ASKEP PEMERKOSAAN
OLEH :
1.Densy Nome
2.Enjel Banunaek
3.Juwilda Tungga
4.Ronald J Anone
KUPANG
2024
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Tuhan yang Maha Esa kami panjatkan puji dan syukur atas
hadiratnya, yang telah melimpahkan rahmat sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini.
Makalah ini telah penulis susun dengan maksimal dan mendapkan bantuan dari berbagai pihak
sehingga dapat menlancarkan pembuatan makalah ini. Untuk itu penulis dapat menyampaikan
banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.
Ahir kata penulis berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca.
KATA PENGANTAR.........................................................................................................i
DAFTAR ISI.......................................................................................................................iii
LATAR BELAKANG.........................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN................................................................................................3
2.1. Definisi..............................................................................................................4
2.3. Manifestasi........................................................................................................7
2.4 Patofisiologi.......................................................................................................8
2.6. Penatalaksanaan................................................................................................10
BAB III...........................................................................................................................12
BAB IV PENUTUP........................................................................................................13
4.1. Kesimpulan.......................................................................................................13
4.2. Saran.................................................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................15
BAB 1
PENDAHULUAN
Anak adalah individu unik, yang tidak dapat disamakan dengan orang dewasa, baik dari segi
fisik, emosi, pola pikir, maupun tingkahlakunya. Oleh karena itu perlakuan terhadap anak
membutuhkan spesialisasi atau perlakuan khusus dan emosi yang stabil. Banyak cara yang
diterapkan oleh orang tua dalam mendidik anak. Ada yang mengutamakan kasih sayang,
komunikasi yang baik dan pendekatan yang lebih bersifat afektif. Ada pula yang menggunakan
kekerasan sebagai salah satu metode dalam menerapkan kepatuhan dan pendisiplinan anak.
Kekerasan pada anak, baik fisik maupun psikis dipilih sebagai cara untuk mengubah perilaku
anak dan membentuk perilaku yang diharapkan. Lingkungan rumah dan sekolah adalah lahan
subur dan sumber utama terjadinya kekerasan, karena anak lebih banyak berinteraksi dengan
orangtuanya/pengasuh ataupun guru. dan . Semua kasus ini berobjek pada anak yang tentu saja
akan berdampak buruk pada perkembangan dan kepribadian anak, baik fisik, maupun psikis dan
jelas mengorbankan masa depan anak Kekerasan seksual terhadap anak menurut ECPAT (End
Child Prostitution In Asia Tourism) Internasional merupakan hubungan atau interaksi antara
seorang anak dan seorang yang lebih tua atau anak yang lebih banyak nalar atau orang dewasa
seperti orang asing, saudara sekandung atau orang tua dimana anak tersebut dipergunakan
sebagai sebuah objek pemuas bagi kebutuhan seksual pelaku. Perbuatan ini dilakukan dengan
menggunakan paksaan, ancaman, suap, tipuan atau tekanan. Kegiatan-kegiatan tidak harus
melibatkan kontak badan antara pelaku dengan anak tersebut. Bentuk-bentuk kekerasan seksual
sendiri bisa berarti melakukan tindak perkosaan ataupun pencabulan. Kekerasan seksual terhadap
anak juga dikenal dengan istilah child sexual abuse.
1.3 Tujuan
1.1 . Pengertian
Permerkosaan (rape) merupakan bagian dari tindakan kekerasan (violence), sedangkan
kekerasan dapat berupa kekerasan secara fisik, mental, emosional dan hal-hal yang sangat
menakutkan pada korban. Perkosaan adalah suatu penetrasi penembusan penis ke vagina
perempuan yang tidak dikehendaki, tanpa persetujuan dan tindakan itu diikuti dengan pemaksaan
baik fisik maupun mental.
Pengertian pemerkosaan berdasarkan Pasal 381 RUU KUHP :
1. Seorang laki-laki dengan perempuan bersetubuh, bertentangan dengan kehendaknya, tanpa
persetubuhan atau dengan persetubuhan yang dicapai melalui ancaman atau percaya Ia suaminya
atau wanita dibawah 14 tahun dianggap perkosaan.
2. Dalam keadaan ayat (1), memasukkan alat kelaminnya ke dalam anus atau mulut perempuan,
benda bukan bagian tubuhnya ke dalam vagina atau anus perempuan.
Permerkosaan adalah tindakan kekerasaan atau kejahatan seksual berupa hubungan seksual
yang dilakukan oleh laki-laki terhadap perempuan dengan kondisi atas kehendak dan
persetujuaan perempuan, dengan persetujuan perempuan namun dibawah ancaman, dengan
persetujuan perempuan namun melalui penipuan. Dalam KUHP pasal 285 disebutkan perkosaan
adalah kekerasan atau ancaman kekerasan, memaksa seseorang perempuan bersetubuh dengan
dia (laki-laki) diluar pernikahan.
Kalimat korban perkosaan menurut arti leksikal dan gramatikal adalah suatu kejadian,
perbuatan jahat, atau akibat suatu kejadian, atau perbuatan jahat. Permerkosaan adalah
Menundukkan dengan kekerasan, memaksa dengan kekerasan, menggagahi, merogol.
(Mendikbud,2010: 525, 757).
2.2. Etiologi
Faktor-fakor yang menyebabkan terjadinya tindakan kekerasan seksual yang dialami oleh
subyek adalah sebagai berikut:
Kelalaian orang tua yang tidak memperhatikan tumbuh kembang dan pergaulan anak yang
membuat subyek menjadi korban kekerasan seksual.
Moralitas dan mentalitas yang tidak dapat bertumbuh dengan baik, membuat pelaku tidak
dapat mengontrol nafsu atau perilakunya.
c.Faktor ekomoni.
1. Teori biologis
b. Pengaruh genetika.
c. Kelainan otak.
Berbagai kelainan otak mencakup tumor, trauma dan penyakitpenyakit tertentu (misalnya
ensefalitis dan epilepsy), telah dilibatkan pada predisposisi pada perilaku agresif.
2. Teori psikologis
a. Teori psikoanalitik.
Berbadai teori psikoanalitik telah membuat hipotesa bahwa agresi dan kekerasan adalah
ekspresi terbuka dari ketidakperdayaan dan harga diri rendah, yang timbul bila kebutuhan masa
anak terhadap kepuasan dan keamanan tidak terpenuhi.
1. Adanya keluhan fisik seperti sakit kepala, nyeri kalau buang air besar atau buang air
kecil. Nyeri, bengkak, pendarahan atau iritasi di daerah mulut, genital, atau dubur yang
sukar dijelaskan kepada orang lain.
2. Emosi anak tiba-tiba berubah. Ada anak setelah mengalami kekerasan seksual menjadi
takut, marah, mengisolasi diri, sedih, merasa bersalah, merasa malu, dan bingung.
3. Ada anak tiba-tiba merasa takut, cemas, gemetar atau tidal menyukai orang atau tempat
tertentu.
4. Ada juga yang mengalami gangguan tidur, mungkin susah tidur, atau bisa tidur tetapi
terbangun-terbangun, atau sering mimpi buruk dan mengerikan, atau sedang tidur sering
mengigau atau menjerit ketakutan.
5. Ada yang mengeluh merasa mual, muntah, atau tidak mau makan. Yang paling
membahayakan kalau ia merasa tidak berharga, merasa bersalah, merasa sedih, putus asa,
dan mencoba bunuh diri.
2.4 Patofisiologi
Menurut Tower (2002) dalam Maria (2008) kekerasan seksual pada anak dapat terjadi satu
kali, beberapa kali dalam periode berdekatan, bahkan menahun. Walaupun berbeda-beda pada
setiap kasus, kekerasan seksual tidak terjadi begitu saja, melainkan melalui beberapa tahapan
antara lain :
1. Tahap awal, pelaku membuat korban merasa nyaman. Ia menyakinkan bahwa apa yang
dilakukannya "tidak salah" secara moral. Pelaku mencoba menyentuh sisi kbutuhan anak akan
kasih saying dan perhhatian, penerimaan dari orang lain, atau mencoba menyamakannya dengan
permainan dan menjanjikan imbalan material yang menyenangkan. Pelaku dapat mengintimidasi
secara halus ataupun bersikap memaksa secara kasar.
2. Tahap kedua, adalah interaksi seksual. Perilaku yang terjadi bisa saja hanya berupa
mengintip sampai perilaku yang intensitasnya berat, yaitu memakasa anak untuk melakukan
hubungan seksual. Setelah kejadian tersebut, pelaku mengancam korban agar merahasiakan apa
yang terjadi kepada orang lain.
e. Pelaku meraba bagian-bagian tubuh korban : payudara, alat kelamin, dan bagian
lainnya.
f. Masturbasi, dilakukan oleh pelaku sendiri atau pelaku dan korban saling
menstimulasi.
h. Sodomi
i. Petting
j. Penetrasi alat kelamin pelaku Anak yang memiliki resiko mengalami kekerasan seksual
biasanya adalah anak-anak yang biasa ditinggalkan sendiri dan tidak mendapat pengawasan
dari orang yanglebih dewasa, terutama ibu.Tidak hanya kehadiran secara fisik, kedekatan
emosional antara ibu dan anak pun merupakan faktor yang penting (Maria, 2008).
Menurut Maria (2008) dampak kekerasan seksual pada anak adalah sebagai berikut :
4. Perilaku seksual yang tidak wajar untuk anak seusianya Tidak diragukan lagi bahwa
kekerasan seksual dapat memberikan dampak jangka pendek maupun jangka panjang bagi
korbannya. Pada anak lainnya, ada kemungkinan gangguan tersebut di 'tekan' sehingga
tidak teramati dari luar sampai ada pemicu yang menampilkan gejolak emosi mereka,
misalnya saat anak memasuki usia remaja dan mulai dekat dengan lawan jenis, atau pada
saat mereka akan menikah. selain itu, sangat mungkin anak yang menjadi korban kekerasan
seksual kemudian justru malah menjadi pelaku kekerasan seksual terhadap anak lain
(Maria, 2008).
Menghadapi anak yang mengalami kekerasan seksual, kata Maria, hendaknya tetap
mempertimbangkan faktor psikologis.Tidak hanya pada posisi anak sebagai korban, yang
tentunya berisiko mengalami stres bahkan trauma, tapi juga perlu penanganan yang baik
pada anak sebagai pelaku kekerasan. Anak sebagai pelaku kekerasan seksual, sangat
mungkin sebelumnya adalah korban dari kekerasan seksual yang dilakukan oleh pelaku
lain. Kemungkinan motif kekerasan yang dilakukannya adalah untuk
eksploitasimemuaskan ras ingin tahu, atau menirukan kejadian yang dialami sebelumnya,
baik dari perlakuan langsung maupun dari media yang dilihatnya.Dengan adanya azas
praduga tak bersalah, hendaknya ditelusuri dengan mendalam faktor yang mendorong anak
menjadi pelakukekerasan seksual, agar anak tidak dua kali menjadi korban (Maria, 2008).
Isolasi social
1. Pengkajian
Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan upaya untuk
pengumpulan data secara lengkap dan sistematis mulai dari pengumpulan data, identitas
danevaluasi status kesehatan klien. Hal-hal yang perlu dikaji antara lain:
a. Identitas klien. Meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama,
suku bangsa, tanggal dan jam MRS, nomor register, dan diagnosis medis.
b. Keluhan utama
3. Riwayat psikososial
d. Aktivitas sehari-hari
f. Pola eliminasi
l. Sirkulasi
m. Eliminasi
o. Pemeriksaan Fisik
1) Kepala
2) Mata
3) Hidung
5) Leher
6) Dada
7) Abdomen
8) Ekstermitas
9) Pemeriksaan neurologis
2. Diagnosa Keperawatan
Masalah keperawatan atau diagnosis keperawatan merupakan suatu penilaian klinis mengenai
respons klien terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang dialaminya baik yang
berlangsung aktual maupun potensial. Diagnosis keperawatan bertujuan untuk mengidentifikasi
respons klien individu, keluarga, dan komunitas terhadap situasi yang berkaitan dengan
kesehatan (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017).
Diagnosis keperawatan memiliki dua komponen utama yaitu masalah (problem) atau label
diagnosis dan indicator diagnosis. Masing-masing komponen diagnosis diuraikan sebagai
berikut:
1) Masalah (problem)
Masalah merupakan label diagnosis keperawatan yang menggambarkan inti dari respons klien
terhadap kondisi kesehatan atau penjelas dan fokus diagnostik.
2) Indikator diagnostik
Indikator diagnostik terdiri atas penyebab, tanda/gejala, dan faktor resiko dengan uraian sebagai
berikut:
- Efek terapi/tindakan;
- Maturasional.
b. Tanda (Sign) dan gejala (symptom). Tanda merupakan data objektif yang diperoleh dari hasil
pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium dan prosedur diagnostik, sedangkan gejala
merupakan data subyektif yang diperoleh dari hasil anamnesis. Tanda/gejala dikelompokkan
menjadi dua kategori yaitu:
- Mayor: Tanda/gejala ditemukan sekitar 80%-100% untuk validasi diagnosis.
- Minor: Tanda/gejala tidak harus ditemukan, namun jika ditemukan dapat mendukung
penegakan diagnosis.
c. Faktor resiko merupakan kondisi atau situasi yang dapat meningkatkan kerentanan klien
mengalami masalah kesehatan.
Menurut (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017) menyatakan kriteria mayor merupakan tanda
atau gejala yang ditemukan 80% 100% pada klien untuk validasi diagnosis. Sedangkan kriteria
minor merupakan tanda atau gejala yang tidak harus ditemukan, namun jika ditemukan dapat
mendukung penegakkan diagnosis.
Faktor yang berhubungan atau penyebab pada masalah keperawatan merupakan faktor-
faktor yang mempengaruhi perubahan status kesehatan yang mencakup empat kategori yaitu :
fisiologis, biologis atau psikologis, efek terapi atau tindakan, lingkungan atau personal, dan
kematangan perkembanngan (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017).
3. Itervensi
N Diagnose Kriteria
Tujuan Intervensi
o Keperawatan Evaluasi
1 Resiko bunuh Pasien mampu : Setelah 1 x SP 1
diri - mengidentif pertemuan, - Identifikasi
ikasi pasien mampu : penyebab,
penyebab - Menyebutka tandadan gejala
dan tanda n penyebab, serta akibat dari
perilaku tanda, gejala, perilaku
kekerasan dan akibat kekerasan
- menyebutka perilaku - Latih cara fisik
n jenis kekerasan 1 : tarik nafas
perilaku - Memperagak dalam
kekerasan an cara fisik - Masukkan dalam
yang pernah 1 untuk jadwal harian
dilakukan mengontrol pasien
- menyebutka perilaku
n akibat kekerasan
dari
perilaku
kekerasan
yang
dilakukan
- menyebutka
n cara
mengontrol
perilaku
kekerasan
Setelah 2 x SP 2
pertemuan, - Evaluasi kegiatan
pasien mampu: yang lalu (sp 1)
- Menyebutkan - Latih cara fisik 2:
kegiatan yang pukul kasur atau
sudah bantal
dilakukan - Masukkan dalam
- Memperagak jadwal harian
an cara fisik
untuk
mengontrol pasien
perilaku
kekerasan
Setelah 3 x
pertemuan,
SP 3
pasien mampu :
- Evaluasi kegitan
- Menyebutka
yang lalu (sp 1
n kegiatan
dan 2)
yang sudah
- Latih secara
dilakukan
social/verbal
- Memperagak
- Menolak dengan
an cara
baik
social/ verbal
- Masukkan dalam
untuk
jadwal pasien
mengontrol
perilaku
kekerasan
Setelah 4 x SP 4
pertemuan, - Eveluasi kegiatan
pasien mampu : yang lalu (sp 1,2
- Menyebutka dan 3)
n kegiatan - Latih secara
yang sudah spiritual (bedoa
dilakukan dan sholat)
- Memperagak - Masukkan dalam
an cara jadwal harian
spiritual pasien
Setelah 5 x SP 5
pertemuan, - Evaluasi kegiatan
pasien mampu: yang lalu (sp
- Menyebutka 1,2,3 dan 4)
n kegiatan - Latih patuh obat:
yang sudah (Minum obat
dilakukan secara teratur
- Memperagak dengan 5B dan
an cara patuh susun jadwal
obat. minum obat
secara teratur)
- Masukkan dalam
jadwal harian
pasien
4. Implementasi Keperawatan
Menurut (Potter & Perry, 2011) dalam buku Konsep & Penulisan Asuhan Keperawatan,
implementasi keperawatan adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana keperawatan yang
telah disusun pada tahap perencanaan. OIeh karena itu, jika intenvensi keperawatan yang telah
dibuat dalam perencanaan dilaksanakan atau diaplikasikan pada pasien, maka tindakan tersebut
disebut implementasi
keperawatanKomponen yang terdapat pada implementasi adalah :
a. Tindakan observasi adalah tindakan yang ditujukan untuk mengumpulkan dan
menganalisis data status kesehatan klien.
b. Tindakan terapeutik
Tindakan terapeutik adalah tindakan yang secara lansung dapat berefek memulihkan
status kesehatan klien atau dapat mencegah perburukan masalah kesehatan klien.
c. Tindakan edukasi
adalah tindakan yang ditujukan untuk meningkatkan kemampuam pasien merawat dirinya
dengan membantu pasien memperoleh perilaku baru yang dapat mengatasi masalah.
d.Tindakan kolaborasi
adalah tindakan yang membutuhkan kerjasama baik dengan perawat lainnya maupun
dengan profesi kesehatan lainnya.
5. Evaluasi Keperawatan
Menurut (Potter & Perry, 2011). dalam buku Konsep & Penulisan Asuhan Keperawatan,
tahap penilaian atau evaluasi adalah perbandingan yang sistematis dan terencana tentang
kesehatan klien dengan tujuan yang telah ditetapkan, dilakukan dengan cara berkesinambungan
dengan melibatkan klien, keluarga, dan tenaga kesehatan lainnya. Komponen catatan
perkembangan, antara lain sebagai berikut :
a. S (Subjektif): data subjektif yang diambil dari keluhan klien, kecuali pada klien yang
afasia.
b. O (Objektif): data objektif yang diperoleh dari hasil observasi perawat, misalnya
tanda-tanda akibat penyimpanan fungsi fisik, tindakan keperawatan, atau akibat
pengobatan.
c. A (Analisis/assessment): berdasarkan data yang terkumpul kemudian dibuat
kesimpulan yang meliputi diagnosis, antisipasi diagnosis atau masalah potensial, dimana
analisis ada 3, yaitu (teratasi, tidak teratasi, dan sebagian teratasi) sehingga perlu tidaknya
dilakukan tindakan segera. Oleh karena itu, sering memerlukan pengkajian ulang untuk
menentukan perubahan diagnosis, rencana, dan tindakan.
d. P (Perencanaan/planning): perencanaan kembali tentang pengembangan tindakan
keperawatan, baik yang sekarang maupun yang akan datang (hasil modifikasi rencana
keperawatan) dengan tujuan memperbaiki keadaan kesehatan klien. Proses ini
berdasarkan kriteria tujuan yang spesifik dan periode yang telah ditentukan.
BAB IV
PENUTUP
Ketika seseorang mengalami kekerasan atau pelecehan secara seksual baik itu secara fisik
maupun psikologis, maka kejadian tersebut dapat menimbulkan suatu trauma yang sangat
mendalam dalam diri seseorang tersebut terutama pada anak-anak dan remaja. Dan kejadian
traumatis tersebut dapat mengakibatkan gangguan secara mental, yaitu Post Traumatic Stress
Disorder (PTSD). Tingkatan gangguan stress pasca trauma berbeda-beda bergantung pada
seberapa parah kejadian tersebut mempengaruhi kondisi psikologis dari korban.
Untuk menyembuhkan gangguan stress pasca trauma pada korban kekerasan atau pelecehan
seksual diperlukan bantuan baik secara medis maupun psikologis, agar korban tidak merasa
tertekan lagi dan bisa hidup secara normal kembali seperti sebelum kejadian trauma. Dan
pendampingan itu sendiri juga harus dengan metode-metode yang benar sehingga dalam
menjalani penyembuhan atau terapi korban tidak mengalami tekanan-tekanan baru yang
diakibatkan dari proses pendampingan itu sendiri.
DAFTAR PUSTAKA