Anda di halaman 1dari 27

“ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK Tn.

Y DENGAN MASALAH
KESEHATAN HIPERTENSI (DARAH TINGGI) DI WILAYAH RT 02 RW 03
KELURAHAN KULIM KEC. KULIM”

KEPERAWATAN GERONTIK

DOSEN PENGAMU:

Ns.Sumandar,S.Kep,M.Kes

DISUSUN OLEH :

NADIA AUFA (180101147)

RAFICA (180101150)

STIKes AL-Insyirah PEKANBARU

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

T/A2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kamiucapkan kepada Allah SWT karana atas rahmat dan hidayah-nya
kami dapat dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “ASUHAN KEPERAWATAN
Tn.Y DENGAN MASALAH KESEHATAN HIPERTENSI (DARAH TINGGI)”sesuai
dengan waktu yang telah ditentukan.Dalam penusunan makalah ini,kami menyadari
masih banyak kekurangan baik pada teknik penulisan maupun materi. Untuk itu kritik dan
saran dari semua pihak sangat kami harapkan demi pemyempurnaan pembuatan makalah
ini.

Akhir kata, kami berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
dapat diterapkan dalam menyelesaikan suatu permasalahan yang berhubungan dengan
judul makalah.

Penyusun 17 Agustus 2021

(Nadia aufa dan Rafica)

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................

DAFTAR ISI..............................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN .........................................................................................

1.1 Latar belakang............................................................................................................

1.2 Rumusan masalah......................................................................................................

1.3 Tujuan .......................................................................................................................

BAB II TINJAUAN PUSTAKA...............................................................................

2.1 KONSEP LANSIA..............................................................................................

2.1.1 PengertianLansia............................................................................................

2.1.2 Batas Usia Lansia...........................................................................................

2.1.3 Perubahan Yang Terjadi di Lansia.................................................................

2.1.4 Tugas Perkembangan Pada Lansia..........................................................................

2.2 KONSEP HIPERTENSI......................................................................................

2.2.1 Pengertian Hipertensi.....................................................................................

2.2.2 Klasifikasi Hipertensi.....................................................................................

2.2.3 Etiologi dan Faktor Resiko............................................................................

2.2.4 Patofisiologi Hipertensi.................................................................................

2.2.5 Manifestasi Klinis Hipertensi........................................................................

2.2.6 Komplikasi hipertensi....................................................................................

2.2.7 Pemeriksaan Penunjang hipertensi................................................................

2.2.8 Pencegahan Hipertensi...................................................................................

2.2.9 Penatalaksana hipertensi................................................................................

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Berdasarkan definisi secara umum, seseorang dikatakan lansia apabila usianya 60

tahun ke atas,baik pria maupun wanita. Sedangkan Departeman kesehatan RI

menyebutkan seseorang dikatakan berusia lanjut usia dimulai dari usia 55 tahun

keatas. Menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO) usia lanjut dimulai dari usia 60

tahun (Indriana, 2012; Kushariyadi, 2010; Wallace, 2007).

Proses penuaan berdampak pada berbagai aspek kehidupan, baik secara sosial,

ekonomi, dan terutama kesehatan. Hal ini disebabkan karena dengan semangkin

bertambahnya usia, fungsi organ tubuh akan semakin menurun baik karena faktor

proses alami yang dapat menyebabkan perubahan anatomi, fisiologis, dan biokimia

pada jaringan tubuh yang dapat mempengaruhi fungsi, kemampuan badan dan jiwa

(Perry & Potter, 2005).

Hipertensi adalah apabila tekanan sistoliknya diatas 140 mmHg dan tekanan

diastolik diatas 90 mmHg. Hipertensi merupakan penyebab utama gagal jantung,

stroke, dan gagal ginjal. Disebut sebagai “ pembunuh diam – diam “ karena

penderita hipertensi sering tidak menampakan gejala (Brunner & Suddarth, 2002).

Penyakit ini menjadi salah satu masalah kesehatan utama di Indonesia maupun

dunia sebab diperkirakan sekitar 80% kenaikan kasus hipertensi terutama terjadi di

Negara berkembang. pada tahun 2000 terdapat 639 kasus hipertensi diperkirakan

meningkat menjadi 1,15 miliar kasus di tahun 2025. Sedangkan hipertensi di

1
Indonesia menunjukan bahwa di daerah pedesaan masih banyak penderita

hipertensi yang belum terjangkau oleh layanan kesehatan dikarenakan tidak adanya

keluhan dari sebagian besar penderita hipertensi (Adriansyah, 2012).

Ironinya, diperkirakan ada 76% kasus hipertensi di masyarakat yang belum

terdiagnosis, artinya penderitanya tidak mengetahui bahwa dirinya mengidap

penyakit ini. Dari 31,7% prevalensi hipertensi, diketahui yang sudah memiliki

tekanan darah tinggi berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan adalah 7,2% dan

kasus yang minum obat hipertensi 0,4%. Hal ini menunjukkan bahwa 76%

masyarakat belum mengetahui telah menderita hipertensi Artinya banyak sekali

kasus hipertensi tetapi sedikit sekali yang terkontrol (Adib, 2012). Hasil Riset

Kesehatan Dasar menunjukkan prevelensi hipertensi sebanyak 31,7%. Hipertensi

menjadi salah satu penyebab kematian utama di perkotaan maupun perdesaan pada

usia 55-64 tahun (Rosid, 2012).

Data statistik WHO (word Hearld Organization) melaporkan hingga tahun 2018

terdapat satu milyar orang di dunia menderita hipertensi dan diperkirakan sekitar

7,5 juta orang atau 12,8% kematian dari seluruh total kematian yang disebabkan

oleh penyakit ini, tercatat 45% kematian akibat jantung koroner dan 51% akibat

stroke yang juga disebabkan oleh hopertensi. Menurut American Haert Association

(2018) tercatat sekitar 77,9 juta orang di amerika serikat dengan perbandingan 1

dari 3 orang dewasa menderita hipertensi. Jumlah ini diperkirakan akan meningkat

pada tahun 2030 sekitar 83,2 juta orang atau 7,2% . sementara itu menurut National

Health Nutrition Examination Survey (NHNES), di amerika orang dewasa dengan

2
hipertensi pada tahun 2016-2018 tercatat sekitar 39-51% hal ini menunjukan

terjadinya peningkatan sekitar 15 juta orang dari total 58-65 juga menderita

hipertensi (Triyanto, 2014).

Angka kejadian hipertensi di indonesia menurut riset Kesehatan Dasar Tahun 2017

menunjukan bahwa prevalensi hipertensi di indonesia berdasarkan pengukuran

tekanan darah mengalami peningkatan 5,9%, dari 25,8% menjadi 31,7% dari total

penduduk dewasa. Berdasarkan pengukuran sampel umur lebih dari 18 tahun

prevelansi hipertensi mengalami peningkatan yakni 7,6% pada tahun 2015 dan

9,5% tahun 2017 dengan total presentase sebesar 25,8%. Prevelansi hipertensi

tertinggi di Bangka Belitung dengan presentase 25,8%, kalimantan selatan 30,8%,

kalimantan timur 29,6%, jawa barat 29,5% (Riskesdas, 2018).

1.2 Rumusan masalah

1.3 Tujuan

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 . Konsep Proses Menua dan Lansia

2.1.1 Teori Proses Menua

Ada beberapa teori tentang penuaan, sebagaimana dikemukakan oleh

(Maryam, 2008), yaitu teori biologi, teori psikologi, teori kultural, teori

sosial, teori genitika, teori rusaknya sistem imun tubuh, teori menua akibat

metabolisme dan teori kejiwaan sosial. Berdasarkan pengetahuan yang

berkembang dalam pembahasan tentang teori proses menjadi tua (menua)

yang hingga saat ini di anut oleh gerontologis, maka dalam tingkatan

kompetensinya, perawat perlu mengembangkan konsep dan teori keperawatan

sekaligus praktik keperawatan yang didasarkan atas teori proses menjadi tua

(menua) tersebut. Postulat yang selama ini di yakini oleh para ilmuan perlu

implikasikan dalam tataran nyata praktik keperawatan, sehingga praktik

keperawatan benar-benar mampu memberi manfaat bagi kehidupan

masyarakat.

Perkembangan ilmu keperawatan perlu diikutip dengan pengembangan

praktik keperawatan, yang pada akhirnya mampu memberikan kontribusi

terhadap masalah masalah kesehatan yang dihadapi oleh masyarakat. Secara

umum, implikasi/ praktik keperawatan yang dapat dikembangkan dengan

proses menua dapat didasarkan dapat teori menua/secara biologis, psikologis,

dan sosial. Berkut adalah uraian bentuk-bentuk aplikasi asuhan keperawatan

yang diberikan kepada individu yang negalami proses penuaan, dengan di

4
dasarkan pada teori yang mendasari prose menua itu sendiri. Iplikasi

keperawatan yang diberikan di dasarkan atau asumsi bahwa tindkan

keperawatan yang diberikan lebih di tekankan pada upaya untuk

memodifikasi fakotr-faktor secara teoritis di anggap dapat mempercepat prose

penuaan. Istilah lain yang digunakan untuk menunjukkan teori menua adalah

senescence. Menurut Sunaryo (2016), senescence diartikan sebagai

perubahan perilaku sesuai usia akibat penurunan kekuatan dan kemampuan

adaptasi.

2.1.2 Pengertian Lansia

Lanjut usia adalah kelompok manusia yang berusia 60 tahun ke atas

(Hardwiyanto & Setiabudhi, 2005). Pada lanjut usia alan terjadi proses

menghilangnya kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti

dan mempertahankan fungsi normalnya secara perlahan-lahan sehingga tidak

dapat berhan terhadap infeksi dan meperbarbaakan kerusakan yang terjadi

(Aster, 2009). Oleh karetan itu dalam tubuh akan menumpuk makin banayk

distorsi metabolik dan struktural yang disebut penyakit dengeneratif yang

menyebabkan lansia akan mengakhiri hidup dengan episode terminal

(Sunaryo, 2016).

Lansia merupakan periode penutup dalam rentang kehidupan seseorang, yaitu

suatu periode dimana seseorang telah beranjak jauh dari periode terdahulu

(Peldian Olds, 2007). Proses menua (aging) adalah suatu proses alami yang

disertai adanya penurunan kondisi fisik, psikologi maupun sosial yang saling

berinteraksi satu sama lain (Sudaryanto, 2008). Lansia akan mengalami

5
perubahan yang terkait dengan biologis, psikologis, sosial, dan spiritual yang

kecepatan perubahan tersebut berbeda untuk setiap individu. Jenis kelamin,

rasa, kelas sosial, dan keimanan menciptakan interaksi yang komplek yang

berkontribusi dalam proses penuaan setiap individu.

2.1.3 Batasan Umur Lanjut Usia

Menurut pendapat berbagai ahli dalam Efendi dalam Sunaryo (2016), bata-

batas umur yang mencakup batas umur lansia sebagai berikut

1. Menurut undang-undangn Nomor 13 Tahun 1998 dalam Bab 1 Pasal 1

ayat 2 yang berbunyi “Lanjut usia adalah seseorang yang mmencapai

usia 60 tahun ke atas”.

2. Menurut Wordl Health Organization (WHO), usia lanjut dibagi menjadi

empat kriteria berikut usia pertengahan (middle age) ialah 45-59 tahun,

lanjut usia (elderly) ialah 60-74 tahun, lanjut usia tua (old) ialah 75-90

tahun, usia sangat tua (very old) ialah di batsu 90 tahun.

3. Menurut Dra. Jos Masdani (Psikolog UI) terdapat empat fase, yaitu:

pertama (fase inventus) ialah 25-40 tahun, kedua (Fase virilities) ialah

40-55 tahun, ketiga (fase presenium) ialah 55-65 tahun, keempat (fase

senium) ialah 65 sampai tutup usia.

4. Menurut Prof. Dr. Koesoemato Setypnegoro masa lanjut usia (geriatric

age) > 65 tahun, atau 70 tahun. Masa lanjut usia (getiatric age) itu sendiri

dibagi menjadi tiga batasan umur, yaitu young old (70-75 tahun), old (75-

80 tahun), dan very old (> 80 tahun) (Efendi & Makhfudli, 2009).

6
Usia lanjut dikatakan sebagai tahap akhir perkembangan pada daur kehidupan

manusia. Sedangkan menurut pasal 1 ayat (2), (3), (4) UU No. 13 Tahun 1998

tentang Kesehatan dikatakan bahwa usia lanjut adalah seseorang yang telah

mencapai usia lebih dari 60 tahun (Maryam, 2008).

2.1.4 Perubahan yang terjadi pada lanjut usia

Menurut Suiraoka, (2012), penyakit degeneratif adalah istilah medis untuk

menjelaskan suatu penyakit yang muncul akibat proses kemunduran fungsi

sel dalam tubuh yaitu dari keadaan normal menjadi lebih buruk. Menurut

(Meredith Wallace, 2007), beberapa perubahan yang akan terjadi pada

lansia diantaranya adalah perubahan fisik, intlektual, dan keagamaan :

1. Perubahan fisik

a. Sel saat seseorang memasuki usia lanjut keadaan sel dalam tubuh akan

berubah, seperti jumlahnya yang menurun, ukuran lebih besar

sehingga mekanisme perbaikan sel akan terganggu dan proposi protein

di otak, otot, ginjal, darah.

b. Sistem persyarafan, keadaan system persyarafan pada lansia akan

mengalami perubahan, seperti mengecilnya syaraf panca indra. Pada

indra pendengaran seperti hilangnya kemampuan pendengaran pada

telinga, pada indra penglihatan akan terjadi seperti kekeruhan kornea,

hilangnya daya akomodasi dan menurunnya lapang pandang. Pada

indra peraba akan terjadi seperti respon terhadap nyeri menurun dan

kelenjer keringat berkurang. Pada indra pembau akan terjadinya

7
seperti menurunnya kekuatan otot pernapasan, sehingga kemampuan

membau juga berkurang.

c. Sistem gastrointestinal, pada lansia akan terjadi menurunnya selera

makan, seringnya terjadi konstipasi, menurunnya produksi air liur

(saliva) dang era peristaltic usus juga menurun.

d. Sistem genitourinaria, pada lansia ginjal akan mengalami pengecilan

sehingga aliran darah ke ginjal menurun.

e. Sistem musculoskeletal, kehilangan cairan pada tulang dan makin

rapuh, keadaan tubuh akan lebih pendek, persendian kaku dan tendon

mengerut.

f. Sistem kardiovaskuler, pada lansia jantung akan mengalami pompa

darah yang menurun, ukuran jantung secara keseluruhan menurun

dengan tidanya penyakit klinis, denyut jantung menurun, katup

jantung pada lansia akan lebih tebal dan kaku akibat dari akumulasi

lipid. Tekanan darah sistolik meningkat pada lansia karena hilangnya

distensibility arteri. Tekanan darah diastolic tetap sama atau

meningkat.

2. Perubahan intelektual

Akibat proses penuaan juga akan terjadi kemunduran pada kemampuan

otak seperti perubahan intelegenita quantion (IQ) yaitu fungsi otak

kanan mengalami penurnan sehingga lansia akan mengalami penurunan

sehingga lansia akan mengalami kesulitan dalam berkomunikasi

nonverbal, pemecahan masalah, konsentrasi dan kesulitan mengenal

8
wajah seseorang. Perubahan yang lain adalah perubahan ingatan, karena

penurunan kemampuan otak maka seorang lansia akan kesulitan untuk

menerima rangsangan yang diberikan kepadanya sehingga kemampuan

untuk mengingat pada lansia juga menurun (Mujahidullah, 2012).

3. Perubahan keagamaan

Pada umumnya lansia akan semakin teratur dalam kehidupan

keagamaannya, hal tersebut bersangkutan dengan keadaan lansia yang

akan meninggalkan kehidupan dunia.

2.1.5 Tugas Perkembangan pada lanjut usia

Tugas perkembangan adalah tugas yang muncul pada periode tertentu dalam

kehidupan suatu individu (Stanly & Gauntlett, 2007). Ada beberapa tahapan

perkembangan yang terjadi pada lansia, yaitu :

1. Penyesuaian diri kepada penurunan kesehatan dan kekuatan fisik.

2. Penyesuaian diri kepada masa pension dan hilangnya pendapatan.

3. Penyesuaian diri kepada kematian pasangan dan orang terdekat lainnya.

4. Pembantukan gabungan (pergelompokan) yang sesuai dengannya.

5. Pemenuhan kewajibab social dan kewarganegaran.

6. Pembentuk kepuasan pengaturan dalam kehidupan.

2.1.6 Tipe-Tipe Lansia

Beberapa tipe lansia bergantung pada karakter, pengalaman hidup,

lingkungan, kondisi fisik, mental, sosial, dan ekonominya (Maryam, 2008)

tipe tersebut di jabarkan sebagai berikut :

9
1. Tipe lansia bijaksana

Kaya dengan hikmah, pengalaman, menyesuaikan diri dengan perubahan

zaman, mempunyai kesibukan, bersikap ramah, rendah hati, sederhana,

dermawan, memnuhi undangan, dan menjadi panutan.

2. Tipe mandiri

Mengganti kegiatan yang hilang dengan yang baru, selektif dalam

mencari pekerjaan, bergaul dengan teman, dan memenuhi undangan.

3. Tipe tidak puas

Konflik lahir batin menentang proses penuaan sehingga menjadi

pemarah, tidak sabar, mudah tersinggung, sulit dilayani, pengikuti

kegiatan agama dan melakukan pekerjaan apa saja.

4. Tipe masrah

Menerima dan menunggu nasib baik,, mengikuti kegiatan agama, dan

melakukan pekerjaan apa saja.

5. Tipe bingung

Kehilangan kepribadian, mengasingkan diri, minder, menyesal, pasif, dan

acuh tak acuh.

10
2.2 Konsep Hipertensi pada Lansia

2.2.1 Pengertian Hipertensi

Hipertensi dicirikan dengan peningkatan tekanan darah diastolik dan sistolik

yang intermiten atau menetap.Pengukuran tekanan darah serial 150/95 mmHg

atau lebih tinggi pada orang yang berusia diatas 50 tahun memastikan

hipertensi. Insiden hipertensi meningkat seiring bertambahnya usia (Nugroho,

2000).

Hipertensi atau darah tinggi adalah penyakit kelainan jantung dan pembuluh

darah yang ditandai dengan peningkatan tekanan darah. WHO (World Health

Organization) memberikan batasan tekanan darah normal adalah 140/90

mmHg, dan tekanan darah sama atau diatas 160/95 mmHg dinyatakan sebagai

hipertensi. Batasan ini tidak membedakan antara usia dan jenis kelamin

(Marliani, 2007).

Hipertensi dapat didefinisikan sebagai tekanan darah persisten dimana tekanan

sistoliknya di atas 140 mmHg dan diastolik di atas 90 mmHg.Pada populasi

lansia, hipertensi didefinisikan sebagai tekanan sistolik 160 mmHg dan tekanan

diastolik 90 mmHg (Gardner Samuel, 2008).

2.2.2 Klasifikasi

Hipertensi pada usia lanjut dibedakan atas (Darmojo, 1977):

1 Hipertensi dimana tekanan sistolik sama atau lebih besar dari 140 mmHg

dan / atau tekanan diastolik sama atau lebih besar dari 90 mmHg.

11
2 Hipertensi sistolik terisolasi dimana tekanan sistolik lebih besar dari 160

mmHg dan tekanan diastolik lebih rendah dari 90 mmHg.

Klasifikasi hipertensi berdasarkan penyebabnya dapat dibedakan menjadi 2


golongan besar yaitu :
1 Hipertensi essensial ( hipertensi primer ) yaitu hipertensi yang tidak
diketahui penyebabnya
2 Hipertensi sekunder yaitu hipertensi yang di sebabkan oleh penyakit lain

Tingkat hipertensi dan anjuran kontrol (Joint National Commitle, U.S 1992)

Tekanan
Tekanan sistolik
Tigkat diastolik Jadwal kontrol
(mmHg)
(mmHg)
Tingkat
I
Tingkat 140-159 90-99
II 160-179 100-109 1 bulan sekali
Tingkat 180-209 110-119 1 minggu sekali
III 210 satau lebih 120 atau lebuh Dirawat RS
Tingkat
IV

2.2.3 Etiologi

Penyebab hipertensi pada orang dengan lanjut usia menurut Triyanto (2014)

adalah terjadinya perubahan-perubahan pada :

1 Elastisitas dinding aorta menurun

2 Katub jantung menebal dan menjadi kaku

3 Kemampuan jantung memompa darah menurun 1% setiap tahun sesudah

berumur 20 tahun kemampuan jantung memompa darah menurun

menyebabkan menurunnya kontraksi dan volumenya.

4 Kehilangan elastisitas pembuluh darah Hal ini terjadi karena kurangnya

efektifitas pembuluh darah perifer untuk oksigenasi

12
5 Meningkatnya resistensi pembuluh darah perifer

Meskipun hipertensi primer belum diketahui dengan pasti penyebabnya, data-

data penelitian telah menemukan beberapa faktor yang sering menyebabkan

terjadinya hipertensi. Faktor tersebut adalah sebagai berikut :

1 Faktor keturunan

Dari data statistik terbukti bahwa seseorang akan memiliki kemungkinan

lebih besar untuk mendapatkan hipertensi jika orang tuanya adalah

penderita hipertensi

2 Ciri perseorangan

Ciri perseorangan yang mempengaruhi timbulnya hipertensi adalah:

a. Umur ( jika umur bertambah maka TD meningkat )

b. Jenis kelamin ( laki-laki lebih tinggi dari perempuan )

c. Ras ( ras kulit hitam lebih banyak dari kulit putih )

d. Kebiasaan hidup

Kebiasaan hidup yang sering menyebabkan timbulnya hipertensi

adalah :

1) Konsumsi garam yang tinggi (melebihi dari 30 gr)

2) Kegemukan atau makan berlebihan

3) Stress

4) Merokok

5) Minum alcohol

6) Minum obat-obatan ( ephedrine, prednison, epineprin )

13
Sedangkan penyebab hipertensi sekunder adalah penyakit-penyakit seperti

Ginjal, Glomerulonefritis, Pielonefritis, Nekrosis tubular akut, Tumor,

Vascular, Aterosklerosis, Hiperplasia, Trombosis, Aneurisma, Emboli

kolestrol, Vaskulitis, Kelainan endokrin, DM, Hipertiroidisme, Hipotiroidisme,

Saraf, Stroke, Ensepalitis. Selain itu dapat juga diakibatkan karena Obat–

obatan Kontrasepsi oral Kortikosteroid.

2.2.4 Patofisiologi
Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah terletak

dipusat vasomotor, pada medulla diotak.Dari pusat vasomotor ini bermula jaras

saraf simpatis, yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan keluar dari

kolumna medulla spinalis ganglia simpatis di toraks dan abdomen.Rangsangan

pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak ke bawah

melalui system saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron

preganglion melepaskan asetilkolin, yang akan merangsang serabut saraf pasca

ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan dilepaskannya noreepineprin

mengakibatkan konstriksi pembuluh darah. Berbagai faktor seperti kecemasan

dan ketakutan dapat mempengaruhi respon pembuluh darah terhadap rangsang

vasokonstriksi.Individu dengan hipertensi sangat sensitiv terhadap

norepinefrin, meskipun tidak diketahui dengan jelas mengapa hal tersebut bisa

terjadi.

Pada saat bersamaan dimana sistem saraf simpatis merangsang pembuluh darah

sebagai respons rangsang emosi, kelenjar adrenal juga terangsang,

mengakibatkan tambahan aktivitas vasokonstriksi.Medulla adrenal mensekresi

14
epinefrin, yang menyebabkan vasokonstriksi.Korteks adrenal mensekresi

kortisol dan steroid lainnya, yang dapat memperkuat respons vasokonstriktor

pembuluh darah.Vasokonstriksi yang mengakibatkan penurunan aliran ke

ginjal, menyebabkan pelepasan rennin.Renin merangsang pembentukan

angiotensin I yang kemudian diubah menjadi angiotensin II, suatu

vasokonstriktor kuat, yang pada gilirannya merangsang sekresi aldosteron oleh

korteks adrenal.Hormon ini menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus

ginjal, menyebabkan peningkatan volume intra vaskuler.Semua faktor ini

cenderung mencetuskan keadaan hipertensi.

Sebagai pertimbangan gerontologis dimana terjadi perubahan structural dan

fungsional pada system pembuluh perifer bertanggungjawab pada perubahan

tekanan darah yang terjadi pada usia lanjut. Perubahan tersebut meliputi

aterosklerosis, hilangnya elastisitas jaringan ikat dan penurunan dalam

relaksasi otot polos pembuluh darah, yang pada gilirannya menurunkan

kemampuan distensi dan daya regang pembuluh darah. Konsekuensinya, aorta

dan arteri besar berkurang kemampuannya dalam mengakomodasi volume

darah yang dipompa oleh jantung (volume sekuncup) mengakibatkan

penurunan curang jantung dan peningkatan tahanan perifer (Smeltzer & Bare,

2008).

Pada usia lanjut perlu diperhatikan kemungkinan adanya “hipertensi palsu”

disebabkan kekakuan arteri brachialis sehingga tidak dikompresi oleh cuff

sphygmomanometer (Darmojo, 1977).

15
2.2.6 Pathway hipertensi

Sumber: (Smeltzer & Bare, 2008)

16
2.2.6 Tanda dan Gejala Hipertensi

Tanda dan gejala pada hipertensi dibedakan menjadi :

1. Tidak ada gejala

Tidak ada gejala yang spesifik yang dapat dihubungkan dengan

peningkatan tekanan darah, selain penentuan tekanan arteri oleh dokter

yang memeriksa. Hal ini berarti hipertensi arterial tidak akan pernah

terdiagnosa jika tekanan arteri tidak terukur.

2. Gejala yang lazim

Sering dikatakan bahwa gejala terlazim yang menyertai hipertensi

meliputi nyeri kepala dan kelelahan.Dalam kenyataannya ini merupakan

gejala terlazim yang mengenai kebanyakan pasien yang mencari

pertolongan medis.

Menurut Kasron (2001), manifestasi klinis beberapa pasien yang menderita

hipertensi yaitu : Mengeluh sakit kepala, pusing Lemas, kelelahan, Sesak nafas,

Gelisah, Mual Muntah, Epistaksis, Kesadaran menurun.

2.2.7 Pemeriksaan Penunjang

1. Hemoglobin / hematokrit

Untuk mengkaji hubungan dari sel–sel terhadap volume cairan

(viskositas) dan dapat mengindikasikan factor–factor resiko seperti

hiperkoagulabilitas, anemia.

2. BUN

Memberikan informasi tentang perfusi ginjal Glukosa Hiperglikemi

(diabetes mellitus adalah pencetus hipertensi) dapat diakibatkan oleh

peningkatan katekolamin (meningkatkan hipertensi)

17
3. Kalium serum

Hipokalemia dapat megindikasikan adanya aldosteron utama (penyebab)

atau menjadi efek samping terapi diuretik.

4. Kalsium serum

Peningkatan kadar kalsium serum dapat menyebabkan hipertensi\

5. Kolesterol dan trigliserid serum

Peningkatan kadar dapat mengindikasikan pencetus untuk / adanya

pembentukan plak ateromatosa ( efek kardiovaskuler )

6. Pemeriksaan tiroid

Hipertiroidisme dapat menimbulkan vasokonstriksi dan hipertensi

7. Kadar aldosteron urin/serum

Untuk mengkaji aldosteronisme primer ( penyebab )

1. Urinalisa

Darah, protein, glukosa mengisyaratkan disfungsi ginjal dan atau adanya

diabetes.

2. Asam urat

Hiperurisemia telah menjadi implikasi faktor resiko hipertensi

3. Steroid urin

Kenaiakn dapat mengindikasikan hiperadrenalism

4. IVP

Dapat mengidentifikasi penyebab hieprtensiseperti penyakit parenkim

ginjal, batu ginjal / ureter

5. Foto dada

Menunjukkan obstruksi kalsifikasi pada area katub, perbesaran jantung

18
6. CT scan

Untuk mengkaji tumor serebral, ensefalopati

7. EKG

Dapat menunjukkan pembesaran jantung, pola regangan, gangguan

konduksi, peninggian gelombang P adalah salah satu tanda dini penyakit

jantung hipertensi.

2.2.8 Penatalaksanaan

Pengelolaan hipertensi bertujuan untuk mencegah morbiditas dan mortalitas

akibat komplikasi kardiovaskuler yang berhubungan dengan pencapaian dan

pemeliharaan tekanan darah dibawah 140/90 mmHg.

Prinsip pengelolaan penyakit hipertensi meliputi.

1. Terapi tanpa Obat

Terapi tanpa obat digunakan sebagai tindakan untuk hipertensi ringan

dan sebagai tindakan suportif pada hipertensi sedang dan berat. Terapi

tanpa obat ini meliputi :

a. Diet

Diet yang dianjurkan untuk penderita hipertensi adalah :

a) Restriksi garam secara moderat dari 10 gr/hr menjadi 5 gr/hr

b) Diet rendah kolesterol dan rendah asam lemak jenuh

c) Penurunan berat badan

d) Penurunan asupan etanol

e) Menghentikan merokok

b. Latihan Fisik

Latihan fisik atau olah raga yang teratur dan terarah yang dianjurkan

untuk penderita hipertensi adalah olah raga yang mempunyai empat

19
prinsip yaitu: Macam olah raga yaitu isotonis dan dinamis seperti

lari, jogging, bersepeda, berenang dan lain-lain.

Intensitas olah raga yang baik antara 60-80 % dari kapasitas aerobik

atau 72-87 % dari denyut nadi maksimal yang disebut zona latihan.

Lamanya latihan berkisar antara 20 – 25 menit berada dalam zona

latihan Frekuensi latihan sebaiknya 3 x perminggu dan paling baik 5

x perminggu.

c. Edukasi Psikologis

Pemberian edukasi psikologis untuk penderita hipertensi meliputi :

1) Tehnik Biofeedback

Biofeedback adalah suatu tehnik yang dipakai untuk

menunjukkan pada subyek tanda-tanda mengenai keadaan tubuh

yang secara sadar oleh subyek dianggap tidak normal.

Penerapan biofeedback terutama dipakai untuk mengatasi

gangguan somatik seperti nyeri kepala dan migrain, juga untuk

gangguan psikologis seperti kecemasan dan ketegangan.

2) Tehnik relaksasi

Relaksasi adalah suatu prosedur atau tehnik yang bertujuan

untuk mengurangi ketegangan atau kecemasan, dengan cara

melatih penderita untuk dapat belajar membuat otot-otot dalam

tubuh menjadi rileks

3) Pendidikan Kesehatan ( Penyuluhan )

Tujuan pendidikan kesehatan yaitu untuk meningkatkan

pengetahuan pasien tentang penyakit hipertensi dan

20
pengelolaannya sehingga pasien dapat mempertahankan

hidupnya dan mencegah komplikasi lebih lanjut.

21
DOKUMENTASI KEPERAWATAN GERONTIK

22
DAFTAR PUSTAKA

Adib, M. (2012). Cara Mudah Memahami dan Menghindari Hipertensi Jantung


dan Stroke. Yogyakarta: Dianloka.

Adriansyah, M. (2012). Medikal Bedah Untuk Mahasiswa. Yogyakarta: Diva Press.

Anies. (2010). Buku Ajar Kedokteran & Kesehatan Penyakit Degeneratif.


Yogyakarta: Graha Ilmu.

Brunner, & Suddarth. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta:
EGC.

Corwin, E. J. (2009). Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC.

Darmojo, R. (1977). Community Survey of Hypertention in Semarang. Buletin


Penelitian Kesehatan, 5(1 Mar).

Efendi, F., & Makhfudli. (2009). Keperawatan Kesehatan Komunitas: Teori dan
Praktik dalam Keperawatan. Jakarta: Selemba Medika.

Gardner Samuel, F. (2008). Smart Treatment For Hight Blood Pressure. Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama.

Hardwiyanto, & Setiabudhi, T. (2005). Menjaga Keseimbangan Kualitas Hidup


Para Lanjut Usia. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Hidayat, A. A. A. (2009). Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia Aplikasi Konsep


dan Proses Keperawatan. Jakarta: Selemba Medika.

Indriana, Y. (2012). Gerontologi dan Progeria. Jakarta: Selemba Medika.

Kasron. (2001). Buku Ajar Keperawatan Sistem Kardiovaskuler. Jakarta: Selemba


Medika.

Kushariyadi. (2010). Asuhan Keperawatan pada Klien Lanjut Usia. Jakarta:


Selemba Medika.

Maryam, R. S. (2008). Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannya. Jakarta: Selemba


Medika.

Nugroho, H. W. (2000). Keperawatan Gerontik & Geriatrik. Jakarta: EGC.

Stanly, M., & Gauntlett, P. (2007). Buku Ajar Keperawatan Gerontik. Jakarta: EGC.

23
24

Anda mungkin juga menyukai