DISUSUN OLEH:
Disusun Oleh:
S1 KEPERAWATAN
Puji syukur penulis ucapkan atas ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
menganugerahkan nikmat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang
bejudul “Komunikasi Terapeutik Pada Klien Lansia” ini dengan baik.
Makalah ini dibuat dalam rangka memenuhi tugas Mata Komunikasi Terapeutik
Keperawatan, dalam pembuatan makalah ini, penulis mengucapkan terima kasih terutama
kepada Ibuk Ns. Diana Arianti, M.Kep. selaku pembimbing yang telah memberikan
bantuan,masukan,dan dukungannya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini
dengan tepat waktu.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna dan perlu pendalaman
lebih lanjut. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca demi
kesempurnaan makalah dimasa yang akan datang. Penulis berharap semoga makalah ini
dapat bermanfaat bagi kita semua.
Penyusun,
DAFTAR ISI
BAB I : PENDAHULUAN
BAB 3 : PENUTUP
3.1 Kesimpulan................................................................................................... 25
3.2 Saran ............................................................................................................. 25
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
Komunikasi mempunyai dua fungsi umum. Pertama, demi kelangsungan hidup kita
sendiri, yang mencakup keamanan fisik, peningkatan kesadaran pribadi, ekspresi diri kepada
orang lain, dan mewujudkan ambisi pribadi. Kedua, demi kelangsungan hidup masyarakat,
tepatnya untuk meningkatkan hubungan sosial dan mengembangkan eksistensi suatu
masyarakat.
Semakin tua seseorang semakin rentan pula kesehatannya. Terdapat banyak bukti
bahwa kesehatan optimal pasien lanjut usia, atau selanjutnya disebut pasien geriatri, tidak
hanya bergantung pada kebutuhan biomedis mereka tetapi juga pada kondisi di sekitar
mereka, misalnya perhatian yang lebih besar terhadap kondisi sosial, ekonomi, dan budaya
bahkan kondisi psikologis. Meskipun seperti kita ketahui pelayanan kesehatan mengalami
kemajuan yang signifikan dari waktu ke waktu bagi pasien lanjut usia, namun pada akhirnya
mereka tetap memerlukan komunikasi dan empati yang baik serta perawatan yang memadai
dari berbagai pihak, terutama dari keluarga, sebagai elemen penting dalam perawatan
masalah kesehatan. Purwaningsih dan Karlina (2012) menyatakan bahwa hubungan
memberi dan menerima antara perawat dan pasien di bagian keperawatan disebut
komunikasi keperawatan terapeutik, yaitu komunikasi keperawatan profesional. Komunikasi
terapeutik penting dan bermanfaat bagi pasien karena komunikasi yang baik dapat membantu
memahami perilaku pasien dan membantunya mengatasi masalah yang dihadapinya (Utami,
2015, dan Prasanti, 2017).
Berdasarkan latar belakang diatas, maka akar masalah yang dapat dirumuskan adalah
Tujuan komunikasi terapeutik rohaniawan pada pelayanan spiritual pasien gangguan jiwa
yaitu:
LANDASAN TEORI
Komunikasi yang baik berarti pesan yang singkat, jelas, lengkap dan sederhana.
Sarana komunikasi meliputi panca indera manusia (mata, mulut, tangan dan jari) dan buatan
(televisi, radio, surat kabar). Sikap menyampaikan pesan harus dekat, suara harus jelas, tidak
terlalu cepat, dan menggunakan kalimat pendek. Wajah berseri-seri, memandang orang tua,
sabar, teliti, tidak tergesa-gesa, dada sedikit menunduk dan ibu jari terangkat memberi salam.
Faktor yang perlu diperhatikan agar komunikasi lancar adalah menguasai dokumen atau
pesan yang ingin disampaikan, menguasai bahasa daerah, tidak terburu-buru untuk bersikap
percaya diri, mempunyai sikap lemah lembut, percaya diri, ramah dan sopan. Lingkungan
yang mengedepankan komunikasi adalah suasana terbuka, akrab, nyaman, menjaga sikap
bersahabat, sikap hormat, dan memahami situasi lansia.
2.2 Prinsip Komunikasi Terapeutik pada Klien Lansia
Dalam memberi asuhan pada lanjut usia, pada dasarnya proses menua disertai masalah
seperti kesepian, kurang pendengaran, kurang penglihatan, dan lemah fisik. Hal tersebut
merupakan proses alamiah dan akan terjadi pada semua orang maka dari itu tidak boleh
memberi stigma (destigmatisasi) pada orang lain termasuk lansia. Lanjut usia sangat
membutuhkan perhatian dan kasih sayang, oleh karena itu jangan dikucilkan dari pergaulan
sosial.
1) Ikhlas (genuiness)
Semua perasaan negatif yang dimiliki oleh pasien harus bisa diterima dan pendekatan
individu dengan verbal maupun nonverbal akan memberikan bantuan kepada pasien
untuk mengkonsumsikan kondisi secara tepat.
2) Empati (Emphaty)
Merupakan sikap jujur dalam menerima kondisi klien. Objektif dalam memberikan
penilaian terhadap kondisi pasien dan tidak berlebihan.
3) Hangat (warmth)
Kehangatan dan sikap permisif yang diberikan diharapkan pasien dapat memberikan dan
mewujudkan ide-idenya tanpa rasa takut, sehingga pasien bisa mengekspresikan
persaannya lebih mendalam.
Teknik komunikasi terapeutik yang penting digunakan perawat adalah ketegasan, daya
tanggap, fokus, dukungan, klarifikasi, kesabaran, dan ketulusan. Pada pasien lanjut usia,
selain karakteristik psikologis yang perlu diketahui, perawat juga harus memperhatikan
perubahan fisik, psikologis, atau sosial yang terjadi akibat proses penuaan. Gangguan
pendengaran, penglihatan dan daya ingat akan sangat mempengaruhi kemampuan
berkomunikasi, hal ini harus diperhatikan oleh perawat.
Suasana komunikasi dengan lansia yang dapat menunjang tercapainya tujuan yang
perlu diperhatikan adalah suasana saling menghormati, saling menghormati, saling percaya
dan keterbukaan. Komunikasi verbal dan nonverbal merupakan bentuk komunikasi yang
perlu saling mendukung. Sama seperti komunikasi pada anak-anak, perilaku nonverbal pada
orang dewasa sama pentingnya dengan pada orang dewasa yang lebih tua. Ekspresi wajah,
2) Memungkinkan pelanggan yang lebih tua untuk berperilaku dalam jangka waktu tertentu,
Ini adalah mekanisme pengaturan mandiri selama tidak membahayakan orang lain dan
lingkungannya.
6) Langkah ini bertujuan untuk membantu perawat atau tenaga medis memperoleh informasi
atau data tentang klien dan menyusun rencana/tindakan efektif yang dapat dilaksanakan
dengan benar dan akurat.
1. Metode fisik
Perlakuan melihat kesehatan objektif, kebutuhan, peristiwa yang dialami pasien lanjut
usia dalam hidupnya, perubahan fisik organ tubuh, tingkat kesehatan yang masih dapat
dicapai dan dikembangkan serta penyebab penyakit yang perkembangannya dapat dicegah
atau dihentikan. Pelayanan fisik umum pada pasien lanjut usia dapat dibagi menjadi dua
bagian, yaitu pasien lanjut usia yang masih beraktivitas, yang kondisi fisiknya masih
memungkinkan untuk bergerak tanpa bantuan orang lain sehingga masih dapat memenuhi
kebutuhan sehari-hari; Pasien lanjut usia bersifat pasif atau tidak mampu berdiri, lumpuh
atau lemah secara fisik. Perawat harus mengetahui dasar-dasar merawat pasien lanjut usia,
terutama masalah-masalah yang berkaitan dengan keberhasilan individu dalam menjaga
kesehatannya. Kebersihan diri sangat penting untuk mencegah terjadinya infeksi, karena
sumber infeksi dapat muncul jika kebersihan kurang diperhatikan.
2. Pendekatan Psikis
Perawat harus berperan penting dalam pendekatan pendidikan lansia. Mereka dapat
bertindak sebagai pendukung, penafsir segala hal yang tidak mereka kenal, dan sebagai
teman dekat. Perawat harus sabar dan teliti dalam menciptakan kesempatan dan waktu yang
cukup untuk menerima berbagai bentuk keluhan sehingga lansia merasa puas. Perawat harus
selalu berpegang pada prinsip “Triple S” yaitu kesabaran, kasih sayang dan pelayanan.
Apabila perawat ingin mengubah perilaku dan pandangannya terhadap kesehatan dapat
dilakukan secara perlahan dan bertahap, harus mampu memberikan dukungan psikologis
terhadap kepuasan diri sehingga semua pengalaman yang dialaminya semakin menambah
beban, bila perlu diusahakan agar ketika mereka menjadi tua mereka bisa merasa puas dan
bahagia.
3. Pendekatan sosial
Diskusi, pertukaran ide, dan bercerita merupakan bagian dari upaya perawat dalam
pendekatan sosial. Menciptakan peluang untuk bertemu dengan pelanggan yang lebih tua
berarti menciptakan inklusi sosial bagi mereka. Pendekatan sosial ini memberikan pelajaran
kepada perawat bahwa orang yang berhubungan dengan mereka adalah makhluk sosial yang
membutuhkan pertolongan orang lain.
4. Supportif
Perubahan yang terjadi pada lansia baik secara fisik maupun psikis lambat laun
membuat emosi nasabah relatif tidak stabil. Perubahan tersebut perlu disikapi dengan
menjaga kestabilan emosi klien lanjut usia, misalnya dengan menerima, tersenyum, dan
mengangguk. Sikap ini dapat meningkatkan kepercayaan diri pelanggan lansia sehingga
lansia tidak menjadi beban bagi keluarganya. Dengan cara ini diharapkan pelanggan akan
termotivasi untuk menjadi dan bekerja secara maksimal. Dalam memberikan dukungan fisik
dan emosional, staf medis tidak boleh merendahkan atau memberikan instruksi kepada klien
karena hal ini dapat mengurangi kepercayaan klien terhadap perawat atau staf medis lainnya.
Misalnya, frasa berikut dapat memotivasi dan meningkatkan kepercayaan klien tanpa
terdengar merendahkan atau mendidik seperti: Saya yakin Anda memiliki lebih banyak
pengalaman dari pada saya.
5. Klarifikasi
Dengan berbagai perubahan yang terjadi pada lansia, seringkali proses komunikasi
tidak berjalan lancar. Perawat hendaknya mengklarifikasi dengan mengajukan pertanyaan
berulang-ulang dan memberikan penjelasan beberapa kali agar tujuan pembicaraan kita dapat
diterima dan dipahami oleh klien dengan cara yang sama “Dapatkah anda menerima apa
yang saya katakan sebelumnya?
Dalam usaha untuk berkomunikasi dengan baik, perawat harus memiliki pengetahuan
cukup, yang membuatnya lebih mudah menjalankan tugas sehari-hari. Jujur saja, jika ada
yang memutuskan menjadi perawat, mereka bisa memastikan ketulusan yang mendalam
terhadap semua pasiennya itu. Semangat dan pantang menyerah harus selalu ada setiap hari
agar pada akhirnya pasien selalu semangat khususnya untuk Pasien lanjut usia terkadang
merasa “kurus” dan “sakit” karena tua.” Namun kenyataannya, perawat harus bisa berbicara
berkomunikasi dengan pasiennya sehingga tidak hanya pandai dalam teori namun
kenyataannya harus bisa melakukannya dengan baik dan akurat.
Penderita Demensia
Pada tahun 2008, diperkirakan terdapat sekitar 5,2 juta orang lanjut usia di Amerika
Serikat, beberapa di antaranya menderita demensia, dan jumlah ini diperkirakan akan
meningkat dua kali lipat dalam 30 tahun ke depan (Hingle & Sherry, 2009). Akibatnya,
dokter diperkirakan akan menemui lebih banyak pasien demensia dan pasien ini datang ke
ruang praktik dokter bersama anggota keluarga atau pengasuh informal. Istilah pengasuh
digunakan mulai saat ini untuk merujuk pada siapa pun yang menemani kunjungan tersebut
sebagai pengasuh informal. Penilaian dan pengobatan pasien lanjut usia dengan demensia
juga akan mendapat manfaat dari keterlibatan perawat. Ada banyak tahapan demensia, yang
terkait dengan berbagai kesulitan dalam komunikasi. Penderita pada tahap awal seringkali
kesulitan menemukan kata-kata yang ingin disampaikan, pasien sering menggunakan kata-
kata yang tidak bermakna seperti “ini”, “sesuatu” dan “tahukah Anda”. Dalam kasus
demensia berat, pasien mungkin menggunakan jargon yang tidak dapat dipahami atau tetap
berdiam diri. Demensia berdampak buruk pada penerimaan dan ekspresi komunikasi pasien.
Kebanyakan pasien mengalami kehilangan ingatan dan kesulitan mengingat kejadian baru-
baru ini. Beberapa pasien demensia memiliki rentang perhatian yang sangat pendek dan
mengalami kesulitan untuk fokus pada topik tertentu.
Pasien yang Ditemani oleh Caregiver
Ciri utama kunjungan geriatri adalah kehadiran orang ketiga, dengan anggota keluarga
atau pengasuh informal lainnya hadir setidaknya pada sepertiga kunjungan geriatri.
Meskipun pengasuh dapat mengambil berbagai peran, termasuk dukungan, partisipasi pasif,
atau perlawanan, dalam sebagian besar kasus, mereka mengutamakan kesejahteraan orang
yang mereka cintai. Pengasuh sangat penting dalam sistem perawatan kesehatan untuk orang
lanjut usia. Mereka tidak hanya membantu nutrisi, kehidupan sehari-hari, pekerjaan rumah
tangga, pengelolaan pengobatan, transportasi dan perawatan lainnya bagi pasien lanjut usia.
pengasuh membantu memfasilitasi komunikasi antara dokter dan pasien dan meningkatkan
partisipasi pasien dalam perawatan mereka sendiri. Penting juga untuk merawat pasien lanjut
usia dalam konteks atau perspektif pengasuh mereka untuk mencapai hasil terbaik dalam
kedua kasus (Griffith et al., 2004).
Proses komunikasi antara staf medis dan pasien lanjut usia tidak menyenangkan jika
sikap agresif dan bimbang.
1. Agresif
d) Menonjol
e) Mempermalukan orang lain di muka umum, bahkan secara lisan serta Tindakan
2. Keragu-raguan
f) Mengorbankan kepentingan dirinya untuk menjaga hubungan baik dengan orang lain.
Wajar jika terdapat hambatan komunikasi pada lansia, begitu juga dengan penurunan
fisik dan psikologis klien, namun sebagai tenaga medis yang profesional, perawat harus
mempunyai kemampuan untuk mengatasi hambatan tersebut. Oleh karena itu, perlu
digunakan teknik atau trik tertentu yang perlu diingat agar komunikasi antar pihak dapat
berlangsung secara efektif:
Keperawatan geriatri merupakan disiplin ilmu yang mempelajari perawatan lansia dan
berfokus pada pengkajian kesehatan dan pengkajian kesehatan. status fungsional,
perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi. Keperawatan geriatri adalah praktik perawatan
penyakit yang berhubungan dengan proses penuaan. Keperawatan Geriatri adalah suatu
bentuk pelayanan keperawatan profesional yang memanfaatkan pengetahuan dan teknik
Keperawatan Geriatri, meliputi bidang bio-psiko-sosial dan spiritual, dimana kliennya
adalah orang-orang yang berusia di atas 60 tahun, baik dalam keadaan sehat maupun tidak.
atau sakit. Tujuan keperawatan geriatri adalah memberikan kenyamanan pada lansia,
menjaga fungsi tubuh, dan membantu lansia menghadapi kematian dengan tenang dan damai
melalui pengetahuan dan teknik pengobatan perawatan geriatri.
Banyak kemampuan menurun seiring bertambahnya usia. Dari ujung rambut hingga
ujung kaki, perubahan terjadi seiring bertambahnya usia. Menurut Wahjudi Nugroho (2008),
perubahan yang terjadi pada lansia adalah:
Perubahan biologis
Struktur dan fungsi sistem saraf berubah seiring bertambahnya usia. Massa otak
berangsur-angsur berkurang karena hilangnya sel-sel saraf yang tidak tergantikan.
Terjadi penurunan sintesis dan neurotransmitter utama. Impuls saraf disalurkan lebih
lambat, sehingga orang lanjut usia membutuhkan waktu lebih lama untuk bereaksi dan
merespons. Reaksi menjadi lambat dan hubungan antar saraf menurun, berat otak
menurun 10-20%, kelima saraf sensorik menjadi lebih kecil sehingga menyebabkan
berkurangnya respon visual dan pendengaran, saraf indera penciuman dan rasa menjadi
lebih kecil, tubuh menjadi lebih sensitif. Dengan adanya suhu, daya tahan tubuh terhadap
dingin menjadi rendah, dan kurang sensitif terhadap sentuhan. . Waktu reaksi yang lama
membuat lansia berisiko mengalami kecelakaan dan cedera. Hilangnya kesadaran atau
pingsan bisa terjadi jika orang tersebut terlalu cepat bangun dari posisi berbaring atau
duduk. Perawat harus menyarankan pasien untuk menunggu untuk merespons
rangsangan dan bergerak lebih lambat. Kebingungan yang terjadi secara tiba-tiba dapat
merupakan gejala awal suatu infeksi atau perubahan kondisi fisik (pneumonia, infeksi
saluran kemih, interaksi obat, dehidrasi, dan lainnya).
2) Perubahan Penglihatan
3) Perubahan pendengaran
Hilangnya kemampuan mendengar suara frekuensi tinggi terjadi pada usia paruh
baya. Hal ini disebabkan oleh perubahan permanen pada telinga bagian dalam. Orang
lanjut usia seringkali tidak dapat mengikuti percakapan karena konsonan berfrekuensi
tinggi (huruf f, s. th, ch, sh, b. T. p) semua terdengar sama. Ketidakmampuan
berkomunikasi membuat mereka merasa terisolasi dan menarik diri dari interaksi sosial.
Jika dicurigai adanya gangguan pendengaran, tes telinga dan pendengaran harus
dilakukan. Gangguan atau gangguan pendengaran, terutama terhadap suara bernada
tinggi, suara tidak jelas, dan kesulitan memahami kata, terjadi pada 50% orang yang
berusia di atas 65 tahun. Atrofi gendang telinga menyebabkan otosklerosis. Gangguan
pendengaran menyebabkan lansia tidak bereaksi seperti yang diharapkan, gagal
memahami percakapan, dan menghindari interaksi sosial. Perilaku ini sering
disalahartikan sebagai kebingungan atau “penuaan”.
Pada jam 07.00 dua orang perawat akan melakukan pemeriksaan TTV untuk melihat
perkembangan kondisi pada pasien lansia yang bernama Tn. R. Klien menderita penyakit
hipertensi yang dirawat di ruang mawar Rumah Sakit Ibnu Sina Padang, saat itu Tn.R
ditemani oleh anak pertamanya
Fase Orientasi
P1 dan P2: Selamat pagi ibuk dan kakek (sambil tersenyum tersenyum)
P1 dan P2: Gimana kabar kakek hari ini, sehat? (berbicara sedikit keras dan mengambil
posisi didekat pasien dan sedikit membungkuk)
Tn. R: Pagi. Alhamdulillah sudah agak lumayan. Ini siapa ya? (Kakek masih tampak
kebingungan dan tampak berfikir)
P1: Kakek... perkenalkan saya perawat Ririn dan ini perawat Wiwin (Perawat 1 dan perawat
2 mencoba melakukan pendekatan kepada Kakek dan juga keluarganya.)
P2: Kami berdua yang bertugas untuk merawat kakek pada hari ini dari jam 7 pagi sampai
jam 2 siang nanti. kakek sudah makan belum pagi ini? (pasien melakukan kontak mata dan
tersenyum lembut sambil menyentuh bahu pasien)
Keluarga: Enggak sus,wong tadi si kakek sudah makan 3 piring sus. mungkin dia lupa
(Setelah bertanya kepada kakek, perawat mencoba menjelaskan asuhan keperawatan yang
akan diberikan kepada kakek dan juga keluarganya.)
P1: Baiklah kek, ibuk. Kami disini akan melakukan pemeriksaan kepada kakek. Apakah
kakek dan ibu tidak keberatan?
Keluarga: iya baiklah kalau begitu saya mohon lakukan yang terbaik buat orang tua saya ya
sus.
P2: iya bu terimakasih, kami akan mencoba melakukan yang terbaik buat orang tua ibuk.
Kami juga mohon kerja samanya nanti dalam pemeriksaan ya buk.
Fase Kerja
P1: Permisi kek… maaf ya kek... kakek tiduran saja ya, biar kakek lebih santai.
P1: kakek tiduran dulu yaa... (berbicara agak keras sambil menyatukan kedua telapak tangan
lalu diletakan dipipi sambil mata terpejam sesaat)
P1: kek... tolong tangan kirinya sedikit diangkat ya kek (perawat 1 memasang manset tensi,
kemudian mengukur tekanan darah).
P2: cucu kakek sudah berapa sekarang? (perawat mencoba mengajak komunikasi pada
kakek)
Tn. R: yang 6 orang sudah, terus yang enamnya lagi masih kuliah. Mereka cantik dan
ganteng-ganteng loh sus.
P2: Kek... maaf ya... tolong kakek angkat sedikit tangan kanannya.
P2: kek... Langsung dijepit tangannya ya kek... dan jangan dulu dilepas sebelum waktunya
ya kek
(Setelah beberapa menit kemudian tekanan darah dan suhu sudah selesai diukur, kemudian
peralatan dilepas kembali, dan setelah itu perawat I dan perawat 2 melanjutkan untuk
memeriksa nadi dan pernapasannya.)
P2: Baik kek tekanan darah kakek normal yah, yaitu 119/88mmHg dan suhu tubuh kakek
36,5 derajat celcius ya kek.
Fase Terminasi
(setelah semua pemeriksaan sudah dilakukan, hasil pemeriksaan dicatat oleh perawat dan
semua peralatan dirapikan)
Dokter: Assalamu'alaikum
Semua: Walaikummusalam
Dokter: Ooh baik kalau begitu nanti catatan pemeriksaannya tolong diantarkan ke meja saya
ya.
Dokter: ohh kalau begitu, kakek harus banyak istirahat ya biar cepet sembuh.
Dokter: (berbicara pada keluarga pasien) Alhamdulillah sudah banyak perkembangan. orang
tua ibu harus banyak beristirahat agar cepet sembuh dan jangan lupa berdoa, Kalau begitu
saya permisi dulu ya (sambil meninggalkan ruangan)
P1: Kalau begitu kami juga permisi dulu ya buk, kakek kami permisi dulu ya, cepat sembuh
ya kek. Nanti kalau ada perlu bantuan panggil kami di ruang perawat atau langsung bisa
memencet bel yang sudah tersedia.
Dalam kasus tersebut dijelaskan cara berkomunikasi secara terapeutik pada lansia
dalam pemberian tindakan pemeriksaan Tanda-Tanda Vital pada Tn. R perawat telah
mengakaji bahwa terdapat adanya gangguan pendengaran dan penglihatan. Pada
pelaksanaannya komunikasi terapeutik yang akan dilakukan oleh perawat, hal tersebut dapat
menjadi sebuah hambatan, oleh sebab itu harus dilakukan cara-cara untuk mengatasi
hambatan tersebut agar komunikasi terapeutik dapat berjalan dengan baik dan memberikan
manfaat dalam proses penyembuhan pasien.
Pada kasus tersebut terlihat bahwa Tn. R ditemani oleh keluarganya, hal tersebut
sangat penting dan sangat membantu dalam berlangsungnya komunikasi terapeutik pada
pelayanan kesehatan yang diberikan pada pasien lansia, adanya peran serta dari keluarga
pada proses komunikasi akan memudahkan perawat untuk mengetahui ada tidaknya
gangguan yang dapat menghambat komunikasi terapeutik, serta keluarga dapat menjadi
pihak yang akan mengklarifikasi jawaban-jawaban dari pasien lansia yang ingatannya
kadang kurang baik, contohnya seperti pada kasus diatas perawat menanyakan apakah pasien
sudah makan, lalu pasien menjawab belum, dan langsung diklarifikasi oleh keluarganya
bahwa pasien tersebut sudah makan, begitu pula saat perawat menanyakan apakah pasien
sudah mjinum obat atau belum keluarga pun ikut memastikan jawaban dari si pasien
mengatakan bahwa obatnya sudah diminum.
Dari penjelasan tersebut dapat diketahui bahwa kehadiran keluarga serta dukungan
darinya sangat penting untuk pasien lansia. Hal pertama yang harus dilakukan dalam
komunikasi terapeutik dengan lansia sama seperti komunikasi lainnya, yaitu membuka
pembicaraan dengan menyapa dan memperkenalkan diri, menarik perhatian pasien terlebih
dahulu. Presentasi penting dalam komunikasi terapeutik dengan lansia dan sebaiknya selalu
dilakukan pada setiap awal pertemuan karena daya ingat pasien sudah menurun, kemudian
minta pasien untuk menunjukkan perhatian dan memberikan respon nonverbal seperti kontak
mata langsung, duduk dan menyentuh pasien untuk menunjukkan dukungan.
Ketika pasien memberikan respon terhadap pertanyaan yang diajukan, perawat
hendaknya memperhatikan respon pasien dengan cara mendengarkan baik-baik dan
menunjukkan empati, serta memberikan pasien suasana komunikasi dalam lingkungan yang
nyaman, menyenangkan dan mengubahnya sesuai dengan kondisi fisik lansia, misalnya kita
dapat berkomunikasi dalam jarak dekat untuk membantu pasien dengan mudah mendengar
perkataan perawat dan memberinya waktu untuk memikirkan jawaban atas pertanyaan
perawat, hal ini dilakukan karena kita ingat bahwa reaksi mental pasien lanjut usia
mengalami penurunan.
Jangan berharap untuk berkomunikasi seperti pasien lanjut usia tanpa gangguan
tersebut, namun bersikaplah sebagai mitra yang tugasnya membantu klien mengungkapkan
perasaan dan pengertiannya. Memberikan kesempatan kepada pasien untuk bertanya
mengenai hal-hal yang belum dipahaminya, dengan cara ini dapat terjalin hubungan saling
percaya dan saling menghargai. Begitu pula jika pasien melakukan kesalahan, jangan
langsung menegurnya karena pada umumnya seiring bertambahnya usia pasien, emosinya
semakin sensitif.
Apapun tindakan yang akan dilakukan, mintalah persetujuan dari pasien untuk
menghormati hak otonominya, jika terdapat penolakan biarkan pasien bertingkah lalu dalam
tenggang waktu tertentu, hal ini merupakan mekanisme diri sejauh tidak membahayakan
klien, orang lain serta lingkungannya, setelah itu kita dapat libatkan keluarga pasien untuk
memberikan penjelasan mengenai pentingnya suatu tindakan yang ditolak pasien tersebut
dan menjelaskan kerugian atau bahaya bila tindakan yang ditolak pasien tersebut tidak
dilakukan.
Contohnya pada kasus diatas adalah saat perawat meminta pasien untuk berbaring dan
pasien tidak begitu mendengarnya lantas perawat mengulangi ucapannya sambil
memperagakan gimik menyatukan kedua telapak tangan lalu diletakan dipipi sambil mata
terpejam sesaat untuk menjelaskan bahwa perawat meminta pasien untuk berbaring.
Komunikasi pada lansia tidak harus identik dengan komunikasi yang kaku dan formal, kita
dapat berkomunikasi secara santai dengan menyelipkan candaan-candaan untuk mencairkan
suasana komunikasi agar terjalin keakraban antara perawat dengan pasien. Dalam pemberian
informasi pada pasien perawat tidak boleh seolah-olah sedang menggurui, lakukan dengan
cara-cara yang menyenangkan dan santai agar dapat diterima oleh pasien dengan baik.
Dalam komunikasi terapeutik dengan lansia, ada tiga hal mendasar yang menjadi ciri
khas komunikasi terapeutik, yaitu pertama, ketulusan (keaslian) adalah segala perasaan
negatif yang dirasakan pasien. Pengalaman tersebut harus diterima dan didekati secara
individu, baik secara individu. Bersikaplah obyektif dalam melakukan penilaian terhadap
kondisi pasien dan jangan berlebihan dan yang ketiga adalah kehangatan yaitu sikap yang
hangat dan akomodatif.
Penegasan diri adalah suatu sikap yang memungkinkan Anda menerima dan
memahami lawan bicara dengan menunjukkan sikap peduli, sabar mendengarkan dan
memperhatikan ketika lawan bicara berbicara untuk dapat memahami maksud dari
komunikasi atau percakapan tersebut. Sikap ini justru akan membantu tenaga medis menjaga
hubungan terapeutik dengan pasien lanjut usia. Ketika perawat melihat adanya perubahan
sikap atau kebiasaan klien, sekecil apapun, perawat hendaknya mempertanyakan atau
memperjelas perubahan tersebut, misalnya dengan menanyakan “apa yang sedang Anda
pikirkan saat ini?” Apakah ini membantu? Sikap positif tenaga medis ini akan menciptakan
perasaan tenang bagi pasien.
Yang ketiga adalah fokus, yaitu sikap ini merupakan upaya perawat untuk menjaga
konsistensi terhadap dokumen komunikasi yang diinginkan. Upaya ini perlu diperhatikan
karena pada umumnya pasien lanjut usia suka mengatakan hal-hal yang belum tentu sesuai
dengan kepentingan tenaga medis. Keempat adalah dukungan, dimana terjadi perubahan
pada diri lansia, baik secara fisik maupun psikis, lambat laun membuat emosi klien relatif
tidak stabil. Misalnya, kita harus merespons perubahan ini dengan menjaga kestabilan emosi
klien lanjut usia. Sikap ini dapat meningkatkan kepercayaan diri pasien lansia sehingga
lansia tidak menjadi beban bagi keluarganya. Dengan cara ini diharapkan klien akan
termotivasi untuk menjadi dan bekerja secara maksimal.
Dalam memberikan dukungan fisik dan emosional, tenaga medis tidak boleh
merendahkan atau memberikan instruksi kepada klien karena hal ini dapat mengurangi
kepercayaan klien terhadap perawat atau tenaga medis lainnya. Misalnya, frasa berikut dapat
memotivasi dan meningkatkan kepercayaan klien tanpa terdengar merendahkan atau
mendidik: “Saya yakin Anda memiliki lebih banyak pengalaman daripada saya sehingga
klien dapat melakukan ini dan jika diperlukan kami dapat membantu klien. Poin kelima
adalah klarifikasi, dengan berbagai perubahan yang terjadi pada lansia, seringkali proses
komunikasi tidak berjalan mulus.
PENUITUP
3.1 Kesimpulan
Kesehatan optimal pasien sebagai lansia tidak hanya bergantung pada kebutuhan
biomedisnya saja, namun juga pada kondisi disekitarnya seperti peningkatan perhatian
terhadap masyarakat, ekonomi, budaya bahkan psikologi pasien. Hubungan memberi dan
menerima antara perawat dan pasien dalam asuhan keperawatan disebut komunikasi
keperawatan terapeutik, yaitu komunikasi keperawatan profesional.
Komunikasi antara perawat dengan pasien lanjut usia harus efektif terutama pada
pasien lanjut usia karena sangat mempengaruhi kesehatan pasien lanjut usia tersebut.
Komunikasi yang baik dengan pasien merupakan kunci keberhasilan dalam menyelesaikan
permasalahan klinisnya. Perawat harus mewaspadai perubahan fisik, psikologis, emosional,
dan sosial yang mempengaruhi pola komunikasi. Perubahan pada telinga bagian dalam dan
telinga mengganggu proses pendengaran pada orang lanjut usia yang tidak dapat menoleransi
suara. Komunikasi yang biasa dilakukan oleh lansia tidak terbatas pada pertukaran perilaku,
perasaan, pikiran dan pengalaman tetapi juga pada hubungan terapeutik yang intim.
Teknik komunikasi yang baik akan meningkatkan hasil bagi pasien lanjut usia dan
perawatnya. Data menunjukkan bahwa hasil layanan kesehatan bagi lansia tidak hanya
bergantung pada pemenuhan kebutuhan biomedis namun juga pada hubungan kepedulian
yang tercipta melalui komunikasi yang efektif.
3.2 Saran
Bagi perawat harus memahami tentang komunikasi terapeutik pada lansia agar
pemeriksaan pasien lansia di rumah sakit berjalan dengan lancer. Penulis menyadari bahwa
dalam penyusunan makalah ini sangat banyak sekali kesalahan. Besar harapan kami kepada
para pembaca untuk bisa memberikan kritik dan saran yang bersifat membangun agar
makalah ini menjadi lebih sempurna.
DAFTAR PUSTAKA
Azizah, Lilik Ma'arifatul. 2011. Keperawatan Lanjut Usia. Yogyakarta: Graha Ilmu
Cangara, Hafied. (2012). Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Kushariyadi. 2010. Asuhan keperawatan pada klien lanjut usia. Jakarta: Salemba Medika
TENTANG
DISUSN OLEH :
DOSEN PEMBIMBING
TAHUN 2023/2024
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan Karunia-Nya sehingga
1. Ayah dan Ibu tercinta yang telah memberikan dukungan baik moril maupun materil.
2. Dosen pembimbing, Ns. Diana arianti, M. Kep selaku dosen mata kuliah Promosi
Dalam kesempatan ini, kami mengucapkan terima kasih dengan hati yang tulus kepada
seluruh pihak yang telah membantu dalam penyelesaian makalah ini, semoga Tuhan senantiasa
Kami menyadari bahwa penyusun makalah ini masih jauh dari kata sempurna, oleh karena itu
saya mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak guna perbaikan
dan kelengkapan penyusunan makalah ini. Harapan kami semoga makalah ini dapat bermanfaat
Penulis
ii
DAFTAR ISI
C. Tujuan ………………………………………………………….…………….3
A. Kesimpulan ………………………………………………………………….20
B. Saran ………………………………………………………………………...21
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
perawat yang direncanakan dan berfokus pada kesembuhan pasien, dalam berkomunikasi
dengan pasien dokter dan perawat menjadikan dirinya secara terapeutik dengan berbagai
teknik komunikasi seoptimal mungkin dengan tujuan mengubah perilaku pasien kearah
perawat maupun pasien. Bahkan prinsip dasar komunikasi terapeutik seringkali diabaikan
oleh dokter dan perawat.Diantara mereka ada yang beranggapan bahwa mereka tidak
penyakit. Komunikasi dokter dan perawat dengan pasien umumnya bersifat formal dan
penanganan atau tindakan dengan segera untuk menghilangkan ancaman nyawa korban.
Sebenarnya dalam tubuh kita terdapat berbagai organ dan ancaman nyawa korban.
Sebenarnya dalam tubuh kita terdapat berbagai organ dan semua itu terbentuk dari sel-sel,
sel tersebut akan tetap hidup bila pasokan oksigen tidak terhenti, dan kematian tubuh itu
akan timbul jika sel tidak bias mendapatkan pasokan oksigen. Kematian ada dua macam
yaitu mati klinis dan mati biologis, mati klinis adalah apabila seorang penderita henti
nafas dan henti jantung, waktunya 6-8 menit setelah terhentikan pernapasan dan system
pernapasan sirkulasi tubuh sedangkan mati biologis adalah mulai terjadinya kerusakan
1
sel-sel otak dan waktunya dimulai 6-8 menit setelah berhentinyasystem pernapasan dan
kesehatan, tujuannya agar respon komprehensif pelayanan yang dihasilkan dari harapan
sebelumnya dapat dilihatserta hasil pengobatan yang diperoleh setelah adanya pelayanan
Dampak negatif yang muncul saat tidak berjalannya komunikasi terapeutik adalah
menurunkan kualitas dari rumah sakit itu sendiri serta pandangan miring masyarakat
terhadap mutu pelayanan kesehatan di Indonesia. Pasien yang datang ke rumah sakit,
pertama kali akan bertemu dengan perawat sebelum bertemu dengan dokter. Pertemuan
pertama akan memberi kesan yang baik jika disambut dengan keramahan dan penjelasan
terutama tentang prosedur pelayanan kesehatan dan jaminan kesehatan yang rinci,
Pelayanan gawat darurat merupakan tolak ukur kualitas pelayanan rumah sakit,
karena merupakan ujung tombak pelayanan rumah sakit, yang memberikan pelayanan
khusus kepada pasien gawat darurat secara terus-menerus selama 24 jam setiap hari.
Karena itu pelayanan di Instalasi Gawat Darurat harus diupayakan seoptimal mungkin.
B. RUMUSAN MASALAH
2
3. Apa yang dimaksud dengan SPGDT ?
C. TUJUAN
3
BAB II
PEMBAHASAN
keperawatan yang komprehensif diberikan kepada pasien dengan injuri akut atau sakit
pengetahuan dan keterampilan untuk menangani respon pasien pada resusitasi, syok,
lainnya.
Rossiter dkk. (1980) dalam kreps dan thornton (1984: 107) menyebutkan bahwa
(caring). kelima karakteristik ini merupakan keterampilan atau kemampuan yang penting
untuk komunikasi kesehatan yang efektif. Dalam berbagai situasi kelima-limanya bisa
ditukar satu sama lain. Misalnya, empati dan kepedulian dapat diekspresikan melalui
pesan nonverbal kontak mata dan anggukan kepala. Adapun, validasi, kejujuran, dan
kepercayaan dapat diekspresikan melalui self disclosure atau keterbukaan diri (kreps dan
4
Rossiter (1980) dalam kreps dan thornton (1984: 107) juga menambahkan bahwa
salah satu kompetensi penyedia layanan kesehatan adalah mendengarkan dengan rasa dan
memahami kondisi pasien, dari mulai pikiran, perasaan, bahkan sikapnya. Terkait hal ini,
g. Mempertahankan perspektif
5
Mundakir (2006: 117) berpendapat bahwa komunikasi terapeutik dilaksanakan
pikiran serta dapat mengambil tindakan untuk mengubah situasi yang ada bila
c. Memperngaruhi orang lain lingkungan fisik, dan dirinya sendiri dalam hal
topik pembahasan di buku ini. Dalam hal ini, psikiater dan perawat memang berperan
Peran itu dilakukan dengan cara merangkul pasien, mengurangi beban perasaan dan
mempererat hubungan.
Purba (2008) menyebutkan bahwa teknik komunikasi terapeutik adalah sebagai berikut
1. Mendengarkan
disampikan oleh pasien dengan penuh empati dan perhatian.ini dapat ditunjukan
6
dengan memandang ke arah pasien selama berbicara :menjaga kontak pandangan
tentang hal yang dirasakan penting atau memerlukan umpan balik.Teknik ini
2. Menunjukkan Penerimaan
orang lain tanpa menunjukan sikap ragu dan penolakan. Dalam hal ini sebaiknya
kepala.
4. Klasifikasi
perspesi
5. Memfokuskan pembicaraan
7
Tujuan penerapan metode ini untuk membatasi materi pembicaraan agar lebih
dengan lebih baik dan fokus pada permasalahan yang sedang dibicarakan
7. Menawarkan informasi
8. Diam
9. Menunjukan penghargaan
8
sebagy suatu pengahargaan yang tulus.dengan demikian pasien keberadaannya
dihargai
10. Refleksi
Reaksi yang muncul dalam berkomunikasi anatara tenaga kesehatan dan pasien
disebut refleksi
TERPADU (SPGDT)
Suatu metode yang digunakan untuk penanganan korban yang mengalami kegawatan
1. Fase Pra RS
Pada fase ini keberhasilan penanggulang gawat darurat tergantung pada beberapa
komponen :
a. Komunikasi
emergency,dll).
9
Mengatur dan memonitor rujukan penderita gawat darurat.
Memonitor kesiapan rumah sakit yaitu terutama unit gawat darurat dan
ICU.
b. Pendidikan
atau pasien yang mendapat musibah atau trauma. Mereka adalah anggota
pramuka, PMR, guru, ibu rumah tangga, pengemudi, dan petugas hotel
ke 118.
korban dibawa ke rumah sakit atau ambulan datang, mereka datang Polisi,
3. Pada Perawat
gangguan.
10
a. System Pernapasan
penilaian ABC.
b. System sirkulasi
Melakukan EKG
c. System vaskuler
Menghentikan pendarahan
Merawat infuse
d. System saraf
e. System pencernaan
f. System perkemihan
11
Pertolongan pertama pada payah ginjal akut
Pemasangan kateter
h. System edokrin
i. System musculoskeletal
Memasang bidai
j. System pengindraan
k. Pada anak
c. Transportasi
12
Perdarahan harus di hentikan.
Kesadaran
Pernapasan
Daerah permukaan
c. Syarat kendaraan
Cukup luas untuk lebih dari dua pasien dan petugas dapat bergerak
sakit
d. Syarat alat yang harus ada yaitu resusitasi, oksigen, alat hisap, obat-
obatan dan infus, balut dan bidai, tanduk, EKG transmitter, inkubator
e. Syarat personal
2. Cara transportasi
13
Tujuan memindahkan penderita dengan cepat tetapi selamat.
a. Puskesmas
1. Resusitasi.
minor.
4. Personal yang dibutuhkan satu dokter umum dan dua sampai tiga
14
Dapat menggulangi Keadaan bencana.
IGD maka perlu pendidikan lanjutan misalnya DIII, S1, S2 agar dasar
ilmiahnya kuat.
3. Pembiayaan
Askes / Jamsostek
Dana sehat
Subsidi pemerintah
ditunjukkan kepada pasien gawat darurat yaitu pasien yang tiba-tiba berada dalam
15
keadaan gawat atau akan menjadi gawat dan terancam nyawanya/ anggota badannya
(akan menjadi cacat) bila tidak mendapat pertolongan secara cepat dan tepat.
lebih luas terhadap kondisi klinis pada berbagai keaadaan yang bersifat
pelayanan multidisiplin.
kegawatdaruratan
yg ada di masyiarakat.
pendidikan kesehatan
16
l. mengkoordinasikan dan melaporkan kepada istitusi terkait terhadap
lintas,bencana/KLB dll)
gawat darurat
2. Kewenangan perawat
memberi bantuan)
17
Respect (menghargai pasien sebagai manusia seutuhnya)
3. Komunikasi keperawatan
seutuhnya.
3. Hal-hal yang harus dihindari perawat gawat darurat pada saat mewawancarai
pasien.
18
a. Cegah untuk tidak menyalahkan, memojokkan, memberikan sebutan
a. Caring (sikap pengusahan yang peduli dan selalu ingin memberikan bantuan)
19
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPILAN
yang efektif. Dalam berbagai situasi kelima-limanya bisa ditukar satu sama lain.
Misalnya, empati dan kepedulian dapat diekspresikan melalui pesan nonverbal kontak
mata dan anggukan kepala. Adapun, validasi, kejujuran, dan kepercayaan dapat
diekspresikan melalui self disclosure atau keterbukaan diri (kreps dan thornton, 1984:
105 - 106).
penanganan atau tindakan dengan segera untuk menghilangkan ancaman nyawa korban.
Sebenarnya dalam tubuh kita terdapat berbagai organ dan ancaman nyawa korban.
Sebenarnya dalam tubuh kita terdapat berbagai organ dan semua itu terbentuk dari sel-sel,
sel tersebut akan tetap hidup bila pasokan oksigen tidak terhenti, dan kematian tubuh itu
akan timbul jika sel tidak bias mendapatkan pasokan oksigen. Kematian ada dua macam
yaitu mati klinis dan mati biologis, mati klinis adalah apabila seorang penderita henti
nafas dan henti jantung, waktunya 6-8 menit setelah terhentikan pernapasan dan system
pernapasan sirkulasi tubuh sedangkan mati biologis adalah mulai terjadinya kerusakan
sel-sel otak dan waktunya dimulai 6-8 menit setelah berhentinyasystem pernapasan dan
20
B. SARAN
Untuk menjadi pribadi perawat yang baik dan dapat diterima dalamsebuah interaksi
21
DAFTAR REFERENSI BUKU
22
DAFTAR PUSTAKA
Jakarta 2008
baru
Brubber & suddart. 2002. Buku ajar keperawatan medical bedah. EGC.
Jakarta
Jakarta.
http://www.download.portalgaruda.org/article.php?article
23
24