Anda di halaman 1dari 79

MAKALAH

INFEKSI MENULAR SEKSUAL

MASALAH KESEHATAN REPRODUKSI

KELOMPOK 1

1. Maria Ulfanti uhle 10. Musrinah


lewuk(2040704032) (2040704009)

2. Salsabilla Firda H 11. Elfanda Sholihah


(2040704015) Uzakki(2040704027)

3. Erliana kelen 12. Della Miershella


(2040704003) (2040704025)

4. Mahdalina safitri 13. Indah Lestari


(2040704030) (2040704006)

5. Asyifa salsabila setiawan 14. Ummi Sarkhila


(2040704019) (2040704021)

6. Efrosina Tesalonica P.B 15. Enilin Oktovianus


(2040704026) (2040704020)

7. Rina Hidayati 16. Sonia Zalfah


(2040704045) (2040704042)

8. Nurma 17. Rosarina


(2040704037) (2040704039)

9. Noor ainah
(2040704044)
PROGRAM STUDI S1 KEBIDANAN

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS BORNEO TARAKAN

2022
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Allah Subhanahu Wata’ala, yang
telah memberikan hikmat-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini,
dengan judul "Infeksi menular seksual" Makalah ini diajukan guna memenuhi
tugas mata kuliah masalah kesehatan reproduksi.

Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah


membantu sehingga makalah ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Makalah
ini masih jauh dari kata sempurna, oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan
saran yang besifat membangun demi kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah
ini memberikan informasi bagi pembaca dan bermanfaat untukpengembangan
wawasan dan peningkatan ilmu pengetahuan bagi kita semua.

Tarakan, 03 februari 2022

Penyusun
DAFTAR ISI

INFEKSI MENULAR SEKSUAL

KATA PENGANTAR........................................................................................................i

DAFTAR ISI.....................................................................................................................ii

BAB 1 PENDAHULUAN.................................................................................................1

1.1 Latar belakang....................................................................................................1

1.2 Tujuan................................................................................................................1

BAB 2 PEMBAHASAN...................................................................................................2

2.1 Pengertian IMS.......................................................................................................2

2.2 Faktor-faktor yang mempengaruhiseseorang terkena IMS ....................................4

2.3 Indonesia termasuk Negara dengan penyakit IMS yang perlu diperhatikan..........6

2.4 Macam-maca IMS...................................................................................................9

BAB 3 PENUTUP...........................................................................................................62

3.1 Kesimpulan...........................................................................................................62

DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................64
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 latar belakang


Masa remaja adalah suatu tahap kehidupan yang bersifat peralihan,
sehingga dalam masa ini sering disebut masa yang rawan oleh pengaruh-
pengaruh negatif seperti narkoba, kriminal dan kejahatan seks. Namun, masa
remaja juga merupakan masa yang baik untuk mengembangkan segala potensi
positif yang mereka miliki, seperti bakat, kemampuan, dan minat. Selain itu
masa ini adalah masa pencarian nilai-nilai kehidupan. Oleh karena itu,
sebaiknya dalam perkembangan menuju kedewasaan remaja perlu diberi
bimbingan, perhatian, pendidikan serta pendekatan psikologis, pendekatan
sosiologis guna memperoleh data yang obyektif tentang masalah-masalahnya
Rasa ingin tahu terhadap masalah seksual pada remaja sangat penting dalam
pembentukan hubungan baru yang lebih matang dengan lawan jenis.
1.2 Tujuan
Agar kita mengetahui infeksi-infeksi apa saja yang menganggu masalah
kesehatan reprosduksi dengan itu kita bisa mencari soluasi dan
pengangananya.
BAB 2
PEMBAHASAAN
2.1 Pengertian IMS
Pada masa remaja, informasi tentang masalah seksual sudah seharusnya
mulai diberikan supaya remaja tidak mendapatkan informasi yang salah dari
sumber-sumber yang tidak jelas misalnya, seperti mitos seputar seks, VCD
porno, situs porno di internet, dan lainnya akan membuat pemahaman dan
persepsi anak tentang seks menjadi salah. Pendidikan seks sebenarnya berarti
pendidikan seksualitas yaitu suatu pendidikan seksual dalam arti luas yang
meliputi berbagai aspek yang berkaitan dengan seks, diantaranya aspek
biologis, orientasi, nilai sosiokultur moral serta perilaku Infeksi Menular
Seksual (IMS) atau Sexsualy Transmitted Infection (STI) adalah penyakit
infeksi yang ditularkan melalui aktifitas seksual dengan pasangan yang
menderita infeksi. Dari sudut pandang klinis dan kesehatan masyarakat,
Infeksi Menular Seksual (IMS) merupakan salah satu jejak yang bisa
ditelusuri serta dapat menggambarkan corak perjalanan seksualitas seorang
anak menuju usia remaja.
Secara umum perkembangan yang sehat adalah bila mana anak tumbuh
menjadi seorang remaja yang sehat fisik maupun psikologis serta terhindar
dari cacat sosial seperti kecanduan narkoba, perilaku seks bebas, tindakan
kriminal, dan lain-lain. Secara seksual perkembangan yang dianggap berhasil
seperti membangun hubungan antara mereka yang akrab dan kasih sayang
tanpa sampai terjadi kehamilan yang tidak dikehendaki, atau terjangkit infeksi
menular seksual Terbentuknya pengetahuan tinggi pada remaja tentang infeksi
menular seksual dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti tingkat pendidikan
yaitu upaya untuk memberikan pengetahuan sehingga terjadi perubahan
perilaku positif yang meningkat, pada tinjauan budaya perubahan tingkah laku
manusia atau kelompok manusia dalam memenuhi kebutuhan yang meliputi
sikap dan kepercayaan, dan suatu pengalaman yang pernah dialami seseorang
akan menambah pengetahuan tentang suatu yang bersifat non formal
sedangkan social ekonomi meliputi kemampuan seseorang untuk memenuhi
kebutuhan hidup, dan didukung oleh informasi yang semakin mudah
didapatkan seiiring dengan keterbukaan sistem informasi.
Remaja semakin mudah untuk mengakses informasi dari berbagai sumber
sehingga dapat meningkatkan pengetahuannya. Remaja sendiri mempunyai
karakteristik mempunyai rasa ingin tahu yang besar sehingga akan
mengupayakan berbagai cara untuk mencari informasi tentang apa yang ingin
diketahuinya. Hal inilah yang membentuk pengetahuan remaja menjadi baik.
Pengetahuan tentang infeksi menular seksual diperlukan oleh remaja agar
dapat membawa diri dalam berperilaku seks yang sehat dan mampu menjaga
dirinya dari pergaulan bebas. Seiring dengan perkembangan zaman, pergaulan
remaja dewasa ini semakin mengkhawatirkan. Pengetahuan tentang kesehatan
infeksi menular seksual yang dimiliki remaja sangat diperlukan untuk menjaga
remaja dari pergaulan bebas.
Remaja yang sedang mengalami masa puber membutuhkan pengetahuan
yang benar tentang infeksi menular seksual. Rasa ingin tahu remaja yang besar
terhadap seksualitas, membuat remaja rentan terjerumus dalam pergaulan
bebas. Remaja yang memiliki pemahaman baik tentang infeksi menular
seksual akan dapat menjaga dirinya dengan baik dan menghindari perilaku
seks bebas. Remaja yang mempunyai tingkat pengetahuan tinggi tentang
infeksi menular seksual maka remaja akan senantiasa menjaga dirinya supaya
tidak terjerumus dalam pergaulan bebas. Pengetahuan tersebut apabila dimiliki
remaja bisa dijadikan sebagai bentuk usaha preventif pencegahan infeksi
menular seksual. Remaja yang mempunyai pengetahuan yang baik maka akan
selalu berusaha untuk menghindari perbuatan-perbuatan yang beresiko tertular
infeksi menular seksual. Pengetahuan seseorang tentang sesuatu obyek juga
mengandung dua aspek yaitu positif dan negatif. Kedua aspek inilah yang
akan menentukan sikap seseorang terhadap objek tertentu. Semakin banyak
aspek positif dari objek yang diketahui, akan menumbuhkan sikap makin
positif terhadap objek tersebut. Pengetahuan remaja tentang infeksi menular
seksual diharapkan dapat membentuk sikap remaja untuk responsif terhadap
seks babas yang muncul dan akan berperilaku mendatangi fasilitas kesehatan
sehingga tidak terjadi keterlambatan penanganan. Pengetahuan tentang
kesehatan dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu pendidikan, paparan media,
ekonomi, pengalaman, pekerjaan. Semakin bertambahnya pengetahuan
masyarakat maka akan semakin tinggi keinginan untuk mengetahui kesehatan
dalam dirinya dan juga akan menambah suatu tingkah laku atau kebiasaan
yang sehat dalam diri masyarakat.

2.2 Faktor yang memengaruhi seseorang terkena IMS

a. Seks tanpa kondom

Meskipun pemakaian kondom tidak berarti menjamin Anda tidak


terkena PMS, akan tetapi penggunaan kondom adalah salah satu cara terbaik
menghindari penularan PMS saat Anda melakukan hubungan seks.
Pemakaian kondom selama berhubungan mempunyai efek mengurangi risiko
transmisi. Jadikanlah kondom sebuah kebiasaan baik yang rutin dilakukan
untuk kebaikan Anda dan pasangan.

b. Berganti-ganti pasangan

Semakin banyak pasangan yang Anda miliki tentu saja risiko penularan
PMS makin tinggi. Ketahuilah, pelaku yang berganti-ganti pasangan
mempunyai kecenderungan yang mungkin tak disadari oleh mereka bahwa
pasangan yang biasa mereka pilih adalah yang juga suka berganti-ganti.

c. Mengenal seks sejak dini tanpa edukasi yang baik

Para remaja maupun dewasa muda lebih rentan terkena PMS dibandingkan
yang sudah cukup umur ? Hal ini karena secara biologis para perempuan
muda cenderung mempunyai badan yang cenderung lebih kecil sehingga
mudah terjadi robekan sewaktu melakukan intercourse. Serviks mereka pun
belum berkembang dengan sempurna sehingga lebih rentan terkena
chlamydia, gonorea dan PMS lainnya. Perlu diingat, para usia muda jarang
menggunakan kondom dan lebih cenderung mengambil risiko dalam hal
seksual, apalagi kalau mereka dalam pengaruh alkohol.
d. Pemakaian alkohol berlebihan

Penggunaan alkohol yang cukup sering dan jumlah berlebihan bisa


menyebabkan pikiran Anda tidak jernih untuk mengambil keputusan,
termasuk perilaku seks tidak aman. Apalagi kalau Anda sampai kehilangan
kesadaran, bisa-bisa Anda terbangun di pagi hari dengan perasaan bingung
entah di mana dan bersama pasangan yang tak dikenal.

e. Penggunaan obat-obat terlarang

Penggunaan obat terlarang menyebabkan Anda tidak stabil dalam


mengambil keputusan termasuk mengenai hubungan seksual. Perlu diingat
pula, penggunaan jarum suntik yang berganti-gantian meningkatkan risiko
untuk terkena HIV dan Hepatitis!

f. Berhubungan seks karena butuh uang untuk gaya hidup

Tuntutan gaya hidup yang serba canggih dan mahal tentunya


membutuhkan uang banyak. Sayang sekali, banyak remaja dan dewasa muda
melakukan segala cara untuk memenuhi kebutuhan mereka termasuk
melakukan seks demi gaya hidup yang sebenarnya jauh di atas
kemampuannya Risiko untuk penularan PMS sangatlah tinggi karena
biasanya yang iseng melakukan seks dengan para remaja dan dewasa muda
ini adalah orang yang suka sekali berganti-ganti pasangan.

h. Minum pil KB untuk Cegah PMS

Khawatiran terbesar para pelaku seksual adalah kehamilan. Oleh sebab itu,
mereka sering meminum pil KB sebagai upaya pencegahan. Banyak yang
mengira pil KB juga melindungi dari PMS, padahal pendapat itu salah sekali
dan patut diluruskan. Memang benar pil KB bisa melindungi Anda dari risiko
kehamilan, akan tetapi tidak dapat melindungi Anda dari PMS.
2.3 Indonesia salah satu negara dengan penyakit PMS yang perlu
diperhatikan?

Penanganan Infeksi menular seksual (IMS) masih merupakan tantangan


karena merupakan penyakit yang erat kaitannya dengan perilaku yang berisiko,
timbulnya resitansi N. gonorrhoeae terhadap beberapa antibiotika yang digunakan
untuk program. Bila tidak dilakukan upaya-upaya yang komprehensif akan
berdampak pada peningkatan angka kesakitan, kecacatan dan kematian yang
memerlukan pelayanan kesehatan jangka panjang dengan biaya yang besar.

Infeksi Menular Seksual (IMS) masih menjadi masalah kesehatan


masyarakat yang ada di seluruh dunia, di Negara maju (industri) maupun di
Negara berkembang. Tingginya prevalensi kejadian infeksi penyakit menular
seksual tersebut berkaitan dengan praktek perilaku pencegahan IMS dan
HIV/AIDS yang masih sangat rendah, seperti rendahnya angka pemakaian
pelindung kondom pada saat berhubungan seksual, diperkirakan 75-80%
penularan terjadi melalui hubungan seksual dan 5-10% diantaranya melalui
hubungan homoseksual (Pusat Penelitian dan Pengembangan Pemberantasan
Penyakit, Dep Kes RI 2005).

Infeksi Menular Seksual (IMS) di Negara-negara berkembang dan


komplikasinya menduduki peringkat ke-lima teratas kategori penyakit dewasa
yang banyak memerlukan perawatan kesehatan. Infeksi Menular Seksual (IMS)
dapat menyebabkan gejala akut, infeksi kronis dan konsekuensi serius seperti
infertilitas, kehamilan ektopik, kanker leher rahim dan kematian mendadak pada
bayi dan orang dewasa (Saroso, 2012). Angka kejadian Infeksi Menular Seksual
(IMS) saat ini cenderung meningkat di Indonesia misalnya prevalensi sifilis
meningkat sampai 10% pada beberapa kelompok Wanita Pekerja Seks (WPS),
35% pada kelompok waria dan 2% pada kelompok ibu hamil, prevalensi gonore
meningkat sampai 30-40% pada kelompok Wanita Pekerja Seksual (WPS).
Penyebaran Infeksi Menular Seksual (IMS) sulit ditelusuri sumbernya, sebab tidak
pernah dilakukan registrasi terhadap penderita yang ditemukan. Jumlah penderita
yang sempat terdata hanya sebagian kecil dari jumlah penderita sesungguhnya
(Daili, SF, 2010).

Di Indonesia, jumlah kasus IMS pada tahun 2014 terjadi sebanyak 5608
kasus. Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012
menunjukkan bahwa sekitar 12% wanita usia 15-49 tahun yang pernah melakukan
hubungan seksual secara aktif dilaporkan mengalami IMS dan atau gejalanya.
WHO memperkirakan setiap tahun terdapat kurang lebih 350 juta penderita baru
IMS di negara berkembang termasuk Indonesia, prevalensi gonorrhea menempati
tempat teratas dari semua jenis IMS yaitu 32,4%, sifilis sebesar 21,7%. Penderita
IMS sebagian besarberada di Asia Selatan dan Asia Tenggara yaitu sebanyak 151
juta, diikuti Afrika sekitar 70 juta, dan yang terendah adalah Australia dan
Selandia Baru sebanyak 1 juta. Semakin lama jumlah penderita IMS semakin
meningkat dan penyebarannya semakin merata di seluruh dunia. WHO
memperkirakan morbiditas IMS di dunia sebesar ± 250 juta orang setiap
tahunnya. Peningkatan insidensi IMS ini terkait juga dengan perilaku berisiko
tinggi yang ada di masyarakat dewasa ini (Widoyono, 2011). Mayoritas Penyakit
Menular Seksual (PMS) hadir tanpa gejala. Beberapa Penyakit Menular Seksual
(PMS) dapat meningkatkan risiko penularan Human Immunodeficiency Virus
(HIV) tiga kali lipat atau lebih (WHO, 2013).

Berdasarkan estimasi World Health Organization (WHO) pada tahun


2012, setiap tahun terjadi 357 juta kasus baru IMS yang dapat disembuhkan pada
usia 15-49 tahun. Sifilis pada ibu hamil dapat menyebabkan kematian fetus dan
neonatus lebih dari 300.000 setiap tahun. Infeksi HPV berhubungan dengan
530.000 kasus kanker serviks dan 264.000 kematian akibat kanker serviks setiap
tahun. Adapun gonore dan klamidia merupakan penyebab utama infertilitas di
seluruh dunia. Untuk itu WHO mencanangkan strategi global untuk tahun 2030
dengan target: menurunkan insidens sifilis, gonore, infeksi baru HIV, dan
kematian akibat AIDS sebanyak 90%, serta menurunkan kasus kongenital sifilis
kurang dari 50 per 100.000 kelahiran hidup.
Sedangkan kondsi IMS di Indonesia, Data IMS non-HIV di Indonesia
belum tercatat seperti data HIV, sehingga data yang sebenarnya tidak diketahui
dengan pasti. Berdasarkan laporan HIV-AIDS & IMS triwulan IV tahun 2017 dari
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI), jumlah kumulatif
infeksi HIV dan kasus AIDS sampai dengan bulan Desember 2017 masing-
masing sebanyak 280.623 orang dan 102.667 orang. Jumlah kasus HIV yang
dilaporkan dari tahun 2015 sampai dengan tahun 2017 mengalami kenaikan setiap
tahunnya. Dalam 10 tahun terakhir penularan HIV telah bergeser dari melalui
penggunaan jarum suntik tidak steril menjadi melalui hubungan seksual. Adapun
jumlah kasus duh tubuh uretra dan ulkus genital dari tahun 2016 sampai dengan
Desember 2017 masing-masing sebanyak 20.262 orang dan 5.754 orang. Pada
periode waktu yang sama dilaporkan jumlah ibu hamil yang berkunjung pertama
kali ke klinik antenatal care (ANC) sebanyak 149.209 orang, dari jumlah tersebut
yang dilakukan tes sifilis hanya 108.430 orang, yang positif sifilis 8.092 orang,
dan hanya 1.706 orang yang diterapi.

Berdasarkan data dari sebagian besar Institusi Pendidikan Dokter Spesialis


(IPDS) Dermatologi dan Venereologi di Indonesia, IMS yang paling sering adalah
kutil anogenital, gonore, dan sifilis. Hasil penelitian uji resistansi N.gonorrhoeae
terhadap beberapa antibiotika pada tahun 2014 di Jakarta, Yogyakarta, dan Bali,
terungkap bahwa semua isolate telah resistan terhadap tetrasiklin dan
siprofloksasin, tetapi masih sensitif terhadap seftriakson (100%), sefiksim
(100%), dan azitromisin (98,7%). Berdasarkan laporan survei terpadu biologis dan
perilaku (STBP) pada populasi kunci di beberapa kota di Indonesia pada tahun
2007, 2011, dan 2015, prevalensi HIV, gonore, klamidia, dan sifilis masih jauh
lebih tinggi dari target pengendalian IMS terutama pada populasi LSL, wanita
penjaja seks komersial langsung (WPSL), dan waria. Sayangnya pengetahuan
komprehensif mengenai IMS dan HIV, serta penggunaan kondom pada populasi
tersebut masih sangat rendah.

Dari ulasan tersebut menunjukkan bahwa kasus IMS masih belum


terkendali, baik di dunia, maupun khususnya di Indonesia, maka IMS perlu
medapatkan perhatian lebih. Melalui pengendalian yang baik, diharapkan
prevalensi IMS akan menurun, yang selanjutnya akan berdampak kepada
penurunan penularan HIV, serta angka kesakitan dan angka kematian yang terkait
dengan IMS. Untuk mencapai tujuan tersebut tenaga kesehatan, baik dokter,
bidan, perawat bahkan dokter spesialis kulit dan kelamin indonesia harus berperan
serta secara aktif dengan melakukan pelayanan IMS yang komprehensif,
memberikan penyuluhan secara rutin kepada populasi umum termasuk remaja,
populasi kunci, serta menyelenggarakan pelatihan-pelatihan, dan penelitian IMS
secara multisenter di seluruh IPDS Dermatologi dan Venereologi di Indonesia.

2.4 Macam-macam IMS

a. Sifilia

1) Pengertian

Sifilis atau raja singa merupakan penyakit infeksi menular seksual


yang disebabkan oleh bakteri Treponema pallidum, merupakan
penyakit kronis dan bersifat sistemik, selama perjalanan penyakit
dapat menyerang seluruh organ tubuh. Terdapat masa laten tanpa
manifestasi lesi di tubuh, dan dapat ditularkan kepada bayi di dalam
kandungan.

2) Penyebab
Sifilis sendiri adalah infeksi yang disebabkan oleh bakteri
Treponema pallidum dan dapat menular. Umumnya, penyebaran akan
penyakit sifilis melalui hubungan seksual dengan orang yang
terinfeksi. Bakteri penyebab sifilis juga bisa menyebar melalui cairan
tubuh pengidapnya, yaitu darah selain dari hubungan intim. Sifilis
disebabkan oleh infeksi bakteri, yang menyebar melalui hubungan
seksual dengan penderita sifilis. Meski demikian, bakteri penyebab
sifilis juga bisa menyebar melalui melalui kontak fisik dengan luka
yang ada di penderita. Melihat penularannya, sifilis rentan tertular
pada seseorang yang sering bergonta-ganti pasangan seksual.
3) Gejala
Gejala sipilis atau sifilis digolongkan sesuai dengan tahap
perkembangan penyakitnya. Tiap jenis sifilis memiliki gejala yang
berbeda-beda. Berikut adalah penjelasannya:
 Sifilis primer : Sifilis jenis ini ditandai dengan luka
(chancre) di tempat bakteri masuk.
 Sifilis sekunder : Sifilis jenis ini ditandai dengan
munculnya ruam pada tubuh.
 Sifilis laten : Sifilis ini tidak menimbulkan gejala, tapi
bakteri ada di dalam tubuh penderita.
 Sifilis tersier : Sifilis ini dapat menyebabkan kerusakan
organ lainnya otak, saraf, atau jantung.
4) Komplikasi
Jika tidak diobati, sifilis bisa merusak kesehatan tubuh Anda, bahkan
dapat meningkatkan risiko terinfeksi HIV. Sementara itu, bagi para
perempuan, sipilis bisa menyebabkan komplikasi kehamilan.
Pengobatan sipilis bisa membantu mencegah kerusakan pada tubuh
Anda di kemudian hari. Namun, pengobatan penyakit raja singa
tersebut tidak dapat memperbaiki atau mengembalikan kerusakan
yang telah terjadi. Komplikasi yang mungkin terjadi pada orang
dengan sipilis adalah sebagai berikut:
a) Benjolan kecil atau tumor
Benjolan kecil atau tumor yang disebut gumma dapat
berkembang pada kulit, tulang, hati, atau organ lain pada tahap
akhir sifilis. Gumma biasanya hilang setelah perawatan dengan
antibiotik.
b) Masalah saraf
Sipilis dapat menyebabkan beberapa masalah pada sistem saraf
Anda, termasuk:
- Sakit kepala
- Stroke
- Meningitis
- Kehilangan pendengaran
- Masalah kelihatan, termasuk kebutaan
- Demensia
- Disfungsi seksual pada pria (impotensi)
- Inkontinensia kandung kemih
c) Masalah kardiovaskular
Masalah akibat sipilis ini mungkin termasuk penonjolan
(aneurisma) dan radang aorta. Aorta adalah arteri utama pada
tubuh. Sifilis juga dapat merusak katup jantung.
d) Infeksi HIV
Orang dewasa dengan sipilis yang ditularkan secara seksual
diperkirakan memiliki 2-5 kali lipat risiko tertular HIV. Luka
sifilis dapat berdarah dengan mudah sehingga memungkinkan
virus HIV masuk ke dalam aliran darah Anda selama melakukan
aktivitas seksual. Jika seseorang dengan HIV juga memiliki sipilis,
penyebaran virus akan meningkat, sekalipun mereka obat HIV
(antiretroviral). Diskusikan dengan dokter bagaimana hubungan
pengobatan sipilis dengan pengobatan HIV.
e) Komplikasi kehamilan dan kelahiran bayi
Jika sedang hamil, Anda mungkin akan menurunkan sipilis pada
bayi Anda yang belum lahir. Sifilis bawaan meningkatkan risiko
keguguran, stillbirth, atau kematian bayi setelah beberapa hari
setelah lahir.
5) Pencegahan
Penularan sifilis dapat dicegah dengan perilaku seks yang aman,
yaitu setia pada 1 pasangan seksual atau menggunakan kondom.
Selain itu, pemeriksaan atau skrining terhadap penyakit sifilis juga
perlu dilakukan secara rutin pada orang-orang yang memiliki factor
resiko tinggi mengalami penyakit ini.
a) SKRINING SIFILIS
Mengingat banyaknya infeksi sifilis yang tidak bergejala dan
tingginya prevalensi sifilis, diperlukan skrining sifilis secara
rutin untuk mengendalikan sifilis di masyarakat. Skrining sifilis
dilakukan dengan pemeriksaan fisik dan tes serologis sifilis.
Skrining sifilis terutama ditujukan bagi:
- Semua ibu hamil. Skrining sifilis harus dilakukan sedini
mungkin pada kunjungan antenatal yang pertama.
Skrining diulangi pada trimester ketiga dan saat
persalinan. Skrining dan terapi sifilis dapat mengurangi
angka kematian bayi dan kecacatan bayi. Untuk eliminasi
sifilis kongenital sangat penting untuk mencapai 100%
cakupan skrining sifilis pada ibu hamil. Jika fasilitas
pemeriksaan RPR dan TP Rapid tidak tersedia, demi
perlindungan terhadap janin, dapat digunakan tes
cepat/rapid test saja. Semua hasil rapid test positif, diobati
sebagai sifilis aktif.
- Ibu melahirkan harus diskrining sifilis, terutama apabila
selama masa kehamilan belum pernah diskrining sifilis.
Skrining pada saat persalinan dapat mendeteksi infeksi
sehingga dapat dilakukan penanganan dini terhadap ibu
dan bayinya. Jika fasilitas pemeriksaan RPR dan TPHA
tidak tersedia, demi perlindungan terhadap janin, dapat
digunakan rapid test saja. Semua hasil rapid test positif,
diobati sebagai sifilis aktif.
- Semua penjaja seks (perempuan, laki-laki, waria), karena
risiko pekerjaannya harus diskrining sifilis tiap 3-6 bulan
sekali.
- Semua LSL yang memiliki banyak pasangan seks
- Semua pasien IMS
- Perempuan yang mengalami riwayat keguguran atau bayi
lahir mati
Hasil skrining harus segera diberitahukan kepada
pasien.Pasien harus segera diterapi sesuai hasil
pemeriksaan.Pasangan seks harus diskrining dan diterapi juga.
Skrining sifilis penting untuk dilakukan karena penyakit ini
bisa bertahan di tubuh dalam waktu yang lama, tanpa
menimbulkan gejala. Jika tidak ditangani, sifilis dapat
menyebabkan kebutaan, kelumpuhan, bahkan kematian. Pada
ibu hamil, sifilis berisiko tinggi menyebabkan kematian pada
bayi. Skrining sifilis dapat membantu dokter untuk
mendiagnosis sifilis, terutama pada tahap awal. Dengan
begitu, pasien akan lebih mudah diobati dan komplikasi sifilis
juga dapat dihindari.

b) Indikasi Skrining Sifilis


Sifilis dapat menular melalui hubungan seksual. Oleh sebab itu,
dokter menganjurkan skrining sifilis pada kelompok individu
berikut:
- Pekerja seks komersial
- Penderita HIV yang masih aktif berhubungan seksual
- Pasangan dari penderita sifilis
- Orang yang sering berganti-ganti pasangan dalam
berhubungan seksual dan tidak mengenakan kondom
- Lelaki yang berhubungan seks dengan lelaki.

Karena dapat berakibat fatal pada bayi, semua ibu hamil


disarankan untuk menjalani skrining sifilis. Skrining
dianjurkan pada saat pertama kali kontrol kehamilan.
Apabila ibu hamil berisiko tinggi memiliki sifilis, skrining
diulang pada trimester ketiga dan menjelang waktu
persalinan.

c) Pemeriksaan laboratorium:
Pemeriksaan serologi untuk mendeteksi penyakit sifilis
bertujuan untuk mengetahui keberadaan bakteri penyebab
sifilis di dalam tubuh. Dalam mendeteksi bakteri tersebut,
dokter akan memeriksa keberadaan antibodi yang sudah
dihasilkan tubuh untuk melawan
6) Penatalaksanaan:
Penatalaksanaan sifilis utamanya adalah menggunakan injeksi benzil
benzatin penicillin G secara intramuskular.
a) Antibiotik
Antibiotik pilihan untuk sifilis adalah benzil benzatin
penicillin G yang diberikan secara intramuskular. Rekomendasi
dosis oleh Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin
Indonesia adalah :
- Stadium primer dan sekunder : 2,4 juta IU secara
intramuskular, dosis tunggal
- Stadium laten : 2,4 juta IU secara intramuskular, setiap
minggu pada hari ke-1, 8, dan 15.

Alternatif antibiotik pada pasien yang alergi penicillin atau bila


penicillin tidak tersedia adalah :

- Doxycycline 2 x 100 mg per oral selama 14 hari untuk stadium


primer dan sekunder, atau selama 28 hari untuk sifilis laten.
- Azithromycin 2 gram per oral dosis tunggal untuk stadium
primer
7) Saran yang di berikan
a) Edukasi Pasien
Edukasi mengenai pengobatan, penularan, dan risiko
komplikasi harus diketahui oleh pasien. Penting untuk
menginformasikan pada pasien untuk menjalani pengobatan secara
disiplin agar terapi adekuat. Pada seluruh pasien dengan infeksi
menular seksual perlu diberikan penekanan mengenai pentingnya
penggunaan kondom dan deskripsi gejala yang berkaitan dengan
infeksi menular seksual.
Pada pasien dengan sifilis perlu diinfokan untuk memberi
informasi pada pasangan seksualnya bila terinfeksi dan perlu
dilakukan terapi bersama. Profilaksis antibiotik diberikan pada
individu yang memiliki kontak seksual dengan pasangan yang
positif sifilis pada stadium primer, sekunder, atau latent awal
dalam 90 hari pertama dengan regimen benzil benzatin penicillin
G 2,4 juta IU intramuskular dosis tunggal.
b) Pemeriksaan
Menurut Pedoman Nasional Tatalaksana IMS tahun 2011,
diagnosis sifilis di tingkat Puskesmas dapat dilakukan dengan dua
cara, yaitu berdasarkan sindrom dan pemeriksaan serologis. Secara
umum, tes serologi sifilis terdiri atas dua jenis, yaitu:
- Tes non-treponema
Termasuk dalam kategori ini adalah tes RPR (Rapid Plasma
Reagin) dan VDRL (Venereal Disease Research Laboratory)
Tes serologis yang termasuk dalam kelompok ini mendeteksi
imunoglobulin yang merupakan antibodi terhadap bahan-
bahan lipid sel-sel T. Pallidum yang hancur. Antibodi ini dapat
timbul sebagai reaksi terhadap infeksi sifilis. Namun antibodi
ini juga dapat timbul pada berbagai kondisi lain, yaitu pada
infeksi akut (misalnya: infeksi virus akut) dan penyakit kronis
(misalnya: penyakit otoimun kronis). Oleh karena itu, tes ini
bersifat non-spesifik, dan bisa menunjukkan hasil positif palsu.
Tes non-spesifik dipakai untuk mendeteksi infeksi dan
reinfeksi yang bersifat aktif, serta memantau keberhasilan
terapi. Karena tes non spesifik ini jauh lebih murah
dibandingkan tes spesifik treponema, maka tes ini sering
dipakai untuk skrining. Jika tes non spesifik menunjukkan
hasil reaktif, selanjutnya dilakukan tes spesifik treponema,
untuk menghemat biaya. Perlu dingat Hasil positif pada tes
non spesifik treponema tidak selalu berarti bahwa seseorang
pernah atau sedang terinfeksi sifilis. Hasil tes ini harus
dikonfirmasi dengan tes spesifik treponema.
c) Tes spesifik treponema
Termasuk dalam kategori ini adalah tes TPHA (Treponema
Pallidum Haemagglutination Assay), TP Rapid (Treponema
Pallidum Rapid), TP-PA (Treponema Pallidum Particle
Agglutination Assay), FTA-ABS (Fluorescent Treponemal
Antibody Absorption). Tes serologis yang termasuk dalam
kelompok ini mendeteksi antibodi yang bersifat spesifik terhadap
treponema. Oleh karena itu, tes ini jarang memberikan hasil positif
palsu.Tes ini dapat menunjukkan hasil positif/reaktif seumur hidup
walaupun terapi sifilis telah berhasil .Tes jenis ini tidak dapat
digunakan untuk membedakan antara infeksi aktif dan infeksi
yang telah diterapi secara adekuat.Tes treponemal hanya
menunjukkan bahwa seseorang pernah terinfeksi treponema,
namun tidak dapat menunjukkan apakah seseorang sedang
mengalami infeksi aktif.Tes ini juga tidak dapat membedakan
infeksi T pallidum dari infeksi treponema lainnya. Anamnesis
mengenai perilaku seksual, riwayat pajanan dan riwayat
perjalanan ke daerah endemis treponematosis lainnya dibutuhkan
untuk menentukan diagnosis banding. Kedua tes serologi,
treponema dan non-treponema, dibutuhkan untuk diagnosis dan
tatalaksana pasien sifilis oleh petugas kesehatan. Hasil tes
treponema memastikan bahwa pasien pernah terinfeksi sifilis,
sedangkan hasil tes non-treponema menunjukkan aktivitas
penyakit

Untuk bisa melakukan kedua jenis pemeriksaan tersebut di atas


diperlukan alat-alat dan bahan habis pakai sbb:
- Perangkat tes /Test kit
- Pipet mikro
- Sentrifus
Sentrifus dibutuhkan untuk memisahkan plasma dari darah
lengkap. Jika sentrifus tidak tersedia, plasma dapat dipisahkan dari
darah lengkap dengan cara mendiamkan darah di dalam tabung
selama 30 menit.
d) Rotator
Rotator dibutuhkan untuk proses penggumpalan antigen
antibodi sehingga terbentuk butiran-butiran penanda positif.
Terdapat dua macam rotator. Yaitu rotator listrik dan rotator yang
diputar dengan tangan. Jika alat rotator tidak tersedia, maka proses
dapat dibantu secara manual, dengan cara menggoyang piringan
rotator/plate dengan tangan.
e) Tes Cepat Sifilis (Rapid test Syphilis)
Akhir-akhir ini, telah tersedia rapid test untuk sifilis yaitu
TP Rapid (Treponema Pallidum Rapid). Penggunaan rapid test ini
sangat mudah dan memberikan hasil dalam waktu yang relatif
singkat (10 – 15 menit). Jika dibandingkan dengan TPHA atau
TPPA, sensitivitas rapid test ini berkisar antara 85% sampai 98%,
dan spesifisitasnya berkisar antara 93% sampai 98%.
Rapid test sifilis yang tersedia saat ini TP Rapid termasuk
kategori tes spesifik treponema yang mendeteksi antibodi spesifik
terhadap berbagai spesies treponema (tidak selalu T pallidum),
sehingga tidak dapat digunakan membedakan infeksi aktif dari
infeksi yang telah diterapi dengan baik. TP Rapid hanya
menunjukkan bahwa seseorang pernah terinfeksi treponema,
namun tidak dapat menunjukkan seseorang sedang mengalami
infeksi aktif.
TP Rapid dapat digunakan hanya sebagai pengganti
pemeriksaan TPHA, dalam rangkaian pemeriksaan bersama
dengan RPR. Penggunaan TP Rapid tetap harus didahului dengan
pemeriksaan RPR. Jika hasil tes positif, harus dilanjutkan dengan
memeriksa titer RPR, untuk diagnosis dan menentukan
pengobatan. Pemakaian TP Rapid dapat menghemat waktu,
namun harganya jauh lebih mahal dibandingkan dengan TPHA.
Bagi daerah yang masih mempunyai TPHA konvensional/bukan
rapid.

7) Cara pengobatan tradisional

Salah satu tanaman obat yang banyak ditemukan di Indonesia yaitu


Ruellia tuberosa L.Ruellia tuberosa dilaporkan mengandung
flavonoid, steroid, triterpenoid, dan alkaloid. Terdapat lima jenis
flavonoid yang terdapat pada tanaman Ruelliatuberosa diantaranya
kirsimaritin, kirsimarin, kirsilol 4’-glukosida, sorbifolin, dan pedalitin
(Chothani, et al., 2011; Lin, et al., 2006). Komponen antioksidan pada
bunga kecombrang ternyata memiliki kekuatan yang cukup besar
untuk meredam senyawa radikal bebas sehingga mencegah terjadinya
oksidasi yaitu sebesar 92.92 %, dalam 0.5 g/ml ekstrak kecombrang
dengan pelarut etanol (Krismawati, 2007). Efek farmakologis Pletekan
di antaranya sebagai peluruh batu kencing dan jantung coroner
(Hariana, 2005). Secara eksperimen Ruellia tuberosa terbukti
memiliki efek antioksidan antimikroba, antikanker, aktivitas
gastroprotektif, antinoceptive, dan aktivitas antiinflamasi. Daun
Pletekan juga berfungsi sebagai obat pada pengobatan sifilis, kencing
batu, bronchitis, kanker, penyakit jantung, pilek, demam, hipertensi,
dan masalah pencernaan (Chothani, et al., 2011; Rajan, et al., 2012).
Toksisitas adalah efek berbahaya dari bahan kimia atau suatu obat
pada organ target. Umumnya setiap senyawa kimia mempunyai
potensi terhadap timbulnya gangguan atau kematian jika diberikan
kepada organisme hidup dalam jumlah yang cukup (Hayes, 1983).
b. Gonore

1) Pengertian

Gonore adalah salah satu penyakit menular seksual paling


umum yang disebabkan oleh bakteri Neisseria gonorrhoeae (Irianto,
2014). Neisseria gonorrhoeae (N. Gonorrhoeae) merupakan bakteri
diplokokkus gram negatif dan manusia merupakan satu-satunya faktor
host alamiah untuk gonokokus, infeksi gonore hampir selalu ditularkan
saat aktivitas seksual (Sari et al., 2012). Menurut Irianto (2014) bahwa
setiap tahunnya kasus gonore lebih banyak terjadi pada wanita daripada
pria. Menurut Centers for Disease Control and Prevention (2015),
gonore adalah penyakit menular seksual yang disebabkan oleh bakteri
Neisseria gonorrhoeae yang dapat menginfeksi baik pria dan wanita
yang mengakibatkan infeksi pada alat kelamin, rektum dan
tenggorokan.

2) Penyebab

Penyebab gonore adalah infeksi bakteri Neisseria gonorrhoeae.


Bakteri ini paling sering menular melalui hubungan intim, termasuk s-
ks oral dan s-ks anal. Seseorang lebih mudah terkena gonore apabila
sering bergonta-ganti pasangan s-ks atau bekerja sebagai pekerja seks.

3) Tanda dan gejala

2-7 hari setelah cedera. Mulanya penderita tidak enak di uretra,


beberapa jamkemudian diikuti oleh kompilasi berkemih dan keluarnya
nanah dari penis. Penderitasering berkemih dan memakan desakan
untuk berkemih, yang semakin memburuk kompilasi penyakit ini
menyebar ke bagian atas uretra. Lubang penis tampak merah dan
membengkak.Pada penderita wanita, gejala awal bisa timbul dalam
waktu 7-21 hari setelah terinfeksi. Penderita wanita menyetujui tidak
menunjukkan gejala selama beberapa minggu atau bulan, dan diketahui
menderita penyakit ini hanya setelah mitra seksinya tertular. Jika timbul
gejala, biasanya berbahaya. Hanya beberapa yang menunjukkan gejala
yang berat, seperti desakan untuk berkemih, nyeri kompilasi berkemih,
keluarnya cairan dari vagina dan demam.Infeksi bisa menyerang leher
rahim, rahim, saluran telur, indung telur, uretra dan rektum;
menyebabkan nyeri pinggul yang dalam atau nyeri kompilasi
melakukan hubungan seksual. Nanah yang keluar dapat berbicara dari
leher rahim, uretra atau kontribusi di sekitar lubang vagina. Wanita dan
pria yang melakukan hubungan seksual melalui lubang dubur bisa
menderita gonore pada rektumnya.Penderita makan tidak nyaman di
sekitar anusnya dan dari rektumnya keluar cairan. Daerah di sekitar
anusi tampak merah dan kasar, tinjanya terbungkus oleh lendir dan
nanah. Pada pria, gejala awal biasanya timbul dalam waktu 2-7 hari
setelah konflik.

Pada wanita, gejala awal kadang-kadang sangat ringan hingga


keliru dengan infeksi kandung kemih atau infeksi vagina. Seperti :
- Sering buang air kecil dan sakit
- gatal, gatal, nyeri, sakit dan terjadi pendarahan ü Cairan vagina
abnormal
- Pendarahan vagina abnormal selama atau setelah berhubungan
seks atau antara periode haid
- Alat kelamin terasa gatal
- Perut bagian bawah terasa sakit
- Kelenjar bengkak dan nyeri pada pembukaan vagina (luka
Bartholin)
- Hubungan seksi terasa menyakitkan
Pada pria, gejala biasanya cukup jelas, tetapi beberapa orang
membantah gejala ringan atau tanpa gejala, dan tanpa disadari dapat
menularkan infeksi gonore untuk pasangan seksnya. Seperti :
- Cairan penis abnormal (terlihat seperti susu pada awalnya,
kemudian kuning, lembut, dan berlebihan, kadang-kadang
darah kebiruan)
- Sering buang air kecil dan sakit, gatal, nyeri, sakit dan terjadi
pendarahan

4) Penyebab

Upaya mencegah penularan dan penyebaran PMS, termasuk


Gonorrhea, yang disebabkan oleh bakteri Neisseria gonorrhoeae dengan
melokalisasi PSK wanita agar mudah dilakukan pembinaan, pemeriksaaan
kesehatan dan pengobatan rutin oleh Dinas Kesehatan ternyata tidak dapat
mencegah meluasnya penularan penyakit ini, terbukti sebanyak 76,9%
PSK wanita menderita penyakit Gonorrhea pada saluran genitalnya.
Kegagalan upaya pemberantasan penyakit ini antara lain disebabkan oleh:

a) PSK wanita seringkali keluar dan masuk lokalisasi di daerah lain


tanpa pengawasan yang ketat,sehingga menyulitkan pembinaan.
b) Buruknya kesadaran PSK wanita untuk memperhatikan kesehatan
reproduksinya.
c) Ketidakmauan lelaki untuk menggunakan kondom saat melakukan
hubungan seksual dengan PSK wanita.
d) Kebiasaan penderita gonorrhea (PSK wanita dan konsumennya)
membeli dan menggunakan.

Antibiotika secara sembarangan yang memicu timbulnya resistensi


bakteri Neisseria gonorrhoeae terhadap beberapa antibiotika (Penicillin,
Tetrasiklin, Ciprofloxacin). Pencegahan yang efektif adalah dengan
perilaku seks yang aman, yaitu setia dengan satu pasangan yang sah,
tidak berganti-ganti pasangan seksual, memakai kondom bila melakukan
hubungan seksual dengan orang / pasangan yang beresiko tinggi,
misalnya PSK wanita. Pengentasan PSK wanita dari lokalisasi juga
harus dilakukan agar salah satu sumber rantai penularan dapat diputus.
Perlu juga dilakukan konseling.

5) Penatalaksanaan
Penatalaksanaan gonore dilakukan dengan pemberian salah satu
terapi antibiotik yang disebabkan oleh kuman gonokokus yaitu sefiksim,
levofloksasin, kanamisin, tiamfenikol, dan seftriakson yang
dikombinasikan dengan salah satu antibiotik untuk kuman non gonokokus
yaitu azitromisin, doksisiklin, dan eritromisin.
Pemberian kombinasi antibiotik tersebut diatur dalam Permenkes
No. 874 Tahun 2011cTentang Pedoman Penggunaan Antibiotik. Tujuan
pengobatan kombinasi pada penyakit gonore menurut Knodel (2008)
karena gonore merupakan penyakit koinfeksi dengan klamidia.
6) Komplikasi
Gonore dapat menyebabkan komplikasi jika tidak diobati, pada
pria, wanita, dan bayi. Komplikasi penyakit kencing nanah yang bisa
muncul pada pria antara lain:
- Epididimitis
- Cedera pada saluran kemih
- Ada nanah di penis
- Tandus.

Wanita lebih rentan terhadap komplikasi gonore daripada pria, karena


mereka sering tidak memiliki gejala dan tidak diobati. Beberapa
komplikasi gonore pada wanita adalah:

- Penyakit radang panggul


- Penyumbatan saluran tuba (tuba fallopi), yang memicu timbulnya
kehamilan ektopik

Gonore juga dapat menyebabkan komplikasi pada bayi, mulai dari


kulit kering dan bersisik, mudah terserang penyakit, hingga kebutaan.

7) Cara pengobatan tradisional


 PEMANFAATAN TANAMAN KUMIS KUCING SEBAGAI
ANTIBIOTIK ALAMI TERHADAP PENYAKIT GONORE
Bedasarkan penelitian Uji Efektivitas Ekstrak Daun
Kemangi Dalam menghambat Pertumbuhan Neisseria
gonorrhoeae Oleh: (Tifanny Nur Sabrina,dkk., 2017)
Didapatkan bahwa daun kemangi terbukti Memiliki kemampuan
penghambat Pertumbuhan Neisseria gonorrhoeae Secara in
Vitro yaitu pada konsentrasi 80% Dan 100% dikarenakan efek
antibakteri Daun kemangi ini didapatkan dari kandungan
didalamnya yaitu tanin, flavonoid, dan Juga minyak atsiri,
Kandungan ini memiliki Efek untuk merusak membran sel
bakteri, Serta mendenaturasi protein yang pada Umumnya
merupakan penyusun struktur Penyusun Neisseria gonorrhoeae.
Selain itu Metabolisme bakteri juga akan terganggu Akibat
adanya denaturasi protein. Bedanya Dengan penulis yaitu
penulis menggunakan Tanaman kumis kucing sedangkan
Tifanny, Dkk. Menggunakan tanaman kemangi. Hal Yang
membuat kumis kucing bisa Bermanfaat dalam pengobatan
gonore Adalah kandungannya yang sama dengan Tanaman
kemangi memiliki kandungan Flavonoid yang besar. Kandungan
flavonoid akan menghambat pertumbuhan bakteri tersebut
karena Flavonoid memiliki kandungan antiobakteri Yang akan
menghambat terjadinya radikal Bebas dan didukungnya dengan
kandungan Lain pada kumis kucing seperti saponin dan
Alkaloid yang memiliki sifat antibakteri. Dalam
pemanfaatannya tanaman kumis Biasanya akan diestrak dengan
etanol atau Alkohol tetapi hal tersebut sulit untuk orang Awan.
Analisis dari penelitian terdahulu Cara yang mudah adalah
dengan merebusnya dengan air dengan maksud agar
kanandyngannya dapat keluar kemudian terlarut Ke dalam air.
Setelah direbus, rebusan Tersebut disaring agar mudah untuk
Meminumnya. Kemudian minum secara Rutin dan teratur serta
selalu dikonsultasi-Kan kepada dokter.
Orthosiphon aristatus atau dikenal Dengan nama kumis
kucing termasuk Tanaman dari famili Lamiaceae/Labiatae.
Tanaman ini merupakan salah satu tanaman Obat asli Indonesia
yang mempunyai Manfaat dan kegunaan yang cukup banyak
Dalam menanggulangi berbagai penyakit. Tanaman kumis
kucing yang memiliki Kandungan seperti flavonoid, alkaloid,
Saponin, dan polifenol memilki potensi Untuk dijadikannya
obat antibiotik alami. Penggunaan antibiotik alami lebih aman
Dari antibiotik sintetis yang mempunyai Efek samping Penyakit
gonore yang diakibatkan oleh Infeksi Menular Seksual (IMS)
yang tiap Tahun berkembang. Penyakit tersebut Disebabkan
oleh bakteri Neisseria.
Gonorrhoeae yang menyerang saluran Reproduksi. Dalam
pengobatannya Dibutuhkan obat antibiotik. Tetapi Penggunaan
antibiotik sintetis secara Irasional dapat menyebabkan
resistensis Antibiotik. Maka alternatifnya adalah Penggunaan
antibiotik alami yang berasal Dari tanaman seperti kumis
kucing. Kumis Kucing memiliki kandungan yang bersifat
Seperti antibiotik. Senyawa flavonoid yang Terkandung dalam
tanaman kumis kucing Sangat efektif dalam pengobatan gonore.
Flavonoid yang bersifat antibakteri akan Menangkal terjadinya
radikal bebas dan Memperlambat pertumbuhan bakteri. Selain
itu metabolisme bakteri juga akan Terganggu akibat adanya
denaturasi protein. Pemanfaatan tanaman kumis kucing yang
Sangat mudah adalah dengan merebusnya Dengan air.

c. Human papilomavirus (HPV)

1) pengertian
HPV merupakan virus DNA sirkuler rantai ganda, berukuran kecil,
tidak memiliki selubung (envelope) dan masuk dalam keluarga
Papillomaviridae. Saat ini, lebih dari 200 jenis HPV yang berbeda
telah dikarakterisasi dan sekitar 30 sampai.
HPV adalah jenis virus yang cukup lazim. Jenis yang berbeda
dapat menyebabkan kutil atau pertumbuhan sel yang tidak normal
(displasia) dalam atau di sekitar leher rahim atau dubur yang dapat
menyebabkan kanker leher rahim atau dubur. Kutil-kutil ini pada
umumnya tumbuh di permukaan kulit yang lembab dan di daerah
sekitar alat kelamin sehingga disebut kutil kulit dan kutil kelamin.
Infeksi HPV pada alat kelamin dapat disebarkan melalui hubungan
seks, sedangkan penularan kutil kulit pada tangan atau kaki dapat
terjadi tanpa hubungan seks (penularannya dapat melalui sentuhan
atau penggunaan barang secara bersama).
2) Penyebab
HPV biasanya ditularkan melalui kontak seksual secara langsung,
seperti seks oral. Namun, karena HPV dapat ditularkan melalui kontak
antara kulit dengan kulit, maka tanpa hubungan seksual pun, penyakit
ini dapat tetap ditularkan jika Anda berhubungan kulit dengan kulit
dengan individu yang terinfeksi. walaupun jarang, seorang ibu dengan
HPV dapat menginfeksi bayi selama persalinan.
3) Gejala
HPV bukan jenis virus baru namun, banyak orang tidak
menyadarinya karena virus ini jika menjangkiti manusia tidak
manimbulkan gejala dan tidak menyebabkan masalah kesehatan yang
serius sampai infeksi virusnya menjadi parah. Setiap saat HPV dapat
menginfeksi tanpa menunjukkan gejala. HPV tidak seperti virus
lainnya yang menunjukkan gejala fisik menurun apabila terjangkit
virus ini tetapi seseorang baik pria maupun wanita dapat terkena HPV
bertahun-tahun sebelum ia menyadarinya. Tanda-tanda terserang HPV
sering hanya ditunjukkan oleh tumbuhnya kutil. Kutil yang tumbuh
mungkin berwarna merah muda, putih, abu-abu ataupun coklat.
Awalnya hanya berupa bintil-bintil kecil yang kemudian bersatu
membentuk kutil yang lebih besar. Semakin lama kutil dapat menjadi
semakin besar. Pertumbuhan kutil akan semakin besar dan banyak jika
tumbuh di kulit lembab akibat kebersihan kulit kurang dijaga.
Kutil-kutil ini dapat menyebabkan rasa sakit dan gatal sehingga
membuat tidak nyaman dan sering kali baru disadari keberadaannya
saat jumlahnya sudah bertambah banyak dan besar. Kutil dapat
bertumbuh dengan cepat segera setelah terinfeksi atau pun beberapa
bulan bahkan beberapa tahun setelah terinfeksi HPV, dan bahkan tidak
pernah tumbuh sampai dinyatakan kita terinfeksi HPV (atau sampai
kita menyadari bahwa kita terinfeksi HPV). Oleh karenanya, untuk
menjaga segala sesuatu yang tidak diinginkan maka dianjurkan untuk
rutin melakukan Pap smear/ tes Pap minimal setahun sekali bagi
wanita di atas usia 21 tahun. Umumnya dokter dapat menentukan
apakah kita mempunyai kutil kelamin dengan melihatnya. Kadang
kala alat yang disebut anoskop dipakai untuk memeriksa daerah
dubur. Jika perlu, contoh kutil dipotong dan diperiksa diperiksa
dengan mikroskop (biopsi) . HPV yang menyebabkan kutil kelamin
tidak sama dengan virus yang menyebabkan kanker. Tetapi jika kita
mempunyai kutil, maka kita mungkin terinfeksi jenis HPV lain yang
dapat menyebabkan kanker.

Gejala fisik yang terlihat pada wanita :


- Kutil pada organ kelamin, dubur/anus atau pada permukaan vagina
• Pendarahan yang tidak normal
• Vagina menjadi gatal, panas atau sakit
Gejala fisik yang terlihat pada pria :
• Kutil pada penis, anus atau skrotum
• Kutil pada uretra (mungkin terjadi penurunan jumlah urin)
4) Pencegahan
Untuk mencegah penyebarannya dapat dilakukan dilakukan
tes Pap untuk mendeteksi pertumbuhan tidak normal dari sel pada
leher rahim sejak awal atau pun dengan melakukan sekret vagina.
Tes ini dapat memeriksa dubur laki-laki dan perempuan.
Walaupun tes Pap tampaknya merupakan cara terbaik untuk
menemukan kanker leher rahim secara dini, pemeriksaan fisik
dengan hati-hati mungkin merupakan cara terbaik untuk
menemukan kanker dubur. Sedangkan untuk mencegah
penularannya, sebaiknya menjaga kebersihan diri dan jangan
melakukan seks dengan lebih dari satu orang. Tanda infeksi HPV
(kutil atau displisia) sebaiknya diobati sesegera mungkin setelah
dideteksi sebelum masalah menjadi lebih besar dan mungkin
kambuh setelah diobati.
Tidak ada cara yang mudah untuk mengetahui apakah
seseorang terinfeksi HPV. Orang yang tidak menunjukkan tanda
atau gejala infeksi HPV pun tetap dapat menularkan infeksinya
(sebagai karier). Langkah-langkah pencegahan
• Gunakan kondom
• Jangan merokok
• Jangan berganti-ganti pasangan seks, satu lebih baik
• Lakukan tes pap minimal setahun sekali
Namun demikian, kondom tidak dapat mencegah penularan
HPV secara keseluruhan karena virus ini dapat menular melalui
hubungan langsung dengan daerah kulit yang terinfeksi yang tidak
diliputi oleh kondom. Laki-laki dan perempuan yang aktif secara
seksual mungkin sebaiknya melakukan tes Pap secara berkala
pada Vagina dan/ atau dubur untuk mencari sel yang abnormal
atau tanda awal kutil. Hasil positif dapat ditindaklanjuti untuk
mengetahui apakah pengobatan dibutuhkan.
5) Penatalaksanaan
Sebagian besar infeksi HPV akan sembuh dengan
sendirinya dalam 1-2 tahun karena adanya sistem kekebalan tubuh
alami. Namun demikian infeksi menetap yang disebabkan oleh
tipe-tipe HPV resiko tinggi seperti tipe 16 atau 18 akan mengarah
pada kanker serviks. Kanker serviks mulai berkembang ketika sel-
sel abnormal pada dinding serviks mulai memperbanyak diri tanpa
terkontrol dan membentuk sebuah benjolan yang disebut tumor.
Sampai saat ini, belum ada pengobatan langsung untuk infeksi
HPV. Sistem kekebalan tubuh dapat “memberantas” infeksi HPV,
namun orang tersebut dapat kembali tertular lagi. Bagi beberapa
wanita dengan infeksi HPV pada leher rahim menjadi resisten
terhadap obat-obat di atas oleh karenanya pengobatannya
(pengambilan displasia dan kutil) dapat dilakukan dengan cara
berikut:
- Membakarnya dengan jarum listrik (kauterusasi listrik) atau
laser
- Membekukannya dengan Nitrogen cair
- Memotongnya secara bedah
- Mengobatinya dengan zat kimia
Pengobatan lain yang kurang lazim untuk kutil adalah obat 5-FU
(5-fluorourasil) dan interferon alfa. 5-FU berbentuk krim. Suatu
obat baru, yaitu imikuimod, disetujui di AS untuk mengobati kutil
kelamin. Sidofoyir yang aslinya dikembangkan untuk mengobati
virus Sitomegalia (CMV) mungkin juga dapat membantu
memerangi HPV. Infeksi HPV dapat bertahan lama terutama pada
orang HIV-positif. Oleh karena displasia dan kutil dapat kambuh
maka, penyakit sebaiknya diobati sesegera mungkin mengurangi
kemungkinan penyebaran atau kambuh.Pengobatan pada kanker
mulut rahim ada tiga, yaitu operasi, penyinaran (radiasi), dan
kemoterapi. Masing-masing terapi dilakukan dokter menurut
stadium kanker yang dialami pasien dan dengan pertimbangan
kaidah dan risiko bagi pasien. Stadium O atau disebut juga lesi
prakanker sangat mudah diobati dengan tindakan lokal.
Selanjutnya stadium 1, dibagi A dan B, pilihan pengobatan dengan
operasi. Stadium 2A masih dioperasi, tetapi stadium 2B tidak lagi
dioperasi, melainkan sebaiknya radiasi dibantu kemoterapi.
Stadium 3 dan 4 adalah stadium lanjut, dibagi juga A dan B,
biasanya radiasi dibantu kemoterapi.Sebanyak 20 % kutil akan
hilang/ sembuh dengan sendirinya tanpa pengobatan. Pengobatan
dapat memindah/ mangangkat kutil atau sel abnormal tetapi tidak
melindungi/ menyembuhkan dari virus yang telah ada dalam tubuh
kita. Obat seperti Podophyllin, Asam tricloroasetat atau krim
Aldara hanya dapat menyembuhkan kutil yang terdapat di
permukaan kulit saja. Penggunaan obat-obatan ini sebanyak satu
atau dua kali seminggu dapat membantu menghilangkan 60% kutil
yang ada.
6) Komplikasi
Komplikasi yang mungkin terjadi adalah lesi (kutil) dapat
membesar dan tumbuh bersama. Tetapi resiko terbesar dari HPV
adalah kanker leher rahim atau bahkan kematian. Kanker leher
rahim dapat dideteksi dengan menggunakan tes Pap sehingga
pertumbuhan sel yang abnormal pada leher rahim tersebut
terdeteksi lebih awal dan dapat dilakukan konisasi (mengambil
bagian sel yang berubah) sebelum ia berkembang menjadi kanker.

d. Infeksi HIV

1) Pengertian
Human Immunodeficiency Virus atau HIV adalah virus yang
menyerang sel darah putih di dalam tubuh (limfosit) yang
mengakibatkan turunnya kekebalan tubuh manusia. Orang yang dalam
darahnya terdapat virus HIV dapat tampak sehat dan belum tentu
membutuhkan pengobatan. Meskipun demikian, orang tersebut dapat
menularkan virusnya kepada orang lain bila melakukan hubungan seks
berisiko dan berbagi penggunaan alat suntik dengan orang lain
(KPAD Kab. Jember, 2015).
2) Penyebab
Virusnya disebut Human Immunodeficiency Virus (HIV) yaitu
virus yang memperlemah kekebalan pada tubuh manusia. Orang yang
terkena virus ini akan menjadi rentan terhadap infeksi oportunistik
ataupun mudah terkena tumor. Meskipun penanganan yang telah ada
dapat memperlambat laju perkembangan virus, namun penyakit ini
belum benar-benar bisa disembuhkan. Human Immunodeficiency
Virus (HIV) dan virusvirus sejenisnya umumnya ditularkan melalui
kontak langsung antara lapisan kulit dalam (membran mukosa) atau
aliran darah, dengan cairan tubuh yang mengandung HIV, seperti
darah, air mani, cairan vagina, cairan preseminal, dan air susu ibu.
Penularan dapat terjadi melalui hubungan intim (vaginal, anal,
ataupun oral), transfusi darah, jarum suntik yang terkontaminasi,
antara ibu dan bayi selama kehamilan, bersalin, atau menyusui, serta
bentuk kontak lainnya dengan cairan-cairan tubuh tersebut.
3) Tanda dan gejala
Menurunnya penyakit primer pada kebanyakan pasien diikuti
dengan masa asimtomatis yang lama namun selama masa tersebut
replikasi HIV terus berlanjut dan terjadi kerusakan sistem imun.
Partikel virus bergabung dengan DNA sel pasien dalam tubuh Orang
Dengan HIV/AIDS (ODHA), bila seseorang terinfeksi HIV seumur
hidup ia akan tetap terinfeksi. Orang yang terinfeksi HIV, sebagian
berkembang masuk tahap AIDS pada 3 tahun pertama, 50%
berkembang menjadi pasien AIDS sesudah 10 tahun dan sesudah 13
tahun hampir semua orang yang terinfeksi HIV menunjukkan gejala
AIDS kemudian meninggal. Infeksi HIV tidak akan langsung
memperlihatkan tanda atau gejala tertentu. Sebagian memperlihatkan
gejala tidak khas pada infeksi HIV akut, 3-6 minggu setelah terinfeksi.
Gejala yang terjadi adalah demam, nyeri menelan, pembengkakan
kelenjar getah bening, ruam, diare, atau batuk. Setelah infeksi akut,
dimulailah infeksi HIV asimptomatik (tanpa gejala). Masa tanpa
gejala ini umumnya berlangsung selama 8-10 tahun. Tetapi ada
sekelompok kecil orang yang perjalanan penyakitnya amat cepat,
dapat hanya sekitar 2 tahun dan ada pula yang perjalanannya lambat
(non-progressor).
4) Pencegahan
Penularan HIV secara seksual dapat dicegah dengan berpantang
seks, hubungan monogami antara pasangan yang tidak terinfeksi, seks
nonpenetratif dan penggunaan kondom pria atau kondom wanita
secara konsisten dan benar. Tidak ada seks yang 100% aman. Seks
yang lebih aman menyangkut upaya-upaya kewaspadaan untuk
menurunkan potensi penularan dan terkena infeksi menular seksual
termasuk HIV saat melakukan hubungan seks. Menggunakan kondom
secara tepat dan konsisten selama melakukan hubungan seks dianggap
sebagai seks yang lebih aman. Kondom yang kualitasnya terjamin
adalah satu-satunya produk yang saat ini tersedia untuk melindungi
pemakai dari infeksi seksual karena HIV dan infeksi menular seksual
lainnya. Ketika digunakan secara tepat, kondom terbukti menjadi alat
yang efektif untuk mencegah infeksi HIV di kalangan perempuan dan
laki-laki. Walaupun begitu tidak ada metode perlindungan yang 100%
efektif dan penggunaan kondom tidak dapat menjamin secara mutlak
perlindungan terhadap segala infeksi menular seksual (IMS). Agar
perlindungan kondom efektif, kondom tersebut harus digunakan
secara benar dan konsisten. Penggunaan yang kurang tepat dapat
mengakibatkan lepasnya atau bocornya kondom, sehingga menjadi
tidak efektif.
5) Penatalaksanaan
Sesuai kewenngan dalam undang-undang nomor 29 tahun 2014
tentang praktik kedokteran, pasal 35, maka setiap dokter akan
menegakkan diagnosis berdasarkan hasil wawancara anamnesis,
pemeriksaan fisik dan mental serta pemeriksaan penunjang yang
ditentukan, lalu akan ditindaklanjuti dengan penatalaksanaan dan
pengobatan pasien atau ibu hamil. Berdasarkan kompetensi
kemampuan penanganan maka stadium klinis 1 dan 2 serta stadium 2-
4 yang stabil dimasukkan sebagai SKDI 4A menurut keputusan
menteri kesehatan Republik Indonesia Nomor
HK.01.07/MENKES/90/2019 tentang pedoman Nasional Pelayanan
Kedokteran Tata Laksana HIV.
6) Komplikasi
Pada tahun 2007, World Health Organization (WHO)
memperkirakan bahwa 33.200.000 orang hidup dengan HIV/AIDS.
Diperkirakan pada akhir tahun 2009, sudah 333.200 orang yang
terinfeksi HIV/AIDS di Indonesia. Di provinsi Sulawesi Utara, kasus
HIV/AIDS yang pertama kali dilaporkan pada tahun 1997 di Rumah
Sakit Bethesda. Selang empat tahun terakhir terjadi peningkatan kasus
yang cukup bermakna. Total kasus HIV/AIDS di provinsi Sulawesi
Utara sampai akhir tahun 2008 adalah 456 kasus. Khusus untuk kota
Manado 74 kasus HIV dan 103 kasus untuk penderita AIDS. Sebagian
besar dari penderita HIV merupakan pemakai obat terlarang dengan
jarum suntik. Keterlibatan sistem saraf pada infeksi HIV dapat terjadi
secara langsung karena virus tersebut dan tidak langsung akibat
infeksi oportunistik akibat imunokompromis. Studi di negara Barat
melaporkan komplikasi sistem saraf terjadi pada 30% - 70% penderita
HIV. HIV/AIDS dapat menyebabkan komplikasi intrakranial seperti
Toksoplasmosis Otak (TO), Meningitis Tuberkulosis, Meningitis
Kriptokokus, Demensia HIV, Leukoensefalopati multifokal progresif.
Menurut data WHO diketahui sekitar 300 juta orang menderita
toksoplasmosis. Penyakit ini dapat menyerang manusia dan berbagai
jenis mamalia dan juga merupakan penyakit infeksi parasit yang
paling sering terjadi pada manusia. Di Indonesia hampir 50% kasus
dalam stadium AIDS menderita tuberkulosis paru. Karena itu
Meningitis TB selalu ada dalam diferensial diagnosis pasien AIDS
dengan simptom susunan saraf pusat. Menurut WHO, data tahun
1997, diperkirakan TBC menyebabkan kematian lebih dari 1 juta
penduduk di negara-negara Asia. Meningitis TBC lebih sering pada
anak usia 0- 4 tahun yang tinggal di daerah dengan prevalensi TBC
tinggi. Sebaliknya di daerah dengan prevalensi TBC rendah,
meningitis TBC lebih sering di jumpai pada orang dewasa. Di
Indonesia, angka kejadian meningitis kriptokokus pada penderita HIV
belum diketahui. Penelitian di Thailand melaporkan prevalensi
kriptokokus pada penderita HIV sebesar 18,5%. 5 Meningkatnya
masalah pada sistem saraf yang terkait infeksi HIV/AIDS di negara
berkembang termasuk Indonesia, mendorong penulis untuk
melakukan penelitian mengenai angka kejadian komplikasi
intrakranial pada penderita HIV yang di rawat inap di Bagian
Neurologi RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado periode Juli 2012 –
Juni 2013.

7) Cara pengobatan tradisional

Penggunaan obat tradisional pada penderita HIV/AIDS sebagai


supportive treatment sangat Minim dilakukan. Penggunaannyapun
dengan Alasan untuk coba-coba dan tidak berkelanjutan. Pengunaan
obat tradisional berupa buah-buahan, Jahe, jeruk nipis, obat herbal
China, supplement. Minimnya penggunaan obat tradisional karena
Informasi penggunaan ARV telah secara massif Didapatkan serta akses
untuk mendapatkan ARV Sudah semakin gampang diperoleh.

e. Chalamydia

1) Pengertian
Chlamydia adalah penyakit kelamin yang banyak terjadi yang
disebabkan oleh bakteri Chlamydia Trachomatis. Chlamydia
merupakan salah satu penyakit menular seksual yang paling umum
dijumpai dan dikenal sebagai penyebab utama penyakit peradangan
pada pelvis (panggul), sehingga menyebabkan infertilitas
(kemandulan) pada perempuan dan juga dapat merusak alat reproduksi
manusia dan penyakit mata.
Chlamydia trachomatis (CT) adalah salah satu penyebab infeksi
genital. tidak spesifik pada pria dan wanita. Infeksi CT adalah salah
satu bentuk paling umum dari infeksi menular seksual di dunia. World
Health Organization (WHO) memperkirakan bahwa sebanyak 89 juta
kasus baru terjadi pada tahun 2001. Prevalensi infeksi CT di Indonesia
di antara pekerja seks komersial cukup tinggi, berkisar antara 20-34%
(Karyadi, 1996).
Chlamydia trakomatis adalah mikroorganisme intraseluler obligat
yang memiliki dinding sel yang sama dengan bakteri gram negatif.
Chlamydia trakomatis diklasifikasikan sebagai bakteri yang
mengandung asam deoksiribonukleat (DNA) dan asam ribonukleat
(RNA), mereka membelah dengan fusi biner, tetapi seperti virus,
mereka berkembang secara intraseluler. atau uretra ke atas, dan infeksi
klamidia dapat menyebabkan "cacat" yang serius, karena infeksi
klamidia yang meninggi pada saluran genital dapat menyebabkan
kolonisasi bakteri di mukosa endometrium dan tuba fallopia (Hendry,
dkk., 2013).
2) Penyebab
Penyakit tersebut dapat disebarkan melalui hubungan seks yang
bergonta – ganti pasangan. Bakteri yang akan dibahas dalam sistem
pakar ini adalah bakteri Chlamydia Trachomatis. Chlamydia
Trachomatis sebuah bakteri intraseluler yang menyebabkan saluran
genital infections. Hal ini disebabkan hubungan seksual dan penyakit
menular antara kelompok yang aktif secara seksual. Chlamydia dapat
ditularkan oleh hubungan seks vaginal, oral atau anal, pada pria
homoseksual juga beresiko. Infeksi Chlamydia juga dapat diturunkan
dari yang terinfeksi ibu kepada bayinya saat melahirkan .
3) Tanda dan gejala
Chlamydia Trachomatis merupakan bakteri yang menyebabkan
berbagai macam penyakit yang menular. Penyakit yang dapat
diakibatkan oleh bakteri ini diantaranya adalah uretritis nongonokokal
(radang uretra) , infeksi mulut rahim (serviks) dan radang selaput mata
(trachoma).
Sekitar 60% -80% infeksi Chlamydia trakomatis pada wanita tidak
menunjukkan gejala sehingga sulit untuk menilai penyebarannya,
pasien tidak menyadari infeksi ini dan tidak segera mendapatkan
perawatan (Baud, et. al., 2011).
Infeksi Chlamydia trakomatis sulit untuk didiagnosis, mudah
menjadi kronis dan residual, dan dapat menyebabkan berbagai
komplikasi serius. Infeksi ini yang tidak diobati dapat menyebabkan
masalah kesehatan yang serius, baik pada pria dan wanita, serta untuk
bayi yang lahir dari ibu yang terinfeksi (Lanjouw, et. al., 2015).
Kontak langsung dengan Chlamydia Trachomatis dalam keadaan
tertentu akan menyebabkan peradangan konjungtiva yang disebut
Trachoma. Infeksi pada tahap awal memberikan manifestasi yang
sangat bervariasi yang biasanya mirip dengan konjungtivitis kronis
pada umumnya, yaitu mata merah, gatal, eksudasi dan pembengkakan
pada kelopak mata. Di folikel tarsus atas dan hipertrofi papiler
diperoleh. Selama perjalanan penyakit, folikel akan pecah (folikel di
Trachoma memiliki sifat rapuh) dan menyebabkan terjadinya jadingan
parut (Frich, et. al., 2006).
Gejala tunggal pada infeksi chlamydia yaituterjadi perdarahan
setelah melakukan kontak seksual serta terjadi perdarahan pada siklus
menstruasi yang tidak sesuai dengan siklus yang seharusnya yaitu
terjadi perdarahan di pertengahan siklus menstruasi juga merupakan
gejala tunggal infeksi dari infeksi chlamydia. Infeksi tunggal ini dapat
dilakukan dengan pemeriksaan venereologik serviks dimana
pemeriksaan venereologik dapat menyebabkan perdarahan saat
dilakukan kerokan atau apusan dengan spatula. Secara medis gejala
dan tanda yang dapat diketahui dari infeksi Chlamydia sangat sulit
dibedakan dengan infeksi genital lainnya (Miller, 2006).
Bakteri Chlamydia dapat menginfeksi leher rahim , tuba falopi ,
tenggorokan, anus dan uretra laki-laki. Infeksi sering tanpa gejala,
mungkin tidak dikenali dan orang-orang sering tidak menyadarinya
menyebar dengan melalui hubungan seks tanpa alat pelindung.
4) Pencegahaan
Dua hal penting dalam pencegahan adalah kontrol infeksi secara
adekuat dan edukasi pasien dengan jelas. Tindakan kontrol infeksi
yaitu pemeriksaan menggunakan sarung tangan dan pelindung,
didahului serta diakhiri dengan mencuci tangan, teknik disinfeksi
secara tepat, dan sterilisasi alat. Edukasi pasien yaitu higienitas
personal dan sanitasi lingkungan. Kebersihan menjadi aspek paling
penting untuk menurunkan transmisi Chlamydia dengan cara tidak
menggunakan satu handuk bersama-sama, memiliki akses air bersih
dan rajin membersihkan diri, menjaga lingkungan seraya menekan
populasi lalat.
5) Penatalaksanaan
Diagnosis infeksi CT pada saat ini dilakukan dengan pemeriksaan
mikroskopis dengan menyingkirkan infeksi spesifik lain seperti
Neisseria gonnorhea. Kelemahan cara diagnosis ini adalah tidak dapat
ditemukan adanya penyebab infeksi yang spesifik. Untuk mendiagnosis
infeksi Chlamydia sebaiknya dilakukan pemeriksaan laboratorium yang
dapat mendeteksi adanya agen penyebab infeksi.
Pemeriksaaan dapat dilakukan dengan laboratorium sederhana
melalui pewarnaan Gram atau Giemsa. Deteksi antigen dapat dilakukan
dengan DFA, EIA, amplifikasi asam nukleat, dan pemeriksaan
serologis. Kultur masih merupakan pemeriksaan baku emas 5,6,7,12
namun sulit dilakukan secara klinis. Pengambilan spesimen dan
transportasi yang tepat memiliki peranan yang penting dalam
menentukan keakuratan hasil diagnosis pada infeksi CT. Sensitivitas
dan spesifisitas setiap uji diagnosis telah terbukti berhubungan langsung
5 dengan kecukupan spesimen. Pada infeksi oleh CT, yang merupakan
patogen bersifat obligat intraseluler maka pada pengambilan spesimen
harus termasuk pengambilan sel-sel pejamu yang mengandung
organisme penyebab. Cara pengambilan dan transportasi spesimen pada
pemeriksaan laboratorium akan berbeda dan tergantung pada jenis uji
yang akan dilakukan.
Diagnosis berdasarkan anamnesa, riwayat penyakit, dan
pemeriksaan fisik, infeksi klamidia sukar dibedakan dengan gonorrhea
karena gejala dari kedua penyakit ini sama dan penyakit ini dapat
timbul bersamaan meskipun jarang. Cara yang paling dipercaya untuk
mengetahui infeksi klamidia adalah melalui pemeriksaan laboratorium.
Pada prinsipnya, penegakan diagnosis infeksi klamidia trakomatis
sama seperti infeksi mikroorganisme lainnya, tetapi karena gejala serta
gambaran klinis infeksi ini tidak khas, maka diperlukan pemeriksaan
penunjang. Pemeriksaan tes yang sekarang tersedia termasuk kultur sel,
deteksi antigen, deteksi asam nukleat, pemeriksaan serologi.
6) Komplikasi
Meskipun umumnya orang yang menderita klamidia tidak
menunjukkan gejala, manifestasi paling sering pada penyakit ini adalah
adanya suatu reaksi lokal peradangan pada mukosa yang dihubungkan
dengan keputihan, uretritis pada pria, vaginitis, servisitis pada wanita.
Pada wanita dengan infeksi klamidia yang tidak diobati dapat
menyebabkan penyakit radang panggul, dengan sequealae termasuk
infertilitas, kehamilan ektopik dan radang panggul kronik.
Klamidia merupakan satu dari beberapa penyebab infeksi radang
panggul dan infertilitas pada wanita. Setiap episode tunggal dari
penyakit radang panggul, risiko untuk terjadinya infertilitas faktor tuba
adalah 11%. Setiap episode berikut akan meningkatkan risiko 2 - 3 kali
lipat. Wanita yang memiliki riwayat penyakit radang panggul
mengalami peningkatan risiko untuk terjadinya kehamilan tuba sebesar
7 - l0 kali lipat. Pada l5% wanita yang menderita infeksi radang
panggul, nyeri abdomen yang kronik merupakan gejala klinik jangka
panjang yang banyak dihubungkan dengan adanya perlekatan pada
ovarium dan tuba falopii di rongga pelvis. Pada pasangan subfertil,
infeksi klamidia bertanggung jawab untuk terjadinya sekitar 50%
infertilitas faktor tuba. Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa
pada pasien - pasien dengan tes klamidia positif memiliki risiko untuk
terjadinya infertilitas faktor tuba, dan kehamilan ektopik lebih tinggi
dibandingkan dengan pasien - pasien dengan tes Klamidia negatif.
Infertilitas merupakan salah satu komplikasi yang sering terjadi
akibat infeksi klamidia, dimana infertilitas adalah ketidak mampuan
menghasilkan pembuahan setelah selama satu tahun melakukan
hubungan seksual tanpa penghalang . Jika sebelumnya tidak pernah ada
kehamilan, maka dikategorikan sebagai infertilitas primer, sedangkan
jika sebelumnya telah terjadi kehamilan, maka dikategorikan sebagai
infertilitas sekunder. Bagi pasangan yang mencoba melalukan
pembuahan maka sekitar 50% wanita akan mengalami kehamilan dalam
3 bulan, dan 75% akan hamil dalam 6 bulan, dan 85% akan hamil
dalam satu tahun.

f. Trikomoniasis

1) Pengertian

Trikomoniasis adalah penyakit menular seksual yang disebabkan


oleh parasit Trichomonas Vaginalis. Penyakit yang dikenal dengan
istilah “trich” ini lebih sering menyerang perempuan, tapi bisa juga
menyerang laki-laki.Trikomoniasis pada pria biasanya tidak
menunjukkan gejala apapun. Namun pada perempuan, infeksi ini dapat
menyebabkan keputihan berbau tidak sedap, rasa gatal di vagina, dan
rasa sakit ketika buang air kecil.Trikomoniasis yang parah dan
terlambat ditangani dapat menyebabkan risiko melahirkan bayi
prematur, apabila infeksi terjadi dalam masa kehamilan. Risiko
penularan penyakit trikomoniasis dapat dihindari dengan menggunakan
kondom ketika berhubungan seksual dan menghindari bergonta-ganti
pasangan seksual.

2) Penyebab

Penyebab trikomoniasis adalah infeksi parasit yang dinamakan


trichomonas vaginalis. Parasit ini biasanya menyebar ketika seseorang
berhubungan seksual dengan orang yang telah terinfeksi trikomoniasis.
Penyakit ini umumnya ditularkan melalui hubungan seksual tanpa
perlindungan seperti kondom, atau berbagi alat/mainan seks yang tidak
dicuci dengan bersih atau disarungi dengan kondom.Masa inkubasi
parasit ini tidak diketahui dengan pasti. Akan tetapi, umumnya parasit
trichomonas vaginalis hidup dan berkembang biak dalam tubuh berkisar
antara 5-28 hari.

3) Tanda dan gejala

Gejala trikomoniasis yang muncul umumnya berbeda-beda pada


tiap orang. Gejala trikomoniasis vaginalis pada perempuan adalah:

a) Nyeri perut bagian bawah.


b) Keputihan, berbau tidak sedap, kental, encer atau berbusa, dan
dapat berwarna kuning ataupun hijau.
c) Area kewanitaan terasa nyeri, gatal, timbul sensasi seperti terbakar,
dan bengkak. Kadang rasa gatal juga dirasakan pada paha bagian
dalam.
d) Rasa sakit atau tidak nyaman ketika buang air kecil atau
berhubungan seksual.
Sementara itu, trikomoniasis pada pria biasanya ditunjukkan dengan
gejala seperti berikut:

a) Frekuensi buang air kecil lebih sering dari biasanya.


Terdapat rasa nyeri, bengkak dan kemerahan pada kepala
penis. Rasa sakit ketika buang air kecil, atau setelah ejakulasi
b) Keluar cairan putih dari penis.
Biasanya, berbagai gejala tersebut akan muncul sekitar satu
bulan sejak seseorang terinfeksi.Setengah dari penderita trich, baik
pria maupun wanita,bisa tidak mengalami gejala apa pun
(asimptomatik). Namun, mereka tetap bisa menularkan infeksi ini
kepada orang lain.

4) Pencegahan

Infeksi trikomoniasis dapat dicegah melalui langkah-langkah


berikut, antara lain:

a) Menghindari aktivitas seks bebas dengan berganti-ganti pasanga.


b) Menggunakan alat kontrasepsi berupa kondom lateks ketika
berhubungan seksual.
c) Hindari berbagi alat/mainan seks. Jika anda berbagi dengan orang
lain, pastikan alat tersebut dicuci dengan bersih, dan gunakan
kondom yang baru sebagai sarung pelindung alat tersebut.
d) Menghindari vaginal douching. Vagina memiliki keseimbangan
bakteri alami untuk menjaganya agar tetap sehat. Proses douching
dapat menghilangkan bakteri-bakteri bermanfaat tersebut, yang
pada akhirnya akan meningkatkan peluang seseorang untuk
terkena penyakit menular seksual.
e) Bicaralah secara terbuka dengan pasangan Anda mengenai
riwayat seksual Anda dan potensi risiko infeksi yang mungkin
terjadi. Hal ini dapat membantu Anda membuat pilihan terbaik
bagi diri sendiri dan pasangan Anda.
5) Penatalaksanaan
Trikomoniasis dapat disembuhkan. Dokter biasanya akan memberikan
beberapa pengobatan trikomoniasis, meliputi:
a) Antibiotik seperti metronidazole atau tinidazole, untuk dikonsumsi
selama 5-7 hari. Pengobatan trikomoniasis ini disertai anjuran untuk
tidak meminum alkohol dalam 24 jam setelah mengonsumsi
metronidazole, atau 72 jam setelah mengonsumsi tinidazole, karena
dapat menyebabkan pusing dan muntah.
b) Perubahan gaya hidup. Dokter pada umumnya akan menyarankan
pasien untuk tidak melakukan aktivitas seksual hingga infeksi dapat
disembuhkan.
c) Pengobatan dibutuhkan oleh pasien trikomoniasis dan pasangan
seksualnya.

6) Komplikasi

Trikomoniasis dapat meningkatkan risiko terkena atau


menyebarkan infeksi menular seksual lainnya. Misalnya, peradangan
alat kelamin yang membuat orang tersebut lebih mudah terinfeksi HIV,
atau menularkan virus HIV ke pasangan seks.Sementara pada wanita
hamil yang mengidap trikomoniasis memiliki risiko lebih tinggi untuk
mengalami hal berikut:

a) Melahirkan bayi premature


b) Melahirkan bayi dengan berat badan lahir rendah
c) Menularkan trikomoniasis melalui jalan lahir ke bayi.

g. Hepatitis B

1) Pengertian

Hepatitis adalah radang sel-sel hati, biasanya disebabkan infeksi


(virus, bakteri, parasit), obat-obatan (termasuk obat tradisional),
konsumsi alkohol, lemak berlebih dan penyakit autoimun. Salah satu
virus penyebab hepatitis adalah Virus Hepatitis B. Hepatitis B
disebabkan oleh virus hepatitis B (VHB) yang merupakan virus DNA
yang berlapis ganda (double shelled) dengan diameter 42 nm
(Istiqamah, 2014; Belung, 2016).

Virus hepatitis merupakan infeksi sistemik yang menyerang hati.


Virus hepatitis virus hepatotropik yang dapat mengakibatkan hepatitis
B (VHB) (Burdick RA, 2003). Penyakit hepatitis merupakan penyakit
menular yang menjadi masalah kesehatan yang besar di masyarakat,
karena penularannya yang relative mudah baik secara horizontal
maupun vertical (Harahap RA, 2017). Berdasarkan data WHO (World
Health Organization) sekitar 257 juta orang hidup dengan infeksi ini
dan setiap bulan menyumbang 500.000-1.200.000 kematian penduduk
dunia (Infodatin, 2017).

Hepatitis B adalah peradangan hepar disebabkan virus hepatitis B.


Hepatitis akut apabila inflamasi hepar akibat infeksi virus hepatitis
setelah masa inkubasi virus 30- 180 hari atau 8 – 12 minggu; disebut
hepatitis kronik apabila telah lebih dari 6 bulan.

2) Penyebab

Penyakit Hepatitis B disebabkan oleh virus Hepatitis B yang


bersifat akut atau kronik dan termasuk penyakit hati yang paling
berbahaya. World Health Organization (WHO) tahun 2002
memperkirakan bahwa satu miliar individu yang hidup telah terinfeksi
Hepatitis B, sehingga lebih dari 200 juta orang di seluruh dunia
terinfeksi, dan 1-2 juta kematian setiap tahun dikaitkan dengan VHB.
Pada Tahun 2008 jumlah orang terinfeksi VHB sebanyak 2 miliar, dan
350 juta orang berlanjut menjadi pasien dengan infeksi Hepatitis B
kronik. Beberapa penelitian imunisasi Hepatitis B yang sudah dilakukan
di Indonesia pada umumnya mengamati kelompok usia dini (bayi) dan
masih jarang yang mengamati pada usia remaja. Kelompok remaja
menjadi sangat penting karena mereka tidak lama lagi akan menikah
dan mempunyai anak.

3) Tanda dan gejala

Saat pemeriksaan akan didapatkan: serum bilirubin umumnya


meningkat 40–4000 U/L saat ikterus, ALT meningkat, prothrombin
time memanjang, serum albumin menurun, hipoglikemia, gejala mual
muntah, dan gangguan sistem saraf pusat, dalam hal ini pasien wajib
dirawat inap. Pada hepatitis B kronik asimptomatik dapat dilakukan
pemeriksaan biopsi hepar untuk deteksi inflamasi akut, nekrosis, dan
fibrosis yang mungkin berlanjut menjadi sirosis. Risiko menjadi
hepatitis B kronik berhubungan erat dengan faktor usia pertama
terinfeksi; bervariasi: 90% pada bayi, 50% pada balita, dan 10% pada
dewasa immunocompromised HIV, kemoterapi, dan resipien transplan.
Risiko MTCT (mother to child transmission) berhubungan dengan
HBeAg ibu; 70–90% transmisi pada HBeAg ibu positif, 10–40% pada
HBeAg ibu negatif. Transmisi lebih tinggi pada ibu dengan HBeAg
positif daripada HBsAg positif, karena HBeAg dapat melewati plasenta
dan menginduksi toleransi T-sel di uterus, infeksi VHB intrauterine
(mekanismenya belum jelas), menyebabkan immunoprophylaxis tidak
berhasil pada 3–13% anak. Tingginya kadar serum DNA VHB pada
wanita hamil juga merupakan risiko infeksi intrauterine, karena DNA
VHB dan titer HBsAg darah umbilikal berhubungan.

4) Pencegahan

Semua wanita hamil wajib diperiksa HBsAg saat pemeriksaan


setiap kehamilan trimester pertama, walaupun pernah mendapat
vaksinasi untuk mendapat informasi status HBsAg ibu dan menentukan
saat profilaksis untuk bayi. Semua wanita hamil dengan HBsAg positif
wajib diperiksa nilai DNA VHB, untuk menentukan terapi antiviral.
Wanita hamil dengan faktor risiko infeksi VHB (memiliki pasangan
seksual lebih dari satu dalam 6 bulan terakhir, infeksi saluran kemih,
menggunakan narkotika injeksi) wajib divaksinasi. Pemberian
imunisasi hepatitis B pada bayi berdasarkan status HBsAg ibu saat
melahirkan. Bayi lahir dari ibu HBsAg positif mendapat 0,5 mL HBIg
dan 5 mcg (0,5 mL) vaksin rekombinan di ekstremitas bawah yang
berbeda 12 jam setelah lahir. Pada bayi lahir dengan berat badan kurang
dari 2000 g, dosis vaksin pertama tidak dianggap sebagai bagian dari
paket vaksin karena potensi immunogenicity hepatitis B rendah,
sehingga dosis vaksin total 4 dosis. Setelah vaksinasi selesai, dilakukan
pemeriksaan anti-Hbs dan HBsAg pada usia 9 – 12 bulan untuk menilai
konsentrasi anti-Hbs. Pemeriksaan tidak boleh sebelum usia 9 bulan
untuk mencegah deteksi pasif anti-Hbs dari HBIG yang diberikan saat
lahir dan untuk memaksimalkan deteksi infeksi HBV. Pemeriksaan
anti-Hbc tidak direkomendasikan, karena anti-Hbc didapat secara pasif
dari ibu HBsAg positif, sampai usia 24 bulan. Bayi yang lahir dari ibu
yang tidak diketahui status HBsAg nya, namun terdapat tanda infeksi
(terdeteksi VHB DNA, HbeAg positif, atau diketahui terinfeksi kronik
VHB), harus ditangani seperti jika lahir dari ibu HBsAg positif. Ibu
yang mau melahirkan dan tidak diketahui status HBsAgnya, harus
segera dilakukan pemeriksaan darah.Bayi yang lahir dari ibu yang tidak
diketahui status HBsAgnya dengan BBL ≥ 2000 gram diberi vaksin
hepatitis B (tanpa HBIG), yaitu: 5 mcg (0,5 mL) vaksin rekombinan
atau 10 mcg (0,5 mL) vaksin asal plasma dalam 12 jam setelah lahir.
Dosis kedua diberikan pada umur 1-2 bulan dan dosis ketiga pada umur
6 bulan. Jika kemudian diketahui ibu mengidap HBsAg positif segera
berikan 0,5 mL HBIG (sebelum anak berusia satu minggu). Pada bayi
dengan BBL <2000 gram dan tidak diketahui status HBsAg ibu dalam
12 jam setelah lahir, bayi diberi vaksin hepatitis B dan HBIG. Bayi
HBsAg negatif dengan anti-Hbs ≥ 10 mIU/mL, terproteksi dan tidak
perlu pengobatan lebih lanjut. Bayi dengan anti-Hbs < 10 mIU/mL
harus divaksinasi ulang Hepatitis B single dose dan diperiksa serologi
1–2 bulan kemudian. Bayi yang anti-Hbsnya tetap rendah setelah
revaksinasi wajib divaksinasi dengan penambahan 2 dosis, dan
pemeriksaan serologi 1–2 bulan kemudian. Bayi HBsAg positif
sebaiknya dirujuk untuk pemeriksaan lebih lanjut. Bayi lahir dari ibu
HBsAg negatif diberi dosis minimal 2,5 mcg (0,25 mL) vaksin
rekombinan, sedangkan jika digunakan vaksin berasal dari plasma,
dosis 10 mcg (0,5 mL) intramuskular saat lahir sampai usia 2 bulan.
Dosis kedua diberikan pada umur 1-4 bulan, dosis ketiga pada umur 6-
18 bulan. Ulangan imunisasi hepatitis B diberikan pada umur 10-12
tahun.

5) Penatalaksanaan

The American Congress of Obstetrics and Gynecology (ACOG)


merekomendasikan skrining VHB pada wanita hamil. Nilai HBsAg dan
antibodi harus diperiksa pada pemeriksaan prenatal. Apabila HBsAg
dan anti-HBsAg negatif, vaksin VHB dapat diberikan pada pasien
risiko tinggi. Jika hasil pemeriksaan HBsAg positif, maka harus
dilakukan pemeriksaan VHB DNA kuantitatif pada minggu ke-28.
ACOG merekomendasikan untuk merujuk pasien jika titer virus
>20.000 IU/mL, ALT > 19 IU/mL atau HbeAg positif. Apabila DNA
VHB lebih dari 1 juta kopi (200.000 IU/mL), terapi antiviral
direkomendasikan pada usia kehamilan 28 – 32 minggu. Apabila titer
virus <200.000 IU/mL, terapi antiviral dapat diberikan jika memiliki
gejala hepatitis B virus aktif dan sirosis. Pada wanita VHB kronik tidak
hamil dan dalam rentang usia subur, tujuan terapi adalah untuk
mengetahui tingkat keparahan dan menentukan terapi yang tepat. Pasien
VHB kronik yang ingin hamil tidak diterapi antivirus karena risiko
gangguan organogenesis. Pasien dengan gejala virus hepatitis B yang
signifikan, seperti fibrosis dan sirosis, harus diterapi antivirus untuk
mencegah kambuh saat hamil. Interferon-pegylated merupakan terapi
utama untuk infeksi VHB kronik. Pasien harus menunggu 18 bulan (12
bulan terapi dan 6 bulan untuk respons terapi) sebelum mencoba hamil.

6) Komplikasi

Sirosis hati banyak dihubungkan dengan infeksi virus hepatitis B dan C


(Perz dkk., 2006). Menurut laporan sebuah rumah sakit umum pemerintah
di Indonesia, rata-rata prevalensi sirosis hati adalah 3,5% dari seluruh
pasien yang dirawat di bangsal Penyakit Dalam (Kusumobroto, 2007). Di
Indonesia sirosis hati dengan komplikasinya merupakan suatu masalah
kesehatan yang masih sulit diatasi. Hati merupakan organ yang memiliki
kemampuan regenerasi yang cepat, akan tetapi kemampuan tersebut dapat
dirusak oleh penggunaan alkohol jangka panjang maupun virus hepatitis.
Dalam jangka panjang kerusakan hati akan berkembang menjadi sirosis
hati. Sirosis hati ditandai dengan peradangan, nekrosis sel hati, fibrosis
difus dan nodul-nodul regenerasi sel hati (Tasnif dan Hebert, 2013). Ketika
sel-sel hati sudah mengalami sirosis, maka akan timbul berbagai
kemungkinan komplikasi antara lain hipertensi portal, ascites, spontaneous
bacterial peritonitis (SBP), varises esofagus, dan ensefalopati hepatik.
Antara komplikasi satu dengan yang lain saling terkait. Ascites hanya akan
muncul jika pasien mengalami hipertensi portal (European Association for
the Study of the Liver, 2010). Pasien yang mengalami varises esofagus
akan berisiko terjadi perdarahan karena ruptur esofagus, pada keadaan
perdarahan akan menjadi salah satu faktor pemicu terjadinya ensefalopati
hepatik (Tasnif dan Hebert, 2013). Pengelolaan yang tepat terhadap satu
komplikasi dapat meminimalkan terjadinya komplikasi yang lain.
Berdasarkan laporan dari Kemenkes RI (Kemenkes, 2013) potensi
inefisiensi pelayanan rumah sakit antara lain disebabkan oleh penggunaan
obat yang tidak rasional, alat medik habis pakai, pemeriksaan diagnostik
penunjang dan lama perawatan. Keparahan penyakit diklasifikasikan
dengan Child Turcotte Score A, B dan C dengan mayoritas pasien dengan
skor keparahan B yaitu 36%. Dalam penelitian ini 50% sirosis
hatidisebabkan oleh hepatitis B. Komplikasi yang terjadi pada pasien
sirosis hati meliputi hipertensi portal (varises esofagus) 46 kasus dan 24
kasus diantaranya mengalami perdarahan, ascites 36 kasus, infeksi 28
kasus dan ensefalopati hepatik 26 kasus. Infeksi yang terjadi antara lain
SBP sebanyak 13 pasien (36% dari pasien yang mengalami ascites), ISK 9
pasien dan pneumonia 6 pasien.

7) Cara pengobatan tradisional

 Etnofarmasi Tunas Bambu Kuning Sebagai Pengobatan Hepatitis di


Wuluhan Jember
Bambu kuning (Bambusa vulgaris var. Striata) adalah bambu yang
tergolong ke dalam rumpun Simpodial. Dimana bambu kuning ini
memiliki panjang batang mencapai 11-12 meter, tangkai berwarna
Kuning, dan daun berwarna hijau dengan bintik-bintik kuning
(Hadjar et al., 2020; KJohn & R. S, 1997; Setiawati, Soleha, &
Nurzaman, 2018). Pada bagian bambu kuning ini masyarakat
memanfaatkan tunasnya Sebagai obat tradisional untuk
penyembuhan beberapa penyakit. Tunas atau biasa dikenal sebagai
rebung Tumbuh di dasar rumpun dengan memiliki kandungan nutrisi
tinggi berupa kadar air, protein, karbohidrat, Mineral, vitamin, dan
rendah akan kandungan kolesterol dan lemak jenuh (Satya, Bal,
Singhal, & Naik, 2010).
Desa Wuluhan yang tepat berada di Kabupaten Jember Jawa Timur
sudah sejak lama memanfaatkan Tunas bambu kuning untuk
pengobatan hepatitis. Pengetahuan masyarakat lokal akan
penggunaan obat Tradisional ini perlu di edukasikan pada generasi
muda untuk mempelajari dan mempertahankan tradisi Tersebut,
karena budaya modern yang saat ini mulai mempengaruhi gaya
generasi muda yang mulai tidak Tertarik dengan budaya-budaya
tradisional terdahulu, dan mulai tergeser dari kehidupan sosial
masyarakat. Salah satu budaya yang masih dipercaya oleh orang-
orang terdahulu tentang pengobatan tradisional hepatitis
Menggunakan tunas bambu kuning dianggap rumit dan memakan
waktu lama dibandingkan dengan langsung Datang ke dokter dan
mendapat resep obat-obatan, padahal pengobatan tradisinal yang
diajarkan oleh para Leluhur terdahulu khasiatnya terbukti sangat
ampuh, hanya saja masyarakat sekitar kurang menanamkan
Kebiasaan tersebut.
Masyarakat setempat membuat air rebusan rebung atau bambu
kuning dengan cara sebagai berikut: 1). Bersihkan tunas bambu
kuning dari bulu halus yang masih menempel 2). Kupas tunas bambu
kuning lalu Dicuci kembali dan diiris tipis setelahnya, 3). Masak
dengan air mendidih sampai warna air berubah agak Menguning, 4).
Saring air hasil rebusan tadi, 5). Tuangkan pada gelas dan
tambahkan 1 sdt gula lalu Diminum. Presentase organ tunas yang
digunakan oleh masyarakat Wuluhan sekitar 88% dan terpercaya
Khasiatnya untuk mengobati penyakit kuning atau yang disebut
hepatitis.
Berdasarkan hasil yang kami peroleh dari ke 10 informan
masyarakat desa Wuluhan Jember, Menghasilkan data mengenai
khasiat bambu kuning yang digunakan adalah organ tunasnya oleh
sebagian Masyarakat Wuluhan sebagai pengobatan herbal dan secara
tradisional hal ini sejalan dengan penelitian yang Dilakukan oleh
beberapa peneliti (Doni, Qowwiyah, & Eksyawati, 2018; Palawe,
Kairupan, & Lintong, 2021). Namun tidak hanya sebagai pengobatan
penyakit kuning saja melainkan tunas bambu kuning juga
Dimanfaatkan sebagai pengobatan stroke dan obat pembengkakan.
h) Tinea cruris

1) Pengertian
Tinea kruris adalah mikosis superfisial atau disebut juga
Eczemamarginatum, Dobie itch, Jockey itch, Ringworm of the groin.
yang termasuk golongan dermatofitosis pada lipat paha, daerah
perineum, dan sekitar anus. Kelainan ini dapat bersifat akut atau
menahun, bahkan dapat merupakan penyakit yang berlangsung seumur
hidup. Lesi kulit dapat terbatas pada daerah genito-krural saja, atau
meluas ke daerah sekitar anus, daerah gluteus dan perut bagian bawah,
atau bagian tubuh yang lain.
Tinea kruris (jock itch) merupakan dermatofitosis pada sela paha,
genitalia, daerah pubis, perineum dan perianal. Trichophyton rubrum
(T. Rubrum) merupakan penyebab utama, diikuti oleh Trichophyton
mentagrophytes dan Epidermophyton floccosum (E. Floccosum)
Trichophyton rubrum, Trichophyton mentagrophytes dan
Epidermophyon floccosum merupakan dermatofit yang menyukai
daerah yang hangat dan lembab pada intertriginosa dan kulit yang
mengalami oklusi seperti disela paha.
2) Penyebab
Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya infeksi jamur ini adalah
iklim panas, lembab, higiene sanitasi, pakaian serba nilon, pengeluaran
keringat yang berlebihan, trauma kulit, dan lingkungan. Maserasi dan
oklusif pada regio kruris memberikan kontribusi terhadap kondisi
kelembaban sehingga menyebabkan perkembangan infeksi jamur.
Tinea kruris sangat menular dan epidemik minor dapat terjadi pada
lingkungan sekolah dan komunitas semacam yang lain. Tinea kruris
umumnya terjadi akibat infeksi dermatofitosis yang lain pada individu
yang sama melalui kontak langsung dengan penderita misalnya
berjabat tangan, tidur bersama, dan hubungan seksual. Tetapi bisa juga
melalui kontak tidak langsung melalui benda yang terkontaminasi,”
pakaian, handuk, sprei, bantal dan lain-lain”. Obesitas, penggunaan
antibiotika, kortikosteroid serta obat-obat imunosupresan lain juga
merupakan faktor predisposisi terjadinya penyakit jamur.
3) Tanda dan gejala
Gejala utama tinea cruris adalah rasa gatal di selangkangan yang
memburuk saat beraktivitas atau berolahraga, dan perubahan pada kulit
di area selangkangan yang berupa:
- Ruam kemerahan dengan bentuk melingkar seperti pulau, dan
bagian tepinya tampak lebih merah.
- Kulit pecah-pecah dan terkelupas.
- Warna kulit menjadi lebih terang atau lebih gelap.
- Selain gatal, kulit di daerah selangkangan juga terasa perih seperti
terbakar.
4) Pencegahan
Menjaga kebersihan diri adalah hal yang paling penting dalam
pencegahan tinea cruris. Di bawah ini adalah beberapa cara yang dapat
dilakukan:
- Cuci tangan dengan sabun setelah beraktivitas di luar ruangan.
- Keringkan seluruh bagian tubuh dengan handuk setelah mandi.
- Segera ganti pakaian bila sudah terasa lembap atau basah.
- Jangan gunakan pakaian yang belum dicuci.
- Gunakan celana dalam berbahan katun.
- Hindari menggunakan pakaian yang terlalu sempit.
- Gunakan pakaian yang longgar, saat cuaca panas atau lembap.
- Jangan berbagi pakai barang-barang pribadi, seperti pakaian dan
handuk, dengan orang lain.
- Obati kutu air secepatnya untuk mencegah penyebaran infeksi
jamur.
5) Penatalaksanaan
Penatalaksanaan tinea kruris dapat dibedakan menjadi dua yaitu:
higienis sanitasi dan terapi farmakologi. Melalui higienis sanitasi, tinea
kruris dapat dihindari dengan mencegah faktor risiko seperti celana
dalam yang digunakan, hendaknya dapat menyerap keringat dan
diganti setiap hari. Selangkangan atau daerah lipat paha harus bersih
dan kering. Hindari memakai celana sempit dan ketat, terutama yang
digunakan dalam waktu yang lama. Menjaga agar daerah selangkangan
atau lipat paha tetap kering dan tidak lembab adalah salah satu faktor
yang mencegah terjadinya infeksi pada tinea kruris.
Masa sekarang, Dermatofitisis pada umumnya dapat diatasi dengan
pemberian griseofulvin yang bersifat fungistatik. Bagan dosis
pengobatan griseofulvin berbeda-beda. Secara umum, griseofulvin
dalam bentuk fineparticle dapat di berikan denggan dosis 0,5-1 g untuk
orang dewasa dan 0,25-0,5 g untuk anak –anak sehari atau 10-25 mg
per kg berat badan. Lama pengobatan tergantung dari lokasi penyakit
dan keadaan imunitas penderita.
6) Komplikasi
Komplikasi pada tinea cruris umumnya terdapat pada pasien
immunocompromised. Komplikasi yang dimaksud adalah infeksi yang
lebih agresif seperti infeksi yang meluas, dan abses subkutan
(Majocchi’s Granuloma).
Majocchi’s granuloma merupakan infeksi dermatofit yang
melibatkan dermis dan subkutan, dengan T. rubrum sebagai patogen
penyebab tersering. Tanda dan gejala yang dapat terjadi adalah eritem,
perofolikular papul atau nodul yang berukuran kecil, serta pustul.
Komplikasi ini juga dapat terjadi pada pasien yang menggunakan
steroid topikal secara berkepanjangan. Komplikasi lain yang bisa
timbul walaupun jarang adalah infeksi bakteri sekunder.

7) Cara Pengobatan tradisional

Tidak ada cara tradisioanal tetapi biasanya diberikan Antimikotik


topikal yaitu Ketokonazole 2% 2x1 (setelah mandi pagi dan sore, dan
diberikan Antimikotik oral yaitu Ketokonazole 1 x 200 mg/hari. Pasien
juga di berikan edukasi agar menggunakan obat secara teratur dan tidak
menghentikan pengobatan, Menjaga kebersihan tubuh, Menganjurkan
pasien untuk memakai pakaian yang menyerap keringat, menyetrika
pakaian sebelum digunakan, dan tidak menggunakan pakaian bersama
dengan orang lain.

i) Herpes genetalia

1) Pengertian

Infeksi Herpes simplex virus (HSV) merupakan salah satu virus


penyebab infeksi menular seksual yang meluas di seluruh dunia. HVS
sendiri dibagi menjadi dua tipe yakni HVS tipe 1 dan HVS tipe 2.
Penyakit herpes genitalis disebabkan oleh HSV anggota keluarga
herpesviridae. Herpes simplek/herpes genitalis merupakan penyakit
infeksi yang disebabkan oleh virus simplek tipe 2 di mukosa alat
kelamin.

Herpes merupakan nama kelompok virus herpesviridae yang dapat


menginfeksi manusia. Infeksi virus herpes dapat ditandai dengan
munculnya lepuhan kulit dan kulit kering. Jenis virus herpes yang
paling terkenal adalah herpes simplex virus atau HSV. Herpes simplex
dapat menyebabkan infeksi pada daerah mulut, wajah, dan kelamin
(herpes genitalia). Herpes merupakan kondisi jangka Panjang. Akan
tetapi, banyak orang yang tidak memunculkan gejala herpes padahal
mereka memiliki virus herpes di dalam tubuhnya.

2) Penyebab

Berdasarkan strukturnya, Herpes dibagi menjadi 3:

a) Virus Herpes Simpleks Tipe I (HSV I)


Penyakit kulit/selaput lendir yang ditimbulkan biasanya
disebut herpes simpleks saja, atau dengan nama lain herpes
labialis, herpesfebrilis. Biasanya penderita terinfeksi virus ini
pada usia kanak-kanak melalui udara dan sebagian kecil
melalui kontak langsung seperti ciuman, sentuhan atau
memakai baju/handuk mandi bersama. Lesi umumnya dijumpai
pada tubuh bagian atas termasuk mata dengan rongga mulut,
hidung dan pipi; selain itu, dapat juga dijumpai di daerah
genitalia, yang penularannya lewat koitusoro genital (oral sex).
b) Virus Herpes Simpleks Tipe II (HSV II)
Penyakit ditularkan melalui hubungan seksual, tetapi dapat
juga terjadi tanpa koitus, misalnya dapat terjadi pada dokter
gigi dan tenaga medik. Lokalisasi lesi umumnya adalah bagian
tubuh di bawah pusar, terutama daerah genitalia lesi ekstra-
genital dapat pula terjadi akibat hubungan seksualorogenital.
HSV tipe 1 dan 2 merupakan virus hominis yang merupakan
virus DNA. Pembagian tipe 1 dan 2 berdasarkan karakteristik
pertumbuhan pada media kultur, antigenic marker, dan lokasi
klinis yaitu tempat predileksi.
Terdapat tumpang tindih yang cukup besar antara HSV-1
dan HSV-2, yang secara klinis tidak dapat dibedakan. HSV-1
Kontak manusia melalui mulut, orofaring, permukaan mukosa,
vagina, dan serviks tampak merupakan sumber penting untuk
tertular penyakit. Tempat lain yang rentan adalah laserasi pada
kulit dan konjungtiva. Biasanya virus mati pada ruangan akibat
kekeringan. Saat replikasi virus tidak terjadi , virus naik ke
saraf sensori perifer dan tetap tidak aktif dan ganglia saraf.
Wabah lain terjadi ketika hospes menderita stres. Pada wanita
hamil dengan herpes aktif, bayi yang dilahirkan pervagina
dapat terinfeksi oleh virus. Terdapat resiko morbiditas dan
mortalitas janin.
c) Varisella Zoster Virus
Herpes zoster disebabkan oleh Varisella Zoster Virus yang
mempunyai kapsid tersusun dari 162 subunit protein dan
berbentuk simetri ikosehedral dengan diameter 100 nm. Virion
lengkapnya berdiameter 150-200 nm dan hanya virion yang
berselubung yang bersifat infeksius. Virus varisela dapat
menjadi laten di badan sel saraf, sel satelit pada akar dorsalis
saraf, nervus kranialis dan ganglio autonom tanpa menimbulkan
gejala. Pada individu yang immunocompromise, beberapa
tahun kemudian virus akan keluar dari badan saraf menuju ke
akson saraf dan menimbulkan infeksi virus pada kulit yang
dipersarafi. Virus dapat menyebar dari satu ganglion ke
ganglion yang lain pada satu dermatom.
3) Tanda dan gejala
Gejala genital HSV adalah kondisi seumur hidup yang dapat
ditandai dengan sering gejala kekambuhan. Sebagian besar infeksi
awal tidak menunjukkan gejala atau atipikal, karena mayoritas
orang dengan HSV-2 infeksi belum didiagnosis. Meskipun HSV-1
dan HSV-2 biasanya ditularkan melalui rute yang berbeda dan
mempengaruhi area tubuh yang berbeda, tanda-tanda dan gejala
tumpang tindih. Episode pertama dari gejala dari genital HSV-1
infeksi tidak dapat klinis dibedakan dari infeksi HSV-2; hanya
melalui tes laboratorium yang infeksi ini dapat dibedakan. Ketika
vesikel tidak hadir, konfirmasi laboratorium mungkin diperlukan
untuk menyingkirkan penyebab lain ulkus genital. Kebanyakan
orang akan mengalami satu atau lebih gejala kekambuhan dalam
waktu satu tahun setelah gejala pertama episode infeksi HSV-2.
Dengan genital HSV-1 infeksi, episode gejala yang jauh lebih kecil
kemungkinan kambuh. Kekambuhan gejala umumnya kurang parah
dari pertama. HSV-2 infeksi biasanya menyebabkan pelepasan
virus intermiten dari mukosa genital, bahkan dalam ketiadaan
gejala. Akibatnya, HSV-2 sering ditularkan oleh orang yang tidak
menyadari infeksi mereka atau yang asimtomatik pada saat kontak
seksual.
Gejala HSV-2 infeksi biasanya menyebabkan pelepasan virus
intermiten dari mukosa genital, bahkan dalam ketiadaan gejala.
Akibatnya, HSV-2 sering ditularkan oleh orang yang tidak
menyadari infeksi mereka atau yang asimtomatik pada saat kontak
seksual. Gejala pada Herpes HSV 1 ( Herpes Simplex) diawali
dengan demam, nyeri otot, dan lemas. Lalu muncul rasa nyeri,
gatal, rasa terbakar atau ditusuk pada tempat infeksi. Kemudian
timbul blister, yaitu lesi kulit seperti melepuh yang pecah dan
mengering dalam beberapa hari. Blister yang pecah tersebut
mengakibatkan luka dengan rasa nyeri.
Gejala pada HSV 2 ( Herpes Genetial) contohnya gatal
sekitar alat kelamin. Lalu sakit pada saat buang air kecil. Keluarnya
cairan dari vagina. Munculnya benjolan di selangkangan dan
koreng yang menyakitkan pada kemaluan, pantat, anus, atau paha.
Pada pria, herpes dapat menyebabkan kulit penis kering, perih, dan
gatal. Pada VZV (Varicella-zoster virus) gejala yang ditimbulkan
ruam kulit berisi cairan (vesikel) yang terasa gatal,demam,
hilangnya nafsu makan,sakit kepala, rasa nyeri, panas pada kulit di
salah satu sisi bagian tubuh.
4) Pencegahan
Hingga saat ini tidak ada satupun bahan yang efektif
mencegah HSV. Kondom dapat menurunkan transmisi penyakit,
tetapi penularan masih dapat terjadi pada daerah yang tidak
tertutup kondom ketika terjadi ekskresi virus. Spermatisida yang
berisi surfaktan nonoxynol-9 menyebabkan HSV menjadi inaktif
secara invitro. Di samping itu yang terbaik, jangan melakukan
kontak oral genital pada keadaan dimana ada gejala atau ditemukan
herpes oral.
Pencegahan Tertularnya Herpes
- Menghindari kontak fisik dengan orang lain, terutama kontak
dari koreng yang muncul akibat herpes.
- Mencuci tangan secara rutin.
- Mengoleskan obat antivirus topikal menggunakan kapas agar
kulit tangan tidak menyentuh daerah yang terinfeksi virus
herpes.
- Jangan berbagi pakai barang-barang yang dapat menyebarkan
virus, seperti gelas, cangkir, handuk, pakaian, make up, dan lip
- balm.
- Jangan melakukan oral seks, ciuman atau aktivitas seksual
lainnya, selama munculnya gejala penyakit herpes.

5) Penatalaksanaan

Penatalaksanaan herpes genital bertujuan untuk mengurangi


tingkat keparahan dan durasi gejala yang timbul, frekuensi
kekambuhan, serta penularan terhadap orang lain. Penggunaan
acyclovir, valacyclovir, dan famciclovir yang merupakan analog
nukleosida merupakan pilihan yang tepat karena selain bekerja
dengan efektif, pengobatan antivirus ini sangat aman dan tidak
memiliki interaksi dengan obat lain atau menimbulkan alergi.
Pemilihan obat tersebut didasarkan pada kemudahan
penggunaan obat, biaya, serta preferensi klinis. Antivirus dalam
bentuk topikal tidak efektif digunakan. Sediaan ini hanya
direkomendasikan pengobatan herpes labial atau herpes kerato
konjungtivitas dan secara khusus digunakan untuk herpes genital
ringan.

6) Komplikasi

a) Penyakit menular seksual lain

Penderita herpes genital berisiko tinggi tertular penyakit


menular seksual lainnya, seperti HIV. Risiko ini akan semakin
meningkat jika penderita berhubungan seks tanpa kondom.

b) Proktitis (radang rektum)

Herpes genital dapat membuat dinding bagian akhir usus


besar (rektum) mengalami peradangan. Kondisi ini sering terjadi
pada orang yang melakukan melakukan hubungan seksual secara
anal.

c) Meningitis

Virus HSV dapat menyebar hingga menyebabkan


peradangan selaput otak dan saraf tulang belakang (meningitis).
Namun, hal ini jarang terjadi.

d) Gangguan pada saluran kemih

Luka pada herpes genital dapat menyebabkan peradangan


di sepanjang kandung kemih. Akibatnya, saluran lubang kencing
(uretra) bisa tertutup.

e) Infeksi pada bayi baru lahir


Bayi yang dilahirkan dari wanita penderita herpes genital
dapat tertular virus ini pada saat persalinan. Kondisi tersebut bisa
menimbulkan kerusakan otak, kebutaan, atau kematian setelah
lahir.

7) Cara pengobatan tradisional

Aloe vera berasal dari bahasa latin yaitu “true aloe”, yang mana
nama ini diberikan karena spesies aloe ini diketahui memiliki banyak
manfaat kesehatan dan efek teraupetik (Gage, 1996). Penelitian terkait
uji kualitatif senyawa fitokimia pada ekstrak lidah buaya telah
dilakukan Parthasarathy et al. (2017), diketahui bahwa ekstrak lidah
buaya mengandung senyawa alkaloid, flavonoid, steroid, antrakuinon,
fenol, tanin, dan karbohidrat. Senyawa-senyawa inilah yang
bertanggung jawab memberikan aktivitas farmakologi dari lidah buaya.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan Attah et al.(2016), gel lidah
buaya dapat digunakan untuk penyembuhan luka dan mengurangi efek
peradangan (inflamasi). Penelitian lain juga menyatakan bahwa lidah
buaya memiliki aktivitas antivirus yang diyakini berasal dari senyawa
antrakuinon. Hasil dari penelitian yang dilakukan yaitu tanaman lidah
buaya yang berasal dari Bushehr memiliki potensi yang baik sebagai
sumber alami bahan obat untuk melawan virus herpes simplex tipe 2
(Zandi, 2007).

j) Candidiasis

1) Pengertian
Candidiasis adalah infeksi akibat jamur Candida, yaitu
jamur yang memiliki lebih dari 20 jenis. Namun jenis Candida
yang paling sering menyebabkan infeksi adalah Candida
albicans.Kandidiasis juga merupakan salah satu infeksi jamur
yang banyak terjadi di Indonesia. Indonesia merupakan negara
beriklim tropis yang memiliki karakteristik berupa suhu udara
dan kelembaban yang cukup tinggi. Karakteristik iklim tropis,
kondisi kulit yang mudah berkeringat dan lembab, kebersihan
diri yang tidak terjaga, dan kurangnya pengetahuan tentang
kesehatan merupakan faktor risiko pertumbuhan jamur. Infeksi
jamur dapat terjadi pada kulit, rambut, dan kuku dan alat
kelamin.
Kandidiasis vulvovaginalis (KVV) atau kandidosis
vulvovaginalis merupakan infeksi mukosa vagina dan atau vulva
(epitel tidak berkeratin) yang disebabkan oleh jamur spesies
Candida. Infeksi dapat terjadi secara akut, subakut, dan kronis,
didapat baik secara endogen maupun eksogen yang sering
menimbulkan keluhan berupa duh tubuh.
2) Penyebab
Penyebab utama candidiasis adalah jamur Candida atau
Candida albicans. Jamur ini ditemukan hampir di mana saja,
termasuk tubuh Anda. Jamur bertumbuh di area di mana
terdapat kelembapan dan panas, seperti area genital dan area
tertentu pada kulit. Jamur dapat bertumbuh pada orang dengan
sistem imun yang lemah, seperti wanita hamil, orang dengan
diabetes, atau HIV atau AIDS.
Beberapa faktor berikut dapat meningkatkan risiko
tumbuhnya jamur berlebih yang dapat menyebabkan seorang
wanita mengalami kandidiasis vagina, yakni:
- Kehamilan
- Penggunaan kontrasepsi oral (misalnya, pil KB) atau
terapi hormon yang meningkatkan kadar estrogen
- Diabetes yang tidak dikontrol
- Sistem kekebalan yang lemah, misalnya akibat infeksi
HIV atau obat-obatan yang menurunkan sistem kekebalan,
seperti steroid dan kemoterapi
- Penggunaan antibiotik yang dapat menurunkan jumlah
bakteri Lactobacillus di vagina dan mengubah pH vagina
- Penggunaan pembersih vagina, yang dapat menyebabkan
ketidakseimbangan pH dan bakteri pada vagina.
3) Tanda dan gejala
 Gejala umum kandiasis vagina :
- Rasa nyeri atau tidak nyaman pada saat buang air kecil
- Rasa nyeri pada saat berhubungan seksual
- Keputihan yang tidak normal dengan warna
menyerupai susu
- Rasa gatal atau nyeri pada vagina
- Kemerahan, rasa panas, pembengkakan, dan luka di
dinding vagina pada infeksi yang berat
- Lendir atau cairan vagina yang kental dan berwarna
keputihan seperti keju
 Gejala klinis Kandidiasis Vulvovaginitis terdiri dari gejala
subjektif dan gejala objektif yang bisa ringan sampai berat.
 Gejala subjektif yang utama ialah gatal didaerah vulva, dan
pada yang berat terdapat pula rasa panas, nyeri sesudah
miksi dan dispaneuria
 Gejala objektif yang ringan dapat berupa lesi eritema dan
hiperemis dilabia mayora, introitus vagina dan vagina 1/3
bawah.Sedang pada yang berat labia mayora dan minora
edema dengan ulkus-ulkus kecil bewarna merah disertai
erosi serta sering bertambah buruk oleh garukan dan
terdapatnya infeksi sekunder.
4) Pencegahan
Untuk mencegah terjadinya keputihan berulang maka
wanita harus selalu menjaga kebersihan alat kelamin luar.
Upaya ini sangat penting dalam mencegah timbulnya keputihan
dan juga mencegah PMS. Seperti diketahui kulit daerah alat
kelamin dan sekitarnya harus diusahakan agar tetap bersih dan
kering, karena kulit yang lembab/basah dapat menimbulkan
iritasi dan memudahkan tumbuhnya jamur dan kuman penyakit.
Jangan terlalu sering melakukan douche (mencuci/membilas
vagina) dengan larutan antiseptik karena akan menghilangkan
cairan vagina yang normal dan dapat mematikan bakteri alamiah
didalam vagina. Pencegahan infeksi ini dapat dimulai dengan
merawat diri sendiri, waktu istirahat yang cukup, menghindari
stres serta mengkonsumsi makanan yang sehat. Jika memiliki
penyakit tertentu seperti diabetes, agar tetap terkontrol di bawah
pengawasan dokter. Kebiasaan melakukan seks bebas dapat
memicu timbulnya Kandidiasisis sehingga upaya pencegahan
infeksi lebih dititikberatkan pada perilaku manusia, hanya
berhubungan seks dengan suami atau istri yang sah merupakan
salah satu alternatif pencegahan infeksi ini. Pada ibu rumah
tangga sebaiknya selalu memeriksakan diri secara periodik guna
mengetahui infeksi secara dini dan segera melakukan
pengobatan apabila ada gejala dan tanda infeksi. Dengan
demikian diharapkan dapat mengurangi penyebaran infeksi ini.
5) Penatalakasaan
Penatalaksanaan nya dengan pemberian antijamur topikal di
vulvovaginal. Nistatin efektif untuk kandidiasis; bentuk krim
efektif untuk infeksi di vulva atau di luarnya. Golongan
imidazol sama efektifnya, tetapi masa pengobatannya lebih
singkat antara 3-14 hari.Terapi oral untuk infeksi vagina dengan
flukonazol atau itrakonazol juga efektif. Pemberian ketokonazol
yang dikombinasikan dengan antihistamin
6) Komplikasi
Jika tidak ditangani dengan baik, kandidiasis vagina dapat
menyebabkan komplikasi berupa:
- Gatal, kemerahan dan peradangan di sekitar area vagina
- Infeksi kulit
- Luka terbuka akibat terlalu sering menggarung karena rasa
gatal
- Fatigue atau kelelahan yang hebat
- Sariawan di area mulut
- Masalah pencernaan

7) Cara pengobatan tradisional

Bermacam jenis obat antijamur yang telah banyak


diproduksi dan dijual dipasaran untuk mengobati infeksi Candida
albicans (kandidiasis) yang menyerang rongga mulut. Namun,
obat-obatan tersebut memilki efek samping seperti alergi, rasa
mual dan beberapa kasus menimbulkan iritasi. Penggunaan dalam
jangka waktu yang lama juga akan menimbulkan masalah
resistensi Candida albicans terhadap obat. Oleh karena itu,
diperlukannya pengobatan dengan menggunakan bahan-bahan
alami yang diharapkan menimalisir efek samping atau sebagai
langkah awal skrining kandidat antijamur (Deza, 2010). Beberapa
pengobatan dengan menggunakan bahan-bahan alami, yaitu:

 Secara invitro, eksrak daun belimbing wuluh mampu


menghambat pertumbuhan Candida albicans pada
konsentrasi 20% sampai 80% (Sari dan Suryani, 2014)
 Ekstrak flavonoid rendah nikotin limbah daun tembakau
kasturi (Nicotiniana tabaccum L.) memiliki daya hambat
yang lemah terhadap pertumbuhan jamur Candida albicans
(Fatimah, 2016)
 Eksrak daun sirsak memiliki rerata zona hambat sebesar
12,5 mm sehingga dikategorikan memiliki daya hambat
terhadap pertumbuhan jamur Candida albicans (Masloman
et al., 2016)
 Ekstrak methanol daun sembung rambat efektif dalam
menghambat pertumbuhan jamur Candida albicans Alfiah
et al., 2015)
 Ekstrak etanol daun lidah buaya (Aloe vera) dapat
menghambat bakteri Staphylococcus aureus dan jamur
Candida albicans (Sulistyowati, 2012)
 Eksrak daun jarak efektif terhadap pertumbuhan dan
membunuh jamur Candida albicans Sukmawati (et al.,
2017)
 Pada konsentrasi paling tinggi 90 % mempunyai
persentase daya antifungi sebesar 22% dibandingkan
ketokonazol (Nuryani dan Jhunnison, 2016)
 Madu huta Sulawesi tengah dengan konsentras 20%-100%
tidak dapat menghambat pertumbuhan Candida albicans
Pokote, 2018)
 Ekstrak daun lidah mertua dapat menghambat
pertumbuhan Candida albicans tetapi tidak jernih (Komala
et al.,2012)
 Daya hambat ekstrak rimpang kencur (Kaempferia
galangal L.) terhadap pertumbuhan Candida albicans
terjadi pada konsentrasi 50 mg/ml (Rahmi et al., 2016)
 Ekstrak etanol daun ketepeng cina (Cassiaalata L.) dapat
menghambat pertumbuhan Candida albicans pada
konsentrasi 200 mg/ml dan eksrak daun ketapang cina
tidak dapat membunuh pertumbuhan Candida albicans
(Gharnita et al., 2019)
 eksrak daun sirih merah (Piper crocatum) berpengaruh
terhadap pertumbuhan Candida albicans (Rezeki et al.,
2017)
 perasan rimpang kunyit (Curcuma longa L.) memiliki
daya hambat terhadap pertumbuhan Candida albicans
(Harianto et al., 2017)
 minyak atsiri bawang merah (Allium ascalonicum L.)
dengan konsentrasi 20%, 40%, 80% terbukti dapat
menghambat pertumbuhan bakteri Candida albicans
(Hidayatullah, 2012)
 Ekstrak daun dewa (Gynura pseudochina (Lour.) DC)
10% dapat menghambat pertumbuhan Candida albicans
pada plat dasar gigi tiruan resin akrilik (Rahman, 2020)
 Air buah jeruk nipis (Citrus aurantifolia) pada konsentrasi
20%, 40%, 60%, 80%, dan 100% tidak dapat menghambat
jamur Candida albicans (Maimunah, 2018)
 Ekstrak bawang putih dapat menghambat pertumbuhan
Candida albicans pada bahan basis gigi tiruan valplast
(Sari, 2014)
 Pada konsentrasi 25% perasan daun turi (Sesbania
grandiflora (L.) Pers.) paling efektif untuk menghambat
jamur Candida albicans (Tivani dan Wilda, 2020)
 Ekstrak buah pinang tua (Areca catechu L.) memiliki
aktivitas antijamur terhadap jamur Candida albicans
tepatnya pada konsentrasi 45% mempunyai aktivitas daya
hambat bagi aktivitas jamur Candida albicans (Sopiah et
al., 2017)
 VCO (Virgin Coconut Oil) mampu menghambat
pertumbuhan jamur Candida albicans yang diisolasi dari
sampel swab vagina. VCO pada konsentrasi 90% memiliki
daya hambat paling tinggi dibandingkan dengan
konsentrasi lain yang sebesar 24 mm (Burhannuddin et al.,
2017)
 Seduhan teh hitam tidak memilki efek terhadap
pertumbuhan Candida albicans (Felita et al., 2020)
 Ekstrak Acanthus ilicifilus pada konsentrasi 8% efektif
dalam menghambat pertumbuhan Candida albicans
(Andriani et al., 2017)
 Ekstrak daun kedondong hutan (Spondias pinnata) ada
konsentrasi 100% menghambat pertumbuhan Candida
albicans (Wijayanti et al., 2020)
 Ekstrak kulit buah manggis efektif menghambat jamur
Candida albicans dengan zona hambat terbesar yaitu 14,06
mm pada konsentrasi 12,5%. Hal ini dikarenakan
dipengaruhi oleh besarnya zat aktif dalam suatu
konsentrasi larutan, semakin besar konsentrasinya maka
jumLah kandungan zat aktif yang dikeluarkan akan
semakin banyak (Chotimah et al., 2018)

k. Granuloma inguinale (GI)

1) pengertian

Granuloma inguinale (GI) adalah infeksi menular seksual


(IMS) kronis progresif yang disebabkan oleh bakteri Klebsiella
granulomatis (dikenal sebagai Calymmatobacterium
granulomatis) dengan predileksi pada daerah genital.
Namun, organisme ini direklasifikasi sebagai Klebsiella
granulomatis comb nov. Penyakit ini juga dikenal sebagai ulserasi
serpiginosa genital, ulserasi lupoid genital, ulserasi granuloma
pudendal, granuloma genitoinguinal, granuloma genito-inguinal
venereum, granuloma infektif, granuloma inguinal tropik, luka
kelamin kronis, dan granuloma sklerosis.

2) Penyebab

Lagergard, dkk berhasil mengidentifikasi agen penyebab GI


sebagai Klebsiella granulomatis dengan karakteristik bakteri
Gram negatif berupa pleomorfik, basil, kapsul berselubung elips
dan dominan intraseluler terutama pada makrofag atau monosit.

Secara klinis, tampilan GI seperti ulkus genital dapat


disebabkan oleh penyakit menular seksual dan penyakit menular
nonseksual. Gambaran dan gejala klinis, seperti tidak adanya rasa
sakit, tampilan merah gemuk dan lesi berciuman dapat
menyulitkan para ahli untuk mendiagnosis.

3) Tanda dan gejala


Secara klinis, penyakit ini umumnya ditandai sebagai lesi
ulseratif progresif lambat yang tidak nyeri pada alat kelamin atau
perineum tanpa limfadenopati regional. Lesi sangat vaskular dan
mudah berdarah saat kontak Lesi ekstragenital dapat terjadi tetapi
jarang dan lebih sering terjadi pada bayi baru lahir dari ibu
dengan lesi genital GI.
4) Pencegahan dan pengendalian
Granuloma ingunale adalah salah satu penyebab ulkus genital
yang paling mudah dikenali di daerah endemik. Penyakit ini
terbatas pada lokasi geografis tertentu. Eliminasi lokal dan
pemberantasan global adalah realistis. Tingginya penularan HIV
melalui alat kelamin maka membutuhkan perhatian lebih. Sebuah
program perlu dilaksanakan untuk menginformasikan keberadaan
berbagai komunitas yang rentan terhadap infeksi GI dan
memerlukan penilaian tentang kebiasaan dan kepercayaan lokal
penderita. Komunitas di negara endemik GI seperti Papua Nugini,
India, Afrika Selatan, Brazil, dan Australia berbeda-beda, namun
memiliki kesamaan yang relevan untuk pengendalian IG.
Sebagian besar individu dengan GI di komunitas ini berada dalam
kondisi kehilangan status sosial, status sosial ekonomi rendah,
dan kebersihan alat kelamin pribadi yang buruk.
Dalam survei besar untuk identifikasi kasus atau massal,
terapi kampanye tidak dianjurkan meskipun prevalensi GI di
sebagian besar daerah endemik rendah. Terapi massal pada kasus
yang diidentifikasi dari kunjungan rumah di Goilala, Papua
Nugini berhasil dilakukan untuk mengendalikan epidemi lokal
pada tahun 1950. Strategi ini mendapatkan perhatian lebih
sebagai langkah pencegahan HIV di negara ini jika GI masih
ditemukan. Stigma terhadap pasien GI membuat mereka dihindari
seperti pasien kusta. Banyak penderita merasa terhina, bersalah
dan malu bahkan ingin bunuh diri. Greenblatt melukiskan
gambaran emosional penyakit ini bahwa "Jika penyakit GI tidak
dipahami dan tidak diobati dengan baik karena jijik, maka hanya
beberapa klinik dan dokter yang akan melakukan terapi".
Di negara berkembang, kunjungan pasien GI meningkat di
klinik IMS setelah berobat di fasilitas kesehatan primer dan
menerima berbagai jenis terapi yang gagal. Pasien GI
memerlukan konsumsi antibiotik jangka panjang dan penjelasan
rasional tentang kondisi yang akan mereka alami dalam jangka
panjang. Ini harus dilakukan oleh petugas yang dipilih untuk
bekerja dengan pasien IMS dan mampu memberikan perhatian
kepada individu dengan pendekatan yang simpatik dan tidak
menghakimi. Perlu edukasi berkelanjutan kepada petugas
kesehatan mengenai GI di daerah endemis dan untuk
meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya ulkus
genital yang terbukti merupakan faktor risiko penyebaran HIV.
Memperluas akses ke azitromisin merupakan langkah besar dan
ini berkontribusi untuk mengatasi masalah kepatuhan obat yang
dialami oleh obat lain yang digunakan sebelumnya.
Dalam merawat pasien GI, diperlukan peran medis
pengobatan sebagai eliminasi organisme penyebab dan
pendekatan manajemen. Sebelum mengetahui penyebab dan
pengobatan yang efektif untuk penyakit GI, banyak penderita
mengalami masalah psikologis berupa putus asa hingga pikiran
untuk bunuh diri. Penjelasan penyakit dan kepastian pengobatan
sangat penting untuk menghilangkan ketakutan pasien dan
keinginan pasien untuk terapi kontemporer yang bertentangan
dengan organisme penyebab.

5) Penatalaksanaan dan terapi

Granuloma inguinale (GI) adalah infeksi bakteri yang dapat


diobati di era pra-antibiotik. Senyawa antimon telah berhasil
digunakan untuk infeksi primer tetapi memiliki kemanjuran yang
terbatas untuk mengobati ke kambuhan dan infeksi ulang.

Antibiotik pertama yang efektif untuk GI adalah streptomisin


pada tahun 1947. Di India, streptomisin telah digunakan secara
luas dan efektif untuk lesi GI yang besar, kelemahannya adalah
pemberian obat injeksi. Kloramfenikol telah digunakan di Papua
Nugini, kotrimoksazol di India dan Afrika Selatan, dan
thiamfenikol di Brasil. Pemulihan juga telah dicapai dengan
tetrasiklin, meskipun resistensi telah dilaporkan. Norfloxacin,
ciprofloxacin, dan ceftriaxone dosis tinggi juga telah dilaporkan
efektif.
Pada pasien dengan riwayat hubungan seksual dalam enam
bulan sebelumnya, pemeriksaan fisik menyeluruh dilakukan
untuk identifikasi lebih lanjut. Pantau perbaikan lesi GI sampai
lesi benar-benar bersih. Pasien dididik bahwa GI adalah kondisi
penyakit yang dapat diobati dan disembuhkan jika pilihan
antibiotiknya memadai. Tes skrining IMS lainnya juga
diperlukan.

6) Komplikasi

Komplikasi GI yang paling umum termasuk:

Pseudoelephantiasis (lebih banyak wanita daripada pria),


obstruksi kelenjar getah bening, phimosis, kerusakan genital, dan
obstruksi lubang vagina, meatus uretra, atau anus. Beberapa
peneliti melaporkan karsinoma sel skuamosa (SCC) sebagai
komplikasi yang jarang terjadi dengan tingkat kejadian 0,25%
kasus. Durasi rata-rata transformasi GI ke keganasan berkisar dari
satu sampai lima tahun ulkus GI dapat koinfeksi dengan IMS lain.
Dalam kasus serupa, disarankan untuk memberikan terapi untuk
kedua kondisi dengan pendekatan sindrom. Pasien harus
ditindaklanjuti sampai penyembuhan total tercapai.

7) Cara pengobatan tradisional

Granuloma inguinale gak ada obat tradisional nya. Adanya


hanya obat antibiotik.
BAB 3

KESIMPULAN

3.1 Kesimpulan

Masa remaja adalah suatu tahap kehidupan yang bersifat peralihan,


sehingga dalam masa ini sering disebut masa yang rawan oleh pengaruh-pengaruh
negatif seperti narkoba, kriminal dan kejahatan seks. Namun, masa remaja juga
merupakan masa yang baik untuk mengembangkan segala potensi positif yang
mereka miliki, seperti bakat, kemampuan, dan minat. Selain itu masa ini adalah
masa pencarian nilai-nilai kehidupan. Dari sudut pandang klinis dan kesehatan
masyarakat, Infeksi Menular Seksual (IMS) merupakan salah satu jejak yang bisa
ditelusuri serta dapat menggambarkan corak perjalanan seksualitas seorang anak
menuju usia remaja. Secara umum perkembangan yang sehat adalah bila mana
anak tumbuh menjadi seorang remaja yang sehat fisik maupun psikologis serta
terhindar dari cacat sosial seperti kecanduan narkoba, perilaku seks bebas,
tindakan kriminal, dan lain-lain. Penyakit IMS itu, Antara lain :

1. Sifilis
2. Gonore
3. Human papillomavirus(HPV)
4. Infeksi HIV
5. Chlamydia
6. Trikomoniasis
7. Hepatitis B
8. Tinea cruris
9. Herpes genital
10. Candidiasis
11. Granuloma inguinale

Penyakit-penyakit ini dapat dicegah, ditindaklanjuti, dan ditangani. Oleh


karena itu, diharapkan prevalensi IMS akan menurun, yang selanjutnya akan
berdampak kepada penurunan penularan HIV, serta angka kesakitan dan angka
kematian yang terkait dengan IMS. Untuk mencapai tujuan tersebut tenaga
kesehatan, baik dokter, bidan, perawat bahkan dokter spesialis kulit dan kelamin
indonesia harus berperan serta secara aktif dengan melakukan pelayanan IMS
yang komprehensif, memberikan penyuluhan secara rutin kepada populasi umum
termasuk remaja, populasi kunci, serta menyelenggarakan pelatihan-pelatihan, dan
penelitian IMS secara multisenter di seluruh IPDS Dermatologi dan Venereologi
di Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA

Notoatmodjo, S., 2010, Pengantar Pendidikan Kesehatan dan Ilmu Perilaku


Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.

Tri Wijayanti, E., & Puspita, H. 2017. HUBUNGAN SIKAP REMAJA


TENTANG INFEKSI MENULAR SEKSUAL DENGAN SIKAP SEKS
PRANIKAH. Jurnal Keperawatan.10(1):7

Rowawi, Rasmia. (2018). Infeksi menular seksual: suatu kondisi dan tantangan
yang perlu dihadapi. Departemen Ik Kulit dan Kelamin FKUNPAD/RSU dr.
Hasan Sadikin, Bandung Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin
Indonesia (PERDOSKI), 45(2).

Nurmala, dan Idawati. (2017). Pengetahuan Dan Sikap Tentang Penyakit Infeksi
Menular Seksual (Ims) Pada Ibu Rumah Tangga Di Puskesmas Tulang
Bawang Barat. Jurnal Keperawatan, 8(2), 186-187.

Dewi, Kadek Yulita Lestari, Desak Nyoman Widyanthini, I Ketut Tangking


Widarsa. (2018). Kejadian Infeksi Menular Seksual Berdasarkan
Karakteristik Sosial Demografi Di Puskesmas Ii Denpasar Utara Tahun 2014-
2016, 5(2), 33-34.

Diniarti, Fiya, Epina Felizita, Dan Hasanudin. (2019). Hubungan Pengetahuan


Dengan Kejadian Infeksi Menular Seksual Di Puskesmas Penurunan Kota
Bengkulu Tahun 2018. Journal of Nursing and Public Health, 7(1), 52-53.

Febiyantin, Chiriyah. (2012). Faktor-faktor Yang berhubungan dengan kejadian


Infeksi menular seksual (IMS) pada Wanita pekerja seksual (WPS) usia 20-24
Tahun di resosialisasi argorejo Semarang (Tesis). Diakses tgl 15 Februari
2016

Tsimis ME, Sheffield JS. Update on syphilis in pregnancy. Birth Defect Research.
2017; 109: 347-52.
Santis MD, Luca CD, Mappa I, Spagnuolo T, Licameli A, Straface G, et al.
Syphilis infection during pregnancy: fetal risks and clinical management.
Inf Dis Obstet Gynecol. 2012; 5: 1-5.

Nurin, Fajarina. 2021. Sifilis (Raja Singa).


https://hallosehat.com/seks/sifilis/penyakit-sifilis/?amp=1. Diakses pada
tanggal 1 Februari 2022.

Fitriany, N. N., Ibnusantosa, R. G., Respati, T., Hikmawati, D., & Djajakusumah,
T. S. (2019). Pengetahuan tentang Dampak Infeksi Gonore pada Pasien Pria
dengan Gonore. Jurnal Integrasi Kesehatan & Sains, 1(1).

Thoma, S. R. (2010). Human Papillomavirus. Universitas shanata drama :


Yogyakarta.

S, Aisyah dan Sabilla Suryaning Amanda. (2019). Infeksi Chlamydia trachomatis


pada Saluran Genital, Tuba Fallopi dan Serviks. Jurnal Teknosains. Vol.13,
No.2, hlm.145-148

Puspita, Khairani dan Frinto Tambunan. (2017). Penerapan Metode Certainty


Factor dalam Mengidentifikasi Penyakit yang diakibatkan Bakteri Chlamydia
Trachomatis. IT Jurnal. Vol.4, No.2

Rafiqua,nurul.2021.trikomoniasis.https://www.sehatq.com/penyakit/
trikomoniasis/amp.diakses pada tanggal 1 februari 2022.

Irfan, I., Wawomeo, A., & Kambuno, N. T. (2019). Hepatitis B Virus Infection in
Hemodialisis patient at Prof. DR. WZ Johannes Kupang Hospital, East Nusa
Tenggara. Jurnal Kesehatan Primer, 4(1), 63-69.
Gozali, A. P. (2020). Diagnosis, Tatalaksana dan Pencegahan Hepatitis B
dalam Kehamilan. Cermin Dunia Kedokteran, 47(7), 354-358.
Farida, Y., Andayani, T. M., & Ratnasari, N. (2013). Analisis penggunaan
obat pada komplikasi sirosis hati. Jurnal Manajemen dan Pelayanan Farmasi
(Journal of Management and Pharmacy Practice), 4(2), 77-84.
Agustine R. Perbandingan sensitivitas dan spesifisitas pemeriksaan sediaan
langsung koh 20% dengan sentrifugasi dan tanpa sentrifugasi pada tinea
kruris. [Tesis]. Padang: Fakultas Kedokteran Universitas Andalas; 2012.

Foley E, Clarke E, Beckett VA, Harrison S, Pillai A, FitzGerald M, Owen P,


Low-Beer N, Patel R, 2014.

Management of Genital Herpes in Pregnancy. Long MD, Martin C, Sandler RS,


Kappelman MD. 2013. Increased risk of herpes zoster among 108 604
patients with inflammatory bowel disease. Aliment Pharmacol Ther.
2013;37(4):420–

429. Rustam, Raihana. 2018. Manifestasi Klinis dan Manajemen Keratitis Herpes
Simpleks di RS. Dr. M. Djamil pada Januari 2012 – Desember 2013. Jurnal
Kesehatan Andalas Vol 7. No 3. Hal 37-38.

Ditta Harnindya ,Indropo Agusni.2016. Studi Prospektif : Diagnosis dan


Penatalaksanaan kandiasis vulvovaginalis.periodical of demantology and
verenology ,28(1).http://pionas.pom.go.id/ioni/bab-7-obstetrik-ginekologik-
dan-saluran-kemih/72-gangguan-vulvovagina/721-infeksi-vagina-dan

Adi Agung Anantawijaya D., dkk. 2021. Bioscientia Medicina: Journal of


Biomedicine & Translational Research. Palembang: Departement of
Dermatology and Venereology, Faculty of Medicine Sriwijaya University,
Indonesia.

Mutmainah, Vivin Hardiyanti dkk. 2021. Etnofarmasi Tunas Bambu Kuning


Sebagai Pengobatan Hepatitis di Wuluhan Jember. Journal of Science
Education. 1(2), 57-62

Asep Rahman, Angela F.C. Kalesaran, Jainer P. Siampa. 2019. KAJIAN


PENGGUNAAN MAKATAN (OBAT ASLI MINAHASA) SEBAGAI
SUPPORTIVE TREATMENT PADA ODHA (ORANG DENGAN
HIV/AIDS) DI KOTA MANADO. Jurnal KESMAS, Vol. 8, No. 7. Hal. 437-
442
Ruzaini Afza dan Rio Rikardo.2021. PEMANFAATAN TANAMAN KUMIS
KUCING SEBAGAI ANTIBIOTIK ALAMI TERHADAP PENYAKIT
GONORE.Jurnal Cendekia Sambas.1(1):49-52

Semon HCG. TINEA CRURIS. In: An Atlas of the Commoner Skin Diseases
[Internet]. Elsevier; 2013 [cited 2019 Jun 21]. p. 278–9. Available from:
https://linkinghub.elsevier.com/retrieve/pii/B9781483229515501131

Makhfirah, Nurul. (2020). PEMANFAATAN BAHAN ALAMI SEBAGAI


UPAYA PENGHAMBAT Candida albicans PADA RONGGA MULUT.
Jurnal Jeumpa, 7(2), 402-407.

Vitalia, Nurhawa. dkk. 2016. UJI TOKSISITAS EKSTRAK DAUN PLETEKAN


(Ruellia tuberosa L.) DENGAN MENGGUNAKAN METODE BRINE
SHRIMPLETHALITY TEST (BSLT). Jurnal Fitofarmaka Indonesia, Vol. 3
No.1(hal.124).http://jurnal.farmasi.umi.ac.id/index.php/fitofarmakaindo/
article/view/171. Diakses pada tanggal 4 Februari 2022.

Anda mungkin juga menyukai