Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN

PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN GERONTIK


ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY. S DENGAN GOUT ARTHRITIS
DI RUMAH SAKIT MANDAYA ROYAL PURI
KOTA TANGERANG

Disusun Oleh :

SISKA ADE SUWARNO

01502220041

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS PELITA HARAPAN
2023/2024
BAB I
TINJAUAN TEORI
A. Konsep Lansia
1. Definisi
Menurut World Health Organization (WHO), lansia adalah seseorang
yang telah memasuki usia 60 tahun keatas. Lansia merupakan kelompok
umur pada manusia yang telah memasuki tahapan akhir dari fase
kehidupannya. Kelompok yang dikategorikan lansia ini akan terjadi suatu
proses yang disebut aging process atau proses penuaan.
Menurut Undang-Undang No. 13 Tahun 1998 tentang Kesejahteraan
Lansia yang dimaksud dengan lansia adalah seseorang yang telah
mencapai usia 60 tahun ke atas. Lebih lanjut Handoyo (2018)
mendefinisikan lansia sebagai seseorang yang telah berusia lanjut dan
telah terjadi perubahan dalam sistem tubuhnya.
Lansia sendiri bukan merupakan suatu penyakit namun merupakan
tahap lanjut dari suatu proses kehidupan yang ditandai dengan penurunan
kemampuan tubuh untuk beradaptasi dengan stres lingkungan. Proses tua
terjadi secara alami. Setiap orang akan mengalami proses menjadi tua
dan pada masa tersebut terjadi kemunduran pada fungsi fisik, mental, dan
sosial secara bertahap (Handoyo, 2018).
2. Klasifikasi Lansia
Menurut Nugroho (2016) lansia diklasifikasikan menjadi lima yaitu :
a. Pralansia (prasenilis) yaitu seseorang yang berusia antara 45-59 tahun.
b. Lansia yaitu seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih.
c. Lansia Resiko Tinggi yaitu seseorang yang berusia 70 tahun atau
lebih/seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih dengan masalah
kesehatan
d. Lansia Potensial yaitu lansia yang masih mampu melakukan pekerjaan
dan/atau kegiatan yang dapat menghasilkan barang/jasa
e. Lansia Tidak Potensial yaitu lansia yang tidak berdaya mencari
nafkah, sehingga hidupnya bergantung pada bantuan orang lain.
3. Karakteristik Lansia
Menurut Nugroho (2016), lansia memiliki karakteristik sebagai berikut :
a. Berusia lebih dari 60 tahun
b. Kebutuhan dan masalah yang bervariasi dari rentang sehat sampai
sakit, dari kebutuhan biopsikososial sampai spiritual, serta dari kondisi
adaftif hingga kondisi maladaptif.
c. Lingkungan tempat tinggal yang bervariasi.
4. Tipe Lansia
Macam-macam tipe lansia menurut Wiryowidagdo (2019), yaitu sebagai
berikut :
a. Tipe arif bijaksana
Lanjut usia ini kaya dengan hikmah pengalaman, menyesuaikan diri
2dengan perubahan zaman, mempunyai diri dengan perubahan zaman,
mempunyai kesibukan, bersikap ramah, rendah hati, sederhana,
dermawan, memenuhi undangan, dan menjadi panutan.
b. Tipe mandiri
Lanjut usia ini senang mengganti kegiatan yang hilang dengan
kegiatan baru, selektif dalam mencari pekerjaan dan teman pergaulan,
serta memenuhi undangan.
c. Tipe tidak puas
Lanjut usia yang selalu mengalami konflik lahir batin, menentang
proses penuaan, yang menyebabkan kehilangan kecantikan,
kehilangan daya tarik jasmani, kehilangan kekuasaan,status, teman
yang disayangi, pemarah, tidak sabar, mudah tersinggung, menuntut,
sulit dilayani dan pengkritik.
d. Tipe pasrah
Lanjut usia yang selalu menerima dan menunggu nasib baik,
mempunyai konsep habis (“habis gelap datang terang”), mengikuti
kegiatan beribadat,ringan kaki, pekerjaan apa saja dilakukan.
e. Tipe bingung
Lansia yang kagetan, kehilangan kepribadian, mengasingkan diri,
merasa minder, menyesal, pasif, acuh tak acuh.

B. Konsep Gout Arthritis


1. Konsep Fisiologis
Asam urat adalah asam berbentuk kristal yang merupakan produk
akhir dari metabolisme atau pemecahan purin (bentuk turunan
nukleoprotein), yaitu salah satu komponen asam nukleat yang terdapat
pada inti sel tubuh. Senyawa asam urat memiliki sifat sukar larut dan
mudah mengendap jika kadarnya meningkat beberapa miligram saja.
Asam urat terbentuk dari hasil metabolisme purin difiltrasi secara bebas
oleh glomerulus dan direabsorbsi di tubulus proksimal ginjal. Sebagain
kecil asam urat yang direabsorbsi kemudian diekskresikan di nefron distal
dan dikeluarkan melalui urin (Susanto, 2018).
Meningkatnya asam urat dalam darah disebut hiperurisemia.
Hiperurisemia menimbulkan hipersaturasi asam urat, yaitu kelarutan asam
urat dalam darah melewati ambang batasnya sehingga menyebabkan
timbunan asam urat dalam bentuk garam (monosodium urat) di jaringan
(Syukri, 2017).
2. Definisi
Menurut American College of Rheumatology (2012) dalam
Wulandari (2019), gout arthritis adalah suatu penyakit dan potensi
ketidakmampuan akibat radang sendi yang sudah dikenal sejak lama,
gejalanya biasanya terdiri dari episodik berat dari nyeri inflamasi satu
sendi. Gout arthritis adalah bentuk inflamasi artritis kronis, bengkak dan
nyeri yang paling sering di sendi besar jempol kaki. Namun, gout
arthritis tidak terbatas pada jempol kaki, dapat juga mempengaruhi sendi
lain termasuk kaki, pergelangan kaki, lutut, lengan, pergelangan tangan,
siku dan kadang di jaringan lunak dan tendon. Biasanya hanya
mempengaruhi satu sendi pada satu waktu, tapi bisa menjadi semakin
parah dan dari waktu ke waktu dapat mempengaruhi beberapa sendi.
Gout arthritis merupakan penyakit yang ditandai dengan nyeri yang
terjadi berulang-ulang yang disebabkan adanya endapan kristal
monosodium urat yang terkumpul didalam sendi sebagai akibat dari
tingginya kadar asam urat didalam darah. Setiap orang memiliki kadar
asam urat dan tidak boleh melebihi kadar normal. Kadar asam urat pada
setiap orang memang berbeda. Untuk kadar asam urat normal pada pria
berkisar antara 3,5-7 mg/dl, dan pada wanita 2,6-6 mg/dl (Sandjaya,
2014).
3. Klasifikasi
Klasifikasi pada asam urat menurut Hidayat (2015) adalah sebagai
berikut :
a. Asam urat akut
Serangan pertama biasanya terjadi antara umur 40-60 tahun
pada laki- laki, dan setelah 60 tahun pada perempuan. Sebelum 25
tahun merupakan bentuk tidak lazim gout arthritis, yang mungkin
merupakan manifestasi adanya gangguan enzimetik spesifik,
penyakit ginjal atau penggunaan siklosporin, pada 85-90% kasus.
Gejala yang muncul sangat khas, yaitu radang sendi yang sangat akut
dan timbul sangat cepat dalam waktu singkat. Pasien tidur tanpa
gejala apapun, kemudian bangun tidur terasa sakit yang hebat dan
tidak dapat berjalan. Keluhan berupa nyeri, bengkak, merah dan
hangat, disertai keluhan sistemik berupa demam, menggigil dan
merasa lelah. Faktor pencetus serangan akut antara lain trauma local,
diet tinggi purin, minum alcohol, kelelahan fisik, stress, tindakan
operasi, pemakaian deuretik, pemakaian obat yang meningkatkan
atau menurunkan asam urat.
b. Stadium interkritika
Stadium ini merupakan kelanjutan stadium gout akut, dimana
secara klinik tidak muncul tanda-tanda radang akut, meskipun pada
aspirasi cairan sendi masih ditemukan kristal urat, yang
menunjukkan proses kerusakan sendi yang terus berlangsung
progresif. Stadium ini bisa berlangsung beberapa tahun sampai 10
tahun tanpa serangan akut, dan tanpa tatalaksana yang adekuat akan
berlanjut ke stadium gout kronik.
c. Asam urat kronik
Stadium ini ditandai dengan adanya tofi dan terdapat di
poliartikuler, dengan predileksi cuping telinga, dan jari tangan. Tofi
sendiri tidak menimbulkan nyeri, tapi mudah terjadi inflamasi di
sekitarnya, dan menyebabkan destruksi yang progresif pada sendi
serta menimbulkan deformitas. Tofi juga sering pecah dan sulit
sembuh, serta terjadi infeksi sekunder. Kecepatam pembentukan
deposit tofus tergatung beratnya dan lamanya hiperurisemia, dan
akan diperberat dengan gangguan fungsi ginjal dan penggunaan
diuretic.
4. Etiologi
Kadar asam urat dalam tubuh dipengaruhi oleh beberapa faktor,
contohnya yaitu pola makan dan gaya hidup. Pola makan meliputi
frekuensi makan, jenis makanan, dan jumlah makanan. Gaya hidup
merupakan pola tingkah laku sehari-hari yang patut dijalankan oleh suatu
kelompok sosial ditengah masyarakat meliputi aktivitas fisik, kebiasaan
istirahat, dan kebiasaan merokok (Ridhoputrie et al., 2019).
Menurut Fitriana (2015) dalam Amalia (2021) terdapat faktor resiko
yang mempengaruhi gout arthritis adalah:
a. Usia
Pada umumnya serangan gout arthritis yang terjadi pada laki-laki
mulai dari usia pubertas hingga usia 40-69 tahun, sedangkan pada
wanita serangan gout arthritis terjadi pada usia lebih tua dari pada
laki-laki, biasanya terjadi pada saat menopause. Karena wanita
memiliki hormon estrogen, hormon inilah yang dapat membantu
proses pengeluaran asam urat melalui urin sehingga asam urat
didalam darah dapat terkontrol.
b. Jenis kelamin
Laki-laki memiliki kadar asam urat yang lebih tinggi dari pada
wanita, sebab wanita memiliki hormon ekstrogen.
c. Konsumsi purin yang berlebih
Konsumsi Purin yang berlebih dapat meningkatkan kadar asam urat
di dalam darah, serta mengkonsumsi makanan yang mengandung
tinggi purin.
d. Konsumsi alkohol
e. Obat – obatan
Serum asam urat dapat meningkat pula akibat salisitas dosis rendah
(kurang dari 2-3 g/hari) dan sejumlah obat diuretik, serta
antihipertensi.
5. Patofisiologi
Peningkatan kadar asam urat serum dapat disebabkan oleh
pembentukan berlebihan atau penurunan eksresi asam urat, ataupun
keduanya. Asam urat adalah produk akhir metabolisme purin. Asam urat
yang terbentuk dari hasil metabolisme purin akan difiltrasi secara bebas
oleh glomerolus dan diresorpsi di tubulus proksimal ginjal. Sebagian
kecil asam urat yang diresorpsi kemudian diekskresikan di nefron distal
dan dikeluarkan melalui urin (Aspiani, 2014). Pada penyakit gout,
terdapat gangguan keseimbangan metabolisme (pembentukan dan
eksresi) dari asam urat tersebut, meliputi:
a. Penurunan eskresi asam urat secara idiopatik.
b. Penurunan produksi asam urat, misalnya disebabkan karena gagal
ginjal.
c. Peningkatan produksi asam urat, misalnya disebabkan oleh tumor
(yang meningkatkan cellular turnover) atau peningkatan sistesis
purin (karena defek enzim atau mekanisme umpan balik inhibis yang
berperan).
d. Peningkatan asupan makanan yang mengandung purin.
e. Peningkatan produksi atau hambatan ekskresi akan meningkatkan
kadar asam urat dalam tubuh. Asam urat ini merupakan suatu zat
yang kelarutannya sangat rendah sehingga cenderung membentuk
kristal. Penimbunan asam urat paling banyak terdapat di sendi dalam
bentuk kristal monosodium urate
6. Pathways

Sumber: (Nurjanah,2020)
7. Manifestasi Klinis
Gejala klinis pada nyeri asam urat menurut Astria (2021) yaitu :
a. Kekakuan pada pagi hari pada persendian dan sekitarnya, selama 1
jam sebelum perbaikan maksimal.
b. Rasa nyeri dan pembengkakan pada persendian.
c. Pembengkakan salah satu persendian tangan.
d. Pembengkakan pada kedua belah sendi yang sama (simetris).
e. Nodul (benjolan) di bawah kulit ada penonjolan tulang.
Pada keadaan normal kadar asam urat serum pada laki-laki mulai
meningkat sampai setelah pubertas. Pada perempuan kadar asam urat
tidak meningkat sampai stelah menopause karena estrogen meningkat
ekskresi asam urat melalui ginjal. Setelah menopause, kadar urat serum
meningkat seperti pada pria. Gout jarang ditemukan pada perempuan.
Ada prevalensi familial dalam penyakit yang mengesankan suatu dasar
genetik dari penyakit ini. Namun, ada beberapa faktor yang agaknya
memengaruhi timbulnya penyakit ini, termasuk diet, berat badan,dan
gaya hidup
Menurut buku karangan Aspiani (2014), terdapat empat stadium
perjalanan klinis dari penyakit gout yaitu:
a. Stadium I
Stadium I adalah hiperuresemia asimtomatik. Dalam tahap ini pasien
tidak menunjukkan gejala-gejala selain dari peningkatan asam urat
serum. Hanya 20% dari pasien hiperuresemia asimtomatik yang
berlanjut menjadi serangan gout akut.
b. Stadium II
Stadium II adalah gout arthritis akut. Pada tahap ini terjadi awitan
mendadak pembengkakan dan nyeri yang luar biasa, biasanya pada
sendi ibu jari kaki dan sendi metatasofalangeal. Arthritis bersifat
monoartikular dan menunjukkan tanda-tanda peradangan lokal.
Mungkin terdapat demam dan peningkatan jumlah leukosit.
Serangan dapat dipicu oleh pembedahan, trauma, obat-obatan,
alkohol, atau stress emosional. Tahap ini biasanya mendorong pasien
untuk mencari pengobatan segera. Sendi-sendi lain dapat terserang,
termasuk sendi jari-jari tangan, dan siku. Serangan gout akut
biasanya pulih tanpa pengobatan, tetapi dapat memakan waktu 10
sampai 14 hari.
c. Stadium III
Stadium III adalah serangan gout akut tahap interkritis. Tidak
terdapat gejala-gejala pada masa ini, yang dapat berlangsung dari
beberapa bulan sampai tahun. Kebanyakan orang mengalami
serangan gout berulang dalam waktu kurang dari 1 tahun jika tidak
diobati.
d. Stadium IV
Stadium IV adalah gout kronik, dengan timbunan asam urat yang
terus bertambah dalam beberapa tahun jika pengobatan tidak
dimulai. Peradangan kronik akibatnya kristal-kristal asam urat
mengakibatkan nyeri, sakit, dan kaku, juga pembesaran dan
penonjolan sendi yang bengkak. Serangan akut gout arthritis dapat
terjadi dalam tahap ini. Tofi terbentuk pada masa gout kronik akibat
insolubitas relatif asam urat. Awitan dan ukuran tofi secara
proporsional mungkin berkaitan dengan kadar asam urat serum.
Bursa elekranon, tendon achilles, permukaan ekstensor lengan
bawah, bursa infrapatelar, dan heliks telinga adalah tempat-tempat
yang sering dihinggapi tofi. Pada masa kini tofi jarang terlihat dan
akan menghilang dengan terapi yang tepat.
8. Komplikasi
Menurut Amalia (2021) terdapat beberapa komplikasi pada penyakit
gout arthritis antara lain :
a. Deformitas pada persendian yang terserang
b. Urolitiasis akibat deposit kristal urat pada saluran kemih
c. Nephropathy akiba deposit kristal urat dalam intertisial ginjal
d. Hipertensi ringan
e. Proteinuria
f. Hyperlipidemia
g. Gangguan parenkim ginjal dan batu ginjal

9. Penatalaksanaan
Menurut Nurarif (2015), penanganan gout arthritis biasanya dibagi
menjadi penanganan serangan akut dan penanganan serangan kronis. Ada
3 tahapan dalam terapi penyakit ini :
a. Mengatasi serangan gout arthritis akut.
b. Mengurangi kadar asam urat untuk mencegah penimbunan kristal
urat pada jaringan, terutama persendian.
c. Terapi mencegah menggunakan terapi hipourisemik.
Ada terapi non farmakologis yang dapat dilakukan pada penderita
gout arthritis seperti istirahat yang cukup, menggunakan kompres hangat,
modifikasi diet, mengurangi asupan alkohol dan menurunkan berat badan
10. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Aspirani (2014) dalam Amalia (2021), pemeriksaan
penunjang yang dapat dilakukan yaitu:
a. Serum asam urat
Umumnya meningkat, diatas 7,5 mg/dl. Pemeriksaan ini
mengindikasikan hiperuricemia, akibat peningkatan produksi asam
urat atau gangguan ekskresi.
b. Leukosit
Menunjukkan peningkatan yang signifikan mencapai 20.000/mm3
selama serangan akut. Selama periode asistomatik angka leukosit
masih dalam batas normal yaitu 5000-10.00/mm3.
c. Eusinofil Sedimen Rate (ESR)
Meningkat selama serangan akut. Peningkatan kecepatan sedimen
rate mengindikasikan proses inflamasi akut, sebagai akibat deposit
asam urat di persendian.
d. Urin spesimen 24 jam
Urin dikumpulkan dan diperiksa untuk menetukan produksi dan
ekresi asam urat. Jumlah normal seorang mengekskresikan 250- 750
mg/24 jam asam urat di dalam urin. Ketika poduksi asam urat
meningkat maka level asam urat urin meningkat, kadar kurang dari
800mg/24 jam mengidikasikan gangguan ekskresi pada pasien
dengan peningkatan serum asam urat. Instruksikan pasien untuk
menampung semua urin dengan feses atau tisu toilet selama
pengumpulan. Biasanya diet purin normal direkomendasikan selama
pengumpulan.
e. Analisis cairan aspirasi sendi
Analisis cairan aspirasi dari sendi yang mangalami inflamasi akut
atau material aspirasi dari sebuah tofi menggunakan jarum kristal
urat yang tajam, memberikan diagnosis definitif gout.
f. Pemeriksaan radiografi
Pada sendi yang terserang, hasil pemeriksaan menunjukkan tidak
terdapat perubahan pada awal penyakit, tetapi setelah penyakit
berkembang progresif makaakan terlihat jelas/area terpukul pada
tulang yang berada di bawah sinavial sendi.

C. Konsep Asuhan Keperawatan pada Lansia dengan Gout Arthritis


1. Pengkajian
Pengkajian adalah langkah awal dari proses keperawatan, kemudian
dalam mengkaji harus memperhatikan data dasar dari klien, untuk
informasi yang diharapakan dari klien.
Fokus pengkajian pada Lansia dengan gout arthritis:
a. Identitas
Meliputi nama, usia, jenis kelamin, alamat, pendidikan dan pekerjaan.
b. Keluhan Utama
Keluhan utama yang menonjol pada klien gout arthritis adalah nyeri
dan terjadi peradangan sehingga dapat menggangu aktivitas klien.
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Didapatkan adanya keluhan nyeri yang terjadi di otot sendi. Sifat dari
nyerinya umumnya seperti pegal/di tusuk-tusuk/panas/di tarik-tarik
dan nyeri yang dirasakan terus menerus atau pada saat bergerak,
terdapat kekakuan sendi, keluhan biasanya dirasakan sejak lama dan
sampai menggangu pergerakan.
d. Riwayat Penyakit Dahulu
Penyakit apa saja yang pernah diderita oleh klien, apakah keluhan
penyakit gout arthritis sudah diderita sejak lama dan apakah
mendapat pertolongan sebelumnya dan umumnya klien gout arthritis
disertai dengan hipertensi.
e. Riwayat Penyakit Keluarga
Kaji adakah riwayat gout arthritis dalam keluarga.
f. Riwayat Psikososial
Kaji respon emosi klien terhadap penyakit yang diderita dan penyakit
klien dalam lingkungannya. Respon yang didapat meliputi adanya
kecemasan individu dengan rentan variasi tingkat kecemasan yang
berbeda dan berhubungan erat dengan adanya sensasi nyeri,
hambatan mobilitas fisik akibat respon nyeri dan kurang pengetahuan
akan program pengobatan dan perjalanan penyakit. Adanya
perubahan aktivitas fisik akibat adanya nyeri dan hambatan mobilitas
fisik memberikan respon terhadap konsep diri yang maladaptif.
g. Riwayat Nutrisi
Kaji riwayat nutisi klien apakah klien sering menkonsumsi makanan
yang mengandung tinggi Purin.
h. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik meliputi inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi
dari ujung rambut hingga ujung kaki (head to toe). Pemeriksaan fisik
pada daerah sendi dilakukan dengan inspeksi dan palpasi. Inspeksi
yaitu melihat dan mengamati daerah keluhan klien seperti kulit,
daerah sendi, bentuknya dan posisi saat bergerak dan saat diam.
Palpasi yaitu meraba daerah nyeri pada kulit apakah terdapat kelainan
seperti benjolan dan merasakan suhu di daerah sendi dan anjurkan
klien melakukan pergerakan yaitu klien melakukan beberapa gerakan
bandingkan antara kiri dan kanan serta lihat apakah gerakan tersebut
aktif, pasif atau abnormal.
i. Pengkajian Khusus Lansia
1) Masalah kesehatan lansia
2) Fungsi Kognitif ( menggunakan format pengkajian SPMSQ dan
MMSE)
3) Status fungsional (menggunakan format pengkajian status
fungsional ideks kemandirian KATS dan modifikasinya)
4) Status psikologis (menggunakan format pengkajian status
psikologis dengan skala depresi geriatric
5) Dukungan keluarga (menggunakan APGAR lansia)
j. Pemeriksaan Diagnosis
a. Asam Urat meningkat dalam darah dan urin.
b. Sel darah putih dan laju endap darah meningkat (selama fase
akut).
c. Pada aspirasi cairan sendi ditemukan krital urat.
d. Pemeriksaan Radiologi.
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosis keperawatan merupakan suatu penilaian klinis mengenai
respons klien terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang
dialaminya baik yang berlangsung aktual maupun potensial. Diagnosis
keperawatan bertujuan untuk mengidentifikasi respons klien individu,
keluarga dan komunitas terhadap situasi yang berkaitan dengan
kesehatan (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017).
Menurut NANDA (2015) diagnosa yang dapat muncul pada klien
gout arthritis yang telah disesuaikan dengan SDKI (2017) adalah:
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis (D.0077)
b. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri (D.0009)
c. Defisit pengetahuan tentang penyakit berhubungan dengan kurang
terpapar informasi (D.0111)

3. Intervensi Keperawatan
Intervensi keperawatan adalah segala treatment yang dikerjakan oleh
perawat yang didasarkan pada pengetahuan dan penilaian klinis untuk
mencapai luaran (outcome) yang diharapkan (Tim Pokja SIKI DPP PPNI,
2018).
No Diagnosa Tujuan Keperawatan dan Rencana Tindakan
Dx Keperawatan Kriteria Hasil (SIKI)
(SDKI) (SLKI)
1 Nyeri akut Setelah dilakukan 1.1 Lakukan
berhubungan asuhan keperawatan pengkajian nyeri
dengan agen diharapkan nyeri secara
cedera biologis komprehensif
hilang atau terkontrol
(D.0077). termasuk lokasi,
dengan kriteria hasil : karakteristik,
durasi, frekuensi
1. Melaporkan Bahwa
dan kualitas nyeri.
Nyeri Berkurang
1.2 Pantau kadar
Dengan Mengguna
asam urat.
Kan Manajemen
1.3 Observasi
Nyeri.
reaksi
2. Mampu Mengenali
nonverbal dari
Nyeri (Skala, Intensitas,
ketidaknyama
Frekuensi Dan Tanda
nan.
Nyeri).
1.4 Ajarkan teknik
Menyatakan Rasa Nyaman
non farmakologi
Setelah Nyeri Berkurang
rileksasi napas
dalam.
1.5 Posisikan klien
agar merasa
nyaman,
misalnya sendi
yang nyeri
diistarahatkan
dan diberikan
bantalan.
1.6 Kaloborasi
dengan dokter
jika ada keluhan
dan tindakan
nyeri yang tidak
berhasil
2 Gangguan Setelah dilakukan asuhan 2.1 memonitor vital sign
mobilitas fisik keperawatan diharapkan klien sebelum dan sesudah latihan
berhubungan mampu melakukan rentan
dengan nyeri 2.2 kaji tingkat mobiltas
gerak aktif dan ambulasi
persedian ( D klien
0054) secara perlahan dengan
krtiteria hasil : 2.3 bantu klien untuk
1. Klien meningkat melakukan rentan gerak aktif
dalam aktivitas fisik maupun rentan gerak pasif
2. Mengerti tujuan dari pada sendi
peningkatan
mobilisasi 2.4 lakukan ambulasi dengan
3. Memperagakan alat bantu ( misalnya tongkat
penggunaan alat bantu kursi roda )

2.5 latih klien dalam


pemenuhan kebutuhan
ADLS secara mandiri sesuai
kemampuan

3 Defisit Setelah dilakukan tindakan Edukasi Proses Penyakit


Pengetahuan keperawatan diharapkan (I.12444)
tentang Penyakit Tingkat Pengetahuan
(D.0111) (L. 12111) meningkat dengan Observasi
Definisi : kriteria hasil:  Identifikasi kesiapan dan
Kurang terpapar  Kemampuan menjelaskan kemampuan menerima
informasi pengetahuan tentang suatu informasi
topik meningkat Terapeutik
 Pertanyaan tentang  Sediakan materi dan
masalah yang dihadapi media pendidikan
menurun kesehatan
 Persepsi yang keliru  Jadwalkan pendidikan
terhadap masalah kesehatan sesuai
menurun kesepakatan
 Perilaku sesuai dengan Edukasi
pengetahuan dan anjuran  Informasikan keadaan
meningkat pasien saat ini
 Jelaskan pengertian,
penyebab, tanda gejala,
faktor resiko penyakit
 Ajarkan cara meredakan
atau mengatasi gejala
yang dirasakan

4. Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang
dilakukan oleh perawat untuk membantu klien dari masalah status
kesehatan yang dihadapi ke status kesehatan yang lebih baik yang
menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan (Potter & Perry, 2011
dalam Hidayah, 2019).
5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi adalah tahap akhir dari proses keperawatan yang
merupakan perbandingan yang sistematis dan terencana antara hasil akhir
yang teramati dan tujuan atau kriteria hasil yang dibuat pada tahap
perencanaan (Hidayah,2019).
DAFTAR PUSTAKA
Amalia, Syakira Sherly. 2021. Asuhan Keperawatan Lansia Gout Arthritis
dengan Masalah Keperawatan Nyeri Akut di Desa Cukurgondang. Skripsi.
Politeknik Kesehatan Kerta Cendekia, Sidoarjo

Aspiani, R.Y. 2014. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Gerontik. 1st ed. Jakarta:
CV. Trans Info Media

Astria, Ani. 2021. Pengaruh Pemberian Kompres Hangat Kombinasi Serai dan
Kayu Manis terhadap Skala Nyeri pada Pasien Gout Arthritis di Puskesmas
Sawah Lebar Kota Bengkulu Tahun 2021. Skripsi. Politeknik Kesehatan
Kemenkes Bengkulu, Bengkulu

Hidayah, Nurul. 2019. Asuhan Keperawatn pada Lansia dengan Gout Arthritis di
Panti Sosial Tresna Werdha Nirwana Puri. Skripsi. Politeknik Kesehatan
Kemenkes Kaltim, Samarinda

Hidayat, R. 2015. Gout dan Hiperurisemia. Ilmu Penyakit Dalam, Fakultas


Kedokteran, Universitas Indonesia

Nugroho. 2016. Keperawatan Gerontik. Buku kedokteran. Jakarta: EGC

Nurarif, A. H. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosis Medis


dan NANDA NIC NOC. Edisi revisi Jilid 1. Yogyakarta: Yogyakarta
Mediaction.

Nurjanah, Nita. 2020. Gambaran Tingkat Nyeri pada Lansia dengan Gout
Arthritis. Skripsi. Universitas Muhammadiyah Purwokerto, Purwokerto

Sandjaya, H. 2014. Buku Sakti Pencegah dan Penangkal Asam Urat. Yogyakarta:
Mantra Books

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia
(1st ed.). Jakarta: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional
Indonesia.

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (1st
ed.). Jakarta: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia (1st
ed.). Jakarta: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
Wulandari, NK. 2019. Asuhan Keperawatan pada Pasien Gout Arthritis dalam
Ketidakpatuhan Diet Makanan di Wilayah Kerja UPT Kesmas Sukawati 1
Tahun 2019. Skripsi. Politeknik Kesehatan Kemenkes Denpasar, Denpasar

Wiryowidagdo. 2019. Tanaman Obat Untuk Penyakit Jantung, Darah Tinggi ,dan
Kolesterol. Jakarta: Agromedia

World Health Organization. 2014. Definition of An Older or Elderly Person

Anda mungkin juga menyukai