Anda di halaman 1dari 7

ASUHAN KEPERAWATAN JIWA II PADA KORBAN

PEMERKOSAAN
(Diajukan untuk memenuhi salah satu mata kuliah “Keperawatan Jiwa II”)

DI SUSUN OLEH :

Firman Taufiq F (AK118063)

Irva Nurfadila (AK118091)

Mega Alisia Pw (AK118101)

Ni Putu Wulan (AK118122)

Dosen Pembimbing

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS BHAKTI KENCANA BANDUNG
2020/2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat
dan kasih karuniaNya, kami dapat menyelesaikan Tugas mengenai “ASUHAN
KEPERAWATAN PADA KORBAN PEMERKOSAAN” dan semoga tugas ini dapat
bermanfaat dengan baik meskipun banyak kekurangan di dalamnya.

Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam memenuhi tugas mata kuliah
Keperawatan Kesehatan Jiwa II. Kami juga menyadari bahwa di dalam makalah ini masih
terdapat kekurangan dan masih jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami mengharapkan
kritik, saran dan usulan yang membangun demi perbaikan hasil makalah yang telah kami buat
di masa mendatang.

Bandung, 24 Desember 2020


DAFTAR ISI
BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Pelecehan yang berulang sering ditemui pada lebih dari setengah kasus
pelecehan seksual di komunitas dan terdapat pada 75% kasus yang ditemukan di
klinik . .sexual abuse (kekerasan seksual) dikenal pada tahun 70-an dan 80-an.
Penelitian lain telah mengarah pada perkiraan kekerasan pada anak yang lebih luas
di Inggris, seperti dari Childhood Matters (1996): Sekitar 100 000 anak mengalami
pengalaman seksual yang berpotensi mengarah ke seksual abuse (FKUI, 2006).
Banyak anak yang mendapat perlakuan kurang manusiawi, bahkan tidak
jarang dijadikan objek kesewenangan.Berdasarkan catatan Komisi Perlindungan
Anak Indonesia, ada 481 kasus kekerasan anak (2003).Jumlah ini menjadi 547 kasus
pada tahun 2004. Dari situ, ada 140 kasus kekerasan fisik, 80 kasus kekerasan psikis,
106 kasus kekerasan lainnya, dan 221 kasus kekerasan seksual. Gambaran paradoks
tersebut memancing pertanyaan.Mengapa kekerasan seksual sering menimpa diri anak
dan siapa yang paling berpotensi sebagai pelakunya? Di samping dapat menimbulkan
dampak yang luar biasa pada diri si korban, kasus kekerasan seksual juga dapat
menguji kebenaran dari pernyataan Singarimbun (2004), bahwa modernisasi sering
diasosiasikan sebagai keserbabolehan melakukan hubungan seksual (Suda, 2006).
Kekerasan seksual (sexual abuse) merupakan kasus yang menonjol yang
terjadi pada anak-anak. Dalam catatan Yayasan Kesejahteraan Anak Indonesia
(YKAI) pada tahun 1992-2002 terdapat 2.611 kasus (65,8 persen) dari 3.969 kasus
kekerasan seksual dialami anak-anak di bawah usia 18 tahun. Dari jumlah itu, 75
persen korbannya adalah anak perempuan. Kasus yang menonjol terutama
pemerkosaan (42,9 persen) dengan kejadian terjadi di rumah tinggal (35,7 persen)
(FKUI, 2006)

2. Tujuan Penulisan
a. Tujuan Umum
Untuk mendapatkan gambaran umum serta memahami tentang korban
pemerkosaan
b. Tujuan Khusus
- Mahasiswa mampu memahami tentang korban pemerkosaan
- Mahasiswa mampu mengetahui penyebab terjadinya pemerkosaan
- Mahasiswa mampu melakukan asuhan keperawatan terhadap klien korban
pemerkosaan
BAB II

PEMBAHASAN

A. DEFINISI
Pemerkosaan (rape) berasal dari bahasa latin rapare yang berarti mencari,
mamaksa, merampas atau membawa pergi (Haryanto, 1997).
Pemerkosaan adalah suatu usaha untuk melampiaskan nafsu seksual yang
dilakukan oleh seorang laki-laki terhadap perempuan dengan cara yang dinilai
melanggar menurut moral dan hukum. (Wigjosubroto dalam prasetyo, 1997)

B. ETIOLOGI
Faktor-fakor yang menyebabkan terjadinya tindakan kekerasan seksual yang dialami
oleh seseorang adalah sebagai berikut:
a. Faktor kelalaian orang tua.. Kelalaian orang tua yang tidak memperhatikan
tumbuh kembang dan pergaulan anak yang membuat subyek menjadi korban
kekerasan seksual..
b. Faktor rendahnya moralitas dan mentalitas pelaku. Moralitas dan mentalitas
yang tidak dapat bertumbuh dengan baik, membuat pelaku tidak dapat
mengontrol nafsu atau perilakunya.
c. Faktor ekomoni. Faktor ekonomi membuat pelaku dengan mudah memuluskan
rencananya dengan memberikan imingiming kepada korban yang menjadi target
dari pelaku.

C. RESIKO PSIKIS DAN KESEHATAN REPRODUKSI


1. Korban perkosaan biasanya mengalami trauma
2. Rasa takut yang berkepanjangan
3. Tidak mampu kembali berinteraksi secara sosial dengan masyarakat secara normal
4. Tak jarang dikucilkan dan buang oleh lingkungannya karena dianggap membawa
aib
5. Resiko tinggi menjadi tidak mampu melakukan aktivitas seksual secara normal
pada kehidupannya dimasa datang

Anda mungkin juga menyukai