Anda di halaman 1dari 14

KEPERAWATAN KOMUNITAS

“ASUHAN KEPERAWATAN AGREGAT KESEHATAN LANSIA”

DOSEN PENGAMPU:

NS. Ari Rahmat Aziz,S.Kep,M.Kep

DISUSUN OLEH :

Nadia Aufa (180101147)

SEKOLAH TINGGI KESEHATAN AL-INSYRAH PEKANBARU

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

2021
KONSEP TEORI

A. Pengertian Lansia
1. Menurut Undang Undang Nomor 13 Tahun 1998 dalam Bab I Pasal I ayat 2 yang
berbunyi “Lanjut Usia adalah seseorang yang mencapai usia 60 (enam puluh) tahun
ke atas” (Effendi & Makhfudli, 2009)
2. Lansia, menurut World Health Organisation (WHO) adalah seseorang yang telah
memasuki usia 60 tahun keatas (Effendi & Makhfudli, 2009).
3. Lanjut usia adalah bagian dari proses tumbuh kembang. Dimana seseorang akan
mengalami kemunduran fisik, mental dan sosial secara bertahap. Seseorang dikatan
lansia apabila usianya sudah mencapai diatas 60 tahun (Azizah, 2011).
4. Masa dewasa tua (lansia) merupakan masa dimana seseorang telah pensiun,
biasanya diantara usia 65 dan 75 tahun. Seseorang akan menjadi lanjut usia seiring
bertambahnya usia (Potter & Perry, 2005).
5. Lanjut usia adalah seseorang yang memiliki tiga macam usia yaitu usia kronologis
dimana seseorang berusia 60 tahun keatas, usia biologis dimana seseorang dalam
kondisi pematangan jaringan, dan usia psikologis dimana kemampuan seseorang
untuk dapat menyesuaikan terhadap setiap situasi yang dihadapi (Noorkasiani,
2009).

B. Batasan umur pada usia lanjut dari waktu ke waktu berbeda.

1. Menurut World Health Organitation (WHO) 2009 dalam (Effendi & Makhfudli,
2009) lansia meliputi :
 Usia pertengahan (middle age) antara usia 45 sampai 59 tahun
 Lanjut usia (elderly) antara usia 60 sampai 74 tahun
 Lanjut usia tua (old) antara usia 75 sampai 90 tahun
 Usia sangat tua (very old) diatas usia 90 tahun
2. Menurut Setyonegoro (Effendi & Makhfudli, 2009) lanjut usia (getriatric age)
dibagi menjadi 3 batasan umur, yaitu:
 Young old (usia 70-75 tahun),
 Old (usia 75-80 tahun), dan
 Very old (usia > 80 tahun).
3. Berbeda dengan WHO, menurut Departemen Kesehatan RI (2006) pengelompokkan
lansia menjadi :
 Virilitas (prasenium) yaitu masa persiapan usia lanjut yang menampakkan
kematangan jiwa (usia 55-59 tahun)
 Usia lanjut dini (senescen) yaitu kelompok yang mulai memasuki masa usia
lanjut dini (usia 60-64 tahun)
 Lansia berisiko tinggi untuk menderita berbagai penyakit degeneratif (usia >65
tahun) (Nafthali, Ranimpi, & Anwar, 2017)
Berdasarkan berbagai pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa lansia merupakan
seseorang yang berusia di atas 60 tahun.

C. Proses dan Perubahan yang Terjadi pada Lansia


Proses menua merupakan proses yang terus-menerus atau berkelanjutan secara alamiah
dan secara perlahan mengalami perubahan yang terkait waktu, bersifat universal, intrinsik,
progresif, dan destrimental. Keadaan tersebut dapat menyebabkan berkurangnya
kemampuan beradaptasi terhadap lingkungan untuk dapat bertahan hidup (Nugroho, 2008).
Proses menua atau ageing proses adalah proses menghilangnya atau menurunnya
fungsi-fungsi dalam diri yang dilatarbelakangi oleh aspek psikologis, bilogis, dan sosial
sehingga terjadi perubahan yang dapat mempengaruhi kehidupan (Noorkasiani, 2009).
Proses menua (ageing process) adalah suatu proses menghilang secara perlahan-lahan
kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti dan mempertahankan fungsi
normalnya. Proses penuaan secara progresif terjadi perubahan fisiologis dan anatomis organ
tubuh yang berlangsung seiring berlalunya waktu (Azizah, 2011).
Secara umum, perubahan fisiologis proses penuaan adalah sebagai berikut.
1. Perubahan mikro merupakan perubahan yang terjadi dalam sel seperti :
 Berkurangnya cairan dalam sel
 Berkurangnya ukuran sel
 Berkurangnya jumlah sel
2. Perubahan makro,yaitu perubahan yang jelas dapat diamati atau terlihat seperti :
 Mengecilnya kelenjar mandibular
 Menipisnya diskus intervertebralis
 Erosi pada permukaan sendi-sendi
 Terjadinya osteoporosis
 Otot-otot mengalami atrofi
 Sering dijumpai adanya emfisema polmonum
 Presbiopi
 Adanya arteriosclerosis
 Menopause pada wanita
 Adanya demensia senilis
 Kulit tidak elastis lagi
 Rambut memutih

D. Masalah Kesehatan yang Terjadi pada Lansia


Masalah kesehatan yang mungkin dialami lansia meliputi kecelakaan, penyakit
ketunadayaan kronis, penyalahgunaan dan penggunasalahan obat, alkoholisme, demensia,
dan penganiayaan. Penyebab utama kematian pada individu yang berusia di atas 65 tahun
adalah penyakit jantung, penyakit serebrovaskular (stroke), pneumonia/influenza, penyakit
paru obstruktif dan kanker.
1. Kecelakaan
Pencegahan kecelakaan merupakan focus perhatian utama bagi lansia. Healthy
People 2010 (USDHHS, 2000) melaporkan bahwa sebanyak 87% dari seluruh kasus
fraktur yang terjadi pada lansia di atas 65 tahun disebabkan oleh insiden jatuh.Karena
penurunan fungsi penglihatan, reflex yang semakin lambat, dan kondisi tulang yang
rapuh, lansia harus selalu berhati-hati pada saat menaiki anak tangga, mengemudikan
mobil, dan bahkan saat berjalan. Mengemudi, khususnya pada malam hari, memerlukan
kewaspadaan, sebab kemampuan akomodasi mata terhadap cahaya terganggu dan
penglihatan perifer menurun. Lansia perlu membiasakan diri menengokkan kepala
sebelum berpindah jalur dan tidak mengandalkan penglihatan samping, misalnya saat
menyeberang jalan. Mengemudi saat cuaca berkabut atau pada kondisi berbahaya lain
harus dihindari.
Kebakaran merupakan bahaya bagi lansia yang mengalami gangguan memori
Lansia dapat lupa kalau mereka meninggalkan setrika atau kompor gas dalam keadaan
menyala atau tidak mematikan puntung rokok dengan tuntas. Karena sensitivitas kulit
terhadap nyeri dan panas berkurang, lansia harus berhati-hati pada saat mandi atau
menggunakan alat pemanas untuk mencegah terbakar.
Banyak lansia menderita dan meninggal setiap tahunnya akibat hipotermia.
Hipotermia adalah suhu tubuh di bawah normal. Penurunan metabolisme dan
hilangnya perlindungan normal akibat menipisnya jaringan subkutan menurunkan
kemampuan lansia dalam menahan panas.
Lansia yang mengonsumsi analgesic atau sedatif dapat menjadi letargi, sehingga
harus dipantau secara ketat dan teratur. Cara lain untuk merangsang tidur harus
digunakan kapan pun memungkinkan. Perawat dapat membantu klien lansia
menciptakan lingkungan rumah yang aman. Bahaya khusus yang ada dapat
diidentifikasi dan diperbaiki; misalnya susur tangan dapat dipasang pada anak tangga.
Perawat perlu mengajarkan pentingnya minum obat sesuai resep dan untuk
menghubungi tenaga kesehatan apabila terdapat tanda-tanda intoleransi obat.
Individu dengan penyakit Alzheimer atau berbagai jenis demensia lain memiliki
kebutuhan keselamatan yang kian meningkat seiring memburuknya kondisi. Perilaku
mereka biasanya mengalami kemunduran seperti layaknya anak kecil, dan tindakan
kewaspadaan yang sama tentunya harus dilakukan. Beberapa diantaranya adalah
menyimpan racun dan obat-obatan di luar jangkauan lansia (sebaiknya dalam keadaan
terkunci), melepaskan kenop kompor gas untuk mencegah terbakar dan bahaya
kebakaran, serta memasang kunci khusus pada pintu bagi lansia yang cenderung
keluyuran. Kita harus memberikan perhatian bagi masalah potensial tersebut, baik
untuk lansia yang tinggal di rumah maupun yang tinggal di fasilitas kesehatan.

2. Penyakit Kronik
Banyak lansia menjalani fungsinya dengan baik dalam komunitas mengalami
gangguan; sedang yang lainnya menderita akibat satu jenis penyakit kronis atau lebih
yang dapat menimbulkan gangguan fungsi yang serius. Contoh penyakit tersebut adalah
arthritis, osteoporosis, penyakit jantung, stroke, penyakit paru obstruktif, perubahan
penglihatan dan pendengaran, serta disfungsi kognitif. Selain itu, penyakit akut seperti
pneumonia, fraktur, trauma akibat jatuh, kecelakaan kendaraan bermotor, atau insiden
lainnya dapat menyebabkan masalah kesehatan kronis. Penyakit kronis menyebabkan
banyak perubahan pada diri klien maupun anggota keluarga.
Contohnya, klien, memerlukan lebih banyak bantuan dalam melakukan aktivitas
kehidupan sehari-hari seperti ambulasi, makan, hygiene, dan lain sebagainya; biaya
perawatan kesehatan kerap menjulang dan dapat menimbulkan permasalahan ekonomi;
peran keluarga perlu diubah; dan anggota keluarga perlu mengubah gaya hidup mereka
untuk memenuhi kebutuhan perawatan.

3. Penggunaan kesalahan Obat


Lansia yang menderita satu jenis penyakit kronis atau lebih kerap memerlukan obat-
obatan. Munculnya penyakit akut membutuhkan tambahan obat-obatan. Klien dapat
membeli obat bebas untuk mengatasi berbagai ketidaknyamanan umum akibat penuaan,
seperti konstipasi, gangguan tidur, dan nyeri sendi. Selama beberapa tahun terakhir,
penggunaan vitamin, suplemen makanan, dan jamu-jamuan mengalami penigkatan.
Agens tersebut masuk ke dalam kategori obat bebas dan sering kali tidak dilaporkan
klien sebagai bagian dari program pengobatan mereka. Pengkajian yang akurat harus
memuat catatan seluruh agens tersebut. Banyak agens tersebut belum menjalani uji
keefektifan, efek samping, serta interaksi dengan obat-obat lain secara adekuat.
Kerumitan yang ditemui dalam upaya pemberian obat secara mandiri dapat
menimbulkan berbagai situasi penggunasalahan, seperti mengonsumsi obat terlalu
banyak atau terlalu sedikit, mengonsumsi obat bersama alcohol, mengonsumsi obat
resep bersama obat bebas,atau mengonsumsi obat milik orang lain. Situasi lain yang
berpotensi menimbulkan penggunasalahan yaitu ketika obat diresepkan oleh lebih dari
satu dokter dank lien tidak member tahu obat apa saja yang telah diterima sebelumnya
kepada masing-masing dokter.

Selain itu, farmakodinamik obat pada lansia turut mengalami perunahan.Variasi


pada absorpsi, distribusi, metabolisme, dan eksresi obat berhubungan dengan perubahan
fisiologik akibat penuaan.
4. Alkoholisme
Murray dan Zentner (2001) mengemukakan bahwa sekitar 10%-15% (lebih dari 2
juta) lansia di Amerika alkoholik. Ada dua tipe lansia alkoholik; mereka yang mulai
mengonsumsi alcohol sejak muda dan mereka yang mengonsumsi alcohol secara
berlebihan di usia lanjut untuk membantu mengatasi berbagai perubahan dan masalah
yang muncul di masa tua mereka. banyak, alkoholik awitan lambat adalah duda.
Mengonsumsi alcohol selama bertagun-tahun membawa pengaruh buruk pada
semua system tubuh, menyebabkan kerusakan progresif pada hati dan ginjal, merusak
lambung dan organ lain yang terkait, serta memperlambat respons mental yang kerap
mengakibatkan kecelakaan dan kematian. Alcohol berinteraksi dengan banyak obat,
yakni dengan mengubah efek normal obat tersebut pada tubuh. Beberapa obat
mengalami peningkatan efek saat dikonsumsi bersama alcohol (mis., antikoagulan dan
narkotika), sedang aksi obat lain (mis., antibiotic justru diinhibasi). Untuk lansia yang
menderita penyakit kronis dan mengonsumsi banyak obat, konsumsi obat bersama
alcohol dapat menyebabkan overdosis obat serius.
Perawat tidak berhak mengecap atau menghakimi klien alkoholik. Sebaliknya,
perawat harus berupaya mendengarkan, menerima, serta menawarkan bantuan kepada
mereka. perawat harus mengkaji jumlah serta jenis minuman beralkohol yang
dikonsumsi klien berikut pola dan frekuensinya. Penting bagi perawat untuk membahas
mengenai obat-obat yang dikonsumsi klien dan meninjau efek samping obat serta efek
interaksi antara alcohol dan obat yang muncul. Perawat berperan bertindak sebagai
advokat klien dan memfasilitasi upaya penanganan kebiasaan mabuk klien di samping
upaya pencegahan komplikasi yang mungkin muncul.

5. Demensia
Demensia merupakan proses yang membahayakan dan berlangsung lambat, yang
mengakibatkan hilangnya fungsi kognitif secara progresif. Kondisi ini
dikarakteristikkan dengan perubahan memori, penilaian, bahasa, penghitungan
matematik, penalaran abstrak, dan kemampuan menyelesaikan masalah serta oleh
perilaku impulsive, stupor, letargi, dan disorientasi (Wold, 1999, hlm. 252-253). Tipe
demensia yang paling sering ditemui adalah penyakit Alzheimer (Alzheimer’s
Disease/AD). Penyebab AD tidak diketahui. AD terjadi pada sekitar 3 juta penduduk
Amerika Serikat. Dalam 50 tahun mendatang, prevalensi PA akan meningkat menjadi 1
di antara 45 lansia (Brookmeyer, Gray, & Kawas, 1998). Gejala AD dikelompokkan ke
dalam tiga atau empat tahap dan mungkin sedikit bervariasi antara klien satu dengan
klien yang lain. Gejala yang paling menonjol adalah disfungsi kognitif yang meliputi
penurunan memori, kemampuan belajar, atensi, penilaian, orientasi, dan keterampilan
bahasa. Gejala tersebut progresif, dan semua penderitanya mengalami penurunan
kemampuan kognitif dan fisik yang stabil yang berlangsung selama 7-15 tahun dan
berakhir dengan kematian. Pada tahap akhir, klien AD memerlukan bantuan total, tidak
mampu berkomunikasi, inkontinensia, dan mungkin tidak mampu berjalan. Tidak ada
obat atau terapi khusus untuk AD. Sejumlah obat telah dikembangkan, tetapi tidak satu
pun terbukti mampu membalik perburukan penyakit.
Diperkirakan sekitar 1 juta penderita AD menjalani perawatan di rumah. Tugas
perawatan ini biasanya dibebankan kepada wanita—istri dan anak perempuan—yang
mereka sendiri pun mengalami penuaan. AD menimbulkan penderitaan bagi keluarga
maupun pemberi asuhan klien. Pemberi asuhan kerap mengalami kelelahan fisik dan
emosi saat memberikan perawatan yang riada henti kepada klien dan juga merasakan
kesedihan yang mendalam saat melihat orang yang mereka cintai berubah menjadi
seseorang yang tidalagi mengenal mereka. Jika klien harus dirawat ditatanan
keperawatan, perawat bertanggung jawab memberi perawatan suportif, informasi
akurat, serta bantuan rujukan. Perawat perlu melakukan pengkajian yang berkelanjutan
pada klien maupun pemberi asuhan, sebab beberapa perubahan muncul saat kondisi
klien mulai memburuk. Jika perubahan ini muncul, sumber-sumber yang tepat dapat
digunakan untuk mengurangi stress yang dialami oleh pemberi asuhan. Contohnya,
dengan memanfaatkan tempat penitipan lansia atau pusat rawat rehat selama beberapa
jam per hari agar pemberi asuhan memiliki waktu untuk dirinya sendiri.
6. Penganiayaan Lansia
Angka penganiayaan lansia tidak diketahui akibat insiden kasus yang tidak
dilaporkan. Seiring peningkatan proporsi lansia dalam populasi meningkat,
penganiayaan lansia mungkin menjadi masalah yang lebih besar. Penganiayaan lansia
dapat terjadi pada pria maupun wanita; namun, korban yang paling sering adalah wanita
di atas usia 75 tahun yang mengalami gangguan fisik atau mental dan bergantung pada
pelaku dalam perawatan diri. Penganiayaan dapat berupa penganiayaan fisik,
psikologis, atau emosi; penganiayaan seksual; penganiayaan keuangan; pelanggaran
terhadap hak asasi dan hak warga Negara lansia; dan pengabaian aktif atau pasif.
Jika penganiayaan berupa pengabaian fisik, lansia dapat mengalami dehidrasi,
malnutrisi, atau oversedasi. Korban mungkin tidak dapat menggunakan benda=benda
penting, seperti kacamata, alat bantu dengar, atau walker. Secara psikologis, lansia
dapat mengalami kekerasan verbal, ancaman, penghinaan, atau ejekan. Penganiayaan
juga dapat berupa tidak diberi obat-obatan atau penanganan medis yang tepat, isolasi,
pengurungan yang tak-beralasan, privasi yang kurang, lingkungan yang tidak aman, dan
kerja paksa yang tak disengaja. Beberapa lansia dieksploitasi secara financial oleh
keluarga yang mencuri atau menyalahgunakan harta atau uang mereka. Tindakan
lainnya berupa pemukulan atau bahkan perkosaan oleh anggota keluarga. Sebagian
besar korban mengalami dua bentuk penganiayaan atau lebih.
Penganiayaan atau pengabaian lansia dapat terjadi di rumah pribadi, penampungan
lansia, panti wreda, rumah sakit,atau fasilitas layanan jangka panjang. Banyak di antara
penganiayaan adalah putra atau putri mereka; yang lainnya meliputi pasangan, keluarga
(cucu, saudara kandung, dan keponakan), dan terkadang penyedialayanan kesehatan.
Lansia tidak melapor peristiwa penganiayaan atau pengabaian yang mereka alami
karena banyak sebab. Mungkin mereka malu mengaui bahwa anak-anak mereka telah
menganiaya mereka atau merasa takut akan menerima pembalasan apabila mereka
meminta bantuan. Lansia merasa takut akan dikirim ke suatu lembaga. Lansia sering
kali kekurangan sumber keuangan dan kapasitas mental untuk dapat waspada terhadap
peristiwa penganiayaan atau pengabaian dan untuk melaporkan situasi tersebut. Contoh
kasus antara lain berupa tindak kekerasan atau penyalahgunaan keuangan pada lansia
yang tidak kompeten secara fisik maupun mental serta tidak memiliki teman atau
kerabat yang dapat dipercaya. Pada beberapa situasi, perawat dapat melakukan
intervensi dengan memberikan pendidikan kepada pemberi asuhan mengenai kebutuhan
lansia dan sumber-sumber yang tersedia guna meningkatkan dukungan di rumah.
Mereka juga harus melaporkan situasi tersebut kepada pihak yang tepat di institusi
layanan kesehatan.
Perawat harus mengenali hukum yang berlaku di Negara tertentu tentang laporan
mengenai dugaan atau bukti penganiayaan. Meski demikian, individu dewasa yang
kompoten secara hokum tidak dapat dipaksa untuk meninggalkan situasi penganiayaan
tersebut, dan pada banyak kasus, mereka mungkin memutuskan untuk tetap bertahan.
Jika klien tidak kompeten secara hukum, proses peradilan untuk memperoleh
perlindungan dapat dilakukan (Erb & Snyder, 2010).

E. Tren Dan Isu Kecendrungan Masalah Kesehatan Gerontik


1. Masalah kehidupan seksual. Adanya anggapan bahwa semua ketertarikan seks pada
lansia telah hilang adalah mitos atau kesalahpahaman. Kenyataannya,hubungan
seksual pada suami istri yang sudah menikah dapat berlanjut sampai bertahun-
tahun . Bahkan aktivitas ini dapat dilakukan pada saat klien sakit atau mengalami
ketidakmampuan dengan cara berimajinasi atau menyesuaikan diri dengan pasangan
masing-masing. Hal ini dapat menjadi tanda bahwa maturitas dan kemesraan antara
kedua pasangan sepenuhnya normal. Ketertarikan terhadap hubungan intim dapat
terulang antara pasangan dalam membentuk ikatan fisik dan emosional secara
mendalam selama masih mampu melaksanakan.
2. Perubahan perilaku. Pada lansia sering dijumpai terjadinya perubahan perlikau,di
antaranya : daya ingat menurun,pelupa,sering menarik diri,ada kecendrungan
penurunan merawat diri,timbulnya kecemasan karena dirinya sudah tidak menarik
lagi,dan lansia sering menyebabkan sensitivitas emosional seseorang yang akhirnya
menjadi sumber banyaknya masalah.
3. Pembatasan aktivitas fisik. Semakin lanjut usia seseorang, mereka akan mengalami
kemunduran,terutama di bidang kemampuan fisik yang dapat mengakibatkan
penurunan pada peranan-peranan sosialnya. Hal ini mengakibatkan timbulnya
gangguan dalam hal mencukupi kebutuhan hidupnya,sehingga dapat meningkatkan
ketergantungan yang memerlukan bantuan orang lain.
4. Palliative care. Pemberian obat pada lansia yang bersifat palliative care adalah obat
tersebut ditujukan untuk mengurangi rasa sakit yang dirasakan oleh lansia.
Fenomena polifarmasi dapat menimbulkan masalah, yaitu adanya interaksi obat dan
efek samping obat. Sebagai contoh : klien dengan gagal jantung dan edema
mungkin diobati dengan digoksin dan diuretic. Diuretik berfungsi untuk mengurangi
volume darah dan salah satu efek sampingnya yaitu keracunan digoksin. Klien yang
sama mungkin mengalami depresi, sehingga diobati dengan antidepresan. Efek
samping antidepresan adalah retensi urin. Efek samping inilah yang menyebabkan
ketidaknyamanan pada lansia.
5. Penggunanan obat. Medikasi pada lansia memerlukan perhatian yang khusus dan
merupakan persoalan yang sering kali muncul di masyarakat atau rumah sakit.
Persoalan utama dan terapi obat pada lansia adalah terjadinya perubahan fisiologis
pada lansia akibat efek obat yang luas, termasuk efek samping obat
tersebu(Watson,1992). Dampak praktis dari adanya perubahan usia ini adalah
bahwa obat dengan dosis yang lebih kecil cenderung diberikan untuk lansia.
Namun,hal ini tetap bermasalah karena lansia sering kali menderita bemacam-
macam penyakit untuk diobati, sehingga mereka membutuhkan beberapa jenis obat.
Persoalan yang dialami lansia dalam pengobatan adalah : bingung,lemah
ingatan,penglihatan berkurang,tidak bisa memegang,dan kurang memahami
pentingnya program tersebut untuk dipatuhi dan dijalankan.
6. Kesehatan mental. Selain mengalami kemunduran fisik,lansia juga mengalami
kemunduran mental. Semakin lanjut seseorang,kesibukan sosialnya akan semakin
berkurang dan dapat mengakibatkan berkurangnya integrasi dengan lingkungannya.
F. Permasalahan yang Terjadi pada Lansia
1. Permasalahan yang berkaitan dengan pencapaian kesejahteraan lansia.
Permasalahan yang berkaitan dengan pencapaian kesejahteraan lansia di antaranya :
a. Ketidakberdayaan fisik,sehingga menyebabkan ketergantungan pada orang lain
b. Ketidakpastian ekonomi,sehingga membutuhkan perubahan total dalam pola
hidup
c. Membuat teman baru untuk mendapat ganti mereka yang telah
meninggal/pindah
d. Mengembangkan aktivitas baru untuk mengisi waktu luang yang bertambah
banyak
e. Belajar memperlakukan anak-anak yang telah tumbuh dewasa

Sedangkan masalah yang umum dan khusus pada lansia adalah sebagai berikut.
a. Permasalahan Umum
 Makin besar jumlah lansia yang berada di bawah garis kemiskinan
 Makin melemahnya nilai kekerabatan,sehingga anggota keluarga yang berusia
lanjut kurang diperhatikan, dihargai, dan dihormati
 Lahirnya kelompok masyarakat industry
 Masih rendahnya kuantitas dan kualitas tenaga professional pelayanan usia
lanjut
 Belum membudaya dan melembaganya kegiatan pembinaan kesejahteraan
pada lansia
b. Permasalahan Khusus
 Berlangsungnya proses penuaan yang berakibat pada timbulnya masalah
fisik,mental,maupun sosial
 Berkurangnya integrase sosial lansia
 Rendahnya produktivitas kerja lansia
 Banyaknya lansia yang miskin,terlantar,dan cacat
 Berubahnya nilai sosial masyarakat yang mengarah pada tatanan masyarakat
individualistic
 Adanya dampak negatif dari proses pembangunan yang dapat mengganggu
kesehatan fisik lansia
2. Masalah Kesehatan Utama
a. Penyakit jantung
b. Penyakit keganasan seperti kanker
c. Penyakit ginjal
d. Penyakit paru akut seperti pneumonia dan edema paru
e. Penyakit vaskular seperti CVA dan penyakit pembuluh perifer
f. COPD atau PPOM (penyakit paru obstruksi menahun)
g. Arthritis
h. Kelainan pada kulit dan kecelakaan

3. Peningkatan Stesor
Hal ini dapat diakibatkan adanya hemiplegi ,defisit sensorik,hospitalisasi,tinggal di
rumah perawatan,kesulitan berbicara,kehilangan anak dan teman,pemindahan benda
yang memiliki arti,serta cara kerja yang tidak bisa dilakukan sebagaimana pada waktu
dahulu (muda).
4. Renspons Obat
Permasalahan yang berkaitan dengan respons obat pada lansia dipengaruhi oleh
banyak faktor, di antaranya adalah sebagai berikut.
a. Menurunnya absorpsi obat,hal ini dapat disebabkan oleh menurunnya HCI,asam
lambung,dan perubahan pergerakan gastrointestinal.
b. Perubahan distribusi obat,hal ini disebabkan oleh menurunnya serum albumin
yang mengikat obat dan tersimpannya obat pada jaringan lemak.
c. Perubahan metabolisme obat,akibat menurunnya aktivitas enzim hati.
d. Menurunnya ekskresi obat,terjadi akibat menurunnya aliran darah ke
ginjal,menurunnya kecepatan filtrasi glomerulus,dan menurunnya beberapa
fungsi tubulus ginjal.
5. Post Power Sindrom
Post power sindrom merupakan suatu keadaan maladjustment mental dari seseorang
yang mempunyai kedudukan “dari ada menjadi tidak ada” dan menunjukkan gejala-
gejala di antaranya frustasi,depresi,dan lain-lain pada orang yang bersangkutan. Ada
empat faktor yang perlu diperhatikan,yaitu :
a. Perkembangan kepribadian yang kurang dewasa
b. Kedudukan yang relatif memberikan kekuasaan dan kepuasan
c. Proses kehilangan kedudukan yang relatif cepat
d. Lingkungan yang mungkin memberikan suasana terhadap timbulnya post power
sindrom
DAFTAR PUSTAKA

Azizah, Lilik Ma’rifatul. 2011. Keperawatan Lanjut Usia. Yogyakarta : Graha Ilmu
Depkes RI. 2006. Pedoman Pelatihan Kader Kelompok Usia Lanjut Bagi Petugas
Kesehatan. Jakarta: Direktorat Kesehatan Keluarga.
Effendi, F & Makhfudli. 2009. Keperawatan Kesehatan Komunitas: Teori dan Praktek
Dalam Keperawatan. Jakarta: Salemba medika.
Potter dan Perry. (2005). Buku Ajar Fundamental Keperawatan. Jakarta: EGC.
Potter dan Perry. (2005). Buku Ajar Fundamental Keperawatan. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai