Anda di halaman 1dari 22

MK.

Keperawatan Paliatif dan Menjelang Ajal

MAKALAH KELOMPOK 5

KOMUNIKASI TERAPEUTIK PADA PERAWATAN PALIATIF

DOSEN PEMBIMBING :
Ns. Erna Marni, M.Kep

DISUSUN OLEH KELOMPOK 4 :

Ardiyansyah 19031005
Nissa Hidayah 19031013
Liza Ermita 19031029
Lydia Prastika Pratami Yeti 19031035
Widya Aprilia Ningsih 19031035
PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN
STIKES HANG TUAH PEKANBARU
PEKANBARU
2021

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah terkait “Komunikasi Terapeutik
pada Keperawatan Paliatif” ini dengan baik.
Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi salah satu tugas
dalam mata kuliah Keperawatan Paliatif dan Menjelang Ajal. Selain itu, kami juga berharap
makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta pengetahuan kita semua.
Kami menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari sempurna dan masih banyak
kekurangan. Semoga apa yang dituangkan dalam makalah ini dapat bermanfaat khususnya
bagi kami dan umumnya teman-teman yang membaca. Dengan ini, kami memohon maaf
apabila terdapat kesalahan kata, kalimat maupun bahasa yang kurang berkenan dan kami
mohon kritik dan saran yang membangun demi perbaikan di masa depan. Untuk itu, kritik
dan saran dari semua pihak sangat diharapkan demi penyempurnaan makalah ini.

Pekanbaru, 02 Oktober 2021

Kelompok 5

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................................1
DAFTAR ISI..............................................................................................................................2
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang....................................................................................................................3
1.2 Tujuan Penulisan................................................................................................................4
1.2.1 Tujuan Umum..............................................................................................................4
1.2.2 Tujuan Khusus.............................................................................................................4
1.3 Manfaat Penulisan..............................................................................................................4
BAB II LANDASAN TEORI
2.1 Definisi Paliatif Care...........................................................................................................5
2.2 Prinsip Komunikasi dalam Perawatan Paliatif................................................................5
2.3 Masalah-Masalah Komunikasi..........................................................................................6
2.4 Komunikasi pada Pasien dengan Penyakit Kronis..........................................................6
2.5 Komunikasi pada Pasien yang Tidak Sadar.....................................................................8
2.6 Hambatan untuk Komunikasi Efektif dalam Perawatan Paliatif.................................13
2.7 Langkah-Langkah Menyampaikan Berita Buruk dalam Perawatan Paliatif..............14
BAB III PEMBAHASAN
3.1 Role Play............................................................................................................................17
BAB IV PENUTUP
4.1 Kesimpulan........................................................................................................................20
4.2 Saran..................................................................................................................................20
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................21

2
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Perawatan paliatif adalah pendekatan yang bertujuan untuk meningkatkan


kualitas hidup pasien (dewasa dan anak-anak) dan keluarga dalam menghadapi penyakit
yang mengancam jiwa, dengan cara meringankan penderita dari rasa sakit melalui
identifikasi dini, pengkajian yang sempurna, dan penatalaksanaan nyeri serta masalah
lainnya baik fisik, psikologis, sosial atau spiritual. Penyakit dengan perawatan paliatif
merupakan penyakit yang sulit atau sudah tidak dapat disembuhkan, perawatan paliatif
ini bersifat meningkatkan kualitas hidup (World Health Organization (WHO), 2016).
Perawatan paliatif meliputi manajemen nyeri dan gejala; dukungan psikososial,
emosional, dukungan spiritual; dan kondisi hidup nyaman dengan perawatan yang tepat,
baik dirumah, rumah sakit atau tempat lain sesuai pilihan pasien. Perawatan paliatif
dilakukan sejak awal perjalanan penyakit, bersamaan dengan terapi lain dan
menggunakan pendekatan tim multidisiplin untuk mengatasi kebutuhan pasien dan
keluarga mereka (Canadian Cancer Society, 2016). Seiring dengan berkembangnya
bidang ilmu ini, ruang lingkup dari palliative care yang dulunya hanya terfokus pada
memberikan kenyamanan bagi penderita, sekarang telah meluas menjadi perawatan
holistik yang mencakup aspek fisik, sosial, psikologis, dan spiritual.
Perubahan perspektif ini dikarenakan semakin hari semakin banyak pasien yang
menderita penyakit kronis sehingga tuntutan untuk suatu perkembangan adalah mutlak
adanya. Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang direncanakan secara sadar,
bertujuan dan kegiatannya dipusatkan untuk kesembuhan pasien. Komunikasi terapeutik
mengarah pada bentuk komunikasi interpersonal. Suatu bentuk pelayanan kesehatan
kepada masyarakat yang didasarkan pada ilmu dan kiat keperawatan berbentuk
pelayanan bio-psiko-sosial-kultural dan spiritual yang didasarkan pada pencapaian
kebutuhan dasar manusia. (Suparyanto, 2010).

3
Komunikasi perawat dengan pasien khususnya sangatlah penting. Perawat harus
bisa menerapkan komunikasi terapeutik. Komunikasi terapeutik diterapkan tidak hanya
pada pasien sadar saja, namun pada pasien tidak sadar juga harus diterapkan komunikasi
terapeutik tersebut. Pasien tak sadar atau yang sering disebut “koma” merupakan pasien
yang fungsi sensorik dan motorik pasien mengalami penurunan sehingga seringkali
stimulus dari luar tidak dapat diterima klien dan klien tidak dapat merespons kembali
stimulus tersebut. Namun meskipun pasien tersebut tak sadar, organ pendengaran pasien
merupakan organ terakhir yang mengalami penurunan penerimaan rangsangan.

1.2 Tujuan Penulisan


1.2.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui tentang prinsip komunikasi perawatan palliative.


1.2.2 Tujuan Khusus
a. Mahasiswa mampu menjelaskan hambatan dalam berkomunikasi
b. Mahasiswa mampu menerapkan prinsip komunikasi dalam perawatan
palliative

1.3 Manfaat Penulisan


1. Bagi Pembaca
Dapat memberikan informasi dan pengetahuan mengenai prinsip komunikasi
dalam perawatan paliatif
2. Bagi Mahasiswa
Dapat dijadikan sumber pengetahuan tentang prinsip komunikasi dalam
perawatan paliatif dan dapat dijadikan sumber referensi mengenai prinsip
komunikasi dalam perawatan paliatif.
3. Bagi Institusi Pendidikan
Dapat menambah kumpulan hasil tugas mahasiswa mengenai prinsip komunikasi
dalam perawatan paliatif yang dapat digunakan sebagai kumpulan referensi untuk
mahasiswa kesehatan.
4. Bagi Perawat
Dapat dijadikan sumber pengetahuan dalam melakukan asuhan keperawatan
terutama perawatan paliatif terhadap pasien.

4
BAB II
LANDASAN TEORI

2.1 Definisi Paliatif Care


Perawatan paliatif adalah pendekatan yang bertujuan meningkatkan kualitas
hidup pasien (dewasa dan anak-anak) dan keluarga dalam menghadapi penyakit yang
mengancam jiwa, dengan cara meringankan penderitaan rasa sakit melalui identifikasi
dini, pengkajian yang sempurna, dan penatalaksanaan nyeri serta masalah lainnya baik
fisik, psikologis, sosial atau spiritual. (WHO, 2016).

2.2 Prinsip Komunikasi dalam Perawatan Paliatif


Menurut Deddy (dalam Sikumbang, 2014) Komunikasi adalah proses berbagi
makna melalui perilaku verbal maupun nonverbal. Menurut Mundakir (dalam
Walansendow dkk, 2017) Komunikasi merupakan proses yang dilakukan perawat dalam
menjaga kerjasama yang baik dengan klien dalam membantu memenuhi kebutuhan
kesehatan klien, maupun dengan tenaga kesehatan lain dalam rangka membantu
mengatasi masalah klien. Proses komunikasi merupakan aktivitas yang mendasar bagi
manusia sebagai makhluk sosial.

Inti dari perawatan paliatif adalah kemampuan komunikasi yang baik.


Mendengarkan secara aktif merupakan kemampuan yang membutuhkan latihan, namun
tanpa adanya hal tersebut keluhan utama pasien tidak kita dapatkan. Memberikan
informasi membutuhkan kemampuan dan latihan yang sama, selain itu dibutuhkan untuk
mengalokasikan waktu secukupnya. Masing-masing individu membutuhkan (dan
menginginkan) tingkat informasi yang berbeda-beda. Beberapa mungkin hanya
mendapatkan informasi yang terbatas terkait dengan diagnosis.seorang yang profesional
perlu memperhatikan hal-hal penting, baik pada saat pemberian informasi maupun berita
yang bersifat rahasia.
5
Perawatan yang dilakukan oleh keluarga merupakan hal penting dalam
menerapkan terapi holistik pada pasien dan (sesuai dengan persetujuan pasien) jika
dimungkinkan harus dibicarakan secara bersama-sama. cara tersebut dapat mencegah
terjadinya situasi dimana pasien dan keluarganya tidak memberikan informasi yang
sebenarnya karena mereka melindungi rahasia masing-masing. Kepekaan khusus
dibutuhkan pada tahap tertentu dari perjalanan hidup pasien. berita buruk mungkin
membutuhkan beberapa waktu untuk disampaikan kepada pasien (misalnya pada saat
penyampaian diagnosis, kegagalan terapi dan komplikasi).

Pada penyakit yang bersifat lanjut, tiap individu menbutuhkan dukungan untuk
menyuarakan pemikirannya tentang masa depan sehingga mereka mulai dapat membuat
rencana untuk mewujudkannya (Kresnoadi, dalam Anshori, 2013).

2.3 Masalah-Masalah Komunikasi


Masalah-masalah ketika keadaan pasien bertambah parah, komunikasi dapat pula
menjadi menurun. Penurunan komunikasi tersebut dapat disebabkan karena beberapa
faktor. Pertama, kematian masih merupakan tema yang tabu didalam masyarakat
sehingga masih jarang dibicarakan. Kedua, pendapat yang salah mengenai apa yang
orang lain ingin dengar. Pasien takut akan membuat keluarga atau staf medis merasa
tidak enak karena pasien menanyakan pertanyaan-pertanyaan tentang kematian.

Anggota-anggota keluarga mungkin juga tidak mau membahas mengenai masalah


kematian pasien karena takut pasien belum mengetahui bahwa mereka tidak lagi
memiliki harapan hidup yang panjang sehingga keluarga merasa bahwa pembicaraan
mengenai harapan hidup pasien akan membuat pasien stress sehingga membuat kondisi
medis semakin memburuk. Ketiga, setiap prinsip-prinsip dalam komunikasi, secara tidak
langsung memiliki alasan-alasan pribadi yang kuat untuk tidak mau mendiskusikan
kematian. Kebanyakan pasien tidak ingin mendengar jawaban-jawaban dari penyakitnya
yang mereka tidak tanyakan walaupun sebenarnya mereka ingin mengetahui jawabannya.
Hal ini dikarenakan pasien merasa takut menghadapi jawaban bahwa mereka difonis
tidak dapat disembuhkan lagi serta tidak lagi memiliki harapan hidup yang panjang
(Damayanti,dkk, 2008).

2.4 Komunikasi pada Pasien dengan Penyakit kronis


Penyakit kronik adalah suatu penyakit yang perjalanan penyakit berlangsung
lama sampai bertahun-tahun, bertambah berat, menetap dan sering kambuh.

6
(Purwaningsih dan Karbina, 2009). Ketidakmampuan/ketidakberdayaan merupakan
persepsi individu bahwa segala tindakannya tidak akan mendapatkan hasil atau suatu
keadaan dimana individu kurang dapat mengendalikan kondisi tertentu atau kegiatan
yang baru dirasakan. (Purwaningsih dan Karbina, 2009).

Tiap fase yang di alami oleh pasien kritis mempunyai karakteristik yang berbeda.
Sehingga perawat juga memberikan respon yang berbeda pula. Dalam berkomunikasi
perawat juga harus memperhatikan pasien tersebut berada di fase mana, sehingga mudah
bagi perawat dalam menyesuaikan fase kehilangan yang di alami pasien.

1. Fase Denial ( pengikraran )


Reaksi pertama individu ketika mengalami kehilangan adalah syok. Tidak
percaya atau menolak kenyataan bahwa kehilangn itu terjadi dengan mengatakan
“ Tidak, saya tidak percaya bahwa itu terjadi “. Bagi individu atau keluarga yang
mengalami penyakit kronis, akan terus menerus mencari informasi tambahan.
Reaksi fisik yang terjadi pada fase pengikraran adalah letih,lemah, pucat, mual,
diare, gangguan pernafasan, detak jantung cepat, menangis, gelisah dan tidak tau
harus berbuat apa. Reaksi tersebut di atas cepat berakhir dlam waktu beberapa
menit sampai beberapa tahun.
Teknik komunikasi yang di gunakan :
a. Memberikan kesempatan untuk menggunakan koping yang kontruktif
dalam menghadapi kehilangan dan kematian
b. Selalu berada di dekat klien
c. Pertahankan kontak mata
2. Fase anger ( marah )
Fase ini di mulai dari timbulnya kesadaran akan kenyataan yang terjadinya
kehilangan. Individu menunjukkan perasaan yang meningkat yang sering di
proyeksikan kepada orang yang ada di sekitarnya, orang –orang tertentu atau di
tunjukkan pada dirinya sendiri. Tidak jarang dia menunjukkan prilaku agresif,
bicara kasar, menolak pengobatan, dan menuduh perawat ataupun dokter tidak
becus. Respon fisik yang sering terjadi pada fase ini antara lain, muka merah,
nadi cepat, gelisah, susah tidur, tangan menggepai.
Teknik komunikasi yang di gunakan adalah:

7
Memberikan kesempatan pada pasien untuk mengekspresikan
perasaannya dan mendengarkan.
3. Fase bargaining ( tawar menawar )
Apabila individu sudah mampu mengungkapkan rasa marahnya secara
intensif, maka ia akan maju pada fase tawar menawar dengan memohon
kemurahan tuhan. Respon ini sering di nyataka dengan kata kata “ kalau saja
kejadian ini bisa di tunda, maka saya akan selalu berdoa “ . apabila proses
berduka ini di alami keluarga, maka pernyataan seperti ini sering di jumpai “
kalau saja yang sakit bukan anak saya
Teknik komunikasi yang di gunakan adalah:
Memberi kesempatan kepada pasien untuk menawar dan menanyakan
kepada pasien apa yang di ingnkan
4. Fase depression
Individu fase ini sering menunjukkan sikap antara lain menarik diri, tidak
mau berbicara, kadang kadang bersikap sebagai pasien yang sangat baik dan
menurut atau dengan ungkapan yang menyatakan keputusasaan, perasaan tidak
berharga. Gejala fisik yang sering di perlihatkan adalah menolak makan, susah
tidur, letih, dorongan libugo menurun
Teknik komunikasi yang di gunakan adalah:
Jangan mencoba menenangkan klien dan biarkan klien dan keluarga
mengekspresikan kesedihannya.
5. Fase acceptance ( penerimaan )
Fase ini berkaitan dengan reorganisasi perasaan kehilangan. Fase
menerima ini biasanya di nyatakan dengan kata kata ini “ apa yang dapat saya
lakukan agar saya cepat sembuh?” Apabila individu dapat memulai fase fase
tersebut dan masuk pada fase damai atau penerimaan, maka dia akan dapat
mengakhiri proses berduka dan mengatasi perasaan kehilnagannya secara tuntas.
Tapi apabila individu tetep berada pada salah satu fase dan tidak sampai pada fase
penerimaan. Jika mengalami kehilangan lagi sulit baginya masuk pada fase
penerimaan.
Teknik komunikasi yang di gunakan perawat adalah:
Meluangkan waktu untuk klien dan sediakan waktu untuk
mendiskusikan perasaan keluarga terhadap kematian pasien.

8
2.5 Komunikasi pada Pasien yang Tidak Sadar
Komunikasi dengan pasien tidak sadar merupakan suatu komunikasi dengan
menggunakan teknik komunikasi khusus/terapeutik dikarenakan fungsi sensorik dan
motorik pasien mengalami penurunan sehingga seringkali stimulus dari luar tidak dapat
diterima klien dan klien tidak dapat merespons kembali stimulus tersebut.
Ada karakteristik komunikasi yang berbeda pada klien tidak sadar ini, kita tidak
menemukan feed back (umpan balik), salah satu elemen komunikasi. Ini dikarenakan
klien tidak dapat merespon kembali apa yang telah kita komunikasikan sebab pasien
sendiri tidak sadar. Nyatanya dilapangan atau di banyak rumah sakit seperti di Intensif
Care Unit (ICU), Intensif Cardio Care Unit (ICCU) dan lain sebagainya, sering
mengabaikan komunikasi terapeutik dengan pasien ketika mau melakukan sesuatu
tindakan atau bahkan suatu intervensi.
Hal ini yang menjadi banyak perdebatan sebagian kalangan, ada yang
berpendapat dia adalah pasien tidak sadar mengapa kita harus berbicara, sedangkan
sebagian lagi berpendapat walau dia tidak sadar dia juga masih memiliki rasa atau masih
mengetahui apa yang kita perbuat, maka kita harus berkomunikasi walau sebagian orang
beranggapan janggal. Maka dari itu kita sebagai perawat diajarkan komunikasi terapeutik
untuk menghargai perasaan pasien serta berperilaku baik terhadap pasien sekalipun dia
berada dalam keadaan yang tidak sadar atau sedang koma.

1. Fungsi Komunikasi Dengan Pasien Tidak Sadar


Menurut Pastakyu (2010), Komunikasi dengan klien dalam proses
keperawatan memiliki beberapa fungsi, yaitu:
a. Mengendalikan Perilaku
Pada klien yang tidak sadar, karakteristik pasien ini adalah tidak memiliki
respon dan klien tidak ada perilaku, jadi komunikasi dengan pasien ini
tidak berfungsi sebagai pengendali prilaku. Secara tepatnya pasien hanya
memiliki satu perilaku yaitu pasien hanya berbaring, imobilitas dan tidak
9
melakukan suatu gerakan yang berarti. Walaupun dengan berbaring ini
pasien tetap memiliki prilaku negatif yaitu tidak bisa mandiri.
b. Perkembangan Motivasi
Pasien tidak sadar terganggu pada fungsi utama mempertahankan
kesadaran, tetapi klien masih dapat merasakan rangsangan pada
pendengarannya. Perawat dapat menggunakan kesempatan ini untuk
berkomunikasi yang berfungsi untuk pengembangan motivasi pada klien.
Motivasi adalah pendorong pada setiap klien, kekuatan dari diri klien
untuk menjadi lebih maju dari keadaan yang sedang ia alami. Fungsi ini
akan terlihat pada akhir, karena kemajuan pasien tidak lepas dari motivasi
kita sebagai perawat, perawat yang selalu ada di dekatnya selama 24 jam.
Mengkomunikasikan motivasi tidak lain halnya dengan pasien yang sadar,
karena klien masih dapat mendengar apa yang dikatakan oleh perawat.
c. Pengungkapan Emosional
Pada pasien tidak sadar, pengungkapan emosional klien tidak ada,
sebaliknya perawat dapat melakukannya terhadap klien. Perawat dapat
berinteraksi dengan klien. Perawat dapat mengungkapan kegembiraan,
kepuasan terhadap peningkatan yang terjadi dan semua hal positif yang
dapat perawat katakan pada klien. Pada setiap fase kita dituntut untuk
tidak bersikap negatif terhadap klien, karena itu akan berpengaruh secara
tidak langsung/langsung terhadap klien. Sebaliknya perawat tidak akan
mendapatkan pengungkapan positif maupun negatif dari klien. Perawat
juga tidak boleh mengungkapkan kekecewaan atau kesan negatif terhadap
klien. Pasien ini berkarakteristik tidak sadar, perawat tidak dapat
menyimpulkan situasi yang sedang terjadi, apa yang dirasakan pada klien
pada saat itu. Kita dapat menyimpulkan apa yang dirasakan klien terhadap
apa yang selama ini kita komunikasikan pada klien bila klien telah sadar
kembali dan mengingat memori tentang apa yang telah kita lakukan
terhadapnya.
d. Informasi
Fungsi ini sangat lekat dengan asuhan keperawatan pada proses
keperawatan yang akan kita lakukan. Setiap prosedur tindakan
keperawatan harus dikomunikasikan untuk menginformasikan pada klien

10
karena itu merupakan hak klien. Klien memiliki hak penuh untuk
menerima dan menolak terhadap tindakan yang akan kita berikan. Pada
pasien tidak sadar ini, kita dapat meminta persetujuan terhadap keluarga,
dan selanjutnya pada klien sendiri. Pasien berhak mengetahui apa saja
yang akan perawat lakukan pada klien. Perawat dapat memberitahu
maksud tujuan dari tindakan tersebut, dan apa yang akan terjadi jika kita
tidak melakukan tindakan tersebut kepadanya.
Hampir dari semua interaksi komunikasi dalam proses keperawatan
menjalankan satu atau lebih dari ke empat fungsi di atas. Dengan kata
lain, tujuan perawat berkomunikasi dengan klien yaitu untuk menjalankan
fungsi tersebut. Dengan pasien tidak sadar sekalipun, komunikasi penting
adanya. Walau, fungsi yang dijalankan hanya salah satu dari fungsi di
atas. Untuk dipertegas, walau seorang pasien tidak sadar sekali pun, ia
merupakan seorang pasien yang memiliki hak-hak sebagai pasien yang
harus tetap kita penuhi.
Komunikasi yang dilakukan perawat bertujuan untuk membentuk
hubungan saling percaya, empati, perhatian, autonomi dan mutualitas.
Pada komunikasi dengan pasien tidak sadar kita tetap melakukan
komunikasi untuk meningkatkan dimensi ini sebagai hubungan membantu
dalam komunikasi terapeutik.
2. Cara Berkomunikasi dengan Pasien Tak Sadar
Menurut Pastakyu (2010), Cara berkomunikasi dengan klien dalam proses
keperawatan adalah berkomunikasi terapeutik. Pada klien tidak sadar perawat
juga menggunakan komunikasi terapeutik. Komunikasi terapeutik adalah
komunikasi yang direncanakan secara sadar, bertujuan dan kegiatannya
dipusatkan untuk kesembuhan klien. Dalam berkomunikasi kita dapat
menggunakan teknik-teknik terapeutik, walaupun pada pasien tidak sadar ini kita
tidak menggunakan keseluruhan teknik. Adapun teknik yang dapat diterapkan,
meliputi:
a. Menjelaskan
Dalam berkomunikasi perawat dapat menjelaskan apa yang akan
perawat lakukan terhadap klien. Penjelasan itu dapat berupa intervensi

11
yang akan dilakukan kepada klien. Dengan menjelaskan pesan secara
spesifik, kemungkinan untuk dipahami menjadi lebih besar oleh klien.
b. Memfokuskan
Memfokuskan berarti memusatkan informasi pada elemen atau konsep
kunci dari pesan yang dikirimkan. Perawat memfokuskan informasi
yang akan diberikan pada klien untuk menghilangkan ketidakjelasan
dalam komunikasi.
c. Memberikan Informasi
Fungsi berkomunikasi dengan klien salah satunya adalah memberikan
informasi. Dalam interaksi berkomunikasi dengan klien, perawat dapat
memberi informasi kepada klien. Informasi itu dapat berupa intervensi
yang akan dilakukan maupun kemajuan dari status kesehatannya,
karena dengan keterbukaan yang dilakukan oleh perawat dapat
menumbuhkan kepercayaan klien dan pendorongnya untuk menjadi
lebih baik.
d. Mempertahankan ketenangan
Mempertahankan ketengan pada pasien tidak sadar, perawat dapat
menujukkan dengan kesabaran dalam merawat klien. Ketenangan yang
perawat berikan dapat membantu atau mendorong klien menjadi lebih
baik. Ketenangan perawat dapat ditunjukan kepada klien yang tidak
sadar dengan komunikasi non verbal. Komunikasi non verbal dapat
berupa sentuhan yang hangat. Sentuhan adalah transmisi pesan tanpa
kata-kata, merupakan salah satu cara yang terkuat bagi seseorang untuk
mengirimkan pasan kepada orang lain. Sentuhan adalah bagian yang
penting dari hubungan antara perawat dan klien.
Pada dasarnya komunikasi yang akan dilakukan pada pasien tidak sadar
adalah komunikasi satu arah. Komunikasi yang hanya dilakukan oleh
salah seorang sebagai pengirim dan diterima oleh penerima dengan
adanya saluran untuk komunikasi serta tanpa feed back pada penerima
yang dikarenakan karakteristik dari penerima sendiri, yaitu pada point
ini pasien tidak sadar. Untuk komunikasi yang efektif dengan kasus
seperti ini, keefektifan komunikasi lebih diutamakan kepada perawat

12
sendiri, karena perawat lah yang melakukan komunikasi satu arah
tersebut.

3. Prinsip-Prinsip Berkomunikasi Dengan Pasien Yang Tidak Sadar


Menurut Pastakyu (2010), Pada saat berkomunikasi dengan klien yang tidak
sadar, hal-hal berikut perlu diperhatikan, yaitu:
a. Berhati-hati melakukan pembicaraan verbal di dekat klien, karena ada
keyakinan bahwa organ pendengaran merupakan organ terakhir yang
mengalami penurunan penerimaan, rangsangan pada klien yang tidak sadar.
Klien yang tidak sadar seringkali dapat mendengar suara dari lingkungan
walaupun klien tidak mampu meresponnya sama sekali.
b. Ambil asumsi bahwa klien dapat mendengar pembicaraan perawat.
Usahakan mengucapkan kata dan menggunakan nada normal dan
memperhatikan materi ucapan yang perawat sampaikan dekat klien.
c. Ucapkan kata-kata sebelum menyentuh klien. Sentuhan diyakini dapat
menjadi salah satu bentuk komunikasi yang sangat efektif pada klien
dengan penurunan kesadaran.
d. Upayakan mempertahankan lingkungan setenang mungkin untuk membantu
klien fokus terhadap komunikasi yang perawat lakukan.

2.6 Hambatan untuk Komunikasi Efektif dalam Perawatan Paliatif


1. Hambatan dari professional perawatan kesehatan
a. Ketakutan, hal ini mungkin dikarenakan oleh sebagai berikut:
- Takut mengganggu pasien
- Takut menimbulkan lebih banyak bahaya daripada kebaikan
- Tidak dapat menjawab pertanyaan pasien
- Berurusan dengan reaksi emosional pasien

13
- Takut menjawab salah dan menimbulkan masalah
b. Keyakinan
- Bahwa masalah emosional tidak dapat dihindari pada pasien dengan
penyakit serius dan tidak ada yang dapat dilakukan tentang mereka
- Bahwa bukan peran saya untuk membahas hal-hal tertentu. Ini harus
didiskusikan dengan anggota tim senior
- Berbicara tentang kekhawatiran yang tidak dapat diselesaikan akan
memunculkan harapan

c. Ketrampilan yang tidak memadai


- Tidak mengetahui bagaimana menilai pengetahuan dan persepsi
- Tidak dapat mengintegrasikan medis, psikologis, agenda sosial dan
spiritual
- Tidak tahu bagaimana memindahkan perasaan nyaman dan tidak masuk
akal
- Menjadi tidak pasti bagaimana menangani situasi komunikasi tertentu
seperti melanggar berita buruk, pertanyaan sulit, kolusi, menangani
kemarahan, penolakan
d. Kurangnya dukungan
- Merasa bahwa tidak ada dukungan untuk pasien setelah masalah
teridentifikasi
- Konflik dalam tim
2. Hambatan dari pasien
a. Kekhawatiran
- Khawatir tidak memiliki kemampuan untuk mengatasi
- Khawatir kehilangan kendali di depan orang asing
- Dari stigmatisasi dengan mengakui masalah psikologis
b. Kepercayaan
- Profesional kesehatan dianggap terlalu sibuk
- Perawat hanya peduli dengan aspek perawatan, misalnya perawat dengan
perawatan fisik, dokter dengan penyakit dan kekhawatiran terkait
perawatan

14
c. Kesulitan
- Tidak dapat mengungkapkan perasaan mereka.
- Tidak dapat menemukan kata-kata yang tepat.
- Ketika mereka mencoba mengungkapkan keprihatinan mereka kepada
para profesional perawatan kesehatan, isyarat terpenuhi dengan jarak
yang tidak memiliki penguasaan bahasa yang cukup baik

2.7 Langkah-Langkah Menyampaikan Berita Buruk dalam Perawatan Paliatif


1. Bersiaplah untuk menceritakan kabar buruk
Dapatkan semua informasi yang mungkin tentang pasien dan keluarga mereka.
(Genogram sangat berguna untuk cepat mengasimilasi orang-orang penting dalam
kehidupan pasien, dan jaringan hubungan dalam keluarga)
2. Baca catatan pasien (Informasi diagnostik, Hasil tes, Pemahaman tentang riwayat
klinis pasien, Sistem pendukung untuk individu, Latar belakang pengetahuan
tentang kehidupan pasien).
3. Diskusikan dengan anggota tim yang lain, dan kemudian pilih anggota tim yang
paling tepat untuk memecahkan berita buruk. Tentukan anggota tim mana yang
harus hadir selama wawancara. Pastikan ada juru bahasa atau advokat yang hadir
untuk mereka yang memiliki kebutuhan khusus atau kesulitan bahasa.
4. Periksa
Bahwa Anda memiliki:
- Tempat privasi di mana tidak akan ada interupsi. Cabut telepon dan matikan
telepon selular, dll.
- Tissue dan gelas minum
- Waktu untuk melaksanakan proses
5. Rencanakan
Siapkan rencana kasar dalam pikiran Anda dari apa yang ingin Anda capai dalam
komunikasi, dan apa yang Anda ingin hindari dalam berkomunikasi.
6. Atur konteks
- Undang pasien ke tempat privasi

15
- Perkenalkan diri Anda dengan jelas
- Biarkan pasien tahu bahwa mereka memiliki perhatian dan pastikan pasien
merasa nyaman dan tidak terganggu oleh rasa sakit atau kandung kemih
penuh, dll.
- Berikan ' peringatan tembakan ' indikasi bahwa ini bukan pertemuan sosial
atau rutin.
- Duduk pada tingkat mata yang sama satu sama lain dan mudah dijangkau

7. Kaji
- Seberapa banyak pasien sudah tahu
- Berapa banyak yang ingin diketahui pasien
- Bagaimana pasien mengungkapkan dirinya, kata-kata, dan cara apa yang dia
gunakan untuk memahami situasi
8. Dapatkan empati dengan pasien
- Bagaimana rasanya menjadi pasien?
- Bagaimana perasaan pasien?
- Adakah sesuatu yang memprihatinkan pasien yang tidak dia ungkapkan secara
verbal?
- Mekanisme apa yang digunakan pasien di masa lalu untuk menghadapi berita
buruk?
- Apakah pasien memiliki pandangan khusus tentang pemahaman hidup atau
budaya yang mendukung pendekatannya untuk menghadapi situasi tersebut?
- Siapa orang penting dalam hidup pasien?
9. Menanggapi non-verbal maupun verbal petunjuk.
Dorong pasien untuk berbicara dengan mendengarkan dengan hati-hati dan
merespons dengan tepat.
10. Bagikan informasi
- Setelah menghabiskan waktu mendengarkan, gunakan kata-kata pasien untuk
merangkum kisah perjalanan sejauh ini, periksa secara teratur dengan pasien
bahwa Anda telah mendengar cerita dengan benar
- Secara perlahan dan bertahap menarik informasi dari pasien sambil secara
teratur memeriksa bahwa mereka tidak salah memahami apa yang Anda
16
katakan
- Gunakan teknik 'tembakan peringatan' untuk memberi pengantar berita buruk
untuk membantu pasien mempersiapkan diri mereka
- Gunakan diagram untuk membantu memahami dan menyimpan informasi jika
sesuai dan diterima oleh pasien
- Hindari akronim yang mudah disalah pahami

BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Role Play

Di Icu rumash sakit X an.A dirawat. An.A menderita penyakit Acute Limblastik
Leukemia sudah pernah menjalani kemoterapi sebanyak 5 kali namun tidak ada
perkembangan yang berarti. An.A semakin lemah, Hb menurun drastis sehingga ia harus
dirawat di ICU, karena tidak ada peningkatan kesehatan an.A dokter yang menangani
pun memberi tahu perawat B untuk memberikan informasi kepada orang tua an.A
keadaan anak mereka yang semakin memburuk.

Perawat 1 : Selamat pagi ibu bapak


Orangtua : Pagi suster
Perawat 1 : Ibu bapak saya akan memandikan anak bapak dan ibu pagi ini
Orangtua : Oh iya silahkan suster

Perawat kemudian melakukan tugasnya untuk memandikan An.A

Perawat 1 : Baiklah ibu bapak saya sudah selesai memandikan an.A


Ibu : Terimaksih suster
Perawat 1 : Bapak/ibu apakah kita bias bicara sebentar dengan bapak/ibu mengenai
perkembangan anak ibu/bapak?
Ibu : Boleh suster, silahkan saja suster, apa yang terjadi dengan anak kami
suster?
Perawat 1 : Bagaimana kalau kita bicaranya diruang perawat agar lebih nyaman dan
aman ?
17
Ibu : Baiklah suster, tapi siapa yang akan menjaga anak kami
Perawat 1 : Tenang saja bu, ada perawat yang akan menjaga an.A
Ibu : Baiklah suster
Perawat kepada orang tua an.A menuju ruang perawat

Perawat 2 : Silahkan duduk bu,pak


Ibu : Bagaimana keadaan anak kami sus? Apa yang terjadi dengan dia?
Perawat 2 : Begini ibu,bapak saya harap bapak ibu bisa tenang dulu ya, ibu bapak
anak. Ibu dan bapak ini sudah kurang lebih 1 bulan di rawat di ruang ICU
ini, sudah banyak tindakan kedokteran dan keperawatan yang sudah kami
berikan. Namun maaf saya harus menyampaikan informasi yang pastinya
akan menyakitkan bagi bapak dan ibu yaitu bahwa selama perawatan ini
baik dari anak bapak ibu semakin hari keadaannya semakin menurun.
Ibu : (menangis) jadi apa yang harus kami lakukan suster? tolong suster
sembuhkan anak kami
Perawat 2 : Ibu bapak, kami sudah berupaya memberikan tindakan yang terbaik
untuk anak ibu, dokter pun tentunya sudah menjelaskannya kepada bapak
ibu sebelumnya
Bapak : Lakukan lagi suster,agar anak kami tetap bertahan
Perawat 2 : Ibu bapak, kami sudah berusaha semampu kami untuk memberikan
pengobatan dan perawatan yang kami bisa. Tapi kita harus tahu juga ibu
bapak bahwa Tuhan lah yang lebih berkuasa atas semua ini, saya berharap
keluarga dapat menerima keadaan ini, keluarga juga berserah kepada
Tuhan yang maha menentukan hidup dan mati seseorang bu, bapak
Tuhan juga Maha Penyembuh. Tidak ada yang mustahil bagi Nya. Saya
mengerti ini terlalu berat untuk keluargas, tapi seperti yang saya katakana
sebelumnya kita masih punya Tuhan yang Maha penentu matidan
hidupnya seseorang. Jadi keluarga harus lebih kuat untuk menerima
semua ini.
Bapak : Iya suster, terimakasih atas nasehatnya. Lalu apa yang harus kami
lakukan lagi suster? apakah kami harus membawa anak kami pulang?
Perawat 2 : Semua ini keputusan keluarga, kami serahkan sepenuhnya kepada
keluarga apakah akan diteruskan dirawat atau ingin dibawa pulang. Jika

18
keluarga tetap ingin an.A dirumah sakit kami akan tetap memberikan
perawatan yang kami bisa.
Ibu : Biarkanlah anak kami tetap dirawat suster, setidaknya kami sudah
menjalankan tugas kami sebagai orang tua
Perawat 2 : Baiklah jika ini sudah menjadi keputusan ibu dan bapak, kami akan tetap
memberikan perawatan pada an.A
Bapak : Terimakasih suster
Perawat 2 : Iya sama-sama ibu bapak. Baiklah hanya ini yang dapat saya sampaikan,
sekali lagi saya berharap keluarga dapat sabar dan kuat menerimanya.
Jangan lupa untuk terus selalu berdoa untuk kebaikan an.A
Orang tua : Iya suster, kami permisi
Perawat 2 : Iya silahkan bu pak

19
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Perawatan paliatif adalah pendekatan yang bertujuan untuk meningkatkan
kualitas hidup pasien (dewasa dan anak-anak) dan keluarga dalam menghadapi penyakit
yang mengancam jiwa, dengan cara meringankan penderita dari rasa sakit melalui
identifikasi dini, pengkajian yang sempurna, dan penatalaksanaan nyeri serta masalah
lainnya baik fisik, psikologis, sosial atau spiritual. Komunikasi merupakan proses yang
dilakukan perawat dalam menjaga kerjasama yang baik dengan klien dalam membantu
memenuhi kebutuhan kesehatan klien, maupun dengan tenaga kesehatan lain dalam
rangka membantu mengatasi masalah klien. Inti dari perawatan paliatif adalah
kemampuan komunikasi yang baik, kemampuan mendengarkan yang baik, dan kesiapan
dari perawat ataupun pasien untuk melakukan komunikasi. Perawat dalam melakukan
komunikasi paliatif harus memperhatikan kondisi pasien agar pesan dapat tersampaikan
dengan baik.
4.2 Saran
Perawat dalam melakukan komunikasi paliatif harus memperhatikan prinsip
komunikasi dalam perawatan paliatif sesuai dengan kondisi pasien agar pesan dapat
tersampaikan dengan baik dan komunikasi dapat berjalan dua arah.

20
DAFTAR PUSTAKA

Canadian Cancer Society. (2016). Right to Care : Palliative care for all Canadians.

Canada. Diakses pada tanggal 15 November 2016, dari http://www.cancer.ca/en/region-


selector-page/?url=%2fen%2f

Damayanti, dkk. 2008. Penanganan Masalah Sosial dan Psikologis Pasien Kanker Stadium
Lanjut dalam Perawatan Paliatif. Indonesian Journal of Cancer 1: 30-34.

Menkes RI. (2007). Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor :


812/Menkes/Sk/Vii/2007. Tentang Kebijakan Perawatan Paliatif Menteri Kesehatan Republik
Indonesia. Di akses pada 21 Maret 2018 dari http://spiritia.or.id/Dok/skmenkes812707.pdf.

WHO. (2015, July). Definiton Palliative Care. Dipetik November Rabu, 2016, dari World
Health Organization: http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs402/en/ di akses pada
tanggal 30 November 2016

21

Anda mungkin juga menyukai