Anda di halaman 1dari 36

MAKALAH KEPERAWATAN JIWA II

“ ASUHAN KEPERAWATAN PADA CHILD ABUSE ”

DISUSUN OLEH:

KELOMPOK 8

1. ASTIKA WILIANTI (NPM. 21230072P)


2. AYU OKTAVIANI (NPM. 21230078P)
3. ENDA ARDIANI (NPM. 21230086P)
4. RIZKY HIDAYAT (NPM. 21230108P)
5. RAHMAD SUSENO (NPM. 21230107P)

DOSEN PENGAJAR:

Ns. DILFERA HERMIATI, S.Kep.,M.Kep

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN (SI)


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS DEHASEN BENGKULU
T.A 2021/2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kelompok panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat
rahmat dan karunia-Nya, sehingga kelompok dapat menyelesaikan penyusunan makalah 
yang berjudul “ Asuhan Keperawatan Jiwa Pada Child Abuse “ ini sesuai dengan petunjuk,
kemampuan, serta ilmu pengetahuaan yang kelompok miliki.

Kelompok mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu


dalam menyelesaikan penyusunan makalah ini, semoga makalah ini bemanfaat khususnya
bagi kelompok, umumnya bagi siapa saja yang membacanya.

Dalam penulisan makalah ini, kelompok menyadari bahwa makalah ini masih jauh
dari kesempurnan. Oleh karena itu, kritik dan saran dari teman-teman yang bersifat
membangun sangat kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini.

Kepahiang, Desember 2022

Kelompok 8
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ......................................................................................... i

DAFTAR ISI ......................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang ......................................................................................... 3

B.  Rumusan Masalah ......................................................................................... 6

C.  Tujuan Penulisan ......................................................................................... 6

D.  Manfaat penulisan ......................................................................................... 6

BAB II TINJAUAN TEORI

A.  Definisi Child Abuse ......................................................................................... 7

B. Klasifikasi Child Abuse......................................................................................... 9

C. Etiologi Child Abuse .........................................................................................10

D. Bentuk Child Abuse ......................................................................................... 12

E. Akibat Child Abuse ......................................................................................... 12

F. Mekanisme Koping ......................................................................................... 14

G. Manifestasi Klinis ......................................................................................... 15

H. Komplikasi Child Abuse....................................................................................... 16

I. Dampak Child Abuse ......................................................................................... 16

J. Pemeriksaan Laboratorium & Diagnostik ............................................................. 19

K. Penatalaksanaan Medis ........................................................................................ 20

L. Pencegahan dan penanganan ................................................................................ 20

BAB III KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN TEORI

A. Pengkajian ......................................................................................... 22
B. Diagnosa Keperawatan ........................................................................................ 23
C. Intervensi Keperawatan ....................................................................................... 23
BAB IV KESIMPULAN

A. Kesimpulan ......................................................................................... 29
B. Saran ......................................................................................... 29
DAFTAR  PUSTAKA ......................................................................................... 30
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Berdasarkan data United Nations Children’s Fund (UNICEF) pada tahun
2012 terdapat kekerasan pada anak yang mengakibatkan kematian sekitar 95.000
anak-anak dan remaja di bawah usia 20. Sekitar 6 dari 10 anak antara usia 2 - 14
tahun di seluruh dunia (hampir satu miliar) mendapatkan hukuman fisik setiap hari
dari pengasuhnya dan 3 dari 10 orang dewasa di seluruh dunia percaya bahwa
hukuman fisik diperlukan dan pantas dalam membangun atau mendidik anak
(UNICEF, 2014)

Hasil pemantauan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) dari 2011


sampai 2014 kekerasan pada anak selalu meningkat setiap tahunnya. Tahun 2011
terjadi 2.178 kasus kekerasan, 2012 ada 3.512 kasus, 2013 ada 4.311 kasus dan 2014
ada 5.066 kasus. Hasil monitoring dan evaluasi KPAI tahun 2012 di 9 provinsi
menunjukkan bahwa 91 persen anak menjadi korban kekerasan di lingkungan
keluarga, 87.6 persen di lingkungan sekolah dan 17.9% di lingkungan masyarakat
(Nurul, 2015).

Berdasarkan laporan yang telah ditangani oleh Pusat Pelayanan Terpadu


Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Provinsi Sumatera Selatan dari
Januari hingga Desember, jumlah kasus kekerasan anak pada tahun 2015 meningkat
menjadi 25 kasus dari tahun sebelumnya yaitu 13 kasus (Anwar, 2015).

Ibu merupakan sekolah paling utama dalam pembentukan kepribadian anak,


serta saran untuk memenuhi kebutuhan mereka dengan berbagai sifat mulia.
Semenjak lahir dari rahim seorang Ibu, maka ibulah yang banyak mewarnai dan
mempengaruhi perkembangan pribadi, perilaku dan akhlak anak. Sejak lahir, anak
akan mengamati gerak-gerik ibunya. Dari tingkah laku ibunya itulah maka anak akan
senantiasa melihat dan meniru apa yang dilakukan ibunya dan akan diterapkan dalam
kehidupannya (Mutiah, 2014).

Peranan Ibu menjadi pembimbing dan pendidik anak dari sejak lahir sampai
dewasa khususnya dalam hal beretika dan susila untuk bertingkah laku yang baik,
namun kenyataannya dalam melakukan peran tersebut, baik secara sadar maupun
tidak sadar, ibu selaku orang tua dapat membangkitkan rasa ketidakpastian,
kemandirian, dan rasa bersalah pada anak. Anak yang mempunyai pengalaman kecil
menyenangkan dan tumbuh pada keluarga yang harmonis akan berbeda tumbuh
kembangnya dengan anak yang masa kecilnya penuh dengan penderitaan dan
kekerasan (Arwanti, 2009).

Berkembangnya budaya dalam masyarakat kita saat ini menganggap bahwa


proses pembelajaran kepada anak dilakukan dengan kekerasan, agar anak patuh dan
disiplin untuk mencapai skala keberhasilan yang diinginkan orang tua (Soetjiningsih,
1995). Orang tua berlaku kasar dan memberikan hukuman fisik dengan dalih untuk
memberikan pelajaran pada anak-anak mereka. Padahal seharusnya setiap anak
berhak mendapatkan perlindungan dari kekerasan. Orang tua tidak banyak
mengetahui bahwa anak juga mempunyai hak dan kewajiban sesuai yang tercantum
dalam Undang-Undang Perlindungan Anak No. 23 Tahun 2002 pasal 4 sampai
dengan pasal 19 (Nasrun, 2015)

Kekerasan merupakan tindakan yang disengaja yang mengakibatkan cidera


fisik atau tekanan mental (Carpenito, 2009). Campbell dan Humphrey mendefinisikan
kekerasan anak sebagai berikut “Setiap tindakan yang mencelakakan/dapat
mencelakakan kesehatan dan kesejahteraan anak yang dilakukan oleh orang yang
seharusnya bertanggung jawab terhadap kesehatan dan kesejahteraan anak tersebut”
(Yani, 2008).

Terry E. Lawson, psikiater anak membagi kekerasan anak menjadi 4 (empat)


macam, yaitu emotional abuse, Child abuse , physical abuse dan sexual abuse. Child
abuse , terjadi ketika Ibu, mengetahui anaknya meminta perhatian, menyuruh anak itu
untuk “diam” atau “jangan menangis”. Anak mulai berbicara dan ibu terus
menggunakan kekerasan verbal seperti, “kamu bodoh”, “kamu cerewet”, “kamu
kurang ajar”, dan seterusnya (Solihin, 2014).

Emotional abuse (kekerasan emosional) yang biasanya juga lebih sering


disebut dengan kekerasan verbal paling banyak di dapat oleh anak-anak dari orang
tua mereka. Bahkan tanpa disadari, orang tua setiap hari melakukan Child abuse
pada anaknya. Bentuk dari Child abuse itu umumnya dilakukan dalam bentuk
mengancam, mengkritik, membentak, mengucilkan anak, memberi julukan negatif
pada anak atau mengejek (Videbeck, 2008).

Child abuse dapat terjadi setiap harinya di rumah. Rumah yang seharusnya
tempat paling aman dan tempat berlindung bagi anak tidak lagi menjadi nyaman.
Adanya pengertian yang salah dalam memandang anak, dimana anak masih saja
dipandang sebagai objek yang wajib menurut kepada orang tua. Padahal belum tentu
orang tua selamanya benar. Kebanyakan orangtua terlalu berharap pada anaknya dan
cenderung memaksa agar anak mau menuruti sepenuhnya keinginan mereka, jika
tidak maka anak akan mendapat hukuman. Hal inilah yang menjadikan alasan bagi
orang tua sering melakukan kekerasan pada anak. Disamping itu, bisa juga
dikarenakan riwayat orang tua yang dulunya dibesarkan dalam kekerasan sehingga
cenderung meniru pola asuh yang telah mereka dapatkan sebelumnya (Videbeck,
2008).
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan child abuse ?

2. Apa saja bentuk-bentuk child abuse ?

3. Apa akibat dari child abuse ?

4. Bagaimana konsep asuhan keperawatan pada pasien child abuse ?

5. Bagaimana Asuhan Keperawatan pada Pasien child abuse

C. Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahui pengertian child abuse

2. Untuk mengetahui bentuk-bentuk child abuse

3. Untuk mengetahui akibat dari child abuse

4. Untuk mengetahui konsep asuhan keperawatan pada pasien child abuse

5. Untuk Mengetahui bagaimana Asuhan Keperawatan pada Pasien child abuse

D. Manfaat Penulisan

1. Menambah pengetahuan dan informasi mengenai asuhan keperawatan pada anak

dengan child abuse

2. Merangsang minat pembaca untuk lebih mengetahui asuhan keperawatan pada

anak dengan child abuse

3. Mengetahui bagaimana asuhan keperawatan pada anak dengan child abuse


BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A. Definisi Chile Abuse

Child abuse adalah tindakan lisan atau perilaku yang menimbulkan


konsekuensi emosional yang merugikan (Wong, 2013). Child abuse terjadi ketika
orang tua menyuruh anak untuk diam atau jangan menangis. Jika anak mulai
bicara, ibu terus menerus menggunakan kekerasan verbal seperti “kamu bodoh”.
“kamu cerewet”, “kamu kurang ajar”. Anak akan mengingat itu semua kekerasan
verbal jika semua kekerasan verbal itu berlangsung dalam satu periode
(Jallaludin, 2006).
Menurut Farida (2013), Kekerasan kata-kata (Child abuse ) adalah semua
bentuk tindakan ucapan yang mempunyai sifat menghina, membentak, memaki,
memarahi dan menakuti dengan mengeluarkan kata-kata yang tidak pantas.
Sedangkan menurut Khaliq (2014), Child abuse adalah tindakan secara lisan
yang membawa efek kekerasan, baik dengan kata-kata yang tersurat (surface
structure) ataupun kata-kata yang tersirat (deep structure), dan bisa berakibat
sangat merugikan korban, baik fisik maupun mental.Banyak orangtua
menganggap kekerasan (abuse) pada anak adalah hal yang wajar. Mereka
beranggapan bahwa kekerasan adalah bagian dari mendisiplinkan anak. Bagi
orangtua, tindakan anak yang melanggar perlu dikontrol dan dihukum. Dan dari
hukuman tersebut, banyak tindakan-tindakan orangtua yang bisa dimasukkan
dalam kategori kekerasan (Jallaludin, 2006).

Anak adalah individu yang masih bergantung pada orang dewasa dan
lingkungannya, dimana dapat memfasilitasi dalam memenuhi kebutuhan dasarnya
dan untuk belajar mandiri (Supartini, 2004). Anak merupakan individu yang berada
dalam satu rentang perubahan perkembangan yang dimulai dari bayi hingga remaja
(Hidayat, 2005). Masa prasekolah yaitu antara usia 3 - 6 tahun, dimana pertumbuhan
fisik khususnya berat badan mengalami kenaikan rata-rata 2 kg pertahunnya dan
tinggi badan bertambah sekitar 6,75 - 7,5 cm tiap tahunnya (Supartini, 2004).

Anak balita adalah anak yang telah menginjak usia di atas satu tahun atau
lebih popular dengan pengertian usia anak di bawah lima tahun (Muaris.H, 2006).
Menurut Sutomo. B. dan Anggraeni. DY (2010), Balita adalah istilah umum bagi
anak usia 1-3 tahun (batita) dan anak prasekolah (3-5 tahun). Saat usia batita, anak
masih tergantung penuh kepada orang tua untuk melakukan kegiatan penting, seperti
mandi, buang air dan makan. Perkembangan berbicara dan berjalan sudah bertambah
baik. Namun kemampuan lain masih terbatas.
Anak prasekolah menyempurnakan penguasaan terhadap tubuh mereka dan
merasa cemas menunggu awal pendidikan formal. Banyak orang menyadari hal ini
merupakan masa yang paling menarik untuk orang tua karena anak-anak menjadi
kurang negatif, dapat lebih secara akurat membagi pemikiran mereka, dan dapat lebih
secara efektif berinteraksi dan berkomunikasi. Perkembangan fisik terus berlangsung
menjadi lambat dimana perkembangan kognitif dan psikososial terjadi cepat (Perry &
Potter, 2005).

Tahap perkembangan anak usia prasekolah dapat dilihat dari berbagai aspek
teori. Wong (2013) dalam bukunya wong’s essential of pediatric nursing
memaparkan teori-teori perkembangan usia prasekolah sebagai berikut :

1. Teori psikoseksual
Teori psikoseksual merupakan proses dalam perkembangan anak dengan
pertambahan pematangan fungsi struktur serta kejiwaan yang dapat
menimbulkan dorongan untuk mencari rangsangan dan kesenangan secara umum
untuk menjadikan diri anak menjadi orang dewasa. Perkembangan psikoseksual
yang terjadi pada usia prasekolah adalah tahap oedipal atau phalik. Pada tahap ini
kepuasan pada anak terletak pada rangsangan autoerotic yaitu meraba-raba,
merasakan kenikmatan dari beberapa daerah erogennya, serta suka pada lawan
jenis. Anak laki-laki cenderung suka pada ibunya dari pada ayahnya demikian
juga sebaliknya, anak perempuan suka pada ayahnya.

2. Teori psikososial
Merupakan perkembangan anak dalam perkembangannya selalu dipengaruhi
oleh lingkungan sosial. Pada usia prasekolah perkembangan yang terjadi adalah
tahap inisiatif dan rasa bersalah. Pada tahap ini anak akan memulai inisiatif
dalam belajar mencari pengalaman baru secara aktif dalam melakukan
aktivitasnya, dan apabila tahap ini anak dilarang atau dicegah maka akan tambah
perasaan bersalah pada diri anak.

3. Teori perkembangan kognitif


Perkembangan kognitif pada anak dibagi menjadi empat tahap, diantaranya
tahap sensori motor, tahap praoperasional, tahap konkret dan tahap formal
operasional. Anak usia prasekolah menurut teori ini berada pada tahap
praoperasional. Anak belum mampu mengoperasionalisasikan apa yang
dipikirkan melalui tindakan dalam pikiran anak, perkembangan anak masih
bersifat transduktif menganggap semuanya sama, seperti seorang pria di keluarga
adalah ayah maka semua pria adalah ayah. Pikiran yang kedua adalah pikiran
animisme selalu mempertahankan adanya benda mati, seperti apabila anak
terbentur benda mati maka anak akan memukul kearah benda tersebut.

4. Teori perkembangan psikomoral


Teori perkembangan psikomoral memandang tumbuh kembang anak yang
ditinjau dari segi moralitas anak dalam menghadapi kehidupan. Pada usia
prasekolah anak berada pada tahap premoral. Tahap ini memiliki ciri-ciri
terdapat sedikit kewaspadan mengenai apa yang dimaksud dengan perilaku moral
yang biasa diterima secara sosial. Kontrol didapatkan dari luar dirinya. Anak
menyerah kepada kekuatan dan kepemilikan, hidup dinilai untuk jumlah dan
kekuatan dari kepemilikan.

B. Klasifikasi Child Abuse


Terdapat 2 golongan besar, yaitu :
1. Dalam keluarga
a. Penganiayaan fisik, Non Accidental “injury” mulai dari ringan “bruiser – laserasi”
sampai pada trauma neurologic yang berat dan kematian. Cedera fisik akibat
hukuman badan di luar batas, kekejaman atau pemberian racun
b. Penelantaran anak/kelalaian, Yaitu kegiatan atau behavior yang langsung dapat
menyebabkan efek merusak pada kondisi fisik anak dan perkembangan
psikologisnya. Kelalaian dapat berupa :
1) Pemeliharaan yang kurang memadai Menyebabkan gagal tumbuh, anak
merasa kehilangan kasih sayang, gangguan kejiwaan, keterlambatan
perkembangan.

2) Pengawasan yang kurang memadai Menyebabkan anak gagal mengalami


resiko untuk terjadinya trauma fisik dan jiwa .

3) Kelalaian dalam mendapatkan pengobatan Kegagalan dalam merawat anak


dengan baik

4) Kelalaian dalam pendidikan Meliputi kegagalan dalam mendidik anak mampu


berinteraksi dengan lingkungannya gagal menyekolahkan atau menyuruh anak
mencari nafkah untuk keluarga sehingga anak terpaksa putus sekolah

c. Penganiayaan emosional Ditandai dengan kecaman/kata-kata yang merendahkan


anak, tidak mengakui sebagai anak. Penganiayaan seperti ini umumnya selalu
diikuti bentuk penganiayaan lain

d. Penganiayaan seksual Mempergunakan pendekatan persuasif. Paksaan pada


seseorang anak untuk mengajak berperilaku/mengadakan kegiatan sexual yang
nyata, sehingga menggambarkan kegiatan seperti : aktivitas seksual (oral genital,
genital, anal atau sodomi) termasuk incest. (The Child Abuse & Prevention Act /
Public Law 100-294).

2. Di luar rumah
Dalam institusi/lembaga, di tempat kerja, di jalan, di medan perang.

C. Etiologi
Ada beberapa faktor yang menyebabkan anak mengalami kekerasan. Baik kekerasan
fisik maupun kekerasan psikis, diantaranya adalah:
1. Stress yang berasal dari anak
a. Fisik berbeda, yang dimaksud dengan fisik berbeda adalah kondisi fisik anak
berbedadengan anak yang lainnya. Contoh yang bisa dilihat adalah anak
mengalami cacat fisik. Anak mempunyai kelainan fisik dan berbeda dengan anak
lain yang mempunyai fisik yang sempurna.
b. Mental berbeda, yaitu anak mengalami keterbelakangan mental sehingga anak
mengalami masalah pada perkembangan dan sulit berinteraksi dengan
lingkungan disekitarnya.
c. Temperamen berbeda,
Anak dengan temperamen yang lemah cenderung mengalami banyak kekerasan
bila dibandingkan dengan anak yang memiliki temperamen keras. Hal ini
disebabkan karena anak yang memiliki temperamen keras cenderung akan
melawan bila dibandingkan dengan anak bertemperamen lemah.
d. Tingkah laku berbeda, yaitu anak memiliki tingkah laku yang tidak sewajarnya
dan berbeda dengan anak lain. Misalnya anak berperilaku dan bertingkah aneh di
dalamkeluarga dan lingkungan sekitarnya.
e. Anak angkat, Anak angkat cenderung mendapatkan perlakuan kasar
disebabkanorangtua menganggap bahwa anak angkat bukanlah buah hati dari
hasil perkawinansendiri, sehingga secara naluriah tidak ada hubungan emosional
yang kuat antara anak angkat dan orang tua.

2. Stress keluargaa
a. Kemiskinan dan pengangguran, kedua faktor ini merupakan faktor terkuat yang
menyebabkan terjadinya kekerasan pada anak, sebab kedua faktor ini
berhubungan kuat dengan kelangsungan hidup. Sehingga apapun akan dilakukan
oleh orangtua terutama demi mencukupi kebutuhan hidupnya termasuk harus
mengorbankan keluarga
. b. Mobilitas, isolasi, dan perumahan tidak memadai, ketiga faktor ini juga
berpengaruh besar terhadap terjadinya kekerasan pada anak, sebab lingkungan
sekitarlah yang menjadifaktor terbesar dalam membentuk kepribadian dan
tingkah laku anak.
c. Perceraian, Perceraian mengakibatkan stress pada anak, sebab anak akan
kehilangankasih sayang dari kedua orangtua.
d. Anak yang tidak diharapkan, hal ini juga akan mengakibatkan munculnya
perilaku kekerasan pada anak, sebab anak tidak sesuai dengan apa yang
diinginkan oleh orangtua,misalnya kekurangan fisik, lemah mental, dsb.
3. Stress berasal dari orangtua,
a. Rendah diri,
Anak dengan rendah diri akan sering mendapatkan kekerasan, sebab anak selalu
merasa dirinya tidak berguna dan selalu mengecewakan orang lain.
b. Waktu kecil mendapat perlakuan salah, orangtua yang mengalami perlakuan
salah pada masa kecil akan melakuakan hal yang sama terhadap orang lain atau
anaknyasebagai bentuk pelampiasan atas kejadian yang pernah dialaminya.
c. Harapan pada anak yang tidak realistis, harapan yang tidak realistis akan
membuatorangtua mengalami stress berat sehingga ketika tidak mampu
memenuhi memenuhikebutuhan anak, orangtua cenderung menjadikan anak
sebagai pelampiasan kekesalannyadengan melakukan tindakan kekerasan

D. Bentuk Child abuse


Bentuk dari Child abuse adalah sebagai berikut (Martha, 2008):

1. Tidak sayang dan dingin


Tindakan tidak sayang dan dingin ini berupa misalnya: menunjukan sedikit
atau tidak sama sekali rasa sayang kepada anak (seperti pelukan), kata-kata
sayang.

2. Intimidasi
Tindakan intimidasi bisa berupa: berteriak, menjerit, mengancam anak, dan
mengertak anak.

3. Mengecilkan atau mempermalukan anak


Tindakan mengecilkan atau mempermalukan anak dapat berupa seperti:
merendahkan anak, mencela nama, membuat perbedaan negatif antar anak,
menyatakan bahwa anak tidak baik, tidak berharga, jelek atau sesuatu yang
didapat dari kesalahan.

4. Kebiasaan mencela anak


Tindakan mencela anak bisa dicontohkan seperti: mengatakan bahwa semua
yang terjadi adalah kesalahan anak.

5. Tidak mengindahkan atau menolak anak


Tindakan tidak mengindahkan atau menolak anak bisa berupa: tidak
memperhatikan anak, memberi respon dingin, tidak peduli dengan anak.

6. Hukuman ekstrim
Tindakan hukuman ekstrim bisa berupa: mengurung anak dalam kamar
mandi, mengurung dalam kamar gelap. Mengikat anak di kursi untuk waktu lama
dan meneror.
E. Akibat Child abuse
Kekerasan yang dialami oleh anak dapat berdampak pada fisik maupun
psikologis (Soetjiningsih, 2010). Namun, Child abuse biasanya tidak berdampak
secara fisik kepada anak, tetapi dapat merusak anak beberapa tahun kedepan. Child
abuse yang dilakukan orang tua menimbulkan luka lebih dalam pada kehidupan dan
perasaan anak melebihi perkosaan.

Berikut dampak-dampak psikologis akibat kekerasan verbal pada anak


(Widyastuti, 2006):

1. Anak menjadi tidak peka dengan perasaan orang lain


Anak yang mendapatkan perlakuan kekerasan emosional secara terus
menerus akan tumbuh menjadi anak yang tidak peka terhadap perasaan orang
lain. Sehingga kata-katanya cenderung kasar (walaupun maksudnya bercanda).

2. Menganggu perkembangan
Anak yang mendapat perlakuan kekerasan verbal terus menerus akan
memiliki citra diri yang negatif. Hal ini yang mengakibatkan anak tidak mampu
tumbuh sebagai individu yang penuh percaya diri.

3. Anak menjadi agresif


Komunikasi yang negatif mempengaruhi perkembangan otak anak. Anak
akan selalu dalam keadaan terancam dan menjadi sulit berpikir panjang. Anak
menjadi kesulitan dalam memecahkan permasalahan yang dihadapinya. Ini
berkaitan dengan bagian otak yang bernama koteks, pusat logika. Bagian ini
hanya bisa dijalankan kalau emosi anak dalam keadaan tenang. Bila anak
tertekan, maka input hanya sampai ke batang otak. Sehingga sikap yang timbul
hanya berdasarkan insting tanpa dipertimbangkan lebih dulu. Akibatnya anak
berperilaku agresif.

4. Gangguan emosi
Pada anak yang sering mendapatkan perlakuan yang negatif dari orang
tuanya akan berakibat gangguan emosi pada perkembangan konsep diri yang
positif, dalam mengatasi sifat agresif. Perkembangan hubungan sosial dengan
orang lain. Selain itu juga, beberapa anak menjadi lebih agresif atau bermusuhan
dengan orang dewasa.

5. Hubungan sosial terganggu


Pada anak-anak ini menjadi susah bergaul dengan teman-temannya atau
dengan orang dewasa. Mereka mempunyai teman sedikit, dan suka mengganggu
orang dewasa, misalnya dengan melempari batu, atau perbuatan kriminal lainnya.

6. Kepribadian sociopath atau antisocial personality disosde


Penyebab terjadinya kepribadian ini adalah Child abuse . Kalau ini dibiarkan
anak akan menjadi orang yang eksentrik, sering membolos, mencuri, bohong,
bergaul dengan anak-anak nakal, kejam pada binatang, dan prestasi yang buruk di
sekolah.

7. Menciptakan lingkaran setan dalam keluarga


Anak akan mendidik anaknya lagi dengan satu-satunya cara yang dia ketahui
yaitu Child abuse . Karena anak merupakan peniru yang ulung. Akibatnya
lingkaran setan ini akan terus berlanjut dan kekerasan ini menjadi budaya di
masyarakat.

8. Bunuh diri
Anak yang mendapatkan perkataan yang bernada negatif secara terus
menerus maka akan mengakibatkan anak menjadi lemah mentalnya, karena
merasa tidak ada orang di dunia ini yang sanggup mencintainya apa adanya. Dan
hal ini berakibat fatal, anak memutuskan untuk mengakhiri hidupnya sendiri.

F. Mekanisme koping
Mekanisme koping adalah tiap upaya yang diarahkan pada penatalaksanaan
stress, termasuk upaya penyelesaian masalah langsung dan mekanisme pertahanan
yang digunakan untuk melindungi diri. Beberapa mekanisme koping yang dipakai
pada klien untuk melindungi diri antara lain :

1. Sublimasi : Menerima suatu sasaran pengganti yang mulia artinya di mata


masyarakat untuk suatu dorongan yang mengalami hambatan penyalurannya
secara normal. Misalnya seseorang yang sedang marah melampiaskan
kemarahannya pada obyek lain seperti meremas adonan kue, meninju tembok dan
sebagainya, tujuannya adalah untuk mengurangi ketegangan akibat rasa marah.
2. Proyeksi :Menyalahkan orang lain mengenai kesukarannya atau keinginannya
yang tidak baik. Misalnya seseorang wanita muda yang menyangkal bahwa ia
mempunyai perasaan seksual terhadap rekan sekerjanya, berbalik menuduh
bahwa temannya tersebut mencoba merayu, mencumbunya.
3. Represi : Mencegah pikiran yang menyakitkan atau membahayakan masuk ke
alam sadar. Misalnya seseorang anak yang sangat benci pada orang tuanya yang
tidak disukainya. Akan tetapi menurut ajaran atau didikan yang diterimanya sejak
kecil bahwa membenci orang tua merupakan hal yang tidak baik dan dikutuk oleh
Tuhan, sehingga perasaan benci itu ditekannya dan akhirnya ia dapat
melupakannya.
4. Reaksi formasi : Mencegah keinginan yang berbahaya bila diekspresikan, dengan
melebih-lebihkan sikap dan perilaku yang berlawanan dan menggunakannya
sebagai rintangan. Misalnya seorang yang tertarik pada teman suaminya, akan
memperlakukan orang tersebut dengan kasar.
5. Displacement : Melepaskan perasaan yang tertekan biasanya bermusuhan, pada
obyek yang tidak begitu berbahaya seperti yang pada mulanya yang
membangkitkan emosi itu. Misalnya Timmy berusia 4 tahun marah karena ia baru
saja mendapat hukuman dari ibunya karena menggambar di dinding kamarnya.
Dia mulai bermain perang-perangan dengan temannya.

G. Manifestasi Klinis
1. Cidera Kulit Cidera kulit adalah tanda-tanda penganiayaan anak yang paling umum
dan paling mudah dikenali. Bekas gigitan manusia tampak sebagai daerah lonjong
dengan bekas gigi, tanda hisapan atau tanda dorongan lidah. Memar multiple atau
memar pada tempat-tempat yang tidak terjangkau menunjukkan bahwa anak itu
telah mengalami penganiayaan. Memar yang ada dalam berbagai tahap
penyembuhan menunjukkan adanya trauma yang terjadi berulang kali. Memar
berbentuk objek yang dapat dikenali umumnya bukan suatu kebetulan.
2. Kerontokan Rambut Traumatik Kerontokan rambut traumatik terjadi ketika rambut
anak ditarik, atau dipakai untuk menyeret atau menyentak anak. Akibatnya pada
kulit kepala dapat memecahkan pembuluh darah di bawah kulit. Adanya akumulasi
darah dapat membantu membedakan antara kerontokan rambut akibat penganiayaan
atau non-penganiayaan.
3. Jatuh Jika seorang anak dilaporkan mengalami kejatuhan biasa, namun yang tampak
adalah cidera yang tidak biasa, maka ketidaksesuaian riwayat dengan trauma yang
dialami tersebut menimbulkan kecurigaan adanya penganiayaan terhadap anak.
4. Cidera Eksternal pada Kepala, Muka dan Mulut Luka, perdarahan, kemerahan atau
pembengkakan pada kanal telinga luar, bibir pecah-pecah, gigi yang goyang atau
patah, laserasi pada lidah dan kedua mata biru tanpa trauma pada hidung, semuanya
dapat mengindikasikan adanya penganiayaan.
5. Cidera Termal Disengaja atau Diketahui Sebabnya Luka bakar terculap, dengan
garis batas jelas, luka bakar sirkuler kecilkecil dan banyak dalam berbagai tahap
penyembuhan, luka bakar setrikaan, luka bakar daerah popok dan luka bakar tali
semuanya memberikan kesan adanya tindakan jahat yang disengaja
6. Sindroma Bayi Terguncang Guncangan pada bayi menimbulkan cidera ekslersi
deselersi pada otak, menyebabkan regangan dan pecahnya pembuluh darah. Hal ini
dapat menimbulkan cidera berat pada system saraf pusat, tanpa perlu buktibukti
cidera eksternal.
7. Fraktur dan Dislokasi yang Tidak Dapat Dijelaskan Fraktur Iga Posterior dalam
berbagai tahap penyembuhan, fraktur spiral atau dislokasi karena terpelintirnya
ekstremitas merupakan bukti cidera pada anak yang tidak terjadi secara kebetulan.

H. Komplikasi Child Abuse


1. Defisit perhatian / hiperaktivitas ( Attention-deficit/hiperactivity disorder,ADHD)
2. Kesulitan belajar
3. Masalah kesehatan mental ( misal, depresi, stres, pasca-traumatik, gangguan

makan)
4. Perilaku agresif ( meyerang)
5. Keterlambatan perkembangan
6. Kesulitan dalam hubungan sosial
7. Perilaku seksual yang tidak tepat
8. Penyalahgunaan zat
9. Peningkatan penyakit menular seksual ( AIDS)

I. Dampak Child Abuse


Dampak penganiayaan dan kekerasan pada anak akan mengakibatkan
gangguan bio-psiko-sosial anak. Hal ini dapat terjadi dalam jangka pendek dan jangka
panjang. Anak mempunyai masa depan yang masih panjang sehingga perlu
pemantauan dan program tindakan yang terus-menerus bagi anak korban penganiayaan
dan kekerasan. Indikator yang perlu diperhatikan akibat penganiayaan dan kekerasan
pada anak dapat dilihat pada:

Tabel 1. Indikator fisik dan perilaku pada penganiayaan anak (Child Abuse)

Indikator Fisik Indikator Perilaku


Aniaya Fisik Aniaya Fisik
Kerusakan kulit  Takut kontak dengan
 Memar dengan berbagai tingkat orang dewasa
penyembuhan  Prihatin jika ada anak menangis
 Luka bakar  Waspada/ketakutan
 Lecet dan goresan  Agresif/pasif/menarik diri
Kerusakan Skeletal
 Fraktur
 Luka pada mulut, bibir, rahang,

mata, perineal
Penelantaran/Pengabaian
Penelantaran/Pengabaian
 Kelaparan
 Pengemis
 Kebersihan diri kurang
 Sendiri tanpa pengasuh pada
 Pekaian tidak terurus
waktu yang panjang
 Tidak diurus dalam waktu lama
 Penjahat
 Tidak pernah periksa kesehatan
 Pencuri

Aniaya Seksual  Datang cepat dan pulang lambat

 Sukar jalan dan duduk dari sekolah


 Melaporkan tidak ada pengasuh
 Pakaian dalam berdarah,
 Pasif, agresif
 Penuntut
Aniaya Seksual

 Harga diri negatif


 Tidak percaya pada orang lain
bernoda (sukar dekat dengan orang lain)
 Genital gatal  Disfungsi kognitif dan motorik
 Memar dan berdarah pada  Defisit kemampuan personal
daerah perineal dan sosial
 Penyakit kelamin  Penjahat atau lari dari rumah
 Ketergantungan obat  Ketergantungan obat
 Pertumbuhan dan  Ide bunuh diri dan depresi
perkembangan terlambat  Melaporkan aniaya seksual
 Hamil pada usia remaja  Psikotik
Aniaya Emosional Aniaya Emosional

 gagal dalam perkembangan  Perilaku yang ekstrim : pasif

 pertumbuhan fisik tertinggal sampai agresif


 gangguan bicara  Kebiasaan yang tergang-

gu/destruktif
 Neurotik
 Percobaan bunuh diri
J. Pemeriksaan Laboratorium & Diagnostik

1. Studi radiografik survei skeletal ( tulang), dalam dua tahap, untuk semua anak
yang diduga cedera akibat penganiayaan. Ulangi dalam waktu dua minggu
untuk anak yang mempunyai kemungkinan besar mengalami penganiayaan .
Rasional : fraktur metafiseal (corner chip) mempunyai spesifisitas ke arah
penganiayaan tetapi mungkin sulit di identifikasi pada awalnya.penyembuhan
fraktur dari kalus ( benjolan tulang ) yang terlihat 2 minggu dari suatu cedera
akut . Survei skeletal juga memberikan informasi tentang usia cedera.*fraktur
multipel pada berbagai tahap penyembuhan sering terjadi pada penganiayaan
anak.
2. CT scan atau MRI pada daerah yang sakit
3. Pemeriksaan oftalmologi – untuk mendeteksi hemoragi retina ( akibat

goncangan atau benturan hebat di kepala ).


4. Foto bewarna dari cedera
5. Lingkar kepala, lingkar abdomen
6. Pemeriksaan cairan serebrospinal
7. Tes kehamilan
8. Skrining penyakit menular seksual, human immunodeficienty virus (HIV)
9. Pemeriksaan penjelas ( pengumpulan dan pemeriksaan spesimen hendaknya
dilakukan dengan rekomendasi dari lembaga perlindungan anak penyidik
setempat atau pemeriksa medis).
K. Penatalaksanaan Medis
Prioritas utama dalam perawatan anak yang teraniaya adalah resusitasi dan
stabilisasi seperlunya sesuai dengan cedera yang dialami. Konfirmasi
penganiayaan diperoleh melalui pengambilan data riwayat yang saksama ,
pemeriksaan fisik yang lengkap dengan inspeksi yang mendetail pada seluruh
tubuh anak dan pengambilan spesimen laboratorium. Semua cidera harus di
dokumentasikan dengan foto bewarna dan di catat dengan cermat dalam rekam
medis tertulis.
Setiap negara bagian mempunyai undang-undang yang mejelaskan
tanggung jawab legal untuk melapor jika terdapat kecurigaan penganiayaan anak.
Kecurigaan penganiayaan anak harus dilaporkan ke lembaga layanan
perlindungan anak setempat. Pelapor yang diberi mandat untuk melapor adalah
perawat , dokter, dokter gigi, pediatris, psikolog, patolog wicara, pemeriksa
medis, karyawan, lembaga penitipan anak, pekerja layanan anak-anak, pekerja
sosial, dan guru sekolah. Kegagalan seseorang untuk melaporkan penganiayaan
ana dapat menyebabkan orang tersebut di denda atau diberi hukuman lain, sesuai
dengan statuta masing-masing.

L. Pencegahan Dan Penanggulangan

Pencegahan dan penanggulangan penganiayaan dan kekerasan pada anak


merupakan tanggung jawab semua pihak.
1. Pelayanan Kesehatan

Pelayanan kesehatan dapat melakukan berbagai kegiatan dan program yang


ditujukan pada individu, keluarga dan masyarakat.

2. Pendidik
Sekolah mempunyai hak istimewa dalam mengajarkan bagian badan yang sangat
pribadi, yaitu penis, vagina, anus, mammae dalam pelajaran biologi. Perlu
ditekankan bahwa bagian tersebut sifatnya sangat pribadi dan harus dijaga tidak
diganggu orang lain. Sekolah juga perlu meningkatkan keamanan anak di
sekolah. Sikap atau cara mendidik anak juga perlu diperhatikan agar tidak terjadi
aniaya emosional. Guru juga dapat membantu mendeteksi tanda-tanda aniaya
fisik dan pengabaian perawatan pada anak.
3. Penegak Hukum dan Keamanan
Hendaknya Undang-Undang No. 4 tahun 1979, tentang kesejahteraan anak cepat
ditegakkan secara konsekuen. Hal ini akan melindungi anak dari semua bentuk
penganiayaan dan kekerasan. Bab II pasal 2 menyebutkan bahwa “anak berhak atas
perlindungan terhadap lingkungan hidup yang dapat membahayakan atau menghambat
pertumbuhan dan perkembangannya secara wajar.
4. Media Massa
Pemberitaan penganiayaan dan kekerasan pada anak hendaknya diikuti oleh artikel-
artikel pencegahan dan penanggulangannya. Dampak pada anak baik jangka pendek
maupun panjang diberitakan agar program pencegahan lebih ditekankan.
BAB III
Konsep Asuhan Keperawatan Teori

A. Pengkajian

Perawat seringkali menjadi orang yang pertamakali menemui adanya tanda


adanya kekerasan pada anak (lihat indicator fisik dn kebiasaan pada macam-macam
child abuse di atas). Saat abuse terjadi, penting bagi perawat untuk mendapatkan
seluruh gambarannya, bicaralah dahulu dengan orang tua tanpa disertai anak,
kemudian menginterview anak.

1. Identifikasi orang tua yang memiliki anak yang ditempatkan di rumah orang lain
atau saudaranya untuk beberapa waktu.
2. Identifikasi adanya riwayat abuse pada orang tua di masa lalu, depresi, atau
masalah psikiatrik.
3. Identifikasi situasi krisis yang dapat menimbulkan abuse
4. Identifikasi bayi atau anak yang memerlukan perawatan dengan ketergantungan
tinggi (seperti prematur, bayi berat lahir rendah, intoleransi makanan,
ketidakmampuan perkembangan, hiperaktif, dan gangguan kurang perhatian)
5. Monitor reaksi orang tua observasi adanya rasa jijik, takut atau kecewa dengan
jenis kelamin anak yang dilahirkan.
6. Kaji pengetahuan orang tua tentang kebutuhan dasar anak dan perawatan anak.
7. Kaji respon psikologis pada trauma
8. Kaji keadekuatan dan adanya support system
9. Situasi Keluarga.
Fokus pengkajian secara keseluruhan untuk menegakkan diagnosa
keperawatan berkaitan dengan child abuse, antara lain:

1. Psikososial
a. Melalaikan diri (neglect), baju dan rambut kotor, bau
b. Gagal tumbuh dengan baik
c. Keterlambatan perkembangan tingkat kognitif, psikomotor, dan psikososial
d. With drawl (memisahkan diri) dari orang-orang dewasa
2. Muskuloskeletal
a. FrakturDislokasi
b. Keseleo (sprain)
3. Genito Urinaria
a. Infeksi saluran kemih
b. per vagina
c. pada vagina/penis
d. Nyeri waktu miksi
e. Laserasi pada organ genetalia eksternal, vagina, dan anus.
4. Integumen
a. Lesi sirkulasi (biasanya pada kasus luka bakar oleh karena rokok)
b. Luka bakar pada kulit, memar dan abrasi
c. tanda2 gigitan manusia yang tidak dapat dijelaskan
d. Bengkak.
Pemeriksaan Radiologi

Ada dua peranan radiologi dalam menegakkan diagnosis perlakuan salah pada anak,
yaitu untuk identifiaksi fokus dari jejas, dokumentasi,

Pemeriksaan radiologi pada anak di bawah usia 2 tahun sebaiknya dilakukan untuk
meneliti tulang, sedangkan pada anak diatas 4-5 tahun hanya perlu dilakukan jika ada
rasa nyeri tulang, keterbatasan dalam pergerakan pada saat pemeriksaan fisik. Adanya
fraktur multiple dengan tingkat penyembuhan adanya penyaniayaan fisik.

a. CT-scan lebih sensitif dan spesifik untuk lesi serebral akut dan kronik, hanya
diindikasikan pada pengniayaan anak atau seorang bayi yang mengalami trauma
kepala yang berat.
b. MRI (Magnetik Resonance Imaging) lebih sensitif pada lesi yang subakut dan kronik
seperti perdarahan subdural dan sub arakhnoid.
c. Ultrasonografi digunakan untuk mendiagnosis adanya lesi visceral
d. Pemeriksaan kolposkopi untuk mengevaluasi anak yang mengalami penganiayaan
seksual.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Kekerasan
2. Isolasi social
3. Koping keluarga inefektif
4. Risiko mencederai diri sendiri, orang lain, lingkungan

C. Intervensi Keperawatan
1. Perilaku kekerasan
Tujuan.

 Klien dapat mengontrol perilaku kekerasan pada saat berhubungan dengan orang lain.
Kriteria hasil:

 Klien dapat membina hubungan saling percaya.


 Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek yang positif yang dimiliki.
 Klien dapat menilai kemampuan yang digunakan.
 Klien dapat menetapkan dan merencanakan kegiatan sesuai kemampuan yang
dimiliki.
 Klien dapat melakukan kegiatan sesuai kondisi sakit dan kemampuannya.
 Klien dapat memanfaatkan sistem pendukung yang ada.
Intervensi :

1) Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip komunikasi terapeutik.


Rasional : hubungan saling percaya memungkinkan klien terbuka pada perawat dan
sebagai dasar untuk intervensi selanjutnya.
2) Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki klien.
Rasional : mengidentifikasi hal-hal positif yang masih dimiliki klien.
3) Setiap bertemu klien dihindarkan dari memberi penilaian negatif.
Rasional : pemberian penilaian negatif dapat menurunkan semangat klien dalam
hidupnya.
4) Utamakan memberi pujian yang realistik pada kemampuan dan aspek positif klien.
Rasional : meningkatkan harga diri klien.
5) Diskusikan dengan klien kemampuan yang masih dapat digunakan.
Rasional : mengidentifikasi kemampuan yang masih dapat digunakan.
6) Diskusikan kemampuan yang dapat dilanjutkan penggunaannya di rumah sakit.
Rasional : mengidentifikasi kemampuan yang masih dapat dilanjutkan.
7) Berikan pujian.
Rasional : meningkatkan harga diri dan merasa diperhatikan.
8) Minta klien untuk memilih satu kegiatan yang mau dilakukan di rumah sakit.
Rasional : agar klien dapat melakukan kegiatan yang realistis sesuai kemampuan
yang dimiliki.
9) Bantu klien melakukannya jika perlu beri contoh.
Rasional : menuntun klien dalam melakukan kegiatan.
10) Beri pujian atas keberhasilan klien.
Rasional : meningkatkan motivasi untuk berbuat lebih baik.
11) Diskusikan jadwal kegiatan harian atas kegiatan yang telah dilatih.
Rasional : mengidentifikasi klien agar berlatih secara teratur.
12) Beri kesempatan pada klien untuk mencoba kegiatan yang telah direncanakan.
Rasional : tujuan utama dalam penghayatan pasien adalah membuatnya menggunakan
respon koping mal adaptif dengan yang lebih adaptif.
13) Beri pujian atas keberhasilan klien.
Rasional : meningkatkan harga diri klien.
14) Diskusikan kemungkinan pelaksanaan dirumah.
Rasional : mendorong pengulangan perilaku yang diharapkan.
2. Isolasi social
Tujuan

 Klien dapat menerima interaksi social terhadap individu lainya.


Kriteria hasil

 Klien dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat.


 Klien dapat berkomunikasi dengan baik atau jelas dan terbuka.
 Klien dapat menggunakan koping yang konstruktif.
 Kecemasan klien telah berkurang.
Intervensi
1) Psikoterapeutik
a. Bina hubungan saling percaya
 Buat kontrak dengan klien : memperkenalkan nama perawat dan waktu
interaksi dan tujuan.
 Ajak klien bercakap-cakap dengan memanggil nama klien, untuk
menunjukkan penghargaan yang tulus.
 Jelaskan kepada klien bahwa informasi tentang pribadi klien tidak akan
diberitahukan kepada orang lain yang tidak berkepentingan.
 Selalu memperhatikan  kebutuhan klien.
b. Berkomunikasi dengan klien secara jelas dan terbuka
 Bicarakan dengan klien tentang sesuatu yang nyata dan pakai istilah yang
sederhana
 Gunakan komunikasi verbal dan non verbal yang sesuai, jelas dan teratur.
 Bersama klien menilai manfaat dari pembicaraannya dengan perawat.
 Tunjukkan sikap empati dan beri kesempatan kepada klien untuk
mengungkapkan perasaanya
c. Kenal dan dukung kelebihan klien
 Tunjukkan cara penyelesaian masalah (koping) yang bisa digunakan klien,
cara menceritakan perasaanya  kepada orang lain yang terdekat/dipercaya.
 Bahas bersama klien tentang koping yang konstruktif
 Dukung koping klien yang konstruktif
 Anjurkan klien untuk menggunakan koping yang konstruktif.
d. Bantu klien mengurangi cemasnya ketika hubungan interpersonal
 Batasi jumlah orang yang berhubungan dengan klien pada awal terapi.
 Lakukan interaksi dengan klien  sesering mungkin.
 Temani klien beberapa saat dengan duduk disamping klien.
 Libatkan klien dalam berinteraksi dengan orang lain secara bertahap, dimulai
dari klien dengan perawat, kemudian dengan dua perawat, kemudian ditambah
dengan satu klien dan seterusnya.
 Libatkan klien dalam aktivitas kelompok.
3. Pendidikan kesehatan
a. Jelaskan kepada klien cara mengungkapkan perasaan selain dengan kata-kata
seperti dengan menulis, menangis, menggambar, berolah-raga, bermain musik,
cara berhubungan dengan orang lain : keuntungan berhubungan dengan orang lain.
b. Bicarakan dengan klien peristiwa yang menyebabkan menarik diri.
c. Jelaskan dan anjurkan kepada keluarga untuk tetap mengadakan hubungan dengan
klien.
d. Anjurkan pada keluarga agar mengikutsertakan klien dalam aktivitas dilingkungan
masyarakat.
4. Kegiatan hidup sehari-hari
a. Bantu klien dalam melaksanakan kebersihan diri sampai dapat melaksanakannya
sendiri.
b. Bimbing klien berpakaian yang rapi
c. Batasi kesempatan untuk tidur
d. Sediakan sarana informasi dan hiburan seperti : majalah, surat kabar, radio dan
televisi.
e. Buat dan rencanakan jadwal kegiatan bersama-sama klien.
5. Lingkungan Terapeutik
a. Pindahkan barang-barang yang dapat membahayakan klien maupun orang lain dari
ruangan.
b. Cegah  agar klien tidak berada didalam ruangan yang sendiri dalam jangka waktu
yang lama.
c. Beri rangsangan sensori seperti : suara musik, gambar hiasan di ruangan.
6. Koping keluarga inefektif
Tujuan

 Koping adatif dapat dilakukan dengan optimal.

Kriteria hasil

 Keluarga dapat mengenal masalah dalam keluarga dan menyelesaikannya dengan


tindakan yang tepat.
Intervensi

1) Identifikasi dengan keluarga tentang prilaku maladaptif .


Rasional : Keluarga mengenal dan mengungkapkan serta menerima perasaannya
sehingga mempermudah pemberian asuhan kepada anak dengan benar.

2) Beri reinforcement positif atas tindakan keluarga yang adaptif.


Rasional : Untuk memotivasi keluarga dalam mengasuh anak secara baik dan benar
tanpa menghakimi dan menyalahkan anak atas keadaan yang buruk.

3) Diskusikan dengan keluarga tentang tindakan yang semestinya terhadap anak.


Rasional : Memberikan gambaran tentang tindakan yang semestinya dapat
dilaksanakan keluarga terhadap anak.

4) Diskusikan dengan keluarga tentang pentingnya peran orang tua sebagai status
pendukung dalam proses tumbuh kembang anak.
Rasional : Memberikan kejelasan dan memotivasi keluarga untuk meningkatkan
peran sertanya dalam pengasuhan dan proses tumbuh kembang anaknya.

5) Kolaborasi dalam pemberian pendidikan keluarga terhadap orang tua.


Rasional :Dapat meningkatkan pengetahuan dan pemahaman keluarga (orang tua),
tentang pentingnya peran orang tua dalam tumbuh kembang anak,memiliki
pengetahuan tentang metode pengasuhan yang baik,dan menanamkan kesadaran
untuk menerima anaknya dalam keadaan apapun.

7. Resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan


Tujuan.

 Klien tidak mencederai diri / orang lain / lingkungan.


Kriteria hasil:

 Klien dapat membina hubungan saling percaya.


 Klien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan.
 Klien dapat mengidentifikasi tanda-tanda perilaku kekerasan.
 Klien dapat mengidentifikasi perilaku kekekerasan yang biasa dilakukan.
 Klien dapat mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan.
 Klien dapat melakukan cara berespons terhadap kemarahan secara konstruktif.
 Klien dapat mendemonstrasikan sikap perilaku kekerasan.
 Klien dapat dukungan keluarga dalam mengontrol perilaku kekerasan.
 Klien dapat menggunakan obat yang benar.
Intervensi :

1) Bina hubungan saling percaya. Salam terapeutik, perkenalan diri, beritahu tujuan
interaksi, kontrak waktu yang tepat, ciptakan lingkungan yang aman dan tenang,
observasi respon verbal dan non verbal, bersikap empati.
Rasional : Hubungan saling percaya memungkinkan terbuka pada perawat dan
sebagai dasar untuk intervensi selanjutnya.
2) Beri kesempatan pada klien untuk mengugkapkan perasaannya.
Rasional : Informasi dari klien penting bagi perawat untuk membantu kien dalam
menyelesaikan masalah yang konstruktif.
3) Bantu untuk mengungkapkan penyebab perasaan jengkel / kesal
Rasional : pengungkapan perasaan dalam suatu lingkungan yang tidak mengancam
akan menolong pasien untuk sampai kepada akhir penyelesaian persoalan.
4) Anjurkan klien mengungkapkan dilema dan dirasakan saat jengkel.
Rasional : Pengungkapan kekesalan secara konstruktif untuk mencari penyelesaian
masalah yang konstruktif pula.
5) Observasi tanda perilaku kekerasan pada klien.
Rasional : mengetaui perilaku yang dilakukan oleh klien sehingga memudahkan
untuk intervensi.
6) Simpulkan bersama tanda-tanda jengkel / kesan yang dialami klien.
Rasional : memudahkan klien dalam mengontrol perilaku kekerasan.
7) Anjurkan klien untuk mengungkapkan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan.
Rasional : memudahkan dalam pemberian tindakan kepada klien.
8) Bantu klien bermain peran sesuai dengan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan.
Rasional : mengetahui bagaimana cara klien melakukannya.
9) Bicarakan dengan klien apakah dengan cara yang klien lakukan masalahnya selesai.
Rasional : membantu dalam memberikan motivasi untuk menyelesaikan masalahnya.
10) Bicarakan akibat / kerugian dan perilaku kekerasan yang dilakukan klien.
Rasional : mencari metode koping yang tepat dan konstruktif.
11) Bersama klien menyimpulkan akibat dari perilaku kekerasan yang dilakukan.
Rasional : mengerti cara yang benar dalam mengalihkan perasaan marah.
12) Tanyakan pada klien “apakah ia ingin mempelajari cara baru yang sehat”.
Rasional : menambah pengetahuan klien tentang koping yang konstruktif.
13) Berikan pujian jika klien mengetahui cara yang sehat.
Rasional : mendorong pengulangan perilaku yang positif, meningkatkan harga diri
klien.
14) Diskusikan dengan klien cara lain yang sehat.
 Secara fisik : tarik nafas dalam / memukul botol / kasur atau olahraga atau
pekerjaan yang memerlukan tenaga.
 Secara verbal : katakan bahwa anda sering jengkel / kesal.
 Secara sosial : lakukan dalam kelompok cara-cara marah yang sehat, latihan
asertif, latihan manajemen perilaku kekerasan.
 Secara spiritual : anjurkan klien berdua, sembahyang, meminta pada Tuhan agar
diberi kesabaran.
Rasional : dengan cara sehat dapat dengan mudah mengontrol kemarahan klien.
15) Bantu klien memilih cara yang paling tepat untuk klien.
Rasional : memotivasi klien dalam mendemonstrasikan cara mengontrol perilaku
kekerasan.
16) Bantu klien mengidentifikasi manfaat yang telah dipilih.
Rasional : mengetahui respon klien terhadap cara yang diberikan.
17) Bantu klien untuk menstimulasikan cara tersebut.
Rasional : mengetahui kemampuan klien melakukan cara yang sehat.
18) Beri reinforcement positif atas keberhasilan klien menstimulasi cara tersebut.
Rasional : meningkatkan harga diri klien.
19) Anjurkan klien untuk menggunakan cara yang telah dipelajari saat jengkel / marah.
Rasional : mengetahui kemajuan klien selama diintervensi.
20) Identifikasi kemampuan keluarga dalam merawat klien dari sikap apa yang telah
dilakukan keluarga terhadap klien selama ini.
Rasional : memotivasi keluarga dalam memberikan perawatan kepada klien.
21) Jelaskan peran serta keluarga dalam merawat klien.
Rasional : menambah pengetahuan bahwa keluarga sangat berperan dalam perubahan
perilaku klien.
ASUHAN KEPERAWATAN KEJIWAAN
PADA PASIEN TN. A DENGAN GANGGUAN PERILAKU CHILD ABUSE

A. IDENTITAS
1. IDENTITAS KLIEN
Nama : Tn. A
Alamat : Kepahiang
Umur : 41 th
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Petani
Agama : Islam
Informan : Ny. A
Tanggal Masuk : 10/12/2022
Tanggal Pengkajian : 10/12/2022
Nomor Register : 001/002/2022

2. Identitas Penanggung Jawab


Nama : Ny.A
Alamat : Kepahiang
Umur : 38 th
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : IRT
Hubungan dengan Klien : Istri

B. ALASAN MASUK
Klien masuk ke panti rehabilitasi pada tanggal 9/12/2022 dengan keluhan mengamuk
membahayakan anak, berkata kotor kepada anak, menghina, membentak, memaki, memarahi dan
menakuti dengan mengeluarkan kata-kata yang tidak pantas. Melakukan hukuman ekstrem
kepada anak Mengikat anak di kursi untuk waktu lama dan meneror.

C. FAKTOR PERIODESASI
1. Pernah mengalami gangguan jiwa dimasa lalu : ( ) Ya (v) Tidak
Sebelum dibawa ke rehabilitasi klien belum pernah mengalami gangguan jiwa
2. Pengobatan Sebelumnya : ( ) berhasil ( ) tidak berhasil
Klien belum pernah pengobatan gangguan jiwa
3. Perilaku : Klien tidak pernah mengalami penganiayaan tetapi klien sebagai pelaku kekerasan
verbal terhadap anak yang berlangsung terus menerus.
Masalah Keperawatan : Perilaku Child Abuse
4. Adakah keluarga yang mengalami gangguan jiwa : ( ) Ya (v) Tidak
Dalam keluarga klien tidak ada yang menderita gangguan jiwa
5. Pengalaman masalalu yang tidak menyenangkan :
Klien mengatakan sedari kecil di didik dengan keras oleh orangtuanya sering dipukuli di
marahi dan di hukum dengan ekstrem, dank lien menerapkan hal yang sama untuk anak nya.
Masalah Keperawtaan : Perilaku Child Abuse

D. FISIK
Tanda Vital : TD = 120/80 mmHg N = 80x/mnt
Keluhan Fisik : Tidak ada
Klien tidak mengalami keluhan fisik

E. PSIKOSOSIAL
1. Genogram : Pasien merupakan seorang suami dan memiliki satu istri dan satu anak tinggal
dalam satu rumah.
2. Konsep Diri :
a. Gambaran Diri : Klien mengatakan tidak ada yang istimewa dari tubuhnya
b. Peran : Klien mengatakan dirinya seorang pencari nafkah, pemimpin rumah
tangga seorang ayah dan suami yang memegang control penuh semua urusan dirumah
c. Harga Diri : Klien mengatakan tidak ada yang berubah dari dirinya seja dirawat
3. Hubungan Sosial
Klien mengatakan jarang bercerita kepada dan berkumpul dengan rekan rekan nya disekitar
rumah

F. STATUS MENTAL
1. Penampilan : Tidak rapi, klien cenderung acuh dengan penampilannya
2. Pembicaraan : Klien berulang berkata dengan nada tinggi, sering berkata kotor.
3. Aktifitas Motorik : Pasien tampak terlalu bersemangat dan sering mengeluarkan gesture
akan memukul lawan bicara
4. Interaksi selama wawancara: Saat pengkajian klien bersih keras bahwa hal yang dilakukan
nya adalah benar dengan menghukum anak secara ekstrem dan berkata kasar karena itu
merupakan pendidikan kepada anak yang dia berikan. Klien marah bila perawat menyanggah
pembicaraan.
5. Persepsi (Halusinasi) : Tidak ada
6. Proses Pikir : Pasien menjawab dengan lugas, dengn suara tinggi dan lantang
7. Isi Pikir ( waham ) : Tidak ada
8. Tingkat Kesadaran : Normal tidak ada disorientasi
9. Kemampuan penilaian : Klien tidak mampu mendeskripsikan tentang penyakitnya
10. Daya Tilik Diri : Mengingkari penyakit yang diderita

G. Kebutuhan Pulang
1. Kemampuan klien memenuhi kebutuhan
Klien mampu makan sendiri tanpa bantuan, melakukan kebersihan mandiri.
2. Kebutuhan Istirahat dan Tiudur
Klien mengatakan Tidurnya nyenyak

H. DATA LAIN-LAIN
Hasil Laboratorium : -

I. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Resiko mencederai orang lain dan lingkungan b/d Perilaku Child Abuse
ANALISA DATA
Nama : Tn. A
No. Register : 001/002/2022
Ruangan : Melati

Hari/ Tanggal Data Etiologi Masalah

9/12/2022 DS: Perilaku Child Abuse Resiko mencederai


orang lain dan
klien mengatakan bahwa hal yang
lingkungan
dilakukan nya adalah benar
dengan menghukum anak secara
ekstrem dan berkata kasar

DO:

1. Klien berulang berkata


dengan nada tinggi,
sering berkata kotor
2. Klien menjawab dengan
lugas, dengn suara tinggi
dan lantang
3. Klien mengatakan jarang
bercerita kepada dan
berkumpul dengan rekan
rekan nya disekitar rumah
4. Klien tampak terlalu
bersemangat dan sering
mengeluarkan gesture
akan memukul lawan
bicara
5. TTV : TD=120/80 N=80
RENCANA KEPERAWATAN
Nama : Tn. A
No. Register : 001/002/2022
Ruangan : Melati
NO Hari/Tanggal Diagnosa Tujuan Kriteria Hasil Tindakan Keperawatan

1 9/12/2022 Resiko Klien tidak  Klien dapat membina hubungan saling percaya. 1. Bina hubungan saling percaya
mencederai mencederai diri /  Klien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku R/ Hubungan saling percaya memungkinkan
orang lain dan orang lain / kekerasan. terbuka pada perawat dan sebagai dasar untuk
lingkungan b/d lingkungan.  Klien dapat mengidentifikasi tanda-tanda perilaku intervensi selanjutnya.
Perilaku Child kekerasan. 2. Beri kesempatan pada klien untuk mengungkapkan
Abuse  Klien dapat mengidentifikasi perilaku kekekerasan yang perasaannya.
biasa dilakukan. R/ Informasi dari klien penting bagi perawat untuk
 Klien dapat mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan. membantu kien dalam menyelesaikan masalah

 Klien dapat melakukan cara berespons terhadap yang konstruktif.

kemarahan secara konstruktif. 3. Bantu untuk mengungkapkan penyebab perasaan


 Klien dapat mendemonstrasikan sikap perilaku jengkel / kesal
kekerasan. Rasional : pengungkapan perasaan dalam suatu

 Klien dapat dukungan keluarga dalam mengontrol lingkungan yang tidak mengancam akan menolong

perilaku kekerasan. pasien untuk sampai kepada akhir penyelesaian

 Klien dapat menggunakan obat yang benar. persoalan.


4. Anjurkan klien mengungkapkan dilema dan
dirasakan saat jengkel.
Rasional : Pengungkapan kekesalan secara
konstruktif untuk mencari penyelesaian masalah
yang konstruktif pula.
5. Observasi tanda perilaku kekerasan pada klien.
Rasional : mengetahui perilaku yang dilakukan
oleh klien sehingga memudahkan untuk intervensi.
6. Simpulkan bersama tanda-tanda jengkel / kesan
yang dialami klien.
Rasional : memudahkan klien dalam
mengontrol perilaku kekerasan.
7. Anjurkan klien untuk mengungkapkan perilaku
kekerasan yang biasa dilakukan.
Rasional : memudahkan dalam pemberian
tindakan kepada klien.
8. Bantu klien bermain peran sesuai dengan
perilaku kekerasan yang biasa dilakukan.
Rasional : mengetahui bagaimana cara klien
melakukannya.
9. Bicarakan dengan klien apakah dengan cara
yang klien lakukan masalahnya selesai.
Rasional : membantu dalam memberikan
motivasi untuk menyelesaikan masalahnya.
10. Bicarakan akibat / kerugian dan perilaku
kekerasan yang dilakukan klien.
Rasional : mencari metode koping yang tepat
dan konstruktif.
11. Bersama klien menyimpulkan akibat dari
perilaku kekerasan yang dilakukan.
Rasional : mengerti cara yang benar dalam
mengalihkan perasaan marah.
IMPLEMENTASI DAN EVALUASI KEPERAWATAN
Nama : Tn. A
No. Register : 001/002/2022
Ruangan : Melati
No Diagnosa Implementasi Evaluasi Paraf

1 Dx 1 1. Membina hubungan saling percaya (menyapa S: Klien menyebut nama nya


memperkenalkan diri) O: Klien merespon dengan menjabat tangan
A: Masalah teratasi
P: Intervensi selanjutnya
2. Memberi kesempatan pada klien untuk mengungkapkan S: klien mengatakan bahwa hal yang dilakukan nya
perasaannya adalah benar dengan menghukum anak secara ekstrem
dan berkata kasar karena itu merupakan pendidikan
kepada anak yang dia berikan.
O : Klien mampu mengungkapkan perasaannya
A : Masalah Teratasi
P : Intervensi selanjutnya
3. Mengobservasi tanda perilaku kekerasan pada klien. S : Klien mengatakan jarang bercerita kepada dan
berkumpul dengan rekan rekan nya disekitar rumah
O : Klien berulang berkata dengan nada tinggi, sering
berkata kotor
A: Masalah belum teratasi
P: Intervensi dilanjutkan
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan
Emotional abuse (kekerasan emosional) yang biasanya juga lebih sering disebut
dengan kekerasan verbal paling banyak di dapat oleh anak-anak dari orang tua mereka.
Bahkan tanpa disadari, orang tua setiap hari melakukan Child abuse pada anaknya.
Bentuk dari Child abuse itu umumnya dilakukan dalam bentuk mengancam, mengkritik,
membentak, mengucilkan anak, memberi julukan negatif pada anak atau mengejek.

Kekerasan yang dialami oleh anak dapat berdampak pada fisik maupun
psikologis. Namun, Child abuse biasanya tidak berdampak secara fisik kepada anak,
tetapi dapat merusak anak beberapa tahun kedepan.

B. Saran
Pentingnya peran orangtua khususnya peran ibu dalam membimbing dan
mendidik anak sejak lahir sampai dewasa khususnya dalam hal beretika dan susila untuk
bertingkah laku yang baik. Peran ibu selaku orang tua bertanggungjawab menjaga dan
memperhatikan kebutuhan anak, mengelola kehidupan rumah tangga, memikirkan
keadaan ekonomi dan makanan anak-anaknya, memberi teladan akhlak, serta
mencurahkan kasih sayang bagi kebahagian dan tumbuh kembang anak
DAFTAR PUSTAKA

Hidayat. 2005. Psikologi perkembangan anak. Jakarta : EGC

Komnas Perlindungan Anak (2006). Kekerasan anak di Indonesia. http://www.kompas.com,


diakses 22 Januari 2016

Marta. 2008. Bentuk-bentuk Child abuse . http://www.marta.blogspot.com, diakses 23 Januari


2016

Muaris. 2006. Pengertian balita. http://www.muaris.blogspot.com, diakses 20 Januari 2016

Potter, Patricia A. 2005. Buku ajar fundamental keperawatan volume I. Jakarta : EGC

Soetjiningsih. 2010. Tumbuh kembang anak. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran : EGC

UNICEF. 2014. Data kekerasan pada anak. http://www.unicef.co.id, diakses 21 Januari 2016.

Vedebeck. 2008. Buku ajar keperawatan jiwa. Jakarta : Penerbit buku kedokteran

Wicaksana. 2008. Mereka bilang aku sakit jiwa refleksi kasus-kasus psikiatri dan problematika
kesehatan jiwa di Indonesia.Yogyakarta : Kanisius.

Wong. Donna L. 2013. Buku Ajar Keperawatan Pediatri. Jakarta : EGC

Yani S. Achir. 2008. Asuhan keperawatan kesehatan jiwa. Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai