memiliki objek yang spesifik
(Darajat, 2017).

11
Berdasarkan uraian diatas sehingga dapat diasumsikan bahwa kecemasan adalah
suatu istilah yang menggambarkan gangguan psikologis yang dapat memiliki
karakteristik berupa rasa takut, kekhawatiran yang berkepanjangan, dan rasa gugup.

2. Teori Kecemasan
Cemas merupakan gejolak emosi seseorang yang berhubungan dengan sesuatu di
luar dirinya dan meknisme diri yang digunakan dalam mengatasi permasalahan.
Menurut Stuart (2017) ada beberapa teori yang menjelaskan tentang kecemasan,
antara lain:
1. Teori Psikoanalisis
Dalam pandangan psikoanalisis, cemas adalah konflik emosional yang terjadi
antara dua elemen kepribadian yaitu id dan superego. Id mewakili dorongan
insting dan implus primitif seseorang, sedangkan superego mencerminkan hati
nurani seseorang dan dikendalikan oleh norma-norma budaya seseorang. Ego
berfungsi mengetahui tuntutan dari dalam elemen tersebut, dan fungsi ansietas
adalah meningkatkan ego bahwa ada bahaya.
2. Teori Interpersonal
Dalam pandangan interpersonal, cemas timbul dari perasaan takut terhadap
penolakan saat berhubungan dengan orang lain. Hal ini juga berhubungan
dengan trauma pada masa pertumbuhan, seperti kehilangan dan perpisahan
dengan orang yang dicintai. Penolakan terhadap eksistensi diri oleh orang lain
atau pun masyarakat akan menyebabkan individu yang bersangkutan menjadi
cemas, namun bila keberadaannya diterima oleh orang lain, maka ia akan
merasa tenang dan tidak cemas. Dengan demikian cemas berkaitan dengan
hubungan antara manusia.
3. Teori Perilaku
Menurut pandangan perilaku, cemas merupakan produk frustasi yaitu segala
sesuatu yang mengganggu kemampuan seseorang untuk mencapai tujuan yang
diinginkan. Pakar perilaku lain menganggap cemas sebagai suatu dorongan
untuk belajar berdasarkan keinginan dari dalam untuk menghindari kepedihan.

12
Peka tentang pembelajaran meyakini bahwa individu yang terbiasa dalam
kehidupan dirinya dihadapkan pada ketakutan yang berlebih sering
menunjukan cemas pada kehidupan selanjutnya
4. Teori keluarga
Kajian keluarga menunjukan bahwa gangguan cemas merupakan hal yang
biasa ditemui dalam suatu keluarga, Adanya tumpang tindih antara gangguan
cemas dan gangguan depresi.
5. Teori biologis
Kajian biologis menujukan bahwa otak mengandung reseptor khusus untuk
benzodiazepine, reseptor ini mungkin memicu cemas. Penghambatan asam
aminobuitrik-gamma neuroregulator (GABA) juga memungkinkan peran
utama dalam mekanisme biologis berhubungan dengan kecemasan,
sebagaimana halnya dengan endorphin. Selain itu telah dibuktikan bahwa
kesehatan umum seseorang mempunyai akibat nyata sebagai predisposisi
terhadap cemas.

3. Penyebab Kecemasan
Penyebab kecemasan dapat dibedakan menjadi dua menurut Stuart (2016):
1. Faktor Predisposisi
a. Biologis
Kecemasan dapat terjadi karena terjadi perubahan pada beberapa
system yang meliputi sistem GABA (Neurotransmitter gama-aminobutirat
acid). GABA berperan mengontrol aktivitas dari neuron yang akan
menghasilkan kondisi ansietas.
b. Keluarga
Lingkungan tempat berinteraksi atau konflik keluarga dapat memicu
terjadi kecemasan pada seseorang.
c. Psikologis
Seseorang yang mengalami kecemasan secara intens dalam fase awal
hidupnya akan cenderung mengalami kecemasan di hari kemudian. Harga

13
diri juga dapat menjadi faktor penyebab dalam kecemasan seoramg
individu. Individu dengan harga diri yang rendah akan mudah mengalami
kecemasan. Selain itu faktor ketahanan terhadap stress juga dapat
mempengaruhi terjadinya kecemasan.
d. Perilaku
Sesuatu yang mengganggu pencapaian tujuan yang diinginkan
seseorang dapat menyebabkan terjadinya kecemasan.
2. Faktor Presipitasi
a. Ancaman Integritas Fisik
Ancaman meliputi cacat fisik potensial atau penurunan aktivitas sehari
hari. Ancaman dapat berasal dari internal, contohnya sistem kekebalan
tubuh, pengaturan suhu maupun eksternal seperti infeksi, cidera, dan
bahaya keamanan.
b. Ancaman terhadap Sistem Diri
Ancaman sistem diri melibatkan bahaya identitas, harga diri dan fungsi
sosial yang terintegrasi. Sistem diri internal seperti masalah interpersonal di
rumah, sedangkan sumber eksternal contohnya kematian, relokasi atau
perceraian.

4. Tingkat dan Jenis Kecemasan


a. Menurut Stuart
Menurut Stuart (2016) tingkat kecemasan dibagi menjadi:
1. Kecemasan ringan
Kecemasan ringan terjadi ketika ketegangan dalam kehidupan sehari-
hari. Dengan adanya kecemasan, seseorang akan menjadi waspada dan
meningkatkan lapang persepsi. Kecemasan pada tingkat ringan juga dapat
memotivasi belajar serta menghasilkan pertumbuhan dan kreativitas.
2. Kecemasan sedang
Pada tingkat kecemasan sedang, seseorang akan memusatkan pada hal
yang nyata dan mengesampingkan yang lain. Lapang persepsi seseorang

14
menjadi menyempit sehingga individu menjadi kurang melihat, menangkap
atau mendengar. Pada tingkat ini seseorang masih mampu mengikuti
perintah jika diarahkan.
3. Kecemasan berat
Kecemasan berat akan sangat mengurangi lapang persepsi individu.
Seseorang akan cenderung memfokuskan pada hal yang rinci dan spesifik
serta tidak dapat berfikir tentang hal yang lain. Semua tindakan yang
dilakukan bertujuan mengurangi ketegangan serta dibutuhkan banyak
arahan agar dapat fokus pada area lain.
4. Tingkat panik
Berhubungan dengan ketakutan dan teror. Seseorang akan kehilangan
kendali diri, serta tidak mampu melakukan sesuatu walaupun dengan
arahan. Panik ini dapat menyebabkan peningkatan aktivitas motorik,
menurunnya kemampuan berhubungan dengan orang lain, persepsi yang
menyimpang, dan hilangnya pemikiran yang rasional.Respon individu
terhadap kecemasan beragam mulai dari kecemasan ringan hingga panik.
Rentang respon kecemasan menurut model adaptasi stress Stuart dapat
digambarkan sebagai berikut:

Gambar 1.1 Rentang Respon Kecemasan Model Adaptasi Stres Stuart(Stuart, 2016)

5. Menurut Freud
Menurut Freud dalam Starkstein (2018) kecemasan dapat dibagi menjadi 3
1) Kecemasan objektif

15
Kecemasan objektif merupakan suatu hal yang dirasakan karena
adanya bahaya dari luar. Bahaya adalah suatu keadaan yang dirasakan
seseorang dan dapat menjadi ancaman. Perasaan cemas akan terjadi
apabila seseorang berada pada benda tertentu atau dalam keadaan yang
dianggap sebagai bahaya. Contohnya seorang anak mempunyai
ketakutan saat berada di ruangan yang gelap. Kecemasan pra operasi
juga termasuk dalam contoh kecemasan objektif.
2) Kecemasan neurotis
Kecemasan neurotis adalah kecemasan yang terjadi karena adanya
bahaya dari dalam diri atau secara naluriah. Kecemasan ini terdiri dari
3 bagian yaitu:
a. Kecemasan yang terjadi karena adanya penyesuaian diri dengan
lingkungan. Seseorang yang mengalami kecemasan ini akan
cenderung merasa gelisah karena mengira akan terjadi sesuatu
pada dirinya.
b. Kecemasan yang bersifat irasional atau phobia. Ketakutan terjadi
secara berlebihan seperti saat melihat karet maka seseorang lari
dan berteriak-teriak.
c. Reaksi gugup yaitu reaksi yang muncul secara tiba-tiba tanpa ada
alasan yang jelas.
3) Kecemasan moral
Kecemasan yang terjadi karena sifat pribadi seseorang. Sifat
seperti benci, iri, dendam, marah dan lain lain akan mengakibatkan
seseorang merasa khawatir, cemas dan gelisah.

5. Mekanisme Koping kecemasan


Setiap ada stressor penyebab individu mengalami kecemasan, maka secara
otomatis muncul upaya untuk mengatasi dengan berbagai mekanisme koping.
Penggunaan mekanisme koping akan efektif bila didukung dengan kekuatan lain
dan adanya keyakinan pada individu yang bersangkutan bahwa mekanisme yang

16
digunakan dapat mengatasi kecemasannya. Kecemasan harus segera ditangani untuk
mencapai homeostatis pada diri individu, baik secara fisiologis maupun psikologis
Menurut Asmadi (2017) mekanisme koping terhadap kecemasan dibagi menjadi dua
kategori :
1. Strategi pemecahan masalah (problem solving strategic)
2. Strategi pemecahan masalah ini bertujuan untuk megatasi atau menanggulangi
masalah/ancaman yang ada dengan kemampuan pengamatan secara realistis.
Secara ringkas pemecahan masalah ini menggunakan metode Source, Trial and
Error, Others Play and Patient (STOP).
3. Mekanisme pertahanan diri (defence mekanism) Mekanisme pertahanan diri ini
merupakan mekanisme penyesuaian ego yaitu usaha untuk melindungi diri dari
perasaan tidak adekuat. Beberapa ciri mekanisme pertahanan diri antara lain:
a. Bersifat hanya sementara karena berfungsi hanya melindungi atau bertahan
dari hal-hal yang tidak menyenangkan dan secara tidak langsung mengatasi
masalah.
b. Mekanisme pertahanan diri terjadi di luar kesadaran, individu tidak
menyadari bahwa mekanisme pertahanan diri tersebut sedang terjadi.
c. Sering sekali tidak berorientasi pada kenyataan. Mekanisme pertahanan diri
menurut Stuart (2007) yang sering digunakan untuk mengatasi kecemasan,
antara lain:
1) Rasionalisasi : suatu usaha untuk menghindari konflik jiwa dengan
memberi alasan yang rasional.
2) Displacement : pemindahan tingkah laku kepada tingkah laku yang
bentuknya atau obyeknya lain.
3) Identifikasi : cara yang digunakan individu untuk menghadapi orang lain
dan membuatnya menjadi bagian kepribadiannya, ia ingin serupa orang
lain dan bersifat seperti orang itu.
4) Over kompensasi / reaction fermation : tingkah laku yang gagal
mencapai tujuan, dan tidak mengakui tujuan pertama tersebut dengan

17
melupakan dan melebih-lebihkan tujuan kedua yang biasanya
berlawanan dengan tujuan yang pertama.
5) Introspeksi : memasukan dalam pribadi sifat-sifat dari pribadi orang
lain.
6) Represi : konflik pikiran, impul-impuls yang tidak dapat diterima
dengan paksaan, ditekan ke dalam alam tidak sadar dan sengaja
dilupakan.
7) Supresi : menekan konflik, impul-impuls yang tidak dapat diterima
dengan secara sadar. Individu tidak mau memikirkan hal-hal yang
kurang menyenangkan dirinya.
8) Denial : mekanisme perilaku penolakan terhadap sesuatu yang tidak
meyenangkan dirinya.
9) Fantasi : apabila seseorang, menghadapi konflik-frustasi, ia menarik diri
dengan berkhayal atau fantasi dan melamun.
10) Negativisme : perilaku seseorang yang selalu bertentangan atau
menentang otoritas orang lain dengan tingkah laku tidak terpuji.
11) Regresi : kemunduran karakterstik perilaku dari tahap perkembangan
yang lebih awal akibat stress.
12) Sublimasi : penerimaan tujuan pengganti yang diterima secara sosial
karena dorongan yang merupakan saluran normal ekspresi terhambat.
13) Undoing : tindakan atau komunikasi yang sebagian meniadakan yang
sudah ada sebelumnya, merupakan mekanisme pertahanan primitif.

6. Kecemasan Pra Operasi


Ketika menjelang waktu operasi pasien akan menghadapi bermacam stresor.
Operasi yang waktu pelaksanaannya sangat ditunggu dapat menjadi
pemicukecemasan pada pasien. Pembedahan pada pasien berhubunganadengan
perasaannyeri, peluang terjadinya kecacatan, perasaan tergantung pada orang lain
sertakematian. Pasien juga merasa khawatir akan kehilangan pendapatan
ataupenggantian asuransi akibat perawatan di rumah sakit (Potter dan Perry,

18
2012).Kecemasan pra operasi merupakan sebuah hal umum yang sering terjadi pada
pasien praoperasi. Kecemasan dimulai dari tanggal perencanaan operasi hingga saat
pelaksaanaan operasi. Kondisi kecemasan pra operasi sangat mengganggu bagi
pasien. Gejala kecemasan pada pasien pra operasi adalah stres dan ketidaknyamanan.
Kecemasan pra operasi menyebabkan penurunan kenyamanan pasien, kualitas hidup,
kesulitan dalam membuat keputusan, penurunan fungsikognitif, dan bahkan kesulitan
dalam menangani nyeri operasi selama periode pasca operasi (Ay, dkk., 2014).
Kecemasan pre operasi disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu takut terhadap
nyeri, kematian, takut tentang ketidaktahuan, takut akan terjadi kecacatan dan
ancaman lain yang dapat berdampak pada citra tubuh (Muttaqin & Sari, 2009).
Kecemasan didapatkan paling tinggi pada pasien pre operasi mayor, sedangkan paling
rendah didapatkan pada pasien pre operasi minor (Wardani, 2012). Persiapan pasien
di bangsal dengan waktu yang semakin lama maka semakin baik pasien untuk
menyesuaikan diri dengan stress fisiologis dari operasi. Seperti pada pasien dengan
rasa takut akan timbulnya nyeri baik pada saat operasi maupun setelah operasi.
Penjelasanmengenai pembiusan saat operasi dan obat-obat yang akan diberikan
setelah operasi selesai, serta tekhnik-tekhnik untuk mengurangi atau mengatasi rasa
nyeri dapat mengurangi rasa cemas pasien pre operasi(Digiulio, 2007)

7. Alat Ukur Kecemasan Pra Operasi


a. State-Trait Anxiety Inventory (STAI)
Kuesioner STAI diciptakan oleh Charles D. Spielberger pada tahun 1983
dengan metode evaluasi diri (self report) yang telah digunakan pada lebih dari
3000 penelitian mengenai kecemasan pra operasi (Tulloch dan Rubin, 2018).
STAI saat ini telah menjadi gold standard dalam mengukur kecemasan pasien
pra operasi dikarenakan hasil pengukuran menunjukkan hasil yang konsisten
pada populasi berbeda dan berbagai bahasa (Nigussie dkk., 2014). STAIterdiri
dari dua kategori yaitu State Anxiety dan Trait Anxiety. STAI terdiri dari 40
pernyataan dengan empat pilihan jawaban. State Anxiety Scale terdiri dari 20
pernyataan yang digunakan untuk mengevaluasi perasaan cemas yang dirasakan

19
responden saat ini yang muncul pada suatu waktu tertentu seperti menghadapi
UN atau operasi. Sedangkan Trait Anxiety juga terdiri atas 20 item pernyataan
untuk mengevaluasi kecemasan secara umum. State Trait Anxiety Inventory
menggunakan skala likert dengan empat pilihan jawaban yang dapat dipilih
responden sesuai dengan apa yang dirasakan yaitu skor 4 untuk pilihansangat
merasakan, skor 3 untuk jawaban cukup merasakan, skor 2 untuk sedikit
merasakan, dan skor 1 untuk jawaban tidak merasakan. Skor ini digunakan untuk
item yang mengindikasi kecemasan. Untuk item ketiadaan kecemasan penilaian
dilakukan secara kebalikannya. Nilai skor STAI berskisar antara 20 hingga 80
(Bedaso dan Ayalew, 2019). Uji validitas dan reliabilitas pada kuesioner STAI
telah dilakukan di berbagai negara, seperti di Iran dengan nilai alpha cronbach
sebesar 0,94 (Khalili dkk., 2020).

b. Amsterdam Preoperative Anxiety and Information Scale (APAIS)


Kuesioner APAIS merupakan kuesioner yang digunakan untuk mengukur
kecemasan pra operasi. APAIS lebih berfokus pada gejala kecemasan anastesi
dan operasi yang muncul pada pasien pre operasi. Kuesioner ini terdiri atas 6
item pertanyaan, dengan dua komponen kecemasan gejala kecemasan yaitu
indicator gejala kecemasan anastesi (3 item) dan gejala kecemasan operasi (3
item). Kuesioner APAIS menggunakan skala likert dengan nilai 1 (sangat tidak
sesuai) sampai 5 (sangat sesuai). Kuesioner APAIS memiliki validitas dan
reliabilitas yang telah diteliti pada penelitian sebelumnya oleh Szamburski dkk.
tahun 2015 dengan nilai korelasi antar item 0,60-0,72 dan dalam rentang
Cronbach alpha 0,76-0,84 (bahasa Perancis). APAIS juga sudah dimodifikasi
dan diterjemahkan oleh Perdana dkk. tahun 2015 dengan nilai validitas dalam
rentang r = 0,4810,712 dan nilai Cronbachalpha sebesar 0,825 (Amila,2019).

8. Dampak Kecemasan Pre Operasi


Kecemasan pre operasi dapat menimbulkan adanya perubahan secara fisik
maupun psikologis yang akhirnya mengaktifkan saraf otonom simpatis sehingga

20
meningkatkan denyut jantung, tekanan darah, frekuensi nafas, dan secara umum
mengurangi tingkat energi pada pasien, dan akhirnya dapat merugikan pasien itu
sendiri karena akan berdampak pada pelaksanaan operasi (Muttaqin dan Sari, 2009).

9. Penanganan Kecemasan Pre Operasi


Kecemasan pre operasi dapat diatasi dengan pemberian antiansietas yaitu
benzodiazepin dan barbiturat. Kedua obat ini bekerja pada reseptor gamma amino
butyric acid (GABA) yang merupakan syaraf penghambat transmisi utama di otak
dapat menurunan aktivitas sel syaraf pusat dan dapat menimbulkan efek sedasi,
hipnosis, anastesi (Nugroho, 2012). Untuk mengefisiensikan penggunaan obat-
obatan diperlukan terapi pelengkap dalam mengatasi kecemasan pasien, seperti
terapi komplementer yang banyak dikembangkan di bidang kesehatan (Iskandar,
2010). Terapi komplementer adalah pengobatan yang dilakukan sebagai
pendukung pengobatan medis konvensional atau sebagai pengobatan pilihan lain
diluar pengobatan medis yang konvensional (Yahya, 2015). Beberapa terapi
komplementer yang biasa digunakan untuk menurunkan atau mengontrol
kecemasandiantaranya; tehnik bernafas dalam, relaksasi otot, imagery,
menyiapkan informasi, tehnik distraksi, terapi energi dan penggunaan metode
koping sebelumnya (Shari, Suryani, & Emaliyawati, 2014).

C. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kecemasan pada Pasien Pre


Operasi
Faktor yang berhubungan dengan kecemasan pada pasien pre operasi
1. Faktor usia yaitu. Berdasarkan penelitian Stuart G.W & Laraia M.T
(2007) menyatakan bahwa maturitas atau kematangan individu akan
mempengaruhi kemampuan koping mekanisme seseorang sehingga
individu yang lebih matur sukar mengalami kecemasan karena individu
mempunyai kemampuan adaptasi yang lebih besar terhadap kecemasan
dibandingkan usia yang belum matur. Terbukti pada penelitian didapatkan
usia yang matur yaitu usia dewasa lebih prevalensi tingkat kecemasannya

21
lebih sedikit dibandingkan dengan usia remaja. Hal ini membuktikan usia
yang matur memiliki kemampuan koping yang cukup dalam mengatasi
kecemasan.
2. Faktor jenis kelamin yaitu. penelitian yang dilakukan oleh Maryam dan
Kurniawan A (2008) menyatakan bahwa faktor jenis kelamin secara
signifikan dapat mempengaruhi tingkat kecemasan pasien, dalam
penelitian tersebut disebutkan juga bahwa jenis kelamin perempuan lebih
beresiko mengalami kecemasan dibandingkan dengan jenis kelamin laki-
laki.
Ulfah (2016), mengatakan bahwa perempuan lebih mudah cemas dan
ketidakmampuannya dibandingkan dengan laki-laki, perempuan lebih
sensitif sedangkan laki-laki lebih aktif dan ekploratif. Hasil penelitian ini
tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan pernah oleh Uskenat M
(2012) mengatakan bahwa responden yang paling banyak mengalami
kecemasan adalah yang berjenis kelamin laki-laki. Hal ini terjadi karena
pembembedahan yang dilakukan yaitu operasi fraktur dan Trans Uretra
Resection (TUR) di mana operasi TUR hanya untuk kaum laki-laki
Sedangkan penelitian lain yang sejalan yaitu menurut Trismiati (2014)
yang meneliti perbedaan tingkat kecemasan antara pria dan wanita aseptor
kontrasepsi mantap di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta. Pada penelitiannya
mengatakan bahwa ada perbedaan kecemasan yang signifikan antara pria
dan wanita, menurut trismiati wanita lebih tinggi kecemasannya
dibandingkan pria.
3. Faktor ketiga tingkat pendidikan yaitu. Hasil penelitian ini sesuai dengan
konsep yang menyatakan bahwa tingkat pendidikan individu berpengaruh
terhadap kemampuan berfikir. Semakin tinggi tingkat pendidikan maka
individu semakin mudah berfikir rasional dan menangkap informasi baru,
sehingga semakin tinggi pendidikan seseorang semakin tinggi pula
pengetahuan seseorang (Stuart G.W & Laraia M.T, 2007). Hasil penelitian
menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan antara tingkat

22
pendidikan dengan kecemasan karena tinggi rendahnya status pendidikan
seseorang tidak dapat mempengaruhi persepsi yang dapat menimbulkan
kecemasan. Penelitian yang dilakukan oleh Zamriati W et al, (2013) juga
menyatakan bahwa tidak terdapat hubungan antara tingkat pendidikan
dengan tingkat kecemasan pasien.
4. Faktor tingkat pengetahuan yaitu, Stuart dan Sunden (1999) dalam
Manihing M (2013). Responden dengan tingkat pendidikan tinggi mampu
menggunakan pemahaman mereka sehingga mereka mudah berfikir secara
rasional dan menangkap informasi baru dibandingkan dengan yang
berpendidikan rendah. Kondisi ini menunjukkan respon cemas berat
cenderung dapat kita temukan pada responden yang perpendidikan rendah
karena rendahnya pemahaman mereka terhadap suatu kejadian sehingga
membentuk presepsi yang menakutkan bagi mereka dalam merespon
kejadian tersebut.
5. Faktor kelima yaitu dukungan keluarga. Menurut hasil penelitian setiadi,
(2008) dukungan keluarga dapat memberikan rasa senang, rasa aman, rasa
nyaman dan mendapat dukungan emosional yang akan mempengaruhi
kesehatan jiwa. Karena itu dukungan keluarga sangat diperlukan dalam
perawatan pasien, dapat meningkatkan semangat hidup dan menurunkan
kecemasan pasien serta menguatkan komitmen pasien untuk menjalani
pengobatan.
6. Faktor komunikasi terapeutik yaitu. Hasil penelitian ini sejalan dengan
penelitian yang dilakukan oleh Warsini dkk (2015) yang meneliti tentang
komunikasi terapeutik perawat berhubungan dengan tingkat kecemasan
pasien pre operasi di ruang instalasi bedah sentral RSUD Saras Husada
Purworejo. Hasil tersebut menunjukkan bahwa ada hubungan antara
komunikasi terapeutik dengan tingkat kecemasan pada pasien pre operasi
yaitu komunikasi cukup baik.
7. Faktor ketujuh yaitu jenis tindakan. perasaan cemas yang dialami sesorang
berlebihan maka dapat menggangu sebagian sistem tubuh dan dapat

23
membahayakan orang tersebut. Umumnya individu akan merasa cemas
ketika akan menjalani tindakan medis karena tindakan medis merupakan
prosedur yang dapat menimbulkan komplikasi yang kemungkinan dapat
merugikan individu tersebut. Apabila seseorang atau individu yang akan
menjalani tindakan medis seperti tindakan pembedahan maka kecemasan
yang dialaminya harus ditangani terlebih dahulu(Koizer, Glenora,
Berman, & Snider, 2010).

24
D. Kerangka Teori

Dampak yang akan


muncul
1. Tidak akan mampu
berkonsentrasi
2. Harapan pasien
Pra Operasi
terhadap hasil
3. Pasien lebih tidak
nyaman
4. Akan menanyakan
masalah nyeri terus
menerus
( David, 2003)

Kecemasa

Faktor – faktor yang Tingkat Kecemasan


berhubungan dengan tingkat 1. Antisipasi
kecemasan 2. Ringan
1. Usia 3. Sedang
2. Jenis kelamin 4. Berat
3. Pendidikan 5. Panik
4. Tingkat pengetahuan (Sturat, 2016)
5. Komunikasi Terapeutik
6. Dukungan Keluarga
7. Jenis Tindakan

(Virginia, 2014)

Sumber : (Stuart, 2016; David, 2003;Virginia, 2014)

25
BAB III

METODE LITERATUR RIVIEW

A. Strategi Penelusuran Literatur


1. Database Elektronik
Metode yang digunakan dalam penelitian pada permasalahan ini
adalahLiterature Reviewberbasis artikel jurnal. Studi literature ini dilakukan
dengan cara menelaah artikel penelitian dari jurnal yang telah terpublikasi
berdasarkan tema tertentu. Pencarian literature telah dilakukan pada bulan
Februari 2021. Data penelitian yang digunakan berupa data sekunder yang
bukan diperoleh dari hasil penelitian langsung, tetapi diperoleh dari hasil
penelitian yang telah dilakukan oleh penelitian terdahulu dengan sumber
artikel jurnal yang memiliki reputasi baik secara nasional maupun
internasional.
Penelusuran internet databaseelektronik yang digunakan pada Literature
Reviewini menggunakan 3 database, yaitu: Google scholar, Pudmed,Science
Direct, dan ProQuestyang telah dipublikasi dari tahun 2015 sampai dengan
tahun 2020.

2. Kata kunci
Saat dilakukan pencarian jurnal dari judul yang didapat yaitu :” Faktor –
faktor yang berhubungan dengan kecemasan pada pasien pre operasi” maka
di dapatkan beberapa kata kunci (keyword) dari judul tersebut, di antaranya:
Kata kunci atau (Keyword):
a. Kata kunci dalam bahasa Indonesia : Tingkat kecemasan, pra operasi,
pembedahan, faktor-faktor yang berhubungan kecemasan.
b. Kata kunci dalam bahasa inggris : Anxiety level, preoperative, surgery,
anxiety-related factors.

26
3. Kriteria Inklusi dan eksklusi
a. Kriteria insklusi
1. Artikel penelitian yang di publikasikan pada 2012-2021
2. Artikel full text yang sesuai dengan topik
3. Artikel yang merupakan sumber primer (Primary Resourch)
4. Artikel berbahasa Indonesia dan bahasa Inggirs
b. Kriteria eksklusi
1. Artikel dengan metode riview literatur
2. Artikel yang tidak terkait dengan topic pembahasan
3. Artikel yang publikasi lebih dari 10 tahun

27
B. Proses Seleksi Literatur
Sistematika pencarian literatur ini menggunakan PRISMA, yaitu :

Bagan 2. Proses pencarian literatur


Google Scholar Pubmed Science Proquest
1.060 551 Direct2.569 2.511

identi Artikel diidentifikasi


fikasi Eksklusi
N=6.691
>5 tahun terakhir

N=6,508
Artikel diidentifikasi

N=183 Eksklusi
skrinn
Artikel ganda
ing
Hasil skrining N=16
N=167
Eksklusi

Artikel full text yang Tidak relevan


kelaya
kan layak N=133
N=34
Eksklusi :

meme Tidak menjawab


nuhi Artikel Inklusi
pertanyaan penelitian
N=15
N=19

28
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil
Setelah dilakukan seleksi berdasarkan kriteria inklusi didapatkan 15
artikel yang dipilih untuk di review ini diterbitkan antara 2016 sampai 2021.
Artikel yang direview menggunakan penelitian kualitatif dilakukan diberbagai
daerah di Indonesia dan di negara lain. Masing-masing dari 34 artikel dipilih
untuk dibaca dengan cermat dari abstrak, tujuan, data analisis secara lengkap
dan diteliti setiap jurnal untuk mengevaluasi apakah masalah yang
didiskusikan sesuai dengan yang hendak dipecahkan dalam suatu jurnal.
Pada beberapa jurnal dipilih berdasarkan kriteria inklusi yang ditetapkan
oleh peneliti. Penulis terlebih dahulu mengidentifikasi setiap jurnal dalam
bentuk ringkasan secara singkat berupa tabel yang berisi nama penulis, tahun
penulis, negara, tujuan, sampel, desain, prosedur, hasil dan database seperti
yang dijelaskan pada tabel sebagai berikut.

29
Tabel 4.1
Daftar Literature Riview Jurnal

No Nama Judul Negara Tujuan Desain Sample, Instrument / Hasil Database


Author Alat Ukur
1 Mulugeta Preoperative Etiopia / Untuk menilai cross-sectional 353 Responden. Secara signifikan terkait dengan Pubmed
et.al (2018) anxiety and afrika kecemasan pra kecemasan pra operasi. Faktor
associated operasi dan State-Trait Anxiety yang berhubungan dengan
factors faktor terkait di Inventory Scale (S- tingkat kecemasan pra operasi
among adult antara pasien STAI) adalah
surgical bedah dewasa di
patients in Rumah Sakit  Jenis kelamin . Ada
Debre Rujukan Debre tingkat kecemasan pra-
Markos and Markos operasi yang tinggi
Felege dan Felege secara statistik pada
Hiwot Hiwot, pasien wanita (95% )
referral Northwest  kekurangan informasi
hospitals, Ethiopia. pra operasi (51%)
Northwest  Dukungan keluarga
Ethiopia yang diterapkan kepda
pasien (61%)
 Jenis tindakan
pembedahan (72%)
2 Jiwanmal Preoperative India untuk menilai cross-sectional 399Responden. Secara signifikan terkait dengan Pubmed
et.al (2020) Anxiety in faktor-faktor kecemasan pra operasi. Faktor
Adult yang terkait yang berhubungan dengan
Patients dengan Amsterdam tingkat kecemasan pra operasi
Undergoing kecemasan pra Preoperative Anxiety adalah
Day Care operasi. and Information Scale
Surgery: (APAIS) 1 hari
Prevalence sebelum operasi dan  Ketakutan akan jarum (
and pada P = 0,002).
Associated hari operasi.  takut bangun selama
Factors operasi ( P < 0,001),
 kebutuhan pasien akan
informasi
tambahanmengenai

30
anestesi dan
pembedahan ( P <
0,001)
3. Gomes T.E Risk factors Brasil Untuk cross-sectional 174 responden . Secara signifikan terkait dengan Pubmed
et.al (2019) for anxiety mengevaluasi kecemasan pra operasi. Faktor
and faktor risiko yang berhubungan dengan
depression kecemasan dan (HADS) dan Odds tingkat kecemasan pra operasi
in the depresi pada Ratios dihitung untuk adalah
preoperative periode pra menilai risiko.
period of operasi operasi
cardiac jantung.  Jenis kelamin
surgery perempuan lebih tinggi
tingkat kecemasannya
(p <0,01), dan
 pendidikan tinggi lebih
rendah tingkat
kecemasan (p = 0,037)
 dukungan keluarga (p
= 0,002)

4. Topalel S Evaluation Turki untuk cross-sectional 330 responden. Secara signifikan terkait dengan Pubmed
et.al (2020) of mengetahui kecemasan pra operasi. Faktor
Preoperative faktor-faktor yang berhubungan dengan
Anxiety in yang Turki dari mYPAS tingkat kecemasan pra operasi
Turkish mempengaruhi sebelum operasi adalah
Paediatric tingkat dilakukan di
Patients and kecemasan pra departemen bedah
Validity and operasi setelah  Tingkat kecemasan
Reliability dilakukan secara signifikan lebih
of the validitas dan rendah pada pasien
Turkish reliabilitas yang dirawat
Modified mYPAS versi sebelumnya (p
Yale Turki. <0,001).
Preoperative  Ada hubungan negatif

31
Anxiety antara usia dan tingkat
Scale kecemasan (p <0,001, r
= -0,350).

5. Erkilicet.al Factors Turki untuk cross-sectional 186 Rsponden . Secara signifikan terkait dengan Sciencedirect
(2017) associated mengevaluasi kecemasan pra operasi. Faktor
with tingkat yang berhubungan dengan
preoperative kecemasan pra menggunakan tingkat kecemasan pra operasi
anxiety operasi dalam (ANOVA) diterapkan adalah
levels of sampel populasi untuk menentukan
Turkish Turki, serta perbedaan di antara
surgical penyebab yang lebih dari 2 kelompok  tingkat pendidikan
patients: mendasari independen. meningkat, skor sifat
from a single menggunakan pra operasi menurun (r
center in skala = -0,261 dan P, 0,001).
Ankara Spielberger  Pasien wanita memiliki
State-Trait sifat pra operasi dan
Anxiety skor kecemasan yang
Inventory (STAI lebih tinggi ( P, 0,001).
kecemasan)  Pasien lulusan sekolah
skala. dasar lebih cemas
dibandingkan lulusan
sekolah menengah (P =
0,030).
 jenis operasi yang
direncanakan, ( P =
0,014 vs P = 0,036)
 Usia lebih tinggi (
P,0,001)
6. Ashley La Clinical Amerika untuk mengukur cross-sectional 386 responden. Secara signifikan terkait dengan Sciencedirect
et.al (2019) characteristi Serikat hubungan antara kecemasan pra operasi. Faktor
cs associated diagnosis yang berhubungan dengan
with depresi atau Research Electronic tingkat kecemasan pra operasi
depression kecemasan Data Capture (REDCap adalah
or anxiety dengan domain ™) sistem
among Sistem pengumpulandata.  Jenis kelamin
patients Informasi perempuan ( p<0,0001)

32
presenting Pengukuran  Usia rata-rata pada
for knee Hasil yang pasien kecemasan
surgery Dilaporkan preoperai (p<0,0002)
Pasien
(PROMIS),
serta
menentukan
faktor pra
operasi mana
yang
berhubungan
dengan depresi
atau kecemasan
pada pasien
yang menjalani
operasi lutut.

7. Sigdel S, Anxiety india untuk: (1) cross-sectional 140 responden Secara signifikan terkait dengan Sciencedirect
MD et.al, evaluation in memperjelas kecemasan pra operasi. Faktor
2020 Nepalese tingkat yang berhubungan dengan
adult kecemasan pra Kecemasan Preoperatif tingkat kecemasan pra operasi
patients operasi pada Amsterdam dan Skala adalah
awaiting pasien jantung Informasi.
cardiac dewasa Nepal.  jenis kelamin
surgery menunggu perempuan (IRR 0,80,
operasi jantung 95% CI 0,67 - 0,94, P
terbuka; (2) <. 001)
mengidentifikas  tingkat pendidikan
i faktor-faktor tinggi (IRR 1,18, 95%
yang terkait CI 1,01 - 1,40, P <. 05)
dengan
kecemasan pra
operasi; dan (3)
mengevaluasi
faktor-faktor
yang
memungkinkan
terkait dengan

33
keinginan
pasien untuk
mendapatkan
informasi terkait
operasi jantung
mereka.
8. C. Ramesh Pre- India untuk menilai cross-sectional 140 responden. Secara signifikan terkait dengan Sciencedirect
et.al (2017) operative kecemasan pra Pengumpulan data kecemasan pra operasi. Faktor
anxiety in operasi pada dilakukan dengan yang berhubungan dengan
patients pasien yang inventarisasi tingkat kecemasan pra operasi
undergoing menjalani kecemasan sifat- adalah
coronary operasi cangkok negara.
artery bypass arteri
bypass koroner.  jenis kelamin dan
graft surgery kecemasan dengan
– A cross- nilai chi-square
sectional Pearson 11,57 (p
study <0,001).
9. Woldegerim Prevalence Etopia/ untuk cross-sectional 178 responden. Secara signifikan terkait dengan Sciencedirect
a YBet.al and factors Afrika mengetahui kecemasan pra operasi. Faktor
(2018) associated prevalensi dan yang berhubungan dengan
with faktor-faktor menggunakan tingkat kecemasan pra operasi
preoperative yang wawancaraterstrukturk adalah
anxiety berhubungan uesioner
among dengan  Usia antara 30 dan 45
elective kecemasan tahun dikaitkan dengan
surgical pra operasi pada kecemasan pra operasi
patients at pasien bedah yang lebih tinggi (AOR
University elektif di ¼ 5.72, CI ¼ 1.61 e
of Gondar University of 20.28).
Hospital. Gondar  berpendidikan tinggi
Gondar, Hospital, memiliki
Northwest Northwest kecenderungan untuk
Ethiopia, Ethiopia, 2017. ekstrovert perasaan
2017. A mereka (53,5%)
cross-  mendapatkan informasi
sectional yang tidak lengkap dari
study

34
berbagai sumber
(30,9% dan 47,8%)
10. Bedaso A Preoperative Etopia / untuk cross-sectional 402 responden. Secara signifikan terkait dengan ProQuest
and anxiety afrika mengetahui kecemasan pra operasi. Faktor
mohammed among adult prevalensi yang berhubungan dengan
Ayalew patients kecemasan pra Kuesioner persepsi diri tingkat kecemasan pra operasi
undergoing operasi dan masa depan (FSPQ) adalah
elective prediktornya
surgery: a pada pasien  Memiliki dukungan
prospective dewasa yang sosial (AOR = 0,16
survey of dijadwalkan CI= 0,07, 0,34)
general untuk operasi
hospitals in elektif
Ethopia
11. Takele G Preoperative Etopia / untuk menilai cross-sectional 237 responden Hasil penelitian menunjukan ProQuest
et.al (2018) Anxiety and afrika prevalensi dan bahwa prevalensi kecemasan
its faktor terkait pra operasi yang tinggi secara
Associated kecemasan pra skala pengukuran keseluruhan ditemukan sebesar
Factors operasi di antara inventori pemikiran 56,12%.
among pasien yang intrusif pra-operasi.  Peserta studi
Patients menunggu perempuan dalam seks
Waiting operasi di (AOR 3,30,95% CI
Elective rumah sakit 1,30, 8,34),
Surgery in Katolik St.Luke,  Tidak memiliki
St. Luke’s Woliso, informasi (AOR 2,48,
Catholic Ethiopia, 2018. 95% CI 1,11,
Hospital 5,56),dikaitkan
and Nursing dengankecemasan pra
College, operasi.
Woliso,
Oromia,
Ethiopia,
2018
12. Andi P et.al Faktor- Indonesia Untuk cross-sectional 22 responden. Uji yang digunakan dalam Google Scholar
(2018) faktor yang mengetahui penelitian ini adalah uji chi
berhubungan faktor-faktor square dengan tingkat
dengan yang Pengelolaan data kemaknaan α = 0,05. Adapun
Tingkat berhubungan melaluiediting, koding, hasil penelitian ini yaitu ada

35
kecemasan dengan entry,  hubungan jenis
pasien pre kecemasan cleaning, dan tabulasi. tindakanoperasi dengan
operasi pasien pre kecemasan pasien pre
operasi di opersi diperoleh nilai
rumah sakit signifikasi 0,044,
Massenrempulu  ada hubungan
Kabupaten dukungan keluarga
Enrekang dengankecemasan
Tahun 2018. pasien pre operasi
diperoleh nilai
 signifikasi 0,030 dan
ada hubungan
komunikasi terapeutik
dengan kecemasan
pasien pre opersi
diperoleh nilai
signifikasi 0,035.
13. Romario A Faktor- Indonesia untuk cross-sectional 36 responden . Alat Secara signifikan terkait dengan Google Scholar
et.al (2017) faktor yang mengetahui kecemasan pra operasi. Faktor
berhubungan faktor-faktor yang berhubungan dengan
dengan yang ukur yang disebut state tingkat kecemasan pra operasi
Kecemasan berhubungan trait anxiety adalah
pada pasien dengan inventory (STAI) oleh  ada hubungan
pre operasi kecemasan pada Spirlberg & yangsignifikan antara
Di rsu gmim pasien pre Charles DJ jenis kelamin dengan
pancaran operasi di RSU tingkat kecemasan
Kasih GMIM diperoleh nilai ρ =
manado Pancaran Kasih 0.009 < α = 0.05.
Manado.  Tingkat pendidikan
dengan tingkat
kecemasan terdapat
hubungan yang
signifikan yaitu nilai ρ
=0.011 < α = 0.05.
 Komunikasi terapeutik
dengan tingkat
kecemasan pada pasien

36
pre operasiterdapat
hubungan yang
signifikan yaitu nilai ρ
= 0.003 < α = 0.05.

14. Vellyana D Faktor- Indonesia untuk cross-sectional 58 Responden . Secara signifikan terkait dengan Google Scholar
et.al (2016) Faktor yang mengetahui kecemasan pra operasi. Faktor
Berhubunga faktor-faktor yang berhubungan dengan
n dengan yang Data diambil melalui tingkat kecemasan pra operasi
Tingkat mempengaruhi kuesioner dan analisa adalah
Kecemasan tingkat data  ada hubungan antara
pada Pasien kecemasan jenis kelamin, usia dan
Preoperativ pasien pre status ekonomi dengan
e di RS operative di RS tingkat kecemasan
Mitra Mitra Husada pasien Preoperative
Husada Pringsewu dengan p-value<0,05
Pringsewu. Lampung Tahun  namun pada variabel
2016. tingkat pendidikan
terdapat hubungan
dengan tingkat
kecemasan p-
value>0,05.
15. Sari YP et.al Analisis Indonesia Usntuk cross-sectional 99 Responden . Secara signifikan terkait dengan Google Scholar
(2020) faktor-faktor menganalisis kecemasan pra operasi. Faktor
yang pengaruh faktor- yang berhubungan dengan
berhubungan faktor yang tingkat kecemasan pra operasi
dengan berhubungan Data diambil melalui adalah
tingkat dengan tingkat observasi dan  ada hubungan antara
kecemasan kecemasan pada kuesioner faktor internal
pada pasien pasien menunjukkan bahwa
preoperasi preoperasi lebih dari separuh
bedah mayor bedah mayor di (53,5%) pasien pre
di ruang ruang teratai. operasi
teratai  kelamin perempuan
(57,6%),
 berpendidikan rendah
(52,5%),

37
 tidak bekerja (68,7%),
 berpenghasilan tinggi
(57,6%),
 berpengetahuan rendah
(52,5%),
 tidak pernah menjalani
operasi sebelumnya
(53,5)
 dan berkepribadian tipe
A (introvert) (50,5%).

38
A. Pembahasan
Faktor – Faktor Yang Berhubungan Dengan Kecemasan Pada Pasien Pre
Operasi
1. Usia Berhubungan Dengan Tingkat Kecemasan Pasien Preoperasi
Stuart G.W &Laraia M.T (2007) menyatakan bahwa maturitas atau
kematangan individu akan mempengaruhi kemampuan koping mekanisme
seseorang sehingga individu yang lebih matur sukar mengalami kecemasan
karena individu mempunyai kemampuan adaptasi yang lebih besar terhadap
kecemasan dibandingkan usia yang belum matur. Hal ini membuktikan usia
yang matur memiliki kemampuan koping yang cukup dalam mengatasi
kecemasan.
Dari 15 artikel terdapat 7 artikel yang menjelaskan tentang hubungan
antara usia dengan tingkat kecemasan pada pasien pe operasi yangdi jelaskan
sebagai berikut :
a. Penelitian menurut Woldegerima YB et.al (2018) mengatakan bahwa usia
memiliki hubungan negatif dengan kecemasan pra operasi. Seiring
bertambahnya usia, tingkat prevalensi kecemasan pra operasi menurun.
Usia antara 30 dan45 tahun dikaitkan dengan kecemasan pra operasi yang
lebih tinggi( P, 0,001). Selanjutnya, pasien dengan usia antara 18 dan 30
tahun pernah mengalami kecemasan pra operasidengan usia di atas 60
tahun.
b. Ada pun hasil penelitian menurut Erkilicet.al,(2017) Hasil analisis
hubungan usia ditemukan berkorelasi secara signifikan dengan skor
kecemasan keadaan praoperasi. Lebih muda (30 tahun)menyebabkan skor
kecemasan keadaan pra operasi lebih tinggi secara signifikan dibandingkan
dengan pasien. 45 tahun ( P, 0,001), sedangkan pasien usia antara 31-45
tahun memiliki skor kecemasan sifat pra operasi yang secara signifikan
lebih tinggi sehubungan dengan penuaan (60 tahun). Hal ini telah
dipenjelas oleh Erkilicet.al,(2017) Tentang penuaan dan status sosial dan
budaya dasar orang tua yang dipelajari dalam penyelidikan ini mungkin

39
telah menyebabkan hasil yang tidak konsisten tersebut. Kami tidak
membagi pasien . 60 tahun ke dekade selanjutnya. Pasien tertua dalam
penelitian kami adalah 83 tahun, yang merupakan usia lanjut di populasi
barat lainnya. Meski begitu, pasien berusia .45 tahun tidak terlalu cemas
dalam penelitian kami.
c. Berdasarkan hasil penelitian Usia rata-rata pasien dengan depresi
/kecemasan pra operasi adalah48.0 ± 14,4 tahun, sedangkan rata-rata usia
pasien tanpa depresi atau kecemasan adalah 38,1 ± 16,1tahun (P 0,0002).
Pasien dengan depresi / ansietas pra operasi mengalami gejala yang
signifikan fi rata-ratalebih buruk Indeks Komorbiditas Charlson (1,8 ± 1,7
vs 0,8 ± 1.1; p <0,0001) dan signi fi operasi apapun yang lebih banyak
sebelumnya (4.3 ± 3.3 vs. 2.6 ± 3.2; p <0,0001) dibandingkan pasien
tanpadepresi / kecemasan pra operasi.
d. Berdasarkan hasil penelitianTopalel S et.al (2020) Setelah mengkonfirmasi
validitas dan reliabilitas, evaluasi untuk mengidentifikasi faktor-faktor
yang terkait dengan kecemasan mengungkapkan korelasi negatif antara
usia dan tingkat kecemasan (p <0,001). Namun, ditemukan korelasi yang
lemah ketika kami memeriksa hubungan antara usia dan tingkat kecemasan
sebelum operasi, kami mengamati bahwa usia yang lebih muda berkorelasi
lemah dengan tingkat kecemasan yang lebih tinggi. Konsisten dengan
temuan kami, banyak penelitian serupa telah melaporkan hubungan yang
signifikan antara usia dan kecemasan pra operasi.
e. Berdasarkan hasil penelitian Vellyana et.al (2016), hasil analisishubungan
usia dengan tingkat kecemasan preoperasi didapatkan kecemasan berat
banyak dialami pada usia dewasa dan kecemasan ringan banyak dialami
pada usia remaja. Hasil p-value 0.036<0.05 yang berarti bahwa terdapat
hubungan yang signifikan antara usia dengan tingkat kecemasan
preoperasi.

40
Berdasarkan uraian diatas dapat kita asumsikan bahwa terdapat hubungan
yang signifikan antara usia dengan tingkat kecemasan pasien pre operasi. Karena
usia yang >30 tahun atau usia matur kemampuan adaptasi yang lebih besar
terhadap kecemasan dibandingkan usia yang belum matur, walaupun koping
mekanismekecemasan lebih tinggi pada usia yang belum matur tetapiindividu
yang usia matur mereka lebih banyak mempunyai pikirantanggung jawab yaitu
mengurus anak-anak atau keluarganya dan takut meninggalkan keluarga yang
masih menjadi tanggung jawabnya sebagai orangtua sehingga menjadi beban
dalam kehidupannya.Disaat cemas tubuh akan melepaskan hormon
kortisol.Hormon kortisol yang berlebihan bisa menyebabkan peradangan dan
mematikan sistem kebelan tubuh yang melawan infeksi.Untuk itu, umur dapat
menjadi indikator dalam menentukan tingkat kecemasan seseorang sebelum
menjalani operasi.

2. Jenis Kelamin Berhubungan Dengan Tingkat Kecemasan Preoperasi.


Teori yang telah di jelaskan oleh Myers (1983) mengatakan bahwa
perempuan lebih mudah cemas dan ketidakmampuannya dibandingkan
dengan laki-laki, perempuan lebih sensitif sedangkan laki-laki lebih aktif dan
ekploratif.Hal inisesuai degan teori yang dikemukakan Videbeck (2008)
bahwa laki-laki dan perempuan mempunyai perbedaan tingkat kecemasan,
dimana perempuan lebih mudah tersinggung, sangat peka dan menonjolkan
perasaanyan. Sedangkan laki-laki memiliki karakteristik maskulin yang
cenderung dominan, aktif, lebih rasional dan tidak menunjukkan
perasaan.Hasil penelitian sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Maryam dan Kurniawan A (2008) menyatakan bahwa faktor jenis kelamin
secara signifikan dapat mempengaruhi tingkat kecemasan pasien, dalam
penelitian tersebut disebutkan juga bahwa jenis kelamin perempuan lebih
beresiko mengalami kecemasan dibandingkan dengan jenis kelamin laki-laki.

41
Dari 15 artikel terdapat 11 artikel yang menjelaskan tentang hubungan
antara jenis kelamin dengan tingkat kecemasan pada pasien pe operasi yang di
jelaskan sebagai berikut :
a. Ramesh C et.al, (2017) Skor rata-rata kecemasan sebelum operasi
berdasarkan jenis kelamin mengungkapkan bahwaperempuan memiliki
kecemasan yang lebih tinggi daripada laki-laki dalam sifat dan
kecemasankeadaan. Ada hubungan signifikan yang ditemukan antara jenis
kelamin dan tingkat kecemasan negara dengan nilai chi-square. Tidak
ditemukan hubungan antara tingkat kecemasan dengan variabel sosio-
demografi lainnya seperti agama, pendidikan, tempat tinggal, pekerjaan,
aktivitas, olah raga, pola makan, kebiasaan merokok, alkohol, riwayat
hipertensi, diabetes melitus, riwayat keluarga penyakit jantung dan
serangan jantung.
a. Ada pun hasil penelitian menurut Erkilicet.al,(2017) Wanita berjenis
kelamin (P = 0,002).Pasien wanita memiliki sifat pra operasi dan skor
kecemasan yang lebih tinggi ( P, 0,001).Maka dari itu ada hubungan yang
segnifikat antara jenis kelamin dengan tingkat kecemasan pada pasien
preoperasi.
b. Ada pun hasil penelitian menurut Sigdel S et.al, (2020) Analisis univariat
menunjukkan bahwa partisipan pria memiliki risiko lebih rendah
mengalami kecemasan dibandingkan wanita(P <. 05). Setelah penyesuaian
kovariat, ditemukan bahwa partisipan pria memiliki risiko lebih rendah
mengalami kecemasan dibandingkan wanita (P <. 001), dan mereka yang
pernah terpapar anestesi memiliki risiko lebih tinggi mengalami kecemasan
dibandingkan dengan mereka yang tidak pernah terpapar anestesi
sebelumnya (P <. 05). Untuk menguatkan ini fi menemukan, studi yang
dilakukan dengan pasien jantung di Amerika Serikat, Iran, dan Taiwan juga
melaporkan tingkat kecemasan yang lebih tinggi pada pasien wanita. Kami
percaya bahwa ini mungkin karena alasan fisiologis: pasien wanita
biasanya menunjukkan hormonal fl uktuasi (dalam estrogen dan

42
progesteron) selama situasi stres, dan itu dapat membuat pasien wanita
lebih rentan untuk mengembangkan tingkat kecemasan yang lebih tinggi.
Selain itu, telah terbukti bahwa wanita biasanya lebih mudah mengalami
kecemasan daripada pria, dan juga mengalami ketakutan yang lebih tinggi
akan perpisahan dari keluarga mereka.
c. Berdasarkan hasil penelitian Vellyana et.al, (2016) bahwa hasil analisis
hubungan jenis kelamin dengan tingkat kecemasan pasien dihasilkan
bahwa jenis kelamin perempuan lebih beresiko mengalami kecemasan
dibandingkan dengan jenis kelamin laki-laki.Hasil p-value 0.043<0.05
yang berarti bahwa terdapat hubungan jenis kelamin dengan tingkat
kecemasan preoperasi. Hal ini dikarenakan responden dengan jenis kelamin
perempuan mengalami tingkat kecemasan berat.
d. Adapun berdasarkan hasil penelitin oleh Anthonie dan bara,
(2017)mengidentifikasi hubungan jenis kelamin dengan tingkat kecemasan
di RSU Gereja Masehi Injili di Minahasa.Pancaran Kasih Manado, maka
didapat nilai ρ = 0.009, hal ini berarti nilai ρ < α = 0.05 dengan demikian
dapat dikatakan bahwa ada hubungan antara jenis kelamin dengan tingkat
kecemasan pada pasien pre operasi di RSU Gereja Masehi Injili di
Minahasa. Pancaran Kasih Manado.Hasil analisis hubungan jenis kelamin
dengan tingkat kecemasan respon jenis kelamin laki – laki lebih banyak
mengalami tingkat kecemasan ringan, sedangkan respon jenis kelamin
perempuan lebih banyak mengalami tingkat kecemasan berat. Dengan
demikian dapat dikatakan ada hubungan antara jenis kelamin dengan
tingkat kecemasan padapasien pre operasi.
e. Berdasarkan hasil penelitin Muluget H et.al, (2018) Karakteristik sosio-
demografis yang berhubungan secara bermakna dengan kecemasan pra
operasi adalah jenis kelamin dan tingkat pendidikan. Kemungkinan
mengalami kecemasan praoperasi adalah 2,19 (95% CI (1,29 - 3.71)) kali
lebih tinggi pada wanitadibandingkan dengan pria. Temuan penelitian ini
menunjukkan bahwa pasien wanita memiliki tingkat kecemasan pra operasi

43
yang lebih tinggi secara statistik signifikan daripada pria. Asosiasi ini juga
telah dibuktikan oleh penelitian serupa sebelumnya. Perbedaan tersebut
bisa jadi karena wanita sensitif terhadap kejadian menakutkan dan
perbedaan fluktuasi hormon. Selain itu, wanita lebih mudah
mengungkapkan kecemasannya dari pada pria, dan perpisahan dari
keluarga lebih memengaruhi wanita.
f. Berdasarkan penelitian Gomes ET et.al, (2018) menunjukkan hubungan
yang lemah antara kecemasan keadaan pra operasi dalam operasi jantung
dan usia (r = 0,226, p <0,001), nilai yang lebih tinggi pada wanita, korelasi
negatif dengan tingkat pendidikan (p <0,001), dan skor yang lebih tinggi
pada pasien dengan pendamping. daripada tanpa pendamping (lajang, janda
dan cerai). Jenis kelamin perempuan secara statistik secara signifikan
dikaitkan dengan skor depresi yang lebih tinggi dalam studi pasien dengan
penyakit jantung setelah intervensi perkutan

Berdasarkan uraian diatas dapat diasumsikan bahwa terdapat hubungan


yang signifikan antara jenis kelamin denga tingkat kecemasan pre operasi.
Karena jenis kelamin adalah perbedaan biologis dan fisiologis yang dapat
membedakan laki-laki dan perempuan. Kecemasan lebih umum terjadi pada
perempuan daripada laki-laki dan pada pasien dengan riwayat keluarga yang
mengalami kecemasan. Hal ini terjadi karena faktor emosional dan lingkungan
dimana tingkat emosional antara laki-laki dan perempuan berbeda.Namun
masalah yang dialami pasien perempuan yang mengalami kecemasan dapat
diatasi dengan memberikan motivasi dan dukungan psikososial. Contohnya
seperti menjelaskan Saat cemas tubuh akan melepaskan hormon kortisol.
Hormon kortisol yang berlebihan bisa menyebabkan peradangan dan
mematikan sistem kebelan tubuh yang melawan infeksi. Itu sebabnya, orang
yang mengalami gangguan kecemasan kronis rentan mengalami infeksi.

44
3. Pendidikan Berhubungan Dengan Tingkat Kecemasan Preoperasi
Sesuai dengan konsep yang menyatakan bahwa tingkat pendidikan
individu berpengaruh terhadap kemampuan berfikir. Semakin tinggi tingkat
pendidikan maka individu semakin mudah berfikir rasional dan menangkap
informasi baru, sehingga semakin tinggi pendidikan seseorang semakin tinggi
pula pengetahuan seseorang (Stuart G.W & Laraia M.T, 2007). Hasil
penelitian menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan antara tingkat
pendidikan dengan kecemasan karena tinggi rendahnya status pendidikan
seseorang tidak dapat mempengaruhi persepsi yang dapat menimbulkan
kecemasan. Penelitian yang dilakukan oleh Zamriati W et al, (2013) juga
menyatakan bahwa tidak terdapat hubungan antara tingkat pendidikan dengan
tingkat kecemasan pasien.
Dari 15 artikel terdapat 7 artikel yang menjelaskan tentang hubungan
antara pendidikan dengan tingkat kecemasan pada pasien pe operasi yang di
jelaskan sebagai berikut :
a. Berdasarkan penelitian menurutWoldegerima YB et.al, (2018) ada
hubungan yang signifikan antara pendidikan dengan tingkat kecemasan
pasien pre operasi. pendidikan pasien pre operasi. Status pendidikan adalah
salah satu prediktorkecemasan pra operasi yang sering disebutkan.
Dalampenelitian kami, meskipun, orang buta huruf memiliki lebih sedikit
kecemasan (53,5%) dibandingkandengan mereka yang telah bergabung
dengan kolase (64,5%), kami tidak fi dan secara statistik signifikan
fiasosiasitidak bisa. Sehubungan dengan ini, lebih darisetengahpeserta
(51,1%) dari penelitian ini berasal dari residensi pedesaan. Tingkat
kecemasan yang lebihrendah diamati pada kelompok pasien ini
dibandingkan dengan mereka yang berasal dari perkotaan. Perbedaan
antara penduduk perkotaan danpedesaan ini dapat dijelaskan oleh variasi
perilaku dan informasi yang disebutkan di atas.Asosiasi ini dijelaskan oleh
orang-orang yang berpendidikan tinggi memiliki kecenderungan untuk

45
ekstrovert perasaan mereka, perilaku pencarian informasi dan kesadaran
akan kemungkinan komplikasi. Selain itu, karena mereka mendapatkan
informasi yang tidak lengkap dari berbagai sumber, tingkat kecemasan
mereka akan meningkat. Tetapi studi terbaru yang dilakukan pada tahun
2017, melaporkan bahwa pasien yang kurang berpendidikan lebih banyak
mengalami kecemasan dari pada orang yang berpendidikan.
b. Ada pun hasil penelitian menurut Erkilicet.al,(2017) Pasien lulusan sekolah
dasar lebih cemas dibandingkan lulusan sekolah menengah. Dengan
demikian dapat dikatakan bahwa ada hubungan yang signifikat antara
pendidikan dengan tingkat kecemasan pasien preoperasi. dibandingkan
dengan lulusan sekolah dasar. Ini sejajar dengan temuan penelitian lain.
Hal ini dapat dikaitkan dengan kesadaran yang dimiliki orang-orang yang
berpendidikan tentang risiko yang terlibat dalam suatu operasi. Orang yang
berpendidikan bisa mengungkapkan tingkat kecemasannya dengan lebih
tepat. Mungkin, terkadang informasi yang tidak memadai yang diperoleh
oleh orang-orang terpelajar dari sumber yang berbeda, seperti televisi,
internet, atau tetangga, dapat menyebabkan salah tafsir dan
kesalahpahaman tentang informasi medis. Hal ini dapat membahayakan
pasien dengan meningkatkannya tingkat kecemasan pada pasien.
c. Berdasarkan penelitian Gomes ET et.al, (2018) Menunjukkan bahwa
tingkat pendidikan selama 5 tahun merupakan faktor pelindung (p = 0,037)
untuk kecemasan. Sebuah studi kohort internasional menunjukkan bahwa
pasien dengan ciri kecemasan pra operasi dan tingkat pendidikan formal
yang lebih rendah memiliki mortalitas jangka panjang yang lebih tinggi
d. Berdasarkan penelitian menurut Permata S et.al, ( 2020) Hubungan
Pendidikan Dengan Tingkat Kecemasan Pasien Pre Operasi Bedah Mayor
Diperoleh hasil analisis bahwa pasien preoperasi bedah mayor yang
mengalami tingkat kecemasan sedang lebih banyak pada pasien yang
berpendidikan rendah (69,2%) dibandingkan dengan yang berpendidikan
tinggi (31,9%). Hasil uji statistik chi square diperoleh nilai pvalue < 0,05

46
yaitu 0,000, maka dapat disimpulkan ada hubungan yang signifikan antara
pendidikan dengan tingkat kecemasan pasien pre operasi bedah
mayor.pendidikan pasien pre operasi mayor berkaitan erat dengan
pengetahuan yang dimiliki oleh seseorang dimana kecemasan yang dialami
oleh pasien preoperasi bedah mayor lebih banyak dialami oleh pasien yang
berpendidikan rendah. Status pendidikan yang rendah pada seseorang akan
menyebabkan orang tersebut lebih mudah mengalami kecemasan dan stress
dibanding dengan mereka yang status pendidikannya lebih tinggi atau baik
maka ia akan mudah menerima dan menyesuaikan hal-hal yang baru seperti
pembedahan mayor.
e. Adapun berdasarkan hasil penelitin oleh Anthonie dan bara, (2017) Dari
hasil uji stastistik nilai ρ = 0.011 dan nilai α = 0.05. Hal ini berarti nilai ρ <
α = 0.05 dengan demikian dapat dikatakan bahwa ada hubungan antara
tingkat pendidikan dengan tingkat kecemasan pada pasien pre operasi di
RSU Gereja Masehi Injili di Minahasa Pancaran Kasih Manado. Kondisi
ini menunjukkan respon cemas berat cenderung dapat kita temukan pada
responden yang perpendidikan rendah karena rendahnya pemahaman
mereka terhadap suatu kejadian sehingga membentuk presepsi yang
menakutkan bagi mereka dalam merespon kejadian tersebut.
f. Berdasarkan hasil penelitin Muluget H et.al, (2018) mengatakan ada
hubungan yang segnifikan antara pendidikan dengan tingkat kecemasan
preoperasi. Dalam penelitian ini tingkat kecemasan menurundengan
meningkatnya tingkat pendidikan. Ini konsisten dengan penelitianserupa
lainnya. Hal ini dikarenakan peningkatan pendidikan membantupasien
dalam mempersiapkan dan mengurangi kecemasan sebelum operasi.Selain
itu, proporsi yang lebih besar dari pasien cemas dengan tingkatpendidikan
yang lebih rendah mungkin disebabkan oleh kesadaran yangrendah terkait
anestesi dan pembedahan. Bertentangan dengan ini, hasilpenelitian serupa
lainnya mengungkapkan bahwa tingkat kecemasan praoperasi tampaknya
meningkat dengan meningkatnya tingkat pendidikan

47
Berdasarkan uraian diatas dapat di asumsikan bahwa pendidikan pasien
pre operasi berkaitan erat dengan pengetahuan yang dimiliki oleh seseorang
dimana kecemasan yang dialami oleh pasien preoperasi lebih banyak dialami
oleh pasien yang berpendidikan rendahyaitu tingkat pendidikan SD dan
SMP.Pengetahuan atau pemahaman pasien tentang jenis, persiapan, tujuan
dan komplikasi dari operasi tersebut masih kurang sehingga mekanisme
koping yang dimiliki kurang efektif dari pada pasien yang pendidikannya
tinggi. Sebaliknya pasien yang pendidikannya SMA dan Sarjana sebagai
responden mampu memahami dan menganalisa tentang segala informasi yang
diberikan sehingga memiliki tingkat pemahaman yang baik atau memiliki
mekanisme koping yang lebih baik.Semakin tinggi pendidikan seseorang
maka semakin mudah seseorang menerima informasi sehingga semakin
banyak pula pengetahuan yang dimiliki oleh pasien. Dengan pendidikan yang
baik akan mengubah sikap dan tingkah laku pasien dalam usaha
mendewasakan diri melalui upaya pengajaran dan pelatihan.

4. Pengetahuan Berhubungan Dengan Tingkat Kecemasan Preoperasi.


Faktor tingkat pengetahuan yaitu, Stuart dan Sunden (1999) dalam
Manihing M (2013). Responden dengan tingkat pendidikan tinggi mampu
menggunakan pemahaman mereka sehingga mereka mudah berfikir secara
rasional dan menangkap informasi baru dibandingkan dengan yang
berpendidikan rendah. Kondisi ini menunjukkan respon cemas berat
cenderung dapat kita temukan pada responden yang perpendidikan rendah
karena rendahnya pemahaman mereka terhadap suatu kejadian sehingga
membentuk presepsi yang menakutkan bagi mereka dalam merespon kejadian
tersebut. Hal ini sejalan dengan teori yang dikemukan oleh Potter dan Perry
(2009) bahwa salah satu penyebab kecemasan dalam operasi adalah kurang
pengetahuan, karena pengetahuan yang kurangdapat mempengaruhi

48
kurangnya informasi yang didapat terutama tentang penyakit yang diderita
serta kesiapan selama menghadapi perawatan di rumah sakit.
Dari 15 artikel terdapat 4 artikel yang menjelaskan tentang hubungan
antara pengetahuan dengan tingkat kecemasan pada pasien pe operasi yang di
jelaskan sebagai berikut :
a. Berdasarkan penelitian menurut Permata S et.al, ( 2020) Dari hasil analisa
bivariat diperoleh nilai ρ = 0.011. Hal ini berarti nilai ρ < nilai α = 0.05
dengan demikian dapat dikatakan bahwa ada hubungan yang signifikan
antara tingkat pendidikan dengan tingkat kecemasan pada pasien pre
operasi di RSU Gereja Masehi Injili di Minahasa. Peneliti menganalisis,
bahwa tingkat pengetahuan yang kurang pada pasien operasi bedah mayor
disebabkan salah satunya karena pendidikan pasien yang masih rendah dan
kurangnya sosialisasi pasien dalam mencari informasi yang benar tentang
operasi mayor terutama tentang penyakit yang dideritanya serta kesiapan
pasien sebelum menghadapi perawatan dan operasi di Rumah Sakit.
b. Berdasarkan penelitian Woldegerima YB et.al, (2017)Tingkat kecemasan
yang lebih rendah diamati pada kelompok pasien ini dibandingkan dengan
mereka yang berasal dari perkotaan. Perbedaan antara penduduk perkotaan
dan pedesaan ini dapat dijelaskan oleh variasi perilaku dan informasi yang
disebutkan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang
segnifikan antara pengetahuan dengan tingkat kecemasan pada pasien
preoperasi.
c. Berdasarkan hasil penelitin Muluget H et.al, (2018) Mengatakan bahwa
ada hubungan antara tingkat pengetahuan dan tingkat kecemasan pasien
preoperasi. Temuan penelitian ini menunjukkan bahwa pasien yang
memilikiinformasi atau pengetahuan mengenai prosedur pembedahan dan
anestesi memiliki skorkecemasan keadaan yang lebih rendah dibandingkan
pasien yang tidak memiliki pengetahuan mengenai pembedahan.
Penurunan yang nyata diamatipada skor kecemasan pasien yang memiliki
pengetahuan pra operasi. Inisejalan dengan banyak penelitian lain yang

49
mengatakan bahwa pasien yang memiliki tingkat pengetahuan mengenai
prosedur pembedahan jauh lebih rendah tingkat kecemasannya
dibandingkan dengan pasien yang tidak memiliki engetahuan tentang
prosedur pembedahan.

Berdasarkan uraian di atas dapat diasumsikan bahwa tingkat


pengetahuan yang kurang pada pasien operasi bedah mayor disebabkan salah
satunya karena informasi pasien yang masih rendah dan kurangnya sosialisasi
pasien dalam mencari informasi yang benar tentang tindakan operasi terutama
tentang penyakit yang dideritanya serta kesiapan pasien sebelum menghadapi
perawatan dan operasi di Rumah Sakit. Dampak yang akan muncul bila
kecemasan pasien pre operatif tidak segera ditangani, yaitu pasien dengan
tingkat kecemasan tinggi tidak akan berkonsentrasi dan memahami kejadian
selama perawatan. Berbagai kejadian bisa saja terjadi yang membahayakan
pasien salah satunya yaitu kematian.Dalam mengatasi kondisi ini, perawat
sangat berperan penting meningkatkan pengetahuan pasien dengan
memberikan informasi kepada pasien tentang jenis operasi yang akan dijalani
oleh pasien, bagaimana proses operasi dan tujuannya, komplikasi setelah
operasi, jenis anestesi dan efek yang ditimbulkan, persiapan sebelum
menjalani operasi baik mental maupun fisik dan penanganan setelah operasi.
Informasi tersebut sebaiknya diberikan dengan menerapkan komunikasi
terapeutik sehingga pasien merasa tenang dan berupaya mengatasi kecemasan
dengan berbagai mekanisme koping yang adaptif.

5. Komunikasi Teraupetik Berhubungan Dengan Tingkat Kecemasan


Preoperasi
komunikasi terapeutik. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang
dilakukan oleh Warsini dkk (2015) yang meneliti tentang komunikasi
terapeutik perawat berhubungan dengan tingkat kecemasan pasien pre operasi
di ruang instalasi bedah sentral RSUD Saras Husada Purworejo. Hasil tersebut

50
menunjukkan bahwa ada hubungan antara komunikasi terapeutik dengan
tingkat kecemasan pada pasien pre operasi yaitu komunikasi cukup baik.
Adapun teori yang telah dijelaskan oleh Anthonie dan bara (2017)
Mengatakan bahwa Komunikasi terapeutik perawat adalah mengidentifikasi
pola interaksi pasien terhadap keadaan sehat sakitnya.
Dari 15 artikel terdapat 2 artikel yang menjelaskan tentang hubungan
antara komunikasi terapeutik dengan tingkat kecemasan pada pasien pe
operasi yang di jelaskan sebagai berikut :
a. Berdasarkan penelitian Pallaet.al, (2018) didapatkan nilai p = 0.035. Oleh
karena p < (α) 0.05 maka disimpulkan H0 ditolak, yang artinya ada hubungan
komunikasi terapeutik perawat dengan tingkat kecemasan pada pasien
preoperasi. Arwani, (2012)Komunikasi terapeutik adalah hubungan kerja
sama yang ditandai dengan tukar menukar perilaku, perasaan, pikiran, dan
pengalaman dalam membina hubungan intim yang terapeutik yang bertujuan
untuk menyelesaikan masalah klien. Pentingnya komunikasi terapeutik
adalah pada tahap awal proses keperawatan digunakan untuk mengumpulkan
informasi pasien, mengidentifikasi kebutuhan kesehatan pasien, pasien
kooperatif dalam tindakan keperawatan, pasien dapat menunjukkan
penerimaan terhadap pendidikan kesehatan yang dilakukan, menimbulkan
kepuasan pada pasien.
b. Adapun berdasarkan hasil penelitin oleh Anthonie dan bara, (2017) Dari hasil
analisa bivariat diperoleh nilai ρ = 0.003 dan nilai α = 0.05, hal ini
menunjukkan bahwa nilai ρ< α = 0.05 dengan demikian dapat dikatakan
bahwa ada hubungan yang signifikan antara komunikasi terapeutik dengan
tingkat kecemasan pada pasien pre operasi di RSU Gereja Masehi Injili di
MinahasaPancaran Kasih Manado. Pola intraksi ini merupakan dasar dalam
merencanakan metode untuk meningkat kemampuan adaptasinya. Memberi
konseling kepada pasien, keluarga tentang masalah kesehatan sesuai prioritas.
Perawat harus menjadi pembaharu untuk melakukan perubahan-perubahan.

51
Perawat mengandalkan inovasi cara berfikir, bersikap, berperilaku, dan
meningkatkan keterampilan pasien atau keluarga agar menjadi sehat.

Berdasarkan uraian di atas dapat diasumsikan bahwa terdapat hubungan


yang signifikan antara komunikasi terapeutik dengan tingkat kecemasan pada
pasien pre opersi. Karena komunikasi dan hubungan terapeutikyang terbina
antara perawat dan kliendapat membantu menurunkankecemasan klien dengan
menggunakan Inform consent atau surat persetujuan adalah pernyataan
persetujuan dari klien yang akan menjalani proses konseling maupun terapi.
Sehingga hal ini perlu menjadi dasar hubungan profesional antara konselor
dengan konseli, serta perlu dibicarakan sebelum dimulainya sesi. Hal ini
bertujuan untuk tetap menjunjung tinggi kode etik profesi mengenai batasan-
batasan yang boleh dan tidak boleh dilakukan selama sesi berlangsung. karena
klien dapatmengeksplorasikan perasaannya,menceritakan
ketakutan,kekhawatirannya menghadapi situasitersebut dan mendapatkan
solusi sertapengetahuan yang diperlukan, sehingga proses pelaksanaan operasi
dapat berjalan lancar tanpa adanya kendala.

6. Dukungan Keluarga Berhubungan Dengan Tingkat Kecemasan


Preoperasi

Dukungan keluarga. Menurut hasil penelitian setiadi, (2008) dukungan


keluarga dapat memberikan rasa senang, rasa aman, rasa nyaman dan
mendapat dukungan emosional yang akan mempengaruhi kesehatan jiwa.
Karena itu dukungan keluarga sangat diperlukan dalam perawatan pasien,
dapat meningkatkan semangat hidup dan menurunkan kecemasan pasien serta
menguatkan komitmen pasien untuk menjalani pengobatan. Sejalan dengan
teori yang dijelaskan oleh Setiadi, (2008) Dukungan keluarga dapat
memberikan rasa senang, rasa aman, rasa nyaman dan mendapat dukungan
emosional yang akan mempengaruhi kesehatan jiwa.

52
Dari 15 artikel maka terdapat 4 artikel yang menjelaskan bahwa terdapat
hubungan antara dukungan keluarga dengan tingkat kecemasan pada pasien
preoperasi
a. Berdasarkan penelitian Gomes ET et.al (2019) Mengatakan ada
hubungan yang signifikan antara dukungan keluarga dengan tingkat
kecemasan preoperasi(p = 0,001).Kehadiran pendamping ditunjukkan
sebagai faktor pelindung untuk kecemasan dan depresi, dan tidak adanya
pendamping meningkatkan risiko kecemasan sebesar 2,37 kali. Sebuah
studi nasional membandingkan variasi kecemasan pada kelompok
kontrol di periode pra operasi, kelompok dengan perawat terlatih dan
kelompok yang menerima kunjungan dari kerabat dan menemukan
bahwa kehadiran anggota keluarga dalam periode tersebut bertanggung
jawab untuk pengurangan skor yang lebih besar
b. Berdasarkan penelitian Palla et.al, (2018) menunjukkan dari hasil ujiChi
Square didapatkan nilai p = 0.030.Oleh karena p < (α) 0.05
makadisimpulkan H0 ditolak, yang artinya adahubungan dukungan
keluarga dengantingkat kecemasan pada pasien preoperasi di rumah sakit
MassenrempuluKabupaten Enrekang Tahun 2018.Karena itu dukungan
keluarga sangat diperlukan dalamperawatan pasien, dapat meningkatkan
semangat hidup dan menurunkan kecemasan pasien serta menguatkan
komitmen pasien untuk menjalani pengobatan.
c. Berdasarkan penelitian Sigdel S et.al, (2020) ada hubungan dukungan
keluarga dengan tingkat kecemasan pada pasien pre operasi (P <.
001)..Alasan yang mungkin untuk prevalensi kecemasan yang relatif
rendahdalam penelitian kami adalah: fi pertama, semua pasien dalam
penelitian kami telahmengambil anxiolytics adanya dukungan keluarga
yang kuat dalam populasi Nepal, yangmenyebabkan penurunan tingkat
kecemasan di antara para peserta. Sebaliknya, hasilpenelitian ini
menunjukkan bahwa tingkat prevalensi kecemasan pra operasi
lebihtinggi dibandingkan dengan dua penelitian yang menggunakan alat

53
ukur yangberbeda: satu dengan pasien jantung di Polandia (48%), dan
yang lainnya denganpasien nonkardiak di Austria (45,3%) ).
d. Berdasarkan hasil penelitin Muluget H et.al, (2018) Alasan yang
mungkin untuk proporsi kecemasan yang lebihrendah dalam penelitian
ini mungkin karena keluarga yang kuat dan dukungansosial yang
diterapkan di masyarakat kita, menunjukkan hubungan yang signifikan
hingga P- nilai 0,1. Selain itu, perbedaan tersebut biasjadi karena
masalah metodologis dan alat ukur yang digunakan untukmengukur
tingkat kecemasan pra operasi. Selain itu, prevalensi kecemasandalam
penelitian ini lebih rendah daripada penelitian serupa lainnya
yangdilakukan di antara pasien bedah di Rumah Sakit Pendidikan
KhususUniversitas Jimma, South Western Ethiopia. Hal ini mungkin
disebabkanoleh perbedaan karakteristik sosio-demografis peserta
penelitian.

Berdasarkan uraian diatas dapat diasumsikan bahwa ada hubungan


antara dukungan keluarga dengan tingkat kecemasan pada pasien pre
operasi.Karena keterlibatan keluarga sangat penting bagi pasien preoperasi
dalam memberikan dukungan psikososial seperti perhatian, ketenangan,
kenyamanan.Karena anggota keluarga dipandang sebagai bagian terdekat
yang tidak terpisahkan dalam lingkungan keluarga yang selalu siap
memberikan bantuan bila diperlukan, maka sebaiknya keluarga dapat
meningkatkan dukungan informasional terhadap pasien preoperasi agar dapat
mengurangi bahkan menghilangkan kecemasan yang dirasakan oleh pasien
sehingga operasi bisa berjalan dengan lancar dan sesuai waktu yang telah
ditentukan.

7. Jenis Tindakan Berhubungan Dengan Tingkat Kecemasan Preoperasi.


jenis tindakan. Perasaan cemas yang dialami sesorang berlebihan maka
dapat menggangu sebagian sistem tubuh dan dapat membahayakan orang

54
tersebut. Umumnya individu akan merasa cemas ketika akan menjalani
tindakan medis karena tindakan medis merupakan prosedur yang dapat
menimbulkan komplikasi yang kemungkinan dapat merugikan individu
tersebut. Apabila seseorang atau individu yang akan menjalani tindakan medis
seperti tindakan pembedahan maka kecemasan yang dialaminya harus
ditangani terlebih dahulu(Koizer, Glenora, Berman, & Snider, 2010). Sejalan
dengan penelitian Koier, (2010) didaptkannya hasil responden, yang memiliki
menjalani tindakan opersi minor sebanyak 7 responden (31,8%) dan yang
akan menjalani tindakan opersi mayor sebanyak 15 responden (68,2%).
Sedangkan tingkat kecemasan yang dialami responden rata-rata mengalami
kecemasan sedang.
Dari 15 artikel maka ada 3 artikel yang menjelaskan bahwa terdapat
hubungan yang signifikan antara jenis tindakan dengan tingkat kecemasan
pada pasien pre operasi yaitu sebagai berikut :
a. Berdasarkan penelitian Topalel S et.al Jenis pembedahannya diidentifikasi
sebagai prediktor kecemasan pra operasi Kami mengamati pasien ortopedi
memiliki frekuensi kecemasan yang lebih tinggi (71,4%) dengan nilai (p>
0,001).Kecemasan yang tinggi pada pasien ortopedi mungkin disebabkan oleh
tingginya insiden nyeri hebat dan ketakutan akan kecacatan. Pasien kelompok
dengan frekuensi kecemasan yang lebih tinggi adalah pasien bedah umum
(67,7%). Maka terdapat hubungan yang signifikan antara jenis pembedahan
dan tingkat kecemasan pasien pre operasi.
b. Berdasarkan penelitian Palla et.al, (2018) menunjukkan dari hasil ujiChi
Square didapatkan nilai p = 0.044.Oleh karena p < (α) 0.05 makadisimpulkan
H0 ditolak, yang artinya adahubungan jenis operasi dengan tingkatkecemasan
pada pasien pre operasi dirumah sakit Massenrempulu Kabupaten Enrekang
Tahun 2018.Palla et.al, (2018 ) Kecemasan didapatkanpaling tinggi pada
pasien pre operasimayor, sedangkan paling rendahdidapatkan pada pasien pre
operasi minor.

55
c. Berdasarkan hasil penelitin Muluget H et.al, (2018) Dalam studi ini riwayat
jenis tndakan pembedah merupakan factoryang signifikan untuk kecemasan
pra operasi. Jenis operasi yang akan dilakukan dan rawat inapsebelumnya
dengan riwayatpembedahan minor lebih sedikit kecemas daripada pasien yang
dengan pembedahan mayor.sejumlah penelitian menunjukkanbahwa riwayat
jenis tindakanpembedah dan tingkat kecemasansebelum operasi tidak
berhubungan secara signifikan.
Berdasarkan uraian diatas dapat di asumsikan bahwa ada hubungan yang
signifikan antara jenis pembedahan dengan kecemasan pada pasien
preoperasi. Karena jika perasaan cemas yang dialamisesorang berlebihan
maka dapatmenggangu sebagian sistem tubuh dandapat membahayakan orang
tersebut.Umumnya individu akan merasa cemasketika akan menjalani
tindakan mediskarena tindakan medis merupakanprosedur yang dapat
menimbulkankomplikasi yang kemungkinan dapat merugikan individu
tersebut. Karena berbeda jenis tindakan pembedahan berbeda pula tingkat
kecemasan seorang pasien seperti yang diketahui perbedaan beda mayor dan
minor bawahsanya. Bedah mayor, merupakan operasi yang dilakukan di
bagian tubuh seperti kepala, dada, dan perut. Salah satu contoh operasi ini
adalah operasi cangkok organ, operasi tumor otak, atau operasi jantung.
Pasien yang menjalani operasi ini biasanya membutuhkan waktu yang lama
untuk kembali pulih. Operasi minor, kebalikan dari tindakan bedah mayor,
operasi ini tidak membuat pasiennya harus menunggu lama untuk pulih
kembali. Bahkan dalam beberapa jenis operasi, pasien diperbolehkan pulang
pada hari yang sama. Contoh operasinya seperti biopsi pada jaringan
payudara.

56
BAB V

a. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis penelusuran review didapatkan bahwa
Faktor-faktor yang paling banyak berhubungan dengan kecemasan pada
pasien preoperasi adalah:faktor jenis kelamin lebih banyak berhubungan
dengan tingkat kecemasan pada pasien pre operasi. Karena jenis kelamin
adalah perbedaan biologis dan fisiologis yang dapat membedakan laki-laki
dan perempuan. Kecemasan lebih umum terjadi pada perempuan daripada
laki-laki dan pada pasien dengan riwayat keluarga yang mengalami
kecemasan. Hal ini terjadi karena faktor emosional dan lingkungan dimana
tingkat emosional antara laki-laki dan perempuan berbeda.Namun masalah
yang dialami pasien perempuan yang mengalami kecemasan dapat diatasi
dengan memberikan motivasi dan dukungan psikososial.
Sementara itu faktor lain yang juga berhubungan dengan kecemasan
pada pasien preoperasi adalah faktor usia, pendidikan, pengetahuan,
komunikasi terapeutik, dukungan keluarga dan tindakan pembedahan.

b. Saran
1. Bagi Institusi
Hasil studi literature ini diharapkan sekiranya dapat melengkapi referensi
kepustakaan dengan sumber-sumber buku terbaru demi menunjukan
penelitian dimasa yang akan datang dan harapan penulis bahwa Instirusi dapat
mempertimbangkan untuk berlangganan pada mesin pencarian jurnal sehingga
mempermudah mahasiswa dalam mencari tambahan referensi.
2. Bagi penelitian
selanjutnya Penulis berharap peneliti selanjutnya dapat mengembangkan lagi
penelitian mengenai variabel faktor yang berhubungan dengan tingkat
kecemasan pasien preoperasi . Sehingga penelitian yang diperoleh dapat
diperkuat secara keseluruhan.

57
3. Bagi Masyarakat
Agar menambah wawasan pengetahuan mengenai Faktor-Faktor Yang
Berhubungan Dengan Tingkat Kecemasan Pasien Preoperasi.
4. Bagi Peneliti
Merupakan pengalaman berharga dan menambah wawasan keilmuan, yang
berkaitan dengan Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Tingkat
Kecemasan Pasien Preoperasi.

58
Daftar Pustaka

Afaya, A., S. Hamza, J. Gross, N. A. Acquah, P. A. Aseku, dan D. Doeyela. 2017.


Assessing Patient’s Perception Of Nursing Care In Medical-Surgical Ward In
Ghana. International Journal Of Caring Sciences. 10(3):1329–1340.
Ahmetovic-Djug, J., S. Hasukic, H. Djug, dan B. Hasukic. 2017. Impact Of
Preoperative Anxiety In Patients On Hemodynamic Changes And A Dose Of
Anesthetic During Induction Of Anesthesia. Med Arch. 71(5):330–333.
Ahsan, R. Lestari, dan Sriati. 2017. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kecemasan
Pre Operasi Pada Pasien Sectio Caesarea Di Ruang Instalasi Bedah Sentral Rsud
Kanjuruhan Kepanjen Kabupaten Malang. E-Journal UMM. 8(1):1–12.
Amila, A. M. 2019. Hubungan Efikasi Diri Dengan Kecemasan Pada Pasien Pre
Operasi Di Rumah Sakit Tingkat III Baladhika Husada Jember. Skripsi.
Universitas Jember.
Artini, N. M., N. K. G. Praptil, dan I. G. N. Putu. 2017. Hubungan Terapeutik
Perawat-Pasien Terhadap Tingkat Kecemasan Pasien Pre Operasi. Community Of
Publishing In Nursing (COPING). 5(3):147–152.

Ashley La, Vidushan Nadarajah, Julio J. Jauregui. 2020. Clinical characteristics


associated with depression or anxiety amongpatients presenting for knee surgery
Ay, A. A., H. Ulucanlar, A. Ay, dan M. Ozden. 2014. Risk Factors For Perioperative
Anxiety In Laparoscopic Surgery. JSLS. 18(3):1–7.

Bedaso, A. dan M. Ayalew. 2019. Preoperative Anxiety Among Adult Patients


Undergoing Elective Surgery : A Prospective Survey At A General Hospital In
Ethiopia. Patient Safety In Surgery. 13(8):1–8.

Brunner & Suddarth, (2002). Keperawatan medikal Bedah Edisi 8 Vol 3. Jakarta:
EGC.
Budiman, F., et.al. 2015. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Tingkat
Kecemasan pada Pasien Infark Miokard Akut di Ruangan CVCU RSUP Prof. Dr.

59
R. Kandou Manado. e- Journal Keperawatan (e-Kp). Vol. 3 No. 3 Agustus 2015:
Manado
Carpenito, Lynda J. (2006). Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Jakarta : EGC, hal :
9 – 16
C. Ramesh , Baby S. Nayak , Vasudev Baburaya Pai , dan Anice George. 2017. Pre-
operative anxiety in patients undergoing coronary artery bypass graft surgery – A
cross-sectional study
Eduardo T. G, Paulo C da Costa G, dan Karolayne V. S. 2019. Risk factors for
anxiety and depression in the preoperative period of cardiac surgery

Ezgi Erkilic, Elvin K, Cem S, Cihan D, Tülin G, dan Orhan K. 2017. Factors
associated with preoperative anxiety levels of Turkish surgical patients: from a
single center in Ankara
Fajar, Ibnu, dkk, (2009). Statistika untuk Praktisi Kesehatan. Yogyakarta : Graha
Ilmu.
Gruendemann dan Fernsebner, (2005). Buku Ajar Keperawatan Perioperatif.
Jakarta :EGC.
Hawari, Dadan. 2013. Manajemen Stress, Cemas Dan Depresi. Jakarta: FKUI.
Homzová, P. dan R. Zeleníková. 2015. Measuring Preoperative Anxiety In Patients
Undergoing Elective Surgery In Czech Republic. Central European Journal Of
Nursing And Midwifery. 6(4):321–326.

Kesehatan RI, K. 2018. Hasil Utama Riskesdas 2018 Provinsi Jawa Timur. 1–82

Khalili, N., K. Karvandian, H. Eftekhar Ardebili, N. Eftekhar, dan O. Nabavian.


2020. Predictors Of Preoperative Anxiety Among Surgical Patients In Iran: An
Observational Study. Archives Of Anesthesia And Critical Care. 6(1):16–22.

Kozier, Erb, Berman, dan Synder. 2011. Buku Ajar Fundamental Keperawatan:
Konsep, Proses, Dan Praktik Edisi 7 Volume 1. Jakarta: EGC.

60
Maryam & Kurniawan A. 2008. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Tingkat
Kecemasan Orang Tua terkait Hospitalisasi Anak Usia Toddler di BRSD RAA
Soewono Pati. FIKkes Jurnal Keperawatan, Vol. I No. 2 Maret 2008: pp. 38 -56.

Maryunani, A. 2013. Asuhan Keperawatan Perioperatif Pre Operasi (Menjelang


Pembedahan). Jakarta: Trans Info Media.

Matthias, A. T. dan D. N. Samarasekera. 2012. Preoperative Anxiety In Surgical


Patients - Experience Of A Single Unit. Acta Anaesthesiologica Taiwanica.
50(1):3–6.

Mulugeta, H., M. Ayana, M. Sintayehu, G. Dessie, dan T. Zewdu. 2018. Preoperative


Anxiety And Associated Factors Among Adult Surgical Patients In Debre Markos
And Felege Hiwot Referral Hospitals, Northwest Ethiopia. BMC Anesthesiology.
18(1):1–9.

Muttaqin.A Sari, K. 2009.Asuhan Keperawatan Perioperatif, Konsep Proses dan


Aplikasi .Jakarta.Salemba Medika
Nigussie, S., T. Belachew, dan W. Wolancho. 2014. Predictors Of Preoperative
Anxiety Among Surgical Patients In Jimma University Specialized Teaching
Hospital, South Western Ethiopia. BMC Surgery. 14(1)

Nisa, R. M., L. PH, dan T. Arisdiani. 2018. Hubungan Dukungan Keluarga Dengan
Tingkat Ansietas Pasien Pre Operasi Mayor. Jurnal Keperawatan. 6(2):116–120.

Nursalam. 2016. Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan Pendekatan Praktis Edisi


4. Jakarta: Salemba Medika.

Palla, A., M. Sukri, dan Suwarsi. 2018. Faktor-Fktor Yang Berhubungan Dengan
Tingkat Kecemasan Pasien Pre Operasi. Jurnal Ilmiah Kesehatan Pencerah.
7(1):45–53.

Potter, P. A. dan A. G. Perry. 2012. Buku Ajar Fundamendal Keperawatan Edisi 4


Volume 1. Jakarta: EGC.

61
Romario A dan Yandris R. B. 2017. faktor-faktor yang berhubungan
dengankecemasan pada pasien pre operasidi rsu gmim pancarankasih manado
Saputri, K. M., L. T. Handayani, dan H. Kurniawan. 2016. Hubungan Jenis Kelamin
Dengan Tingkat Kecemasan Pada Pasien Pre Operasi Di Ruang Bedah RS.
Baladhika Husada Jember. Skripsi.Universitas Muhammadiyah Jember.

Selen Topalel1 , Gülhan Orekici Temel2 , dan Mustafa Azizoğlu. 2020. Evaluation of
Preoperative Anxiety in Turkish Paediatric Patients and Validity and Reliability of
the Turkish Modified Yale Preoperative Anxiety Scale
Setiadi. (2008). Konsep Proses Keperawatan Keluarga.Yogyakarta :Graha Ilmu
Shailendra Sigdel,, Akihiko Ozaki, dan Madindra Basnet. 2020. Anxiety evaluation
in Nepalese adult patientsawaiting cardiac surgery
Smeltzer dan Bare. 2006. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddath Edisi 8 Volume 1. Jakarta: EGC.

Stephen A. Jiwanmall, S. Kamakshi, dan K. Poornima3. 2019. Preoperative Anxiety


in Adult Patients UndergoingDay Care Surgery: Prevalence and
AssociatedFactors.
Stuart, G. W. 2016. Keperawatan Kesehatan Jiwa Stuart. Singapore: Elsevier Inc.

Stuart, G.W., and Laraia, M.T. 2007. Principles and practice of psyhiatric nursing.
(8th ed.). St. Louis: Mosby Year B.

Stuart & Sundeen (1999). Buku Saku Keperawatan Jiwa. Jakarta : EGC, hal : 175-
181

Sugiyono. 2015. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif R&B. Bandung: Alfabeta.

Suswanti. 2019. Hubungan Pengetahuan Perioperatif Dengan Tingkat Kecemasan


Pasien Pre Operasi Katarak Di Rs Mata “ Dr. Yap ” Yogyakarta. Skripsi.
Universitas ‘Aisyiyah Yogyakarta.

Takele, G., A. Neme, D. Ayelegne, dan B. Boru. 2020. Preopative Anxiety And Its
Associated Factors Among Patients Waiting Elective Surgery In St. Luke’s

62
Catholic Hospital And Nursing College, Woliso, Oromia, Ethiopia, 2018. EC
Emergency Medicine And Critical Care. 4(1):21–37.

Tulloch, I. dan J. S. Rubin. 2018. Assessment And Management Of Preoperative


Anxiety. Journal Of Voice. 33(5):691–696.

Vellyana, D., A. Lestari, dan A. Rahmawati. 2017. Faktor-Faktor Yang Berhubungan


Dengan Tingkat Kecemasan Pada Pasien Preoperative Di Rs Mitra Husada
Pringsewu. Jurnal Kesehatan. 8(1):108–113.

Wahyudi, E. Sutria, M. U. Ashar, dan Syisnawati. 2017. Faktor-Faktor Yang


Berhubungan Dengan. Journal Of Islamic Nursing. 2(2):82–92.

Walker, E. M. K., M. Bell, T. M. Cook, M. P. W. Grocott, dan S. R. Moonesinghe.


2016. Patient Reported Outcome Of Adult Perioperative Anaesthesia In The
United Kingdom: A Cross-Sectional Observational Study. British Journal Of
Anaesthesia. 117(6):758–766.

WHO. World Health Statistics 2020: World Health Organization; 2020


Wijayanti, A. E. dan T. Liatika. 2019. Caring Perawat Dan Tingkat Kecemasan Pada
Pasien Preoperasi : Studi Korelasi. Health Sciences And Pharmacy Journal.
3(3):84–90.

Woldegerima, Y. B., G. L. Fitwi, H. T. Yimer, dan A. G. Hailekiros. 2018.


Prevalence And Factors Associated With Preoperative Anxiety Among

Yanti, D. A. M., S. Anggraeni, A. Sulistianingsih, dan L. Maryanti. 2016.


Hubunganpendidikan Dengan Kecemasan Pasien Pre Operasi Seksio Sesaria (Sc)
Di Ruang Kebidanan Rumah Sakit Urip Sumoharjo Bandar Lampung Tahun 2015.
Jurnal Asuhan Ibu Dan Anak. 1(2):35–41.

Yuli Permata Sari, Ni Made Riasmini, Guslinda. 2020. analisis faktor-faktor yang
berhubungan dengan tingkat kecemasan pada pasien preoperasi bedah mayor di
ruang teratai

63
Zamriati. 2013. Faktor-faktor yang berhubungan dengan kecemasan ibu hamil
menjelang persalinan di poli KIA PKM Tuminting. E-Journal Keperawatan (e-
Kp), Volume I No. I Agustus 2013. Program Studi S1 Keperawatan. Fak.
Kedokteran. Universitas Samratulangi Manado: Manado.

64

Anda mungkin juga menyukai