DI UPT
KESEJAHTERAAN SOSIAL
LANJUT USIA BUDI AGUNG KUPANG
Gout umumnya dialami oleh laki – laki berusia lebih dari 30 tahun. Penyakit gout dapat
dikelompokkan menjadi gout primer dan sekunder. Sebagian besar penyebabnya
diperkirakan akibat kelainan proses metabolisme dalam tubuh dan 10% kasus dialami oleh
wanita setelah menopause karena gangguan hormon (Diantari dan Candra, 2013). Gout
biasanya terjadi secara mendadak. Kebanyakan orang mengalami serangan gout awal pada
sendi dari ibu jari kaki. Bagian lain yang dapat terserang diantaranya adalah pergelangan
kaki, tumit, pergelangan tangan, jari, dan siku. Sendi yang terserang tampak merah,
mengikat, bengkak, kulit terasa panas disertai nyeri yang hebat, dan persendian akan sulit
digerakkan. (Depkes, 2009).
Terapi arthritis gout terdapat dua pilihan yaitu terapi non farmakologis dan terapi
farmakologis. Terapi non farmakologis dapat dilakukan dengan memodifikasi gaya hidup
yang dapat menurunkan asam urat (Depkes, 2009). Pencegahan dapat dilakukan dengan cara
perbanyak minum air putih, makan makanan yang mengandung potasium tinggi, buah kaya
vitamin C, dan lain-lain (Ahmad, 2011). Terapi farmakologisnya dengan menggunakan obat
yang sesuai dengan gout yang diderita seperti arthritis gout akut (NSAID, Kolkhisin, dan
Kortikosteroid), gout kronis (urikostatik, urikosurik, urikolitik) dan arthritis gout
interkritikal (Profilaksis kolkhisin dosis rendah atau NSAID minimal 3 bulan) (Depkes,
2009).
1.2.Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Setelah menyelesaikan pengalaman belajar klinik di harapkan mampu menerapkan asuhan
keperawatan pada lansia yang mengalami masalah kesehatan.
1.2.2 Tujuan khusus
Setelah menyelesaikan pengalaman belajar klinik mahasiswa diharapkan mampu:
a. Mengidentifikasi data yang sesuai dengan masalah kesehatan yang di hadapi oleh lanisa.
b. Merumuskan diagnosa keperawatan sesuai dengan masalah kesehatan yang di hadapi
oleh lansia.
c. Menyusun rencana tindakan sesuai dengan diagnosa keperawatan yang muncul.
d. Melaksanakan rencana keperawatan yang telah di susun.
Memodifikasi rencana yang telah di susun agar dapat di laksanakan oleh lansia sesuai
dengan kemampuan lansia.
e. Mengevaluasi pelaksanaan asuhan keperawatan.
f. Mendokumentasikan asuhan yang telah di berikan secara benar.
BAB II
KONSEP TEORI
2.1.Konsep Lansia
2.1.1 Pengertian Lansia
Lansia adalah proses menjadi lebih tua dengan umur mencapai 55 tahun ke atas. Pada
lansia akan mengalami kemunduran fisik, mental, dan sosial. Salah satu contoh
kemunduran fisik pada lansia adalah rentannya lansia terhadap penyakit, khususnya
penyakit degeneratif.Penyakit degeneratif yang umum di derita lansia salah satunya
adalah Artritis Gout (Nugroho, 2008).
2.2.2. ETIOLOGI
Etiologi dari artritis gout meliputi usia, jenis kelamin, riwayat medikasi, obesitas,
konsumsi purin dan alkohol. Pria memiliki tingkat serum asam urat lebih tinggi dari pada
wanita, yang meningkatkan resiko mereka terserang artritis gout. Perkembangan artritis
gout sebelum usia 30 tahun lebih banyak terjadi pada pria dibandingkan wanita. Namun
angka kejadian artritis gout menjadi sama antara kedua jenis kelamin setelah usia 60 tahun.
Menurut Malya (2003), faktor – faktor yang berperan dalamper kembangan gout adalah
faktor yang menyebabkan terjadinya hiperurisemia diantaranya adalah :
1. Gangguan konsentrasi pembentukan asam urat yang berlebih :
A. Gout primer : akibat pembentukan langsung asam urat yang Berlebih.
B. Gout sekunder : ekskresi asam urat berkurang akibat proses penyakit atau pemakaian
obat-obatan.
2. Menurut Carter (dalam Arina Malya, 2003) penyebab dari gout :
A. Diit tinggi purin.
B. Konsumsi minumam beralkohol.
C. Pengaruh obat-obatan terhadap kadar asam urat dengan efek yang ditimbulkanya
dapatmenghambat ekskresi asam urat dalam ginjal (seperti : aspirin, diuretik).
2.2.3. PATOFISIOLOGI
Kristal natrium urat yang berlebihan dari asam urat yang tidak dikeluarkan akan
membentuk batu ginjal dan dapat meningkat dalam tubuh. Dengan adanya endapan serum
asam urat dalam jaringan tubuh maka dapat menurunkan konsentrasinya dalam darah.
Jaringan yang menjadi endapan kristal asam urat yaitu : tulang sendi, tulang kartilago
seperti pada telinga dan ginjal. Endapan kristal asam urat yang berlebihan pada jaringan
disebut tophi. Endapannya didalam ginjal menyebabkan batu asam urat/batu ginjal. Kristal
asam urat biasanya mengendap pada bagian perifer tubuh dan akibat kelebihan dapat
menyebabkan inflamasi yaitu inflamasi pada metacarpal dan pergelangan tangan. Apabila
frekuensi endapan kristal asam urat yang banyak menyebabkan cacat, inflamasi, odem,
panas, kemerahan dan nyeri sendi. Gout juga menjadi penyebab sekunder terjadi kerusakan
sel akibat terapi obat-obatan pada penyakit leukemia dan penyakit berbahaya
lainnya(Herlambang,2013).
2.2.4. Pathway
Tanda dan gejala arthritis gout secara umum adalah sebagai berikut:
A. Nyeri hebat yang tiba-tiba menyerang sendi pada saat tengah malam, biasanya pada
ibu jari kaki ( sendi metatarsofalangeal pertama ) atau jari kaki ( sendi tarsal )
B. Jumlah sendi yang meradang kurang dari empat ( oligoartritis ) dan serangannya pada
satu sisi ( unilateral ).
C. Kulit berwarna kemerahan, terasa panas, bengkak, dan sangat nyeri.
D. Pembengkakan sendi umumnya terjadi secara asimetris ( satu sisi tubuh ).
E. Demam, dengan suhu tubuh 38,30C atau lebih, tidak menurun lebih dari tiga hari
walau telah dilakukan perawatan.
F. Ruam kulit, sakit tenggorokan, lidah berwarna merah atau gusi berdarah.
G. Bengkak pada kaki dan peningkatan berat badan yang tiba-tiba. ( Ketia, 2009 ).
Pemeriksaan yang dilakukan mencakup evaluasi manifestasi lokal seperti rasa sakit,
eritema, tenderness, pembengkakan dan pembatasan gerak dan juga memeriksa setiap
manifestasi sistemik, penyebab percepatan penyakit tersebut, serangan sebelumnya, dan
riwayat keluarga mengenai gout (encok).
Studi diagnostik mencakup peningkatan kadar asam urat serum (lebih besar dari 7,0
mg/dl), analisa cairan sendi yaitu adanya kristal urat monosodium dan ESR serta WBC
selama serangan. Pemeriksaan radiologi dapat dilakukan untuk mengetahui kondisi lain
dan dapat menunjukkan adanya edema jaringan lunak dan tofus.
Pemeriksaan diagnostic dibagi dalam dua bagian yaitu :
A. Pemeriksaan Laboratorium
a) Serum asam urat
Urin dikumpulkan dan diperiksa untuk menentukan produksi dan ekskresi dan asam
urat. Jumlah normal seorang mengekskresikan 250 - 750 mg/24 jam asam urat di
dalam urin. Ketika produksi asam urat meningkat maka level asam urat urin
meningkat. Kadar kurang dari 800 mg/24 jam mengindikasikan gangguan ekskresi
pada pasien dengan peningkatan serum asam urat.Instruksikan pasien untuk
menampung semua urin dengan peses atau tisu toilet selama waktu pengumpulan.
Biasanya diet purin normal direkomendasikan selama pengumpulan urin meskipun
diet bebas purin pada waktu itu diindikasikan.
e) Analisis cairan aspires
Dari sendi yang mengalami inflamasi akut atau material aspirasi dari sebuah tofi
menggunakan jarum kristal urat yang tajam, memberikan diagnosis definitif
gout(Herlambang, 2013).
2. NONFARMAKOLOGI
a. Diet rendah purin.
b. .Hindarkan alkohol dan makanan tinggi purin (hati, ginjal, ikan sarden, daging
kambing) serta banyak minum.
c. Tirah baring. Merupakan suatu keharusan dan di teruskan sampai 24 jam setelah
serangan menghilang. Gout dapat kambuh bila terlalu cepat bergerak(Budiyanto,
2011).
2.2.8. KOMPLIKASI
Menurut Rotschild (2013), komplikasi dari artritis gout meliputi severe degenerative
arthritis, infeksi sekunder, batu ginjal dan fraktur pada sendi. Sitokin, kemokin, protease,
dan oksidan yang berperan dalam proses inflamasi akut juga berperan pada proses
inflamasi kronis sehingga menyebabkan sinovitis kronis, dekstruksi kartilago, dan erosi
tulang. Kristal monosodium urat dapat mengaktifkan kondrosit untuk mengeluarkan IL-1,
merangsang sintesis nitric oxide dan matriks metaloproteinase yang nantinya menyebabkan
dekstruksi kartilago. Kristal monosodium urat mengaktivasi osteoblas sehingga
mengeluarkan sitokin dan menurunkan fungsi anabolik yang nantinya berkontribusi
terhadap kerusakan juxta artikular tulang (Choi et al, 2005).
Artritis gout telah lama diasosiasikan dengan peningkatan resiko terjadinya batu ginjal.
Penderita dengan artritis gout membentuk batu ginjal karena urin memilki pH rendah yang
mendukung terjadinya asam urat yang tidak terlarut (Liebman et al, 2007). Terdapat tiga
hal yang signifikan kelainan pada urin yang digambarkan pada penderita dengan uric acid
nephrolithiasis yaitu hiperurikosuria (disebabkan karena peningkatan kandungan asam urat
dalam urin), rendahnya pH (yang mana menurunkan kelarutan asam urat), dan rendahnya
volume urin (menyebabkan peningkatan konsentrasi asam urat pada urin) (Sakhaee dan
Maalouf, 2008).
Diagnosa I : Nyeri sendi b.d peradangan sendi, penimbunan kristal pada membran
sinovia, tulang rawan artikular, erosi tulang rawan, prolifera sinovia dan
pembentukan panus.
Tujuan Keperawatan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam,
nyeri yang dirasakan klien berkurang
Dengan Kriteria Hasil :
Klien melaporkan penelusuran nyeri
Menunjukkan perilaku yang lebih rileks
Skala nyeri berkurang dari 0 – 1 atau teratasi
Intervensi :
a. Kaji lokasi, intensitas dan tipe nyeri. Observasi kemajuan nyeri kedaerah yang
baru. Kaji nyeri dengan skala 0 – 4
b. Bantu klien dalam mengidentifikasi faktor pencetus
c. Jelaskan dan bantu klien terkait dengan tindakan pereda nyeri non farmakologi
dan non invasive
d. Ajarkan relaksasi : Teknik terkait ketegangan otot rangka yang dapat mengurangi
intensitas nyeri
e. Ajarkan teknik distraksi selama nyeri akut
f. Tingkatkan pengetahuan tentang penyebab nyeri dan hubungan dengan berapa
lama nyeri akan berlangsung
g. Hindarkan klien meminum alkohol, kafein dan diuretic
h. kolaborasi dengan dokter pemberian allopurinol
Diagnosa II : Hambatan mobilitas fisik b.d penurunan rentang gerak, kelamahan otot
pada rentang gerakan dan kekakuan pada sendi kaki sekunder akibat erosi
tulang rawan dan pembentukan panus.
Tujuan Keperawatan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan klien mampu
melaksanakan aktivitas sesuai dengan kemampuannya.
Kriteria Hasil :
Klien ikut dalam program latihan
Tidak mengalami kontraktur sendi
Kekuatan otot bertambah
Klien menunjukan tindakan untuk meningkatkan mobilitas dan mempertahankan
koordinasi optimal
Intervensi
a. Kaji mobilitas yang ada dan observasi adanya peningkatan kerusakan
b. Ajarkan klien melakukan latihan room dan perawatan diri sesuai toleransi
c. Kolaborasi dengan ahli fisioterapi untuk latihan fisik klien
Diagnosa III : Gangguan citra diri b.d perubahan bentuk kaki danterbentuknya tofus.
Tujuan Keperawatan : Citra diri meningkat
Kriteria Hasil :
Klien mampu mengatakan dan mengkomunikasikan dengan orang terdekat
tentang situasi dan perubahan yang terjadi
Mampu menyatakan penerimaan diri terhadap situasi
Mengakui dan menggabungkan dalam konsep diri
Intervensi
a. Kaji persepsi dan hubungan denga derajat ketidakmampuan
b. Tingkatkan kembali realitas bahwa masih dapat menggunakan sisi yang sakit dan
belajar mengontrol sisi yang sehat
c. Bantu dan anjurkan perawatan yang baik dan memperbaiki kebiasaan
d. Anjurkan orang terdekat untuk mengijinkan klien melakukan sebanyak mungkin hal
untuk dirinya
e. Bersama klien mencari alternative koping yang ositif
f. Dukung perilaku atau usaha peningkatan minat atau partisipasi dalam aktivitas
rehabilitas
g. Kolaborasi dengan ahli neuropsikologi dan konseling bila ada indikasi
BAB III
PENGKAJIAN
3.1.Pengkajian Keperawatan
Umur : 76 Tahun
Agama : Kristen Protestan
Alamat : Ds.Kuanheum.Kec.Amabi Oefeto,.Kab.kupang
Pendidikan terakhir : SMP
Tanggal masuk : 07/11/2011
Pekerjaan terakhir : Tentara
GENOGRAM
X X
X X
Keterangan :
: PM
Alasan utama datang ke Panti Sosial:
PM.M.B mengatakan selama di rumah tidak ada yang mau mengurusnya,sehingga ia
memutuskan untuk masuk ke panti asuhan.
Keluhan utama saat ini:
PM.M.B mengatakan merasa nyeri pada lutut bagian kiri dan bengkak
Riwayat kesehatan keluarga:
PM.M.B mengatakan tidak ada riwayat penyakit seperti dirinya dalam keluarga.
Riwayat Alergi
PM. M.B mengatakan ada riwayat alergi terhadap mie,telur, dan ikan asin
Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan umum
Nyeri : Skala nyeri (comparative pain scale) 4 (0-10)
Status gizi : BB saat ini : 53 kg TB: cm BMI:
Gizi cukup Gizi lebih Gizi kurang
Personal Hygine: Baik
2. Sistem persepsi sensori
Pendengaran : Tidak baik karena saat berbicara dengan PM:M.B suara harus
keras dan jarak bicaranya harus dekat
Penglihatan :Tidak baik karena pandangan tampak kabur
Pengecap : Baik
Peraba : Baik
3. Sistem pernafasan
Frekwensi : 18 x/mnt
Suara nafas : Vesikuler
4. Sistem kardiovaskular
Tekanan darah : 140/80 mmHg Nadi: 75 x/menit Capillary Refill: < 3 detik.
5. Sistem saraf pusat
Kesadaran : Composmentis
Orientasi waktu : Baik
Orientasi orang : Baik
6. Sistem gastrointestinal
Nafsu makan : Baik
Pola makan : Baik, 3 x/hari
Abdomen : Supel, simetris
BAB : 1x/ Hari
7. Sistem musculoskeletal
Rentang gerak : Bebas
Kemampuan ADL : Mandiri
8. Sistem integument
PM.M.B
9. Sistem reproduksi:
Tidak dilakukan pemeriksaan.
10. Sistem perkemihan
Pola : Teratur
Frekuensi : 3 – 5 x/hari
Inkontinensia : Tidak
Data Penunjang
Skor
Orientasi Tertinggi Dicapai
1. Sekarang ini (tahun), (musim), (bulan), (tanggal), (hari), apa? 5 5
2. Kita berada di mana ? (negara), (propinsi), (kota), (panti wredha), 5 5
(Wisma)
Registrasi Memori
3. Sebut 3 obyek. 3 3
Tiap obyek 1 detik, kemudian lansia diminta mengulangi 3 nama 2x
obyek tadi. Nilai 1 untuk setiap nama obyek yang benar. Ulangi
sampai lansia dapat menyebutkan dengan benar. Catat jumlah
pengulangannya.
Atensi dan Kalkulasi
4. Kurangkan 100 dengan 5, kemudian hasilnya berturut-turut 5 4
kurangkan dengan 5 sampai pengurangan kelima (100 ; 95 ; 90 ; 85 ;
80 ; 75). Nilai 1 untuk tiap jawaban yang benar. Hentikan setelah 5
jawaban. Atau
Eja secara terbalik kata ”WAHYU”. Nilai diberikan pada huruf yang
benar sebelum kesalahan, missal ”UYAHW”
Pengenalan Kembali (recalling)
5. Lansia diminta menyebut lagi 3 obyek di atas 3 3
(pertanyaan ke-3)
Bahasa
6. Lansia diminta menyebut 2 benda yang ditunjukkan perawat, 2 2
misal : pensil, buku
7. Lansia diminta mengulangi ucapan perawat : 1 1
namun, tanpa, apabila
8. Lansia mengikuti 3 perintah : ambil kertas itu dengan tangan kanan 3 3
Anda, lipatlah menjadi dua, dan letakkan di lantai
9. Lansia diminta membaca dan melakukan perintah : 1 1
Pejamkan mata Anda
10. Lansia diminta menulis kalimat singkat tentang pikiran / perasaan 1 1
secara spontan di bawah ini. Kalimat terdiri dari 2 kata (subyek dan
predikat) : …………………………………………………….
11. Lansia diminta menggambar bentuk di bawah ini: 1 1
S
30 29
Skor Total
Interpretasi :
Jumlah respon dijumlahkan dan dikategorikan menjadi :
(1) Skor ≤ 16 : Terdapat gangguan kognitif.
(2) Skor 17-23 : Kemungkinan terdapat gangguan kognitif.
(3) Skor 24-30 : Tak ada gangguan kognitif.
keterangan
PM : M.B tidak memiliki gangguan kognitif
Orientasi Opa sekarang tahun berapa, Tahun 2019, bulan mei,
bulan berapa, tanggal berapa, tanggal 7, hari selasa.
hari apa? trus kalo tahun ini sekarang ini musim kemarau
biasanya musim apa?
TOTAL NILAI = ___6___ 6 = Tinggi (Pasien mandiri) 0 = Rendah (Pasien sangat tergantung
Sumber: Katz, Down, Cash, & Grotz (1970); Wallace, (2007)
keterangan :
PM: M.B mandiri dalam aktivitas hidup sehari – hari
SKALA DEPRESI GERIATRI
(Geriatric Depression Scale 15-Item / GDS-15)
Arahan:
Lansia memakai alas kaki yang biasa mereka gunakan sehari-hari.Lansia duduk dengan tenang
pada sebuah kursi yang memiliki sandaran.Buat sebuah garis yang berjarak 3 meter dari tempat
duduk lansia.
Instruksi kepada lansia:
Ketika saya mengatakan “mulai”Bapak/Ibu Harus :
1. Berdiri dari tempat duduk
2. Berjalan menuju garis yang sudah ditandai
3. Setelah tiba di garis tersebut maka
4. Bapak/Ibu harus berbalik
5. Berjalan kembali ke tempat duduk semula
6. Lalu duduk kembali
Waktu mulai dihitung saat pemeriksa mengucapkan “Mulai” dan berhenti ketika lansia duduk
kembali.
Hasil observasi: ____20_____Detik
Risiko rendah : bila <12 detik
Risiko Tinggi : bila ≥ 12 detik
Sumber: Center for disease control and prevention (2014, telah dimodifikasi sesuai penelitian
Kiik, 2015).
keterangan :
PM: M.B pada saat observasi resiko jatuh termasuk dalam resiko tinggi
Lembar observasi lingkungan tempat tinggal Lansia (Panti/ rumah)
Pertanyaan Ya Tidak
Apakah lampu yang digunakan adalah lampu pijar? √
Total 1 9
(Sumber: Minesotta Home assesment, Dimodifikasi oleh Stefanus Mendes Kiik, Junaiti Sahar
dan Heni Permatasari, 2015)
3.2.1 Analisis Data
Data Etiologi
Masalah
Kode Diagnosa
DS: Agen cedera 00132 Domain 12 :
- PM. M.B mengatakan merasa nyeri pada lutut biologis Kenyamanan
kiri sampai ke kaki.
- Pengkajian nyeri Kelas 1 :
P : PM. M.B merasa nyeri jika baru bangun dari Kenyaman fisik
kursi atau tempat tidur
Q : Nyeri terasa seperti ditekan Diagnosa :
R :Nyeri pada lutut bagian kiri sampai ke kaki Nyeri Kronik
S : skala 4
T : Nyeri jika pasien bangun dan berjalan
DO:
- Tampak menahan nyeri dan memegang lutut
- TTV
TD : 140/80 mmHg
Nadi : 75 x/mnt
RR : 19 x/mnt
S : Skala nyeri 4 (1-10)
Keterangan :
1. Tidak pernah menunjukan
2. Kadang menunjukan
3. Jarang menujukan
4. Sering menunjukan
5. Selalu menunjukan
b. Implementasi Keperawatan dan Evaluasi Keperawatan
A:
Masalah belum teratasi
P:
Lanjutkan intervensi
diagnosa nyeri akut
Resiko Selasa kamis 11:00 1. Mengidentifikasi gangguan kognitif dan gangguan S:
jatuh 09/05/2019 fisik yang dapat meningkatkan potensi jatuh - PM:.M.B mengatakan
11:05 2. Mengidentifikasi karakteristik lingkungan yang dapat susah berjalan karena
meningkatkan potensi jatuh sepeti lantai yang licin kaki cepat merasa lelah
dan jalan tangga tanpa pengaman dan ruang yang O:
gelap - Tampak susah berjalan
11:10 3. Memonitor langkah, keseimbangan, dan level - Lantai licin tanpa karpet
kelemahan dengan ambulasi/pergerakan - Kamar mandi dan toilet
11:15 4. Menginstruksikan untuk meminta bantuan tidak memiliki pegangan
pengasuh/teman lansia pada saat berpindah atau - Penerangan adekuat
berjalan (lampu pijar pada malam
11:20 5. Menggunakan alat-alat pelindung jatuh seperti sepatu hari dan ruangan yang
yang alasnya tidak licin dan tongkat gelap)
11:25 6. Menghindari permukaan yang tidak rata pada saat A:
berpindah/ berjalan Masalah teratasi sebagian
11:30 7. Memberikan penerangan yang adekuat terutam di P:
malam hari untuk meningkatkan Lanjutkan intervensi
ketajamanpenglihatan diagnosa resiko jatuh
A:
Masalah belum teratasi
P:
Lanjutkan intervensi nyeri
akut
Resiko Kamis, 10:00 1. Mengidentifikasi gangguan kognitif dan gangguan S:
jatuh 10/05/2019 fisik yang dapat meningkatkan potensi jatuh - PM:.M.B mengatakan
2. Mengidentifikasi karakteristik lingkungan yang dapat susah berjalan karena
10:10 meningkatkan potensi jatuh sepeti lantai yang licin kaki cepat merasa lelah
10:15 dan jalan tangga tanpa pengaman dan ruang yang O:
gelap - Tampak susah berjalan
10:20 3. Memonitor langkah, keseimbangan, dan level - Lantai licin tanpa karpet
kelemahan dengan ambulasi/pergerakan - Kamar mandi dan toilet
10:25 4. Menginstruksikan untuk meminta bantuan tidak memiliki pegangan
10:30 pengasuh/teman lansia pada saat berpindah atau - Penerangan adekuat
berjalan (lampu pijar pada malam
10:35 5. Menggunakan alat-alat pelindung jatuh seperti sepatu hari dan ruangan yang
yang alasnya tidak licin dan tongkat gelap)
10:45 6. Menghindari permukaan yang tidak rata pada saat A:
berpindah/ berjalan Masalah teratasi sebagian
7. Memberikan penerangan yang adekuat terutam di P:
malam hari untuk meningkatkan Lanjutkan intervensi resiko
ketajamanpenglihatan jatuh
A:
Masalah belum teratasi
P:
Lanjutkan intervensi nyeri
akut
BAB IV
PEMBAHASAN
a. Pengkajian
Pada saat pengkajian di dapatkan data PM: M dapat melaksanakan ADL secara
mandiri namun terhambat oleh rasa nyeri pada kedua kaki . Riwayat status kesehatan satu
tahun terakhir PM: M mengeluh sering merassa nyeri pada Lutut jika sudah lama bergerak,
nyeri terasa seperti tertusuk dan diremas-remas.
Aktivitas PM: M selama di UPT Kesejahteraan Lanjut Usia Sosial Budi Agung
Kupang dapat dilakukan secara mandiri baik Kemandirian dalam hal makan, kontinen,
berpindah, ke kamar kecil, berpakaian dan mandi sehingga dalam penilaian indeks kats
dapat skore A. saat terjadi serangan aktivitas PM: M seperti mengikuti kegiatan di AULA,
mencuci pakaian, mencuci piring menjadi terhambat. Pengkajian Status kognitif danafektif
: fungsi intelektual PM: M masih utuh atau baik, PM: M mampu menjawab semua
pertanyaan dengan benar.
Penanganan yang tepat pada pasien dengan Artritis Gout adalah: makanan Diet
rendah purin..Hindarkan alkohol dan makanan tinggi purin (ikan sarden, daging
kambing), Tirah baring Merupakan suatu keharusan dan di teruskan sampai 24 jam
setelah serangan menghilang. Gout dapat kambuh bila terlalu cepat bergerak.
b. Diagnose keperawatan
1. Nyeri Kronik
Nyeri adalah pengalaman sensori dan emosi yang tidak menyenangkan akibat
adanya kerusakan jaringan yang aktual atau potensial, atau digambarkan dengan istilah
seperti (International Association for the study of paint); awitan yang tiba-tiba atau
perlahan dengan intensitas ringan sampai berat dengan akhir yang dapat diantisipasi
atau dapat diramalkan dan durasinya kurang dari enam bulan.
Batasan karakteristik dari nyeri adalah mengungkapkan secara verbal atau
melaporkan nyeri, perubahan selera makan, perubahan tonus otot (dengan rentang
lemas tidak bertenaga sampai kaku), perilaku distraksi (mondar-mandir, mencari orang
atau aktivitas lain atau berulang), perilaku ekspresif (gelisah, merintih, menangis,
kewaspadaan berlebihan), perilaku menjaga atau sikap melindungi, gangguan tidur
(Wilkinson & Ahern 2012, h. 530)
Dari data yang diperoleh dari hasil pengkajian pada tanggal 07 mei 2019
didapatkan data subjektif :PM: M mengatakan merasa nyeri pada lutut kaki bagian kiri
sedangkan data objektifnya adalah hasil TTV, TD : 140/80 mmHg, Nadi : 75 x/mnt,
RR : 19 x/mnt, hasil pengkajian nyeri, P : PM: M merasa nyeri jika saat beraktivitas , Q
: Nyeri terasa seperti tertusuk-tusuk , R : Nyeri terasa di lutut kaki bagian kiri, S : Skala
nyeri 4 (1-10), T : Nyeri hilang jika pasien duduk atau tidur dan kompres hangat
Nyeri menjadi diagnosa prioritas karena pada saat pengkajian nyeri berskala 4 dan
karena tidak ditangani sehinggaakan memunculkan diagnose resiko jatuh karena
mengganggu aktivitas. Nyeri akan berlangsung terus menerus dan ditandai dengan
spasme yang mengakibatkan otot-otot sekitar tegang, mengganggu seseorang untuk
istirahat, konsentrasi dan kegiatan-kegiatan atau aktivitas yang biasa dilakuakan serta
dapat mengakibatkan perasaan tidak berdaya atau depresi.
2. Resiko Jatuh
Jatuh merupakan suatu kejadian yang dilaporkan penderita atau saksi mata yang
melihat kejadian mengakibatkan seseorang mendadak terbaring/terduduk
dilantai/tempat yang lebih rendah dengan atau tanpa kehilangan kesadaran atau luka
(Darmojo, 2004).
Jatuh merupakan suatu kejadian yang menyebabkan subyek yang sadar menjadi
berada di permukaan tanah tanpa disengaja.Dan tidak termasuk jatuh akibat pukulan
keras, kehilangan kesadaran, atau kejang. Kejadian jatuh tersebut adalah dari penyebab
spesifik yang jenis dan konsekuensinya berbeda dari mereka yang dalam keadaan sadar
mengalami jatuh (Stanley, 2006)
Faktor Resiko pada orang dewasa yang dapat meyebabkan seseorang bisa jatuh
adalah Usia 65 tahun atau lebih, riwayat jatuh, tinggal sendiri, prosthesis eksremitas
bawah, penggunaan alat bantu (mis, walker, tongkat), penggunaan kursi roda, dan
penurunan status mental. Lingkungan juga dapat menjadi salah satu factor seseorang
mengalami jatuh misalnya lingkungan yang tidak terorganisasi, ruang yang memiliki
pencahayaan yang redup, tidak ada meteri yang antislip dikamar mandi, tidak ada
materi yang antislip ditempat mandi pancuran, karpet yang tidak rata/terlipat, ruang
yang tidak dikenal, kondisi cuaca (mis, lanta basah, es). Penyakit yang menjadi factor
resiko jatuh misalnya, anemia, rthritis, penurunan kekuatan ekstremitas bawah,
kesulitan gaya berjalan, masalah kaki, gangguan keseimbangan, gangguan mobilitas
fisik dan beberapa penyakit musculoskeletal lainnya.
Dari data yang diperoleh dari hasil pengkajian pada tanggal 07 mei 2019
didapatkan data subjektif : PM. M mengatakan susah berjalan karena nyeri pada kedua
lutut kaki dan mudah lelah. Sedangkan data objektif yang didapat adalah kamar mandi
dan WC tidak memiliki pegangan, terdapat undakan dan tangga diwisma, lantai wisma
dari tehel dan tidak terpasang karpet, hasil lembar observasi lingkungan tempat tinggal
lansia (Wisma) > 6,33 (Resiko rendah), hasil pengkajian TUGT 20 detik.
Resiko jatuh menjadi diagnose kedua karena salah satu penyebab munculnya
diagnose ini adalah nyeri pada lutut PM. M sehingga menyulitkannya untuk
beraktifitas.
c. Intervensi keperawatan
1. Nyeri Kronik
Perencanaan keperawatan untuk mengatasi masalah nyeri yang sesuai dengan
kebutuhan klien dengan tujuan Nyeri berkurang setelah dilakukan tindakan keperawatan
selama 3 x 24 jam dengan tujuan : PM: M mengatakan nyeri berkurang setelah
dilakukan tindakan keperawatan.kriteria hasi: Skala nyeri menjadi 2/1, rileks dan lebih
nyaman, tetapi muncul lagi setelah berjalan beberapa menit.
Intervensi pada diagnosa keperawatan Nyeri akut adalah :
1. Lakukan pengkajian nyeri komperhensif termasuk lokasi karakteristik, durasi,
ferkuensi, kualitas, dan faktor presipitasi
2. Observasi reaksi non verbal dari ketidaknyamanan
3. Gunakan teknik komunikasi terapuetik untuk mengetahui pengalaman nyeri
pasien
4. Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan intervensi
5. Control lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri
6. Ajarkan pasein untuk memonitor nyeri
7. Tingkatkan istirahat
8. Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri
9. Kolaborasi dengan dokter jika ada keluhan dan tindakan nyeri tidak berhasil
2. Resiko Jatuh
Perencanaan keperawatan untuk meminimalkan resiko jatuh yang sesuai dengan
kebutuhan pasien dan keadaan di wisma dengan criteria hasilnya yaitu PM: M dapat
menggunakan pelindung untuk mencagahjatuh, menghindari lantai yang tidak rata dan
licin, menggunakan alas kaki yang baik untuk mencegah jatuh.
Intervensi pada diagnose keperawatan resiko jatuh adalah :
1. Identifikasi gangguan kognitif dan gangguan fisik yang dapat meningkatkan
potensi jatuh
2. Identifikasi karakteristik lingkungan yang dapat meningkatkan potensi jatuh
sepeti lantai yang licin dan jalan tangga tanpa pengaman dan ruang yang gelap
3. Monitor langkah, keseimbangan, dan level kelemahan dengan
ambulasi/pergerakan
4. Instruksikan untuk meminta bantuan pengasuh/teman lansia pada saat berpindah
atau berjalan
5. Gunakan alat-alat pelindung jatuh seperti sepatu yang alasnya tidak licin dan
tongkat
6. Hindari permukaan yang tidak rata pada saat berpindah/ berjalan
7. Berikan penerangan yang adekuat terutam di dalam hari untuk meningkatkan
ketajamanpenglihatan.
d. Implementasi
1. Nyeri Kronik
Tindakan keperawatan yang dilakukan pada PM : M untuk mengatasi masalah nyeri
yaitu:
a. Mengkaji nyeri secara komprehensif meliputi lokasi, karakteristik dan durasi. Dalam
mengkaji nyeri menggunakan Palliative (apa yang memperberat dan meringankan
nyeri), Quality (rasanyeri seperti apa), Region bagian yang nyeri), Scale (skala dari
nyeri), dan Timing (kapan waktu nyeri itu muncul) menyatakan bahwa nyeri
merupakan pengalaman subjektif klien dan harus dijelaskan dengan menggunakan
respon klien sendiri yaitu DS: PM. M mengatakan kedua lutut terasa sakit. P: Nyeri
timbul saat beraktivitas , Q: Nyeri terasa seperti tertusuk-tusuk, R: Nyeri terasa di
bagian lutu kiit, S: skala 4, T: Nyeri hilang dengan istirahat. sedangkan DO : pasien
tampak meringis, tampak menahan nyeri, memegang area nyeri, TD : 140/80 mmHg.
b. Memberikan lingkungan yang nyaman pada klien, lingkungan yang nyaman akan
memberikan respon yang baik terhadap berkurangnya nyeri, jika lingkungan di
sekitar gaduh/ramai maka akan meningkatkan stress yang mengkibatkan nyeri juga
akan bertambah. Respon klien terhadap tindakan adalah PM: M mengatakan lebih
nyaman dengan lingkungan yang nyaman dan tidak berisik Objektifnya PM: M
tidur setelah lingkungan tenang
c. Mengajarkan teknik nonfarmakologi yaitu relaksasi nafas dalam, dan relaksasi
progresif. teknik relaksasi nafas dalam dan relaksasi progresif akan membuat rileks
sehingga tingkat stres yang berakibat pada nyeri akan berkurang. Respon klien
setelah dilakukan tindakan PM mengatakan pusing berkurang, lebih nyaman setelah
mempraktekan nafas dalam dan relaksasi progresif, Objektifnya PM: M tampak
lebih rileks dan tenang .
d. Membantu PM: M ambulasi sesuai kebuthan, nyeri akan membuat aktivitas klien
terganggu sehingga perlu dilakukan bantuan ambulasi dalam aktivitas. respon dari
tindakan adalah PM : M mengatakan pusing jika beraktifitas terlalu berat, dengan
objektifnya PM: M merasa rileks dan tenang
2. Resiko Jatuh
Tindakan keperawatan yang dilakukan pada PM : M untuk mengatasi masalah resiko
jatuh yaitu :
a. Mengidentifikasi gangguan kognitif dan gangguan fisik yang dapat meningkatkan
potensi jatuh. Gangguan kognitif dapat menyebabkan seorang lansia mengalami
jatuh seperti penurunan status mental.
b. Mengidentifikasi karakteristik lingkungan yang dapat meningkatkan potensi jatuh
sepeti lantai yang licin dan jalan tangga tanpa pengaman dan ruang yang gelap.
Pencahayaan pada kamar baik (lampu pijar pada malam hari dan pada ruangan
yang gelap), alas kaki tidak licin, lantai kamar mandi tidak licin tetapi kamar
mandi dan WC masih belum memiliki pegangan, lantai licin tanpa karpet serta
ruangan bersih dan rapi, tidak ada barang-barang yang berserakan
c. Memonitor langkah, keseimbangan, dan level kelemahan dengan
ambulasi/pergerakan. Hasil TUGT lebih dari 20 detik.
d. Menginstruksikan untuk meminta bantuan pengasuh/teman lansia pada saat
berpindah atau berjalan
e. Menggunakan alat-alat pelindung jatuh seperti sepatu yang alasnya tidak licin dan
tongkat. Alas kaki tersedia dan tidak licin tetapi tidak tersedia tongkat
f. Menghindari permukaan yang tidak rata pada saat berpindah/berjalan
g. Memberikan penerangan yang adekuat terutam di malam hari untuk meningkatkan
ketajamanpenglihatan
e. Evaluasi
1. Nyeri Kronik
Evaluasi dilakukan pada tanggal 10 mei 2019 pada jam 13.00 yaitu PM : S mengatakan
nyeri berkurang, P: nyeri timbul akibat terlalu lama berjalan, Q: seperti tertusuk dan
diremas-remas, R: kedua lutut kaki, S: skala 3, T: Nyeri hilang dengan istirahat, O:
rileks dan tidak gugup, sering mempraktekkan nafas dalam, A: Masalah teratasi P:
pertahankan intervensi lakukan relaksasi nafas dalam.
2. Resiko Jatuh
Evaluasi dilakukan pada tanggal 10 mei 2019 pada jam 14:00 yaitu PM: S Mengatakan
nyeri saat berjalan berkurang, rutin menggunakan alas kaki saat berjalan, pencahayaan
pada ruangan baik, tersedia kursi di kamar mandi, belum tersedia pegangan di kamar
mandi atau WC. A: Masalah teratasi sebagian. P : Lanjutkan intervensi.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Selama implementasi, perawat mengajarkan teknik relaksasi Napas dalam,
melakukan terapi rendam kaki, mengajurkan PM untuk perbanyak istirahat. Pada
implementasi hari ketiga, PM : M mengatakan terapi kompres hangat yang diberikan
menurunkan rasa nyeri pada PM : M.
B. Saran
1. Bagi Institusi Pendidikan
Hasil implementasi ini diharapkan dapat menjadi tambahan wawasan ilmu
pengetahuan tentang keperawatan gerontik khususnya tentang perawatan Artritis
Gout pada lanjut usia.
2. Bagi Lahan Praktek
Hasil implementasi ini diharapkan dapat memberi suatu masukan dan evaluasi dalam
pelaksanaan pelayanan di lingkup UPT Kesejahteraan Sosisal Lanjut Usia Di Budi
Agung Kupang.
3. Bagi Lansia
Hasil implementasi ini diharapkan dapat memberikan informasi agar lansia mendapat
pengetahuan baru dan dapat mengatasi masalah kesehatan dan dapat memenuhi
kualitas hidup dari lansia.
DAFTAR PUSTAKA
Budiyanto, dr. Hasan. (2011). Mengenal Penyakit Asam Urat. Jakarta: Pustaka Jaya.
Kertia, dr. Nyoman. (2009). Asam Urat: Benarkah Hanya Menyerang Laki-Laki?. Yogyakarta: B
Frirs.
Herlambang,I. (2013). Asuhan keperawatan keluarga tn.b dengan Masalah utama gout
artritis (asam urat) pada Tn.b di jamur rt 02 rw vii, trangsan, di wilayah Puskesmas
gatak, sukoharjo. Surakarta .Program Studi Diploma Iii Keperawatan Fakultas Ilmu
Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Malya, Arina. (2003). Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem Muskuloskeletal.
Surakarta: Buku Ajar
Misnadiarly, E, (2007), Hubungan Antara Fungsi Keluarga Dengan Kualitas Hidup Lansia ,
Jurnal Kedokteran Indonesia ; vol.2.
Muhammad, As’Adi. (2011). Waspadai Asam Urat. Yogyakarta: Diva Press.
Mansjoer, Arif dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran. Media Aesculapius: Jakarta
Nurarif. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan NANDA NIC-NOC. Med Action: Yogyakarta
Reeves, Charlene J., Gayle, Roux., & Lockhart, Robin. (2004). Keperawatan Medikal Bedah.
Jakarta: Salemba Medika