Anda di halaman 1dari 39

ASKEP PADA LANSIA DENGAN GANGGUAN SISTEM

PERNAFASAN (PPOM)

Anggota kelompok :
1. AHMAD SUDIKA SANUSI (191030100338)
2. MIMIN MULYATI (191030100324)
3. ROMIRO GONCALVES (191030100336)
4. RANI SAFTHIA (191030100369)

Program Studi S1 Ilmu Keperawatan

STIKES WIDYA DHARMA HUSADA


2020
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pada usia lanjut terjadi perubahan anatomi-fisiologi dan dapat timbul pula
penyakit-penyakit pada sistem pernafasan. Usia harapan hidup lansia di Indonesia
semakin meningkat karena pengaruh status kesehatan, status gizi, tingkat pendidikan,
ilmu pengetahuan dan sosial ekonomi yang semakin meningkat sehingga populasi
lansia pun meningkat. Pada tahun 2010 jumlah warga lanjut usia (lansia) di Indonesia
akan mencapai 19.079.800 jiwa (BAPPENAS, BPS, UNFPA. 2005) pada tahun 2014
akan berjumlah 22.232.200 jiwa atau 9,6% dari total penduduk dan pada tahun 2025
akan meningkat sampai 414% dibandingkan tahun 2004 (WHO, 2005).
Fungsi primer dari sistem pernafasan adalah menghantarkan udara masuk dan
keluar dari paru sehingga oksigen dapat dipertukarkan dengan karbondiaoksida.
Sistem pernafasan atas meliputi hidung, rongga hidung, sinus-sinus, dan faring.
Sistem pernafasan bawah meliputi trakhea, bronkus-bronkus, dan paru.
Rongga thoraks tersusun atas susunan tulang iga yang membatasi/rib cage
(sebagai “dinding”) dan diafragma (sebagai “lantai”). Mediastinum membagi dua
rongga pleura. Tiap paru terletak di dalam satu rongga pleura, yang dilapisi dengan
membran serosa disebut pleura. Pleura parietal menutupi permukaan dalam dinding
thoraks dan meluas hingga diafragma dan mediastinum. Pleura viseralis menutupi
permukaan luar paru dan meluas hingga fisura antara lobus. Membran pleura
mensekresi cairan pleura dalam jumlah sedikit, yang menciptakan kelembaban dan
mantel licin untuk lubrikasi saat bernafas. Paru terbagi atas beberapa lobus yang
terpisah dengan jelas. Paru kanan terdiri dari tiga lobus : lobus superior, media dan
inferior. Paru kiri hanya memiliki dua lobus: lobus

2
superior, dan inferior. Dasar setiap paru terletak di atas permukaan diafragma.
Menurut ilmu demografi Indonesia dalam masa transisi demografi yaitu
perubahan pola penduduk berusia muda ke usia tua. Infeksi saluran nafas bagian
bawah akut dan tuberkulosis paru menduduki 5 penyakit terbanyak yang diderita oleh
masyarakat. Gangguan sistem respirasi merupakan gangguan yang menjadi masalah
besar di dunia khususnya Indonesia diantaranya adalah penyakit pneumonia, TBC,
dan asma. Menurut laporan WHO pada tahun 2006, Indonesia merupakan negara
dengan tingkat kejadian pneumonia tertinggi ke-6 di seluruh dunia. Berdasarkan
Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) pada tahun 2001, pneumonia merupakan
urutan terbesar penyebab kematian pada balita. Pneumonia dapat mengenai anak di
seluruh dunia, bila diumpamakan kematian anak-anak di seluruh dunia akibat
pneumonia, maka setiap jam, anak-anak sebanyak 1 pesawat jet penuh (230 anak)
meninggal akibat pneumonia, yang mencapai hampir 1 dari 5 kematian balita di
seluruh dunia. Insiden pneumonia di negara berkembang adalah 10-20 kasus/100
anak/tahun (10-20%). Sedangkan insiden TBC, WHO mencatat peringkat Indonesia
menurun ke posisi lima dengan jumlah penderita TBC sebesar 429 ribu orang. Lima
negara dengan jumlah terbesar kasus insiden pada tahun 2009 adalah India, Cina,
Afrika Selatan, Nigeria dan Indonesia (WHO, 2010).
Peningkatan insiden dan prevalensi pneumonia pada lansia juga dikaitkan
dengan penyakit komorbid yang diderita pasien, seperti diabetes melitus, penyakit
jantung, malnutrisi, dan penyakit hati kronik. Sebagai contoh, diabetes melitus
menyebabkan penurunan fungsi sistim imun tubuh baik proses kemotaksis maupun
fagositosis. Pada gagal jantung kongestif yang disertai edema paru, fungsi
clearance paru berkurang sehingga kolonisasi kuman pernafasan mudah
berkembangbiak. Pasien yang sebelumnya sering mengonsumsi obat-obatan yang
bersifat sedatif atau hipnotik berisiko tinggi mengalami aspirasi sehingga
mempermudah

3
terjadinya infeksi. Hal itu disebabkan kedua obat tersebut menekan rangsang batuk
dan kerja clearance mukosilier (WHO, 2010).
Dampak yang diakibatkan meliputi masa rawat yang lebih panjang, biaya
rawat yang lebih besar serta sering timbulnya komplikasi berat sehingga
menimbulkan penurunan kualitas hidup. Infeksi saluran nafas atas dan influenza
malah sering berlanjut menjadi pneumonia yang gejala dan tanda pneumonia pada
lansia sering tidak khas yang menyebabkan keterlambatan diagnosis, belum lagi
meningkatnya resistensi mikroba terhadap antibiotika. Adapun peran kita sebagai
seorang perawat dalam mencegah ataupun menangani gangguan yang terjadi pada
sistem pernapasan lansia adalah memberikan pendidikan kesehatan pada lansia untuk
mencegah terjadinya gangguan yang lebih kronis dan memberikan tindakan
keperawatan sesuai wewenang kita sebagai seorang perawat sesuai indikasi yang
diderita oleh lansia (Geffen, 2006).
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan pada uraian latar belakang diatas,kelompok merumuskan
permasalahan sebagai berikut : “Bagaimana Asuhan Keperawatan Pada Lansia
Dengan Gangguan Pernaapasan (PPOM)”.

C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Makalah ini dibuat untuk bertujuan memenuhi salah satu tugas kelompok mata
ajar keperawatan gerontik dengan judul : “Asuhan Keperawatan Pada Lansia Dengan
Gangguan Sistem Pernapasan (PPOM)”
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui perubahan fisiologis pada proses penuaan.
b. Memahami perubahan anatomi dan fisiologis sistem respiratori pada lansia.
c. Mengetahui masalah-masalah pada perubahan sistem respiratori pada lansia.
d. Mengetahui dan dapat memberikan gambaran PPOM pada lansia.
e. Mengetahui proses asuhan keperawatan pada lansia dengan gangguan sistem
pernapasan (PPOM)

4
D. Manfaat
Memberikan pengetahuan kepada mahasiswa tentang asuhan keperawatan
pada lansia dengan gangguan sistem pernapasan (PPOM)

5
BAB II
KONSEP TEORI

A. Konsep Dasar Lansia


1. Pengertian
Usia lanjut adalah suatu kejadian yang pasti akan dialami oleh semua orang
yang dikaruniai usia panjang, terjadinya tidak bisa di hindari siapapun. Usia tua
adalah periode penutup dalam rentang hidup seseorang, yaitu periode dimana
seseorang telah “beranjak jauh” dari periode terdahulu yang lebih menyenangkan atau
beranjak dari waktu yang penuh dengan manfaat (Hurlock, 2000).
Menurut Undang-Undang RI nomor 13 tahun 1998, Depkes (2001) yang
dimaksud dengan usia lanjut adalah seorang laki – laki atau perempuan yang berusia
60 tahun atau lebih, baik yang secara fisik masih berkemampuan ( potensial) maupun
karena sesuatu hal yang tidak mampu berperan aktif dalam pembangunan (tidak
potensial).
Wheeler, mengungkapkan usia tua tidak hanya dilihat dari perhitungan
kronologis atau berdasarkakan kalender saja, tetapi juga menurut kondisi kesehatan
seseorang ( health age ). Sehingga umur sesungguh nya dari seseorang merupakan
gabungan dari ketiga - tiganya (Nugroho, 2008).
Jadi dapat disimpulkan bahwa lansia adalah suatu periode penutup dalam hidup
seseorang baik laki-laki maupun perempuan yang berusia 60 tahun atau lebih yang
secara fisik masih potensial maupun tidak potensial.
2. Batasan Lansia
Menurut Setyonegoro, dalam Nugroho ( 2008), pengelompokkan usia lanjut
adalah sebagai berikut :
a. Usia dewasa muda ( Elderly adulhood), 18 atau 20 – 25 tahun
b. Usia dewasa penuh ( middle years ) atau maturitas, 25 – 60 atau 65 tahun
c. Lanjut usia ( geriatric age ), lebih dari 65 atau70 tahun. Terbagi untuk umur 70 – 75
tahun ( young old), 75– 80 tahun (old), dan lebih dari 80 tahun ( very old ).

6
Sedangkan menurut WHO tahun 2005, Lanjut usia meliputi usia pertengahan
yakni kelompok usia 45-59 tahun, Lanjut usia (Elderly) yakni 60-74 tahun, usia lanjut
tua (Old) yakni 75-90 tahun, dan usia sangat tua (very old) yakni lebih dari 90 tahun.
3. Tipe Lansia
Beberapa tipe lansia tergantung dari karakter, pengalaman hidup, lingkungan, kondisi
fisik, mental, sosial dan ekonomi (Nugroho, 2008). Tipe tersebut antara lain :
a. Tipe arif bijaksana kaya dengan hikmah, pengalaman, menyesuaikan diri
dengan perubahan zaman, mempunyai kesibukan, bersikap ramah, rendah hati,
sederhana, dermawan, memenuhi undangan, dan menjadi panutan
b. Tipe mandiri mengganti kegiatan yang hilang dengan yang baru, selektif dalam
mencari pekerjaan, bergaul dengan teman, dan memenuhi undangan
c. Tipe tidak puas konflik lahir batin menentang proses penuaan sehingga
menjadi pemarah, tidak sabar, mudah tersinggung, sulit dilayani, pengkritik
dan banyak menuntut
d. Tipe pasrah menerima dan menunggu nasib baik, mengikuti kegiatan agama, dan
melakukan pekerjaan apa saja
e. Tipe bingung kaget, kehilangan kepribadian, mengasingkan diri, minder,
menyesal, pasif, dan acuh tak acuh
4. Proses penuaan
Penuaan merupakan konsekuensi yang tidak bisa dihindari oleh setiap manusia.
Walaupun proses penuaan merupakan suatu proses yang normal, akan tetapi keadaan
ini lebih menjadi beban. Hal ini secara keseluruhan tidak dapat dipungkiri oleh
beberapa orang yang lebih merasa menderita karena pengaruh penuaan. Proses
penuaan mempunyai konsekuensi terhadap aspek biologis, psikologis dan sosial
(Watson, 2003).

B. Anatomi Fisiologi Sistem Pernapasan


1. Pengertian Sistem Pernapasan
Manusia membutuhkan suply oksigen secara terus-menerus untuk proses
respirasi sel, dan membuang kelebihan karbondioksida sebagai limbah beracun

7
produk dari proses tersebut. Pertukatan gas antara oksigen dengan karbondioksida
dilakukan agar proses respirasi sel terus berlangsung. Oksigen yang dibutuhkan untuk
proses respirasi sel ini berasal dari atmosfer, yang menyediakan kandungan gas
oksigen sebanyak 21% dari seluruh gas yang ada. Oksigen masuk kedalam tubuh
melalui perantaraan alat pernapasan yang berada di luar. Pada manusia, alveolus yang
terdapat di paru-paru berfungsi sebagai permukaan untuk tempat pertukaran gas.
Sistem pernapasan adalah pertukaran gas, yaitu oksigen (O²) yang dibutuhkan
tubuh untuk metabolisme sel dan karbondioksida (CO²) yang dihasilkan dari
metabolisme tersebut dikeluarkan dari tubuh melalui paru.
Sistem pernapasan adalah proses keluar dan masuknya udara ke dalam dan
keluar paru.
Sistem pernapasan adalah proses ganda, yaitu terjadinya pertukaran gas dalam
jaringan atau “pernafasan dalam” dan yang terjadi di dalam paru-paru yaitu
“pernapasan luar”.

2. Fungsi Sistem Pernafasan


Fungsi sistem pernapasan adalah untuk mengambil oksigen (O2) dari
atmosfer ke dalam sel-sel tubuh dan untuk mentranspor karbon dioksida (CO2) yang
dihasilkan sel-sel tubuh kembali ke atmosfer. Organ-organ respiratorik juga berfungsi
dalam produksi dalam produksi wicara dan berperan dalam keseimbangan asam
basa,pertahanan tubuh melawan benda asing,dan pengaturan hormonal tekanan darah.

3. Struktur Organ Sistem Pernapasan


a. Berdasar anatomi:
Saluran nafas bagian atas terdiri dari : rongga hidung, faring dan laring.
Saluran nafas bagian bawah; trachea, bronchi, bronchioli dan percabangannya
sampai alveoli.

8
b. Berdasar fungsionalnya:
Area konduksi: sepanjang saluran nafas berakhir sampai bronchioli terminalis,
tempat lewatnya udara pernapasan, membersihkan, melembabkan & menyamakan
udara dengan suhu tubuh hidung, faring, trakhea, bronkus, bronkiolus terminalis.
Area fungsional atau respirasi: mulai bronchioli respiratory sampai alveoli,
proses pertukaran udara dengan darah.
Organ Saluran Pernapasan Bagian Atas :
 Hidung
fungsi : penyaring, pelembab, dan penghangat udara yang dihirup.
 Sinus Paranasalis.
Sinus paranasalis adalah rongga dalam tulang tengkorak yang terletak di dekat
hidung dan mata.
Fungsi : memperingan tulang tengkorak, memproduksi mukosa serosa dan
memberikan resonansi suara.
 Faring
Faring adalah rongga yg menghubungkan hidung dan rongga mulut ke laring
ada tiga area : nasal, oral, dan laring nasofaring,orofaring dan laringofaring.
 Laring
Laring adalah unit organ terakhir pada jalan napas bagian atas.
Fungsi : memisahkan makanan & udara,suara, dan timbulnya batuk.

Organ Saluran Pernapasan Bagian Bawah :


 Tenggorokan (Trakea)
Tenggorokan berupa pipa yang panjangnya ± 10 cm, terletak sebagian di leher
dan sebagian di rongga dada (torak). Dinding tenggorokan tipis dan kaku, dikelilingi
oleh cincin tulang rawan, dan pada bagian dalam rongga bersilia. Silia-silia ini
berfungsi menyaring benda- benda asing yang masuk ke saluran pernapasan.

9
 Cabang-cabang Tenggorokan (Bronki)
Tenggorokan (trakea) bercabang menjadi dua bagian, yaitu bronkus kanan dan
bronkus kiri. Struktur lapisan mukosa bronkus sama dengan trakea, hanya tulang
rawan bronkus bentuknya tidak teratur dan pada bagian bronkus yang lebih besar
cincin tulang rawannya melingkari lumen dengan sempurna. Bronkus bercabang-
cabang lagi menjadi bronkiolus.
 Paru-paru (Pulmo)
Paru-paru terletak di dalam rongga dada bagian atas, di bagian samping
dibatasi oleh otot dan rusuk dan di bagian bawah dibatasi oleh diafragma yang berotot
kuat. Paru-paru ada dua bagian yaitu paru-paru kanan (pulmo dekster) yang terdiri
atas 3 lobus dan paru-paru kiri (pulmo sinister) yang terdiri atas 2 lobus. Paru-paru
dibungkus oleh dua selaput yang tipis, disebut pleura. Selaput bagian dalam yang
langsung menyelaputi paru-paru disebut pleura dalam (pleura visceralis) dan selaput
yang menyelaputi rongga dada yang bersebelahan dengan tulang rusuk disebut pleura
luar (pleura parietalis).

4. Mekanisme Pernapasan
a. Ventilasi
Proses keluar dan masuknya udara dari luar menuju paru hingga alveoli atau
sebaliknya.
b. Pertukaran Gas
Pertukaran gas di dalam sistem pernapasan terbagi menjadi dua ada yang
disebut dengan proses difusi dan proses perfusi
c. Transportasi gas
Pengangkutan gas dengan darah dari paru menuju jantung untuk dibawa ke
seluruh tubuh sebaliknya dari seluruh organ tubuh menuju jantung & paru.

5. Kompliance Paru
a. Kompliance paru adalah kemampuan paru untuk melakukan pengembangan yang
dipengaruhi oleh tekanan dan volume paru.

10
b. Kemampuan paru untuk mengecil adalah alastisitas
c. Semakin besar volume paru, semakin kecil compliance sehingga tekanan paru juga
kecil.
d. Elastic Recoil adalah kemampuan paru untuk kembali ke bentuk semula dalam
keadaan istirahat.
e. Surfaktan adalah campuran lipoprotein yang mempengarui paru untuk ekspansi.

6. Volume Paru
 Tidal volume (TV) ; vol yg diinspirasi atau diekpirasi tiap kali bernafas normal, kira
kira 500 mililiter pada rata2 orang dewasa muda
 Vol. cadangan inspirasi (IRV) ialah volume udara ekstra yang diinspirasi mel.
inspirasi kuat setelah volume alun nafas normal, mencapai 3000 mililiter
 Volume cadangan ekspirasi (ERV) yaitu jumlah udara ekstra yang dpt diekspirasi
oleh ekspirasi kuat setelah ekpirasi alun, sekitar 1100 mililiter.
 Volume residu (RV) yaitu volume udara yang tersisa dalam paru setelah ekspirasi
maksimal.
 Vital capacity (VC);IRV+TV+ERV adalah; vol udara max yang dapat dikeluarkan ,
setelah terlebih dahulu inspirasi maksimum & kemudian ekspirasi sekuat-
kuatnya/maximal (±4600ml).
 Total lung capacity(TLC); volume udara max pengembangan paru dengan inspirasi
maksimal (kira-kira 5800 mililiter):
= RV + ERV + TV + IRV
= FRC + IC

C. Perubahan Struktur dan Fisiologis Sistem Pernapasan Pada Lansia


Berikut adalah penjelasan tentang penyakit pernapasan pada lansia yang
dimulai dengan penjelasan tentang perubahan anatomic dan fisiologik jantung:
1. Perubahan anatomik pada respirasi

11
Efek penuaan tersebut dapat terlihat dari perubahan-perubahan yang terjadi baik
dari segi anatomi maupun fisiologinya. Perubahan-perubahan anatomi pada lansia
mengenai hampir seluruh susunan anatomik tubuh, dan perubahan fungsi sel, jaringan
atau organ. Perubahan anatomi yang terjadi turut berperan terhadap perubahan
fisiologis sistem pernafasan dan kemampuan untuk mempertahankan homeostasis.
Penuaan terjadi secara bertahap sehingga saat seseorang memasuki masa lansia, ia
dapat beradaptasi dengan perubahan yang terjadi. Perubahan anatomik sistem
respirastory akibat penuaan adalah sebagai berikut :
a. Paru-paru kecil dan kendur.
b. Pembesaran alveoli.
c. Penurunan kapasitas vital ; penurunan PaO2 dan residu
d. Kelenjar mucus kurang produktif
e. Pengerasan bronkus dengan peningkatan resistensi
f. Penurunan sensivitas sfingter esophagush.
g. Klasifikasi kartilago kosta, kekakuan tulang iga pada kondisi pengembangan.
h. Hilangnya tonus otot toraks, kelemahan kenaikan dasar paru. Penurunan sensivitas
kemoreseptor.
(Stanley, 2006).
2. Perubahan Fisiologik pada pernapasan
Menurut Stanley, 2006 perubahan anatomi dan fisiologi yang terjadi pada
lansia, yaitu:
Hilangnya silia serta terjadinya penurunan reflex batuk dan muntah pada lansia
menyebabkan terjadinya penurunan perlindungan pada sistem respiratory. Hal ini
terjadi karena saluran pernafasan tidak akan segera merespon atau bereaksi apabila
terdapat benda asing didalam saluran pernafasan karena reflex batuk dan muntah pada
lansia telah mengalami penurunan.
Penurunan kompliants paru dan dinding dada. Hal ini menyebabkan jumlah
udara (O2) yang dapat masuk ke dalam saluran pernafasan menurun dan
menyebabkan terjadinya peningkatan kerja pernafasan guna memenuhi kebutuhan
tubuh.

12
Atrofi otot pernafasan dan penurunan kekuatan otot pernafasan. Kedua hal ini
menyebabkan pengembangan paru tidak terjadi sebagai mestinya sehingga klien
mengalami kekurangan suplay O2 dan hal ini dapat menyebabkan kompensasi
penigkatan RR yang dapat menyebabkan kelelahan otot-otot pernafasan pada lansia.
Perubahan interstisium parenkim dan penurunan daerah permukaan
alveolar menyebabkan menurunnya tempat difusi oksigen yang menyebabkan klien
kekurangan suplay O2.
Penurunan mortilitas esophagus dang aster serta hilangnya tonus sfringter
kardiak.Hal ini menyebabkan lansia mudah mengalami aspirasi yang apabila terjadi
dapat mengganggu fisiologis pernafasan.
Paru-paru kecil dan mengendur. Paru-paru yang mengecil menyebabkan
ruangatau permukaan difusi gas berkurang bila dibandingkan dengan dewasa.

3. Faktor-Faktor Yang Memperburuk Fungsi Paru


Selain penurunan fungsi paru akibat proses penuaan, terdapat beberapa
faktor yang dapat memperburuk fungsi paru, Faktor-faktor yang memperburuk fungsi
paru antara lain :
a. Faktor merokok
Merokok akan memperburuk fungsi paru, yaitu terjadi penyempitan saluran
nafas. Pada tingkat awal, saluran nafas akan mengalami obstruksi clan terjadi
penurunan nilai VEP1 yang besarnya tergantung pada beratnya penyakit paru.
(Dharmojo dan Martono, 2006)
b. Obesitas
Kelebihan berat badan dapat memperburuk fungsi paru seseorang. Pada
obesitas, biasanya terjadi penimbunan lemak pada leher, dada dan (finding perut,
akan dapat mengganggu compliance dinding dada, berakibat penurunan volume paru
atau terjadi keterbatasan gerakan pernafasan (restriksi) dan timbul gangguan fungsi paru
tipe restriktif. (Dharmojo dan Martono, 2006)

13
c. Imobilitas
Imobilitas akan menimbulkan kekakuan atau keterbatasan gerak saat otot-otot
berkontraksi, sehingga kapasitas vital paksa atau volume paru akan relatif' berkurang.
Imobilitas karena kelelahan otot-otot pernafasan pada usia lanjut dapat memperburuk
fungsi paru (ventilasi paru). Faktor-faktor lain yang menimbulkan imobilitas
(paru), misalnya efusi pleura, pneumotoraks, tumor paru dan sebagainya. Perbaikan
fungsi paru dapat dilakukan dengan menjalankan olah raga secara intensif. (Dharmojo
dan Martono, 2006)
d. Operasi
Tidak semua operasi (pembedahan) mempengaruhi faal paru. Dari
pengalaman para ahli diketahui bahwa yang pasti memberikan pengaruh faal paru
adalah:
1) Pembedahan toraks (jantung dan paru)
2) Pembedahan abdomen bagian atas.
3) Anestesi atau jenis obat anastesi tertentu
Peruhahan fungsi paru yang timbul, meliputi perubahan proses ventilasi, distribusi
gas, difusi gas serta perfusi darah kapiler paru. Adanya perubahan patofisiologik paru
pasca bedah mudah menimbulkan komplikasi paru : atelektasis, infeksi atau sepsis dan
selanjutnya mudah terjadi kematian, karena timbulnya gagal nafas. (Dharmojo dan
Martono, 2006)

4. Penyakit pernapasan pada Usia Lanjut


Pada proses menua terjadi penurunan compliance dinding dada, tekanan
maksimalinspirasi dan ekspirasi menurun dan elastisistas jaringan paru juga menurun.
Pada pengukuranterlihat FEV1, FVC menurun, PaO2 menurun, V/Q naik. Penurunan
ventilasi alveolar, merupakanrisiko untuk terjadinya gagal napas. Selain itu terjadi
perubahan berupa (Lukman, 2009):
a. Otot pernafasan kaku dan kehilangan kekuatan, sehingga volume udara inspirasi
berkurang, sehingga pernafasan cepat dan dangkal.

14
b. Penurunan aktivitas silia menyebabkan penurunan reaksi batuk sehingga
potensialterjadi penumpukan sekret.
c. Penurunan aktivitas paru ( inspirasi & ekspirasi ) sehingga jumlah udara pernafasan
yangmasuk keparu mengalami penurunan, kalau pada pernafasan yang tenang kira
kira 500 ml.
d. Alveoli semakin melebar dan jumlahnya berkurang (luas permukaan normal 50m²),
menyebabkan terganggunya prose difusi.
e. Penurunan oksigen (O2) Arteri menjadi 75 mmHg menggangu proses oksigenasi dari
hemoglobin, sehingga O2 tidak terangkut semua kejaringan.
f. CO2 pada arteri tidak berganti sehingga komposisi O2 dalam arteri juga menurun
yang lama kelamaan menjadi racun pada tubuh sendiri.
g. Kemampuan batuk berkurang, sehingga pengeluaran sekret & corpus alium dari
salurannafas berkurang sehingga potensial terjadinya obstruksi.
Penyebab kegawatan napas pada lansia meliputi obstruksi jalan napas atas,
hipoksi karenapenyakit paru obstruktif kronik (PPOK), pneumotoraks, pneumonia
aspirasi, rasa nyeri, bronkopneumonia, emboli paru, dan asidosis metabolik. Akan
tetapi penyakit respirasi yang sering terjadi pada lansia adalah pneumonia,
tuberkulosis paru, sesak napas, nyeri dada.

Mickey Stanley dan Patricia Gauntlett Beare dalam bukunya buku ajar
keperawatan gerontik, perubahan struktur anatomis dan fisiologis pada lansia dapat
di klasifikasikan sebagai berikut :

Perubahan Anatomis dan Gangguan Fungsi Pulmonal


Perubahan Hasil Perubahan

1. Kalsifikasi kartilago 
Peningkatan diameter Penurunan PaO2
kosta anteroposterior
 Peningkatan pernapasan
abdomen dan diafragma

15
 Peningkatan kerja
pernapasan
2. Atrofi otot pernapasan 
Peningkatan risiko untuk Penurunan kecepatan
terjadinya kelelahan otot aliran ekspirasi maksimal
inspirasi
3. Penurunan 
dalam Peningkatan 
volume Peningkatan volume
rekoil elastic penutupan residu
 Peningkatan udara yang
terjebak
 Ketidakcocokan
ventilasi-perfusi
4. Pembesaran 
duktus Menurunnya 
area Menurunnya kekuatan
alveolar permukaan alveolar kapasitas vital

5. Peningkatan ukuran 
Menurunnya kapasitas Menurunnya kapasitas
dan kekakuan trakea dan difusi vital
jalan napas pusat  Peningkatan ruang mati

Penyebab Perubahan Cadangan Fisiologis dan Mekanisme Perlindungan Pulmonal.


Perubahan Hasil Konsekuensi
1. Hilangnya Silia Kurang efektifnya Peningkatan risiko
peningkatan mukosilia gangguan respirasi
2. Penurunan refleks Jalan napas yang tidak Peningkatan risiko cedera
muntah dan batuk terlindung pulmonal
3. Penumpulan respons Penurunan saturasi Penurunan cadangan
terhadap hipoksemia dan oksigen fisiologis
hiperkapnia
4. Penurunan fungsi Penurunan respons Peningkatan kerentanan
limfosit T dan imunitas antibodi terhadap antigen terhadap infeksi.
humoral spesifik Berkurangnya respons

16
hipersensitivitas lambat
(respons negatif palsu
terhadap tes derivatif
protein yang
dimurnikan).
Penurunan efisiensi dari
vaksinasi
5. Penurunan fungsi Penurunan respons Peningkatan kesulitan
reseptor β2 terhadap agonis β2 yang dalam menangani asma
dihirup
6. Penurunan motilitas Peningkatan risiko Peningkatan risiko
esofagus dan gaster dan refluks ke esofagus terjadinya aspirasi
hilangnya tonus sfingter
kardiak

Perubahan Normal Pada Sistem Pulmonal Akibat Penuaan


Perubahan Normal yang Berhubungan
Implikasi Klinis
dengan Penuaan
Paru – paru kecil dan kendur
Penurunan daerah permukaan untuk
Hilangnya rekoil elastic
difusi gas.
Pembesaran alveoli
Penurunan kapasitas vital Penurunan saturasi O2 dan peningkatan
Penurunan PaO2 residu volume
Pengerasan bronkus dengan
Dispnea pada saat aktivitas
peningkatan resistensi
Emfisema senilis,pernapasan
Kalsifikasi kartilago kosta,kekakuan
abdominal,hilangnya suara paru pada
tulang iga pada kondisi pengembangan
bagian dasar
Hilangnya tonus otot toraks,kelemahan Atelektasis,Akumulasi cairan

17
kenaikan dasar paru
Kelenjar mukus kurang produktif Sekresi kental,sulit untuk dikeluarkan
Hilangnya sensasi haus,silia kurang
Penurunan sensitivitas sfingter esofagus
aktif,aspirasi
Tidak ada perubahan dalam
Penurunan sensitivitas kemoreseptor PaCO2,kurang aktifnya paru-paru pada
gangguan asam basa

D. Aspek Klinik
Ada beberapa penyakit paru yang menyertai orang usia lanjut, ada 4 macam:
pneumoni, tuberkulosis paru, penyakit paru obstruktif menahun (PPOM),dan
karsinoma paru.
1. Definisi Penyakit Paru Obstruktif Menahun (PPOM)
PPOM adalah kelainan paru yang ditandai dengan gangguan fungsi paru berupa
memanjangnya periode ekspirasi yang disebabkan oleh adanya penyempitan saluran
nafas dan tidak banyak mengalami perubahan dalam masa observasi beberapa waktu.
PPOM adalah klasifikasi luas dari gangguan yang mencakup bronkitis kronis,
bronkiektasis, emfisema dan asma. PPOM merupakan kondisi ireversibel yang
berkaitan dengan dispnea saat aktivitas dan penurunan aliran masuk dan keluar udara
paru-paru. Termasuk dalam kelompok PPOM adalah bronkitis kronis, emfisema paru
dan penyakit saluran nafas perifer.

2. Etiologi.
Etiologi penyakit ini belum diketahui. Timbulnya penyakit ini dikaitkan dengan
faktor-faktor resiko yang terdapat pada penderita, antara lain merokok sigaret yang
berlangsung lama, polusi udara, infeksi paru berulang, umur, jenis kelamin, ras, defisiensi
alfa-1 antitripsin, defisiensi antioksidan dan sebagainya. Pengaruh dari masing-masing
faktor resiko terhadap terjadinya PPOM adalah saling memperkuat dan faktor merokok
dianggap yang paling dominan dalam menimbulkan penyakit ini.

18
3. Patofisiologi.
Faktor-faktor resiko yang telah disebutkan di atas akan mendatangkan proses
inflamasi bronkus dan juga menimbulknn kerusakan pada dinding bronkiolis
terminal. Akibat dari kerusakan yang timbul akan terjadi obstruksi bronkus keel
(bronkiolus terminal), yang mengalami penutupan atau obstruksi awal fase ekspirasi.
Udara yang pada saat inspirasi mudah masuk ke dalam alveoli, saat ekspirasi banyak yang
terjebak. dalam alveolus dan terjadilah penumpukan udara (airtrapping). Hal inilah yang
menyebabkan adanya keluhan sesak nafas dengan segara akibat-akibatnya. Adanya
obstruksi dini saat awal ekspirasi akan menimbulkan kesulitan ekspirasi dan menimbulkan
pemanjangan fase ekspirasi. Fungsi-fungsi paru: ventilasi, distribusi gas, difusi gas,
maupun perfusi darah akan mengalami gangguan.

4. Gambaran klinik.
Gambaran klinik yang ditemukan adalah gambaran penyakit paru yang
mendasari ditambah tanda-tanda klinik akihat terjadinya obstruksi bronkus. Gambaran
klinik bila diamati secara cermat akan mengarah pada dua hal atau dua tipe pokok: (1)
mempunyai gambaran klinik dominan ke arah bronkitis kronis (blue bloater type); dan
(2) gambaran klinik predominant ke arah emfisema (pink puffer type).

5. Diagnosis.
Diagnosis PPOM ditegakkan dengan metode yang lazim (terarah dan sistimatik),
meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Pada anamnesis
dapat ditemukan keluhan kelemahan badan, batuk, sesak nafas, sesak nafas waktu aktivitas
clan nafas berbunyi, mengi atau wheeze. Oleh karena perjalanan penyakitnya lambat,
maka anamnesis harus dilakukan secara hati-hati dan teliti.
Pada pemeriksaan fisik, pada penderita tingkat penyakitnya masih awal mungkin
tidak ditemukan kelainan. Adanya ekspirasi yang memanjang merupakan petunjuk
kelainan dial. Pada penyakit tingkat lanjut, tampak bentuk dada seperti tong, ditemukan
penggunaan otot-otot bantu nafas, suara nafas melemah, terdengar suara mengi yang lemah.

19
Kaitting ditemukan (gerak) pernafasan paradoksal. Selain itu dapat ditemukan edema kaki,
mites dan jari tabuh.
Pemeriksaan faal paru merupakan pemeriksaan penunjang yang penting, untuk
mendiagnosis PPOM. Untuk menentukan apakah pada penderila terdapat obtruksi saluran
nafas dapat dilakukan pemeriksaan dengan spirometri (spirogram) atau memeriksa nilai
arus puncak ekspirasi (APE) dengan alat sederhana, yaitu menggunakan mini Wright
Peak Plow Meter.
Pengukuran volume ekspirasi paksa satu detik pertama (VEP I) merupakan
pemeriksaan akurat, standar, mudah dilakukan dengan spirometer, dan dapat digunakan
untuk melihat beratnya obstruksi saluran nafas. Tingkatan hemoglobin dalam darah itu dapat
memperkirakan adanya Polycytemia, yang mengakibatkan terjadinya Hypoxemia secara
perlahan-lahan.

Tingkatan PPOM menurut National Institute Of Health Lung and Blood, Bethesda 2001.
TINGKATAN NILAI / DERAJAT PERSENTASI VEP I
Spirometry Normal
0 Resiko Gejala menaun (batuk,
produksi sputum)
I Ringan ≥ 80 %
II Sedang < 80 %
III Berat < 30 %

6. Penatalaksanaan.
Dalam penatalaksanaan penderita PPOM perlu diperhatikau faktor-faktor yang
dapat memperburuk perjalanan penyakit, yang harus dicegah terjadinya pada penderita.
Apabila faktor-faktor tadi sudah ada pada penderita, hendaknya diusahakan
.meniadakannya atau menguranginya. Faktor-faktor yang dapat memperburuk keadaan
penyakit penderita, misalnya :

20
 Faktor-faktor resiko, yaitu faktor yang dapat memburuk penyakit, misalnya kebiasaan
merokok, polusi udara dan lingkungan pekerjaan, faktor genetik, infeksi (saluran nafas)
dan perubahan cuara.
 Derajat obstruksi saluran nafas yang terjadi. Oleh karena itu identifikasi komponen-
komponen yang memungkinkan terdapatnya reversibilitas (obstruksi) sangat perlu
dilakukan.
 Tahap perjalanan penyakit.
Perjalanan penyakit PPOM lambat progresif. Oleh karena itu perlu diketahui apakah
penyakit PPOM sedang tenang atau progresif perjalanannya. Penyakit lain di luar paru,
misalnya sinusitis, faringitis dan sebagainya.

Tujuan penatalaksanaan PPOM adalah:


 Memperbaiki kemampuan penderita mengatasi gejala, tidak hanya pada fase akut, tetapi
juga pada fase kronik.
 Memperbaiki kemampuan penderita dalam melaksanakan aktivitas harian.
 Mengurangi laju progresivitas penyakit apabila penyakitnya dapat dideteksi lebih awal.
Penanganan untuk penderita PPOM usia lanjut adalah sebagai berikut :
 Meniadakan faktor etiologik/presipitasi, misalnya segera menghentikan merokok,
menghindari polusi udara..
 Membersihkan sekresi bronkus dengan pertolongan berbagai cara.
 Memberantas infeksi dengan antimikroba. Apabila tidak ada infeksi, antimikroba tidak perlu
diberikan. Pemberian anti-mikroba harus tepat sesuai dengan kuman penyebab infeksi,
yaitu sesuai hasil uji sensitivitas atau pengobatan empirik.
 Mengatasi bronkospasme dengan obat-obat bronkodilator. Penggunaan
kortikosteroid untuk mengatasi proses inflamasi (bronko spasme) masih kontroversial.
 Pengobatan simtomatik (lihat tanda dan gejala yang muncul)
o Batuk produktif beri obat mukolitik / ekspektoran
o Sesak nafas beri posisi yang nyaman (fowler) , beri O2
o Dehidrasi beri minum yang cukup bila perlu pasang infus

21
 Penanganan terhadap komplikasi-komplikasi yang timbul. Pengobatan oksiogen,
bagi yang memerlukan. Oksigen harus diberikan dengan aliran lambat: 1 — 2
liter/menit.
 Tindakan rehabilitasi.
Tindakan rehabilitasi terhadap penderita meliputi Aktivitas-aktivitas berikut :
o Fisioterapi, terutama ditujukan untuk membantu pengeluaran sekret bronkus.
o Latihan pernafasan, untuk melatih penderita agar bisa melakukan pernafasan yang
paling efektif baginya
o Latihan, dengan beban olah raga tertentu, dengan tujuan uatuk memulihkan
kesegaran jasmaninya.
o Vocational guidance : usaha yang dilakukan terhadap pendeiita agar sedapat-dapat
kembali mampu mengerjakan pekerjaan semula.
o Pengelolaan psikososial: terutama ditujukan untuk penyesuaian diri penderita dengan
penyakit yang dideritanya.

7. Pencegahan penyakit paru pada usia lanjut


Proses penuaan pada seseorang tidak bisa dihindari. Perubahan struktur
anatomik maupun fisiologik alami juga tidak dapat dihindari, Pencegahan terhadap
timbulnya penyakit-penyakit paru pada usia lanjut dilakukan pada prinsipnya dengan
meningkatkan daya tahan tubuhnya dengan memperbaiki keadaan gizi, menghilangkan
hal-hal yang dapat menurunkan daya tahan tubuh, misalnya menghentikan
kebiasaan merokok, minum alkohol dan sebagainya.
Pencegahan terhadap timbulnya beberapa macam penyakit dilakukan
dengan Fara yang lazim.
1. Usaha pencegahan infeksi paru/saluran nafas
Usaha untuk mencegahnya dilakukan dengan jalan menghambat mengurangi
atau meniadakan faktor-faktor yang mempengaruhi timbulnya infeksi. Hal positif yang
dapat dilakukan misalnya dengan melakukan vaksinasi dengan vaksin pneumokok untuk
menghindari timbulnya pneumoni, tetapi sayangnya pada usia lanjut vaksinasi ini

22
kurang berefek (Mangunegoro, 1992. Didalam buku R.Boedi-Dharmojo dan H.Hadi
Martono. 1999)
2. Usaha mencegah timbulnya TB paru.
Yang bisa dilakukan ialah menghindari kontak person dengan penderita
TB paru atau mengbindari Fara-cara penularan lainnya.
3. Usaha pencegahan timbulnya PPOM atau karsinoma paru.
Sejak usia muda, bagi orang-orang yang beresiko tinggi terhadap timbulnya
kelainan paru (PPOM dan karsinoma paru), perlu dilakukan pemantauan secara berkala:
(1) pemeriksaan foto rontgen toraks, dan (2) pemeriksaan faal paru, paling tidak
setahua sekali. Sangat dianjurkan bagi mereka yang beresiko tinggi tadi (perokok
berat dan laki-laki) menghindari atau segera berhenti merokok (Mangunegoro, 1992.
Didalam buku R.Boedi-Dharmojo dan H.Hadi Martono. 1999)

23
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN PADA LANSIA
DENGAN GANGGUAN SISTEM PERNAPASAN
PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF MENAHUN (PPOM)

Dalam hal ini kelompok mengangkat askep PPOM pada lansia dikarenakan
penyakit ini sangat menonjol (berdasarkan buku Pedoman Pengelolaan Kesehatan
Pasien Geriatri hal 39 tahun 2000).
A. Pengkajian
Pengkajian pada pernafasan dengan klien PPOM yang didasarkan pada kegiatan
sehari – hari. Ukur kualitas pernafasan antara skala 1 sampai 10. Dan juga
mengidentifikasi faktor sosial dan lingkungan yang merupakan faktor pendukung
terjadinya gejala. Perawat juga mengidentifikasi type dari gejala yang muncul antara
lain, tiba-tiba atau membahayakan dan faktor presipitasi lainnya antara lain
perjalanan penularan temperatur dan stress.

Pengkajian fisik termasuk pengkajian bentuk dan kesimetrisan dada, Respiratory


Rate dan Pola pernafasan, posisi tubuh menggunakan otot bantu pernafasan dan juga
warna, jumlah, kekentalan dan bau sputum. Palpasi dan perkusi pada dada
diidentifikasikan untuk mengkaji terhadap peningkatan gerakan Fremitus, gerakan
dinding dada dan penyimpanan diafragma. Ketika mengauskultasi dinding dada pada
dewasa tua / akhir seharusnya diberi cukup waktu untuk kenyamanan dengan menarik
nafas dalam tanpa adanya rasa pusing (dizzy) (Loukenotte, M.A, 2000).
1. Aktifitas / istirahat
Keletihan, kelemahan, malaise, ketidak mampuan melakukan aktifitas sehari-hari
karena sulit bernafas.
2. Sirkulasi
Pembengkakan pada ekstremitas bawah, peningkatan tekanan darah, takikardi.

24
3. Integritas ego
Perubahan pola hidup, ansietas, ketakutan,peka rangsang
4. Makanan / cairan
Mual / muntah, anoreksia, ketidakmampuan untuk makan karena distress pernafasan,
turgor kulit buruk, berkeringat.
5. Higiene
Penurunan kemampuan / peningkatan kebutuhan bantuan melakukan aktifitas sehari-
hari, kebersihan buruk, bau badan.
6. Pernafasan
Nafas pendek, rasa dada tertekan, dispneu, penggunaan otot bantu pernafasan.
7. Keamanan
Riwayat reaksi alergi / sensitif terhadap zat atau faktor lingkungan.
8. Seksualitas
Penurunan libido.
9. Interaksi sosial
Hubungan ketergantungan, kurang sistem pendukung, keterbatasan mobilitas fisik.
(Doengoes, 2000 :152 ).

B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang lazim pada lansia dengan PPOM menurut
(Kushariyadi:2011), antara lain :
1. Ketidakefektifan Bersihan Jalan Napas
Berhubungan dengan :
- Infeksi
- Trauma
- Kerusakan perseptual / kognitif
- Bronkospasme
- Peningkatan produksi sekret,sekresi tertahan,tebal,sekresi kental
- Penurunan energi / kelemahan

25
Ditandai dengan :
- Sianosis,dispnea,demam,takipnea
- Pernyataan kesulitan bernapas
- Perubahan kedalaman atau kecepatan pernapasan,penggunaan otot aksesori
- Bunyi napas abnormal,misal,mengi,ronkhi,krekels
- Batuk (menetap),dengan / tanpa produksi sputum

2. Kerusakan Pertukaran Gas


Berhubungan dengan :
- Perubahan aliran darah
- Perubahan kapasitas angkut oksigen oleh darah
- Perubahan suplai oksigen (obstruksi jalan nafas oleh sekresi, spasme bronkus, dan
jebakan udara).
- Kerusakan membran alveo-kapiler.
Ditandai dengan :
- Dipsnea.
- Somnolen, mudah terangsang, bingung, gelisah.
- Ketidakmampuan mengeluarkan sekret.
- Nilai GDA abnormal (hipoksia dan hiperkapnia).
- Perubahan tanda vital.
- Penurunan toleransi terhadap aktivitas.

3. Perubahan Nutrisi Kurang Dari Kebutuhan Tubuh


Berhubungan dengan :
- Ketidakmampuan untuk menelan atau mencerna makanan atau menyerap makanan
karena faktor biologis dan psikologis.
- Dipsnea.
- Kelemahan.
- Efek samping obat.

26
- Produkasi sputum.
- Anoreksia, mual/muntah.
Ditandai dengan :
- Kelemahan otot menelan atau pengunyah.
- Penurunan berat badan.
- Kehilangan masa otot, tonus otot buruk.
- Kelemahan.
- Mengeluh gangguan sensasi pengecapan.
- Keengganan untuk makan, kurang tertarik pada makanan.

C. Intervensi / Perencanaan

1. Ketidakefektifan Bersihan Jalan Napas


Berhubungan dengan :
- Infeksi
- Trauma
- Kerusakan perseptual / kognitif
- Bronkospasme
- Peningkatan produksi sekret,sekresi tertahan,tebal,sekresi kental
- Penurunan energi / kelemahan
Ditandai dengan :
- Sianosis,dispnea,demam,takipnea
- Pernyataan kesulitan bernapas
- Perubahan kedalaman atau kecepatan pernapasan,penggunaan otot aksesori
- Bunyi napas abnormal,misal,mengi,ronkhi,krekels
- Batuk (menetap),dengan / tanpa produksi sputum
Kriteria hasil / kriteria evaluasi :
- Mempertahankan kepatenan jalan napas dengan bunyi napas bersih
- Menunjukan prilaku untuk memperbaiki bersihan jalan napas,misal,batuk efektif dan
mengeluarkan sekret.

27
Tindakan keperawatan :
No Tindakan atau intervensi Rasional
Mandiri :
1 Bunyin nafas. Catat adanya bunyi napas, Beberapa drajat spasme bronkus terjadi
misal, mengi, ronhi, dan krekels. dengan obstruksi jalan nafas dan dapat
/dimanispestasikan adanya bunyi nafas
adventisius , misal, penyebaran, krekels
basah (bronchitis), bunyi nafas redup
dengan ekspirasi mengi (asma berat) atau
tidak ada bunyi nafas (emfisema)
2 Kaji frekuensi pernafasan. Catat rasio Takipnea biasanya ditemukan selama
inspirasi/ekspirasi stress/proses infeksi akut. Pernafasan
melambat dan frekuensi ekspirasi
memanjang disbanding inspirasi
3 Catat derajat dispnea, misal, keluhan sesak, Disfungsi pernafasan selain proses akut
gelisah ansietas, distress pernafasan, dan yang menimbulkan perawatan dirumah
penggunaan otot bantu nafas sakit , misal, infeksi, reaksi alergi.
4 Beri posisi yang nyaman, misal, Peniggian kepala tempat tidur
peninggian kepala tempat tidur, duduk mempermudah fungsi pernapasan dengan
pada sandaran tempat tidur. menggunakan gravitasi. Dukungan
tangan/kaki dengan meja, bantal,
membantu menurunkan kelemahan otot,
dan sebagai alat ekspansi dada.
5 Bantu untuk mengambil posisi batuk yang Bentuk efektif membutuhkan napas dalam
nyaman dan ajarkan teknik batuk yang kontraksi otot pernapasan, khususnya otot
efektif. abdomen, untuk meningkatkan tekanan

28
intratorak dan pegleuaran sekresi.
6 Lakukan vibrasi pada daerah yang sesuai Tetapi fisik dada meliputi vibrilasi,
selama ekshalasi perkusi, dan drainase postural bagian paru
tertentu (segmen). Vibrilasi dilakukan pada
dinding dada, bersama dengan gaya
gravitasi dan ekshalasi perlahan setelah
napas dalam, mengeluarkan lendir yang
tersembunyi pada jalan napas dan
membersihkannya.
7 Minimalkan polusi lingkungan misalnya Pencetus tipe reaksi alergi pernapasan
debu, asap, dan bulu bantal yang mejadi episode akut
berhubungan kondisi individu
8 Bantu latihan napas abdomen atau bibir Memberikan beberapa cara mengatasi dan
mengontrol dispnea
9 Observasi karakteristik batuk, misal, Batuk dapat menetap, tetapi tidak efektf,
menetap, batuk pendek. Bantu tindakan khususnya klien lansia, sakit
memperbaiki keefektifan batuk akut/kelemahan. Batuk paling efektif pada
posisi duduk tinggi/kepala dibawah,
setelah perkusi dada
10 Tingkatkan masukan cairan sampai 3000 Hidrasi menurunkan kekentalan secret
ml/ hari sesuai toleranasi jantung, sehingga mempermudah pengeluaran.
memberikan air hangat. Anjurkan masukan Penggunaan cairan hangat menurunkan
cairan sebagai pengganti makanan spasne bronkus, cairan selama makan
meningkatkan distensi gaster dan tekanan
diafragma
Kolaborasi
11 Berobat sesuai indikasi. Merelaksasi otot halus dan menurunkan
Bronkodilator, misal, agonis: kongestil okal, menurunkan spasme jalan
epineprin(adrenalin, paponeprin), albuterol napas, mengi dan produksi, mukosa. Obat

29
(proventil ,pentolin), terbutalin (brethinine, obat mungkin per oral, injeksi atau inhalasi
brethaire), isoetarin (bronkosol,
bronkometer)
Tindakan atau interfensi Rasional
- Xantil, misal, aminupilin, oxtripilin Menurunkan edema glukosa dan spasma
otot polos dalam peningkatan langsung
siklus amp menurunkan kelemahan otot/
kegagalan pernapasan dengan
meningkatkan kontrakbilitas diafragma

Kortikosteroid mencegah reaksi


alergi/menghambat pengeluaran hestamin
Steroid oral, IV. Dan inhalasi metal menurunkan berat dan prekeuensi sepasme
prednisolon, ( medrol, dexametason jalan napas, implamasi pernapasan, dan
(decnadal, antihistamin, misal, dipsnea.
beklometason, triansimolon,
Mengontrol infeksi pernapasan atau
penomonia

Batuk menetap yang melelahkan perlu


Antimicrobial diteakan untuk mengehemat energi dan
memunginkan klien istirahat.

Analgesic, penekan batuk/antitusif, misal


kodein, dextromethorphan

12 Berikan humidifikasi tambahan, msial, Kelembapan menurunkan kekentalan


nebulizer ultranik, humidifier aerosol secret sehingga mempermudah

30
ruangan pengeluaran dan membantu
menurunkan/mencegah pembenetukan
mukosan tebal pada bronkus
13 Bantu pengobatan pernapasan, misal, Drainase postural dan perkusi untuk
IPPB, fisioterapi dada membuangnya banyaknya sekresi kental
dan memperbaiki ventilasi pada segmen
dasar paru. Catatan : dapat meningkatkan
spasme bronkus pada asma
14 Awasi atau buat grafik GDA, nadi Membuat dasar untuk pengawasan
oksimetri, foto dada. kemajuan/kemunduran proses penyakit dan
komplikasi

2. Kerusakan Pertukaran Gas


Berhubungan dengan :
- Perubahan aliran darah
- Perubahan kapasitas angkut oksigen oleh darah
- Perubahan suplai oksigen (obstruksi jalan nafas oleh sekresi, spasme bronkus, dan
jebakan udara).
- Kerusakan membran alveo-kapiler.
Ditandai dengan :
- Dipsnea.
- Somnolen, mudah terangsang, bingung, gelisah.
- Ketidakmampuan mengeluarkan sekret.
- Nilai GDA abnormal (hipoksia dan hiperkapnia).
- Perubahan tanda vital.
- Penurunan toleransi terhadap aktivitas.
Kriteria hasil/kriteria evaluasi :
- Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan adekuat dengan GDA
dalam rentang normal dan bebas gejala distres pernapasan.
- Berpartisipasi dalam program pengobatan dalam tingkat kemampuan/situasi.

31
- Berkurang atau tidak adanya gangguan status mental dan istirahat.
Tindakan keperawatan :
Tindakan/intervensi Rasional
Mandiri :
1. Kaji frekuensi, kedalaman Berguna dalam evaluasi derajat distres
pernapasan. Catat penggunaan otot bantu pernapasan dan kronisnya proses
napas, pernapasan bibir, penyakit.
ketidakmampuan bicara.
2. Tinggikan kepala tempat tidur, bantu Pengiriman oksigen dapat diperbaiki
memilih posisi yang mudah untuk dengan posisi duduk tinggi dan latihan
bernapas. Dorong napas dalam napas untuk menurunkan kolaps jalan
perlahan/napas bibir sesuai kebutuhan napas, dipsnea, dan kerja napas.
atau toleransi klien.
3. Kaji secara rutin kulit dan warna Sianosis perifer (pada kuku)/sentral (pada
membran mukosa. bibir dan daun telinga) berwarna keabu-
abuan. Sianosis sentral mengindikasikan
beratnya hipoksemia.
4. Dorong mengeluarkan sputum, Kental, tebal, dan banyaknya sekresi
lakukan penghisapan bila diindikasikan. adalah sumber utama gangguan
pertukaran gas pada jalan napas kecil.
Penghisapan dibutuhkan bila batuk tidak
efektif.
5. Auskultasi bunyi napas, catat area Bunyi napas redup karena penurunan
penurunan aliran udara dan bunyi aliran udara/area
tambahan. konsolidasi.mengindikasikan spasme
bronkus/tertahannya sekret. Krekels basah
menyebar menunjukkan cairan pada
interstisial/dekompensasi jantung.
6. Palpasi fremitus. Penurunan getaran vibrasi diduga ada

32
pengumpulan cairan atau udara.
7. Awasi tingkat kesadaran/status Gelisah dan ansietas adalah manifestasi
mental. Selidiki adanya perubahan. umum hipoksia. GDA memburuk disertai
bingung/somnolen menunjukkan disfungsi
serebral berhungan dengan hipoksemia.
8. Evaluasi tingkat toleransi aktivitas, Selam distres pernapasan
berikan lingkungan tenang. Batasi berat/akut/refraktori klien tidak mampu
aktivitas atau dorong untuk tidu/istirahat melakukan aktivitas sehari-hari karena
di kursi selama fase akut. Lakukan hipksemia dan dipsnea. Program latihan
aktivitas bertahap dan tingkatkan sesuai ditujukan meningkatkan ketahanan,
toleransi. kekuatan tanpa menyebabkan dipsnea
berat, dan meningkatkan rasa sehat.
9. Awasi tanda vital dan irama jantung. Takikardia, disritmia, dan perubahan
tekanan darah menunjukan efek
hipoksemia sistemik pada fungsi jantung.
Kolaborasi :
10. Awasi GDA dan nadi oksimetri. PaCO2 biasanya meningkat (bronkitis,
emfisema) dan PaO2 secara umum
menurun sehingga hipoksia terjadi dengan
derajat lebih kecil/lebih besar. Catatan :
PaCO2 “normal”/meningkat menandakan
kegagalan pernapasan yang akan datang
selama asmatik.
11. Berikan oksigen tambahan yang Mencegah memburuknya hipoksi. Catatan
sesuai dengan indikasi hasil GDA dan ; emfisema kronis, mengatur pernapasan
toleransi klien. ditentukan oleh kadar CO2 dikeluarkan
dengan PaO2 berlebihan.
12. Berikan penekan susunan saraf pusat Mengontrol ansietas/gelisah
(antiansietas, sedatif, narkotik) dengan meningkatkan konsumsi oksigen,

33
hati-hati. eksaserbasi dipsnea. Pantau ketat karena
dapat terjadi gagal napas.
13. Bantu intubasi, berikan/pertahankan Kegagalan napas perlu upaya tindakan
ventilasi mekanik. penyelamatan hidup.

3. Perubahan Nutrisi Kurang Dari Kebutuhan Tubuh


Berhubungan dengan :
- Ketidakmampuan untuk menelan atau mencerna makanan atau menyerap makanan
karena faktor biologis dan psikologis.
- Dipsnea.
- Kelemahan.
- Efek samping obat.
- Produkasi sputum.
- Anoreksia, mual/muntah.

Ditandai dengan :
- Kelemahan otot menelan atau pengunyah.
- Penurunan berat badan.
- Kehilangan masa otot, tonus otot buruk.
- Kelemahan.
- Mengeluh gangguan sensasi pengecapan.
- Keengganan untuk makan, kurang tertarik pada makanan.
Kriteria hasil/kriteria evaluasi :
- Menunjukan peningkatan berat badan menuju tujuan yang tepat.
- Mengonsumsi diet tinggi kalori yang seimbang (±2400 kalori).
- Menunjukan perilaku atu perubahan pola hidup untuk meningkatkan dan
mempertahankan berat yang tepat.

34
Tindakan keperawatan:
Tindakan/intervensi Rasional
Mandiri:
1. Kaji kebiasaan diet, masukan Klien distres pernapasan akut sering
makanan. Catat derajat kesulitan makan. anoreksia karena dipsnea, produksi
Evaluasi berat badan dan ukuran tubuh. sputum, dan obat. Klien PPOM
mempunyai kebiasaan buruk, meskipun
kegagalan pernapasan membuat status
hiprmetabolik dan terjadi peningkatan
kebutuhan kalori.
2. Auskultasi bunyi usus Penurunan bising usus menunjukan
penurunan motilitas gaster dan konstipasi
berhubungan dengan pembatasan
pemasukkan cairan, pilihan makan buruk,
penurunan aktivitas, dan hipoksemia.
3. Berikan perawatan oral sering, buang Rasa tidak enak, bau, dan penampilan
sekrekt, berikan wadah khusus untuk adalah pengganggu utama nafsu makan,
sekali pakai dan tisu. membuat mual, muntah dengan
peningkatan kesulitan nafas.
4. Ajarkan dan awasi penggunaan makan Mencatat asupan oral dan kemajuan klien
sehari-hari. terhadap asupan yang tidak adekuat.
5. dorong periode istirahat semalam, Menurunkan kelemahan selama waktu
serta 1 jam sebelum dan sesudah makan. makan dan memberikan kesempatan
Berikan makan porsi kecil tapi sering. untuk meningkatkan masukan kalori total.
6. Hindari makanan penghasil gas dan Mengahasilkan distensi abdomen yang
minuman karbonat. mengganggu napas abdomen dan gerakan
diafragma, serta dapat meningkatkan

35
dipsnea.
7. Hindari makanan yang sangat Suhu ekstrem mencetuskan/meningkatkan
panas/sangat dingin. spasme batuk.
8. Timbang berat badan sesuai indikasi. Menentukan kebutuhan kalori, menyusun
target berat badan, dan evaluasi
keadekuatan rencana nutrisi.
Catatan : penurunan berat badan dapat
berlanjut, meskipun masukan adekuat.
9. Bantu keluarga merencanakan Penambahan kecil seperti margarin,
makanan tinggi kalori dan protein. mentega dan coklat akan meningkatkan
asupan kalori.
Kolaborasi :
10. Konsul ahli gizi/nutrisi untuk Metode makan dan kebutuhan kalori
memberikan makanan yang mudah didasarkan pada situasi/kebutuhan klien
dicerna, nutrisi seimbang, misal, nutrisi untuk memberikan nutrisi maksimal
tambahan oral atau selang, serta secara dengan upaya minimal klien atau
parenteral. penggunaan energi.
11. Kaji pemerikasaan laboratorium, Mengevaluasi atau mengatasi kekurangan
misal, albumin serum, transferin, asam dan mengawasi keefektifan terapi nutrisi.
amino, besi, keseimbangan nitrogen,
glukosa, fungsi hati dan elektrolit.
12. Berikan oksigen tambahan selama Menurunkan dipsnea dan meningkatkan
makan sesuai indikasi. energi untuk makan.

36
D. Evaluasi

Fokus utama pada klien Lansia dengan PPOM adalah untuk mengembalikan
kemampuan dalam ADLS, mengontrol gejala, dan tercapainya hasil yang diharapkan.
Klien Lansia mungkin membutuhkan perawatan tambahan di rumah, evaluasi juga
termasuk memonitor kemampuan beradaptasi dan menggunakan tehnik energi
conserving, untuk mengurangi sesak nafas, dan kecemasan yang diajarkan dalam
rehabilitasi paru. Klien Lansia membutuhkan waktu yang lama untuk mempelajari
tehnik rehabilitasi yang diajarkan. Bagaimanapun, saat pertama kali mengajar,
mereka harus mempunyai pemahaman yang baik dan mampu untuk beradaptasi
dengan gaya hidup mereka.(Leukenotte, M A, 2000 : 502)

37
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pada usia lanjut terjadi penularan anatomi - fisiologi paru dan saluran nafas,
antara lain berupa pengurangan elastic recoil paru; kecepatan arus ekspirasi, tekanan
oksigen acted serta respons pusat reflek pernafasan terhadap rangsangan oksigen arteri
atau hiperkapnia. Hal-hal tersebut berpengaruh pada mekanisme perthanan tubuh
terhadap timbulnya penyakit paru
Penyakit paru yang sering ditemukan pada usia lanjut adalah infeksi saluran
nafas akut bagian bawah PPOM. Berhagai cara dapat dilakukan untuk pencegahan
terhadap timbulnya infeksi pernafasan akut bagian bawah, PPOM. Untuk mencegab
melanjunya penurunan fungsi paru, antara lain dapat diatasi dengan melakukan olah
raga atau latihan fisik yang teratur, selain meningkatkan taraf kesehatan usia lanjut.
Laju penurunan fungsi paru dapat diketahui dengan pemeriksaan faal paru secara
berkala.

B. Saran
Untuk Lansia menghindari faktor resiko :
1. Anjurkan klien untuk tidak merokok
2. Anjurkan klien untuk cukup istirahat
3. Anjurkan klien untuk menghindari alergen
4. Anjurkan klien untuk mengurangi aktifitas
5. Anjurkan klien untuk mendapatkan asupan gizi yang cukup
Untuk keluarga memberikan dukungan :
1. Anjurkan keluarga untuk memberi perhatian pada klien
2. Anjurkan keluarga untuk memantau kondisi klien
3. Anjurkan keluarga untuk menciptakan lingkungan yang kondusif

38
DAFTAR PUSTAKA

Doengoes, Marilynn E.2000.Rencana Asuhan Keperawatan.Jakarta:EGC

Suddarth dan Brunner.2002.Keperawatan Medikal Bedah, edisi 8.Jakarta : EGC

Kushariyadi 2010.Asuhan Keperawatan pada Klien Lanjut Usia Jakarta : Salemba


Medika

Wood, under J.C.E.1996.Patologi Umum dan Sistemik.Jakarta : EGC

R.Boedi-Dharmoio dan H.hadi Martono (1999).Buku Ajar Geriatri ( Ilmu Kesehatan


usia lanjut) edisi ke-3.Jakarta : EGC

39

Anda mungkin juga menyukai