Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

KEBIJAKAN NASIONAL TERKAIT


PERAWATAN PALIATIF CARE

Disusun Oleh :

MILKA YUNANI K
NPM : 21230092P

Dosen Pembimbing : Ns.Murwati,S.Kep,M.Kes


NIDN : 02-2109-8001
Mata Kuliah : Keperawatan Menjelang Ajal

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN (S1)


FAKULTAS KESEHATAN UNIVERSITAS DEHASEN
BENGKULU
TAHUN AJARAN 2021/2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan karuniaNya penulis dapat
menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya. Adapun judul dari makalah ini adalah
“Kebijakan Nasional Terkait Perawatan Paliatif Care”. Makalah ini disusun untuk memenuhi
salah satu tugas mata kuliah Keperawatan Menjelang Ajal.
Pada Kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada
dosen mata kuliah Keperawatan Menjelang Ajal, Ibu Ns.Murwati,S.Kep,M.Kes dan kepada
pihak-pihak yang turut membantu dalam pembuatan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini tidak menutup kemungkinan
apabila masih terdapat kesalahan dan kekurangan. Dengan lapang dada penulis menerima saran
dan kritiknya baik dari segi materi maupun teknik penulisannya demi menambah wawasan.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi rekan-rekan semua pada
umumnya.

Padang Ulak Tanding, 30 November 2021

PENULIS
MILKA YUNANI K
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR…………………………………………………………………………....i
DAFTAR ISI……………………………………………………………………………………...ii

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang…………………………………………………………………………….…..1
1.2 Rumusan Masalah……………………………………………………………………………..2
1.3 Tujuan Penulisan………………………………………………………………………………2

BAB II PEMBAHASAN
2.1 Kebijakan Nasional Terkait Perawatan Paliatif Care………………………………………….3
2.2 Tujuan dan Sasaran Kebijakan Terkait Perawatan Paliatif……………………………………4
2.3 Lingkup Kegiatan Perawatan Paliatif…………………………………………………………4
2.4 Aspek Medikolegal Perawatan Paliatif………………………………………………………..5
2.5 Sumber Daya Manusia dalam Perawatan Paliatif……………………………………………..6
2.6 Tempat dan Organisasi Perawatan Paliatif……………………………………………………7
2.7 Pembinaan dan Pengawasan Perawatan Paliatif………………………………………………7
2.8 Pengembangan dan Peningkatan Mutu Perawatan Paliatif……………………………………7
2.9 Keputusan Mentri Kesehatan RI terhadap Perawatan Paliatif………………………………...7
2.10. Kajian Etik Tentang Perawatan Paliatif……………………………………………………..9

BAB III PENUTUP


3.1 Kesimpulan………………………………………………………………………………..…13
3.2 Saran…………………………………………………………………………………………13

DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………………………14
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Paliatif adalah perawatan kesehatan terpadu yang bersifat aktif dan menyeluruh, dengan
pendekatan multidisiplin yang terintegrasi. Meski pada akhirnya pasien meninggal dunia,
yang terpenting sebelum meninggal dia sudah siap secara psikologis dan spiritual serta tidak
stres menghadapi penyakit yang di deritanya. Menurut WHO Perawatan Paliatif adalah
pendekatan yang meningkatkan kualitas hidup pasien dan keluarga yang menghadapi
masalah kesehatan yang mengancam jiwa, melalui pencegahan dan tindakan untuk
mengurangi nyeri, masalah fisik, sosial dan spiritual yang dihadapi pasien selama
pengobatan. Prinsip perawatan Paliatif : Menghargai setiap kehidupan, Mengganggap
kematian sebagai proses yang normal, Tidak mempercepat atau menunda kematian,
Menghargai keinginan pasien dalam mengambil keputusan, Menghilangkan nyeri dan
keluhan lain yang mengganggu, Mengintegrasikan aspek psikologs, social dan spiritual
dalam perawatan pasien dan keluarga, Menghindari tindakan medis yang sia-sia,
Memberikan dukungan yang diperlukan agar pasien tetap aktif sesuai dengan kondisinya
sampai akhir hayat, Memberikan dukungan kepada keluarga dalam masa duka cita.
Masyarakat mengganggap perawatan paliatif hanya untuk pasien dalam kondisi terminal
yang akan segera meninggal. Namun konsep baru perawatan paliatif menekankan pentingnya
integrasi perawatan paliatif lebih dini agar masalah fisik, psikososial dan spiritual dapat
diatasi dengan baik. Perawatan paliatif adalah pelayanan kesehatan yang bersifat holistic dan
terintegrasi dengan melibatkan berbagai profesi dengan dasar falsafah bahwa setiap pasien
berhak mendapatkan perawatan terbaik sampai akhir hayatnya.
Keadaan sarana pelayanan perawatan paliatif di Indonesia masih belum merata sedangkan
pasien memiliki hak mendapatkan pelayanan yang bermutu, komprehensif dan holistik, maka
diperlukan kebijakan perawatan paliatif di Indonesia yang memberikan arah bagi sarana
pelayanan kesehatan untuk menyelenggarakan pelayanan perawatan paliatif.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, rumusan masalah dari makalah ini adalah :
1. Apakah ada kebijakan nasional terkait perawatan paliatif care?
2. Apakah tujuan dan sasaran dari kebijakan nasional dalam perawatan paliatif?
3. Apakah Lingkup kegiatan perawatan paliatif?
4. Bagaimanakah aspek medikolegal dalam perawatan paliatif?
5. Apakah sumber daya manusia dalam perawatan paliatif?
6. Apakah tempat dan organisasi perawatan paliatif?
7. Bagaimanakah pembinaan dan pengawasan perawatan paliatif?
8. Bagaimanakah pengembangan dan peningkatan mutu perawatan paliatif?
9. Apakah ada keputusan mentri kesehatan RI terhadap perawatan paliatif?

1.3 Tujuan Penulisan


Tujuan dari makalah ini adalah :
1. Mengetahui apa kebijakan nasional terkait perawatan paliatif.
2. Mengetahui tujuan kebijakan nasional terkait perawatan paliatif.
3. Mengetahui lingkup kegiatan perawatan paliatif.
4. Mengetahui tujuan dan sasaran kebijakan perawatan paliatif.
5. Mengetahui sumber daya manusia dalam perawatan paliatif.
6. Mengetahui tempat dan organisasi perawatan paliatif.
7. Mengetahui pembinaan dan pengawasan peawatan paliatif.
8. Mengetahui pengembangan dan peningkatan mutu perawatan paliatif.
9. Mengetahui keputusan mentri RI terhadap perawatan paliatif.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Kebijakan Nasional Terkait Perawatan Paliatif


Perawatan Paliatif adalah pendekatan yang meningkatkan kualitas hidup pasien dan
keluarga yang menghadapi masalah kesehatan yang berhubungan dengan penyakit yang
dapat mengancam jiwa, melalui pencegahan dan tindakan untuk mengurangi nyeri, masalah
fisik, sosial dan spiritual yang dihadapi pasien selama pengobatan (sumber referensi WHO,
2002).

Kualitas hidup pasien adalah keadaan pasien yang dipersepsikan terhadap keadaan pasien
sesuai konteks budaya dan sistem nilai yang dianutnya, termasuk tujuan hidup , harapan dan
niatnya. Dimensi dari kualitas hidup menurut Jennifer J. Clinch, Deborah Dudgeeon dan
Harvey Schipper (1999) ,adalah :

1. Gejala Fisik
2. Kemampuan fungsional (aktivitas)
3. Kesejahteraan keluarga
4. Spiritual
5. Fungsi sosial
6. Kepuasan terhadap pengobatan (termasuk masalah keuangan)
7. Orientasi masa depan
8. Kehidupan seksual, termasuk gambaran terhadap diri sendiri
9. Fungsi dalam bekerja

Paliatif home care adalah pelayanan perawatan paliatif yang dilakukan di rumah pasien,
oleh tenaga paliatif dan atau keluarga atas bimbingan/pengawasan tenaga paliatif.

Hospis adalah tempat dimana pasien dengan penyakit stadium terminal yang tidak dapat
dirawat di rumah namun tidak melakukan tindakan yang harus dilakukan di rumah sakit
pelayanan yang diberikan tidak seperti dirumah sakit, tetapi dapat memberikan pelayanan
untuk mengendalikan gejala-gejala yang ada, dengan keadaan seperti di rumah pasien
sendiri.

Sarana (fasilitas) kesehatan adalah tempat yang menyediakan layanan kesehatan secara
medis bagi masyarakat. Kompeten adalah keadaan kesehatan mental pasien sedemikian rupa
sehingga mampu menerima dan memahami informasi yang diperlukan dan mampu membuat
keputusan secara rasional berdasarkan informasi tersebut.
2.2 Tujuan dan Sarana Kebijakan Perawatan Paliatif
1. Tujuan
Tujuan umum:
Sebagai payung hukum dan arahan bagi perawatan paliatif di Indonesia
Tujuan khusus:
a. Terlaksananya perawatan paliatif yang bermutu sesuai standar yang berlaku diseluruh
Indonesia
b. Tersusunnya pedoman-pedoman pelaksanaan/juklak perawatan paliatif.
c. Tersedinya tenaga medis dan non medis yang terlatih.
d. Tersedianya sarana dan prasarana yang diperlukan.

2. Sasaran kebijakan pelayanan paliatif


a. Seluruh pasien (dewasa dan anak) dan anggota keluarga, lingkungan yang memerlukan
perawatan paliatif dimanapun pasien berada di seluruh Indonesia
b. Pelaksana perawatan paliatif : dokter, perawat, tenaga kesehatan lainnya dan tenaga
terkait lainnya.
c. Institusi-institusi terkait, misalnya:
1. Dinas kesehatan propinsi dan dinas kesehatan kabupaten/kota
2. Rumah sakit pemerintah dan swasta
3. Puskesmas
4. Rumah perawatan/hospis
5. Fasilitas kesehatan pemerintah dan swasta lain.

2.3 Lingkup Kegiatan Perawatan Paliatif


a. Jenis kegiatan perawatan paliatif meliputi:
1. Penatalaksaan nyeri.
2. Penatalaksanaan keluhan fisik lain.
3. Asuhan keperawatan.
4. Dukungan sosial
5. Dukungan cultural dan spiritual
6. Dukungan persiapan dan selama masa duka cita (bereavement).

b. Perawatan paliatif dilakukan melalui rawat inap, rawat jalan dan kunjungan /rawat rumah.
2.4 Aspek Medikolegal Perawatan Paliatif
1. Persetujuan tindakan medis/informed consent untuk pasien paliatif:
a. Pasien harus memahami pengertian, tujuan dan pelaksanaan perawatan paliatif melalui
komunikasi yang intensif dan berkesinambungan antar tim perawat paliatif dengan
pasien dan keluarganya.
b. Pelaksanaan informed consent atau persetujuan tindakan kedokteran pada dasarnya
dilakukan sebagaimana telah di atur dalam perundang-undangan
c. Meskipun pada umunya hanya tindakan kedokteran (medis) yang membutuhkan
informed consent, tetapi pada perawatan paliatif sebaiknya setiap tindakan yang
berisiko dilakukan informed consent.
d. Baik penerima informasi maupun pemberi persetujuan, diutamakan pasien sendiri
apabila ia masih kompeten, dengan saksi anggota keluarga terdekatnya. Jika pasien
tidak kompeten maka anggota keluarga terdekat yang sudah dipercaya oleh pasien yang
akan melakukannya atas nama pasien.
e. Tim perawatan paliatif sebaiknya mengusahakan untuk memperoleh pesan atau
pernyataan pasien pada saat ia sedang berkompeten tentang apa yang harus atau boleh
atau tidak boleh dilakukan terhadapnya apabila kompetensinya kemudian menurun
(advanced directive). Pesan dapat memuat secara eksplisit tindakan apa yang boleh atau
tidak boleh dilakukan, atau dapat pula hanya menunjuk seseorang yang nantinya akan
mewakilinya dalam membuat keputusan pada saat ia tidak kompeten. Pernyataan
tersebut dibuat tertulis dan akan dijadikan panduan utama bagi tim perawatan paliatif.
f. Pada keadaan darurat, untuk kepentingan terbaik pasien, tim perawatan paliatif dapat
melakukan tindakan kedokteran yang diperlukan, dan informasi dapat diberikan pada
kesempatan pertama.

2. Resisutasi/tidak resusitasi pada pasien paliatif


a. Keputusan dilakukan atau tidak dilakukannya tindakan resusitasi dapat dibuat oleh
pasien yang kompeten atau oleh tim perawat paliatif.
b. Informasi tentang hal ini sebaiknya telah diinformasikan pada saat pasien memasuki
atau memulai perawatan paliatif.
c. Pasien yang kompeten memiliki hak untuk tidak menghendaki resusitasi,sepanjang
informasi adekuat yang dibutuhkannya untuk membuat keputusan telah dipahaminya.
Keputusan tersebut dapat diberikan dalam bentuk pesan (advanced directive) atau
dalam informed consent menjelang ia kehilangan kompetensinya.
d. Keluarga terdekatnya pada dasarnya tidak boleh membuat keputusan tidak resusitasi,
kecuali telah dipesankan dalam advanced directive tertulis. Namun demikian, dalam
keadaan tertentu dan atas pertimbangan tertentu yang layak dan patut, permintaan
tertulis oleh seluruh anggota keluarga dapat dimintakan penetapan pengadilan untuk
pengesahannya.
e. Tim perawat paliatif dapat membuat keputusan untuk tidak melakukan resusitasi sesuai
dengan pedoman klinis di bidang ini, yaitu apabila pasien berada dalam tahap terminal
dan tindakan resusitasi diketahui tidak akan menyembuhkan atau memperbaiki kualitas
hidupnya berdasarkan bukti ilmiah pada saat tersebut.

3. Perawatan pasien paliatif di ICU


a. Pada dasarnya perawatan paliatif pasien di ICU mengikuti ketentuan-ketentuan umum
yang berlaku sebagaimana di uraikan di atas.
b. Dalam menghadapi tahap terminal, tim perawatan paliatif harus mengikuti pedoman
penentuan kematian batang otak dan penghentian peralatan life-sufforting.

4. Masalah medikolegal lainnya pada perawatan pasien paliatif


a. Tim perawatan paliatif bekerja berdasarkan kewenangan yang diberikan oleh pimpinan
rumah sakit, termasuk pada saat melakukan perawatan di rumah sakit.
b. Pada dasarnya tindakan yang bersifat kedokteran harus dikerjakan oleh tenaga medis,
tetapi dengan pertimbangan yang memperhaikan keselamatan pasien tindakan-tindakan
tertentu dapat di delegasikan kepada tenaga kesehatan non medis yang terlatih.
Komunikasi antara pelaksana dengan pembuat kebijakan harus dipelihara.

2.5. Sumber Daya Manusia


a. Pelaksana perawatan paliatif adalah tenaga kesehatan, pekerja sosial, rohaniawan,
keluarga, relawan.
b. Kriteria pelaksana perawatan paliatif adalah telah mengikuti pendidikan/pelatihan
perawatan paliatif dan telah mendapat sertifikat.
c. Pelatihan
1. Modul pelatihan : Penyusunan modul pelatihan dilakukan dengan kerjasama antara
para pakar perawatan paliatif dengan Departemen Kesehatan (Badan Pembinaan dan
Pengembangan Sumber Daya Manusia dan Direktorat Jenderal Bina Pelayanan Medik).
Modul-modul tersebut terdiri dari modul untuk dokter, modul untuk perawat, modul
untuk tenaga kesehatan lainnya, modul untuk tenaga non medis.
2. Pelatih : Pakar perawatan paliatif dari RS pendidikan dan Fakultas Kedokteran c.
Sertifikasi : dari Departemen Kesehatan.
3. Pusat Pelatihan dan Pendidikan Badan PPSDM. Pada tahap pertama dilakukan
sertifikasi pemutihan untuk pelaksana perawatan paliatif di 5 (lima) propinsi yaitu :
Jakarta, Yogyakarta, Surabaya, Denpasar, Makasar. Pada tahap selanjutnya sertifikasi
diberikan setelah mengikuti pelatihan.
d. Pendidikan formal spesialis paliatif (ilmu kedokteran paliatif, ilmu keperawatan
paliatif).
2.6 Tempat dan Organisasi Perawatan Paliatif
Tempat untuk melakukan perawatan paliatif
a. Rumah sakit : Untuk pasien yang harus mendapatkan perawatan yang memerlukan
pengawasan ketat, tindakan khusus atau peralatan khusus.
b. Puskesmas : Untuk pasien yang memrlukan pelayanan rawat jalan.
c. Rumah singgah/panti (hospis) : Untuk pasien yang tidak memerlukan pengawasan
ketat, tindakan khusus atau peralatan khusus, tetapi belum dapat dirawat di rumah
karena masih memerlukan pengawasan tenaga kesehatan.
d. Rumah pasien : Untuk pasien yang tidak memerlukan pengawasan ketat, tindakan
khusus atau peralatan khusus atau keterampilan perawatan yang tidak mungkin
dilakukan oleh keluarga. Organisasi perawatan paliatif, menurut tempat
pelayanan/sarana kesehatannya adalah :
1. Kelompok Perawatan Paliatif dibentuk di tingkat Puskesmas.
2. Unit Perawatan Paliatif dibentuk di Rumah Sakit kelas D, Kelas C dan Kelas B
non Pendidikan.
3. Instalasi Perawatan Paliatif dibentuk di Rumah Sakit Kelas B pendidikan dan
Kelas A.
4. Tata Kerja Organisasi Perawatan Paliatif Bersifat Koordinatif dan Melibatkan
Semua Unsur Terkait.

2.7. Pembinaan Dan Pengawasan


Pembinaan dan pengawasan dilakukan melalui sistem berjenjang dengan melibatkan
perhimpunan profesi terkait. Pembinaan dan pengawasan tertinggi dilakukan oleh
Departemen Kesehatan.

2.8 Pembinaan Dan Pengawasan


Untuk pengembangan dan peningkatan mutu perawatan paliatif diperlukan:
a. Pemenuhan sarana dan peralatan kesehatan dan non kesehatan.
b. Pendidikan dan pelatihan yang berkelanjutan/Continuing Profesional Development
untuk perawatan paliatif (SDM) untuk jumlah, jenis dan kualitas pelayanan.
Menjalankan program keselamatan psien/patient safety.

2.9. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor : 812/Menkes/SK/VII/2007


Tentang Kebijakan Perawatan Paliatif Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Menimbang :
a. Bahwa kasus penyakit yang belum dapat disembuhkan semakin meningkat jumlahnya
baik pada pasien dewasa maupun anak;
b. Bahwa dalam rangka meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan bagi pasien dengan
penyakit yang belum dapat disembuhkan selain dengan perawatan kuratif dan
rehabilitatif juga diperlukan perawatan paliatif bagi pasien dengan stadium terminal;
c. Bahwa sesuai dengan pertimbangan butir a dan b di atas, perlu adanya Keputusan
Menteri Kesehatan tentang Kebijakan Perawatan Paliatif.

Mengingat :
1. Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Tahun
1992 Nomor 100, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3495);
2. Undang-undang Nomor 29 Tahun 2004, tentang Praktik Kedokteran (Lembaran
Negara Tahun 2004 Nomor 116, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4431);
3. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 159b/Menkes/Per/II/1988
tentang Rumah Sakit;
4. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 585/Menkes/Per/IX/1989
tentang Persetujuan Tindakan Medik;
5. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1045/Menkes/Per/XI/2006
tentang Pedoman Organisasi RS di Lingkungan Departemen Kesehatan;
6. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 0588/YM/RSKS/SK/VI/1992 tentang Proyek
Panduan Pelaksanaan Paliatif dan Bebas Nyeri Kanker;
7. Surat Keputusan Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia Nomor 319/PB/A.4/88
tentang Informed Consent;
8. Surat Keputusan Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia Nomor 336/PB/A.4/88
tentang Mati.

MEMUTUSKAN:
Menetapkan :
1. Kesatu : keputusan menteri kesehatan tentang kebijakan perawatan paliatif
2. Kedua : Keputusan Menteri Kesehatan mengenai Perawatan Paliatif sebagaimana
dimaksud Diktum Kesatu sebagaimana tercantum dalam Lampiran I keputusan ini.
3. Ketiga : Surat Persetujuan Tindakan Perawatan Paliatif sebagaimana tercantum dalam
Lampiran II Keputusan ini.
4. Keempat : Pembinaan dan Pengawasan terhadap pelaksanaan keputusan ini dilakukan
oleh Menteri Kesehatan, Dinas Kesehatan Propinsi, Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
sesuai dengan fungsinya dan tugasnya masing-masing.
5. Kelima : Keputusan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan:
6. Keenam : Apabila dikemudian hari terdapat kekeliruan dalam surat keputusan ini, akan
dilakukan perbaikan-perbaikan sebagaimana mestinya.
2.10 Kajian Etik Tentang Perawatan Paliatif
1. Prinsip Dasar Dari Perawatan Paliatif
Perawatan paliatif terkait dengan seluruh bidang perawatan mulai dari medis,
perawatan, psikologis sosial, budaya dan spiritual, sehingga secara praktis, prinsip dasar
perawatan paliatif dapat dipersamakan dengan prinsip pada praktek medis yang baik.
Prinsip dasar perawatan paliatif : ( Rasjidi,2010 )
 Sikap peduli terhadap pasien
Termasuk sensitifitas dan empati Perlu dipertimbangkan segala aspek dari
penderitaan pasien, bukan hanya masalah kesehatan. Pendekatan yang dilakukan
tidak boleh bersifat menghakimi. Faktor karakteristik, kepandaian, suku, agama,
atau faktor individual lainnya tidak boleh mempengaruhi perawatan.
 Menganggap pasien sebagai seorang individu.
Setiap pasien adalah unik meskipun memiliki penyakit ataupun gejala-gejala
yang sama, namun tidak ada satu pasienpun yang sama persis dengan pasien lainnya.
Keunikan inilah yang harus dipertimbangkan dalam merencanakan perawatan paliatif
untuk tiap individu.
 Pertimbangan kebudayaan
Faktor etnis, ras, agama, dan faktor budaya lainnya bisa jadi mempengaruhi
penderitaan pasien. Perbedaan ini harus diperhatikan dalam perencanaan perawatan.
 Pertimbangan kebudayaan
Faktor etnis, ras, agama, dan faktor budaya lainnya bisa jadi mempengaruhi
penderitaan pasien. Perbedaan ini harus diperhatikan dalam perencanaan perawatan.
 Persetujuan
Persetujuan dari pasien adalah mutlak diperlukan sebelum perawatan dimulai
atau diakhiri. Pasien yang telah diberi informasi dan setuju dengan perawatan yang
akan diberikan akan lebih patuh mengikuti segala usaha perawatan.
 Memilih tempat dilakukannya perawatan
Untuk menentukan tempat perawatan, baik pasien dan keluarganya harus ikut
serta dalam diskusi ini. Pasien dengan penyakit terminal sebisa mungkin diberi
perawatan di rumah.
 Komunikasi
Komunikasi yang baik antara dokter dan pasien maupun dengan keluarga adalah
hal yang sangat penting dan mendasar dalam pelaksanaan perawatan paliatif.
 Aspek klinis
Perawatan yang sesuai semua perawatan paliatif harus sesuai dengan stadium
dan prognosis dari penyakit yang diderita pasien. Hal ini penting karena karena
pemberian perawatan yang tidak sesuai, baik itu lebih maupun kurang, hanya akan
menambah penderitaan pasien. Pemberian perawatan yang berlebihan beresiko
untuk memberikan harapan palsu kepada pasien. Hal ini berhubungan dengan
masalah etika yang akan dibahas kemudian. Perawatan yang diberikan hanya
karena dokter merasa harus melakukan sesuatu meskipun itu sia sia adalah tidak etis.
 Perawatan komprehensif dan terkoordinasi dari berbagai bidang profesi perawatan
paliatif memberikan perawatan yang bersifat holistik dan intergratif sehingga
dibutuhkan sebuah tim yang mencakup keseluruhan aspek hidup pasien serta
koordinasi yang baik dari masing masing anggota tim tersebut untuk memberikan
hasil yang maksimal kepada pasien dan keluarga .
 Kualitas perawatan yang sebaik mungkin Perawatan medis secara konsisten,
terkoordinasi dan berkelanjutan. Perawatan medis yang konsisten akan mengurangi
kemungkinan terjadinya perubahan kondisi yang tidak terduga, dimana hal ini akan
sangat mengganggu baik pasien maupun keluarga.
 Pertimbangan kebudayaan
Faktor etnis, ras, agama, dan faktor budaya lainnya bisa jadi mempengaruhi
penderitaan pasien. Perbedaan ini harus diperhatikan dalam perencanaan perawatan.
 Persetujuan
Persetujuan dari pasien adalah mutlak diperlukan sebelum perawatan dimulai
atau diakhiri. Pasien yang telah diberi informasi dan setuju dengan perawatan yang
akan diberikan akan lebih patuh mengikuti segala usaha perawatan.
 Memilih tempat dilakukannya perawatan
Untuk menentukan tempat perawatan, baik pasien dan keluarganya harus ikut
serta dalam diskusi ini. Pasien dengan penyakit terminal sebisa mungkin diberi
perawatan di rumah.
 Komunikasi
Komunikasi yang baik antara dokter dan pasien maupun dengan keluarga adalah
hal yang sangat penting dan mendasr dalam pelaksanaan perawatan paliatif.
 Aspek klinis
Perawatan yang sesuai semua perawatan paliatif harus sesuai dengan stadium
dan prognosis dari penyakit yang diderita pasien. Hal ini penting karena karena
pemberian perawatan yang tidak sesuai, baik itu lebih maupun kurang, hanya akan
menambah penderitaan pasien. Pemberian perawatan yang berlebihan beresiko
untuk memberikan harapan palsu kepada pasien. Hal ini berhubungan dengan
masalah etika yang akan dibahas kemudian. Perawatan yang diberikan hanya
karena dokter merasa harus melakukan sesuatu meskipun itu sia sia adalah tidak etis.
 Perawatan komprehensif dan terkoordinasi dari berbagai bidang profesi perawatan
palitif memberikan perawatan yang bersifat holistik dan intergratif sehingga
dibutuhkan sebuah tim yang mencakup keseluruhan aspek hidup pasien serta
koordinasi yang baik dari masing masing anggota tim tersebut untuk memberikan
hasil yang maksimal kepada pasien dan keluarga .
 Kualitas perawatan yang sebaik mungkin Perawatan medis secara konsisten,
terkoordinasi dan berkelanjutan. Perawatn medis yang konsisten akan mengurangi
kemungkinan terjadinya perubahan kondisi yang tidak terduga, dimana hal ini akan
sangat mengganggu baik pasien maupun keluarga.
 Perawatan yang berkelanjutan
Pemberian perawatan simtomatis dan suportif dari awal hingga akhir
merupakan dasar tujuan dari parawatan paliatf. Masalah yang sering terjadi adalah
pasien dipindahkan dari satu tempat ketempat lain sehingga sulit untuk
mempertahankan komunitas perawatan.
 Mencegah terjadinya kegawatan
Perawatan paliatif yang baik mencakup perencanaan teliti untuk mencegah
terjadinya kegawatan fisik dan emosional yang mungkin terjadi dalam perjalanan
penyakit. Pasien dan keluarga harus diberitahukan sebelumnya mengenai masalah
yang sering terjadi dan membentuk rencana untuk meminimalisasi stress fisik dan
emosional.
 Bantuan kepada sang perawat
Keluarga pasien dengan penyakit lanjut sering kali rentan terhadap stress
fisik dan emosianal terutama apabila pasien dirawat di rumah sehingga perlu
diberikan perhatian khusus kepada mereka, mengingat keberhasilan dari perawatan
paliatif tergantung dari pemberi perawatan.
 Pemeriksaan ulang
Perlu dilakukan pemeriksaan mengenai kondisi pasien secara terus menerus
mengingat pasien dengan penyakit lanjut.

2. Prinsip otonomi
Prinsip otonomi didasarkan pada keyakinan bahwa individu mampu berpikir
logis dan mampu membuat keputusan sendiri. Prinsip otonomi merupakan bentuk
respek terhadap seseorang atau dipandang sebagai persetujuan tidak memaksa dan
bertindak secara rasional.
 Autonomy (Kemandirian)
Prinsip otonomi didasarkan pada keyakinan bahwa individu mampu berpikir
secara logis dan mampu membuat keputusan sendiri. Orang dewasa mampu
memutuskan sesuatu dan orang lain harus menghargainya. Otonomi merupakan hak
kemandirian dan kebebasan individu yang menuntut pembedaan diri, dan perawat
haruslah bisa menghormati dan meghargai kemandirian ini.
 Fidelity (Menepati Janji)
Tanggung jawab besar seorang perawat adalah meningkatkan kesehatan dan
mencegah penyakit dan meminimalkan penderitaan. Untuk mencapai itu perawat
harus memiliki komitmen menepati janji dan menghargai komitmennya kepada
orang lain.
 Non maleficienci (tidak merugikan)
Prinsip ini berati tidak menimbulkan bahaya / cedera fisik dan psikologis pada
klien. Prinsip tidak merugikan, bahwa kita berkewajiban jika melakukan suatu
tindakan agar jangan sampai merugikan orang lain.
 Veracity (kejujuran)
Prinsip veracity berarti penuh dengan kebenaran .Nilai ini diperlikan oleh
pemberi layanan kesehatan untuk menyampaikan kebenaran pada setiap pasien dan
untuk menyakinkan bahwa pasien sangat mengerti.
 Beneficience (berbuat baik)
Beneficience berarti, hanya melakukan sesuatu yang yang baik. Kebaikan
memerlukan pencegahan dari kesalahan atau kejahatan, penghapusan kesalahan
atau kejahatan dan peningkatan kebaikan oleh diri dan orang lain.Terkadang dalam
situsi pelayanan kesehatan, terjadi konflikantara prinsip ini dengan otonomi.
 Justice (keadilan)
Prinsip keadilan dibutuhkan untuk terapi yang sama dan adil terhadap orang
lain yang enjunjung prinsip –prinsip moral, legal dan kemanusiaan. Nilai ini
direfleksikan dalam praktek profesional ketika tim perawatan paliatif bekerja untuk
terapi yang benar sesuai hukum,standar praktek dan keyakinan yang benar untuk
memperoleh kualitas pelayanan kesehatan.
 Kerahasiaaan (Confidentiality)
Aturan dalam prinsip kerahasiaan ini adalah bahwa informasi tentang pasien
harus dijaga privasinya. Apa yang terdapat dalam dokumen catatan kesehatan pasien
hanya boleh dibaca dalam rangka pengobatan pasien. Tak ada satu orangpun dapat
memperoleh informasi tersebut kecuali diijinkan oleh pasien dengan bukti
pesetujuannya.
 Akuntabilitas (accountability)
Prinsip ini berhubungan erat dengan fidelity yang berarti bahwa tanggung
jawab pasti pada setiap tindakan dan dapat digunakan untuk menilai orang lain.
Akuntabilitas merupakan standar yang pasti yang aman tindakan seorang
professional dapat dinilai dalam situasi yang tidak jelas atau tanpa terkecuali.
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Perawatan Paliatif adalah sistem perawatan terpadu yang bertujuan meningkatkan
kualitas hidup dengan cara meringankan nyeri dan penderitaan lain, memberikan dukungan
spiritual dan psikososial mulai saat diagnose ditegakkan sampai akhir hayat dan dukungan
terhadap keluarga yang kehilangan/berduka. Paliatif Care ini bertujuan mengurangi rasa sakit
dan gejala tidak nyaman lainnya, meningkatkan kualitas hidup dan memberikan pengaruh
positif selama sakit, membantu pasien hidup seaktif mungkin sampai saat meninggalnya,
menjawab kebutuhan pasien dan keluarganya termasuk dukungan disaat-saat sedih dan
kehilangan dan membantu agat tabah selama pasien sakit serta disaat sedih.

3.2 Saran
Bagi pembaca makalah ini penulis menyarankan supaya kita semua selalu menerapkan
pola gaya hidup yang baik dan menyehatkan.
DAFTAR PUSTAKA

Cindy nova, 2018, Diambil dalam situs (https;//www.scribd.com>document, etik-dan-


kebijakan-nasional-perawatan paliatif-docx)
Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor : 812/Menkes?SK/VII/2007 dan Lampiran 1
Menkes RI (2007). Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor : 812/Menkes?
SK/VII/2007 tentang Kebijakan Perawatan Paliatif Menteri Kesehatan Republik Indonesia .
http://spiritia.or.id/Dok/SK/menkes8122007.pdf.

Anda mungkin juga menyukai