Dosen Pengampu :
TP.2020/2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
berkat rahmat dan kasih karuniaNya, kami dapat menyelesaikan Tugas
mengenai “ASUHAN KEPERAWATAN PADA KORBAN
PEMERKOSAAN” dan semoga tugas Inidapat bermanfaat dengan baik
meskipun banyak kekurangan di dalamnya.
Kami sangat berharap hasil laporan ini dapat berguna dalam memenuhi tugas
mata kuliah Keperawatan Kesehatan Jiwa II. Kami juga menyadari bahwa di
dalam hasil laporan ini masih terdapat kekurangan dan masih jauh dari kata
sempurna. Oleh sebab itu, kami mengharapkan kritik, saran dan usulan yang
membangun demi perbaikan hasil laporan yang telah kami buat di
masamendatang.
Semoga hasil laporan ini dapat memberikan manfaat bagi dunia
pendidikan pada umumnya dan proses pembelajaran Keperawatan Kesehatan
Jiwa II.
Kelompok I
DAFTAR ISI
KATAPENGANTAR.............................................................................................
DAFTAR ISI.....................................................................................................
BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar Belakang........................................................................................
B. Tujuan Penulisan.....................................................................................
A. Pengertian...............................................................................................
B. Etiologi...................................................................................................
C. Klasifikasi...............................................................................................
D. Patofisiologi............................................................................................
E. Pathway...................................................................................................
F. ManifestasiKlinis....................................................................................
G. Penatalaksanaan......................................................................................
H. Pemeriksaan Penunjang..........................................................................
I. Pengkajian..............................................................................................
B. Saran.....................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
Pelecehan yang berulang sering ditemui pada lebih dari setengah kasus pelecehan
seksual di komunitas dan terdapat pada 75% kasus yang ditemukan di klinik.sexual
abuse (kekerasan seksual) dikenal pada tahun 70-an dan 80-an. Penelitian lain telah
mengarah pada perkiraan kekerasan pada anak yang lebih luas di Inggris, seperti dari
Childhood Matters (1996): Sekitar 100 000 anak mengalami pengalaman seksual yang
berpotensi mengarah ke seksual abuse (FKUI, 2006).
Banyak anak yang mendapat perlakuan kurang manusiawi, bahkan tidak jarang
dijadikan objek kesewenangan.Berdasarkan catatan Komisi Perlindungan Anak
Indonesia, ada 481 kasus kekerasan anak (2003).Jumlah ini menjadi 547 kasus pada
tahun 2004. Dari situ, ada 140 kasus kekerasan fisik, 80 kasus kekerasan psikis, 106
kasus kekerasan lainnya, dan 221 kasus kekerasan seksual. Gambaran paradoks
tersebut memancing pertanyaan.Mengapa kekerasan seksual sering menimpa diri anak
dan siapa yang paling berpotensi sebagai pelakunya? Di samping dapat
menimbulkan dampak yang luar biasa pada diri si korban, kasus kekerasan seksual
juga dapat menguji kebenaran dari pernyataan Singarimbun (2004), bahwa
modernisasi sering diasosiasikan sebagai keserbabolehan melakukan hubungan
seksual (Suda, 2006).
Kekerasan seksual (sexual abuse) merupakan kasus yang menonjol yang terjadi
pada anak-anak. Dalam catatan Yayasan Kesejahteraan Anak Indonesia (YKAI) pada
tahun 1992-2002 terdapat 2.611 kasus (65,8 persen) dari 3.969 kasus kekerasan
seksual dialami anak-anak di bawah usia 18 tahun. Dari jumlah itu, 75 persen
korbannya adalah anak perempuan. Kasus yang menonjol terutama pemerkosaan
(42,9 persen) dengan kejadian terjadi di rumah tinggal (35,7 persen) (FKUI, 2006).
B. TUJUAN PENULISAN
KONSEP DASAR
A. PENGERTIAN
B. ETIOLOGI/ PREDISPOSISI
a. Faktor kelalaian orang tua.. Kelalaian orang tua yang tidak memperhatikan
tumbuh kembang dan pergaulan anak yang membuat subyek menjadi
korban kekerasan seksual..
b. Faktor rendahnya moralitas dan mentalitas pelaku. Moralitas dan
mentalitas yang tidak dapat bertumbuh dengan baik, membuat pelaku tidak
dapat mengontrol nafsu atau perilakunya.
c. Faktor ekomoni. Faktor ekonomi membuat pelaku dengan mudah
memuluskan rencananya dengan memberikan imingiming kepada korban
yang menjadi target dari pelaku.
(Jurnal Terlampir)
(Jurnal Terlampir)
Menurut Freewebs (2006) kekerasan seksual (sexual abuse) pada anak sering
muncul dalam berbagai kondisi dan lingkup sosial.
3. Ritualistic abuse
Mencakup kekerasan yang di lakukan oleh orang dewasa untuk
mendapatkan ilmu gaib atau ilmu hitam demi keperluan pribadinya.
4. Institutional abuse
Mencakup kekerasan seksual dalam lingkup institusi tertentu seperti
sekolah, tempat penitipan anak, kamp berlibur, seperti kegiatan pramuka, dan
organisasi lainnya.
5. Kekerasan seksual oleh orang yang tidak dikenal (Street or stranger abuse)
Penyerangan pada anak-anak di tempat-tempat umum.
1. Pertama, pelaku tidak bisa lagi melakukan hubungan dengan istri karena
alasan kesehatan atau telah lama menduda.
2. Kedua, pelaku ingin menyempurnakan ilmu kebatinan yang sedang
ditekuninya.
3. Ketiga, pelaku tidak tahan melihat kemontokan tubuh anak perempuannya,
atau melihat anak perempuannya ke luar kamar mandi menggunakan handuk.
Bahkan, bisa pula pelaku melakukan pelecehan seksual terhadap anak
perempuan, karena terpengaruh film porno (Atmadja, 2005:139 dalam Suda,
2006).
C. KLASIFIKASI
Klasifikasi dari sexual abuse pada anak menurut (Suda, 2006) adalah :
1. Perkosaan
Perkosaan adalah jenis kekerasan yang paling mendapat sorotan.
Diperkirakan 22% perempuan dan 2% laki-laki pernah menjadi korban
perkosaan. Untuk di Amerika saja, setiap 2 menit terjadi satu orang
diperkosa. Hanya 1 dari 6 perkosaan yang dilaporkan ke polisi. Sebagian
besar perkosaan dilakukan oleh orang yang mengenal korban alias orang
dekat korban.
2. Kekerasan seksual terhadap anak-anak.
Suatu tinjauan baru-baru ini terhadap 17 studi dari seluruh dunia
menunjukkan bahwa di manapun, sekitar 11% sampai dengan 32%
perempuan dilaporkan mendapat perlakuan atau mengalami kekerasan
seksual pada masa kanak-kanaknya. Umumnya pelaku kekerasan adalah
anggota keluarga, orang-orang yang memiliki hubungan dekat, atau teman.
Mereka yang menjadi pelaku kekerasan seksual terhadap anak biasanya
adalah korban kekerasan seksual pada masa kanak-kanak.
3. Kekerasan seksual terhadap pasangan.
Kekerasan ini mencakup segala jenis kekerasan seksual yang dilakukan
seseorang terhadap pasangan seksualnya. Sebesar 95% korban kekerasan
adalah perempuan. Temuan penelitian yang dilakukan Rifka Annisa bersama
UGM, UMEA University, dan Women’s Health Exchange USA di
Purworejo, Jawa Tengah, Indonesia, pada tahun 2000 menunjukkan bahwa
22% perempuan mengalami kekerasan seksual. Sejumlah 1 dari 5 perempuan
(19%) melaporkan bahwa biasanya mereka dipaksa untuk melakukan
hubungan seksual dengan pasangan mereka selama dipukuli. Termasuk
kekerasan seksual adalah kekerasan yang dilakukan seorang laki-laki
terhadap seorang perempuan, semata-mata karena sang korban adalah
perempuan. Istilah untuk ini adalah kekerasan berbasis gender. Berikut adalah
kekerasan berbasis gender:
4. Kekerasan fisik : Menampar, memukul, menendang, mendorong,
mencambuk, dll.
5. Kekerasan emosional/ verbal: Mengkritik, membuat pasangan merasa
bersalah, membuat permainan pikiran, memaki, menghina, dll.
Menurut Tower (2002) dalam Maria (2008) kekerasan seksual pada anak
dapat terjadi satu kali, beberapa kali dalam periode berdekatan, bahkan menahun.
Walaupun berbeda-beda pada setiap kasus, kekerasan seksual tidak terjadi begitu
saja, melainkan melalui beberapa tahapan antara lain :
1. Tahap awal, pelaku membuat korban merasa nyaman. Ia menyakinkan bahwa
apa yang dilakukannya "tidak salah" secara moral. Pelaku mencoba
menyentuh sisi kbutuhan anak akan kasih saying dan perhhatian, penerimaan
dari orang lain, atau mencoba menyamakannya dengan permainan dan
menjanjikan imbalan material yang menyenangkan. Pelaku dapat
mengintimidasi secara halus ataupun bersikap memaksa secara kasar.
2. Tahap kedua, adalah interaksi seksual. Perilaku yang terjadi bisa saja hanya
berupa mengintip sampai perilaku yang intensitasnya berat, yaitu memakasa
anak untuk melakukan hubungan seksual. Setelah kejadian tersebut, pelaku
mengancam korban agar merahasiakan apa yang terjadi kepada orang lain.
3. Tahap berikutnya, adalah tahapan dimana korban mau menceritakan
pengalamannya kepada orang lain. Kemungkinan korban merahasiakan
pengalamannya sampai berusia dewasa, atau menceritakannya kepada orang
yang mempunyai kedekatan emosional dengannya, sehingga ia merasa aman.
Pelaku "mencobai" korban sedikit demi sedikit, mulai dari :
a. Pelaku membuka pakaiannya sendiri
b. Pelaku meraba-raba bagian tubuhnya sendiri
c. pelaku memperlihatkan alat kelaminnya
d. Pelaku mencium korban dengan pakaian lengkap
e. Pelaku meraba bagian-bagian tubuh korban : payudara, alat kelamin, dan
bagian lainnya.
f. Masturbasi, dilakukan oleh pelaku sendiri atau pelaku dan korban saling
menstimulasi.
g. Oral sex, dengan menstimilasi alat kelamin korban
h. Sodomi
i. Petting
j. Penetrasi alat kelamin pelaku
Efek klinis pencabulan berkisar dari pendarahan pada genital dan anus,
fisur pada anus, pembesaran liang vagina dan anus, dan penipisan/kerusakan
hymen pada vagina. Efek psikologis pencabulan terhadap anak umumnya
berjangka panjang, antara lain: kemarahan, kecemasan, mimpi buruk, rasa tak
Iman, kebingungan, ketakutan, kesedihan, dan perubahan perilaku baik
menjadi buruk
E. PATHWAYS KEPERAWATAN
Dampak psikologis yang dialami oleh subyek dapat digolongkan menjadi tiga
bagian, yaitu gangguan perilaku, gangguan kognisi, gangguan emosional.
Patricia A Moran dalam buku Slayer of the Soul, 1991 dalam Minangsari
(2007), mengatakan, menurut riset, korban pelecehan seksual adalah anak laki-
laki dan perempuan berusia bayi sampai usia 18 tahun. Kebanyakan pelakunya
adalah orang yang mereka kenal dan percaya.
Gejala seorang anak yang mengalami pelecehan seksual tidak selalu jelas.
Ada anak-anak yang menyimpan rahasia pelecehan seksual yang dialaminya
dengan bersikap "manis" dan patuh, berusaha agar tidak menjadi pusat
perhatian.Meskipun pelecehan seksual terhadap anak tidak memperlihatkan bukti
mutlak, tetapi jika tanda-tanda di bawah ini tampak pada anak dan terlihat terus-
menerus dalam jangka waktu panjang, kiranya perlu segera mempertimbangkan
kemungkinan anak telah mengalami pelecehan seksual (minangsari, 2007)
Tanda dan indikasi ini diambil Jeanne Wess dari buku yang sama:
1. Balita
a. Tanda-tanda fisik, antara lain memar pada alat kelamin atau mulut, iritasi
kencing, penyakit kelamin, dan sakit kerongkongan tanpa penyebab jelas
bisa merupakan indikasi seks oral.
b. Tanda perilaku emosional dan sosial, antara lain sangat takut kepada siapa
saja atau pada tempat tertentu atau orang tertentu, perubahan kelakuan
yang tiba-tiba, gangguan tidur (susah tidur, mimpi buruk, dan ngompol),
menarik diri atau depresi, serta perkembangan terhambat.
2. Anak usia prasekolah
Gejalanya sama ditambah tanda-tanda berikut:
a. Tanda fisik: antara lain perilaku regresif, seperti mengisap jempol,
hiperaktif, keluhan somatik seperti sakit kepala yang terus-menerus, sakit
perut, sembelit.
b. Tanda pada perilaku emosional dan sosial: kelakuan yang tiba-tiba
berubah, anak mengeluh sakit karena perlakuan seksual.
c. Tanda pada perilaku seksual: masturbasi berlebihan, mencium secara
seksual, mendesakkan tubuh, melakukan aktivitas seksual terang-terangan
pada saudara atau teman sebaya, tahu banyak tentang aktivitas seksual, dan
rasa ingin tahu berlebihan tentang masalah seksual.
3. Anak usia sekolah
Memperlihatkan tanda-tanda di atas serta perubahan kemampuan belajar,
seperti susah konsentrasi, nilai turun, telat atau bolos, hubungan dengan
teman terganggu, tidak percaya kepada orang dewasa, depresi, menarik diri,
sedih, lesu, gangguan tidur, mimpi buruk, tak suka disentuh, serta
menghindari hal-hal sekitar buka pakaian.
4. Remaja
Tandanya sama dengan di atas dan kelakuan yang merusak diri sendiri,
pikiran bunuh diri, gangguan makan, melarikan din, berbagai kenakalan
remaja, penggunaan obat terlarang atau alkohol, kehamilan dini, melacur,
seks di luar nikah, atau kelakuan seksual lain yang tak biasa.
G. PENATALAKSANAAN
(Jurnal Terlampir)
Menurut Suda (2006) ada beberapa model program counseling yang dapat
diberikan kepada anak yang mengalami sexual abuse, yaitu :
H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Aktivitas atau istirahat : Masalah tidur (misalnya tidak padat tidur atau tidur
berlebihan, mimpi burukm, berjalan saat tidur, tidur di tempat yang asing,
keletihan.
2. Integritas ego
a. Pencapaian diri negatif, menyalahkan diri sendiri/meminta ampun karena
tindakannya terhadap orang tua.
b. Harga diri rendah (pelaku/korban penganiayaan seksual yang selamat.)
c. Perasaan bersalah, marah, takut dan malu, putus asa dan atau tidak berdaya
d. Minimisasi atau penyangkalan signifikasi perilaku (mekanisme pertahanan
yang paling dominan/menonjol)
e. Penghindaran atau takut pada orang, tempat, objek tertentu, sikap
menunduk, takut (terutama jika ada pelaku)
f. Melaporkan faktor stres (misalnya keluarga tidak bekerja, perubahan
finansial, pola hidup, perselisihan dalam pernikahan)
g. Permusuhan terhadap/objek/tidak percaya pada orang lain
3. Eliminasi
a. Enuresisi, enkopresis.
b. Infeksi saluran kemih yang berulang
c. Perubahan tonus sfingter.
4. Makan dan minum : Muntah sering, perubahan selera makan (anoreksia),
makan berlebihan, perubahan berat badan, kegagalan memperoleh berat
badan yang sesuai .
5. Higiene
a. Mengenakan pakaian yang tidak sesuai dengan kondisi cuaca
(penganiayaan seksual) atau tidak adekuat memberi perlindungan.
b. Mandi berlebihan/ansietas (penganiayaan seksual), penampilan kotor/tidak
terpelihara.
6. Neurosensori
a. Perilaku ekstrem (tingkah laku sangat agresif/menuntut), sangat amuk atau
pasivitas dan menarik diri, perilaku tidak sesuai dengan usia
b. Status mental : memori tidak sadar, periode amnesia, lap[oran adanya
pengingatan kembali. Pikiran tidak terorganisasi, kesulitan
konsentrasi/membuat keputusan. Afek tidak sesuai, mungkin sangat
waspada, cemas dan depresi.
c. Perubahan alam perasaan, kepribadian ganda, cinta, kebaikan dan
penyesalan yang dalam setelah penganiayaan seksual terjadi.
d. Kecemburuan patologis, pengendalian impuls yang buruk, ketrampilan
koping terbatas, kurang empati terhadap orang lain.
e. Membantung. Menghisap jempol atau perilaku kebiasaan lain : gelisah
(korban selamat).
f. Manifestasi psikiatrik (misal : fenomena disosiatif meliputi kepribadian
ganda (penganiayaan seksual), gangguan kepribadian ambang (koeban
inses dewasa)
g. Adanya defisit neurologis/kerusakaan SSP tanpa tanda-tanda cedera
eksternal
7. Nyeri atau ketidaknyamanan
a. Bergantung pada cedera/bentuk penganiayaan seksual
b. Berbagai keluhan somatik (misalnya nyeri perut, nyeri panggul kronis,
spastik kolon, sakit kepala)
8. Keamanan
a. Memar, tanda bekas gigitan, bilur pada kulit, terbakar (tersiran air panas,
rokok) ada bagian botak di kepala, laserasi, perdarahan yang tidak wajar,
ruam/gatal di area genital, fisura anal, goresan kulit, hemoroid, jaringan
parut, perubahan tonus sfingter.
b. Cedera berulang, riwayat bermacam kecelakaan, fraktur/ cedera internal.
c. Perilaku mencederai diri sendiri (bunuh diri), keterlibatan dalam aktivitas
dengan risiko tinggi
d. Kurangnya pengawasan sesuai usia, tidak ada perhatian yang dapat
menghindari bahaya di dalam rumah
9. Seksualitas
a. Perubahan kewaspadaan/aktivitas seksual, meliputi masturbasi kompulsif,
permainan seks dewasa sebelum waktunya, kecenderungan mengulang
atau melakukan kembali pengalaman inses. Kecurigaan yang berlebihan
tentang seks, secara seksual menganiaya anak lain.
b. Perdarahan vagina , laserasi himen linier, bagian mukosa berlendir.
c. Adanya PMS, vaginitis, kutil genital atau kehamilan (terutama pada anak).
10. Interaksi sosial
Merikan diri dari rumah, pola interaksi dalam keluarga secara verbal
kurang responsif, peningkatan penggunaan perintah langsung dan pernyataan
kritik, penurunan penghargaan atau pengakuan verbal, merasa rendah diri.
Pencapaian restasi dis ekolah rendah atau prestasi di sekolah menurun.
J. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Tujuan :
a. Tujuan jangka pendek : Luka fisik anak akan sembuh tanpa komplikasi
b. Tujuan jangka panjang : anak akan mengalami resolusi berduka yang
sehat, memulai proses penyembuhan psikologis.
Intervensi:
rendah Tujuan :
Intervensi :
Tujuan :
Intervensi :
Tujuan :
Intervensi:
Tujuan :
Intervensi :
Tujuan :
a. Anak mampu untuk mencapai tidur tidak terganggu selama 6 sampai 7
jamn setiap malam dengan kriteria hasil:
b. Anak mengungkapkan tidak adanya gangguan-gangguan pada waktu tidur
c. Tidak ada gangguan-gangguan yang dialamti oleh perawat
d. Anak mampu untuk mulai tidur dalam 30 menit dan tidur selama 6 sampai
7 jam tanpa terbangun
Intervensi :
Tujuan :
Intervensi :
Tujuan :
Intervensi :
Tujuan :
temperamen Intervensi :
L. DISCHARGE PLANNING
Hasil yang diharapkan dari pemberian asuhan keperawatan pada anak dengan
penganiayaan seksual (sexual abuse) antara lain :
A. KASUS
1. Identitas Klien:
Nama : Nn.S
Umur : 19 tahun
Agama : Islam
Alamat : Tuminting Link
Pekerjaan :-
Tanggalmasuk RS : 17 September 2018
Tanggalpengkajian : 19 September2018
No.RM :67.95
2. Alasan masuk :
Klien datang diantar oleh keluarganya pada tanggal 17 September
2018, dengan keluhan:
c. Banyak melamun
d. Mengurung diri
e. Sering menyendiri
3. Faktor Predisposisi
e. Klienmengatakanpunyapengalamanmasalaluyangtidakmenyenan
gkan.
Kontraindikasi:
Efek samping:
Manfaat:
c. Trihexypenidil (THP)
Indikasi:
Kontraindikasi:
C. ANALISA DATA
D. STRATEGI PELAKSANAAN
SP 1 Pasien: Membina hubungan saling percaya, membantu pasien mengenal
penyebab isolasi sosial, membantu pasien mengenal keuntungan berhubungan dan
kerugian tidak berhubungan dengan orang lain, dan mengajarkan pasien
berkenalan
SP 2 Pasien : Mengajarkan pasien berinteraksi secara bertahap (berkenalan
dengan orang pertama-seorang perawat-)
SP 2 Pasien : Mengajarkan pasien berinteraksi secara bertahap (berkenalan
dengan orang pertama -seorang perawat-)
SP 1 Keluarga : Memberikan penyuluhan kepada keluarga tentang masalah isolasi
sosial,penyebab isolasi sosial, dan cara merawat pasien dengan isolasi sosial
SP 2 Keluarga : Melatih keluarga mempraktekkan cara merawat pasien dengan
masalah isolasi sosial langsung dihadapan pasien 1.
SP 3 Keluarga : Membuat perencanaan pulang bersama keluarga
E. IMPLEMENTASI
1.Tindakan Keperawatan Untuk Klien
SP 1 Pasien: Membina hubungan saling percaya, membantu pasien mengenal
penyebab isolasi sosial, membantu pasien mengenal keuntungan berhubungan dan
kerugian tidak berhubungan dengan orang lain, dan mengajarkan pasien
berkenalan.
Orientasi (Perkenalan):
“Assalammu’alaikum ”
“Saya Perawat Mili ……….., Saya senang dipanggil Ses Mili …………, Saya
perawat di Ruang Mawar ini… yang akan merawat Ibu.”
“Siapa nama Ibu? Senang dipanggil siapa?”
“Apa keluhan S hari ini?” Bagaimana kalau kita bercakap -cakap tentang keluarga
dan teman-teman S? Mau dimana kita bercakap-cakap? Bagaimana kalau di ruang
tamu? Mau berapa lama, S? Bagaimana kalau 15 menit”
Kerja:
”Siapa saja yang tinggal serumah? Siapa yang paling dekat dengan S? Siapa yang
jarang bercakap-cakap dengan S? Apa yang membuat S jarang bercakap- cakap
dengannya?” (Jika pasien sudah lama dirawat) ”Apa yang S rasakan selama S
dirawat disini? O.. S merasa sendirian? Siapa saja yang S kenal di ruangan ini”
“Apa saja kegiatan yang biasa S lakukan dengan teman yang S kenal?”
“Apa yang menghambat S dalam berteman atau bercakap -cakap dengan pasien
yang lain?” ” Menurut S apa saja keuntungannya kalau kita mempunyai teman ?
Wah benar, ada teman bercakap-cakap. Apa lagi ? (sampai pasien dapat
menyebutkan beberapa) Nah kalau kerugiannya tidak mampunyai teman apa ya
S ? Ya, apa lagi ? (sampai pasien dapat menyebutkan beberapa) Jadi banyak juga
ruginya tidak punya teman ya. Kalau begitu inginkah S belajar bergaul dengan
orang lain ? « Bagus. Bagaimana k alau sekarang kita belajar berkenalan dengan
orang lain” “Begini lho S, untuk berkenalan dengan orang lain kita sebutkan dulu
nama kita dan nama panggilan yang kita suka asal kita dan hobi. Contoh: Nama
Saya S, senang dipanggil Si. Asal saya dari Tumnting, hobi saya memasak”
“Selanjutnya S menanyakan nama orang yang diajak berkenalan. Contohnya
begini: Nama Kamu siapa? Senang dipanggil apa? Asalnya dari mana/ Hobinya
apa?”
“Ayo S dicoba! Misalnya saya belum kenal dengan S. Coba berkenalan dengan
saya!”
“Ya bagus sekali! Coba sekali lagi. Bagus sekali”
“Setelah S berkenalan dengan orang tersebut S bisa melanjutkan percakapan
tentang hal - hal yang menyenangkan S bicarakan. Misalnya tentang cuaca,
tentang hobi, tentang keluarga, pekerjaan dan sebagainya.”
Terminasi:
”Bagaimana perasaan S setelah kita latihan berkenalan?”
”S tadi sudah mempraktekkan cara berkenalan dengan baik sekali”
”Selanjutnya S dapat mengingat -ingat apa yang kita pelajari tadi selama saya
tidak ada. Sehingga S lebih siap untuk berkenalan dengan orang lain. S mau
praktekkan ke pasien lain. Mau jam berapa mencobanya. Mari kita masukkan
pada jadwal kegiatan hariannya.”
”Besok pagi jam 10 saya akan datang kesini untuk mengajak S berkenalan
den gan teman saya, perawat N. Bagaimana, S mau kan?”
”Baiklah, sampai jumpa. Assalamu’alaiku
Kerja :
( Bersama-sama S saudara mendekati perawat N)
« Selamat pagi perawat N, ini ingin berkenalan dengan N »
« Baiklah S, S bisa berkenalan dengan perawat N seperti yang kita praktekkan
kemarin
« (pasien mendemontrasikan cara berkenalan dengan perawat N : memberi salam,
menyebutkan nama, menanyakan nama perawat, dan seterusnya)
« Ada lagi yang S ingin tanyakan kepada perawat N . coba tanyakan tentang
keluarga perawat N
« Kalau tidak ada lagi yang ingin dibicarakan, S bisa sudahi perkenalan ini. Lalu
S bisa buat janji bertemu lagi dengan perawat N, misalnya jam 1 siang nanti »
« Baiklah perawat N, karena S sudah selesai berkenalan, saya dan S akan kembali
ke ruangan S. Selamat pagi » (Bersama-sama pasien saudara meninggalkan
perawat N untuk melakukan terminasi dengan S di tempat lain)
Terminasi:
“Bagaimana perasaan S setelah berkenalan dengan perawat N”
”S tampak bagus sekali saat berkenalan tadi”
”Pertahankan terus apa yang sudah S lakukan tadi. Jangan lupa untuk
menanyakan topik lain supaya perkenalan berjalan lancar. Misalnya menanyakan
keluarga, hobi, dan sebagainya. Bagaimana, mau coba dengan perawat lain. Mari
kita masukkan pada jadwalnya. Mau berapa kali sehari? Bagaimana kalau 2 kali.
Baik nanti S coba sendiri. Besok kita latihan lagi ya, mau jam berapa? Jam 10?
Sampai besok.”
Kerja:
( Bersama-sama S saudara mendekati pasien )
« Selamat pagi , ini ada pasien saya yang ingin berkenalan. »
« Baiklah S, S sekarang bisa berkenalan dengannya seperti yang telah S lakukan
sebelumnya. »55 (pasien mendemontrasikan cara berkenalan: memberi salam,
menyebutkan nama, nama panggilan, asal dan hobi dan menanyakan hal yang
sama). »
« Ada lagi yang S ingin tanyakan kepada O»
« Kalau tidak ada lagi yang ingin dibicarakan, S bisa sudahi perkenalan ini. Lalu
S bisa buat janji bertemu lagi, misalnya bertemu lagi jam 4 sore nanti » (S
membuat janji untuk bertemu kembali dengan O) « B aiklah O, karena S sudah
selesai berkenalan, saya dan S akan kembali ke ruangan S. Selamat pagi »
(Bersama-sama pasien saudara meninggalkan perawat O untuk melakukan
terminasi dengan S di tempat lain)
Terminasi:
“Bagaimana perasaan S setelah berkenalan dengan O”
”Dibandingkan kemarin pagi, N tampak lebih baik saat berkenalan dengan O”
”pertahankan apa yang sudah S lakukan tadi. Jangan lupa untuk bertemu kembali
dengan O jam 4 sore nanti”
”Selanjutnya, bagaimana jika kegiatan berkenalan dan bercakap-cakap dengan
orang lain kita tambahkan lagi di jadwal harian. Jadi satu hari S dapat berbincang-
bincang dengan orang lain sebanyak tiga kali, jam 10 pagi, jam 1 siang dan jam 8
malam, S bisa bertemu dengan N, dan tambah dengan pasien yang baru dikenal.
Selanjutnya S bisa berkenalan dengan orang lain lagi secara bertahap.
Bagaimana S, setuju kan?”
”Baiklah, besok kita ketemu lagi untuk membicarakan pengalaman S.
Pada jam yang sama dan tempat yang sama ya. Sampai besok..
Assalamu’alaikum”
Terminasi:
“Baiklah waktunya sudah habis. Bagaimana perasaan Bapak setelah kita latihan
tadi?”
“Coba Bapak ulangi lagi apa yang dimaksud dengan isolasi sosial dan tanda
-tanda orang yang mengalami isolasi sosial » « Selanjutnya bisa Bapak sebutkan
kembali cara-cara merawat anak bapak yang mengalami masalah isolasi sosial » «
Bagus sekali Pak, Bapak bisa menyebutkan kembali cara-cara perawatan tersebut
» «Nanti kalau ketemu S coba Bp/Ibu lakukan. Dan tolong ceritakan kepada
semua keluarga agar mereka juga melakukan hal yang sama. » « Bagaimana kalau
kita betemu tiga hari lagi untuk latihan langsung kepada S ? » « Kita ketemu
disini saja ya Pak, pada jam yang sama » « Assalamu’alaikum »
Kerja:
”Assalamu’alaikum S. Bagaimana perasaan S hari ini?”
”Bpk/Ibu S datang besuk. Beri salam! Bagus. Tolong S tunjukkan jadwal
kegiatannya!” (kemudian saudara berbicara kepada keluarga sebagai berikut)
”Nah Pak, sekarang Bapak bisa mempraktekkan apa yang sudah kita latihkan
beberapa hari lalu” (Saudara mengobservasi keluarga mempraktekkan cara
merawat pasien seper ti yang telah dilatihkan pada pertemuan sebelumnya).
”Bagaimana perasaan S setelah berbincang -bincang dengan Orang tua S?”
”Baiklah, sekarang saya dan orang tua ke ruang perawat dulu” (Saudara dan
keluarga meninggalkan pasien untuk melakukan terminasi dengan keluarga)
Terminasi:
“ Bagaimana perasaan Bapak/Ibu setelah kita latihan tadi? Bapak/Ibu sudah
bagus.” « «Mulai sekarang Bapak sudah bisa melakukan cara merawat tadi
kepada S » « Tiga hari lagi kita akan bertemu untuk mendiskusikan pengalaman
Bapak melakukan cara merawat yang sudah kita pelajari. Waktu dan tempatnya
sama seperti sekarang Pak » « Assalamu’alaikum »
Kerja:
”Bpk/Ibu, ini jadwal S selama di rumah sakit. Coba dilihat, mungkinkah
dilanjutkan di rumah? Di rumah Bpk/Ibu yang menggantikan perawat. Lanjutkan
jadwal ini di rumah, baik jadwal kegiatan maupun jadwal minum obatnya”
”Hal -hal yang perlu diperhatikan lebih lanjut adalah perilaku yang ditampilkan
oleh anak Bapak selama di rumah. Misalnya kalau S terus menerus tidak mau
bergaul dengan orang lain, menolak minum obat atau memperlihatkan perilaku
membahayakan orang lain. Jika hal ini terjadi segera hubungi perawat K di
puskemas Indara Puri, Puskesmas terdekat dari rumah Bapak, ini nomor telepon
puskesmasnya: (0651) 554xxx ”Selanjutnya perawat K tersebut yang akan
memantau perkembangan S selama di rumah
Terminasi:
”Bagaimana Pak/Bu? Ada yang belum jelas? Ini jadwal kegiatan harian S untuk
dibawa pulang. Ini surat rujukan untuk perawat K di PKM Inderapuri. Jangan
lupa kontrol ke PKM sebelum obat habis atau ada gejala yang tampak.
Silakan selesaikan administrasinya!”
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Kasus kekerasan seksual yang dialami oleh anak dibawah umur belakangan
ini semakin banyak muncul dipermukaan.Hal ini belum tentu merupakan indikator
meningkatnya jumlah kasus, karena fenomena yang terjadi adalah fenomena
gunung es, jumlah yang terlihat belum tentu menunjukkan fakta yang
sesungguhnya.Meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap penegakan hukum
merupakan salah satu faktor meningkatnya pelaporan kasus kekerasan seksual.
Penganiayaan seksual pada anak didefinisikan sebagai adanya tindakan seksual
yang mencakup tetapi tidak dibatas pada insiden membuka pakaian, menyentuh
dengan cara yang tidak pantas dan penetrasi (koitus seksual), yang dilakukan
dengan seorang anak untuk kesenangan seksual orang dewasa. Insest telah
didefinisikan sebagai eksploitasi seksual pada seorang anak di bawah usia 18
tahun oleh kerabat atau buka kerabat yang merupakan orang dipercaya dalam
keluarga (Townsend, 1998).
Anak sebagai pelaku kekerasan seksual, sangat mungkin sebelumnya adalah
korban dari kekerasan seksual yang dilakukan oleh pelaku lain. Kemungkinan
motif kekerasan yang dilakukannya adalah untuk eksploitasi-memuaskan rasa
ingin tahu, atau menirukan kejadian yang dialami sebelumnya, baik dari perlakuan
langsung maupun dari media yang dilihatnya.Dengan adanya azas praduga tak
bersalah, hendaknya ditelusuri dengan mendalam faktor yang mendorong anak
menjadi pelakukekerasan seksual, agar anak tidak dua kali menjadi korban
(Maria, 2008).
Efek klinis pencabulan berkisar dari pendarahan pada genital dan anus, fisur
pada anus, pembesaran liang vagina dan anus, dan penipisan/kerusakan hymen
pada vagina. Efek psikologis pencabulan terhadap anak umumnya berjangka
panjang, antara lain: kemarahan, kecemasan, mimpi buruk, rasa tak Iman,
kebingungan, ketakutan, kesedihan, dan perubahan perilaku baik menjadi buruk
B. SARAN