Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat
rahmat dan kasih karuniaNya, kami dapat menyelesaikan Tugas mengenai “ASUHAN
Kami sangat berharap hasil laporan ini dapat berguna dalam memenuhi tugas mata
kuliah Keperawatan Kesehatan Jiwa II. Kami juga menyadari bahwa di dalam hasil
laporan ini masih terdapat kekurangan dan masih jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu,
kami mengharapkan kritik, saran dan usulan yang membangun demi perbaikan hasil
Semoga hasil laporan ini dapat memberikan manfaat bagi dunia pendidikan pada
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang………………………………………......………………………...1
B. Tujuan Penulisan………………………………………..………………………....2
DaftarPustaka ……………..…………………………………………………….............
ii
BAB I
PENDAHULUAN
Pelecehan yang berulang sering ditemui pada lebih dari setengah kasus pelecehan
seksual dikomunitas dant erdapat pada 75% kasus yang ditemukan di
klinik.sexualabuse(kekerasanseksual)dikenal pada tahun 70-an dan 80-an. Penelitian
lain telah mengarah pada perkiraan kekerasan pada anak yang lebih luas di Inggris,
seperti dari ChildhoodMatters (1996):Sekitar 100000 anak mengalami pengalaman
seksual yang berpotensi mengarah keseksual abuse (FKUI, 2006).
Banyak anak yang mendapat perlakuan kurang manusiawi, bahkan tidak jarang
dijadikan objek kesewenangan. Berdasarkan catatan Komisi Perlindungan Anak
Indonesia,ada 481 kasus kekerasan anak(2003).Jumlah ini menjadi 547 kasus pada
tahun2004.Darisitu,ada 140kasuskekerasanfisik,80kasus kekerasan psikis, 106 kasus
kekerasan lainnya, dan 221 kasus kekerasan seksual. Gambaran para dokter tersebut
memancing pertanyaan.Mengapa kekerasan seksual sering menimpa diri anak dan
siapa yang paling berpotensi sebagai pelakunya? Disamping dapat menimbulkan
dampak yang luar biasa pada diri sikorban,kasus kekerasan seksual juga dapat menguji
kebenaran dari pernyataan Singarimbun (2004), bahwa modernisasi sering
diasosiasikan sebagai keserbabolehan melakukan hubungan seksual (Suda, 2006).
Kekerasan seksual (sexual abuse) merupakan kasus yang menonjol yang terjadi
padaanak-anak.Dalam catatan Yayasan Kesejahteraan Anak Indonesia (YKAI)pada
tahun 1992-2002 terdapat 2.611 kasus (65,8persen) dari 3.969 kasus kekerasan
seksual dialami anak-anak dibawah usia 18tahun.Dari jumlah itu,75persen korbannya
adalah anak perempuan.Kasus yang menonjol terutama pemerkosaan (42,9 persen)
dengan kejadian terjadi di rumah tinggal (35,7persen) (FKUI, 2006)
1
B. TUJUAN PENULISAN
1. Untuk mengetahui tentangdefinisi dari seksual abuse.
2. Untuk mengetahui tentangetiologi dari seksual abuse.
3. Untuk mengetahui tentangklasifikasi dari seksualabuse.
4. Untuk mengetahui tentangpatofisiologi dari seksual abuse.
5. Untuk mengetahui tentangpathwaydari seksual abuse.
6. Untuk mengetahui tentangmanifestasi klinis dari seksual abuse.
7. Untuk mengetahui tentangpenatalaksanaan dari seksual abuse.
8. Untuk mengetahui tentangpemeriksaan penunjang dari seksual abuse.
9. Untuk mengetahui tentangpengkajian dari seksualabuse.
10. Untuk mengetahui tentangdiagnosakeperawatandari seksual abuse.
11. Untuk mengetahui tentangintervensi dan rasional dari seksual abuse.
12. Untuk mengetahui tentangdischargeplanningdariseksual abuse.
2
BAB II
KONSEPDASAR
A. PENGERTIAN
Penyiksaan seksual (sexual abuse) terhadapanak disebut Pedofilian atau penyuka
anak-anak secara seksual. Seorang Pedofilia adalah orang yang melakukan
aktivitas seksual dengan korban anak usia 13 tahun ke bawah. Penyakit ini ada dalam
kategori Sadomasokisme: adalah suatu kecenderungan terhadap aktivitas seksual yang
meliputi pengikatan atau menimbulkan rasa sakit atau penghinaan (Pramono, 2009).
Kemudian klasifikasi kekerasan/penganiayaan seksual pada anak menurut Resna
dan Darmawan (dalamHuraerah,2006:60) diklasifikasi menjadi tiga kategori,antara
lain:perkosaan,incest,daneksploitasi. Perkosaan biasanya terjadi pada saat pelaku
terlebih dahulu mengancam dengan memperlihatkan kekuatannya kepada anak.
Incest, diartikan sebagai hubungan seksual atau aktivitas seksual lainnya antar
individu yang mempunyai hubungan dekat,yang perkawinan diantara mereka
dilarang,baikolehhukum,kultur,maupunagama. Eksploitasi seksual meliputi prostitusi
dan pornografi (Suda, 2006).
Kekerasan seksual (sexual abuse), dapat didefinisikan sebagai perilaku seksual
secara fisik maupun nonfisik oleh orang yang lebih tua atau memiliki kekuasaan
terhadap korban, bertujuan untuk memuaskan hasrat seksual pelakunya. Korban
mungkin saja belum atau tidak memahami perlakuan yang dilakukan terhadap
dirinya,mereka hanya merasa tidak nyaman,sakit,takut, merasabersalah, dan perasaan
lain yang tidak menyenangkan(FKUI, 2006).
Kekerasanseksual (sexualabuse) pada anak mencakup penganiayaan seksual
secara fisik dan nonfisik.Kekerasan fisik antara lain menyentuh alat kelamin atau
bagian tubuh lain yang bersifat pribadi, seksoral, penetrasivagina/anus menggunakan
penis atau benda lain,memaksa anak membuka pakaian,sampai tindak perkosaan.
Sedangkan penganiyaan non fisik diantaranya memperlihatkan benda-benda yang
bermuatan pornografi atau aktivitas seksual orang dewasa
3
eksploitasi anak dalam pornografi (gambar, foto, film, slide, majalah,
buku),exhibitionism, atau mengintip kamar tidur/kamar mandi (voyeurism). (Suda,2006).
B. ETIOLOGI/ PREDISPOSISI
a.Faktor kelalaian orangtua. Kelalaian orang tua yang tidak memperhatikan tumbuh
kembang dan pergaulan anakyang membuat subyek menjadi korban kekerasan seksual
b.Faktor rendahnya moralitas dan mentalitas pelaku. Moralitas dan mentalitas yang
tidak dapat bertumbuh dengan baik, membuat pelaku tidak dapat mengontrol nafsu
atau perilakunya.
c.Faktor ekomoni. Faktor ekonomi membuat pelaku dengan mudah memuluskan
rencananya dengan memberikan iming-iming kepada korban yang menjadi target dari
pelaku.(Jurnal Terlampir)
4
Itu muncul gangguan-gangguan psikologis sepertipasca-trauma stressdisorder,
kecemasan, jiwa penyakit lain(termasuk gangguan kepribadian dan gangguan identitas
disosiatif,kecenderungan untuk reviktimisasi dimasa dewasa, bulimia nervosa, cedera
fisik kepada anak,(Widom,1999;Levitan,Rector, Sheldon,& Goering, 2003; Messman-
Moore, Terri Patricia, 2000; Dinwiddie , Heath , Dunne, Bucholz, Madden, Slutske,
Bierut, Statham et al, 2000) (Jurnal Terlampir)
MenurutTownsend(1998)factoryangpredisposisi(yangberperandalam
polapenganiayaan anak (seksuak abuse) antaralain:
1. Teori biologis
a. Pengaruh neuro fisiologis. Perubahan dalam system limbik otak dapat
mempengaruhi perilaku agresif pada beberapa individu
b. Pengaruh biokimia, bermacam-macam neurotransmitter(misalnya
epinefrin,norepinefrin,dopamine,asetilkolin danserotonin)dapat memainkan
peranan dalam memudahkan dan menghambat impuls- impuls agresif
c. Pengaruh genetika. Beberapa penyelidikan telah melibatkan herediter sebagai
komponen pada predisposisi untuk perilaku agresif seksual,baik ikatan genetik
langsung maupun karyotip genetik XYY telah diteliti sebagai kemungkinan.
d.Kelainan otak.Berbagai kelainan otak mencakup tumor,trauma dan penyakit-
penyakit tertentu(misalnya ensefalitis dan epilepsy),telah dilibatkan pada
predisposisi pada perilaku agresif.
2. Teori psikologis
a. Teori psikoanalitik. Berbagai teori psikoanalitik telah membuat hipotesa bahwa
agresi dan kekerasan adalah ekspresi terbuka dari ketidak perdayaan dan harga
diri rendah, yang timbul bila kebutuhan- kebutuhan masa anak terhadap kepuasan
dan keamanan tidak terpenuhi.
b. Teori pembelajaran. Teori ini mendalilkan bahwa perilaku agresif dan kekerasan
dipelajari dari model yang membawa dan berpengaruh.
5
Individu-individu yang dianiaya seperti anak-anak atau yang orang tuanya
mendisiplinkan dengan hukuman fisik lebih mungkin untuk berperilaku kejam sebagai
orangdewasa.
3. Ritualistic abuse
Mencakup kekerasan yang dilakukan oleh orang dewasa untuk mendapatkan ilmu
gaib atau ilmu hitam demi keperluan pribadinya.
4. Institutional abuse
6
Mencakup kekerasan seksual dalam lingkup institusi tertentuseperti sekolah,
tempat penitipan anak, kamp berlibur, seperti kegiatan pramuka,dan organisasi
lainnya.
5. Kekerasan seksual oleh orang yang tidak dikenal (Street or stranger abuse)
Penyerangan padaanak-anak di tempat-tempat umum.
1. Pertama, pelaku tidak bisa lagi melakukan hubungan dengan istri karena alasan
kesehatan atau telah lama menduda.
2. Kedua, pelaku ingin menyempurnakan ilmu kebatinan yang sedang
ditekuninya.
3. Ketiga, pelaku tidak tahan melihat kemontokan tubuh anak perempuannya, atau
melihat anak perempuannya ke luar kamar mandi menggunakan handuk.
Bahkan,bisa pula pelaku melakukan pelecehan seksual terhadap anak
perempuan,karena terpengaruh filmporno (Atmadja,2005:139dalamSuda,
2006).
C. KLASIFIKASI
Klasifikasi dari sexual abusepada anak menurut (Suda, 2006) adalah :
1. Perkosaan.
7
Perkosaan adalah jenis kekerasan yang paling mendapat sorotan. Diperkirakan
22% perempuan dan 2% laki-laki pernah menjadi korban perkosaan. Untuk di
Amerika saja, setiap 2 menit terjadi satu orang diperkosa. Hanya 1dari6 perkosaan
yang dilaporkan kepolisi.Sebagian besar perkosaan dilakukan oleh orang yang
mengenal korban alias orang dekat korban.
2. Kekerasan seksual terhadap anak-anak.
Suatu tinjauan baru-baru ini terhadap 17 studi dari seluruh dunia menunjukkan
bahwa di manapun, sekitar 11% sampai dengan 32% perempuan dilaporkan
mendapat perlakuan atau mengalami kekerasan seksualpada masa kanak-
kanaknya.Umumnya pelaku kekerasan adalah anggota keluarga,orang-orang yang
memiliki hubungan dekat,atauteman. Mereka yang menjadi pelaku kekerasan seksual
terhadap anak biasanya adalah korban kekerasan seksual pada masa kanak-kanak.
3. Kekerasan seksual terhadap pasangan.
Kekerasan ini mencakup segala jenis kekerasan seksual yang dilakukan seseorang
terhadap pasangan seksualnya. Sebesar 95% korban kekerasan adalah perempuan.
Temuan penelitian yang dilakukan Rifka Annisa bersama UGM, UMEA University,
dan Women’s Health Exchange USA di
Purworejo,JawaTengah,Indonesia,padatahun 2000 menunjukkan bahwa
22% perempuan mengalami kekerasan seksual. Sejumlah 1 dari5 perempuan (19%)
melaporkan bahwa biasanya mereka dipaksa untuk melakukan hubungan seksual
dengan pasangan mereka selama dipukuli. Termasuk kekerasan seksual adalah
kekerasan yang dilakukan seorang laki-laki terhadap seorang perempuan,semata-
mata karena sang korban adalah perempuan.Istilah untuk ini adalah kekerasan berbasis
gender. Berikut adalah kekerasan berbasis gender:
4. Kekerasan fisik : Menampar, memukul, menendang, mendorong,
mencambuk, dll.
5. Kekerasan emosional/ verbal: Mengkritik, membuat pasangan merasa
bersalah, membuat permainan pikiran, memaki,menghina, dll.
8
6. Ketergantungan finansial: Mencegah pasangan untuk mendapat pekerjaan,
membuat pasangan dipecat, membuat pasangan memintauang, dll
7. Isolasisosial: Mengontrol pasangan dengan siapa boleh bertemu dan dimana
bias bertemu, membatasi gerak pasangan dalam pergaulan, dll
8. Kekerasan seksual: Memaksa seks, berselingkuh,sadomasokisme, dll.
9. Pengabaian/penolakan: Mengatakan kekerasan tidak pernah terjadi,
menyalahkan pasangan bilakekerasan terjadi, dll.
10. Koersi, ancaman, intimidasi: Membuat pasangan khawatir, memecahkan
benda-benda, mengancam akan meninggalkan, dll.
D. PATOFISIOLOGI
Menurut Tower (2002) dalam Maria(2008) kekerasan seksual pada anak dapat
terjadi satu kali,beberapa kali dalam periode berdekatan,bahkan menahun. Walaupun
berbeda-beda pada setiap kasus,kekerasan seksual tidak terjadi begitu saja, melainkan
melalui beberapa tahapan antara lain :
1. Tahap awal,pelaku membuat korban merasa nyaman.Ia menyakin kan bahwa apa
yang dilakukannya "tidak salah" secara moral. Pelaku mencoba menyentuh sisi
kebutuhan anak akan kasih saying dan perhatian, penerimaan dari orang lain,atau
mencoba menyamakannya dengan permainan dan menjanjikan imbalan material yang
menyenangkan. Pelaku dapat menginti midasi secara halus ataupun bersikap memaksa
secara kasar.
2. Tahap kedua,adalah interaksi seksual. Perilaku yang terjadi bisasa jahanya berupa
mengintip sampai perilaku yang intensitasnya berat,yaitu memakasa anak untuk
melakukan hubungan seksual. Setelah kejadian tersebut, pelaku mengancam korban
agar merahasiakan apa yang terjadi kepada oranglain.
3. Tahap berikutnya, adalah tahapan dimana korban mau menceritakan pengalamannya
kepada orang lain. Kemungkinan korban merahasiakan pengalamannya sampai berusia
dewasa,atau menceritakannya kepada orang yang mempunyai kedekatan emosional
dengannya,sehinggai amerasaaman. Pelaku "mencobai"korban sedikit demi sedikit,
mulai dari :
a. Pelaku membuka pakaiannya sendiri
b. Pelaku meraba-rababagian tubuhnya sendiri
c. pelaku memperlihatka nalat kelaminnya9
d. Pelaku mencium korban dengan pakaian lengkap
e. Pelaku meraba bagian-bagian tubuh korban: payudara,alat kelamin,dan bagian
lainnya.
f. Masturbasi,dilakukan oleh pelaku sendiri atau pelaku dan korban saling
menstimulasi.
g. Oral sex, dengan menstimilasi alat kelamin korban
h. Sodomi
i. Petting
j. Penetrasi alat kelamin pelaku
Anak yang memiliki resiko mengalami kekerasan seksual biasanya adalah anak-
anak yang biasa ditinggalkan sendiri dan tidak mendapat pengawasan dari orang yang
lebih dewasa, terutama ibu.Tidak hanya kehadiran secara fisik,kedekatan emosional
antara ibu dan anak pun merupakan faktoryang penting(Maria, 2008).
Menurut Maria (2008) dampak kekerasan seksual pada anak adalah sebagai
berikut :
13
F. MANIFESTASIKLINIK
Berdasarkan jurnal “Dinamika Psikologis Kekerasan Seksual: Sebuah
Studi Fenomenologi”, Dampak psikologis sexual abuse adalah :
Dampak psikologis yang dialami oleh subyek dapat digolongkan menjadi tiga
bagian,yaitu gangguan perilaku,gangguan kognisi, gangguan emosional.
Patricia A Moran dalam buku Slayer of the Soul,1991 dalam Minang sari
(2007),mengatakan,menurut riset,korban pelecehan seksual adalah anaklaki- laki dan
perempuan berusia bayi sampai usia 18tahun.Kebanyakan pelakunya adalah orang
yang mereka kenal dan percaya.
Gejala seorang anak yang mengalami pelecehan seksual tidak selalu jelas. Ada
anak-anak yang menyimpan rahasia pelecehan seksual yang dialaminya dengan
bersikap "manis" dan patuh,berusaha agar tidak menjadi pusat perhatian.Meskipun
pelecehan seksual terhadap anak tidak memperlihatkan bukti mutlak,tetapi jika tanda-
tanda dibawah ini tampak pada anak dan terlihat terus- menerus dalam jangka waktu
panjang,kiranya perlu segera mempertimbangkan kemungkinan anak telah mengalami
pelecehan seksual (minangsari, 2007)
1. Balita
a. Tanda-tanda fisik,antara lain memar pada alat kelamin atau mulut,iritasi kencing,
penyakit kelamin, dan sakit kerongkongan tanpa penyebab jelas seks oral.
14
b. Tanda perilaku emosional dan sosial,antara lain sangat takut kepada siapa saja atau
pada tempat tertentu atau orang tertentu,perubahan kelakuan yang tiba-tiba,gangguan
tidur (susah tidur,mimpi buruk,dan ngompol), menarik diri atau depresi,serta
perkembangan terhambat.
2. Anak usiaprasekolah
Gejalanyasamaditambah tanda-tandaberikut:
a. Tanda fisik: antara lain perilaku regresif, seperti mengisap jempol, hiperaktif,
keluhan somatik sepertisakitkepalayang terus-menerus, sakit perut, sembelit.
b. Tanda pada perilaku emosional dan sosial: kelakuan yang tiba-tiba berubah, anak
mengeluhsakit karena perlakuan seksual.
c. Tanda pada perilaku seksual: masturbasi berlebihan, mencium secara seksual,
mendesakkan tubuh, melakukan aktivitas seksual terang-terangan pada saudara atau
teman sebaya, tahu banyak tentang aktivitas seksual, dan rasa ingin tahu berlebihan
tentang masalah seksual.
3. Anak usiasekolah
Memperlihatkan tanda-tanda diatas serta perubahan kemampuan belajar, seperti susah
konsentrasi, nilai turun, telat atau bolos, hubungan dengan teman terganggu,tidak
percaya kepada orang dewasa,depresi,menarik diri, sedih, lesu, gangguan tidur,
mimpi buruk, tak suka disentuh, serta menghindari hal-hal sekitar buka pakaian.
4. Remaja
Tandanya sama dengan diatas dan kelakuan yang merusak diri sendiri, pikiran bunuh
diri,gangguan makan, melarikan diri, berbagai kenakalan remaja, penggunaan obat
terlarang atau alkohol, kehamilan dini,melacur, seks di luar nikah, atau kelakuan
seksual lain yang tak biasa.
G. PENATALAKSANAAN
Berdasarkan jurnal“play therapy dalam identifikasi kasus kekerasan
seksual terhadapanak”,terapi sexual abuse adalah :
Menurut Suda (2006) ada beberapa model program counseling yang dapat
diberikan kepada anak yang mengalami sexual abuse,yaitu :
16
Artinya,anak-anak dilatih menguasai keterampilan mengurangi kerentannya sesuai
dengan usia. Pelatihan anak prasekolah dapat dibatasi; berkata tidak terhadap sentuhan-
sentuhan yang tidak diinginkan; menjauh secepatnya dari orang yang kelihatan sebagai
abusive person; melaporkan pada orangtua atau orang dewasa yang di percaya dapat
membantu menghentikan perlakuan salah.
c. Survivor/self-esteem counseling.
Artinya,menyadarkan anak-anak yang menjadi korban bahwa mereka sebenarnya
bukanlah korban,melainkan orang yang mampu bertahan (survivor) dalam menghadapi
masalah sexual abuse. Keempat, feeling counseling. Artinya, terlebih dahulu harus di
identifikasi kemampuan anak yang mengalami sexual abuse untuk mengenali berbagai
perasaan. Kemudian mereka didorong untuk mengekspresikan perasaan-perasaannya
yang tidak menyenangkan,baik pada saat mengalami sexual abuse maupun sesudahnya.
Selanjutnya mereka diberi kesempatan untuk secara tepat memfokuskan perasaan
marahnya terhadap pelaku yang telah menyakitinya,atau kepada orang
tua,polisi,pekerjasosial,atau lembaga peradilan yang tidak dapat melindungi mereka.
d. Cognitif terapy.
Artinya, konsep dasar dalam teknik ini adalah perasaan-perasaan seseorang
mengenai beragam jenis dalam kehidupannya dipengaruhi oleh pikiran-pikiran
mengenai kejadian tersebut secara berulang-lingkar.
H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
17
I. PENGKAJIAN
1. Aktivitas atau istirahat: Masalah tidur (misalnya tidak padat tidur atau tidur
berlebihan,mimpi buruk,berjalan saat tidur, tidur di tempat yang asing, keletihan.
2. Integritas ego
a. Pencapaian diri negatif,menyalah kan diri sendiri/meminta ampun karena
tindakannya terhadap orang tua.
b. Harga diri rendah(pelaku/korban penganiayaan seksualyang selamat.)
c. Perasaan bersalah, marah, takut dan malu, putus asadan atau tidak berdaya d.
Minimisasi atau penyangkalan signifikasi perilaku (mekanis mepertahanan
yang paling dominan/menonjol)
e. Penghindaran atau takut pada orang, tempat, objek tertentu, sikap menunduk, takut
(terutama jika ada pelaku)
f. Melaporkan faktor stres (misalnya keluarga tidak bekerja, perubahan finansial,
polahidup, perselisihan dalam pernikahan)
g. Permusuhan terhadap/objek/tidak percayapadaoranglain
3. Eliminasi
a. Enuresisi,enkopresis.
b. Infeksi saluran kemih yang berulang
c. Perubahan tonus sfingter.
4. Makan dan minum:Muntah sering,perubahan selera makan(anoreksia), makan
berlebihan, perubahan berat badan, kegagalan memperoleh berat badan yang sesuai
.
5. Higiene
a. Mengenakan pakaian yang tidak sesuai dengan kondisi cuaca
(penganiayaan seksual) atau tidak adekuat memberi perlindungan.
18
b. Mandi berlebihan/ansietas( penganiayaan seksual),penampilan kotor/tidak
terpelihara.
6. Neurosensori
a. Perilaku ekstrem (tingkah laku sangat agresif/menuntut), sangat amuk atau
pasivitas dan menarik diri, perilaku tidak sesuai dengan usia
b. Status mental :memori tidak sadar, periode amnesia, laporan adanya
pengingatan kembali. Pikiran tidak terorganisasi, kesulitan konsentrasi/membuat
keputusan. Afek tidaksesuai, mungkin sangat waspada,cemas dan depresi.
c. Perubahan alam perasaan, kepribadian ganda, cinta, kebaikan dan
penyesalan yang dalam setelah penganiayaan seksual terjadi.
d.Kecemburuan patologis,pengendalian impuls yang buruk, ketrampilan koping
terbatas, kurang empati terhadap oranglain.
e. Membantung.Menghisap jempol atau perilaku kebiasaan lain:gelisah(korban
selamat).
f. Manifestasi psikiatrik (misal:fenomena disosiatif meliputi kepribadian ganda
(penganiayaan seksual), gangguan kepribadian ambang (koeban inses dewasa)
g.Adanya defisitneurologis/kerusakaan SSPtanpa tanda-tanda cedera eksternal
7. Nyeri atau ketidaknyamanan
a. Bergantung pada cedera/bentuk penganiayaan seksual
b. Berbagai keluhan somatik(misalnya nyeriperut,nyeri panggul kronis, spastik
kolon, sakit kepala)
8. Keamanan
a. Memar,tanda bekas gigitan,bilur pada kulit,terbakar (tersiram air panas,
rokok)ada bagian botak dikepala,laserasi,perdarahan yang tidak wajar, ruam/gatal
diare agenital, fisuraanal,goresankulit, hemoroid, jaringan parut, perubahan tonus
sfingter.
b. Cedera berulang, riwayat bermacam kecelakaan, fraktur/ cederainternal.
19
c. Perilaku mencederai diri sendiri (bunuhdiri),keterlibatan dalam aktivitas dengan
risiko tinggi
d.Kurangnya pengawasan sesuai usia,tidak ada perhatian yang dapat menghindari
bahaya di dalam rumah
9. Seksualitas
a. Perubahan kewaspadaan/aktivitas seksual,meliputi masturbasi kompulsif,
permainan seks dewasa sebelum waktunya, kecenderungan mengulang atau
melakukan kembali pengalaman inses.Kecurigaan yang berlebihan tentang seks,
secara seksual menganiaya anak lain.
b. Perdarahan vagina, laserasi himen linier, bagian mukosa berlendir.
c. AdanyaPMS, vaginitis, kutil genital atau kehamilan (terutama pada anak).
10. Interaksi sosial
Merikan diri dari rumah, pola interaksi dalam keluarga secara verbal kurang
responsif, peningkatanpenggunaanperintahlangsung danpernyataan kritik,
penurunan penghargaan atau pengakuan verbal, merasa rendah diri. Pencapaian
prestasi disekolah rendah atau prestasi di sekolah menurun.
J. DIAGNOSA KEPERAWATAN
20
4. Ansietas (sedang sampai berat) berhubungan dengan ancaman konsep diri, rasa
takut terhadap kegagalan, disfungsi system keluarga dan hubungan antara orangtua
dan anak yang tidak memuaskan
5. Gangguan harga diri rendah berhubungan dengan koping individu tidak efektif
6. Gangguan pola tidur berhubungan dengan ansietas dan hiperaktif
7. Koping defensef berhubungan dengan harga diri rendah,kurang umpan balik
atau umpan balik negative yang berulang yang mengakibatkan penurunan makna
diri
8. Koping keluarga tidak efektif berhubungan dengan perasaan bersalah yang
berlebihan,marah atau saling menyalahkan diantara anggota keluarga mengenai
perilaku anak, kepenatan orang tua karena menghadapi anak dengan gangguan
dalam jengka waktu lama
9. Defisit pengetahuan tentang kondisi,prognosis,perawatan diri dan kebutuhan
terapi berhubungan dengan kurang sumber informasi,interpretasi yang salah
tentang informasi
Menurut Vide beck (2008), Town send (1998),dan Doenges et.al(2007) intervensi
keperawatan yang dapat dirumuskan untuk mengatasi diagnosa keperawatan diatas
antaralain :
Tujuan :
a. Tujuan jangka pendek : Luka fisik anak akan sembuh tanpa komplikasi
b. Tujuan jangka panjang:anak akan mengalami resolusi berduka yang sehat,
memulai proses penyembuhan psikologis.
21
Intervensi:
22
e. Diskusikan dengan anak siapa yang dapat dihubung untuk memberikan dukungan
atau bantuan. Berikan informasi tentang rujukan setelah perawatan.Rasional : Karena
ansietas berat dan rasa takut, anak mungkin membutuhkan bantuan dari orang lain
selama periode segera pasca-krisis. Berikan informasi rujukan tertulis untuk referensi
selanjutnya (misalnya psikoterapi, klinik kesehatan jiwa, kelompok
pembelamasyarakat)
Tujuan :
Intervensi :
23
c. Jika seorang anak wanita dating sendiri atau berserta dengan orang tua nya,
pastikan tentang keselamatannya.Dorong untuk mendiskusikan peristiwa
pemerkosaan yang telah dilakukan. Tanyakan pertanyaan tentang apakah hal ini
telah terjadi sebelumnya. Jika pelaku kekerasan seksual minum obat bius, jika
anak tersebut memiliki tempat yang aman untuk pergi dan apakah ia berminat
dalam tuntutan yang mendesak
Rasional: Beberapa anak wanita berusaha untuk menyimpan rahasia tentang
bagimana cedera seksual yang dideritanya terjadi dalam usaha untuk
melindungi orang tua nya atau saudaranya atau karena mereka takut bahwa orang
tuanya atau saudaranya akan membunuh mereka jika menceritakan hal tersebut
d. Pastikan bahwa usaha-usaha menyelamatkan tidak diusahakan oleh
perawat.Berikan dukungan,tetapi ingat bahwa keputusan akhir harus dibuat oleh
anak
Rasional : Membuat keputusan untuk dirinya sendiri memberikan rasa
kontrol situasi kehidupannya sendiri.Memberikan penilaian dan nasehat adalah
tidak terapeutik
e. Tekankan pentingnya keamanan,smith(1987) menyarankan suatu pernyataan
seperti,yaitu telah terjadi.Sekarang kemana anda ingin pergi dari sini ?.
Burgess(1990) menyatakan"Korbanperlu dibuat sadar tentang berbagai sumber
yang tersedia untuk dirinya. Hal ini dapat mencakup hotline krisis, kelompok-
kelompok masyarakat untuk wanita dan anak yang pernah dianiaya secara
seksual, tempat perlindungan, berbagai tempat konseling.
Rasional:Pengetahuan tentang pilihan-pilihan yang tersedia dapat membantu
menurunkan rasa tidak berdaya dari korban,tetapi kewenangan yang
sesungguhnya datang hanya saat ia memilih untuk menggunakan pengetahuan itu
bagi keuntungannya sendiri.
24
dengan tujuan untuk menyebabkan bahaya, biasanya terjadi dalam waktu
lama.
Tujuan :
Intervensi :
25
c. Gunakan pertandinganatau terapi bermain untuk memperoleh rasa percaya
anak. Gunakan teknik-teknik ini untuk membantu dalam menjelaskan sisi
lain dari cerita anak tersebut
Rasional : Menetapkan hubungan saling percaya dengan seorang anak
yang teraniaya sangat lah sukar.Mereka mungkin tidak ingin untuk
disentuh. Jenis-jenis aktivitas bermain ini dapat memberikan suatu
lingkungan yang tidak mengancam yang dapat meningkat kan usaha anak
untuk mendiskusikan masalah-masalah yang menyakitkan ini
d. Tentukan apakah cedera yang dialami dibenarkan untuk dilaporkan kepada
yang berwenang. Undang-Undang Negara yang spesifik harus masuk ke
dalam keputusan apakahya atau tidak untuk melaporkan dugaan
penganiayaan seksual anak.
Rasional:Suatu laporan(umumhya dibuat)jika ada alas an untuk mencurigai
bahwa seseorang anak telah dicederai sebagai suatu akibat
penganiayaan seksual.Alasan untuk mencirugai ditetapkan saat ada tanda-
tanda ketidak sesuaian atau ketidak konsistenan dalam menjelaskan cedera
pada anak.Kebanayakan negara membutuhkan individu-individu berikut
melaporkan kasus dari anak yang dicurigai dianiaya seksual : semua
pekerja kesehatan,semau terapis kesehatan jiwa, guru-guru,pengasuh-
pengasuh anak,pemadam kebakaran, anggota medis gawat darurat dan
anggota penyelenggara hukum. Laporan dibuat oleh Departemen
Pelayanan Sosial dan rehabiulitasi atau Badan penyelenggaraHukum.
Tujuan :
26
b.Anak mampu menundakan pemuasan terhadap keinginannya, tanpa terpaks
auntuk menipulasi orang lain
c. Anak mampu mengekspresikan kemarahan dengan cara yang dapat
diterima secara sosial
d. Anak mampu mengungkapkan kemampuan-kemampuan koping alternatif
yang dapat diterima secara social sesuai dengan gaya hidup dari yang ia
rencanakan untuk menggunakannya sebagai respons terhadap rasa
frustasi
Intervensi:
27
Rasional: Penguatan positif membantu meningkat kan harga diri dan
meningkatkan penggunaan perilaku-perilaku yang dapat diterima oleh
anak
f. Memberi dorongan dan dukungan kepada anak dalam menghadapirasa takut
terhadap kegagalan dengan mengikuti aktivitas-aktivitas terapi dan
melaksana kan tugas-tugas baru.Beri pangakuan tentang kerja keras yang
berhasil dan penguatan positif bagi usaha-usaha yang dilakukan
Rasional : Pengakuan dan penguatan positif meningkatkan harga diri
Tujuan :
Intervensi :
28
Rasional : Anak-anak vemas sering menolak hubungan antara masalah-
masalah emosi dengan ansietas mereka. Gunakanmekanisme-mekanisme
pertahanan projeksi danpemibdahanyangdilebih-lebihkan
d. Perawat harus mempertahankan suasana tentang
Rasional : Ansietas dengan mudah dapat menular pada orang lain
e. Tawarkan bantuan pada waktu-waktu terjadi peningkatan ansietas. Pastikan
kembali akan keselamatan fisik dan fisiologis
Rasional : Keamanan anak adalah prioritas keperawatan
f. Penggunaan sentuhan menyenangkan bagi beberapa anak.Bagaimanapun
juga anak harus berhati-hati terhadap penggunaannya
Rasional:sebagaimana ansietas dapat membantu mengembangkan
kecurigaanpada beberapa individu yang dapat salah menafsirkan sentuhan
sebagai suatu agresi
g. Dengan berkurang antaansietas,temani anak untuk mengetahui peristiwa-
peristiwa tertentu yang mendahului serangannya.Berhasil pada respons-
respons alternative pada kejadian selanjutnyta
Rasional:Rencana tindakan memberikan anak perasaan untuk penanganan
yang lebih berhasil terhadap kondisi yang sulit jika terjadi lagi
h. Berikan obat-obatan dengan obat penenang sesuai dengan yang
diperintahkan. Kaji untuk keefektifitasannya, dan beri petunjuk kepada
anak mengenai kemungkinan efek-efek sampingyang member pengaruh
berlawanan
Rasional:Obat-obatan terhadap ansietas (misalnya diazepam,
klordiasepoksida,alprazolam)memberikan perasaan lega terhadap efek-
efek yang tidak berjalan dari ansietas dan mempermudah kerjasama anak
dengan terapi
Tujuan :
29
a. Anak mampu untuk mencapai tidur tidak terganggu selama 6sampai7 jamn
setiap malam dengan criteria hasil:
b. Anak mengungkapkan tidak adanya gangguan-gangguan pada waktu tidur
c. Tidak ada gangguan-gangguan yang dialamti olehperawat
d. Anak mampu untuk mulai tidur dalam 30 menit dan tidur selama 6 sampai
7 jam tanpa terbangun
Intervensi :
30
7. Koping defense berhubungan dengan harga diri rendah,kurang umpan balik
atau umpan balik negative yang berulang yang mengakibatkan penurunan
makna diri
Tujuan :
Intervensi :
31
mengancam dapat membantu untuk mengeliminasi perilaku yang tidak
diinginkan
d. Bantu anak untuk mengidentifikasi situasi-situasi yang menimbulkan sifat
defensive dan praktik bermain peran dengan respons-respons yang lebih sesuai
Rasional : Bermain peran memberikan percaya diri untuk menghadapi
situasi-situasi yang sulit jika hal-hal tersebut benar-benar terjadi
e. Berikan dengan segera umpan balik positif bagi perilaku-perilaku yang
dapat diterima
Rasional : Umpan balik positif meningkatkan harga diri dan memberi
semangat untuk mengulangi perilaku-perilaku yang diinginkan
f. Membantu anak untuk menetapkan sasaran-sasaran yang realistis,konkret
dan memerlukan tindakan-tindakan yang cocok untuk mencapai sasaran-
sasaran ini
Rasional : Keberhasilan akan meningkatkan harga diri
g. Evaluasi dengan anak keefektifan perilaku-perilaku yang baru dan
diskusikan adanya perubahan untuk perbaikan
Rasional:Karena keterbatasan kemampuan untuk memecahkan masalah,
bantuan mungkin diperlukan untuk menetapkan kembali dan mengembangkan
strategi baru,pada keadaan dimana metode-metode koping baru tertentu terbukti
tidak efektif
Tujuan :
32
c. Mengidentifikasi dan menggunakan sistem pendukung yang diperlukan
Intervensi :
33
9. Defisit pengetahuan tentang kondisi,prognosis,perawatan diri dan
kebutuhan terapi berhubungan dengan kurang sumber informasi,interpretasi
yang salah tentang informasi
Tujuan :
Intervensi :
34
d. Koordinasi seluruh rencana terapi dengan sekolah personel sederajat,
anak, dan keluarga
Rasional:keefektifan kognitif paling mungkin meningkat ketika terapi tidak
terfragmentasi, juga tidak terlewatkannya intervensi signifikan karena
kurangnya komunikasi interdisiplin.
L. DISCHARGE PLANNING
Hasil yang diharapkan dari pemberian asuhan keperawatan pada anak dengan
penganiayaan seksual (sexual abuse) antara lain :
Nn. S15 tahun, klien datang diantar oleh keluarganya pada tanggal 17
September 2021, dengan keluhan tidak mau bergaul dengan orang lain, tidak
banyak bercakap-cakap, banyak melamun, mengurung diri dan sering menyendiri.
Menurut keluarga, klien pernah mengalami gangguan jiwa sebelumnya sejak 1
tahun yang lalu dan di rawat di RSJ Ratumbuysang Manado yang pertama pada
tanggal 12 Juni 2020 dikarenakan klien apatis, diam di kamar (mengurung diri),
menolak berhubungan dengan orang lain karena mngalami keekrasan sexual lagi
dari tetangganya. Dari pengkajian, didapatkan: klien tidak minum obat secara
teratur sehingga pengobatan kurang berhasil. Keluarga klien tidak ada yang
mengalami gangguan jiwa seperti yang dialami oleh klien. Klien mengatakan
punya pengalaman masa lalu yang tidak menyenangkan karena klien mengalami
kekerasan sexual oleh pamannya sendiri dulu. Klien juga merasa malu karena
sampai sekarang dia merasa dirinya sudah kotor akibat kejadian waktu itu.Dari
hasil pemeriksaan fisik didapatkan TD : 120/ 80 mmHg, N: 86X/mnt, S:37,4°C,
P:20X/mnt, TB:160cm, BB:50kg. Hasil pengkajian juga didapatkan klien tidak
mengeluh terhadap keadaan fisiknya dan pada tubuh klien tidak menunjukkan
adanya kelainan ataupun gangguan fisik lainnya.
B. PENGKAJIAN
1. Identitas Klien :
Nama : Nn. S
Umur : 19 tahun
Agama : Islam
Alamat : Tuminting Link 4
Pekerjaan :-
Tanggal masuk RS : 17 September 2021
Tanggal pengkajian : 19 September 2021
No. RM : 67.95
2. Alasan masuk :
Klien datang diantar oleh keluarganya pada tanggal 17 September 2021, dengan keluhan:
Tidak mau bergaul dengan orang lain
Tidak banyak bercakap- cakap
Banyak melamun
Mengurung diri
Sering menyendiri
3. Faktor Predisposisi
a. Klien pernah mengalami gangguan jiwa sebelumnya sejak 1 tahun yang lalu dan di
rawat di RSJ Ratumbuysang Manado yang pertama pada tanggal 12 juni 2020
dikarenakan klien apatis, diam di kamar (mengurung diri), menolak berhubungan dengan
orang lain.
b. Klien tidak minum obat secara teratur sehingga pengobatan kurang berhasil.
c. Klien pernah mengalami, seksual
d. Keluarga klien tidak ada yang mengalami gangguan jiwa seperti yang dialami oleh
klien.
e. Klien mengatakan punya pengalaman masa lalu yang tidak menyenangkan.
Klien mengatakan pernah mengalami tindakan kekerasan sexual oleh pamannya
f. Klien mengatakan malu karena sampai sekarang klien merasa dirinya kotor karena
kejadian itu
4. Faktor Presipitasi
Pengalaman masa lalu yang tidak menyenangkan:
a. Masa anak-anak
Klien tidak pernah mengalami hal yang tidak menyenangkan.
b. Masa remaja
Klien mengatakan punya pengalaman masa lalu yang tidak menyenangkan sesuai
pernyataan klien “saya dulu pernah di perkosa oleh paman saya”.
c. Masa Sekarang
Klien mengatakan “ malu karena sampai sekarang merasa dirinya kotor karena telah di
perkosa”.
k. Memori
Klien mampu mengingat dengan baik kejadian jangka panjang, dan jangka pendek dan
kejadian saat ini.
Jangka panjang
Klien mampu mengingat tanggal masuk ke RSJP magelang.
Jangka pendek
Klien mampu mengingat apa yang terjadi pada minggu ini.
Memori saat ini
Klien dapat mengingat apa yang dilakukan tadi sebelum melakukan interaksi.
l. Tingkat konsentrasi dan berhitung
Klien mampu berhitung sederhana, klien mampu menyebutkan angka, klien juga mampu
menjawab 3 dikurangi 1, klien menjawab 2.
m. Kemampuan penilaian
Klien mampu mengambil keputusan yang ringan misalnya klien memilih cuci tangan
dulu sebelum makan.
n. Daya tilik diri
Klien menyadari bahwa dirinya berada di RSJ dan menyadari dirinya sakit.
8. Kebutuhan Persiapan Peluang
a. Makan
Klien makan 3X sehari, mampu menghabiskan 1 porsi makan dengan menu seimbang
yang sudah disiapkan dari instalasi gizi (nasi, lauk, sayur, buah- buahan), klien makan
pagi pukul 07.00 WIB, makan siang pukul 12.00 WIB, makan malam jam pukul 19.00
WIB, setelah makan klien merapikannya sendiri
Dengan pernyataan klien: “ saya makan sesuai dengan jadwal yang di berikan di RSJ.”
b. BAB/ BAK
Bila klien ingin BAB/ BAK pergi ke WC tanpa bantuan orang lain, BAK ± 3X sehari dan
BAB ± 1X sehari.
Dengan pernyataan klien: “ saya BAB/BAK sendiri tanpa bantuan suster, biasanya BAK
± 3X sehari dan BAB ± 1X sehari.”
c. Mandi
Klien mandi di kamar mandi 2X sehari tanpa bantuan orang lain dan tidak lupa
menggosok gigi, mencuci rambut 1 minggu sekali.
Dengan pernyataan klien: “ saya mandi 2X sehari tanpa di bantu siapapun, dan keramas 1
minggu sekali.”
d. Berpakaian/ berhias
Klien mengganti pakaian 1X sehari dilakukan sendiri walaupaun kurang rapi.
Dengan pernyataan klien: “ saya ganti baju 1X sehari.”
e. Istirahat dan tidur
Klien tidur siang pukul 11.00- 12.00 WIB dan tidur malam pukul 20.00- 05.00 WIB,
aktivitas sebelum tidur klien adalah melamun dan diam, tapi tidak lupa untuk membaca
doa sebelum tidur. Setelah bangun klien langsung mandi.
Dengan pernyataan klien: “ biasanya sebelum tidur saya melamun dan tidak lupa
membaca do’a.”
f. Penggunaan obat
Klien mengatakan tidak mengetahui obat apa yang klien minum dan tidak mengetahui
efek samping dan manfaat dari obat tersebut, minum obat 2X sehari dengan bantuan dari
perawat, setelah minum obat merasa ngantuk dan lemas.
Dengan pernyataan klien: “Saya tidak tahu apa nama obat yang saya minum, efek
samping dan manfaatnya, tapi setelah minum obat tersebut saya merasa ngantuk dan
lemas.”
g. Pemeliharaan kesehatan
Klien tidak mengetahui akan berobat kemana jika telah keluar dari tumah sakit.
Dengan pernyatan klien: “Saya tidak tahu harus berobat kemana kalau saya sudah
sembuh nanti.”
h. Aktivitas di dalam rumah
Klien mengatakan ketika di rumah klien tidak suka melakukan kegiatan apapun, seperti
kegiatan rumah tangga sehari-hari. Klien tidak ikut dalam mengatur keuangan untuk
kebutuhan seharinya.
Dengan pernyataan klien: “Di rumah saya tidak pernah mengerjakan apapun, dan tidak
pernah ikut mengatur biaya kebutuhan sehari- hari.”
i. Aktivitas di luar rumah
Klien mengatakan jarang keluar rumah, tidak suka berbelanja atau melakukan perjalanan.
Dengan pernyataan klien: “Saya tidak jarang keluar rumah, tidak suka belanja dan
melakukan perjalanan apapun.”
9. Mekanisme Koping
Maladaptif: Klien mengatakan jika ia mempunyai masalah, klien senang memendamnya
dan tidak mau menceritakannya kepada orang lain.
10. Masalah Psikososial dan Lingkungan
Klien mengatakan tidak mengenal semua teman dan jarang berinteraksi dengan
lingkungan.
11. Pengetahuan
Keluarga klien mengerti bahwa klien mengalami gangguan jiwa, oleh sebab itu keluarga
membawanya ke RSJ.
12. Aspek Medik
Terapi medis:
a. Clarpramazine(cpz)
Warna obat orange.
Dosis yg diberikan 10 mg/hari.
Indikasi:
Untuk penanganan psikotik seperti skizopenia bisa menimbulkan efek seperti:ansietas
dan agitasi,cegukkan yang sulit diatasi .anak hiperaktif yang menunjukkan aktifitas
motorik yang berlebihan,masalah perilaku berat pada anak yang dikaitkan dengan
perilaku hiperaktif lagi atau menyerang mual dan muntah berat.
Mekanisme kerja:
Mekanisme kerja antipsikatik yang tepat belum dipahami sebelumnya namun mungkin
berhubungan dengan antiodapaminergik.antipsikotik dapat menyeliat reseptor domain
post maps pada ganglia basal,hipotalamus,sistem umbila batang ptak dan medula.
Efek samping :
Seperti sedasi,sakit kepala, kejang, insomnia, pusing, keletihan, penglihatan kabur,
kegelisahan, ansietas dan depresi.
Kontra indikasi :
Penyakit hati, penyakit ginjal, kelainan jantung, ketergantungan obat, penyakit ssp,
gangguan kesadaran disebabkan oleh depresi ssp.
Manfaat :
Memberikan pikiran tenang,perilaku jadi lebih adaktif.
b. Haloperidol (HPD)
Warna obat pink.
Dosis yang diberikan 3- 5 mg/ hari.
Indikasi :
Penatalaksanaan psikopsus kronik dan akut, pengendalian TIK dan pengucapanb vokal
pada gangguan jiwa . penanggulangan dimensia pada lansia, pengendalian hiperaktivitas
dan masalah perilaku berat pada anak- anak
Kontra indikasi:
Penyakit hati, penyakit darah tinggi, epilepsi, kelainan jantung, ketergantungan obat,
gangguan kesadaran, penyakit sindrom saraf pusat.
Efek samping:
Mengantuk, penglihatan kabur, mulut kering, kelemahan otot, konstipasi.
Manfaat:
Memberikan pikiran tenang, perilaku menjadi lebih adaftif.
c. Trihexypenidil (THP)
Warna obatnya putih.
Dosis yang diberikan 2 mg/ hari.
Indikasi:
Segala jenis penyakit parkinson, gejala ekstra piramida, berkaitan dengan obat- obat
psikotik.
Kontra indikasi:
Hipersensitivitas terhadap obat ini atau pada anti polinergik lain glaukoma sudut tertutup.
Efek samping:
Mulut kering, penglihatan kabur, pusing, mual, muntah, bingung, agitasi, konstipasi,
dilatasi ginjal, retensi urin.
Manfaat:
Anti depresi, menetralkan dan menghilangkan efek samping dari anti spikasi seperti
mual.
STRATEGI PELAKSANAAN
IMPLEMENTASI
1. Tindakan Keperawatan Untuk Klien
Orientasi (Perkenalan):
“Assalammu’alaikum ”
“Saya Perawat Mili ……….., Saya senang dipanggil Ses Mili …………, Saya perawat di
Ruang Mawar ini… yang akan merawat Ibu.”
“Siapa nama Ibu? Senang dipanggil siapa?”
“Apa keluhan S hari ini?” Bagaimana kalau kita bercakap-cakap tentang keluarga dan
teman-teman S? Mau dimana kita bercakap-cakap? Bagaimana kalau di ruang tamu?
Mau berapa lama, S? Bagaimana kalau 15 menit”
Kerja:
”Siapa saja yang tinggal serumah? Siapa yang paling dekat dengan S? Siapa yang
jarang bercakap-cakap dengan S? Apa yang membuat S jarang bercakap-cakap
dengannya?”
(Jika pasien sudah lama dirawat)
”Apa yang S rasakan selama S dirawat disini? O.. S merasa sendirian? Siapa saja yang
S kenal di ruangan ini”
“Apa saja kegiatan yang biasa S lakukan dengan teman yang S kenal?”
“Apa yang menghambat S dalam berteman atau bercakap-cakap dengan pasien yang
lain?”
”Menurut S apa saja keuntungannya kalau kita mempunyai teman ? Wah benar, ada
teman bercakap-cakap. Apa lagi ? (sampai pasien dapat menyebutkan beberapa) Nah
kalau kerugiannya tidak mampunyai teman apa ya S ? Ya, apa lagi ? (sampai pasien
dapat menyebutkan beberapa) Jadi banyak juga ruginya tidak punya teman ya. Kalau
begitu inginkah S belajar bergaul dengan orang lain ?
« Bagus. Bagaimana kalau sekarang kita belajar berkenalan dengan orang lain”
“Begini lho S, untuk berkenalan dengan orang lain kita sebutkan dulu nama kita dan
nama panggilan yang kita suka asal kita dan hobi. Contoh: Nama Saya S, senang
dipanggil Si. Asal saya dari Tumnting, hobi saya memasak”
“Selanjutnya S menanyakan nama orang yang diajak berkenalan. Contohnya begini:
Nama Kamu siapa? Senang dipanggil apa? Asalnya dari mana/ Hobinya apa?”
“Ayo S dicoba! Misalnya saya belum kenal dengan S. Coba berkenalan dengan saya!”
“Ya bagus sekali! Coba sekali lagi. Bagus sekali”
“Setelah S berkenalan dengan orang tersebut S bisa melanjutkan percakapan tentang
hal-hal yang menyenangkan S bicarakan. Misalnya tentang cuaca, tentang hobi, tentang
keluarga, pekerjaan dan sebagainya.”
Terminasi:
”Bagaimana perasaan S setelah kita latihan berkenalan?”
”S tadi sudah mempraktekkan cara berkenalan dengan baik sekali”
”Selanjutnya S dapat mengingat-ingat apa yang kita pelajari tadi selama saya tidak ada.
Sehingga S lebih siap untuk berkenalan dengan orang lain. S mau praktekkan ke pasien
lain. Mau jam berapa mencobanya. Mari kita masukkan pada jadwal kegiatan
hariannya.”
”Besok pagi jam 10 saya akan datang kesini untuk mengajak S berkenalan dengan
teman saya, perawat N. Bagaimana, S mau kan?”
”Baiklah, sampai jumpa. Assalamu’alaiku
Orientasi :
“Assalammualaikum S! ”
“Bagaimana perasaan S hari ini?
« Sudah dingat-ingat lagi pelajaran kita tetang berkenalan »Coba sebutkan lagi sambil
bersalaman dengan Suster ! »
« Bagus sekali, S masih ingat. Nah seperti janji saya, saya akan mengajak S mencoba
berkenalan dengan teman saya perawat N. Tidak lama kok, sekitar 10 menit »
« Ayo kita temui perawat N disana »
Kerja :
( Bersama-sama S saudara mendekati perawat N)
« Selamat pagi perawat N, ini ingin berkenalan dengan N »
« Baiklah S, S bisa berkenalan dengan perawat N seperti yang kita praktekkan
kemarin «
(pasien mendemontrasikan cara berkenalan dengan perawat N : memberi salam,
menyebutkan nama, menanyakan nama perawat, dan seterusnya)
« Ada lagi yang S ingin tanyakan kepada perawat N . coba tanyakan tentang keluarga
perawat N »
« Kalau tidak ada lagi yang ingin dibicarakan, S bisa sudahi perkenalan ini. Lalu S bisa
buat janji bertemu lagi dengan perawat N, misalnya jam 1 siang nanti »
« Baiklah perawat N, karena S sudah selesai berkenalan, saya dan S akan kembali ke
ruangan S. Selamat pagi »
(Bersama-sama pasien saudara meninggalkan perawat N untuk melakukan terminasi
dengan S di tempat lain)
Terminasi:
“Bagaimana perasaan S setelah berkenalan dengan perawat N”
”S tampak bagus sekali saat berkenalan tadi”
”Pertahankan terus apa yang sudah S lakukan tadi. Jangan lupa untuk menanyakan
topik lain supaya perkenalan berjalan lancar. Misalnya menanyakan keluarga, hobi, dan
sebagainya. Bagaimana, mau coba dengan perawat lain. Mari kita masukkan pada
jadwalnya. Mau berapa kali sehari? Bagaimana kalau 2 kali. Baik nanti S coba sendiri.
Besok kita latihan lagi ya, mau jam berapa? Jam 10? Sampai besok.”
Orientasi:
“Assalammu’alaikum S! Bagaimana perasaan hari ini?
”Apakah S bercakap-cakap dengan perawat N kemarin siang”
(jika jawaban pasien: ya, saudara bisa lanjutkan komunikasi berikutnya orang lain
”Bagaimana perasaan S setelah bercakap-cakap dengan perawat N kemarin siang”
”Bagus sekali S menjadi senang karena punya teman lagi”
”Kalau begitu S ingin punya banyak teman lagi?”
”Bagaimana kalau sekarang kita berkenalan lagi dengan orang lain, yaitu pasien O”
”seperti biasa kira-kira 10 menit”
”Mari kita temui dia di ruang makan”
Kerja:
( Bersama-sama S saudara mendekati pasien )
« Selamat pagi , ini ada pasien saya yang ingin berkenalan. »
« Baiklah S, S sekarang bisa berkenalan dengannya seperti yang telah S lakukan
sebelumnya. »
(pasien mendemontrasikan cara berkenalan: memberi salam, menyebutkan nama, nama
panggilan, asal dan hobi dan menanyakan hal yang sama). »
« Ada lagi yang S ingin tanyakan kepada O»
« Kalau tidak ada lagi yang ingin dibicarakan, S bisa sudahi perkenalan ini. Lalu S bisa
buat janji bertemu lagi, misalnya bertemu lagi jam 4 sore nanti »
(S membuat janji untuk bertemu kembali dengan O)
« Baiklah O, karena S sudah selesai berkenalan, saya dan S akan kembali ke ruangan
S. Selamat pagi »
(Bersama-sama pasien saudara meninggalkan perawat O untuk melakukan terminasi
dengan S di tempat lain)
Terminasi:
“Bagaimana perasaan S setelah berkenalan dengan O”
”Dibandingkan kemarin pagi, N tampak lebih baik saat berkenalan dengan O”
”pertahankan apa yang sudah S lakukan tadi. Jangan lupa untuk bertemu kembali
dengan O jam 4 sore nanti”
”Selanjutnya, bagaimana jika kegiatan berkenalan dan bercakap-cakap dengan orang
lain kita tambahkan lagi di jadwal harian. Jadi satu hari S dapat berbincang-bincang
dengan orang lain sebanyak tiga kali, jam 10 pagi, jam 1 siang dan jam 8 malam, S bisa
bertemu dengan N, dan tambah dengan pasien yang baru dikenal. Selanjutnya S bisa
berkenalan dengan orang lain lagi secara bertahap. Bagaimana S, setuju kan?”
”Baiklah, besok kita ketemu lagi untuk membicarakan pengalaman S. Pada jam yang
sama dan tempat yang sama ya. Sampai besok.. Assalamu’alaikum”
Orientasi:
“Assalamu’alaikum Pak”
”Perkenalkan saya perawat H, saya yang merawat, anak bapak, S, di ruang Mawar ini”
”Nama Bapak siapa? Senang dipanggil apa?”
” Bagaimana perasaan Bapak hari ini? Bagaimana keadaan anak S sekarang?”
“Bagaimana kalau kita berbincang-bincang tentang masalah anak Bapak dan cara
perawatannya”
”Kita diskusi di sini saja ya? Berapa lama Bapak punya waktu? Bagaimana kalau
setengah jam?”
Kerja:
”Apa masalah yang Bp/Ibu hadapi dalam merawat S? Apa yang sudah dilakukan?”
“Masalah yang dialami oleh anak S disebut isolasi sosial. Ini adalah salah satu gejala
penyakit yang juga dialami oleh pasien-pasien gangguan jiwa yang lain”.
” Tanda-tandanya antara lain tidak mau bergaul dengan orang lain, mengurung diri,
kalaupun berbicara hanya sebentar dengan wajah menunduk”
”Biasanya masalah ini muncul karena memiliki pengalaman yang mengecewakan saat
berhubungan dengan orang lain, seperti sering ditolak, tidak dihargai atau berpisah
dengan orang–orang terdekat”
“Apabila masalah isolasi sosial ini tidak diatasi maka seseorang bisa mengalami
halusinasi, yaitu mendengar suara atau melihat bayangan yang sebetulnya tidak ada.”
“Untuk menghadapi keadaan yang demikian Bapak dan anggota keluarga lainnya harus
sabar menghadapi S. Dan untuk merawat S, keluarga perlu melakukan beberapa hal.
Pertama keluarga harus membina hubungan saling percaya dengan S yang caranya
adalah bersikap peduli dengan S dan jangan ingkar janji. Kedua, keluarga perlu
memberikan semangat dan dorongan kepada S untuk bisa melakukan kegiatan bersama-
sama dengan orang lain. Berilah pujian yang wajar dan jangan mencela kondisi
pasien.”
« Selanjutnya jangan biarkan S sendiri. Buat rencana atau jadwal bercakap-cakap
dengan S. Misalnya sholat bersama, makan bersama, rekreasi bersama, melakukan
kegiatan rumah tangga bersama.”
”Nah bagaimana kalau sekarang kita latihan untuk melakukan semua cara itu”
” Begini contoh komunikasinya, Pak: S, bapak lihat sekarang kamu sudah bisa
bercakap-cakap dengan orang lain.Perbincangannya juga lumayan lama. Bapak senang
sekali melihat perkembangan kamu, Nak. Coba kamu bincang-bincang dengan saudara
yang lain. Lalu bagaimana kalau mulai sekarang kamu sholat berjamaah. Kalau di
rumah sakit ini, kamu sholat di mana? Kalau nanti di rumah, kamu sholat bersana-sama
keluarga atau di mushola kampung. Bagiamana S, kamu mau coba kan, nak ?”
”Nah coba sekarang Bapak peragakan cara komunikasi seperti yang saya contohkan”
”Bagus, Pak. Bapak telah memperagakan dengan baik sekali”
”Sampai sini ada yang ditanyakan Pak”
Terminasi:
“Baiklah waktunya sudah habis. Bagaimana perasaan Bapak setelah kita latihan tadi?”
“Coba Bapak ulangi lagi apa yang dimaksud dengan isolasi sosial dan tanda-tanda
orang yang mengalami isolasi sosial »
« Selanjutnya bisa Bapak sebutkan kembali cara-cara merawat anak bapak yang
mengalami masalah isolasi sosial »
« Bagus sekali Pak, Bapak bisa menyebutkan kembali cara-cara perawatan tersebut »
«Nanti kalau ketemu S coba Bp/Ibu lakukan. Dan tolong ceritakan kepada semua
keluarga agar mereka juga melakukan hal yang sama. »
« Bagaimana kalau kita betemu tiga hari lagi untuk latihan langsung kepada S ? »
« Kita ketemu disini saja ya Pak, pada jam yang sama »
« Assalamu’alaikum »
SP 2 Keluarga : Melatih keluarga mempraktekkan cara merawat pasien
dengan
masalah isolasi sosial langsung dihadapan pasien
Orientasi:
“Assalamu’alaikum Pak/Bu”
” Bagaimana perasaan Bpk/Ibu hari ini?”
”Bapak masih ingat latihan merawat anak Bapak seperti yang kita pelajari berberapa
hari yang lalu?”
“Mari praktekkan langsung ke S! Berapa lama waktu Bapak/Ibu Baik kita akan coba 30
menit.”
”Sekarang mari kita temui S”
Kerja:
”Assalamu’alaikum S. Bagaimana perasaan S hari ini?”
”Bpk/Ibu S datang besuk. Beri salam! Bagus. Tolong S tunjukkan jadwal kegiatannya!”
(kemudian saudara berbicara kepada keluarga sebagai berikut)
”Nah Pak, sekarang Bapak bisa mempraktekkan apa yang sudah kita latihkan beberapa
hari lalu”
(Saudara mengobservasi keluarga mempraktekkan cara merawat pasien seperti yang
telah dilatihkan pada pertemuan sebelumnya).
”Bagaimana perasaan S setelah berbincang-bincang dengan Orang tua S?”
”Baiklah, sekarang saya dan orang tua ke ruang perawat dulu”
(Saudara dan keluarga meninggalkan pasien untuk melakukan terminasi dengan
keluarga)
Terminasi:
“ Bagaimana perasaan Bapak/Ibu setelah kita latihan tadi? Bapak/Ibu sudah bagus.”
« «Mulai sekarang Bapak sudah bisa melakukan cara merawat tadi kepada S »
« Tiga hari lagi kita akan bertemu untuk mendiskusikan pengalaman Bapak melakukan
cara merawat yang sudah kita pelajari. Waktu dan tempatnya sama seperti sekarang
Pak »
« Assalamu’alaikum »
Orientasi:
“Assalamu’alaikum Pak/Bu”
”Karena besok S sudah boleh pulang, maka perlu kita bicarakan perawatan di rumah.”
”Bagaimana kalau kita membicarakan jadwal S tersebut disini saja”
”Berapa lama kita bisa bicara? Bagaimana kalau 30 menit?”
Kerja:
”Bpk/Ibu, ini jadwal S selama di rumah sakit. Coba dilihat, mungkinkah dilanjutkan di
rumah? Di rumah Bpk/Ibu yang menggantikan perawat. Lanjutkan jadwal ini di rumah,
baik jadwal kegiatan maupun jadwal minum obatnya”
”Hal-hal yang perlu diperhatikan lebih lanjut adalah perilaku yang ditampilkan oleh
anak Bapak selama di rumah. Misalnya kalau S terus menerus tidak mau bergaul dengan
orang lain, menolak minum obat atau memperlihatkan perilaku membahayakan orang
lain. Jika hal ini terjadi segera hubungi perawat K di puskemas Indara Puri, Puskesmas
terdekat dari rumah Bapak, ini nomor telepon puskesmasnya: (0651) 554xxx
”Selanjutnya perawat K tersebut yang akan memantau perkembangan S selama di
rumah
Terminasi:
”Bagaimana Pak/Bu? Ada yang belum jelas? Ini jadwal kegiatan harian S untuk dibawa
pulang. Ini surat rujukan untuk perawat K di PKM Inderapuri. Jangan lupa kontrol ke
PKM sebelum obat habis atau ada gejala yang tampak. Silakan selesaikan
administrasinya!”
l Kep.
Rabu/ Isolasi SP I S: -Klien
19 September Sosial Mengidentifikasi penyebab mengatakan
2021 isolasi social senang berkenalan
10.30-10.50 Berdiskusi dengan pasien dengan temannya
WITA tentang keuntungan - Klien
erinteraksi dengan orang lain mengatakan akan
Berdiskusi dengan pasien mencoba
tentang kerugian menarik melakukan
diri kegiatan yang telah
Mengajarkan klien cara diajarkan suster
berkenalan dengan satu O : - Klien tampak
orang kooperatif dengan
perawatan
-Klien dapat
melakukan
tindakan yang
diajarkan oleh
perawat
A : - Klien mampu
melakukan hal
yang di contohkan
perawat
PK : -
Menganjurkan
klien untuk
melakukan
kegiatan tersebut
dan memasukan ke
dalam jadwal
kegiatan
PP : Intervensi di
lanjutkan
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Kasus kekerasan seksual yang dialami oleh anak dibawah umur belakangan ini semakin
banyak muncul dipermukaan.Hal ini belum tentu merupakan indikator meningkatnya
jumlah kasus, karena fenomena yang terjadi adalah fenomena gunung es, jumlah
yang terlihat belum tentu menunjukkan fakta yang sesungguhnya.Meningkatnya
kesadaran masyarakat terhadap penegakan hukum merupakan salah satu faktor
meningkatnya pelaporan kasus kekerasan seksual. Penganiayaan seksual pada anak
didefinisikan sebagai adanya tindakan seksual yang mencakup tetapi tidak dibatas pada
insiden membuka pakaian, menyentuh dengan cara yang tidak pantas dan penetrasi
(koitus seksual), yang dilakukan dengan seorang anak untuk kesenangan seksual
orang dewasa. Insest telah didefinisikan sebagai eksploitasi seksual pada seorang anak
di bawah usia 18 tahun oleh kerabat atau buka kerabat yang merupakan orang dipercaya
dalam keluarga (Townsend, 1998).
Anak sebagai pelaku kekerasan seksual, sangat mungkin sebelumnya adalah korban dari
kekerasan seksual yang dilakukan oleh pelaku lain. Kemungkinan motif kekerasan yang
dilakukannya adalah untuk eksploitasi-memuaskan rasa ingin tahu, atau menirukan
kejadian yang dialami sebelumnya, baik dari perlakuan langsung maupun dari media
yang dilihatnya.Dengan adanya azas praduga tak bersalah, hendaknya ditelusuri dengan
mendalam faktor yang mendorong anak menjadi pelakukekerasan seksual, agar anak
tidak dua kali menjadi korban (Maria, 2008).
Efek klinis pencabulan berkisar dari pendarahan pada genital dan anus, fisur pada anus,
pembesaran liang vagina dan anus, dan penipisan/kerusakan hymen pada vagina. Efek
psikologis pencabulan terhadap anak umumnya berjangka panjang, antara lain:
kemarahan, kecemasan, mimpi buruk, rasa tak Iman, kebingungan, ketakutan, kesedihan,
dan perubahan perilaku baik menjadi buruk
B. SARAN
Berdasarkan asuhan keperawatan anak pada retardasi mental maka disarankan :
1. Perawat
Perawat dalam memberikan asuhan keperawatan pada anak dengan seksual abuse dapat
melibatkan anak dalam brain Gym untuk memfokuskan perhatian anak dan melupakan
peristiwa trauma akibat penganiayaan seksual.
2. Sekolah
Sekolah dapat bekerja sama dengan keluarga dan para dokter untuk membantu anak
korban aniaya seksual di sekolah. Komunikasi terbuka antara orangtua dan staf sekolah
dapat merupakan kunci keberhasilan anak dalam menyesuaikan diri di sekolah.
3. Keluarga/Orang tua
Keluarga atau orang tua dalam membantu anak yang mengalami seksual abuse
harus memberikan perawatan anak dengan metode yang berbeda dengan anak yang
normal. Oleh karena itu hendaknya orang tua atau keluarga menyusun kegiatan sehingga
anak mempunyai rutinitas yang sama tiap hari, mengatur kegiatan harian, menggunakan
jadwal untuk pekerjaan rumah, dan memperpertahankan aturan secara konsisten dan
berimbang.
DAFTAR PUSTAKA
Doengoes, M.E. Townsend, M.C. Moorhouse, M.F. (2007). Rencana asuhan keperawatan
Psikiatri (terjemahan).Edisi 3.Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC
Elia, H. (2003). Korban Pelecehan Seksual Usia Muda ..!.
http://64.203.71.11/kesehatan/news/0307/21/103523.htm. Diakses tanggal 28 Februari
2015
FKUI.(2006). Pendahuluan Sebuah Tinjauan.http://www.freewebs.com/