Anda di halaman 1dari 36

PERAN RS DALAM MENANGANI

PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN


TINDAK KEKERASAN
SESUAI PERDA NO 5 TAHUN 2015
TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN
DAN ANAK DARI TINDAK KEKERASAN

KECAMATAN LEUWILIANG
13 FEBRUARI 2017
Latar Belakang
Perempuan Kekerasan terhadap (KtP)
• WHO memperkirakan Tindak kekerasan adalah penyebab
kematin terbesar pada perempuan usia 15-44 tahun
dibandingkan kombinasi kanker, malaria dan kecelakaan lalu
lintas
• Di seluruh dunia, kekerasan terhadap perempuan telah
menyebabkan angka kematian tertinggi dan gangguan
kesehatan, baik fisik maupun psikologis bagi jutaan perempuan
• Beragam bentuk kekerasan : masa janin (seleksi janin), anak
(sunat perempuan), remaja (kawin paksa, kekerasan dlm
pacaran, perkosaan, pelecehan seksual, usia lanjut
(penerlantaran), lingkungan rumah tangga (KDRT).
Latar Belakang
Kekerasan terhadap Anak (KtA)
• atau perlakuan salah adalah suatu tindakan semena-mena
yg dilakukan oleh seseorang yang seharusnya menjaga dan
melindungi anak (caretaker) baik secara fisik, seksual dan
emosional.
• Pelaku umumnya (careteker) adalah orang terdekat dlm
kehidupannya (ibu dan bapak kandung, ibu dan bapak tiri,
kakek, nenek, paman, supir pribadi, guru, ojeg pengantar,
tukang kebun, dan seterusnya)
• Anak yang mengalami kekerasan atau kejahatan (yg
menyebabkan gangguan fisik dan atau mental) diprediksi
sebesar 10-12 persen pertahun dari jumlah anak di
Indonesia
Latar Belakang
Kondisi realistis di masyarakat
• Banyaknya kasus yang tidak terungkap, karena tidak
semua korban berani melapor.
• Penderitaan menjadi berlipat ketika pelaku adalah
orang yang sangat dekat dalam kehidupannya
(misalnya: pelaku adalah suami korban, saudara dan
orang tua kandung).
• Situasi tersebut tentu tidak bisa kita bayangkan, harus
kemana korban meminta perlindungan.
• Juga tidak semua korban tahu harus ke mana dan
pada siapa mereka melaporkan kasus yang
dialaminya.
Latar Belakang
Kehadiran Lembaga pelayanan/penanganan
• Kenyataan ini menunjukkan belum terbangunnya jaringan kelembagaan
penanganan kasus yang kuat dengan didukung proses sosialisasi secara
luas.
• Padahal hadirnya beberapa lembaga layanan terhadap kasus, akan
membantu mengurangi penderitaan korban
• hadirnya lembaga pelayanan/penanganan kasus kekerasan terhadap
perempuan dan anak menjadi kebutuhan yang sangat vital
• Kebutuhan korban kekerasan terhadap perempuan dan anak meliputi
aspek hukum, psikis, medis, pemulihan dan advokasi, dan reintegras
sosial
• Petugas kesehatan sebagai lini terdepan dari layana publik adalah orang
yg pertama yg akan didatangani bila korban mendapat cedera yg serius
atau yg sudah berlangsung kronis , bermanifestasi psikosomatik, depresi,
stres atau gangguan jangka panjang yg tidak disadari oleh korban
LINGKUP PELAYANAN
• Pelayanan korban kekerasan terhadap perempuan dan anak
disebabkan:
1. Kekerasan seksual,
2. Perdagangan orang (trafficking),
3. Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT), Kawin Paksa,
dan
4. Tindakan tradisional yang dilarang (sunat perempuan),
5. Bunuh diri,
yang berupa penanganan dampak psikologis, medis dan
pelayanan medikolegal bagi KtP/A di rumah sakit oleh
dokter spesialis, dokter umum , perawat/bidan,
psikolog/psikiater dan pekerja sosial.
Bentuk Layanan
1. Layanan Medis dan Medicolegal
 Tindakan triage (pendaftaran) di pintu gerbang
ge dung IGD
 Apabila sebelumnya korban telah melaporkan
kasusnya ke polisi dan pada saat mendaftar
diantar petugas kepolisian atau membawa surat
permintaan visum maka korban segera ditangani
secara serentak mulai dari medis, medicolegal
dan psikososial
Bentuk Layanan
2. Layanan Psikososial
 Tahap pertama layanan psikososial dilakukan oleh
pekerja sosial yang menangani kasus. Pada tahap
ini dilakukan penilaian psihis dan peran
lingkungan korban dalam memberikan dampak
psikhis oleh tim pemeriksan (pekerja sosial dan
dokter).
 Kemudian akan memutuskan apakah diperlukan
konsultasi lebih lanjut dengan psikolog dan
psikiater atau ada kebutuhan lainnya.
Bentuk Layanan
3. Layanan Bantuan Hukum
Bantuan hukum pertama berupa penjelasan dari
petugas sosial saat ia datang pertama kali ke RS
dan apabila dibutuhkan RS akan mendatangkan
ahli medicolegal.
Apabila korban memerlukan bantuan hukum maka
RS akan menyarankan dengan memberi rujukan
kepada lembaga bantuan hukum
Bentuk Layanan
4. Layanan Pendampingan dan Rumah Aman
Pendampingan dilakukan melalui kerjasama
dengan Departemen Sosial dan lembaga
masyarakat lain yang bergerak di bidang ini .
Demikian pula penyediaan rumah aman.
dikonsultasikan dan atau dikerjakan bersama
dengan lembaga masyarakat terkait dan Dinas
Sosial/Kementerian Sosial.
Bentuk Layanan
5. Pendataan
Para korban yang datang melapor ke RS adalah
korban perempuan dan anak yang mengalami
kekerasan fisik, seksual maupun Psikis.
Proses Penanganan Kasus
1. Datang ke RS akan diterima dokter triage (pendaftaran)
di IGD RS, untuk melakukan penilaian khusus, untuk
menentukan kondisi korban kritis dan tidak kritis.
2. Korban kritis akan langsung ditangani oleh para ahli
yang terkait (IGD, BEDAH, OBSGIN, MATA, THT,
PSIKIATRI, DLL).
3. Apabila telah melaporkan kasusnya ke polisi dan pada
saat mendaftar diantar petugas kepolisian atau
membawa surat permintaan visum maka korban segera
ditangani secara serentak mulai dari medis,
medikolegal dan psikososial.
Proses Penanganan Kasus
3. Terlebih dahulu dilakukan pemberian informasi dan
permintaan persetujuan (informed concernt), agar
semua proses penanganan berdasarkan kebutuhan
korban dan mereka tahu apa yang mesti dilakukan.
4. Hasil pemeriksaan sementara langsung dibuat dan
diserahkan kepada petugas kepolisian yang
mengantarnya.
5. Visum definitif diberikan beberapa hari kemudian,
atau menunggu hasil pemeriksaan laboratorium.
6. Untuk konsultasi psikologi dan atau psikiatris akan
dijadwalkan waktunya atau dirujuk
Tujuan Pelayanan
1. Menyediakan layanan medis dan dukungan
untuk mengurangi dampak dan mencegah
cedera lebih lanjut, penderitaan dan
ancaman bahaya.
2. Meningkatkan cakupan pelayanan korban
kekerasan yg mendapatkan pelayanan
kesehatan oleh tenaga kesehatan terlatih
Falsafah
Pelayanan berfokus pada korban dgn
memeperhatikan 4 Prinsip Panduan (UNHCR)
1. Menjamin keselamatan fisik korban
2. Menjamin kerahasiahan korban
3. Menghormati keinginan, kebutuhan, hak dan
kapasitas korban dan mempertimbangkan
kepentingan terbaik bagi anak. Berikan prilaku
Perlakuakan scr bermartabat, priaku yg mendukung,
sediakan informasi dan kelola ekspectasi, pastikan
rujukan, serta pendampingan selama proses
berlangsung
4. Menjamin tdk ada diskriminasi thd korban
Bentuk dan Jenis Kekerasan
Bentuk kekerasan di kategorikan 5 kelompok:
1. Kekerasan Seksual
2. Kekerasan Fisik
3. Kekerasan Psikis
4. Gabungan 2 atau 3 gejala di atas
5. Penerlantaran (pendidikan, gizi, emosional)
Jenis Kekerasan berupa cedera fisik dan psikis
Tempat Terjadinya Kekerasan
1. Kekerasan di dalam RT (Domestik) (sering
dialami perempuan) dan berulang.
2. Kekerasan di tempat kerja atau sekolah
3. Kekerasan di daerah konflik/pengungsian
4. Kekerasan jalanan
Kekerasan Domestik tdk dilaporkan karena:
1. Korban merasa sebagai kehilafan sementara
pasangannya
2. Rasa cinta dan kasih sayang berusaha utk
memaklumi dan mengerti perlakuan
pasangannya
3. Norma menerima prilaku laki2 dlm
mengendalikan perempuan
4. Norma menerima kekerasan sbg cara
penyelesaian konflik
5. Norma bhw istri tdk boleh melawan suami
apapun yang dilakukan
6. Kekerasan merupakan sebuah aib shg tdk
pantas diketahui orang
7. Ketakutan akan ditinggal pasangannya
8. Lain-lain
Dampak Kekerasan Secara Umum
1. Trauma psikis yang mendalam dan berat
2. Stres pasca trauma
3. Gangguan Jiwa
• Tidak semua korban mau dan mampu
menyatakan keluhan apalagi melapor
• Diketahuinya kekerasan secara tidak
sengaja dan sudah kronis shg sudah
menggangu produktivitas selama
bertahun2 kadang sepanjang hidupnya
Dampak Kekerasan Seksual
Efek segera terjadi dan berlangsung beberapa
waktu setelah kejadian dgn reaksi fisik dan emosi
1. Rasa Takut
• Takut akan reaksi keluarga atau temen
• Takut orang lain tdk percaya keterangannya
• Takut diperiksa dokter
• Takut melaporkan kejadian yg menimpa
• Takut dr pelaku balas dendam apabila
melapor
2. Reaksi Emosional
• Syok, rasa tidak percaya, marah, malu
• Menyalahkan diri sendiri, kacau, bingung
dll
3. Gangguan Emosional yg menyebabkan
• Sulit tidur (Insomnia), Kehilangan nafsu
makan
• Mimpi buruk dan Penghayatan yg berulang
akan kejadian buruk tsb.
4. Gangguan Stres Pasca Trauma
a. Kejadian timbul dlm kurun waktu 6 bulan setelah
peristiwa trauma berat
b. Terdapat penghayatan berulang, bayang2 dan
mimpi dr kejadian traumatik scr berulang (flash
back)
c. Gg Otonomik, Gg efek dan kelainan tingkah laku
• Hyperaurosal gejala: agresi, insonia, reaksi
emosional yg intens seperti depresi (keinginan
bunuh diri)
• Intrusion gejala: mimpi buruk dan ingatan2
peristiwa buruk yg mencekam dan trauma
• Numbing atau mati rasa gejala merasa dirinya
tak diperhatikan dan dikucilkan
5. Korban perkosaan akan menunjukan prilaku
a. Tidak mampu memusatkan perhatian/ mengalihkan
tatapan mata
b. Sering salah ucap dlm bicara
c. Penampilan tidak rapi/ tidak terurus
d. Banyak melamun dan sulit bicara
e. Cemas, sikap grogi atau serba canggung
f. Tegang, tampak serba bingung dan panik, mata melihat
kesana kemari
g. Memperlihatkan kebencian dan kemarahan
h. Depresi, sedih, putus asa, perasan menjadi sensitive,
mudah salah sangka, coba bunuh diri
i. Cenderung merasa salah
j. Mudah curiga kepada orang lain
Dampak Kekerasan pada Anak
1. Ketakutan berlebihan thd orang tua/ dewasa
2. Tidak lari ke orang tua utk minta tolong
3. Terlihat agresif atau menarik diri berlebihan
4. Kesulitan berteman dengan teman sebaya
5. Terlalau penurut, pasif
6. Agresi seksual kepada orang lain
7. Lari dari rumah/ kenakalan remaja
8. Perilaku mencedrai diri
9. Sering mau bunuh diri
10. Gg tidur
11. Menghindar kontak mata
12. Memperlihatkan perilaku terlalu dewasa atau terlalau
kekanak-kanakan
Penelantaran Anak
1. Gagal tumbuh fisik atau mental
2. Malnutrisi , tanpa dasar organik yg sesuai
3. Dehidrasi
4. Luka yg dibiarkan tdk diobati
5. Tdk dapat imunisasi dasar
6. Kulit kotor, rambut dgn kutu2
7. Pakaian lusuh dan kotor
8. Keterlambatan perkembangan
9. Keadaan umum lemah, letagrik, lelah
Tanda-Tanda Kekerasan Fisik
1. Memar - (wajah, mulut, bokong, paha,
punggung) – corak merak (benda ttt)
2. Luka lecet dan robek – mulut, bibir, mata,
tangan, genital – gigitan manusia
3. Patah Tulang
4. Luka Bakar – sundutan rokok
5. Cidera pada Kepala – haematome – Ro –
kebotak an (ketarik rambut)
6. Lain2 -: Dislokasi, Luka berulang
Tanda-Tanda Penganiayaan Seksual
1. Adnga Penyakit Hub Seksual- Gonorhoe
2. Infeksi vagina berulang usia < 12 th
3. Rasa nyeri, perdarahan di vagina
4. Gg mengendalikan BAK dan BAB
5. Kehamilan pada usia remaja – KPSW
6. Cidera buah dada, bokong, perut bag bawah,
paha, sekitar alat kelamin atau dubur
7. Pakaian dalam robek atau ada bercak darah
8. Ditemukan cairan mani (semen) di mulut,
genital, anus atau pakaian.
Konsep Pelayanan
1. Komprehensif (Promotif, Preventif, Kuratif dan
Rehabilitatif) dan kebutuhan korban (medis, psikososial
dan medikolegal)
2. Mendahulukam kepentingan terbaik anak
3. Melibatkan multidisiplin – kompleksitas masalah (medis:
dokter, psikiatter,bidan, perawat dan non medis: psikolog/
pekerja sosial, polisi, LSM)
4. Tersedia dan dapat diakses 24 jam
5. Pelayanan sesuai standdar
6. Peralatan tersedia sesuai kebutuhan
7. Terdokumentasikan semua tindakan
8. Ada sistem monitor dan evaluasi
Jenis Pelayanan
1. Pemeriksaan fisik dari kepala hingga ujung
kaki
2. Penanganan luka-luka fisik
3. Penangana gg psikologis akut/ intervensi krisis
4. Penanganan utk Penyakit Menular Seksual
5. Penangan untuk pencegahan HIV
6. Pelayanan kesehatan reproduksi
7. Pelayanan medikolegal
Alur dan Pelayanan Pelayanan
1. Korban dengandi antar polisi atau tidak datang
ke RS – registrasi/daftar – triage di IGD utk
menilai kondisi korban (non kritis, semi kritis
atau kritis)
2. Non kritis langsung pemeriksaaan fisik,
konseling psikologis & hukum dan penujang
tambahan, medikolegal (VeR) dan
pendampingan.
3. Untuk mendapatkan VeR, korban perlu
membawa surat permintaan VeR dari polisi
4. Apabila RS tidak punya layanan konseling
rpsikolog/ hukum/ shelter dapat dirujuk
5. Pada RS yang tidak memiliki PKT/PPT setelah
masalah medisnya tertangani dapat dirujuk
6. Korban semi kritis akan ditangani di IGD sesuai
prosedur yg berlaku, Apoabila diperlukan
dikonsultasikan/ dirujuk ke spesialis terkait atau
umit lain kamar operasi/ ICU / HCU
7. Korban dalam keadaan kritis akan diperlakuan
semi kritis. Pemeriksaan medikolegal dilakukan
bersamaan dgn penanganan medis
8. Apabila kaorban dari ICU/HCU kemudian
meninggal, lapor ke polisi maka akan
dilakukan otopsi untuk mendapatkan VeR
berdasarkan sesuai permintaan VeR dari
polisi
9. Apabila tenaga kes d poliklinik Rs
menemukan pasien yg diduga korban
kekerasan maka dinilai terlebih dahulu
keadaan umumnya kemudian dikonsulkan ke
PPT/PKT
Kesimpulan
• Penanganan kasus kekerasan berbasis gender
harus dilakukan secara komprehensip dengan
melibatkan berbagai elemen masyarakat, baik
komunitas maupun kelembagaan sosial. (banyak
aspek yang harus diberikan )
• Masalah yang dihadapi korban tidak hanya
persoalan fisik yang terluka juga Aspek psikologis
dan hukum serta sosial lainnya harus ditangani,
hingga korban terehabilitasi dan tersosialisasi
menjadi bagian dari kehidupan masyarakat
secara wajar.
• Angka kejadian kekerasan terhadap anak dan
perempuan ang dilaporkan diduga sebagai
fenomena “gunung es” yang ada di
masyarakat.
• Perluasan jangkauan pelayanan dan
peningkatan kualitas pelayanan dengan
Peningkatan pemahaman dan kesadaran
terhadap masalah kekerasan akan semakin
tajam kemampuan dalam mengenal kasus shg
dpt mengatasi masalah korban KtP/A

Anda mungkin juga menyukai