Anda di halaman 1dari 40

lOMoARcPSD|26602108

LAPORAN PENDAHULUAN
ASAM URAT ( GOUT ATRITHIS ) PADA LANSIA

Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Stase Keperawatan Gerontik

Disusun Oleh :
Erat Sumarni
J.0105.22.061

PRODI PENDIDIKAN NERS TAHAP PROFESI


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BUDI LUHUR
CIMAHI
2023
lOMoARcPSD|26602108

LAPORAN PENDAHULUAN
ASAM URAT ( GOUT ATRITHIS ) PADA LANSIA

A. KONSEP DASAR LANSIA


1. DEFINISI LANSIA
Lanjut usia (lansia) adalah populasi manusia yang telah mencapai usia 65 tahun
(Touhy & Jett, 2014). Hal ini serupa dengan yang diemukakan oleh para ahli
gerontology yang mengatakan bahwa seseorang dapat dikatakan lansia apabila telah
mencapai usia 65 tahun (Miller, 2012). Lansia sendiri terbagi dalam beberapa
tingkatan yaitu lansia muda dengan rentang usia 65-74 tahun, lansia pertengahan
dengan rentang usia 75-84 tahun, lansia sangat tua dengan rentang usia 85 tahun ke
atas (DeLaune & Ladner, 2002; Mauk, 2006).
Menurut undang-undang No. 13 tahun 1998 tentang kesejahteraan lanjut usia
di Indonesia menyatakan bahwa yang dimaksud dengan lansia adalah penduduk yang
telah mencapai usia 60 tahun ke atas. Sehingga setiap penduduk Indonesia yang telah
berusia 60 tahun atau lebih telah masuk dalam kategori lansia. Lansia di Indonesia
diklasifikasikan menjadi (1) kelompok usia prasenilis yaitu berusia 45-59 tahun (2)
kelompok usia lanjut yaitu berusia 60 tahun ke atas (3) kelompok usia risiko tinggi
yaitu berusia 70 tahun ke atas ataupun berusia 60 tahun ke atas dengan masalah
kesehatan (Departemen Kesehatan RI, 2009).

2. PROSES MENUA
Proses menua adalah peristiwa yang akan terjadi pada laki-laki dan perempuan,
baik muda maupun tua (Miller,2012). Hal tersebut dikarenakan proses menua
merupakan bagian dari peristiwa siklus kehidupan manusia. Siklus kehidupan manusia
dimulai dari janin dan berakhir pada tahapan lanjut usia dan kematian. Lanjut usia
merupakan tahap akhir perkembangan manusia. Sehingga lansia adalah manusia
dewasa yang telah mengalami proses menua tahap akhir.

3. KLASIFIKASI
Klasifikasi berikut ini adalah lima klasifikasi pada lansia.
a. Pralansia (prasenilis) yaitu seseorang yang berusia antara 45-59 tahun.
b. Lansia yaitu seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih.
lOMoARcPSD|26602108

c. Lansia Resiko Tinggi yaitu seseorang yang berusia 70 tahun atau lebih/seseorang
yang berusia 60 tahun atau lebih dengan masalah kesehatan (Depkes RI, 2003).
d. Lansia Potensial yaitu lansia yang masih mampu melakukan pekerjaan dan/atau
kegiatan yang dapat menghasilkan barang/jasa (Depkes RI, 2003).
e. Lansia Tidak Potensial yaitu lansia yang tidak berdaya mencari nafkah, sehingga
hidupnya bergantung pada bantuan orang lain (Depkes RI, 2003).

4. KARAKTERISTIK
Menurut Keliat (1999) dan Maryam (2008), lansia memiliki karakteristik sebagai
berikut:
a. Berusia lebih dari 60 tahun (sesuai dengan Pasal 1 Ayat (2) UU No. 13 tentang
kesehatan).
b. Kebutuhan dan masalah yang bervariasi dari rentang sehat sampai sakit, dari
kebutuhan biopsikososial sampai spiritual, serta dari kondisi adaftif hingga kondisi
maladaptif.
c. Lingkungan tempat tinggal yang bervariasi (Maryam, 2008)

5. TIPE LANSIA
Di zaman sekarang (zaman pembangunan), banyak ditemukan bermacam-macam
tipe usia lanjut. Yang menonjol antara lain:
a. Tipe arif bijaksana
Lanjut usia ini kaya dengan hikmah pengalaman, menyesuaikan diri dengan
perubahan zaman, mempunyai diri dengan perubahan zaman, mempunyai
kesibukan, bersikap ramah, rendah hati, sederhana, dermawan, memenuhi
undangan, dan menjadi panutan.
b. Tipe mandiri
Lanjut usia ini senang mengganti kegiatan yang hilang dengan kegiatan baru,
selektif dalam mencari pekerjaan dan teman pergaulan, serta memenuhi undangan.
c. Tipe tidak puas
Lanjut usia yang selalu mengalami konflik lahir batin, menentang proses penuaan,
yang menyebabkan kehilangan kecantikan, kehilangan daya tarik jasmani,
kehilangan kekuasaan, status, teman yang disayangi, pemarah, tidak sabar, mudah
tersinggung, menuntut, sulit dilayani dan pengkritik.
lOMoARcPSD|26602108

d. Tipe pasrah
Lanjut usia yang selalu menerima dan menunggu nasib baik, mempunyai konsep
habis (“habis gelap datang terang”), mengikuti kegiatan beribadat, ringan kaki,
pekerjaan apa saja dilakukan.
e. Tipe bingung
Lansia yang kagetan, kehilangan kepribadian, mengasingkan diri, merasa minder,
menyesal, pasif, acuh tak acuh (Nugroho, 2008).

6. TUGAS PERKEMBANGAN LANSIA


Menurut Duvall dalam Wong (2008) tugas perkembangan lansia meliputi:
a. Mengalihkan peran bekerja dengan masa senggang dan persiapan pensiun atau
pensiun penuh
b. Memelihara fungsi pasangan dan fungsi individu serta beradaptasi dengan proses
penuaan,
c. Mempersiapkan diri untuk menghadapi proses kematian dan kehilangan pasangan
hidup dan/atau saudara kandung maupun teman sebaya. Sedangkan menurut
Erickson tugas perkembangan pada masa lansia adalah integritas ego (Stolte,
2003).
Menerima apa yang telah dilakukan seseorang dengan bijak tanpa memperhatikan rasa
sakit dan proses yang terjadi dalam perjalanannya menjadi bagian dari tugas ini.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa tugas perkembangan lansia berinti pada adaptasi
dan penyesuaian terhadap perubahan yang terjadi pada lansia baik dari fisik,
psikologis, dan sosial.

B. KONSEP DASAR ASAM URAT (GOUT ATRITHIS)


1. Pengertian
Penyakit Asam urat atau penyakit gout (arthritis gout) adalah penyakit sendi
yang disebabkan oleh tingginya asam urat di dalam darah. Kadar asam urat yang
tinggi di dalam darah melebihi batas normal menyebabkan penumpukan asam urat
di dalam persendian dan organ tubuh lainnya. Penumpukan asam urat inilah yang
membuat sendi sakit, nyeri, dan meradang . Pada kasus yang parah, penderita
penyakit ini tidak bisa berjalan, persendian terasa sangat sakit jika bergerak,
mengalami kerusakan pada sendi, dan cacat (Haryani and Misniarti 2020).
lOMoARcPSD|26602108

Gout adalah penyakit yang diakibatkan gangguan metabolisme purin yang


ditandai dengan hiperurisemi dan serangan sinopitis akut berulang- ulang. Penyakit
ini paling sering menyerang pria usia pertengahan sampai lanjut usia dan wanita
pasca Menopause (Nurarif, 2015)
Selain itu asam urat merupakan hasil metabolisme normal dari pencernaan
protein (terutama dari daging, hati,ginjal, dan beberapa jenis sayuran seperti kacang
dan buncis) atau dari penguraian senyawa purin yang seharusnya akan dibuang
melalui ginjal,feses, atau keringat. Asam urat merupakan salah satu dari beberapa
penyakit yang sangat membahayakan, karena bukan hanya mengganggu kesehatan
tetapi juga dapat mengakibatkan cacat pada fisik. (Haryani and Misniarti 2020).
Kadar asam urat normal pada wanita: 2,6 – 6 mg/dl, dan pada pria : 3 – 7 mg/dl
(Marlinda and Putri Dafriani 2019).
Dapat disimpulkan, gout arthritis merupakan tingginya asam urat dalam darah
melebihi batas normal (hiperurisemia) yang dapat menyerang pria usia pertengahan
sampai lanjut usia dan wanita pasca Menopause dan dapat mengakibatkan cacat
fisik.

2. Klasifikasi Gout arthritis


Ada 3 klasifikasi berdasarkan manifestasi klinik :
a. Gout artritis stadium akut
Radang sendi timbul sangat cepat dalam waktu singkat. Lansia tidur tanpa ada
gejala apa-apa. Pada saat bangun pagi terasa sakit yang hebat dan tidak dapat
berjalan. Biasanya bersifat monoartikular dengan keluhan utama berupa nyeri,
bengkak, terasa hangat, merah dengn gejala sistemik berupa demam, menggigil
dan merasa lelah. Apabila proses penyakit berlanjut, dapat terkena sendi lain yaitu
pergelangan tangan/kaki, lutut, dan siku. Faktor pencetus serangan akut antara lain
berupa trauma lokal, diet tinggi purin, kelelahan fisik, stress, tindakan operasi,
pemakaian obat diuretik dan lain-lain. Pemilihan regimen terapi
merekomendasikan pemberian monoterapi sebagai terapi awal antara lain
NSAIDs, kortikosteroid atau kolkisin oral. Kombinasi diberikan berdasarkan
tingkat keparahan sakitnya, jumlah sendi yang terserang atau keterlibatan 1-2
sendi besar (Şenocak 2019)
b. Stadium interkritikal
lOMoARcPSD|26602108

Stadium ini merupakan kelanjutan stadium akut dimana terjadi periode interkritik.
Walaupun secara klinik tidak dapat ditemukan tanda-tanda radang akut, namun
pada aspirasi sendi ditemukan kristal urat. Hal ini menunjukkan bahwa proses
peradangan masih terus berlanjut, walaupun tanpa keluhan (Şenocak 2019).

c. Stadium artritis gout kronik


Stadium ini umumnya terdapat pada Lansia yang mampu mengobati dirinya
sendiri (self medication). Sehingga dalam waktu lama tidak mau berobat secara
teratur pada dokter. Gout artritis menahun biasanya disertai tofi yang banyak dan
poliartikular. Tofi ini sering pecah dan sulit sembuh dengan obat. Kadang-kadang
dapat timbul infeksi sekunder. Secara umum penanganan gout artritis adalah
memberikan edukasi pengaturan diet, istrahat sendi dan pengobatan. Pengobatan
dilakukan dini agar tidak terjadi kerusakan sendi ataupun komplikasi lainnya.
Tujuan terapi meliputi terminasi serangan akut, mencegah serangan di masa depan,
mengatasi rasa sakit dan peradangan dengan cepat dan aman, mencegah
komplikasi seperti terbentuknya tofi, batu ginjal, dan arthropati destruktif
(Şenocak 2019) Klasifikasi berdasarkan penyebabnya :
a. Gout Primer
Gout primer adalah penyakit radang sendi akibat dari peningkatan kadar
asam urat darah yang lebih sering disebut dengan arthritis gout. Penyebab gout
primer ini, 99 % diduga berkaitan dengan konsumsi, faktor genetic dan faktor
hormonal yang mengakibatkan gangguan metabolism dan meningkatnya
produksi asam urat, atau bisa juga diakibatkan karena berkurangnya
pengeluarn asam urat dari tubuh.
Pada gout primer, faktor genetic dapat menyebabkan gangguan pada
penyimpanan glikogen atau defisiensi enzim pencernaan. Hal ini dapat
menyebabkan tubuh lebih banyak menghasilkan senyawa laktat yang
berkompetisi dengan asam urat untuk dibuang oleh ginjal.
Dengan kata lain, gout primer bisa diakibatkan dari peningkatan
produksi asam urat karena kelainan pada fungsi enzim kongenital, misalnya
akibat penyakit ganas, obesitas, gangguan proses hemolisis, kekurangan
oksigen, diet kaya protein, efek samping dari obat tertentu (obat kanker,
antibiotic), dan konsumsi alcohol.
lOMoARcPSD|26602108

b. Gout Sekunder
Gout sekunder adalah penyakit radang sendi yang disebabkan oleh
meningkatnya produksi asam urat yang berasal dari nutrisi, yakni disebabkan
karena mengonsumsi makanan dengan kadar purin yang tinggi.
Penyebab lain gout sekunder juga bisa diakibatkan dari pembuangan
asam urat karena penyakit darah tinggi, dehidrasi (keadaan kekurangan cairan
tubuh), diabetes ketoasidosis, efek samping mengonsumsi obat tertentu
(antidiuretic, salisilat, etambutol, pirazinamit), diet ketat (penyalahgunaan
obat pencahar), dan kecanduan alcohol.
Gout sekunder juga dapat dipicu oleh penyakit anemia kronis yang dapat
mengganggu metabolism tubuh. Selain itu, kelebihan kalori akibat asupan
energi yang melebihi pengeluaran, maka akan disimpan di dalam jaringan
lemak. Jika keadaan ini berlangsung dalam waktu lama, maka akan
menimbulkan kegemukan.

3. Etiologi
Gangguan metabolic dengan meningkatnya konsentrasi asam urat ini
ditimbulkan dari penimbunan kristal di sendi oleh monosodium urat (MSU, Gout) dan
kalsium pirofospat dihidrat (CPPD, pseudogout), dan pada tahap yang lebih lanjut
terjadi degenerasi tulang rawan sendi. Etiologi dari artritis gout meliputi usia, jenis
kelamin, riwayat medikasi, obesitas, konsumsi purin dan alkohol.
1. Usia
Pertambahan usia merupakan faktor resiko penting pada pria dan wanita. Hal ini
kemungkinan disebabkan banyak faktor, seperti peningkatan kadar asam urat serum
(penyebab yang paling sering adalah karena adanya penurunan fungsi ginjal),
peningkatan pemakaian obat diuretik, dan obat lain yang dapat meningkatkan kadar
asam urat serum (Doherty, 2009).
2. Jenis Kelamin
Perkembangan artritis gout sebelum usia 30 tahun lebih banyak terjadi pada pria
dibandingkan wanita. Namun angka kejadian artritis gout menjadi sama antara
kedua jenis kelamin setelah usia 60 tahun. Prevalensi artritis gout pada pria
meningkat dengan bertambahnya usia dan mencapai puncak antara usia 75 dan 84
tahun (Weaver, 2008).
lOMoARcPSD|26602108

Wanita mengalami peningkatan resiko artritis gout setelah menopause, kemudian


resiko mulai meningkat pada usia 45 tahun dengan penurunan level estrogen karena
estrogen memiliki efek urikosurik, hal ini menyebabkan artritis gout jarang pada
wanita muda (Roddy dan Doherty, 2010).

3. Riwayat medikasi
Penggunaan obat diuretik merupakan faktor resiko yang signifikan untuk
perkembangan artritis gout. Obat diuretik dapat menyebabkan peningkatan
reabsorpsi asam urat dalam ginjal, sehingga menyebabkan hiperurisemia. Dosis
rendah aspirin, umumnya diresepkan untuk kardioprotektif, juga meningkatkan
kadar asam urat sedikit pada pasien usia lanjut. Hiperurisemia juga terdeteksi pada
pasien yang memakai pirazinamid, etambutol, dan niasin (Weaver, 2008).
4. Obesitas
Obesitas dan indeks massa tubuh berkontribusi secara signifikan dengan resiko
artritis gout. Resiko artritis gout sangat rendah untuk pria dengan indeks massa
tubuh antara 21 dan 22 tetapi meningkat tiga kali lipat untuk pria yang indeks massa
tubuh
35 atau lebih besar (Weaver, 2008). Obesitas berkaitan dengan terjadinya resistensi
insulin. Insu- lin diduga meningkatkan reabsorpsi asam urat pada ginjal melalui
urate anion exchanger transporter-1 (URAT1) atau melalui sodium dependent anion
cotransporter pada brush border yang terletak pada membran ginjal bagian tubulus
proksimal. Dengan adanya resistensi insulin akan mengakibatkan gangguan pada
proses fosforilasi oksidatif sehingga kadar adenosin tubuh meningkat. Peningkatan
konsentrasi adenosin mengakibatkan terjadinya retensi sodium, asam urat dan air
oleh ginjal (Choi et al, 2005).
5. Konsumsi Purin dan alkohol
Mengkonsumsi makanan yang banyak mengandung zat purin. Tubuh manusia
sebenarnya sudah menyediakan 85% senyawa purin untuk kebutuhan sehari- hari.
Ini berarti, kebutuhan tubuh akan purin yang berasal dari makanan hanya sekisar
15%. Jika lebih dari 15% maka tubuh akan kelebihan zat ini.
Konsumsi tinggi alkohol dan diet kaya daging serta makanan laut (terutama kerang
dan beberapa ikan laut lain) meningkatkan resiko artritis gout. Sayuran yang banyak
mengandung purin, yang sebelumnya dieliminasi dalam diet rendah purin, tidak
lOMoARcPSD|26602108

ditemukan memiliki hubungan terjadinya hiperurisemia dan tidak meningkatkan


resiko artritis gout (Weaver, 2008).
Mekanisme biologi yang menjelaskan hubungan antara konsumsi alkohol
dengan resiko terjadinya serangan gout yakni, alkohol dapat mempercepat proses
pemecahan adenosin trifosfat dan produksi asam urat (Zhang, 2006). Metabolisme
etanol menjadi acetyl CoA menjadi adenin nukleotida meningkatkan terbentuknya
adenosin monofosfat yang merupakan prekursor pembentuk asam urat. Alkohol juga
dapat meningkatkan asam laktat pada darah yang menghambat eksresi asam urat
(Doherty, 2009). Alasan lain yang menjelaskan hubungan alkohol dengan artritis
gout adalah alkohol memiliki kandungan purin yang tinggi sehingga mengakibatkan
over produksi asam urat dalam tubuh (Zhang, 2006).
Asam urat merupakan produk akhir dari metabolisme purin. Dalam keadaan
normalnya, 90% dari hasil metabolit nukleotida adenine, guanine, dan hipoxantin
akan digunakan kembali sehingga akan terbentuk kembali masing-masing menjadi
adenosine monophosphate (AMP), inosine monophosphate (IMP), dan guanine
monophosphate (GMP) oleh adenine phosphoribosyl transferase (APRT) dan
hipoxantin guanine phosphoribosyl transferase (HGPRT). Hanya sisanya yang akan
diubah menjadi xantin dan selanjutnya akan diubah menjadi asam urat oleh enzim
xantin oksidase (Silbernagl, 2006).

4. Manifestasi Klinis
Tanda dan Gejala Menurut (Sapti 2019b), tanda dan gejala yang biasa dialami
oleh penderita penyakit arthritis gout adalah:
a. Kesemutan dan linu.
b. Nyeri terutama pada malam atau pagi hari saat bangun tidur.
c. Sendi yang terkena arthritis gout terlihat bengkak, kemerahan, panas, dan nyeri
luar biasa.
d. Menyerang satu sendi dan berlangsung selama beberapa hari, gejalanya
menghilang secara bertahap dimana sendi kembali berfungsi dan tidak muncul
gejala hingga terjadi serangan berikutnya.
e. Urutan sendi yang terkena serangan gout berulang adalah ibu jari kaki (padogra),
sendi tarsal kaki, pergelangan kaki, sendi kaki belakang, pergelangan tangan, lutut,
dan bursa elekranon pada siku.
f. Nyeri hebat dan akan merasakan nyeri pada tengah malam mejelang pagi.
lOMoARcPSD|26602108

g. Sendi yang terserang gout akan membengkak dan kulit biasanya akan berwarna
merah atau kekuningan, serta terasa hangat dan nyeri saat digerakkan serta muncul
benjolan pada sendi (tofus). Jika sudah agak lama (hari kelima), kulit di atasnya
akan berwarna merah kusam dan terkelupas (deskuamasi).
h. Gejala lainnya adalah muncul tofus di helix telinga/pinggir sendi/tendon.
Menyentuh kulit di atas sendi yang terserang gout bisa memicu rasa nyeri yang
luar biasa. Rasa nyeri ini akan berlangsung selama beberapa hari hingga sekitar
satu minggu, lalu menghilang.
i. Gejala lain yaitu demam, menggigil, tidak enak badan, dan jantung berdenyut
dengan cepat.

5. Patofisiologi
Adanya gangguan metabolisme Purin dalam tubuh, intake bahan yang
mengandung Asam Urat tinggi dan sistem ekskresi Asam Urat yang tidak adekuat
akan mengasilkan akumulasi Asam Urat yang berlebihan di dalam plasma darah
(Hiperurisemia), sehingga mengakibatkan Kristal Asam Urat menumpuk dalam tubuh.
Penimbunan ini menimbulkan iritasi lokal dan menimbulkan respon Inflamasi
(Sudoyo, dkk, 2009).
Banyak faktor yang berperan dalam mekanisme serangan Gout Arthritis. Salah
satunya yang telah diketahui peranannya adalah kosentrasi Asam Urat dalam darah.
Mekanisme serangan Gout Arthritis Akut berlangsung melalui beberapa fase secara
berurutan yaitu, terjadinya Presipitasi Kristal Monosodium Urat dapat terjadi di
jaringan bila kosentrasi dalam plasma lebih dari 9 mg/dl. Presipitasi ini terjadi di
rawan, sonovium, jaringan para-artikuler misalnya bursa, tendon, dan selaputnya.
Kristal Urat yang bermuatan negatif akan dibungkus oleh berbagai macam protein.
Pembungkusan dengan IgG akan merangsang netrofil untuk berespon terhadap
pembentukan kristal.Pembentukan kristal menghasilkan faktor kemotaksis yang
menimbulkan respon leukosit PMN dan selanjutnya akan terjadi Fagositosis Kristal
oleh leukosit (Nurarif, 2015).
Kristal difagositosis olah leukosit membentuk Fagolisosom dan akhirnya
membran vakuala disekeliling oleh kristal dan membram leukositik lisosom yang
dapat menyebabkan kerusakan lisosom, sesudah selaput protein dirusak, terjadi ikatan
hidrogen antara permukaan Kristal membram lisosom. Peristiwa ini menyebabkan
robekan membran dan pelepasan enzim-enzim dan oksidase radikal kedalam
lOMoARcPSD|26602108

sitoplasma yang dapat menyebabkan kerusakan jaringan. Setelah terjadi kerusakan sel,
enzimenzim lisosom dilepaskan kedalam cairan sinovial, yang menyebabkan kenaikan
intensitas inflamasi dan kerusakan jaringan (Nurarif, 2015).
Saat Asam Urat menjadi bertumpuk dalam darah dan cairan tubuh lain, maka
Asam Urat tersebut akan mengkristal dan akan membentuk garam-garam urat yang
akan berakumulasi atau menumpuk di jaringan konektif di seluruh tubuh, penumpukan
ini disebut Tofi. Adanya Kristal akan memicu respon inflamasi akut dan netrofil
melepaskan lisosomnya. Lisosom ini tidak hanya merusak jaringan tetapi juga
menyebabkan inflamasi. Serangan Gout Arthritis Akut awalnya biasanya sangat sakit
dan cepat memuncak. Serangan ini meliputi hanya satu tulang sendi. Serangan pertama
ini timbul rasa nyeri berat yang menyebabkan tulang sendi terasa panas dan merah.
Tulang sendi Metatarsophalangeal biasanya yang paling pertama terinflamasi,
kemudian mata kaki, tumit, lutut dan tulang sendi pinggang. Kadang-kadang gejala
yang dirasakan disertai dengan demam ringan. Biasanya berlangsung cepat tetapi
cenderung berulang (Sudoyo, dkk, 2009).
Periode Interkritikal adalah periode dimana tidak ada gejala selama serangan Gout
Arthritis. Kebanyakan penderita mengalami serangan kedua pada bulan ke-6 sampai 2
tahun setelah serangan pertama. Serangan berikutnya disebut dengan Poliartikular
yang tanpa kecuali menyerang tulang sendi kaki maupun lengan yang biasanya disertai
dengan demam. Tahap akhir serangan Gout Arthritis Akut atau Gout Arthritis Kronik
ditandai dengan Polyarthritis yang berlangsung sakit dengan Tofi yang besar pada
kartigo, membrane sinovial, tendon dan jaringan halus. Tofi terbentuk di jari tangan,
kaki, lutut, ulna, helices pada telinga, tendon achiles dan organ internal seperti ginjal
(Sudoyo, dkk, 2009).
lOMoARcPSD|26602108

Pathway
lOMoARcPSD|26602108

6. Pemeriksaan penunjang
Menurut Nuraruf (2015) Pemeriksaan diagnostic yang dilakukan pada penderita gout,
diantaranya :
a. Kadar asan urat serum meningkat
lOMoARcPSD|26602108

b. Laju sedimentasi eritrosit (LSE) meningkat


c. Kadar asam urat urin dapat normal atau meningkat
d. Analisis cairan sinoval dari sendi terinflamasi atau tofi menunjukkan kristal urat
monosodium yang membuat diagnosis
e. Sinar X sendi menunjukkan massa tofaseus dan destruksi tulang dan perubahan
sendi

7. Penatalaksanaan
a. Terapi Non Farmakologi
Diet dibagi para penderita gangguan asam urat mempunyai syarat- syarat sebagai
berikut:
1. Pembatasan purin. Apabila telah terjadi pembengkakan sendi, maka penderita
gangguan asam urat harus melakukan diet bebas purin.
2. Kalori sesuai dengan kebutuhan. Jumlah asupan kalori harus benar
disesuaikan dengan kebutuhan tubuh berdasarkan pada tinggi dan berat badan.
3. Tinggi karbohidrat. Karbohidrat kompleks seperti nasi, singkong, roti, dan ubi
sangat baik dikonsumsi oleh penderita asam urat karena akan meningkatkan
pengeluaran asam urat melalui urine.
4. Rendah protein. Protein terutama yang berasal dari hewan dapat meningkatkan
kadar asam urat dalam darah. Sumber makanan yang mengandung protein
hewani dalam jumlah yang tinggi misalnya daging kambing, ayam, ikan, hati,
keju,udang, telur.
5. Rendah lemak. Lemak dapat menghambat ekskresi asam urat melalui urine.
Makanan yang digoreng, bersantan, serta margarine dan mentega sebaiknya
dihindari.
6. Tinggi Cairan. Konsumsi cairan yang yang banyak dapat membantu
membuang asam urat melalui urin. Oleh karena itu, disarankan untuk
menghabiskan minum minimal sebanyak 2,5 liter atau 10 gelas satu hari.
7. Tanpa alkohol. Berdasarkan penelitian diketahui bahwa kadar asam urat
mereka yang mengkonsumsi alkohol lebih tinggi, dibandingkan mereka yang
tidak mengkonsumsi alkohol . Hal ini dikarenakan alkohol akan meningkatkan
asam laktat. Asam laktat ini akan menghambat pengeluaran asam urat dari
tubuh.
lOMoARcPSD|26602108

8. Menurut teori Andarmoyo (2013) manajemen non farmakologi gout arthritis


yaitu diantaranya dengan mengajarkan teknik distraksi, relaksasi, bimbingan
antisipasi, dan terapi kompres hangat. Kompres hangat merupakan tindakan
keperawatan dengan memberikan kompres hangat yang digunakan untuk
memenuhi rasa nyaman dan mengurangi rasa nyeri tindakan ini digunakan
untuk klien yang mengalami nyeri (Hidayat, 2012)

b. Terapi Farmakologi
Penanganan Gout Arthritis dibagi menjadi penanganan serangan akut dan
penanganan serangan kronis.
1. Serangan Akut
Istirahat dan terapi cepat dengan pemberian NSAID, misalnya Indometasin 200
mg/hari atau Diklofenak 150 mg/hari, merupakan terapi lini pertama dalam
menangani serangan Gout Arthritis Akut, asalkan tidak ada kontra indikasi
terhadap NSAID. Aspirin harus dihindari karena eksresi Aspirin berkompetisi
dengan Asam Urat dan dapat memperparah serangan Gout Arthritis Akut.
Keputusan memilih NSAID atau Kolkisin tergantung pada keadaan klien,
misalnya adanya penyakit penyerta lain atau Komorbid, obat lain juga diberikan
klien pada saat yang sama dan fungsi ginjal.
Obat yang menurunkan kadar Asam Urat serum (Allopurinol dan obat
Urikosurik seperti Probenesid dan Sulfinpirazon) tidak boleh digunakan pada
serangan Akut (Nurarif, 2015).
Obat yang diberikan pada serangan Akut antara lain:
a) NSAID, NSAID merupakan terapi lini pertama yang efektif untuk klien
yang mengalami serangan Gout Arthritis Akut. Hal terpenting yang
menentukan keberhasilan terapi bukanlah pada NSAID yang dipilih
melainkan pada seberapa cepat terapi NSAID mulai diberikan. NSAID
harus diberikan dengan dosis sepenuhnya (full dose) pada 24-48 jam
pertama atau sampai rasa nyeri hilang. Indometasin banyak diresepkan
untuk serangan Akut Gout Arthritis, dengan dosis awal 75-100 mg/hari.
Dosis ini kemudian diturunkan setelah 5 hari bersamaan dengan meredanya
gejala serangan Akut. Efek samping Indometasin antara lain pusing dan
gangguan saluran cerna, efek ini akan sembuh pada saat dosis obat
lOMoARcPSD|26602108

diturunkan. NSAID lain yang umum digunakan untuk mengatasi Gout


Arthritis Akut adalah :
i. Naproxen – awal 750 mg, kemudian 250 mg 3 kali/hari.
ii. Piroxicam – awal 40 mg, kemudian 10-20 mg/hari.
iii. Diclofenac – awal 100 mg, kemudian 50 mg 3 kali/hari selama 48
jam. Kemudian 50 mg dua kali/ hari selama 8 hari.
b) COX-2 Inhibitor: Etoricoxib merupakan satu-satunya COX-2 Inhibitor
yang dilisensikan untuk mengatasi serangan Gout Arthritis Akut. Obat ini
efektif tapi cukup mahal, dan bermanfaat terutama untuk klien yang tidak
tahan terhadap efek Gastrointestinal NSAID Non-Selektif. COX-2 Inhibitor
mempunyai resiko efek samping Gastrointesinal bagian atas yang lebih
rendah dibanding NSAID non selektif.
c) Colchicine, Colchicine merupakan terapi spesifik dan efektif untuk
serangan Gout Arthritis Akut. Namun dibanding NSAID kurang populer
karena awal kerjanya (onset) lebih lambat dan efek samping lebih sering
dijumpai.
d) Steroid, strategi alternatif selain NSAID dan Kolkisin adalah pemberian
Steroid Intra-Articular. Cara ini dapat meredakan serangan dengan cepat
ketika hanya 1 atau 2 sendi yang terkena namun, harus dipertimbangkan
dengan cermat diferensial diagnosis antara Gout Arthritis Sepsis dan Gout
Arthritis Akut karena pemberian Steroid Intra-Articular akan memperburuk
infeksi.
2. Serangan Kronis
Kontrol jangka panjang Hiperurisemia merupakan faktor penting untuk
mencegah terjadinya serangan Gout Arthritis Akut, Gout Tophaceous Kronis,
keterlibatan ginjal dan pembentukan batu Asam Urat. Kapan mulai diberikan
obat penurun kadar Asam Urat masih kontroversi. Penggunaan Allopurinol,
Urikourik dan Feboxostat (sedang dalam pengembangan) untuk terapi Gout
Arthritis Kronis akan dijelaskan berikut ini:
- Allopurinol; Obat Hipourisemik, pilihan untuk Gout Arthritis Kronis
adalah Allopurinol. Selain mengontrol gejala, obat ini juga melindungi
fungsi ginjal. Allopurinol menurunkan produksi Asam Urat dengan cara
menghambat Enzim Xantin Oksidase. Dosis pada klien dengan fungsi
ginjal normal dosis awal Allopurinol tidak boleh melebihi 300 mg/24 jam.
lOMoARcPSD|26602108

Respon terhadap Allopurinol dapat terlihat sebagai penurunan kadar Asam


Urat dalam serum pada 2 hari setelah terapi dimulai dan maksimum setelah
7-10 hari. Kadar Asam Urat dalam serum harus dicek setelah 2-3 minggu
penggunaan Allopurinol untuk meyakinkan turunnya kadar Asam Urat.
- Obat Urikosurik; kebanyakan klien dengan Hiperurisemia yang sedikit
mengekskresikan Asam Urat dapat diterapi dengan obat Urikosurik.
Urikosurik seperti Probenesid (500mg-1 g 2x/hari) dan Sulfinpirazon
(100mg 3-4 kali/hari) merupakan alternative Allopurinol. Urikosurik harus
dihindari pada klien Nefropati Urat yang memproduksi Asam Urat
berlebihan. Obat ini tidak efektif pada klien dengan fungsi ginjal yang
buruk (Klirens Kreatinin <20-30 ml/menit). Sekitar 5% klien yang
menggunakan Probenesid jangka lama mengalami mual, nyeri ulu hati,
kembung atau konstipasi (Nurarif, 2015).

8. Komplikasi
Menurut Rotschild (2013), komplikasi dari artritis goutmeliputi severe
degenerative arthritis, infeksi sekunder, batuginjal dan fraktur pada sendi. Sitokin,
kemokin, protease, danoksidan yang berperan dalam proses inflamasi akut jugaberperan
pada proses inflamasi kronis sehingga menyebabkansinovitis kronis, dekstruksi
kartilago, dan erosi tulang. Kristalmonosodium urat dapat mengaktifkan kondrosit
untukmengeluarkan IL-1, merangsang sintesis nitric oxide danmatriks metaloproteinase
yang nantinya menyebabkan dekstruksi kartilago. Berikut komplikasi pada penderita
gout (asam urat) jika tidak ditangani :
1. Muncul benjolan keras (tofus)
Tofus atau tofi terbentuk akibat adanya penumpukan kristal asam urat di bawah kulit.
Benjolan ini dapat muncul di beberapa area tubuh, seperti jari, tangan, siku, kaki, dan
di sekitar mata kaki. Tofus bisa membengkak, mengeras, dan menimbulkan nyeri saat
serangan asam urat terjadi.
2. Kerusakan sendi permanen
Pada sejumlah kasus, serangan asam urat bisa terjadi beberapa kali dalam setahun.
Bila dibiarkan tidak tertangani, kondisi tersebut dapat menyebabkan pengeroposan
dan kerusakan pada sendi.
lOMoARcPSD|26602108

3. Penyakit batu ginjal


Asam urat tidak hanya bisa mengkristal di dalam sendi, tetapi juga di ginjal. Oleh
karena itu, penderita penyakit asam urat lebih berisiko mengalami penyakit batu
ginjal, terutama jika tidak mendapatkan pengobatan yang tepat.

C. Konsep Asuhan Keperawatan


a. Pengkajian
1. Identitas Pasien
Pengumpulan data mengenai identitas pasien, biasanya meliputi nama pasien,
umur, jenis kelamin, status pernikahan, suku, agama, pendidikan, pekerjaan,
golongan darah, diagnosa medis, tanggal masuk panti, alamat rumah asal, dan
nomor kamar bila pasien tinggal di panti sosial tresna wredha.

2. Identitas Penanggung Jawab


Meliputi nama, umur, pekerjaan, dan hubungan dengan pasien.

3. Riwayat Kesehatan
1) Riwayat Kesehatan Saat ini
Pada sebagian besar pasien asam urat menimbulkan gejala sakit pada
sendi, pembengkakan pada sendi, kesulitan berjalan, dan kelelahan Apabila
terdapat nyeri maka perlu dikaji PQRST, yaitu (Andarmoyo, 2013):
a. P: Provoking incident (provokatif/ paliatif) meliputi penyebab awal
timbulnya gejala serta hal apa yang dapat memperberat atau memperingan
nyeri. Biasanya pada penderita asam urat nyeri kepala berkurang bila
beristirahat/ dipijat dan bertambah bila melakukan aktivitas yang berat.
b. Q: Quality of pain (kualitas atau kuantitas) meliputi bagaimana gejala
(nyeri) yang dirasakan dan sejauh mana merasakannya sekarang. Apakah
sampai mengganggu aktivitas, lebih ringan, atau lebih berat dari yang
dirasakan sebelumnya.
c. R: Region, radiation and relief (regional atau area yang terpapar)
menanyakan area mana yang dirasakan gejala, apakah menyebar.
Misalnyanya pada asam urat nyeri menyebar dari kepala ke leher.
lOMoARcPSD|26602108

d. S: Severity (Scale) of pain (skala nyeri) seberapa parah nyeri atau gejala
yang dirasakan. Misalnya dapat menggunakan penilaian skala numerik
dari rentang 0-10 atau skala analog, dan lainnya sesuai kebutuhan.
e. T: Time (waktu) kapan gejala mulai timbul, seberapa sering terasa, apakah
tiba-tiba atau secara bertahap. Time meliputi onset (tanggal dan jam gejala
terjadi), jenis (tiba-tiba atau bertahap), frekuensi (tiap jam, hari, minggu,
bulan, sepanjang hari, pagi, siang, malam, mengganggu istirahat tidur,
kekambuhan), dan durasi (seberapa lama gejala dirasakan).
2) Riwayat Kesehatan Dahulu
Beberapa penyebab terjadinya asam urat, yaitu :
a. Riwayat medikasi
Penggunaan obat diuretik merupakan faktor resiko yang signifikan untuk
perkembangan artritis gout. Obat diuretik dapat menyebabkan
peningkatan reabsorpsi asam urat dalam ginjal, sehingga menyebabkan
hiperurisemia.
b. Konsumsi purin dan alcohol
Konsumsi tinggi alkohol dan diet kaya daging serta makanan laut
(terutama kerang dan beberapa ikan laut lain) meningkatkan resiko
artritis gout. Sayuran yang banyak mengandung purin, yang sebelumnya
dieliminasi dalam diet rendah purin, tidak ditemukan memiliki
hubungan terjadinya hiperurisemia dan tidak meningkatkan resiko
artritis gout (Weaver, 2008).
3) Riwayat Kesehatan Keluarga
Pada penderita asam urat perlu menanyakan adanya riwayat keluarga
yang mengalami asam urat. Apabila riwayat asam urat didapatkan pada
kedua orangtua maka asam urat lebih besar, sebab hal ini merupakan
penyakit turunan (Triyanto, 2014).
4) Riwayat Alergi
Apakah klien memiliki riwayat alergi makanan, obat-obatan, atau
lingkungan.
lOMoARcPSD|26602108

4. Pemeriksaan Fisik
1) Kesadaran
Melihat kesadaran pasien berdasarkan GCS (Glasgow Coma Scale).

2) Tanda-tanda Vital
Normal tekanan darah yaitu sistol 120 mmHg dan diastol 90 mmHg. Nadi
normal (<100 kali/ menit). Pemeriksaan frekuensi pernapasan/ respiration
rate dan suhu tubuh.

3) Antropometri
Meliputi berat badan, tinggi badan, dan IMT (Indeks Massa Tubuh). Pada
penderita asam urat dapat disebabkan oleh obesitas. IMT pria normalnya
20,1 – 25,0 dan wanita 18,7 – 23,8. Klasifikasi nilai: kurang (<18,5), normal
(18,5 – 24,9), berlebih (25 – 29,9), dan obesitas (>30) (Sunaryo, dkk., 2015).

4) Integumen
Tingkat kelembapan kulit, misalnya pada lansia akan terjadi kulit
keriput, kering, dan bersisik. Lihat kebersihan kulit lansia. Kulit dibawah
mata terdapat kantung dan lingkaran hitam. Kurangnya elastisitas kulit.
Adanya perubahan pigmen kulit, luka, jaringan parut, keadaan kuku (rapuh
dan mengeras), rambut (misalnya tipis, berwarna kelabu atau putih) (Adriani,
dkk., 2021).

5) Pernapasan
Pada penderita asam urat dapat terjadi dyspnea yang berkaitan dengan
aktivitas,napas pendek sianosis.

6) Kardiovaskular
Periksa adanya distensi vena jugularis, keluhan pusing dan edema,
episode palpitasi, denyutan jelas pada nadi karotis, jugularis, dan radialis.
Adanya murmur stenosis valvular, kulit pucat, sianosis, CRT (Capillary
Reffil Time) lambat atau tertunda (>3 detik) (Bachrudin & Najib, 2016).
lOMoARcPSD|26602108

7) Neurosensori
Terdapat kemungkinan adanya perubahan status mental, orientasi tempat
atau waktu atau orang, isi bicara, proses berpikir, memori, penglihatan
kabur, diplobia, perubahan retina optik, penurunan kekuatan genggaman
tangan, kaku kuduk (Mujahidullah, 2012).

8) Muskuloskeletal
Adanya gangguan koordinasi dan cara berjalan (Mujahidullah, 2012).
Pada lansia dapat ditemukan raut otot wajah yang tegang, kekakuan sendi,
pengecilan tendon, menggunkan alat bantu gerak/ jalan, kekuatan otot
melemah, kelumpuhan, dan bungkuk (Bachrudin & Najib, 2016). Bagaimana
postur tulang belakang lansia (tegap, bungkuk, kifosis, skoliosis, lordosis),
deformitas, tremor, rentang gerak, dan nyeri persendian (Sunaryo, dkk.,
2015).

9) Penglihatan
Pada lansia dapat ditemukan adanya katarak, atau penglihatan buram,
dilatasi, ketajaman penglihatan menurun karena proses penuaan
(Bachrudin & Najib, 2016). Terdapat kotoran yang menumpuk diujung
mata, presbiopi, kesulitan melihat jarak jauh, dan menurunnya akomodasi
karena elastisitas mata (Ratnawati, 2017).

10) Pendengaran
Adanya penurunan fungsi pendengaran, dapat menggunakan alat
bantu pendengaran, lihat adanya kotoran atau benda yang menyumbat
saluran telinga (Ratnawati, 2017).

11) Gastrointestinal
Apakah ada mual, muntah, kesulitan menelan, atau mengunyah,
penurunan nafsu makan, lihat keadaan gigi, apakah terdapat gigi palsu,
rahang, dan rongga mulut. Auskultasi bising usus, palpasi abdomen
apakah ada perut kembung, pelebaran kolon, adanya konstipasi atau
sembelit, diare, dan inkontinensia alvi atau tidak dapat menahan buang air
besar (Bachrudin & Najib, 2016).
lOMoARcPSD|26602108

12) Genitourinaria
Lihat warna dan bau urin, distensi kandung kemih, inkontinnsia urine
atau tidak dapat menahan buang air kecil (BAK), frekuensi BAK,
pengeluaran dan pemasukan cairan, rasa nyeri saat BAK, haemoroid, dan
masalah seksualitas (Bachrudin & Najib, 2016).

5. Pengkajian Psikososial
Pada tahap ini, perawat mengkaji status emosi, kecemasan, mekanisme
koping, pola komunikasi, konsep diri (meliputi body image, identitas diri,
ideal diri, peran diri, dan harga diri). Perubahan psikologi yang dialami
lansia, antara lain menurunnya daya ingat, berkurangnya kegairahan,
keinginan, peningkatan kewaspadaan, perubahan pola tidur, dan
pergeseran libido. Perawat harus bisa mengubah tingkah laku dan
pandangan klien terhadap kesehatan dengan bertahap serta dapat
mendukung mental lansia kearah pemuasan pribadi sehingga seluruh
pengalaman yang dilaluinya tidak menambah beban agar lansia dapat
merasa puas dan bahagia (Ratnawati, 2017).
Untuk melakukan pengkajian psikologis, perawat dapat menggunakan
acuan sebagai berikut (Ratnawati, 2017):
1) Apakah klien mengenal masalah-masalah utamanya?
2) Apakah klien mudah dalam menyesuaikan diri?
3) Apakah lanjut usia sering mengalami kegagalan?
4) Bagaimana sikap klien terhadap proses penuaan?
5) Apakah klien merasa dibutuhkan atau tidak?
6) Apakah harapah klien pada saat ini dan yang akan datang?
7) Apakah klien berpandangan optimis dalam memandang suatu
kehidupan?
8) Bagaimana cara klien mengatasi stres yang dialami?
9) Selain itu, kaji fungsi kognitif, daya ingat, proses pikir, alam perasaan,
orientasi, dan kemampuan klien dalam penyelesaian masalah.
lOMoARcPSD|26602108

6. Pengkajian Emosi
a. Pengkajian tahap 1
1) Apakah pasien mengalami sukar tidur? (Ya/ tidak)
2) Apakah pasien sering merasa gelisah? (Ya/ tidak)
3) Apakah pasien sering murung atau menangis sendiri? (Ya/ tidak)
4) Apakah pasien sering was-was atau kuatir? (Ya/ tidak)
Lanjutkan ke pertanyaan tahap dua jika lebih dari atau sama dengan 1
jawaban “Ya”

b. Pengkajian tahap 2
a) Keluhan lebih dari 3 bulan atau lebih dari 1 kali dalam 1 bulan? (Ya/
tidak)
b) Ada masalah atau banyak pikiran? (Ya/ tidak)

c) Ada gangguan/masalah dengan keluarga lain? (Ya/ tidak)

d) Menggunakan obat tidur/penenang atas anjuran dokter? (Ya/ tidak)

e) Cenderung mengurung diri? (Ya/ tidak)


Bila terdapat 1 atau lebih jawaban “ya” maka masalah emosianal positif.

7. Pengkajian Fungsional
1) Katz Indeks
Pengkajian katz indeks bertujuan untuk mengetahui kemampuan klien
dalam melakukan ADL (Activity Daily Living) sepert mandi, berpakaian,
buang air kecil atau besar, berpindah, dan kemampuan untuk makan.
Instrument ini memberikan kerangka kerja untuk mengkaji kemampuan
untuk hidup mandiri atau dengan bantuan. Lansia yang mengalami
ketergantungan pada suatu aktivitas bisa saja membutuhkan bantuan di
waktu tertentu. Namun, berbeda halnya dengan lansia yang mengalami
ketergantungan bantuan maka akan membutuhkan bantuan terus menerus
pada setiap aktivitas yang dilakukannya (Dewi, 2014). Katz Indeks
lOMoARcPSD|26602108

Pertanyaan Ya Tidak

Kemandirian dalam mandi


Kemandirian dalam berpakaian
Kemandirian pergi ke kamar mandi
Kemandirian dalam berpindah
Kemandirian dalam kontinen (BAB/BAK)
Kemandirian dalam makan

Sumber: Kholifah (2016)


Kategori:
1. Indeks A = Bila klien mandiri dalam makan, kontinensia (BAK,
BAB), menggunakan pakaian, pergi ke toilet, berpindah, dan
mandi.
2. Indeks B = Bila klien mandiri semuanya kecuali salah satu saja
dari fungsi di atas.
3. Indeks C = Bila klien mandiri, kecuali mandi dan satu lagi fungsi
yang lain.
4. Indeks D = Bila klien mandiri, kecuali mandi, berpakaian, dan satu
fungsi yang lain.
5. Indeks E = Bila klien mandiri, kecuali mandi, berpakaian, ke
toilet, dan satu fungsi yang lain.
6. Indeks F = Bila klien mandiri, kecuali mandiri berpakaian, ke
toilet, berpindah dan satu fungsi yang lain.
7. Indeks G = Ketergantungan untuk semua fungsi di atas

Mandiri artinya tanpa pengawasan, pengarahan atau bantuan aktif dari


orang lain. Seseorang yang menolak untuk melakukan suatu fungsi
dianggap tidak melakukan fungsi, meskipun ia mampu melakukannya.
Keuntungan menggunakan katz indeks adalah yang pertama, yaitu
pemfokusan kemampuan fungsional memungkinkan tenaga kesehatan
untuk mencocokkan dengan bantuan yang diperlukan. Kedua,
memungkinkan tenaga kesehatan memberikan intervensi yang lebih
spesifik (Dewi, 2014).
lOMoARcPSD|26602108

2) Barthel Indeks
Barthel indeks digunakan untuk mengkaji kemampuan merawat diri.
Namun, pertanyaan-pertanyaan yang diajukan lebih kepada sejauh mana
bantuan akan diberikan jika lansia mengalami kesulitan dalam
memenuhi status fungsionalnya.

No. Kriteria Dengan Mandiri Keterangan


Bantuan
1 Makan 5 10 Frekuensi:
Jumlah :
Jenis :
2 Minum 5 10 Frekuensi:
Jumlah :
Jenis :
3 Berpindah dari 5 – 10 15
kursi ke tempat
tidur,
sebaliknya
4 Personal toilet 0 5 Frekuensi ke
(cuci muka, toilet:
menyisir rambut,
gosok gigi)
5 Keluar masuk 5 10
toilet (mencuci
pakaian,
menyeka
tubuh,
menyiram)
6 Mandi 5 15 Frekuensi :

7 Jalan di 0 5
permukaan datar
lOMoARcPSD|26602108

8 Naik turun tangga 5 10

9 Mengenakan 5 10
pakaian
10 Kontrol bowel 5 10 Frekuensi:
(BAB) Konsistensi
:
11 Kontrol bladder 5 10 Frekuensi :
(BAK) Warna :
12 Olahraga/ 5 10 Frekuensi :
latihan Jenis :

13 Rekreasi/ 5 10 Jenis :
pemanfaatan Frekuensi :
waktu luang

Keterangan :
a) 130 : Mandiri
b) 65 – 125 : Ketergantungan sebagian
c) 60 : Ketergantungan total

8. Pengkajian Status Kognitif/ Afektif


1) Short Portable Mental Status Questioner (SPMSQ)
SPMSQ merupakan penilaian yang digunakan untuk mendeteksi adanya
tingkat kerusakan intelektual. Instrumen ini berisi 10 butir pertanyaan
mengenai orientasi, riwayat pribadi, memori dalam hubungannya
dengan kemampuan merawat diri, memori jauh dan kemampuan
matematis (Sunaryo, dkk., 2015).
lOMoARcPSD|26602108

Short Portable Mental Status Questioner (SPMSQ)

Bena Salah No Pertanyaan


r
01 Tanggal berapa hari ini ?

02 Hari apa sekarang ini ?

03 Apa nama tempat ini ?

04 Berapa nomor telepon anda ?

05 Berapa umur Anda ?

06 Kapan Anda lahir ?


(minimal tahun lahir)
07 Siapa Presiden Indonesia sekarang ?

08 Siapa Presiden Indonesia


sebelumnya ?
09 Siapa nama ibu Anda ?

10 Kurangi 3 dari 20 dan tetap


pengurangan 3 dari setiap angka
baru, semua secara menurun.
Interpretasi hasil:
• Salah 0 –3: Fungsi intelektual utuh.
• Salah 4 – 5: Kerusakan intelektual ringan
• Salah 6 – 8: Kerusakan intelektual sedang
• Salah 9 – 10: Kerusakan intelektual berat

2) Mini Mental State Exam (MMSE)


MMSE digunakan untuk menguji aspek kognitif dari fungsi mental:
orientasi, registrasi, perhatian, kalkulasi, memori jangka panjang dan
pendek, dan bahasa. Pengkajian ini bertujuan untuk melengkapi dan
menilai, tetapi tidak dapat digunakan untuk tujuan diagnostik, namun
berguna untuk mengkaji kemampuan klien (Sunaryo, dkk., 2015)
lOMoARcPSD|26602108

Mini Mental State Exam (MMSE)

No. Aspek Nilai Nilai Kriteria


Kognitif Max. Klien
1 Orientasi 5 Menyebutkan
dengan benar:
- Tahun
- Musim
- tanggal
- Hari
- Bulan
Orientasi 5 Dimana
kita
berada?
- Negara
- Provinsi
- Kota
- Panti
- Wisma
2 Registrasi 3 Sebutkan 3
objek benda
oleh
pemeriksa,
kemudian
tanyakan
kepada klien
3 Perhatian 5 Minta klien
dan untuk
kalkulasi menghitung
mulai dari 20
kemudian
lOMoARcPSD|26602108

dikurangi 2
sampai 5 tingkat
4 Mengingat 3 Minta klien
menyebutkan
kembali
ketiga objek
pada poin ke
2
6 Bahasa 9 Tanyakan
kepada klien
tentang suatu
benda,
sambil
perawat
menunjuk
benda
tersebut.
Minta klien
untuk
mengulang
kata berikut:
“tanpa, jika,
dan, atau,
tetapi.”
Minta klien
untuk
mengikuti
langkah
berikut:
1. Ambil
pulpen
2. Ambil
Kertas
lOMoARcPSD|26602108

3. Tuliskan
“saya mau
tidur”
Minta klien
untuk
mengikuti 1
perintah
perawat
(misal “tutup
mata anda”)
Minta klien
untuk
menulis 1
kalimat dan
menyalin
gambar (2
buah segi
lima)
Jumlah

Interpretasi hasil :
a. Skor 24 – 30: Tidak terdapat gangguan
b. Skor 17 – 33: Kemungkinan gangguan kognitif
c. Skor 0 – 16. : Definitif gangguan kognitif

9. Pengkajian Keseimbangan
Pengkajian keseimbangan digunakan untuk mengetahui tingkat risiko
jatuh pada lansia. Terdapat dua jawaban pada pengkajian ini, yaitu jawaban
“Ya” artinya skor 1 dan “Tidak” skor 0 (Tinneti & Ginter, 1998 dalam
Sunaryo, dkk., 2015).
lOMoARcPSD|26602108

Pengkajian Keseimbangan Lansia

1. Perubahan Posisi atau Gerakan


Keseimbangan
Bangun Tidak bangun dan Ya Tidak
dari kursi duduk dengan satu
kali gerakan, tetapi
mendorong
tubuhnya ke atas
dengan tangan atau
bergerak ke bagian
depan ya kursi
terlebih dahulu
Duduk ke Menjatuhkan diri ke Ya Tidak
kursi kursi, tidak duduk
ditengah kursi,
berpegangan
Menahan Menggerakkan kaki, Ya Tidak
dorongan memegang obyek untuk
pada sternum dukungan, kaki tidak
sebanyak menyentuh sisi-sisinya.
3 kali
Mata Menggerakkan kaki, Ya Tidak
tertutup memegang obyek untuk
dukungan, kaki tidak
menyentuh sisi-sisinya
Perputaran Menggerakkan kaki, Ya Tidak
leher memegang obyek untuk
dukungan, kaki tidak
menyentuh sisi-sisinya,
lOMoARcPSD|26602108

keluhan: vertigo, pusing


atau keadaan tidak
stabil
Gerakan Tidak mampu untuk Ya Tidak
menggapai menggapai sesuatu
sesuatu dengan bahu fleksi
sepenuhnya
sementara, berdiri
pada ujung-ujung
jari kaki, tidak
stabil, memegang
sesuatu untuk
dukungan
Membungku Tidak mampu untuk Ya Tidak
k membungkuk untuk
mengambil obyek dari
lantai, bisa berdiri
dengan memegang
obyek sekitar,
memerlukan usaha-
usaha multiple untuk
bangun
II. Komponen Gaya Berjalan atau Gerakan

Gaya berjalan Ragu-ragu, tersandung, Ya Tidak


memegang objek untuk
dukungan
Ketinggian Kaki tidak naik dari Ya Tidak
langkah kaki lantai secara
konsisten
(menggeser atau
menyeret kaki),
mengangkat kaki
terlalu tinggi
lOMoARcPSD|26602108

Kontinuitas Tidak konsisten dalam Ya Tidak


langkah kaki mengangkat kaki,
mengangkat satu kaki
sementara kaki lain
menyentuh lantai
Kesimetrisan Pnjang langkah Y Tida
langkah yang tidak sama a k
(sisi yang
patologis biasanya
memiliki langkah
yang lebih
panjang, masalah
terjadi pada
pinggul, lutut,
gerakan kaki atau
otototot sekitarnya
Penyimpa Tidak berjalan Ya Tidak
ngan jalur dengan garis lurus,
bergelombang dari
sisi ke sisi
Berbalik Berhenti sebelum Ya Tidak
mulai berbalik, jalan
sempoyongan,
bergoyang,
memegang objek untuk
dukungan.

Sumber: Tinneti dan Ginter (1998) dalam Sunaryo, dkk. (2015)


Interpretasi hasil:
1) Skor 0 – 5: Risiko jatuh rendah
2) Skor 6 – 10: Risiko jatuh sedang
3) Skor 11 – 15: Risiko jatuh tinggi
lOMoARcPSD|26602108

10. Pengkajian Sosial (APGAR)


Fungsi sosial lansia dapat diukur dengan pendekatan pada pengkajian
tumbuh kembang keluarga dengan lansia yang menggunakan instrument
APGAR (Adaptation, Partner-ship, Growth, Affection, Resolve)
(Sitanggang, dkk., 2021).

Pengkajian APGAR
ASPEK YANG DINILAI NILAI
3 2 1 0
1. Saya puas bahwa saya
dapat kembali pada
keluarga/temanteman
(Adaptation)
2. Saya puas bahwa
keluarga/temanteman
membicarakan sesuatu
dengan saya (Partnership)
3. Saya puas bahwa
keluarga/temanteman
mendukung keinginan saya
(Growth)
4. Saya puas bahwa
keluarga/temanteman saya
mengekspresikan dan
berespon terhadap emosi
saya
(Affection)
5. Saya puas bahwa
keluarga/temanteman saya
dan saya menyediakan
waktu bersama
(Resolve)
lOMoARcPSD|26602108

Interpretasi hasil:
1. Skor 0 – 3: Disfungsi keluarga tinggi
2. Skor 4 – 6: Disfungsi keluarga sedang
3. Skor 7 – 10: Disfungsi keluarga rendah

11. Pemeriksaan Inventaris Depresi Beck (IDB)

Aspek yang dinilai Nilai


3 2 1 0
1. Kemandirian
2. Fesimisme
3. Rasa kegagalan
4. Ketidakpuasan
5. Rasa bersalah
6. Tidak menyukai diri sendiri
7. Membayangkan diri sendiri
8. Menarik diri
9. Keragu-raguan
10. Perubahan gambaran diri
11. Kesulitan kerja
12. Keletihan
13. Anoreksia
Penilaian :
1. Skor 0-9 : Tidak depresi
2. Skor 10-19 : Depresi sedang
3. Skor 20-30 : Depresi Berat

12. Pemeriksaan Diagnostik


Pemeriksaan diagnostik pada penderita asam urat, yaitu
1. Kadar asam urat serum meningkat
2. Laju sedimentasi eritrosit (LSE) meningkat
3. Kadar asam urat urin dapat normal atau meningkat
lOMoARcPSD|26602108

4. Analisis cairan sinoval dari sendi terinflamasi atau tofi


menunjukkan kristal urat monosodium yang membuat diagnosis
5. Sinar X sendi menunjukkan massa tofaseus dan destruksi tulang dan
perubahan sendi.

b. Analisis Data
Proses penegakan diagnosis keperawatan merupakan proses yang sistematis
yang terdiri dari tiga tahap yaitu analisis data, identifikasi masalah, dan perumusan
diagnosis. Analisis data dilakukan dengan beberapa tahapan seperti dibawah ini
(Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017):
1. Bandingkan data dengan nilai normal
Data-data yang didapatkan dari pengkajian dibandingkan dengan nilai-nilai
normal dan identifikasi tanda/gejala yang bermakna (significant cues).
2. Kelompokkan data
Tanda/ gejala yang dianggap bermakna dikelompokkan berdasarkan pola
kebutuhan dasar yang meliputi respirasi, sirkulasi, nutrisi/cairan, eliminasi,
aktivitas/ istirahat, neurosensori, reproduksi/ seksualitas, nyeri/ kenyamanan,
integritas ego, pertumbuhan/ per-kembangan, kebersihan diri, penyuluhan/
pembelajaran, interaksi sosial, dan keamanan/proteksi. Proses pengelompokan
data dapat dilakukan baik secara induktif maupun deduktif. Secara induktif
dengan memilah data sehingga membentuk sebuah pola, sedangkan secara
deduktif dengan menggunakan kategori pola kemudian mengelompokkan data
sesuai kategorinya.
Setelah data dianalisis, perawat dan klien bersama-sama mengidentifikasi
masalah aktual, risiko dan/atau promosi kesehatan. Pernyataan masalah
kesehatan merujuk ke label diagnosis keperawatan (Tim Pokja SDKI DPP
PPNI, 2017).
lOMoARcPSD|26602108

c. Diagnosis Keperawatan
Diagnosa keperawatan berdasarkan SDKI, 2017 :
1. Nyeri akut b.d agen pencedera fisiologis (inflamasi) d.d : (D.0077)
Gejala & tanda mayor :
Subjektif : Mengeluh nyeri
Objektif :
a. Tampak meringis
b. Bersikap protektif
c. Gelisah
d. Frekuensi nadi meningkat
e. Sulit tidur
Gejala & tanda minor :
Objektif :
a. Tekanan darah meningkat
b. Pola nafas berubah
c. Nafsu makan berubah
d. Proses berfikir terganggu
e. Menarik diri
f. Berfokus pada diri sendiri
g. Diaforesis

2. Gangguan mobilitas fisik b.d kekakuan sendi d.d : (D. 0054)


Gejala & tanda mayor :
Subjektif : Mengeluh sulit menggerakan ekstremitas Objektif :
a. Kekuatan otot menurun
b. Rentang gerak (ROM) menurun
Gejala & tanda minor :
Subjektif : Nyeri saat bergerak, enggan melakukan pergerakan, merasa cemas
saat bergerak.
Objektif :
a. Sendi kaku
b. Gerakan tidak terkoordinasi
c. Gerakan terbatas
d. Fisik lemah
lOMoARcPSD|26602108

d. Perencanaan Keperawatan

NO Dx. Kep PERENCANAAN

Tujuan Intervensi Rasional


1 Nyeri Setelah 1. Atur posisi 1. Posisi yang nyaman
Akut dilakukan nyaman pasien. dapat membuat rileks
tindakan 2. Berikan 2. Kompres menggunakan air
keperawatan kompres air hangat akan meningkatkan
selama......., hangat untuk aliran darah, dan
diharapkan mengurangi meredakan nyeri dengan
nyeri nyeri menyingkirkan produk-
berkurang 3. Lakukan produk inflamasi, seperti
dengan Tindakan bradikinin, histamin dan
kriteria kolaboratif prostaglandin yang
hasil: dalam menimbulkan nyeri local
- Klien dapat pemberian obat 3. Dapat membantu
Pasien Anti-inflamasi meredakan nyeri dan
mengatakan Non-steroid pembengkakan asam urat
nyeri berkurang (NSAID) 4. Untuk mengetahui skala
atau hilang 4. Pantau skla nyeri yang dirasakan
- Skala nyeri nyeri berkurag atau bertambah
menjadi 1 (0-
10)
- Pasien tampak
rileks
- Pasien mampu
mendemonstrasi
kan tekhnik
penurunan nyeri
lOMoARcPSD|26602108

2 Gangguan Setelah dilakukan 1. Identifikasi 1. Menentukan intervensi


Mobilitas tindakan toleransi fisik selanjutnya
Fisik keperawatan melakukan 2. Untuk menghindari atau
selama... diharapkan pergerakan mencegah terjadinya nyeri
gangguan mobilitas 2. Dampingi klien yang lebih parah
fisik dapat teratasi untuk 3. Alat bantu jalan dapat
dengan kriteria melakukan memudahkan klien dalam
hasil: aktivitas secara melakukan aktivitas
- Kemampuan bertahap 4. Mengurangi resiko terjatuh
fisik klien 3. Fasilitasi saat mobilisasi dan
meningkat aktivitas melakukan aktifitas
- Pergerakan mobilisasi 5. Merubah posisi sebagai
ekstremitas dengan alat salah satu upaya dasar klien
meningkat bantu (mis. melakukan mobilitas secara
- Klien mampu tongkat) mandiri.
berpindah 4. Dampingi dan
dengan mnadiri bantu klien saat
mobilisasi dan
bantu penuhi
kebutuhan ADL
klien.
5. Dampingi klien
merubah posisi
(tidur ke duduk,
duduk ke
berdiri) jika
diperlukan
lOMoARcPSD|26602108

DAFTAR PUSTAKA

Lumiono, dkk. (2015). Hubungan Status Gizi dengan Gout Arthritis pada Landia di
Puskesmas Wawonasa Manado. E-Journal Keperawatan (e-kep). Vol. 3, no.
3, hal. 1-8.
Sholihah. F. (2014). Diagnosis and Treatment Gout Arthritis. J. Majoritu. Vol. 3, no.
7, Hal 39-45.
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia:
Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan. Edisi 1. Jakarta: Dewan Pengurus
Pusat.
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia:
Definisi dan Tindakan Keperawatan. Edisi 1. Jakarta: Dewan Pengurus
Pusat.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia:
Definisi dan Indikator Diagnostik. Edisi 1. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat
Wandi. F. (2014). Artritis Gout dan Perkembangannya. Rumah Sakit Aminah Blitar.
Vol. 10, no. 22, hal 145-152.

Anda mungkin juga menyukai