Disusun Oleh :
NIM: 19103100338
2020
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Lanjut Usia
1. Pengertian lansia
Usia lanjut dikatakan sebagai tahap akhir perkembangan pada daur kehidupan
manusia. Sedangkan menurut Pasal 1 ayat (2), (3), (4) UU No. 13 Tahun 1998
tentang kesehatan dikatakan bahwa usia lanjut adalah seseorang yang telah mencapai
usia lebih dari 60 tahun (Maryam dkk, 2008). Berdasarkan defenisi secara umum,
seseorang dikatakan lanjut usia (lansia) apabila usianya 65 tahun ke atas. Lansia
bukan suatu penyakit, namun merupakan tahap lanjut dari suatu proses kehidupan
yang ditandai dengan penurunan kemampuan tubuh untuk beradaptasi dengan stres
lingkungan. Lansia adalah keadaan yang ditandai oleh kegagalan seseorang untuk
mempertahankan keseimbangan terhadap kondisi stres fisiologis. Kegagalan ini
berkaitan dengan penurunan daya kemampuan untuk hidup serta peningkatan
kepekaan secara individual (Efendi, 2009).
2. Klasifikasi Lansia
3 Klasifikasi lansia Klasifikasi lansia dibagi menjadi lima yaitu pralansia, lansia,
lansia resiko tinggi, lansia potensial, lansia potensial. Pralansia (prasenelis) adalah seseorang
yang berusia antara 45−59 tahun. Lansia yaitu seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih
untuk Lansia Resiko tinggi yaitu seseorang yang berusia 70 tahun atau lebih dan bermasalah
dengan kesehatan seperti menderita rematik, demensia, mengalami kelemahan dan lain-lain,
lansia potensial yaitu lansia yang masih mampu melakukan pekerjaan dan atau kegiatan yang
dapat menghasilkan barang atau jasa. Lansia tidak potensial yaitu 14 lansia yang tidak
berdaya mencari nafkah, sehingga hidupnya bergantung pada bantuan orang lain (Darmajo,
2009).
3. Tipe Lansia
Tipe lansia dibagi menjadi lima tipe yaitu tipe arif bijaksana, tipe mandiri, tipe tidak puas,
tipe pasrah dan tipe bingung.
1. Tipe arif bijaksana, yaitu kaya dengan hikmah, pengalaman, menyesuaikan diri dengan
perubahan zaman, mempunyai kesibukan, bersikap ramah, rendah hati, sederhana,
dermawan, memenuhi undangan dan menjadi panutan.
2. Tipe mandiri, yaitu menganti kegiatan yang hilang dengan yang baru, selektif dalam
mencari pekerjaan, bergaul dengan teman, dan memenuhi undangan.
3. Tipe tidak puas, yaitu konflik lahir batin menentang proses penuaan sehingga menjadi
pemarah, tidak sabar, mudah tersinggung, sulit dilayani, pengkritik dan banyak
menuntut. 4. Tipe pasrah, yaitu menerima dan menunggu nasib baik, mengikuti kegiatan
agama dan melakukan pekerjaan apa saja.
5. Tipe bingung, yaitu mengasingkan diri, minder, menyesal, pasif dan acuh tak acuh
(Nugroho, 2008).
Menurut Erikson (dalam Maryam, 2008: 40) kesiapan lansia untuk menyesuaikan diri
terhadap tugas perkembangan usia lanjut dipengaruhi oleh proses tumbuh kembang pada
tahap sebelumnya. Apabila tahap tumbuh kembang sebelumnya melakukan kegiatan
sehari-hari dengan teratur dan baik dan bisa membina hubungan yang serasi dengan
orang- orang sekitarnya, pada otomatis di usia lanjut ia akan tetap melakukan kegiatan
yang biasa ia lakukan ketika tahap perkembangan sebelumnya, seperti olahraga,
mengembangkan hobi, bercocok tanam dan lain-lain. Tugas perkembangan lansia adalah
sebagai berikut :
Dalam mempelajari psikologi perkembangan kita juga akan memahami perubahan emosi
dan sosial seseorang selama fase kehidupannya. Itulah mengapa pentingnya mempelajari
psikologi perkembangan. Pokok-pokok dalam teori perkembangan adalah sebagai
berikut :
a) Masa tua merupakan saat lansia merumuskan seluruh masa kehidupannya.
b) Masa tua merupakan masa penyesuaian diri terhadap kenyataan sosial yang baru,
yaitu pensiun dan/atau menduda/menjanda.
c) Lansia harus menyesuaikan diri sebagai akibat perannya yang berakhir di dalam
keluarga, kehilangan identitas dan hubungan sosialnya akibat pensiun, serta ditinggal
mati oleh pasangan hidup dan teman-temannya.
pada tahun 2014 angka kesakitan pada lansia adalah sebesar 25,05%. Artinya, dari setiap
100 orang lansia terdapat 25 orang di antaranya yang mengalami sakit. Angka ini dari tahun ke
tahun tampaknya semakin menurun. Ini bagus tapi bukan berarti para lansia tidak harus berhati-
hati terhadap penyakit. Faktanya, semakin tua usia Anda, semakin besar risiko terkena penyakit.
Hal ini karena penyakit dan usia saling berhubungan. Semakin usia bertambah, fungsi tubuh
semakin menurun akibat proses penuaan. Penuaan juga mengakibatkan daya tahan tubuh
menurun, sehingga lansia lebih rentan mengalami penyakit menular maupun tidak menular.Riset
Kesehatan Dasar (Riskesdas) merupakan sebuah riset kesehatan berskala nasional yang
dilakukan setiap lima sampai enam tahun sekali. Riset ini memaparkan sejumlah kondisi
kesehatan pada berbagai kalangan di Indonesia, termasuk pada lansia.
Berikut ini merupakan penyakit yang paling banyak menyerang lansia di Indonesia, menurut
Riskesdas 2013:
1. Hipertensi
Hipertensi atau darah tinggi menjadi penyakit nomor satu yang paling banyak diderita lansia,
menurut Riskesdas 2013. Semakin tua usia, tekanan darah cenderung meningkat. Ini merupakan
sebuah proses alami yang terjadi di tubuh saat usia sudah mulai menua. Namun begitu, tekanan
darah tinggi tetap berbahaya bagi lansia karena ini dapat menyebabkan penyakit jantung hingga
stroke.Tekanan darah yang tergolong tinggi adalah jika sudah mencapai 140/90 mmHg atau
lebih. Jika sudah mencapai angka ini, lansia sebaiknya diberikan pengobatan dan perawatan
untuk hipertensi agar tidak memburuk. Mengurangi asupan garam, berolahraga, kontrol berat
badan, jauhi stres, dan tidak merokok merupakan beberapa cara untuk mengontrol hipertensi.
2. Artritis (radang sendi)
3. Stroke
Stroke merupakan keadaan yang sangat berbahaya dan butuh pertolongan cepat untuk
meminimalkan kerusakan otak. Stroke terjadi saat suplai darah ke bagian otak tidak terpenuhi,
sehingga jaringan otak tidak mendapatkan oksigen dan nutrisi cukup untuk melakukan
fungsinya.Lansia merupakan golongan yang sering mengalami stroke. Beberapa gejala dari
stroke adalah mati rasa pada wajah, lengan, atau kaki di salah satu sisi tubuh, penurunan
penglihatan di salah satu atau kedua mata, kesulitan bicara atau memahami perkataan orang
lain, sakit kepala tiba-tiba tanpa tahu penyebabnya, dan kehilangan keseimbangan saat
berjalan.
mungkin jarang mendengarnya, namun penyakit ini menempati urutan keempat penyakit yang
banyak terjadi pada lansia. PPOK adalah istilah yang mengacu pada sekelompok penyakit paru
yang menghalangi aliran udara sehingga membuat penderitanya sulit
bernapas. Emfisema dan bronkitis kronis merupakan dua kondisi paling umum yang
menyebabkan PPOK. seorang perokok atau pernah merokok harus hati-hati. Merokok
merupakan faktor risiko dari PPOK. Untuk itu, mulai sekarang berhentilah merokok dan/atau
jauhi asap rokok.
5. Diabetes mellitus
Diabetes berada di urutan kelima dalam penyakit pada lansia yang paling banyak terjadi. Usia
yang semakin tua membuat tubuh banyak berubah, termasuk perubahan dalam cara tubuh
menggunakan gula darah. Akibatnya, banyak lansia yang menderita diabetes karena tubuhnya
tidak bisa menggunakan gula darah dengan efisien. Diabetes merupakan penyakit yang dijuluki
sebagai “ibu dari segala penyakit”, sehingga perawatan perlu dilakukan jika mempunyai
diabetes. Mengontrol asupan makanan dan olahraga teratur merupakan dua cara yang penting
dilakukan untuk mengontrol kadar gula darah .
6. Batasan lansia
Departemen Kesehatan RI (dalam Mubarak et all, 2006) membagi lansia
sebagai berikut:
a. Kelompok menjelang usia lanjut (45-54 tahun) sebagai masa vibrilitas
b. Kelompok usia lanjut (55-64 tahun) sebagai presenium
c. Kelompok usia lanjut (65 tahun >) sebagai senium
Menurut pendapat berbagai ahli dalam Efendi (2009) batasan-batasan umur
yang mencakup batasan umur lansia adalah sebagai berikut:
a. Menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1998 dalam Bab 1 Pasal 1 ayat 2
yang berbunyi “Lanjut usia adalah seseorang yang mencapai usia 60 (enam
puluh) tahun ke atas”.
b. Menurut World Health Organization (WHO), usia lanjut dibagi menjadi empat
kriteria berikut : usia pertengahan (middle age) ialah 45-59 tahun, lanjut usia
(elderly) ialah 60-74 tahun, lanjut usia tua (old) ialah 75-90 tahun, usia sangat tua
(very old) ialah di atas 90 tahun.
c. Menurut Dra. Jos Masdani (Psikolog UI) terdapat empat fase yaitu : pertama
(fase inventus) ialah 25-40 tahun, kedua (fase virilities) ialah 40-55 tahun, ketiga
(fase presenium) ialah 55-65 tahun, keempat (fase senium) ialah 65 hingga tutup
usia. d. Menurut Prof. Dr. Koesoemato Setyonegoro masa lanjut usia (geriatric
age): > 65 tahun atau 70 tahun. Masa lanjut usia (getiatric age) itu sendiri dibagi
menjadi tiga batasan umur, yaitu young old (70-75 tahun), old (75-80 tahun), dan
very old ( > 80 tahun) (Efendi, 2009).
7. Perubahan-perubahan yang terjadi pada lansia
Menurut Mubarak et all (2006), perubahan yang terjadi pada lansia meliputi
perubahan kondisi fisik, perubahan kondisi mental, perubahan psikososial, perubahan
kognitif dan perubahan spiritual.
a. Perubahan kondisi fisik meliputi perubahan tingkat sel sampai ke semua organ
tubuh, diantaranya sistem pernafasan, pendengaran, penglihatan, kardiovaskuler,
sistem pengaturan tubuh, muskuloskeletal, gastrointestinal, genitourinaria,
endokrin dan integumen.
1) Keseluruhan
Berkurangnya tinggi badan dan berat badan, bertambahnya fat-to-lean body
mass ratio dan berkuranya cairan tubuh.
b. Sistem integumen
Kulit keriput akibat kehilangan jaringan lemak, kulit kering dan kurang elastis
karena menurunnya cairan dan hilangnya jaringan adiposa, kulit pucat dan
terdapat bintik-bintik hitam akibat menurunnya aliran darah ke kulit dan
menurunnya sel-sel yang memproduksi pigmen, kuku pada jari tangan dan kaki
menjadi tebal dan rapuh, pada wanita usia > 60 tahun rambut wajah meningkat,
rambut menipis atau botak dan warna rambut kelabu, kelenjar keringat berkurang
jumlah dan fungsinya. Fungsi kulit sebagai proteksi sudah menurun
1) Temperatur tubuh
Temperatur tubuh menurun akibat kecepatan metabolisme yang menurun,
keterbatasan reflek menggigil dan tidak dapat memproduksi panas yang
banyak diakibatkan oleh rendahnya aktifitas otot.
2) Sistem muskular
Kecepatan dan kekuatan kontraksi otot skeletal berkurang, pengecilan otot
akibat menurunnya serabut otot, pada otot polos tidak begitu terpengaruh.
3) Sistem kardiovaskuler
Katup jantung menebal dan menjadi kaku, kemampuan jantung memompa
darah menurun 1% per tahun. Berkurangnya cardiac output, berkurangnya
heart rate terhadap respon stres, kehilangan elastisitas pembuluh darah,
tekanan darah meningkat akibat meningkatnya resistensi pembuluh darah
perifer, bertaTn. Sanjang dan lekukan, arteria termasuk aorta, intima
bertambah tebal, fibrosis.
4) Sistem perkemiha
Ginjal mengecil, nephron menjadi atropi, aliran darah ke ginjal menurun
sampai 50 %, filtrasi glomerulus menurun sampai 50%, fungsi tubulus
berkurang akibatnya kurang mampu mempekatkan urin, BJ urin menurun,
proteinuria, BUN meningkat, ambang ginjal terhadap glukosa meningkat,
kapasitas kandung kemih menurun 200 ml karena otot-otot yang melemah,
frekuensi berkemih meningkat, kandung kemih sulit dikosongkan pada pria
akibatnya retensi urin meningkat, pembesaran prostat (75% usia di atas 65
tahun), bertambahnya glomeruli yang abnormal, berkurangnya renal blood
flow, berat ginjal menurun 39-50% dan jumlah nephron menurun,
kemampuan memekatkan atau mengencerkan oleh ginjal menurun.
5) Sistem pernafasan
Otot-otot pernafasan kehilangan kekuatan dan menjadi kaku, menurunnya
aktifitas cilia, berkurangnya elastisitas paru, alveoli ukurannya melebar dari
biasa dan jumlah berkurang, oksigen arteri menurun menjadi 75 mmHg,
berkurangnya maximal oxygen uptake, berkurangnya reflek batuk.
6) Sistem gastrointestinal
Kehilangan gigi, indera pengecap menurun, esofagus melebar, rasa lapar
menurun, asam lambung menurun, waktu pengosongan lambung menurun,
peristaltik melemah sehingga dapat mengakibatkan konstipasi, kemampuan
absorbsi menurun, produksi saliva menurun, produksi HCL dan pepsin
menurun pada lambung.
7) Rangka tubuh
Osteoartritis, hilangnya bone substance.
8) Sistem penglihatan
Korne lebih berbentuk sferis, sfingter pupil timbul sklerosis dan hilangnya
respon terhadap sinar, lensa menjadi keruh, meningkatnya ambang
pengamatan sinar (daya adaptasi terhadap kegelapan lebih lambat, susah
melihat cahaya gelap), berkurangnya atau hilangnya daya akomodasi,
menurunnya lapang pandang (berkurangnya luas pandangan, berkurangnya
sensitivitas terhadap warna yaitu menurunnya daya membedakan warna
hijau atau biru pada skala dan depth perception).
9) Sistem pendengaran
Presbiakusis atau penurunan pendengaran pada lansia, membran timpani
menjadi atropi menyebabkan otoklerosis, penumpukan serumen sehingga
mengeras karena meningkatnya keratin, perubahan degeneratif osikel,
bertambahnya obstruksi tuba eustachii, berkurangnya persepsi nada tinggi.
10) Sistem syaraf
Berkurangnya berat otak sekitar 10-20%, berkurangnya sel kortikol, reaksi
menjadi lambat, kurang sensitiv terhadap sentuhan, berkurangnya aktifitas
sel T, hantaran neuron motorik melemah, kemunduran fungsi saraf otonom.
11) Sistem endokrin
Produksi hampir semua hormon menurun, berkurangnya ATCH, TSH, FSH
dan LH, menurunnya aktivitas tiroid akibatnya basal metabolisme menurun,
menurunnya produksi aldosteron, menurunnya sekresi hormon gonads yaitu
progesteron, estrogen dan aldosteron. Bertambahnya insulin, norefinefrin,
parathormon.
12) Sistem reproduksi
Selaput lendir vagina menurun atau kering, menciutnya ovarie dan uterus,
atropi payudara, testis masih dapat memproduksi, meskipun adanya
penurunan berangsur-angsur dan dorongan seks menetap sampai di atas usia
70 tahun, asal kondisi kesehatan baik, penghentian produksi ovum pada saat
menopause.
13) Daya pengecap dan pembauan
Menurunnya kemampuan untuk melakukan pengecapan dan pembauan,
sensitivitas terhadap empat rasa menurun yaitu gula, garam, mentega, asam,
setelah usia 50 tahun.
c. Perubahan kondisi mental
Pada umumnya usia lanjut mengalami penurunan fungsi kognitif dan psikomotor.
Dari segi mental emosional sering muncul perasaan pesimis, timbulnya perasaan
tidak aman dan cemas, adanya kekacauan mental akut, merasa terancam akan
timbulnya suatu penyakit atau takut diterlantarkan karena tidak berguna lagi.
Faktor yang mempengaruhi perubahan kondisi mental yaitu:
1) Perubahan fisik, terutama organ perasa
2) Kesehatan umum
3) Tingkat pendidikan
4) Keturunan (hereditas)
5) Lingkungan
6) Gangguan syaraf panca indera
7) Gangguan konsep diri akibat kehilangan jabatan
8) Kehilangan hubungan dengan teman dan famili
9) Hilangnya kekuatan dan ketegapan fisik, perubahan terhadap gambaran diri,
perubahan konsep diri.
d. Perubahan psikososial
Pada saat ini orang yang telah menjalani kehidupannya dengan bekerja
mendadak diharapkan untuk menyesuaikan dirinya dengan masa pensiun. Bila ia
cukup beruntung dan bijaksana, mempersiapkan diri untuk pensiun dengan
menciptakan minat untuk memanfaatkan waktu, sehingga masa pensiun
memberikan kesempatan untuk menikmati sisa hidupnya. Tetapi banyak pekerja
pensiun berarti terputus dari lingkungan dan teman-teman yang akrab dan
disingkirkan untuk duduk-duduk di rumah. Perubahan psikososial yang lain
adalah merasakan atau sadar akan kematian, kesepian akibat pengasingan diri
lingkungan sosial, kehilangan hubungan dengan teman dan keluarga, hilangnya
kekuatan dan ketegangan fisik, perubahan konsep diri dan kematian pasangan
hidup.
e. Perubahan kognitif
Perubahan fungsi kognitif di antaranya adalah:
1) Kemunduran umumnya terjadi pada tugas-tugas yang membutuhkan
kecepatan dan tugas tugas yang memerlukan memori jangka pendek.
2) Kemampuan intelektual tidak mengalami kemunduran.
3) Kemampuan verbal dalam bidang vokabular (kosakata) akan menetap bila
tidak ada penyakit.
f. Perubahan spiritual
1) Agama atau kepercayaan makin terintegrasi dalam kehidupannya.
2) Lanjut usia makin matur dalam kehidupan keagamaannya, hal ini terlihat
dalam berfikir dan bertindak dalam sehari-hari.
Perkembangan spiritual pada usia 70 tahun menurut Fowler: universalizing,
perkembangan yang dicapai pada tingkat ini adalah berfikir dan keadilan.
ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK
A. PENGKAJIAN
1. Identitas klien
a. Nama : Ny. K
b. Umur : 77 Tahun
c. Alamat : ulujami raya no 27 pesanggarahn jakarta selatan
d. Pendidikan : SD
e. Jenis kelamin : Perempuan
f. Suku : Jawa
g. Agama : Islam
h. Status perkawinan : Janda
i. Tanggal pengkajian : Senin, 11 july 2020
h. Klien mengatakan nyeri dirasakan saat terlalu banyak melakukan aktivitas (P)
i. Nyeri terasa seperti mencengkram (Q)
j. Klien mengatakan nyeri di tengkuk (R)
k. Klien mengatakan skala nyeri 5 (S)
l. Nyeri yang dirasakan hilang timbul (T)
m. Wajah klien tampak meringis saat menahan nyeri.
3. Riwayat kesehatan
1) Keluhan Utama Saat Ini
Klien mengatakan sering pusing, masuk angin dan merasa sakit pada bagian
tengkuknya, rasa nyeri yang dirasakan terkadang mengganggu aktivitasnya.
4. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum :
Tingkat kesadaran : Composmentis (E4V5M6).
Tanda Vital
Tekanan Darah : 150/80 mmHg
Nadi : 98
Respiratory Rate : 22 x/menit
Suhu : 36.7C
3: IMT > 23
Total 9
2. PENGKAJIAN
2: 3 kali
13. Seberapa banyak asupan cairan yang 0.0: kurang dari 3 gelas
anda minum per hari (air putih, jus,
0.5: 3-5 gelas
kopi, teh, susu)
1.0: lebih dari 5 gelas
0.5: 21-22 cm
1: lebih dari 22 cm
Total
Interpretasi hasil :
Dengan
No Kriteria Mandiri Keterangan
Bantuan
1 Makan 10 Frekuensi: 3x sehari
Jumlah: secukupnya
Jenis, nasi, sayur, lauk
2 Minum 10 Frekuensi: 6-8 kali
sehari
Jumlah: secangkir
kecil
Jenis: air putih, dan
susu
3 Berpindah dari satu tempat 15 Mandiri
ketempat lain
4 Personal toilet (cuci muka, 5 Frekuensi: 3x
menyisir rambut, gosok gigi).
5 Keluar masuk toilet 5 Frekuensi: 2-3 kali
( mencuci pakaian, menyeka
tubuh, meyiram)
6 Mandi 15 2x sehari pada pagi
hari dan sore hari
sebelum Ashar.
7 Jalan dipermukaan datar 10 Setiap ingin
melakukan sesuatu
misalnya mengambil
minum atau ke kamar
mandi.
8 Naik turun tangga 10 Baik tapi harus pelan-
pelan
9 Mengenakan pakaian 10 Mandiri dan rapi
10 Kontrol Bowel (BAB) 10 Frekuensi: 1x sehari
Konsistensi: padat
11 Kontrol Bladder (BAK) 10 Frekuensi: 6x sehari
Warna: kuning
12 Olah raga/ latihan 10 Klien mengikuti
senam yang diadakan
PSTW saat pagi hari
13 Rekreasi/ pemanfaatan waktu 10 Jenis: rekreasi keluar
luang 1 tahun sekali dari
bpstw/hanya duduk
saja kadang
mengobrol dengan
teman.
Keterangan:
a. 130 : mandiri
b. 65-125 : ketergantungan sebagian
c. 60 : ketergantungan total
Setelah dikaji didapatkan skor : 130 yang termasuk dalam kategori mandiri
Interpretasi hasil:
a. Salah 0-3: fungsi intelektual utuh
b. Salah 4-5 : kerusakan intelektual ringan
c. Salah 6-8 : Kerusakan intelektual sedang
d. Salah 9-10: Kerusakan intelektual berat
Skor yang didapatkan dari hasil pengkajian yaitu salah 2 sehingga disimpulkan Ny. K
memiliki fungsi intelektual utuh.
Penilaian:
Nilai 1 jika menjawab sesuai kunci berikut :
a. Tidak i. Ya
b. Ya j. Ya
c. Ya k. Tidak
d. Ya l. Ya
e. Tidak m. Tidak
f. Ya n. Ya
g. Tidak o. Ya
h. Ya
Skor :3
5-9 : kemungkinan depresi
10 atau lebih : depresi
Kesimpulan : Skor yang didapatkan dari hasil pengkajian yaitu 3 sehingga
disimpulkan Ny. K kemungkinan depresi.
Do :
1. Wajah klien tampak meringis saat menahan
nyeri.
Do:
1. Klien tampak gemetar saat memegang gelas
berisi susu yang mau dipindahkan ke kamar.
2. Hasil postural hypotensi lebih dari 20 mmHg
pada tekanan diastolik.
3. Hasil reach test <6 inchi
4. Pada saat diminta berdiri dan mengangkat
satu kaki klien hanya melakukan sebentar dan
kembali duduk.
5. Hasil TUG Test 24 detik.
C. PRIORITAS DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri kronis berhubungan dengan proses penyakit
2. Insomnia berhubungan dengan ansietas
3. Risiko jatuh berhubungan dengan kesulitan gaya berjalan
O:
Klien mampu melakukan gerakan
senam relaksasi progresif tetapi masih
sering lupa.
TD : 140/70 mmHg
A:
Masalah keperawatan insomnia teratasi
sebagian
P:
Motivasi klien untuk melakukan
relaksasi otot progresif setiap hari
O:
Klien mampu mempraktekkan kembali
senam seralksasi otot progresif,
meskipun tidak berurutan.
TD : 140/70 mmHg
A:
Masalah keperawatan insomnia teratasi
sebagian
P:
Motivasi klien untuk melakukan
relaksasi otot progresif setiap hari
PENUTUP
A. Kesimpulan
Setelah dilakukan asuhan keperawatan Gerontik pada klien Ny. K dengan
insonsomnia dan risiko jatuh di Wisma A BPSTW Yogyakarta Unit Budhi Luhur selama
3 x 12 jam didapatkan hasil :
1. Nyeri kronis pada Ny. K di Wisma A BPSTW Kasongan Yogyakarta masalah
teratasi sebagian, ditunjukkan dengan klien mengatakan nyeri sudah berkurang
dengan skala 2.
2. Insomnia pada Ny. K di Wisma A BPSTW Kasongan Yogyakarta masalah teratasi
sebagian, ditunjukkan dengan klien mengatakan masih terbangun di malam hari
karena pipis.
3. Resiko jatuh pada Ny. K di wisma A BPSTW Kasongan Yogyakarta masalah
teratasi sebagian, ditunjukkan dengan klien mengatakan belum perlu menggunakan
alat bantu untuk berjalan.
B. Saran
a. Bagi petugas kesehatan
1) Bagi perawat dalam memiliki tanggung jawab untuk selalu memperbaharui
pengetahuan dan keterampilannya perawat juga harus memperhatikan dalam
pemberian asuhan keperawatan pada klien khususnya lansia yang mengalami
hipertensi untuk menerapkan terapi relakasi otot progresif untuk dilakukan
sehari-hari.
2) Petugas PSTW memperhatikan lingkungan kelayan sehingga dapat mengurangi
resiko jatuh
b. Bagi lansia
1) Bagi lansia relaksasi otot progresif ini di harapkan dapat menjadi terapi mandiri
untuk lansia saat lansia mengalami hipertensi.
DAFTAR PUSTAKA
Delta Agustin. 2015. Pemberian Massage Punggung Terhadap Kualitas Tidur Pada
Asuhan Keperawatan Ny.U dengan Stroke Non Haemorogik di Ruang
Anggrek II RSUD dr. Muwardi Surakarta. Surakarta : Karya Tulis Stikes
Kusuma Husada.
Depkes. 2009. Pedoman Nasional Penanggulangan Hipertensi. Jakarta.
Dinas Kesehatan Sleman. 2013. Kesehatan Usia Lanjut. http://dinkes.slemankab.
go.id/kesehatan-usia-lanjut. Dikutip pada tanggal 27 April 2016.
Herbert Benson, dkk. 2012. Menurunkan Tekanan Darah. Jakarta: Gramedia.
Huda Nurarif & Kusuma H,. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC. Edisi Revisi Jilid 2. Jogja: Medi
Action.
Kaplan N, M. 2010. Primary Hypertension: Patogenesis, Kaplan Clinical
Hypertension. 10th Edition: Lippincot Williams & Wilkins, USA.
Herdman, Heather. 2010. Diagnosis Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi 2009-
2011.Jakarta : EGC
Hidayat. 2009. Konsep Personal Hygiene diakses dalam http://hidayat2.wordpress.com
diakses tanggal 18 Juli 2013
PPNP-SIK STIKES ‘Aisyiyah Yogyakarta. 2012. Buku Evaluasi Mahasiswa
KeperawatanGerontik. Yogyakarta: STIKES ‘Aisyiyah
Wilkinson, Judith M. 2007,Buku Saku Diagnosis Keperawatan dengan Intervensi NIC dan
Kriteria Hasil NOC, Jakarta: EGC