DOSEN PENGAMPU:
DISUSUN OLEH :
2021
KONSEP TEORI
A. Pengertian Lansia
1. Menurut Undang Undang Nomor 13 Tahun 1998 dalam Bab I Pasal I ayat 2 yang
berbunyi “Lanjut Usia adalah seseorang yang mencapai usia 60 (enam puluh) tahun
ke atas” (Effendi & Makhfudli, 2009)
2. Lansia, menurut World Health Organisation (WHO) adalah seseorang yang telah
memasuki usia 60 tahun keatas (Effendi & Makhfudli, 2009).
3. Lanjut usia adalah bagian dari proses tumbuh kembang. Dimana seseorang akan
mengalami kemunduran fisik, mental dan sosial secara bertahap. Seseorang dikatan
lansia apabila usianya sudah mencapai diatas 60 tahun (Azizah, 2011).
4. Masa dewasa tua (lansia) merupakan masa dimana seseorang telah pensiun,
biasanya diantara usia 65 dan 75 tahun. Seseorang akan menjadi lanjut usia seiring
bertambahnya usia (Potter & Perry, 2005).
5. Lanjut usia adalah seseorang yang memiliki tiga macam usia yaitu usia kronologis
dimana seseorang berusia 60 tahun keatas, usia biologis dimana seseorang dalam
kondisi pematangan jaringan, dan usia psikologis dimana kemampuan seseorang
untuk dapat menyesuaikan terhadap setiap situasi yang dihadapi (Noorkasiani,
2009).
1. Menurut World Health Organitation (WHO) 2009 dalam (Effendi & Makhfudli,
2009) lansia meliputi :
Usia pertengahan (middle age) antara usia 45 sampai 59 tahun
Lanjut usia (elderly) antara usia 60 sampai 74 tahun
Lanjut usia tua (old) antara usia 75 sampai 90 tahun
Usia sangat tua (very old) diatas usia 90 tahun
2. Menurut Setyonegoro (Effendi & Makhfudli, 2009) lanjut usia (getriatric age)
dibagi menjadi 3 batasan umur, yaitu:
Young old (usia 70-75 tahun),
Old (usia 75-80 tahun), dan
Very old (usia > 80 tahun).
3. Berbeda dengan WHO, menurut Departemen Kesehatan RI (2006) pengelompokkan
lansia menjadi :
Virilitas (prasenium) yaitu masa persiapan usia lanjut yang menampakkan
kematangan jiwa (usia 55-59 tahun)
Usia lanjut dini (senescen) yaitu kelompok yang mulai memasuki masa usia
lanjut dini (usia 60-64 tahun)
Lansia berisiko tinggi untuk menderita berbagai penyakit degeneratif (usia >65
tahun) (Nafthali, Ranimpi, & Anwar, 2017)
Berdasarkan berbagai pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa lansia merupakan
seseorang yang berusia di atas 60 tahun.
2. Penyakit Kronik
Banyak lansia menjalani fungsinya dengan baik dalam komunitas mengalami
gangguan; sedang yang lainnya menderita akibat satu jenis penyakit kronis atau lebih
yang dapat menimbulkan gangguan fungsi yang serius. Contoh penyakit tersebut adalah
arthritis, osteoporosis, penyakit jantung, stroke, penyakit paru obstruktif, perubahan
penglihatan dan pendengaran, serta disfungsi kognitif. Selain itu, penyakit akut seperti
pneumonia, fraktur, trauma akibat jatuh, kecelakaan kendaraan bermotor, atau insiden
lainnya dapat menyebabkan masalah kesehatan kronis. Penyakit kronis menyebabkan
banyak perubahan pada diri klien maupun anggota keluarga.
Contohnya, klien, memerlukan lebih banyak bantuan dalam melakukan aktivitas
kehidupan sehari-hari seperti ambulasi, makan, hygiene, dan lain sebagainya; biaya
perawatan kesehatan kerap menjulang dan dapat menimbulkan permasalahan ekonomi;
peran keluarga perlu diubah; dan anggota keluarga perlu mengubah gaya hidup mereka
untuk memenuhi kebutuhan perawatan.
5. Demensia
Demensia merupakan proses yang membahayakan dan berlangsung lambat, yang
mengakibatkan hilangnya fungsi kognitif secara progresif. Kondisi ini
dikarakteristikkan dengan perubahan memori, penilaian, bahasa, penghitungan
matematik, penalaran abstrak, dan kemampuan menyelesaikan masalah serta oleh
perilaku impulsive, stupor, letargi, dan disorientasi (Wold, 1999, hlm. 252-253). Tipe
demensia yang paling sering ditemui adalah penyakit Alzheimer (Alzheimer’s
Disease/AD). Penyebab AD tidak diketahui. AD terjadi pada sekitar 3 juta penduduk
Amerika Serikat. Dalam 50 tahun mendatang, prevalensi PA akan meningkat menjadi 1
di antara 45 lansia (Brookmeyer, Gray, & Kawas, 1998). Gejala AD dikelompokkan ke
dalam tiga atau empat tahap dan mungkin sedikit bervariasi antara klien satu dengan
klien yang lain. Gejala yang paling menonjol adalah disfungsi kognitif yang meliputi
penurunan memori, kemampuan belajar, atensi, penilaian, orientasi, dan keterampilan
bahasa. Gejala tersebut progresif, dan semua penderitanya mengalami penurunan
kemampuan kognitif dan fisik yang stabil yang berlangsung selama 7-15 tahun dan
berakhir dengan kematian. Pada tahap akhir, klien AD memerlukan bantuan total, tidak
mampu berkomunikasi, inkontinensia, dan mungkin tidak mampu berjalan. Tidak ada
obat atau terapi khusus untuk AD. Sejumlah obat telah dikembangkan, tetapi tidak satu
pun terbukti mampu membalik perburukan penyakit.
Diperkirakan sekitar 1 juta penderita AD menjalani perawatan di rumah. Tugas
perawatan ini biasanya dibebankan kepada wanita—istri dan anak perempuan—yang
mereka sendiri pun mengalami penuaan. AD menimbulkan penderitaan bagi keluarga
maupun pemberi asuhan klien. Pemberi asuhan kerap mengalami kelelahan fisik dan
emosi saat memberikan perawatan yang riada henti kepada klien dan juga merasakan
kesedihan yang mendalam saat melihat orang yang mereka cintai berubah menjadi
seseorang yang tidalagi mengenal mereka. Jika klien harus dirawat ditatanan
keperawatan, perawat bertanggung jawab memberi perawatan suportif, informasi
akurat, serta bantuan rujukan. Perawat perlu melakukan pengkajian yang berkelanjutan
pada klien maupun pemberi asuhan, sebab beberapa perubahan muncul saat kondisi
klien mulai memburuk. Jika perubahan ini muncul, sumber-sumber yang tepat dapat
digunakan untuk mengurangi stress yang dialami oleh pemberi asuhan. Contohnya,
dengan memanfaatkan tempat penitipan lansia atau pusat rawat rehat selama beberapa
jam per hari agar pemberi asuhan memiliki waktu untuk dirinya sendiri.
6. Penganiayaan Lansia
Angka penganiayaan lansia tidak diketahui akibat insiden kasus yang tidak
dilaporkan. Seiring peningkatan proporsi lansia dalam populasi meningkat,
penganiayaan lansia mungkin menjadi masalah yang lebih besar. Penganiayaan lansia
dapat terjadi pada pria maupun wanita; namun, korban yang paling sering adalah wanita
di atas usia 75 tahun yang mengalami gangguan fisik atau mental dan bergantung pada
pelaku dalam perawatan diri. Penganiayaan dapat berupa penganiayaan fisik,
psikologis, atau emosi; penganiayaan seksual; penganiayaan keuangan; pelanggaran
terhadap hak asasi dan hak warga Negara lansia; dan pengabaian aktif atau pasif.
Jika penganiayaan berupa pengabaian fisik, lansia dapat mengalami dehidrasi,
malnutrisi, atau oversedasi. Korban mungkin tidak dapat menggunakan benda=benda
penting, seperti kacamata, alat bantu dengar, atau walker. Secara psikologis, lansia
dapat mengalami kekerasan verbal, ancaman, penghinaan, atau ejekan. Penganiayaan
juga dapat berupa tidak diberi obat-obatan atau penanganan medis yang tepat, isolasi,
pengurungan yang tak-beralasan, privasi yang kurang, lingkungan yang tidak aman, dan
kerja paksa yang tak disengaja. Beberapa lansia dieksploitasi secara financial oleh
keluarga yang mencuri atau menyalahgunakan harta atau uang mereka. Tindakan
lainnya berupa pemukulan atau bahkan perkosaan oleh anggota keluarga. Sebagian
besar korban mengalami dua bentuk penganiayaan atau lebih.
Penganiayaan atau pengabaian lansia dapat terjadi di rumah pribadi, penampungan
lansia, panti wreda, rumah sakit,atau fasilitas layanan jangka panjang. Banyak di antara
penganiayaan adalah putra atau putri mereka; yang lainnya meliputi pasangan, keluarga
(cucu, saudara kandung, dan keponakan), dan terkadang penyedialayanan kesehatan.
Lansia tidak melapor peristiwa penganiayaan atau pengabaian yang mereka alami
karena banyak sebab. Mungkin mereka malu mengaui bahwa anak-anak mereka telah
menganiaya mereka atau merasa takut akan menerima pembalasan apabila mereka
meminta bantuan. Lansia merasa takut akan dikirim ke suatu lembaga. Lansia sering
kali kekurangan sumber keuangan dan kapasitas mental untuk dapat waspada terhadap
peristiwa penganiayaan atau pengabaian dan untuk melaporkan situasi tersebut. Contoh
kasus antara lain berupa tindak kekerasan atau penyalahgunaan keuangan pada lansia
yang tidak kompeten secara fisik maupun mental serta tidak memiliki teman atau
kerabat yang dapat dipercaya. Pada beberapa situasi, perawat dapat melakukan
intervensi dengan memberikan pendidikan kepada pemberi asuhan mengenai kebutuhan
lansia dan sumber-sumber yang tersedia guna meningkatkan dukungan di rumah.
Mereka juga harus melaporkan situasi tersebut kepada pihak yang tepat di institusi
layanan kesehatan.
Perawat harus mengenali hukum yang berlaku di Negara tertentu tentang laporan
mengenai dugaan atau bukti penganiayaan. Meski demikian, individu dewasa yang
kompoten secara hokum tidak dapat dipaksa untuk meninggalkan situasi penganiayaan
tersebut, dan pada banyak kasus, mereka mungkin memutuskan untuk tetap bertahan.
Jika klien tidak kompeten secara hukum, proses peradilan untuk memperoleh
perlindungan dapat dilakukan (Erb & Snyder, 2010).
Sedangkan masalah yang umum dan khusus pada lansia adalah sebagai berikut.
a. Permasalahan Umum
Makin besar jumlah lansia yang berada di bawah garis kemiskinan
Makin melemahnya nilai kekerabatan,sehingga anggota keluarga yang berusia
lanjut kurang diperhatikan, dihargai, dan dihormati
Lahirnya kelompok masyarakat industry
Masih rendahnya kuantitas dan kualitas tenaga professional pelayanan usia
lanjut
Belum membudaya dan melembaganya kegiatan pembinaan kesejahteraan
pada lansia
b. Permasalahan Khusus
Berlangsungnya proses penuaan yang berakibat pada timbulnya masalah
fisik,mental,maupun sosial
Berkurangnya integrase sosial lansia
Rendahnya produktivitas kerja lansia
Banyaknya lansia yang miskin,terlantar,dan cacat
Berubahnya nilai sosial masyarakat yang mengarah pada tatanan masyarakat
individualistic
Adanya dampak negatif dari proses pembangunan yang dapat mengganggu
kesehatan fisik lansia
2. Masalah Kesehatan Utama
a. Penyakit jantung
b. Penyakit keganasan seperti kanker
c. Penyakit ginjal
d. Penyakit paru akut seperti pneumonia dan edema paru
e. Penyakit vaskular seperti CVA dan penyakit pembuluh perifer
f. COPD atau PPOM (penyakit paru obstruksi menahun)
g. Arthritis
h. Kelainan pada kulit dan kecelakaan
3. Peningkatan Stesor
Hal ini dapat diakibatkan adanya hemiplegi ,defisit sensorik,hospitalisasi,tinggal di
rumah perawatan,kesulitan berbicara,kehilangan anak dan teman,pemindahan benda
yang memiliki arti,serta cara kerja yang tidak bisa dilakukan sebagaimana pada waktu
dahulu (muda).
4. Renspons Obat
Permasalahan yang berkaitan dengan respons obat pada lansia dipengaruhi oleh
banyak faktor, di antaranya adalah sebagai berikut.
a. Menurunnya absorpsi obat,hal ini dapat disebabkan oleh menurunnya HCI,asam
lambung,dan perubahan pergerakan gastrointestinal.
b. Perubahan distribusi obat,hal ini disebabkan oleh menurunnya serum albumin
yang mengikat obat dan tersimpannya obat pada jaringan lemak.
c. Perubahan metabolisme obat,akibat menurunnya aktivitas enzim hati.
d. Menurunnya ekskresi obat,terjadi akibat menurunnya aliran darah ke
ginjal,menurunnya kecepatan filtrasi glomerulus,dan menurunnya beberapa
fungsi tubulus ginjal.
5. Post Power Sindrom
Post power sindrom merupakan suatu keadaan maladjustment mental dari seseorang
yang mempunyai kedudukan “dari ada menjadi tidak ada” dan menunjukkan gejala-
gejala di antaranya frustasi,depresi,dan lain-lain pada orang yang bersangkutan. Ada
empat faktor yang perlu diperhatikan,yaitu :
a. Perkembangan kepribadian yang kurang dewasa
b. Kedudukan yang relatif memberikan kekuasaan dan kepuasan
c. Proses kehilangan kedudukan yang relatif cepat
d. Lingkungan yang mungkin memberikan suasana terhadap timbulnya post power
sindrom
DAFTAR PUSTAKA
Azizah, Lilik Ma’rifatul. 2011. Keperawatan Lanjut Usia. Yogyakarta : Graha Ilmu
Depkes RI. 2006. Pedoman Pelatihan Kader Kelompok Usia Lanjut Bagi Petugas
Kesehatan. Jakarta: Direktorat Kesehatan Keluarga.
Effendi, F & Makhfudli. 2009. Keperawatan Kesehatan Komunitas: Teori dan Praktek
Dalam Keperawatan. Jakarta: Salemba medika.
Potter dan Perry. (2005). Buku Ajar Fundamental Keperawatan. Jakarta: EGC.
Potter dan Perry. (2005). Buku Ajar Fundamental Keperawatan. Jakarta: EGC.