Anda di halaman 1dari 44

ASUHAN KEPERAWATAN

SEXUAL ABUSE PADA ANAK

DISUSUN UNTUK MEMENUHI MATA KULIAH

KEPERAWATAN ANAK SEHAT dan SAKIT AKUT

Dosen pembimbing:
Sri Sumarni, S.Kep., Ns., M.Kes.

KELOMPOK 9:

DENIS SAIDAH 720621441

MOH. SYAFI’UDDIN 720621447

ANDRIYADI 720621458

OKKY TANIA A 720621507

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS WIRARAJA

2022

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT. Yang Maha Kuasa, karena atas limpahan
karuniaNya, kelompok kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “SEXUAL
ABUSE PADA ANAK” dengan baik Makalah ini disusun dalam rangka memenuhi tugas
kelompok mata kuliah Keperawatan Anak Dan Sehat Sakit Akut. Selama menyelesaikan
makalah ini, penyusun tidak lepas dari dorongan, bimbingan dan bantuan dari berbagai
pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penyusun mengucapkan terima kasih kepada
semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan makalah ini dengan semaksimal
mungkin. Penyusun menyadari adanya kekurangan yang terdapat dalam makalah ini. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun dari pembaca yang budiman sangat
kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini bermanfaat.

Sumenep, 20 Mei 2022

(Kelompok 9)

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL ..........................................................................................i

KATA PENGANTAR .................................................................................. ..........ii

DAFTAR ISI ..........................................................................................................iii

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang .......................................................................................1


1.2 Rumusan Masalah..................................................................................3
1.3 Tujuan ....................................................................................................3
1.4 Manfaat .................................................................................................4

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Pengertian sexual abuse ........................................................................5

2.2 Etiologi sexual abuse.............................................................................6

2.3 Manifestasi Klinis sexual abuse............................................................8

2.4 Patofisiologis sexual abuse...................................................................8

2.5 Penatalaksanaa sexual abuse.................................................................11

2.6 Pathway sexual abuse............................................................................13

2.7 Asuhan Keperawatan (Teoritis) sexual abuse........................................14

BAB III ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Tinjauan Kasus ....................................................................................19

3.2 Pengkajian ............................................................................................19

3.3 Diagnosa Keperawatan.........................................................................34

3.4 Analisis Keperawatan ...........................................................................36

3.5 Planning Intervensi Keperawatan .........................................................39

BAB IV PENUTUP

4.1 Kesimpulan ...........................................................................................41

4.2 Saran ...................................................................................................41

DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Anak adalah individu unik, yang tidak dapat disamakan dengan orang dewasa, baik
dari segi fisik, emosi, pola pikir, maupun tingkahlakunya. Oleh karena itu perlakuan
terhadap anak membutuhkan spesialisasi atau perlakuan khusus dan emosi yang stabil.
Banyak cara yang diterapkan oleh orang tua dalam mendidik anak. Ada yang
mengutamakan kasih sayang, komunikasi yang baik dan pendekatan yang lebih bersifat
afektif. Ada pula yang menggunakan kekerasan sebagai salah satu metode dalam
menerapkan kepatuhan dan pendisiplinan anak. Kekerasan pada anak, baik fisik maupun
psikis dipilih sebagai cara untuk mengubah perilaku anak dan membentuk perilaku yang
diharapkan.
Lingkungan rumah dan sekolah adalah lahan subur dan sumber utama terjadinya
kekerasan, karena anak lebih banyak berinteraksi dengan orangtuanya/pengasuh ataupun
guru. Pada sisi lain, kasus anak jalanan adalah kasus yang unik, dimana mereka hidup
dijalan, mencari nafkah sendiri ataupun untuk “agen” dari penyedia jasa anak. Banyak
anak tidak dapat memperoleh haknya sebagai seorang anak.
Data kekerasan setiap tahun mengalami peningkatan, bahkan pada tahun 2014
dinyatakan sebagai tahun darurat kejahatan seksual pada anak. Kasus-kasus kekerasan
anak dapat berupa kekerasan fisik, tertekan secara mental, kekerasan seksual, pedofilia,
anak bayi dibuang, aborsi, pernikahan anak dibawah umur, kasus tenaga kerja dibawah
umur, trafficking, anak-anak yang dipekerjakan sebagai PSK, dan kasus perceraian.
Semua kasus ini berobjek pada anak yang tentu saja akan berdampak buruk pada
perkembangan dan kepribadian anak, baik fisik, maupun psikis dan jelas mengorbankan
masa depan anak
Kekerasan seksual terhadap anak menurut ECPAT (End Child Prostitution In Asia
Tourism) Internasional merupakan hubungan atau interaksi antara seorang anak dan
seorang yang lebih tua atau anak yang lebih banyak nalar atau orang dewasa seperti
orang asing, saudara sekandung atau orang tua dimana anak tersebut dipergunakan
sebagai sebuah objek pemuas bagi kebutuhan seksual pelaku. Perbuatan ini dilakukan
dengan menggunakan paksaan, ancaman, suap, tipuan atau tekanan. Kegiatan-kegiatan
tidak harus melibatkan kontak badan antara pelaku dengan anak tersebut. Bentuk-bentuk
kekerasan seksual sendiri bisa berarti melakukan tindak perkosaan ataupun pencabulan.

4
Kekerasan seksual terhadap anak juga dikenal dengan istilah child sexual abuse.
Kekerasan seksual merupakan kejahatan yang universal.Kejahatan ini dapat ditemukan di
seluruh dunia, pada tiap tingkatan masyarakat, tidak memandang usia maupun jenis
kelamin. Besarnya insiden yang dilaporkan di setiap Negara berbeda-beda. Banyak anak
yang mendapat perlakuan kurang manusiawi, bahkan tidak jarang dijadikan objek
kesewenangan.Berdasarkan catatan Komisi Perlindungan Anak Indonesia, ada 481 kasus
kekerasan anak (2003).Jumlah ini menjadi 547 kasus pada tahun 2004. Dari situ, ada 140
kasus kekerasan fisik, 80 kasus kekerasan psikis, 106 kasus kekerasan lainnya, dan 221
kasus kekerasan seksual. Gambaran paradoks tersebut memancing pertanyaan.Mengapa
kekerasan seksual sering menimpa diri anak dan siapa yang paling berpotensi sebagai
pelakunya? Di samping dapat menimbulkan dampak yang luar biasa pada diri si korban,
kasus kekerasan seksual juga dapat menguji kebenaran dari pernyataan Singarimbun
(2004), bahwa modernisasi sering diasosiasikan sebagai keserbabolehan melakukan
hubungan seksual (Suda, 2006).
Sebuah penelitian di Amerika Serikat pada tahun 2006 (National Violence against
Women Survey/NVAWS) melaporkan bahwa 17,6% dari responden wanita dan 3% dari
responden pria pernah mengalami kekerasan seksual. Kebanyakan korban kekerasan
seksual pada anak berusia sekitar 5-11 tahun. Bagi pelaku jenis kelamin tidak
berpengaruh dalam melakukan kekerasan seksual yang penting bagi pelaku hasrat
seksual mereka dapat tersalurkan. Modus pelaku dalam mendekati korban sangatlah
bervariasi misalnya mendekati korban dan mengajak ngobrol, membujuk korban, merayu
dan memaksa korbanya. Serta modus yang lebih canggih yakni pelaku menggunakan
jejaring social dengan berkenalan dengan korban, mengajak bertemu dan memperkosa
atau melakukan kekerasan seksual. Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) tahun
2010-2014 menyebutkan bahwa, sekitar 42%-62% dari seluruh KtA merupakan kasus
kekerasan seksual dan tempat kejadian terbanyak ada dirumah dan sekolah, sehingga
rumah dan sekolah bukan lagi menjadi tempat yang aman bagi anak.
Data KPAI, priode 2011-2014 mencatat tahun 2014 diproyeksi terjadi sebanyak
1380 kasus kejahatan seksual, sedangkan pada tahun 2013 tercatat sebanyak 525 kasus,
tahun 2012 sebanyak 746 kasus, dan tahun 2011 sebanyak 329 kasus kekerasan seksual
pada anak.

5
1.2 Rumusan Masalah
1. Untuk mengetahui tentang definisi dari seksual abuse?
2. Untuk mengetahui tentang etiologi dari seksual abuse?
3. Untuk mengetahui tentang klasifikasi dari seksual abuse?
4. Untuk mengetahui tentang patofisiologi dari seksual abuse?
5. Untuk mengetahui tentang manifestasi klinis dari seksual abuse?
6. Untuk mengetahui tentang penatalaksanaa dari seksual abuse?
7. Untuk mengetahui tentang pathway dari seksual abuse?
8. Bagaimana asuhan keperawatan (teoritis) pada seksual abuse?
9. Bagaimana asuhan keperawatan (kasus) pada seksual abuse?

1.3 Tujuan
a. Tujuan Umum
Untuk mendeskripsikan konsep teori dan konsep asuhan keperawatan pada pasien
dengan Penyakit Ca Colon.
b. Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui tentang definisi dari seksual abuse?
2. Untuk mengetahui tentang etiologi dari seksual abuse?
3. Untuk mengetahui tentang klasifikasi dari seksual abuse?
4. Untuk mengetahui tentang patofisiologi dari seksual abuse?
5. Untuk mengetahui tentang manifestasi klinis dari seksual abuse?
6. Untuk mengetahui tentang penatalaksanaa dari seksual abuse?
7. Untuk mengetahui tentang pathway dari seksual abuse?
8. Bagaimana asuhan keperawatan (teoritis) pada seksual abuse?
9. Bagaimana asuhan keperawatan (kasus) pada seksual abuse?

6
1.4 Manfaat
1. Bagi Penulis
Sebagai sarana pembelajaran dan pengalaman bagi penulis untuk melakukan
studi kasus serta menambah wawasan dan pengetahuan tentang asuhan keperawatan
kasus kekerasan seksual pada anak
2. Bagi Institusi Pendidikan
Sebagai informasi bagi institusi pendidikan dalam pengembangan dan
peningkatan mutu pendidikan serta dapat digunakan sebagai sumber bacaan dan data
acuan dalam penelitian berikutnya bagi mahasiswa di Universitas Wiraraja
khususnya.
3. Bagi masyarakat
Agar dapat dijadikan sebagai pedoman bagi masyarakat tentang kekerasan
seksual pada anak

7
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi

Kekerasan seksual adalah apabila anak disiksa/diperlakukan secara seksual dan


juga terlibat atau ambil bagian atau melihat aktivitas yang bersifat seks dengan tujuan
pornografi, gerakan badan, film, atau sesuatu yang bertujuan mengeksploitasi seks dimana
seseorang memuaskan nafsu seksnya kepada orang lain.

Menurut Ricard J. Gelles (Hurairah, 2012), kekerasan terhadap anak merupakan


perbuatan disengaja yang menimbulkan kerugian atau bahaya terhadap anak-anak
(baik secara fisik maupun emosional). Bentuk kekerasan terhadap anak dapat
diklasifikasikan menjadi kekerasan secara fisik, kekerasan secara psikologi, kekerasan
secara seksual dan kekerasan secara sosial.

Kekerasan seksual terhadap anak menurut End Child Prostitution in Asia


Tourism (ECPAT) Internasional merupakan hubungan atau interaksi antara seorang
anak dengan seorang yang lebih tua atau orang dewasa seperti orang asing,
saudara sekandung atau orang tua dimana anak dipergunakan sebagai objek
pemuas kebutuhan seksual pelaku. Perbuatan ini dilakukan dengan
menggunakan paksaan, ancaman, suap, tipuan bahkan tekanan. Kegiatan-kegiatan
kekerasan seksual terhadap anak tersebut tidak harus melibatkan kontak badan
antara pelaku dengan anak sebagai korban. Bentuk-bentuk kekerasan seksual itu
sendiri bisa dalam tindakan perkosaan ataupun pencabulan (Sari, 2009).

Kekerasan seksual (sexual abuse), dapat didefinisikan sebagai perilaku seksual


secara fisik maupun non fisik oleh orang yang lebih tua atau memiliki kekuasaan terhadap
korban, bertujuan untuk memuaskan hasrat seksual pelakunya. Korban mungkin saja
belum atau tidak memahami perlakuan yang dilakukan terhadap dirinya, mereka hanya
merasa tidak nyaman, sakit, takut, merasa bersalah, dan perasaan lain yang tidak
menyenangkan ( FKUI, 2006).

Kekerasan seksual (sexual abuse) pada anak mencakup penganiayaan seksual


secara fisik dan non fisik. Kekerasan fisik antara lain menyentuh alat kelamin atau bagian
tubuh lain yang bersifat pribadi, seks oral, penetrasi vagina/anus menggunakan penis atau
benda lain, memaksa anak membuka pakaian, sampai tindak perkosaan. Sedangkan
penganiyaan non fisik diantaranya memperlihatkan benda-benda yang bermuatan

8
pornografi atau aktivitas seksual orang dewasa, eksploitasi anak dalam pornografi
(gambar, foto, film, slide, majalah, buku),

2.2 Etiologi

Faktor-fakor yang menyebabkan terjadinya tindakan kekerasan seksual yang dialami


oleh subyek adalah sebagai berikut:

a. Faktor kelalaian orang tua.. Kelalaian orang tua yang tidak memperhatikan tumbuh
kembang dan pergaulan anak yang membuat subyek menjadi korban kekerasan
seksual..
b. Faktor rendahnya moralitas dan mentalitas pelaku. Moralitas dan mentalitas yang
tidak dapat bertumbuh dengan baik, membuat pelaku tidak dapat mengontrol nafsu
atau perilakunya.
c. Faktor ekomoni. Faktor ekonomi membuat pelaku dengan mudah memuluskan
rencananya dengan memberikan imingiming kepada korban yang menjadi target dari
pelaku.

Dampak kekerasan seksual terhadap anak diantaranya adanya perasaan bersalah


dan menyalahkan diri sendiri, bayangan kejadian dimana anak menerima kekerasan
seksual, mimpi buruk, insomnia, takut hal yang berhubungan dengan penyalahgunaan
(termasuk benda, bau, tempat, kunjungan dokter, dll), masalah harga diri, disfungsi
seksual, sakit kronis, kecanduan, keinginan bunuh diri cedera, bunuh diri, keluhan
somatik, depresi (Roosa, Reinholtz., Angelini, 1999). Selain itu muncul gangguan-
gangguan psikologis seperti pasca-trauma stress disorder, kecemasan, jiwa penyakit
lain (termasuk gangguan kepribadian dan gangguan identitas disosiatif, kecenderungan
untuk reviktimisasi di masa dewasa, bulimia nervosa, cedera fisik kepada anak,
(Widom, 1999; Levitan, Rector, Sheldon, & Goering, 2003; Messman-Moore, Terri
Patricia, 2000; Dinwiddie , Heath ,Dunne, Bucholz , Madden, Slutske, Bierut, Statham
et al, 2000)

Menurut Townsend (1998) factor yang predisposisi (yang berperan dalam pola
penganiayaan anak (seksuak abuse) antara lain:

1. Teori biologis
Pengaruh neurofisiologis. Perubahan dalam system limbik otak dapat
mempengaruhi perilaku agresif pada beberapa individu

9
a. Pengaruh biokimia, bermacam-macam neurotransmitter ( misalnya epinefrin,
norepinefrin, dopamine, asetilkolin dan serotonin) dapat memainkan peranan
dalam memudahkan dan menghambat impuls-impuls agresif
b. Pengaruh genetika. Beberapa penyelidikan telah melibatkan herediter sebagai
komponen pada predisposisi untuk perilaku agresif seksual, baik ikatan genetik
langsung maupun karyotip genetik XYY telah diteliti sebagai kemungkinan.
c. Kelainan otak. Berbagai kelainan otak mencakup tumor, trauma dan penyakit-
penyakit tertentu (misalnya ensefalitis dan epilepsy), telah dilibatkan pada
predisposisi pada perilaku agresif.
2. Teori psikologis
a. Teori psikoanalitik. Berbadai teori psikoanalitik telah membuat hipotesa bahwa
agresi dan kekerasan adalah ekspresi terbuka dari
ketidakperdayaan dan harga diri rendah, yang timbul bila kebutuhan masa anak
terhadap kepuasan dan keamanan tidak terpenuhi.
b. Teori pembelajaran. Teori ini mendalilkan bahwa perilaku agresif dan
kekerasan dipelajari dari model yang membawa dan berpengaruh.Individu-
individu yang dianiaya seperti anak-anak atau yang orang tuanya
mendisiplinkan dengan hukuman fisik lebih mungkin untuk berperilaku kejam
sebagai orang dewasa.
3. Teori sosiokultural (pengaruh sosial)
Pengaruh sosial. Ilmuwan social yakin bahwa perilaku agresif terutama
merupakan hasil dari struktur budaya dan social seseorang. Pengaruh social dapat
berperan pada kekerasan saat individu menyadari bahwa kebutuhan dan hasrat
mereka tidak dapat dipenuhi melalui cara-cara yang lazim dan mereka
mengusahakan perilaku-perilaku kejahatan dalam suatu usaha untuk memperoleh
akhir yang diharapkan.

2.3 Manifestasi Klinis


1. Adanya keluhan fisik seperti sakit kepala, nyeri kalau buang air besar atau buang air
kecil. Nyeri, bengkak, pendarahan atau iritasi di daerah mulut, genital, atau dubur
yang sukar dijelaskan kepada orang lain.
2. Emosi anak tiba-tiba berubah. Ada anak setelah mengalami kekerasan seksual
menjadi takut, marah, mengisolasi diri, sedih, merasa bersalah, merasa malu, dan
bingung.

10
3. Ada anak tiba-tiba merasa takut, cemas, gemetar atau tidal menyukai orang atau
tempat tertentu.
4. Ada juga yang mengalami gangguan tidur, mungkin susah tidur, atau bisa tidur
tetapi terbangun-terbangun, atau sering mimpi buruk dan mengerikan, atau sedang
tidur sering mengigau atau menjerit ketakutan.
5. Ada yang mengeluh merasa mual, muntah, atau tidak mau makan. Yang paling
membahayakan kalau ia merasa tidak berharga, merasa bersalah, merasa sedih, putus
asa, dan mencoba bunuh diri.

2.4 Patofisiologi
Menurut Tower (2002) dalam Maria (2008) kekerasan seksual pada anak dapat
terjadi satu kali, beberapa kali dalam periode berdekatan, bahkan menahun. Walaupun
berbeda-beda pada setiap kasus, kekerasan seksual tidak terjadi begitu saja, melainkan
melalui beberapa tahapan antara lain :
1. Tahap awal, pelaku membuat korban merasa nyaman. Ia menyakinkan bahwa apa
yang dilakukannya "tidak salah" secara moral. Pelaku mencoba menyentuh sisi
kbutuhan anak akan kasih saying dan perhhatian, penerimaan dari orang lain, atau
mencoba menyamakannya dengan permainan dan menjanjikan imbalan material yang
menyenangkan. Pelaku dapat mengintimidasi secara halus ataupun bersikap memaksa
secara kasar.
2. Tahap kedua, adalah interaksi seksual. Perilaku yang terjadi bisa saja hanya berupa
mengintip sampai perilaku yang intensitasnya berat, yaitu memakasa anak untuk
melakukan hubungan seksual. Setelah kejadian tersebut, pelaku mengancam korban agar
merahasiakan apa yang terjadi kepada orang lain.
3. Tahap berikutnya, adalah tahapan dimana korban mau menceritakan pengalamannya
kepada orang lain. Kemungkinan korban merahasiakan pengalamannya sampai berusia
dewasa, atau menceritakannya kepada orang yang mempunyai kedekatan emosional
dengannya, sehingga ia merasa aman. Pelaku "mencobai" korban sedikit demi sedikit,
mulai dari :
a. Pelaku membuka pakaiannya sendiri
b. Pelaku meraba-raba bagian tubuhnya sendiri
c. pelaku memperlihatkan alat kelaminnya
d. Pelaku mencium korban dengan pakaian lengkap

11
e. Pelaku meraba bagian-bagian tubuh korban : payudara, alat kelamin, dan bagian
lainnya.
f. Masturbasi, dilakukan oleh pelaku sendiri atau pelaku dan korban saling
menstimulasi.
g. Oral sex, dengan menstimilasi alat kelamin korban
h. Sodomi
i. Petting
j. Penetrasi alat kelamin pelaku
Anak yang memiliki resiko mengalami kekerasan seksual biasanya adalah anak-anak
yang biasa ditinggalkan sendiri dan tidak mendapat pengawasan dari orang yanglebih
dewasa, terutama ibu.Tidak hanya kehadiran secara fisik, kedekatan emosional antara
ibu dan anak pun merupakan faktor yang penting (Maria, 2008).
Menurut Maria (2008) dampak kekerasan seksual pada anak adalah sebagai berikut :
1. Stress: akut, traumatic – PTSD (post traumatik stress disorder)
2. Agresif, menjadi pelaku kekerasan, tidak percaya diri
3. Rasa takut, cemas
4. Perilaku seksual yang tidak wajar untuk anak seusianya
Tidak diragukan lagi bahwa kekerasan seksual dapat memberikan dampak jangka
pendek maupun jangka panjang bagi korbannya. Pada anak lainnya, ada kemungkinan
gangguan tersebut di 'tekan' sehingga tidak teramati dari luar sampai ada pemicu yang
menampilkan gejolak emosi mereka, misalnya saat anak memasuki usia remaja dan
mulai dekat dengan lawan jenis, atau pada saat mereka akan menikah. selain itu, sangat
mungkin anak yang menjadi korban kekerasan seksual kemudian justru malah menjadi
pelaku kekerasan seksual terhadap anak lain (Maria, 2008).
Menghadapi anak yang mengalami kekerasan seksual, kata Maria, hendaknya tetap
mempertimbangkan faktor psikologis.Tidak hanya pada posisi anak sebagai korban,
yang tentunya berisiko mengalami stres bahkan trauma, tapi juga perlu penanganan
yang baik pada anak sebagai pelaku kekerasan. Anak sebagai pelaku kekerasan seksual,
sangat mungkin sebelumnya adalah korban dari kekerasan seksual yang dilakukan oleh
pelaku lain. Kemungkinan motif kekerasan yang dilakukannya adalah untuk eksploitasi-
memuaskan rasa ingin tahu, atau menirukan kejadian yang dialami sebelumnya, baik
dari perlakuan langsung maupun dari media yang dilihatnya.Dengan adanya azas
praduga tak bersalah, hendaknya ditelusuri dengan mendalam faktor yang mendorong

12
anak menjadi pelakukekerasan seksual, agar anak tidak dua kali menjadi korban (Maria,
2008).
Berbagai bentuk kekerasan seksual terhadap anak, khususnya anak perempuan di
masyarakat, selalu diwarnai kekerasan fisik atau psikologis.Jika meminjam gagasan
Giddens (2004) tentang kekerasan lakilaki dalam menyalurkan libidonya, tindakan
tersebut berkaitan dengan label yang diberikan masyarakat kepada laki-laki.Laki-laki
harus jantan menangani sektor publik dan urusan seksual. Di sisi lain, meluasnya sistem
ekonomi kapitalisme global mengakibatkan banyak orang termarjinal, bahkan terhimpit,
baik secara ekonomi maupun psikologis. Akibatnya, harga diri mereka dalam keluarga
dan masyarakat mengalami goncangan.Begitu pula hubungan seksual mereka dengan
istrinya bisa terganggu. Kondisi ini bisa diperparah lagi karena usia tua, impotensi,
ejakulasi dini, kekhawatiran ukuran dan fungsi penis, dan lainnya. Ini menimbulkan rasa
tidak aman dan kekawatiran yang mendalam (Suda, 2006).
Berikut ini jenis-jenis kekerasan seksual berdasarkan pelakunya (Tower, 2002 dalam
Maria, 2008) :
1. Kekerasan yang dilakukan oleh anggota keluarga.
Dilakukan oleh ayah, ibu atau saudara kandung. Selain itu, kekerasan seksual
mungkin pula dilakukan oleh orang tua angkat/tiri, atau orang lain yang tinggal
serumah dengan korban.
2. Kekerasan yang dilakukan oleh orang lain di luar anggota keluarga
Kekerasan seksual dapat dilakukan oleh siapa saja, tidak dibatasi perbedaan jenis
kelamin, suku, agama, tingkat sosial ekonomi, dan sebagainya.Sebagian besar
pelaku adalah pria dan orang yang melakukan orang yang cukup dikenal oleh
korban, misalnya tetangga, guru, sopir, baby-sittter.Pelaku bisa saja mengalami
kelainan seperti paedophilia, pecandu seks, atau sangat mungkin teman sebaya.
Kemungkinan pelaku penah menjadi korban kekerasan seksual sebelumnya,atau
menirukan perilaku orang lain. salah satu penyebabnya adalah untuk mengatasi
trauma akibat kekesaran seksual yang dialaminya, atau sekedar memenuhi rasa ingin
tahu.

13
2.5 Penatalaksaan

Berdasarkan jurnal “play therapy dalam identifikasi kasus kekerasan seksual


terhadap anak”, terapi sexual abuse adalah :

Cholidah (2005) menyatakan bahwa diantara tujuan terapi bermain adalah


mengurangi atau menghilangkan gangguan-gangguan perilaku, fisik, psikis, social,
sensori dan komunikasi dan mengembangkan kemampuan yang masih dimiliki secara
optimal. Terkait dengan kasus kekerasan seksual pada anak, Jongsma, Peterson dan
Mclnnis (2000) menyatakan bahwa terapi bermain (play therapy) merupakan salah satu
metode untuk mengidentifikasi dan menggalikan perasaan anak korban kekerasan
seksual. Melalui terapi bermain selain kasus dapat diidentifikasi apa yang terjadi pada
diri anak, anak juga dapat mengekpresikan perasaan atas kasus yang terjadi pada dirinya.

Menurut Suda (2006) ada beberapa model program counseling yang dapat diberikan
kepada anak yang mengalami sexual abuse, yaitu :

a. The dynamics of sexual abuse. Artinya, terapi difokuskan pada pengambangan


konsepsi. Pada kasus tersebut kdsalahan dan tanggung jawa berada pada pelaku bukan
pada korban. Anak dijamin tidak disalahkan meskipun telah terjadi kontak seksual.

b. Protective behaviors counseling. Artinya, anak-anak dilatih menguasai keterampilan


mengurangi kerentannya sesuai dengan usia. Pelatihan anak prasekolah dapat dibatasi;
berkata tidak terhadap sentuhan-sentuhan yang tidak diinginkan; menjauh secepatnya
dari orang yang kelihatan sebagai abusive person; melaporkan pada orangtua atau orang
dewasa yang dipercaya dapat membantu menghentikan perlakuan salah.

c. Survivor/self-esteem counseling. Artinya, menyadarkan anak-anak yang menjadi


korban bahwa mereka sebenarnya bukanlah korban, melainkan orang yang mampu
bertahan (survivor) dalam menghadapi masalah sexual abuse. Keempat, feeling
counseling. Artinya, terlebih dahulu harus diidentifikasi kemampuan anak yang
mengalami sexual abuse untuk mengenali berbagai perasaan. Kemudian mereka
didorong untuk mengekspresikan perasaan-perasaannya yang tidak menyenangkan, baik
pada saat mengalami sexual abuse maupun sesudahnya. Selanjutnya mereka diberi
kesempatan untuk secara tepat memfokuskan perasaan marahnya terhadap pelaku yang
telah menyakitinya, atau kepada orang tua, polisi, pekerja sosial, atau lembaga peradilan
yang tidak dapat melindungi mereka.

14
d. Cognitif terapy. Artinya, konsep dasar dalam teknik ini adalah perasaan-perasaan
seseorang mengenai beragam jenis dalam kehidupannya dipengaruhi oleh pikiran-pikiran
mengenai kejadian tersebut secara berulang-lingkar.

2.6 Pathway

15
Kelainan psikologi Gangguan Genetik Pengalaman masa
perkembangan seksual (skizofrenia) lalu

Anak Phedofilia

Sexual abuse
terhadap anak

Terjadi Perasaan aneh / Adanya rasa takut Terjadi


pemerkosaan pikiran kacau pada terhadap kegagaan pemerkosaan
anak hubungan keluarga

Timbul
Cedera di bagian
ketakutan pada Merasa tidak
Mekanisme vagina
anak berdaya
koping yang
tidak adekuat

Sindrom pasca Nyeri akut


Harga diri
trauma
rendah
Ansietas

Kopng keluarga
tidak efektif

16
2.7 Asuhan Keperawatan Teori

1. Pengkajian
Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan upaya untuk
pengumpulan data secara lengkap dan sistematis mulai dari pengumpulan data, identitas
dan evaluasi status kesehatan klien. Hal-hal yang perlu dikaji antara lain:
a. Identitas klien. Meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan,
agama, suku bangsa, tanggal dan jam MRS, nomor register, dan diagnosis medis.
b. Keluhan utama
c. Riwayat kesehatan klien
1. Riwayat kesehatan sekarang
2. Riwayat kesehatan dahulu
2. Riwayat penyakit keluarga
3. Riwayat psikososial
d. Aktivitas sehari-hari
e. Pola nutrisi dan cairan
f. Pola eliminasi
g. Pola personal hygiene
h. Pola istirahat tidur
i. Pola aktivitas dan latihan
j. Pola seksualitas dan reproduksi
k. Persepsi diri dan konsep diri
l. Sirkulasi
m. Eliminasi
n. Nyeri atau kenyamanan
o. Pemeriksaan Fisik
1) Kepala
2) Mata
3) Hidung
4) Mulut dan faring
5) Leher
6) Dada
7) Abdomen
8) Ekstermitas

17
9) Pemeriksaan neurologis
2. Diagnosa Keperawatan
a. Pengertian masalah keperawatan
Masalah keperawatan atau diagnosis keperawatan merupakan suatu penilaian klinis
mengenai respons klien terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang
dialaminya baik yang berlangsung aktual maupun potensial. Diagnosis keperawatan
bertujuan untuk mengidentifikasi respons klien individu, keluarga, dan komunitas
terhadap situasi yang berkaitan dengan kesehatan (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017).
b. Komponen masalah keperawatan
Diagnosis keperawatan memiliki dua komponen utama yaitu masalah (problem) atau
label diagnosis dan indicator diagnosis. Masing-masing komponen diagnosis diuraikan
sebagai berikut:
1) Masalah (problem)
Masalah merupakan label diagnosis keperawatan yang menggambarkan inti
dari respons klien terhadap kondisi kesehatan atau penjelas dan fokus diagnostik.
2) Indikator diagnostik
Indikator diagnostik terdiri atas penyebab, tanda/gejala, dan faktor resiko
dengan uraian sebagai berikut:
a. Penyebab (etiologi) merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan
status kesehatan. Etiologi dapat mencakup empat kategori yaitu: - Fisiologis,
biologis atau psikologis;
- Efek terapi/tindakan;
- Situasional (lingkungan atau personal),
- Maturasional.
b. Tanda (Sign) dan gejala (symptom). Tanda merupakan data objektif yang
diperoleh dari hasil pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium dan prosedur
diagnostik, sedangkan gejala merupakan data subyektif yang diperoleh dari hasil
anamnesis. Tanda/gejala dikelompokkan menjadi dua kategori yaitu:
- Mayor: Tanda/gejala ditemukan sekitar 80%-100% untuk validasi diagnosis.
- Minor: Tanda/gejala tidak harus ditemukan, namun jika ditemukan dapat
mendukung penegakan diagnosis.
c. Faktor resiko merupakan kondisi atau situasi yang dapat meningkatkan
kerentanan klien mengalami masalah kesehatan.
3) Kriteria Mayor dan Minor

18
Menurut (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017) menyatakan kriteria mayor
merupakan tanda atau gejala yang ditemukan 80% 100% pada klien untuk
validasi diagnosis. Sedangkan kriteria minor merupakan tanda atau gejala yang
tidak harus ditemukan, namun jika ditemukan dapat mendukung penegakkan
diagnosis.
4) Faktor yang berhubungan
Faktor yang berhubungan atau penyebab pada masalah keperawatan
merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan status kesehatan yang
mencakup empat kategori yaitu : fisiologis, biologis atau psikologis, efek terapi
atau tindakan, lingkungan atau personal, dan kematangan perkembanngan (Tim
Pokja SDKI DPP PPNI, 2017).
3. Intervensi Keperawatan
4. Implementasi Keperawatan
Menurut (Potter & Perry, 2011) dalam buku Konsep & Penulisan Asuhan
Keperawatan, implementasi keperawatan adalah pengelolaan dan perwujudan dari
rencana keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan. OIeh karena itu, jika
intenvensi keperawatan yang telah dibuat dalam perencanaan dilaksanakan atau
diaplikasikan pada pasien, maka tindakan tersebut disebut implementasi
keperawatanKomponen yang terdapat pada implementasi adalah :
a. Tindakan observasi adalah tindakan yang ditujukan untuk mengumpulkan dan
menganalisis data status kesehatan klien.b. Tindakan terapeutik
b. Tindakan terapeutik adalah tindakan yang secara lansung dapat berefek memulihkan
status kesehatan klien atau dapat mencegah perburukan masalah kesehatan klien.
c. Tindakan edukasi adalah tindakan yang ditujukan untuk meningkatkan kemampuam
pasien merawat dirinya dengan membantu pasien memperoleh perilaku baru yang
dapat mengatasi masalah.
d. Tindakan kolaborasi adalah tindakan yang membutuhkan kerjasama baik dengan
perawat lainnya maupun dengan profesi kesehatan lainnya.
5. Evaluasi Keperawatan
Menurut (Potter & Perry, 2011). dalam buku Konsep & Penulisan Asuhan
Keperawatan, tahap penilaian atau evaluasi adalah perbandingan yang sistematis dan
terencana tentang kesehatan klien dengan tujuan yang telah ditetapkan, dilakukan dengan
cara berkesinambungan dengan melibatkan klien, keluarga, dan tenaga kesehatan
lainnya. Komponen catatan perkembangan, antara lain sebagai berikut :

19
Kartu SOAP (data subjektif, data objektif, analisis/assessment, dan perencanaan/plan)
dapat dipakai untuk mendokumentasikan evaluasi dan pengkajian ulang.
a. S (Subjektif): data subjektif yang diambil dari keluhan klien, kecuali pada klien yang
afasia.
b. O (Objektif): data objektif yang diperoleh dari hasil observasi perawat, misalnya
tanda-tanda akibat penyimpanan fungsi fisik, tindakan keperawatan, atau akibat
pengobatan.
c. A (Analisis/assessment): berdasarkan data yang terkumpul kemudian dibuat
kesimpulan yang meliputi diagnosis, antisipasi diagnosis atau masalah potensial,
dimana analisis ada 3, yaitu (teratasi, tidak teratasi, dan sebagian teratasi) sehingga
perlu tidaknya dilakukan tindakan segera. Oleh karena itu, sering memerlukan
pengkajian ulang untuk menentukan perubahan diagnosis, rencana, dan tindakan.
d. P (Perencanaan/planning): perencanaan kembali tentang pengembangan tindakan
keperawatan, baik yang sekarang maupun yang akan datang (hasil modifikasi rencana
keperawatan) dengan tujuan memperbaiki keadaan kesehatan klien. Proses ini
berdasarkan kriteria tujuan yang spesifik dan periode yang telah ditentukan.

20
BAB 3
KASUS ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Kasus
Pada tanggal 6 Agustus 2021 Ny . A datang ke RS dengan membawa anaknya yang
bernama An.S yang berumur 9 tahun. Ia dibawa karena anaknya mengeluh nyeri
dibagian vagina sejak kemarin yang pulang dari rumah pamannya. Keesokan harinya
setelah pulang dari rumah pamannya ibunya melihat An.S sulit tidur dan kelihatan
anaknya mearsa ketakutan dan ibunya mengatakn An. S terlihat lesu. Terdapat cedera
di bagian intimnya dan pasien tanpak meringis.
3.2 Biodata
A. Identitas Klien
1. Nama/Nama panggilan : An. S
2. Tempat tgl lahir/usia : Sumenep, 01 Januari 2013
3. Jenis kelamin : Perempuan
4. Agam a : Islam
5. Pendidikan Terakhir : SD
6. Alamat : Sumenep
7. Tgl masuk : 06 Agustus 2021
8. Tgl pengkajian : 06 Agustus 2021
9. Diagnosa medik : Sexual Abuse pada anak
B. Identitas Orang tua
1. Ayah
a. Nama : Tn. D
b. Usia : 42
c. Pendidikan : SMA Sederajat
d. Pekerjaan : Wiraswasta
e. A g a m a : Islam
f. Alamat : Sumenep
2. Ibu
a. Nama : Ny. A
b. Usia : 39
c. Pendidikan Terakhir : SMA Sederajat
d. Pekerjaan : IRT
e. Agam a : Islam

21
f. Alamat : Sumenep
C. Riwayat Kesehatan
a) Riwayat Kesehatan Sekarang
1. Keluhan Utama : nyeri di bagian vagina
2. Riwayat Keluhan Utama : Ibu mengatakan alasan anaknya dibawa ke RS
karenanyeri dibagian alat kelamin sejak 1 hari yang lalu dan mengatakan sejak itu
An. S sulit tidur dan seperti orang ketakutan.
3. Keluhan Pada Saat Pengkajian : Ibu mengatakan alasan anaknya dibawa ke RS
karenanyeri dibagian alat kelamin sejak 1 hari yang lalu dan mengatakan sejak itu
An. S sulit tidur dan seperti orang ketakutan. Pasien tanpak lesu dan meringis
b) Riwayat Kesehatan Lalu
1. Prenatal care
a. Ibu memeriksakan kehamilannya setiap minggu di : puskesmas Batuan
b. Keluhan selama hamil yang dirasakan oleh ibu : tidak ada
c. Riwayat berat badan selama hamil : berat badan naik sekitar 12 kg
d. Riwayat Imunisasi TT : 2 kali dengan jarak 4 minggu
e. Golongan darah ibu : B
f. Golongan darah ayah : O
2. Natal
a. Tempat melahirkan : Puskesmas
b. Jenis persalinan : Pervaginam
c. Penolong persalinan : Bidan puskesmas
d. Komplikasi yang dialami oleh ibu pada saat melahirkan dan setelah
melahirkan : tidak ada
3. Post natal
a. Kondisi bayi: seperti bayi normal biasanya APGAR:.9
b. Anak pada saat lahir mengalami : tiak mengalami kelainan
c. Klien pernah mengalami penyakit : demam dan pilek
d. Pada umur : 5 tahun
e. Diberikan obat oleh : dokter
f. Riwayat kecelakaan : tidak ada

c) Riwayat Kesehatan Keluarga : Orang tua(ayah) mengatakan pernah menderita


penyakit yang sama seperti yang di alami pasien sekarang.

22
d) Genogram Keluarga
e) Genogram :

Laki-laki :

Perempuan :

Pasien :

Meninggal :

Tinggal serumah :

23
f) Riwayat Imunisasi (imunisasi lengkap)
No Jenis Waktu Frekuensi Reaksi setelah Frekuensi
imunisasi pemberian pemberian
1 HB-1 Bayi baru lahir 1x Memar dan 1
memerah pada
area tubuh yang
disuntik, sedikit
rewel dan
mudah
menangis, serta
demam ringan.
2 Polio 0 dan Usia 1 bulan 1x Memar dan 1
BCG memerah pada
area tubuh yang
disuntik, sedikit
rewel dan
mudah
menangis, serta
demam ringan.
3 DP-HiB 1, Usia 2 bulan 1x Memar dan 1
polio 1, memerah pada
hepatitis 2, area tubuh yang
rotavirus, disuntik, sedikit
PCV rewel dan
mudah
menangis, serta
demam ringan.
4 DPT-HiB 2, Usia 3 bulan 1x Memar dan 1
polio 2, memerah pada
hepatitis 3 area tubuh yang
disuntik, sedikit
rewel dan
mudah

24
menangis, serta
demam ringan.
5 DPT-HiB 3, Usia 4 bulan 1x Memar dan 1
Polio 3, memerah pada
hepatitis 4, area tubuh yang
dan rotavirus disuntik, sedikit
2 rewel dan
mudah
menangis, serta
demam ringan.

g) Riwayat Tumbuh Kembang


A. Pertumbuhan Fisik
1. Berat badan : 24 kg
2. Tinggi badan : 137 cm.
3. Waktu tumbuh gigi : Saat umur 11 bulan
B. Perkembangan tiap tahap usia anak saat
1. Berguling : 2,5 bulan
2. Duduk : 7 bulan
3. Merangkak : 8 bulan
4. Berdiri : 12 bulan
5. Berjalan : 1 tahun 2 bulan
6. Senyum kepada orang lain pertama kali umur: 2 Bulan
7. Bicara pertama kali umur :8 Bulan
8. Berpakaian tanpa bantuan : 3 Tahun
9. Bicara pertama kali dengan menyebutkan : papa
h) Riwayat Nutrisi
a. Pemberian ASI : Aktif dan Normal setiap kali bayi lapar
b. Pemberian susu formula : Tidak menggunakan
c. Alasan pemberian : -
d. Jumlah pemberian : -
e. Cara pemberian : -

25
Pola perubahan nutrisi tiap tahap usia sampai nutrisi saat ini : bayi hanya
diberikan ASI oleh kedua orang tuanya
a. Riwayat Psikososial
a. Anak tinggal bersama : orang tua di : Rumah
b. Lingkungan berada di : perkotaan
c. Rumah dekat dengan : tetangga, tempat bermain : halaman
d. Kamar klien : Bersih
e. Rumah ada tangga : tidak ada
f. Hubungan antar anggota keluarga : Baik
g. Pengasuh anak : Ibu
b. Riwayat Spiritual
a. Support sistem dalam keluarga : baik
b. Kegiatan keagamaan : Mengaji di langgar
c. Reaksi Hospitalisasi
Pengalaman keluarga tentang sakit dan rawat inap
a. Ibu membawa anaknya ke RS karena : Ibu mengatakan alasan anaknya dibawa ke
RS karenanyeri dibagian alat kelamin sejak 1 hari yang lalu dan mengatakan sejak
itu An. S sulit tidur dan seperti orang ketakutan. Pasien tanpak lesu dan meringis
b. Apakah dokter menceritakan tentang kondisi anak : Iya, dijelaskan secara jelas
dan mudah dipahami
c. Perasaan orang tua saat ini : Pasrah kepada Allah Tuhan yang maha
menyembuhkan dan menyerahkan pengobatan terbaik kepada Rumah Sakit
d. Orang tua selalu berkunjung ke RS : Iya, kedua orang tua menjaga anak didalam
ruang rawat.
e. Yang akan tinggal dengan anak : Kedua orang tua
f. Pemahaman anak tentang sakit dan rawat inap : Belum bisa didata

26
i) Aktivitas sehari-hari
a. Nutrisi
Kondisi Sebelum sakit Saat sakit

Selera makan baik, porsi yang disajikan Menurun dan kurang nafsu
dihabiskan makan
Semua jenis makan disukai Semua jenis makan disukai

Menu makan Semua jenis makan disukai Semua jenis makan disukai

Frekuensi teratur / jam 06.00, 12.00, Tidak teratur


18.00.
Pantangan makan Tidk ada Tidak ada

Cara makan Menggunakan sendok Menggunakan sendok

b. Cairan
Kondisi Sebelum sakit Saat sakit

Jenis minuman Air putih Air putih

Frekuensi Kurang lebih 1 liter 1L perhari


dalam sehari 1.500 ml/24 jam
1500 ml/24 jam

Cara minum Minum seperti biasa Dengan meminum air putih dan di
tambah cairan infus

c. Pola Eliminasi
Kondisi Sebelum sakit Saat sakit

Tempat pembuangan Toiet Toilet

Frekuensi (waktu) BAK : 4-6 kali sehari BAK : 3-5 Kali sehari
BAB : 1-2 kali sehari BAB : 1 kali sehari/ tidak

27
sama sekali
Berwarna kuning coklat

Konsistensi Berwarna Kuning Berwarna Kuning coklat

Kesulitan Tidak ada kesulitan Kesulitan toeling

Obat pencahar Tidak ada Tidak ada

d. Istirahat tidur
Kondisi Sebelum sakit Saat sakit

Jam tidur
- Siang - 13.00-15.00 - Tidak tidur siang
- Malam - 21.00-05.00 - 01.00-05.00
Pola tidur Baik Sulit tidur

Kebiasaan Tidak ada Tidak ada

Kesulitan Tidak ada Merasa ketakutan

e. Olahraga

Kondisi Sebelum sakit Saat sakit

Program olahraga Olahraga saat di sekolah Tidak ada

Jenis da frekuensi Saat jam pelajaran Tidak ada


olahraga

Kondisi setelah olahraga Tidak ada Tidak ada

28
f. Personal hygine
Kondisi Sebelum sakit Saat sakit

Mandi
- Cara mandi - Mandi sendiri - Tidak mandi
- Frekuensi - 2 kali sehari
- Alat mandi - Sabun dayung dll
Cuci rambut
- Cara cuci rambut - Setiap kali mandi - Tidak cuci rambut
- Freuensi cuci - Menggunakan
rambut sampo
Potong kuku
- Cara - Menggunakan - Menggunakan
- Frekuensi pemotong kuku dan pemotong kuku dan
di potongkan di potongkan
- 1 minggu 1 kali - 1 minggu 1 kali
Gosok gigi
- Cara - Menggunaka pasta - Menggunaka pasta
- Frekuensi gigi dan sikat gigi gigi dan sikat gigi
- 3 kali sehari - 3 kali sehari

g. Aktifitas/Mobilitas Fisik :
Sebelum sakit : Aktivitas sekolah secara normaldan aktivitas bermain secara normal
Saat sakit : Aktivitas sekolah tidak normaldan aktivitas bermain tidak normal.

3.3 Pemeriksaan Fisik


a. Keadaan umum : pasien tampak lemah
b. Kesadaran : kesadaran apatis (GCS=12)
c. Tanda – tanda vital :
Tekanan darah : 100/80 mmHg
Denyut nadi : 100 x / menit
Suhu : 37 o C
Pernapasan : 32 x/ menit
d. Berat Badan : 19 kg

29
e. Tinggi Badan : 130 cm
f. Kepala : normal
- Inspeksi
Keadaan rambut & Hygiene kepala : normal
Warna rambut : normal
Penyebaran : baik
Mudah rontok : tidak
Kebersihan rambut : bersih
- Palpasi
Benjolan : ada / tidak ada : Tidak ada
Nyeri tekan: ada / tidak ada : Tidak ada
Tekstur rambut: kasar/halus : halus
g. Muka
- Inspeksi
Simetris / tidak : simetris
Bentuk wajah : bulat
Gerakan abnormal : normal
Ekspresi wajah : datar
- Palpasi : normal
Nyeri tekan / tidak : tidak
h. Mata Inspeksi
Pelpebra : Normal
Sklera : Putih
Conjungtiva : Anemis
Pupil : Isokor
Midriasis
Refleks pupil terhadap cahaya : mengecil jika terkena cahaya
- Posisi mata : normal
- Gerakan bola mata : normal
- Penutupan kelopak mata : baik
- Keadaan bulu mata : tipis
- Keadaan visus : tidak ada
- Penglihatan : normal
- Simetris / tidak : simetris

30
i. Hidung & Sinus
- Inspeksi
Posisi hidung : simetris
Bentuk hidung : pesek
Keadaan septum : normal
Secret / cairan : cairan
j. Telinga
- Inspeksi
Posisi telinga : simetris
Ukuran / bentuk telinga : kecil/normal
Aurikel : normal
Lubang telinga : kotor
Pemakaian alat bantu : tidak
- Palpasi
Nyeri tekan / tidak Pemeriksaan : tidak
Pemeriksaan vestibuler : tidak ada
k. Mulut
1. Gigi
Inspeksi : Keadaan gigi : bersih
2. Gusi
Karang gigi / karies : karies
Pemakaian gigi palsu : tidak
Merah / radang / tidak : tidak
l. Lidah
Kotor / tidak : lembab
m. Bibir
Cianosis / pucat / tidak : tidak
Basah / kering / pecah : kering
Mulut berbau / tidak : tidak
Kemampuan bicara : normal
n. Tenggorokan
Warna mukosa : pucat
Nyeri tekan : tidak
Nyeri menelan : tidak

31
o. Leher
- Inspeksi
Kelenjar thyroid : tidak
- Palpasi
Kelenjar thyroid : tidak
Kaku kuduk / tidak : tidak
kelenjar limfe : tidak
p. Thorax dan pernapasan
- Bentuk dada : normal, simetris
- Irama pernafasan : normal
- Pengembangan di waktu bernapas : normal
- Tipe pernapasan : vesikuler
- Palpasi
- Vokal fremitus : simetris
- Massa / nyeri : normal, tidak ada massa/ nyeri
- Auskultasi
a. Suara nafas : vesikuler
b. Suara tambahan : tidak ada
- Perkusi : sonor
q. Jantung
- Palpasi
a. Ictus cordis : normal, dapat teraba pada ruang
b. interkostal kiri V
- Perkusi
Pembesaran jantung : tidak ada
- Auskultasi
BJ I : normal
BJ II : normal
BJ III : normal
Bunyi jantung tambahan : tidak ada
r. Abdomen
- Inspeksi
Membuncit : tidak
Ada luka / tidak : tidak

32
- Auskultasi
Peristaltik : meningkat, 10 kali/menit
- Palpasi
Hepar : normal
Lien : normal
Nyeri tekan : tidak ada
- Perkusi
Tympani : positif
Redup : tidak ada
s. Genitalia dan Anus : genetalia pasien cedera dan area sekitar anus lembab dan
tampak sedikit kemerahan
t. Ekstremitas Ekstremitas atas
- Motorik
Pergerakan kanan / kiri : normal
Pergerakan abnormal : tidak ada
Kekuatan otot kanan / kiri : baik dan normal
Tonus otot kanan / kiri : baik dan normal
Koordinasi gerak : baik dan normal
Refleks : baik dan normal
- Sensori
Nyeri : normal, dapat merasakan
Rangsang suhu : normal, dapat merasakan
Rasa raba : normal, dapat merasakan
u. Ekstremitas bawah
- Motorik
Gaya berjalan : normal, pasien belum berjalan
Kekuatan kanan / kiri : baik dan normal
Tonus otot kanan / kiri : baik dan normal
Refleks : baik dan normal
- Sensori
Nyeri : normal, dapat merasakan
Rangsang suhu : normal, dapat merasakan
Rasa raba : normal, dapat merasakan
v. Status Neurologi.

33
- Saraf – saraf cranial
Nervus I (Olfactorius) : penghidung : normal, kondisi flu
Nervus II (Opticus) : Penglihatan : normal dapat melihat dengan baik
- Nervus III, IV, VI (Oculomotorius, Trochlearis, Abducens)
Konstriksi pupil : normal dan kondisi baik
Gerakan kelopak mata : normal dan kondisi baik
Pergerakan bola mata : normal dan kondisi baik
Pergerakan mata ke bawah & dalam : normal dan kondisi baik
- Nervus V (Trigeminus)
Sensibilitas / sensori : normal dan kondisi baik
Refleks dagu : normal dan kondisi baik Refleks cornea : normal dan kondisi
baik
- Nervus VII (Facialis)
Gerakan mimik : normal dan kondisi rewel
Pengecapan 2 / 3 lidah bagian depan : normal dan kondisi mual
- Nervus VIII (Acusticus)
Fungsi pendengaran : normal dan kondisi baik
- Nervus IX dan X (Glosopharingeus dan Vagus)
Refleks menelan: normal dan kondisi mual
Refleks muntah : normal dan kondisi mual
Pengecapan 1/3 lidah bagian belakang : normal dan kondisi mual
Suara : rewel
- Nervus XI (Assesorius)
Memalingkan kepala ke kiri dan ke kanan : normal dan kondisi baik
Mengangkat bahu : normal dan kondisi baik
- Nervus XII (Hypoglossus)
Deviasi lidah : normal dan kondisi baik
w. Tanda – tanda peradangan selaput otak
- Kaku kuduk : negatif
- Kernig Sign : negatif
- Refleks Brudzinski : negatif
1. Refleks Lasequ : negatif
x. Pemeriksaan Tingkat Perkembangan (0 – 6 Tahun ) Dengan menggunakan DDST
- Motorik kasar : normal

34
- Motorik halus : norrmal
- Bahasa : normal
- Personal social : normal
- Terapi Saat Ini
- IVFD RL : 20 tts/mnt
- Zink : 1x1 sendok teh
- Oralit : 5 ml/kg/jam
3.4 Analisis Data
Data Masalah Penyebab

DS : Nyeri akut Sexual abuse terhadap anak

Ibunya mengatakan anaknya


Cedera
engalam nyeri di bagian vagina
dengan skala nyeri 8 dari kemarin
Nyeri akut
dan ibunya menatakan anakanya
sulit tidur.

DO :
Pasien taanpak lesu dan meringis
DS : Sindrom pasca Sexual abuse terhadap anak
Ibunya mengatakan anaknya trauma
susah tidur karena dia merasa Pemerkosaan
ketakutan dan mengalami mimpi
buruk Timbul ketakutan pada anak
DO :
Pola tidur terganggu Sindrom pasca trauma

DS : Harga diri rendah Sexual abuse terhadap anak


Ibunya mengatakan bahwa An. S kronis
sulit tidur sering kebangun karena Perasaan takut pada anak
merasa ketakutan dan mengalami
mimpi buruk. Pikiran kacau pada anak
DO:
Kontak mata pasien berkurang Harga diri rendah kronis

35
dan pasien tanpak lesu.

3.5 Diagnosa Keperawatan


1. Nyeri akut berhubungan dengan cedera.
2. Sindrom pasca trauma berhubungan dengan perasaan takut pada anak
3. Harga diri rendah kronis berhungan dengan perasaan kacau pada ana

36
3.6 RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN (Nursing Care Plan)
HARI/T DIAGNOSA TUJUAN INTERVENSI RASIONAL
GL KEPERAWATAN
Jumat, Nyeri akut Setelah dilakukan Observasi 2. D
06 berhubungan dengan tidakan keperawatan 1. Identifikai 1. Dengan
Agustus cedera 1x24 jam di mengidentifikasi
lokasi,
2021 harapkan tingkat dapat membantu
karakteristik,
nyeri membak perawat untuk
durasi, frekuensi,
dengan kriteria : berfokus pada
kualitas,intensita
1. Keluhan nyeri penyebab nyeri dan
s nyeri
menurun manajemennya
2. Identifikasi skala
2. Meringis menurun 2. Dengan mengetahui
nyeri
3. Kesulitan tidur skala nyeri pasien
Terapeutik
menurun dapat membantu
3. Fasilitasi
4. Pola tidur perawat untk
istirahat dan
membaik mengetahui tingkat
tidur
nyeri pasien
Edukasi
3. Ajarkan tekhnk non
4. Jelaskan Farmakologi untuk
penyebab, mengurangi rasa nyeri
periode, dan 4. Memberikan
pemicu nyeri pengetahuan tentang
Kolaborasi penyebab dan pemicu
5. Kolaborasi timbulnya nyeri
pemberian 5. Pemberian analgetik
analgetik dapat memblok
reseptor nyeri pada
susunan saraf pusat.

Jumat, Sindrom pasca Setelah dilakukan Observasi


06 trauma berhubungan tidakan keperawatan 1. Identifikasi
Agustus dengan perasaan 1x24 jam di kehilangan yang
2021 takut pada anak harapkan ketahanan di hadapi

37
personal meningkat Terapeutik
dengan kriteria : 2. Tunjukkan sikap
1. Meningkatkan menerima dan
harga diri positif empati
meningkat 3. Motivasi agar
2. Menggunakan mau
strategi untuk mengungkapkan
meningkatkan perasaan
keamanan kehilangan
meningkat. 4. Fasilitasi
mengekspresikan
kebiasaan dengan
cara yang
nyaman
Edukasi
5. Ajarkan melewati
proses berduka
secara bertahap.
Jumat, Harga diri rendah Setelah dilakukan Terapeutik
06 kronis berhungan tidakan keperawatan 1. Bicara dengan
Agustus dengan perasaan 1x24 jam di nada rendah dan
2021 kacau pada anak harapkan harga diri tenang
meningkat dengan 2. Hindari bersifat
kriteria : menyudutkan dan
1. Penilaian diri menghentikan
positif meningkat pembicaraan
2. Tidur meningkat 3. Hindari sifat
3. Kontak mata mengancam dan
meningkat berdebat
Edukasi

4. Informasikan
keluarga sebagai
dasar

38
pembentukan
kognitif.

39
3.7 CATATAN PERKEMBANGAN
Nama Pasien : An. S
Umur : 9 tahun
No RM : 060821
Dx : Sexual Abuse
Hari/ Dx. Jam Implementasi TTD/ Evaluasi TTD/
TGL Keperawatan Nama Nama
Sabtu, Nyeri akut 1. Mengidentifikasi S : pasien mengatakan
06 berhubungan lokasi, karakteristik, nyeri yang dirasakan
Agustus dengan cedera. durasi, frekuensi, berkurang
2021 kualitas,intensitas O : keluhan nyeri
nyeri pasien menurun dan
2. Mengidentifikasi pola tidur pasien
skala nyeri membaik
3. Mengfasilitasi
A : intervensi tercapai
istirahat dan tidur
4. Menjelaskan P : masalah teratasi
penyebab, periode,
dan pemicu nyeri
5. Mengkolaborasi
pemberian analgetik

Sabtu, Sindrom pasca 1. Mengidentifikasi S : pasien mengatakan


06 trauma kehilangan yang di rasa takutnya
Agustus berhubungan hadapi membaik.
2021 dengan perasaan 2. Menuunjukkan sikap O : keluhan ulit tidu
takut pada anak menerima dan pasien mambaik dan
empati trauma pasin
3. Memotivasi agar membaik.
mau mengungkapkan
A : intervensi tercapai
perasaan kehilangan
4. Menfasilitasi P : masalah teratasi
mengekspresikan

40
kebiasaan dengan
cara yang nyaman
5. Mengajarkan
melewati proses
berduka secara
bertahap
Sabtu, Harga diri rendah 1. Berbicara dengan S : pasien mengatakan
06 kronis berhungan nada rendah dan rasa takut dan
Agustus dengan perasaan tenang perasaan harga diri
2021 kacau pada anak 2. Menghindari bersifat rendanya sudah
menyudutkan dan membaik.
menghentikan O : keluhan pola tidur
pembicaraan membaik dan kontak
3. Menghindari sifat mata membaik
mengancam dan
A : intervensi tercapai
berdebat
4. Menginformasikan P : masalah teratasi
keluarga sebagai
dasar pembentukan
kognitif

41
BAB 4

PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Kekerasan seksual adalah apabila anak disiksa/diperlakukan secara seksual dan juga
terlibat atau ambil bagian atau melihat aktivitas yang bersifat seks dengan tujuan
pornografi, gerakan badan, film, atau sesuatu yang bertujuan mengeksploitasi seks
dimana seseorang memuaskan nafsu seksnya kepada orang lain.
Kekerasan pada anak, baik fisik maupun psikis dipilih sebagai cara untuk mengubah
perilaku anak dan membentuk perilaku yang diharapkan. Kasus-kasus kekerasan anak
dapat berupa kekerasan fisik, tertekan secara mental, kekerasan seksual, Bentuk
kekerasan terhadap anak dapat diklasifikasikan menjadi kekerasan secara fisik,
kekerasan secara psikologi, kekerasan secara seksual dan kekerasan secara sosial.
Dampak kekerasan seksual terhadap anak diantaranya adanya perasaan bersalah dan
menyalahkan diri sendiri, bayangan kejadian dimana anak menerima kekerasan seksual,
mimpi buruk, insomnia, takut hal yang berhubungan dengan penyalahgunaan (termasuk
benda, bau, tempat, kunjungan dokter, dll), masalah harga diri, disfungsi seksual, sakit
kronis, kecanduan, keinginan bunuh diri cedera, bunuh diri, keluhan somatik, depresi
(Roosa, Reinholtz., Angelini, 1999). Selain itu muncul gangguan-gangguan psikologis
seperti pasca-trauma stress disorder, kecemasan, jiwa penyakit lain.
4.2 Saran
Berdasarkan asuhan keperawatan anak pada retardasi mental maka disarankan :
1. Perawat
Perawat dalam memberikan asuhan keperawatan pada anak dengan
seksualabuse dapat melibatkan anak dalam brain Gym untuk memfokuskan
perhatiananak dan melupakan peristiwa trauma akibat penganiayaan seksual.
2. Sekolah
Sekolah dapat bekerja samadengan keluarga dan para dokter untuk membantu
anak korban aniaya seksual di sekolah. Komunikasi terbuka antaraorangtua dan staf
sekolah dapat merupakan kunci keberhasilan anak dalammenyesuaikan diri di
sekolah.
3. Keluarga/Orang tua
Keluarga atau orang tuadalam membantu anak yang mengalami seksualabuse
harus memberikan perawatan anak dengan metode yang berbedadengan anak yang

42
normal. Oleh karena itu hendaknya orang tua atau keluargamenyusun kegiatan
sehingga anak mempunyai rutinitas yang sama tiap hari,mengatur kegiatan harian,
menggunakan jadwal untuk pekerjaan rumah, danmemperpertahankan aturan secara
konsisten dan berimbang

43
DAFTAR PUSTAKA
Gunawan A.2018, ASUHAN KEPERAWATAN SEXUAL ABUSE, Program Study
Ilm Keperawatan Fakultas Ilmu Kesehatan Uiversitas Pekalongan.
Stuart, W. Gail. (2013). Principles of Psychiatric Nursing, 10 Edition. ELSEVIER
Varcarolis, M.
Elizabeth. (2013). Essentials of Psychiatric Mental Health Nursing; A
Communication Approach to Evidence-Based Care Second Edition.
Pasarebu N.2016, Asuhan Keperawatan pada Tn. A yang Mengalami Perilaku
Kekerasan dengan Prioritas Masalah Kebutuhan Dasar Rasa Amandan Nyaman di
Rumah Sakit Jiwa Prof. Dr. MIldrem Medan, Program Studi Diii Keperawatan
Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara Medan 2016.

44

Anda mungkin juga menyukai