Anda di halaman 1dari 21

ASUHAN KEPERAWATAN JIWA

PADA KORBAN PEMERKOSAAN

ANGGOTA KELOMPOK 2 :
1. ARY TABAKWAN
2. MEY KOUWE
3. VERA HUKOM
4. SHERA LATIF
5. PATRICIA MAKATITA
6. FEBRIANTI HUWAE
7. VIVI HILEWE
8. THEOPHILIA SOPAMENA

KELAS : B
MATA KULIAH : KEPERAWATAN KESEHATAN JIWA II

FAKULTAS KESEHATAN
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA MALUKU
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas kehadiratnya, kami dari
kelompok 2 telah selesai dalam pembuatan tugas Mata Kuliah Keperawatan
Kesehatan Jiwa II ini dengan segala baik, dengan judul tugas Asuhan Keperawatan
dan SP pada pasien korba Pemerkosaan.
Kami mengucapkan banyak terima kasih kepada dosen yang telah memberikan
tugas kami ini demi dan untuk penambahan nilai pada mata kuliah ini. Semoga tugas
ini dapat menjadi nilai tambah bagi kami baik dalam kelompok maupun pribadi.
Kami memohon maaf apabila dalam penulisan tugas ini terdapat beberapa hal
yang keliru, karena kami hanya manusia yang tidak luput dari kesalahan.
DAFTAR ISI

Cover
Kata Pengantar
Daftar Isi
BAB I Pendahuluan
I.I Latar Belakang
I.II Rumusan Masalah
I.III Tujuan Penulisan
BAB II Landasan Teori
BAB III Asuhan Keperawatan
BAB IV Strategi Pelaksanaan
BAB V Penutup
a. Kesimpulan
b. Saran
Daftar Pustaka
BAB I
PENDAHULUAN

I.I Latar Belakang

Kekerasan terhadap perempuan merupakan masalah utama bagi setiap negara-


negara di dunia termasuk negara-negara maju yang disebut sangat menghargai dan
peduli terhadap Hak Asasi Manusia. Sudah seharusnya dalam suatu Negara
dibutuhkan adanya perlindungan bagi para wanita yang menjadi korban pelanggaran
Hak Asasi Manusia yang salah satunya adalah hak-hak perempuan terutama korban
kekerasan seksual.
Perempuan sebagai suatu kelompok dalam masyarakat di dalam suatu negara,
merupakan kelompok yang juga wajib mendapatkan jaminan atas hak-hak yang
dimilikinya secara asasi.
Pemerkosaan adalah suatu tindakan kriminal yang bersifat seksual dan terjadi saat
seorang (atau lebih) manusia memaksa orang lain melakukan hubungan seksual
berupa melakukan penetrasi penis kedalam vagina dan atau anus, ataupun dengan
menggunakan jari dan atau benda-benda lainnya yang dilakukan dengan paksaan dan
atau kekerasan tanpa persetujuan. Oleh karena itu, korban pemerkosaan bisa
mengalami suatu kondisi kesehatan mental tertentu akibat dari perlakuan yang telah
didapatkan.

I. II Rumusan Masalah
1. bagaimanakah Asuahan Keperawatan pada Korban Pemerkosaan ?
2. apa saja Strategi Pelaksanaan pada Asuhan Keperawatan ?

I. III Tujuan Penulisan


1. Dapat mengetahui Asuhan Keperawatan pada Korban Pemerkosaan
2. Dapat menerapkan Strategi Pelaksanaan pada Asuhan Keperawatan.
BAB II
LANDASAN TEORI

A. PENGERTIAN

Penyiksaan seksual ( sexual abuse) terhadap anak disebut Pedofilian atau


penyuka anak-anak secara seksual. Seorang Pedofilia adalah orang yang melakukan
aktivitas seksual dengan korban anak usia 13 tahun ke bawah. Penyakit ini ada
dalam kategori Sadomasokisme : adalah suatu kecenderungan terhadap aktivitas
seksual yang meliputi pengikatan atau menimbulkan rasa sakit atau penghinaan
(Pramono, 2009).
Kemudian klasifikasi kekerasan/penganiayaan seksual pada anak menurut Resna
dan Darmawan (dalam Huraerah, 2006:60) diklasifikasi menjadi tiga kategori, antara
lain: perkosaan, incest, dan eksploitasi. Perkosaan biasanya terjadi pada saat pelaku
terlebih dahulu mengancam dengan memperlihatkan kekuatannya kepada anak.
Incest, diartikan sebagai hubungan seksual atau aktivitas seksual lainnya
antarindividu yang mempunyai hubungan dekat, yang perkawinan di antara mereka
dilarang, baik oleh hukum, kultur, maupun agama. Eksploitasi seksual meliputi
prostitusi dan pornografi (Suda, 2006).
Kekerasan seksual ( sexual abuse), dapat didefinisikan sebagai perilaku seksual
secara fisik maupun non fisik oleh orang yang lebih tua atau memiliki kekuasaan
terhadap korban, bertujuan untuk memuaskan hasrat seksual pelakunya.
Korban mungkin saja belum atau tidak memahami perlakuan yang dilakukan terhadap
dirinya, mereka hanya merasa tidak nyaman, sakit, takut, merasa bersalah, dan
perasaan lain yang tidak menyenangkan (FKUI, 2006).
Kekerasan seksual ( sexual abuse) pada anak mencakup penganiayaan seksual
secara fisik dan non fisik. Kekerasan fisik antara lain menyentuh alat kelamin atau
bagian tubuh lain yang bersifat pribadi, seks oral, penetrasi vagina/anus menggunakan
penis atau benda lain, memaksa anak membuka pakaian, sampai tindak perkosaan.
Sedangkan penganiyaan non fisik diantaranya memperlihatkan benda-benda yang
bermuatan pornografi atau aktivitas seksual orang dewasa, eksploitasi anak dalam
pornografi (gambar, foto, film, slide, majalah, buku), exhibitionism, atau mengintip
kamar tidur/kamar mandi (voyeurism). (Suda, 2006).
B. ETIOLOGI

Faktor-fakor yang menyebabkan terjadinya tindakan kekerasan seksual yang


dialami oleh subyek adalah sebagai berikut:

a. Faktor kelalaian orang tua.. Kelalaian orang tua yang tidak memperhatikan
tumbuh kembang dan pergaulan anak yang membuat subyek menjadi korban
kekerasan seksual..
b. Faktor rendahnya moralitas dan mentalitas pelaku. Moralitas dan mentalitas
yang tidak dapat bertumbuh dengan baik, membuat pelaku tidak dapat
mengontrol nafsu atau perilakunya.
c. Faktor ekomoni. Faktor ekonomi membuat pelaku dengan mudah memuluskan
rencananya dengan memberikan imingiming kepada korban yang menjadi target
dari pelaku.

C. KLASIFIKASI

perkosaan adalah jenis kekerasan yang paling mendapat sorotan. Diperkirakan


22% perempuan dan 2% laki - laki pernah menjadi korban perkosaan. Untuk di
Amerika saja, setiap 2 menit terjadi satu orang diperkosa. Hanya 1 dari 6 perkosaan
yang dilaporkan ke polisi. Sebagian besar perkosaan dilakukan oleh orang yang
mengenal korban alias orang dekat korban.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN JIWA
PADA KORBAN PEMERKOSAAN

KASUS ISOLASI SOSIAL AKIBAT KORBAN PEMERKOSAAN


(SEXUAL ABUSE)
KASUS

Nn. S 15 tahun, klien datang diantar oleh keluarganya pada tanggal 17 September
2018, dengan keluhan tidak mau bergaul dengan orang lain, tidak banyak bercakap-
cakap, banyak melamun, mengurung diri dan sering menyendiri.
Menurut keluarga, klien pernah mengalami gangguan jiwa sebelumnya sejak 1
tahun yang lalu dan di rawat di RSJ Ratumbuysang Manado yang pertama pada
tanggal 12 Juni 2017 dikarenakan klien apatis, diam di kamar (mengurung diri),
menolak berhubungan dengan orang lain karena mngalami kekErasan sexual lagi dari
tetangganya.
Dari pengkajian, didapatkan: klien tidak minum obat secara teratur sehingga
pengobatan kurang berhasil. Keluarga klien tidak ada yang mengalami gangguan jiwa
seperti yang dialami oleh klien. Klien mengatakan punya pengalaman masa lalu yang
tidak menyenangkan karena klien mengalami kekerasan sexual oleh pamannya
sendiri dulu.
Klien juga merasa malu karena sampai sekarang dia merasa dirinya sudah kotor
akibat kejadian waktu itu. Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan TD : 120/ 80
mmHg, N: 86X/mnt, S:37,4°C, P:20X/mnt, TB:160cm, BB:50kg. Hasil pengkajian
juga didapatkan klien tidak mengeluh terhadap keadaan fisiknya dan pada tubuh klien
tidak menunjukkan adanya kelainan ataupun gangguan fisik lainnya.

A. PENGKAJIAN

1. Identitas Klien :
 Nama : Nn. S
Umur : 19 tahun
Agama : Islam
Alamat : Kudamati
Pekerjaan :-
Tanggal masuk RS : 17 September 2020
Tanggal pengkajian : 19 September 2020
 No. RM : 67.95

2. Alasan masuk :
Klien datang diantar oleh keluarganya pada tanggal 17 September 2018, dengan
keluhan:
 Tidak mau bergaul dengan orang lain
 Tidak banyak bercakap- cakap
 Banyak melamun
 Mengurung diri
 Sering menyendiri

3. Faktor Predisposisi
a. Klien pernah mengalami gangguan jiwa sebelumnya sejak 1 tahun yang lalu dan
di rawat di RSJ Ratumbuysang Manado yang pertama pada tanggal 12 juni 2017
dikarenakan klien apatis, diam di kamar (mengurung diri), menolak berhubungan
dengan orang lain.
b. Klien tidak minum obat secara teratur sehingga pengobatan kurang berhasil.
c. Klien pernah mengalami, seksual
d. Keluarga klien tidak ada yang mengalami gangguan jiwa seperti yang dialami
oleh klien.
e. Klien mengatakan punya pengalaman masa lalu yang tidak menyenangkan.
f. Klien mengatakan pernah mengalami tindakan kekerasan sexual oleh pamannya
g. Klien mengatakan malu karena sampai sekarang klien merasa dirinya kotor
karena kejadian itu

4. Faktor Presipitasi
Pengalaman masa lalu yang tidak menyenangkan:
a. Masa anak-anak
Klien tidak pernah mengalami hal yang tidak menyenangkan.
b. Masa remaja
Klien mengatakan punya pengalaman masa lalu yang tidak menyenangkan sesuai
pernyataan klien “saya dulu pernah di perkosa oleh paman saya”.
c. Masa Sekarang
Klien mengatakan “ malu karena sampai sekarang merasa dirinya kotor karena
telah diperkosa”.

5. Pemeriksaan Fisik 
a. Tanda- tanda vital
TD : 120/ 80 mmHg
N : 86x/mnt
P : 20x/mnt

b. Ukur
TB : 160cm
BB : 50kg

c. Keluhan Fisik
Dari data pengkajian yang didapat klien mengeluh terhadap keadaan fisiknya
nyeri pada bagian genetalia.

6. Psikososial
a. Genogram
Klien belum menikah dan klien tinggal bersama Ayah, Ibu dan kedua adiknya,
serta kakaknya. Pengambilan keputusan dilakukan secara musyawarah, yang dipimpin
oleh ayahnya. Pola asuh klien keras, penuh dengan kedesiplinan, klien merasa dirinya
kotor dan hina akibat kejadian buruk tersebut.

b. Konsep Diri
 Citra Tubuh
Klien mengatakan : menyukai seluruh bagian tubuhnya. Tidak ada kecacatan
anggota tubuh dan dapat berfungsi sebagaimana mestinya.
B. ANALISA DATA

DATA ETIOLOGI MASALAH KEPERAWATAN


Data objektif : Isolasi Sosial
a. Tidak mau bergaul dengan
orang lain.
b. Tidak banyak bercakap-
cakap.
c. Banyak melamun.
Mengurung diri.
d. Sering menyendiri.
e. klien tidak minum obat
secara teratur sehingga
f. pengobatan kurang
g. berhasil.
h. Klien tampak sedih.
i. Kontak mata kurang
selama komunikasi,
berbicara seperlunya,
j. klien tampak tidak mampu
memulai pembicaraan,
cenderung menolak untuk
diajak berkomunikasi.
k. Tidak ada perubahan
roman muka pada saat
diceritakan cerita lucu
yang membuat tertawa,
klien tampak biasa saja,
hanya bereaksi bila ada
stimulus emosi yang kuat
(afek tumpul).
l. Klien mengalami
depersonalisasi (perasaan
klien yang asing terhadap
diri sendiri, orang atau
lingkungan), sehingga klien
tampak biasa saja, hanya
bereaksi bila ada stimulus
emosi yang kuat (afek
tumpul).

Data Subjektif :
m. Klien mengatakan punya
pengalaman masa lalu
yang tidak menyenangkan
dan dulu pernah
dikucilkan oleh teman-
temannya waktu SMA.
Klien merasa malu karena
sampai sekarang belum
mendapatkan pekerjaan.
n. Klien mengatakan tidak
memiliki orang yang
berarti dalam hidup, bila
punya masalah,hanya
memendam masalah
sendiri.
o. Klien mengatakan tidak
mengenal semua teman dan
jarang berinteraksi dengan
lingkungan.

C. DIAGNOSA & INTERVENSI KEPERAWATAN


DIAGNOSA KEPERAWATAN NOC NIC
Isolasi Sosial

Domain 12 : Kenyamanan Lonliness severity Unseling

Kelas 3 : Kenyamanan Sosial Definisi : keparahan Deifnisi : menggunakan proses


rerspon emsoi, sosial atau interaktif yang berfokus pada
Definisi : pengalaman sendirian respon isolasi. kebutuhan masalah atau perasaan
yang dialami individu dan disadari untuk meningkatkan dukungan
sebagai beban oleh orang lain dan Indikator : koping, menyelesaiakan masalah
sebagai hal yang negatif atau tahap  Depresi menurun dan hubungan interpersonal.
yang mengancam.  Rasa mengisolasi diri
menurun Aktivitas :
Batasan Karakteristik :  Kesulitasn menurun  Minta pasien untuk
 Tidak mau bergaul dengan dalam merencanaan mengekspresikan perasaan
orang lain.
sesuatu  Bantu pasien untuk
 Tidak banyak bercakap-
cakap.  Aktivitas dapat mengidentifikasi situasi atau
 Banyak melamun. Mengurung
ditingkatkan masalah yang dapat
diri.
 Sering menyendiri. menyebebkan distres
 klien tidak minum obat secara
 Gunakan teknik refleksi
teratur sehingga pengobatan
Social Involvement
kurang berhasil.  Minta pasien mendata
 Klien tampak sedih. Definisi : tingkah laku
alternatif masalah
 Kontak mata kurang selama
individu yang
komunikasi,berbicara  Identifikasi perbedaan
seperlunya, mengitepretasikan
 klien tampak tidak mampu hubungan pandangan pasien dan
memulai pembicaraan,
psikiatri
cenderung menolak untuk
diajak berkomunikasi. Indikator :  Kaji kemampuan atau
 Tidak ada perubahan roman  Bekerja sama dengan kekuatan pasien.
muka pada saat diceritakan
cerita lucu yang membuat orang lain meningkat
tertawa, klien tampak biasa  Mengesampingkan
saja, hanya bereaksi bila ada
stimulus emosi yang kuat sensitivitas pada Self Esteem Enhancement
(afek tumpul). orang lain. Definisi : membantu pasien utnuk
 Klien mengalami
meningkatkan kepribadian dalam
depersonalisasi (perasaan
klien yang asing terhadap diri menilai dirinya.
sendiri, orang atau
Aktivitas :
lingkungan),
 Klien mengatakan punya  Monitor pernyataan tentang
pengalaman masa lalu
harga diri pasien
yang tidak menyenangkan dan
dulu pernah  Bantu pasien meningkatkan
dikucilkan oleh teman-
atau mengidentifikasi
temannya waktu SMA.
 Klien merasa malu karena kemampuannya
sampai sekarang belum
 Tingkatkan kontak mata
mendapatkan pekerjaan.
 Klien mengatakan tidak pasien dalam komunikasi
memiliki orang yang
dengan orang lain
berarti dalam hidup, bila
punya masalah,hanya  Tingkatkan kemampuan
memendam masalah sendiri.
pasien untuk mengevaluasi
 Klien mengatakan tidak
mengenal semua teman dan tingah lakunya
jarang berinteraksi dengan
 Tingkatkan kemampuan
lingkungan.
pasien utnuk menerima
kesempatan baru
 Fasilitas lingkungan dan
aktifitas yang dapat
meningkatakan harga diri
 Monitor tingkat harga diri
tiap waktu
 Buat pernyataan positif
tentang pasien
BAB IV
STRATEGI PELAKSANAAN

SP 1 Pasien: Membina hubungan saling percaya, membantu pasien mengenal


penyebab isolasi sosial, membantu pasien mengenal keuntungan berhubungan
dan kerugian tidak berhubungan dengan orang lain, dan mengajarkan pasien
berkenalan

SP 2 Pasien : Mengajarkan pasien berinteraksi secara bertahap (berkenalan


dengan orang pertama-seorang perawat-)

SP 2 Pasien : Mengajarkan pasien berinteraksi secara bertahap (berkenalan


dengan orang pertama -seorang perawat-)

SP 1 Keluarga : Memberikan penyuluhan kepada keluarga tentang masalah


isolasi sosial,penyebab isolasi sosial, dan cara merawat pasien dengan isolasi sosial

SP 2 Keluarga : Melatih keluarga mempraktekkan cara merawat pasien dengan


masalah isolasi sosial langsung dihadapan pasien

SP 3 Keluarga : Membuat perencanaan pulang bersama keluarga

IMPLEMENTASI
Tindakan Keperawatan Untuk Klien

SP 1 Pasien: Membina hubungan saling percaya, membantu pasien mengenal


penyebab isolasi sosial, membantu pasien mengenal keuntungan berhubungan
dan kerugian tidak berhubungan dengan orang lain, dan mengajarkan pasien
berkenalan

Orientasi (Perkenalan):
“Assalammu’alaikum ”
“Saya Perawat Mili ……….., Saya senang dipanggil  Ses Mili , Saya perawat di
 Ruang Mawar ini… yang akan merawat Ibu.” “Siapa nama Ibu? Senang dipanggil
siapa?”
“Apa keluhan S hari ini?” Bagaimana kalau kita bercakap -cakap tentang keluarga
dan teman-teman S? Mau dimana kita bercakap-cakap? Bagaimana kalau di ruang
tamu? Mau berapa lama, S? Bagaimana kalau 15 menit”

Kerja:
”Siapa saja yang tinggal serumah? Siapa yang paling dekat dengan S? Siapa yang
jarang bercakap-cakap dengan S? Apa yang membuat S jarang bercakap- cakap
dengannya?” (Jika pasien sudah lama dirawat)
”Apa yang S rasakan selama S dirawat disini? O.. S merasa sendirian? Siapa saja
yang S
kenal di ruangan ini”
“Apa saja kegiatan yang biasa S lakukan dengan teman yang S kenal?”
“Apa yang menghambat S dalam berteman atau bercakap -cakap dengan pasien yang
lain?”
” Menurut S apa saja keuntungannya kalau kita mempunyai teman ? Wah benar, ada
teman bercakap-cakap. Apa lagi ? (sampai pasien dapat menyebutkan beberapa) Nah
kalau kerugiannya tidak mampunyai teman apa ya S ? Ya, apa lagi ? (sampai pasien
dapat menyebutkan beberapa) Jadi banyak juga ruginya tidak punya teman ya. Kalau
begitu inginkah S belajar bergaul dengan orang lain ?
« Bagus. Bagaimana k alau sekarang kita belajar berkenalan dengan orang lain”
“Begini lho S, untuk berkenalan dengan orang lain kita sebutkan dulu nama kita dan
nama
 panggilan yang kita suka asal kita dan hobi. Contoh: Nama Saya S, senang
dipanggil Si.
 Asal saya dari Tumnting, hobi saya memasak”
“Selanjutnya S menanyakan nama orang yang diajak berkenalan. Contohnya begini:
Nama
 Kamu siapa? Senang dipanggil apa? Asalnya dari mana/ Hobinya apa?”
“Ayo S dicoba! Misalnya saya belum kenal dengan S. Coba berkenalan dengan
saya!” “Ya bagus sekali! Coba sekali lagi. Bagus sekali”
“Setelah S berkenalan dengan orang tersebut S bisa melanjutkan percakapan tentang
hal - hal yang menyenangkan S bicarakan. Misalnya tentang cuaca, tentang hobi,
tentang keluarga, pekerjaan dan sebagainya.”

Terminasi:
”Bagaimana perasaan S setelah kita latihan berkenalan?”
”S tadi sudah mempraktekkan cara berkenalan dengan baik sekali”
”Selanjutnya S dapat mengingat -ingat apa yang kita pelajari tadi selama saya tidak
ada. Sehingga S lebih siap untuk berkenalan dengan orang lain. S mau praktekkan ke
pasien lain. Mau jam berapa mencobanya. Mari kita masukkan pada jadwal kegiatan
hariannya.” ”Besok pagi jam 10 saya akan datang kesini untuk mengajak S
berkenalan den gan teman
 saya, perawat N. Bagaimana, S mau kan?” ”Baiklah, sampai jumpa.
Assalamu’alaiku

SP 2 Pasien : Mengajarkan pasien berinteraksi secara bertahap (berkenalan


dengan orang pertama -seorang perawat-)

Orientasi :
“Assalammualaikum S! ” “Bagaimana perasaan S hari ini?
« Sudah dingat-ingat lagi pelajaran kita tetang berkenalan »Coba sebutkan lagi
sambil bersalaman dengan Suster !Bagus sekali, S masih ingat. Nah seperti janji
saya, saya akan mengajak S mencoba berkenalan dengan teman saya perawat N.
Tidak lama kok, sekitar 10 menit »
« Ayo kita temui perawat N disana »

Kerja :
( Bersama-sama S saudara mendekati perawat N)
« Selamat pagi perawat N, ini ingin berkenalan dengan N »
« Baiklah S, S bisa berkenalan dengan perawat N seperti yang kita praktekkan
kemarin « (pasien mendemontrasikan cara berkenalan dengan perawat N : memberi
salam, menyebutkan nama, menanyakan nama perawat, dan seterusnya)
« Ada lagi yang S ingin tanyakan kepada perawat N . coba tanyakan tentang keluarga
 perawat N »
« Kalau tidak ada lagi yang ingin dibicarakan, S bisa sudahi perkenalan ini. Lalu S
bisa buat janji bertemu lagi dengan perawat N, misalnya jam 1 siang nanti »
« B aiklah perawat N, karena S sudah selesai berkenalan, saya dan S akan kembali ke
ruangan S. Selamat pagi »
(Bersama-sama pasien saudara meninggalkan perawat N untuk melakukan terminasi
dengan S di tempat lain)

Terminasi:
“Bagaimana perasaan S setelah berkenalan dengan perawat N” ”S tampak bagus
sekali saat berkenalan tadi”
”Pertahankan terus apa yang sudah S lakukan tadi. Jangan lupa untuk menanyakan
topik
lain supaya perkenalan berjalan lancar. Misalnya menanyakan keluarga, hobi,
dan
 sebagainya. Bagaimana, mau coba dengan perawat lain. Mari kita masukkan
pada
 jadwalnya. Mau berapa kali sehari? Bagaimana kalau 2 kali. Baik nanti S coba
sendiri.
 Besok kita latihan lagi ya, mau jam berapa? Jam 10? Sampai besok.”

SP 3 Pasien : Melatih Pasien Berinteraksi Secara Bertahap (berkenalan dengan


orang kedua-seorang pasien)

Orientasi:
“Assalammu’alaikum S! Bagaimana perasaan hari ini? ”Apakah S bercakap-cakap
dengan perawat N kemarin siang”
(jika jawaban pasien: ya, saudara bisa lanjutkan komunikasi berikutnya orang lain
”Bagaimana perasaan S setelah bercakap-cakap dengan perawat N kemarin siang”
”Bagus sekali S menjadi senang karena punya teman lagi”
”Kalau begitu S ingin punya banyak teman lagi?”
”Bagaimana kalau sekarang kita berkenalan lagi dengan orang lain, yaitu pasien O”
”seperti biasa kira-kira 10 menit”
”Mari kita temui dia di ruang makan”

Kerja:
( Bersama-sama S saudara mendekati pasien )
« Selamat pagi , ini ada pasien saya yang ingin berkenalan. »
« Baiklah S, S sekarang bisa berkenalan dengannya seperti yang telah S lakukan
 sebelumnya. »
(pasien mendemontrasikan cara berkenalan: memberi salam, menyebutkan nama,
nama
 panggilan, asal dan hobi dan menanyakan hal yang sama). »
« Ada lagi yang S ingin tanyakan kepada O»
« Kalau tidak ada lagi yang ingin dibicarakan, S bisa sudahi perkenalan ini. Lalu S
bisa buat janji bertemu lagi, misalnya bertemu lagi jam 4 sore nanti »
(S membuat janji untuk bertemu kembali dengan O)
« B aiklah O, karena S sudah selesai berkenalan, saya dan S akan kembali ke
ruangan S. Selamat pagi »
(Bersama-sama pasien saudara meninggalkan perawat O untuk melakukan terminasi
dengan S di tempat lain)

Terminasi:
“Bagaimana perasaan S setelah berkenalan dengan O”
”Dibandingkan kemarin pagi, N tampak lebih baik saat berkenalan dengan O”
”pertahankan apa yang sudah S lakukan tadi. Jangan lupa untuk bertemu kembali
dengan O jam 4 sore nanti”
”Selanjutnya, bagaimana jika kegiatan berkenalan dan bercakap-cakap dengan
orang lain kita tambahkan lagi di jadwal harian. Jadi satu hari S dapat berbincang-
bincang dengan orang lain sebanyak tiga kali, jam 10 pagi, jam 1 siang dan jam 8
malam, S bisa bertemu dengan N, dan tambah dengan pasien yang baru dikenal.
Selanjutnya S bisa berkenalan dengan orang lain lagi secara bertahap. Bagaimana
S, setuju kan?” ”Baiklah, besok kita ketemu lagi untuk membicarakan pengalaman S.
Pada jam yang sama dan tempat yang sama ya. Sampai besok.. Assalamu’alaikum”
CATATAN PERKEMBANGAN KEPERAWATAN

Nama Klien : Nn.S Nama Perawat : Vivi Hilewe


No.CM : 67.95
Ruanagn : Mawar
Hari/Tanggal Dx Keperawatan Evaluasi Paraf
Rabu, 19 sept Isolasi Sosial Sp 1
2020 S: -Klien mengatakan senang
berkenalan dengan temannya -
Klien mengatakan akan
mencoba melakukan kegiatan
yang telah diajarkan suster
O : - Klien tampak kooperatif
dengan perawatan -Klien
dapat melakukan tindakan
yang diajarkan oleh perawat
A : - Klien mampu melakukan
hal yang di contohkan
perawat PK : - Menganjurkan
klien untuk melakukan
kegiatan tersebut dan
memasukan ke dalam jadwal
kegiatan
P : Intervensi di lanjutkan

Kamis, 20 sept S: - klien tampak termenung


2020 Klien kadang menundukan
kepala ketika interaksi Klien
suka menyendiri
O : klien tampak jarang
berinteraksi klien lebih suka
tidur
A : klien mampu berinteraksi
dengan temannya PK :
menganjurkan klien untuk
tetap sering berinteraksi
dengan temannya serta
berkenalan dengan yang lain
P : melanjutkan intervensi
isos II yaitu membantu pasien
untuk lebih sering berinteraksi
dengan teman – temannya
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan

Kasus kekerasan seksual yang dialami oleh anak dibawah umur belakangan ini
semakin banyak muncul dipermukaan.Hal ini belum tentu merupakan indikator
meningkatnya jumlah kasus, karena fenomena yang terjadi adalah fenomena gunung
es, jumlah yang terlihat belum tentu menunjukkan fakta yang
sesungguhnya.Meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap penegakan hukum
merupakan salah satu faktor meningkatnya pelaporan kasus kekerasan seksual.
Penganiayaan seksual pada anak didefinisikan sebagai adanya tindakan seksual
yang mencakup tetapi tidak dibatas pada insiden membuka pakaian, menyentuh
dengan cara yang tidak pantas dan penetrasi (koitus seksual), yang dilakukan dengan
seorang anak untuk kesenangan seksual orang dewasa. Insest telah didefinisikan
sebagai eksploitasi seksual pada seorang anak di bawah usia 18 tahun oleh kerabat
atau buka kerabat yang merupakan orang dipercaya dalam keluarga (Townsend,
1998).
Anak sebagai pelaku kekerasan seksual, sangat mungkin sebelumnya adalah
korban dari kekerasan seksual yang dilakukan oleh pelaku lain. Kemungkinan motif
kekerasan yang dilakukannya adalah untuk eksploitasi-memuaskan rasa ingin tahu,
atau menirukan kejadian yang dialami sebelumnya, baik dari perlakuan langsung
maupun dari media yang dilihatnya.Dengan adanya azas praduga tak bersalah,
hendaknya ditelusuri dengan mendalam faktor yang mendorong anak menjadi
pelakukekerasan seksual, agar anak tidak dua kali menjadi korban (Maria, 2008).
Efek klinis pencabulan berkisar dari pendarahan pada genital dan anus, fisur pada
anus, pembesaran liang vagina dan anus, dan penipisan/kerusakan hymen pada
vagina. Efek psikologis pencabulan terhadap anak umumnya berjangka panjang,
antara lain: kemarahan, kecemasan, mimpi buruk, rasa tak Iman, kebingungan,
ketakutan, kesedihan, dan perubahan perilaku baik menjadi buruk.

B. Saran
Berdasarkan asuhan keperawatan anak pada retardasi mental maka disarankan :
1. Perawat
Perawat dalam memberikan asuhan keperawatan pada anak dengan seksual abuse
dapat melibatkan anak dalam brain Gym untuk memfokuskan perhatian anak dan
melupakan peristiwa trauma akibat penganiayaan seksual.
2.Sekolah
Sekolah dapat bekerja sama dengan keluarga dan para dokter untuk membantu anak
korban aniaya seksual di sekolah. Komunikasi terbuka antara orangtua dan staf
sekolah dapat merupakan kunci keberhasilan anak dalam menyesuaikan diri di
sekolah.
3.Keluarga/Orang tua
Keluarga atau orang tua dalam membantu anak yang mengalami seksual abuse harus
memberikan perawatan anak dengan metode yang berbeda dengan anak yang normal.
Oleh karena itu hendaknya orang tua atau keluarga menyusun kegiatan sehingga anak
mempunyai rutinitas yang sama tiap hari, mengatur kegiatan harian, menggunakan
jadwal untuk pekerjaan rumah, dan memperpertahankan aturan secara konsisten dan
berimbang.

Anda mungkin juga menyukai